KARAKTERISTIK KOMPETENSI DASAR ASPEK BER

KARAKTERISTIK KOMPETENSI DASAR ASPEK BERBICARA
KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN PADA TINGKAT SMP

Nisaa Rohma
Dwi Saksomo
Ida Lestari
Universitas Negeri Malang, Jln. Semarang No.5 Malang
E-mail: rohma_nisaa@ymail.com
Abstrak: Penelitian yang menggunakan pendekatan deskriptif ini bertujuan
mendeskripsikan karakteristik kompetensi dasar berbicara yang ada di SMP. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dalam kompetensi dasar berbicara menggunakan
tingkatan berpikir memahami (C2), menerapkan (C3), menganalisis (C4),
mengevaluasi (C5), dan mengkreasikan (C6). Dari segi penyajian, penulisan
kompetensi dasar berbicara di SMP tidak konsisten dalam hal penyajian kalimat.
Sehubungan dengan hasil penelitian tersebut, guru perlu meningkatkan kecermatan
dalam memahamai dan menerapkan isi kompetensi dasar sesuai keterampilan yang
akan dicapai.
Kata-kata kunci: kompetensi dasar berbicara, KTSP, pembelajaran berbicara
Abstract: This research that is using descriptive approach aims to describe the
characteristic of the basic competence of speaking in junior high school. The result
of this study shows that the basic competence of speaking uses thinking level of

understanding (C2), applying (C3), analyzing (C4), evaluating (C5), creating (C6).
From the serving system, the writing of basic competence of speaking in the junior
high school does not consistent in the sentences serving. Related to the result of the
study, the teachers need to improve cautiousness in understanding and applying the
content of the basic competence according to the skills to achieve in the language
learning.
Key words: the basic competence of spoken, KTSP, speaking

Pada penelitian sebelumnya telah dibahas tentang kompetensi dasar
membaca dengan judul “Telaah Kompetensi Dasar Membaca Pembelajaran
Bahasa Indonesia di Sekolah” yang dilakukan oleh Hakim (20 0). Menindak
lanjuti hal tersebut maka judul yang digunakan pada penelitian ini adalah
“Karakteristik Kompetensi Dasar Aspek Berbicara Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan pada Tingkat SMP”. Pada penelitian sebelumnya, fokus penelitian
pada kompetensi dasar bahasa Indonesia keterampilan membaca yang ada pada
jenjang SD, SMP, dan SMA. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian
ini berfokus pada kompetensi dasar aspek berbicara pada tingkat SMP.
1) Nisaa Rohma adalah mahasiswa jurusan Sastra Indonesia Universitas Negeri Malang.
Artikel ini diangkat dari skripsi Program Sarjana Pendidikan.
2) Dwi Saksomo dan Ida Lestari adalah dosen jurusan Sastra Indonesia Universitas Negeri

Malang.

Dalam pembelajaran berbahasa dikenal adanya dua bidang yaitu bidang
sastra dan non sastra. Selain itu, dalam praktiknya pembelajaran bahasa
menggunakan empat keterampilan, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan
menulis. Dalam standar isi pembelajaran bahasa Indonesia yang tercantum dalam
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22 Tahun 2006 disebutkan tujuan
pembelajaran bahasa Indonesia agar peserta didik memiliki kemampuan dalam (1)
berkomunikasi secara efektif dan efesien sesuai dengan etik yang berlaku, baik
secara lisan maupun tulis, (2) menghargai dan bangga menggunakan bahasa
Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara, (3) memahami bahasa
Indonesia dan menggunakannya dengan cepat dan kreatif untuk berbagai tujuan,
(4) menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual,
serta kematangan emosional dan sosial, (5) menikmati dan memanfaatkan karya
sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, (6) menghargai dan
membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual
manusia Indonesia.
Berbicara dapat dipandang sebagai suatu bentuk komunikasi lisan, suatu
cabang ilmu tentang bahasa lisan, atau suatu aktivitas berbahasa dengan

menggunakan bahasa lisan (Saksomo, 1997: 2). Pengertian lain disampaikan
Tarigan (1986:15) bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi
artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta
menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. Tujuan utama berbicara adalah
untuk berkomunikasi.
Menurut Saksomo (1997:75), ada beberapa teknik dalam pengajaran
wicara yakni (1) teknik pengajaran wicara terpimpin, (2) teknik pengajaran wicara
semi terpimpin, dan (3) teknik pengajaran wicara bebas. Teknik pengajaran
wicara terpimpin adalah teknik pengajaran wicara dengan pemberian banyak
kontroleh oleh guru kepada siswa tentang bagaimana tindakan yang dilakukan
siswa dalam pengajaran wicara. Pengajaran wicara dengan teknik semi terpimpin
merupakan jembatan antara teknik pengajaran wicara terpimpin dan pengajaran
wicara bebas. Peran guru dalam dalam teknik pengajaran bicara semi terpimpin
adalah sebagai kontrol jika terjadi kesalahan pada ucapan siswa.
Teknik pengajaran wicara bebas adalah teknik pengajaran wicara dengan
siswa bebas mengekspresikan kalimat dan kata-kata yang akan diucapkan
(Saksomo, 2010:37). Berbagai latihan yang dilakukan dalam teknik pengajaran
wicara bebas antara lain: (1) wawancara, (2) bercerita, (3) berdiskusi, dan (4)
berdialog.
Dalam hal pengurutan materi Nasution (1990:120) berpendapat bahwa

urutan yang biasanya digunakan guru untuk menyusun pelajaran adalah (1) dari
mudah ke sulit, (2) dari sederhana ke kompleks, (3) dari keseluruhan ke bagianbagiannya, (4) dari yang diketahui kepada yang belum diketahui, (5) mengikuti
urutan dari sejarah dulu baru masa sekarang, (6) dari konkret menuju abstrak, (7)
dari contoh-contoh konkret menuju generalisasi. Prinsip pengurutan Nasution juga
dapat berlaku untuk pengurutan kompetensi dasar karena berkaitan dengan
pemahaman materi. Misalnya, kompetensi dasar berbicara, kemampuan berbicara
harus diurutkan dari yang sederhana ke kompleks.
Berbeda dengan Nasution, menurut Susilo (2007:120), cara mengurutkan
kompetensi dasar sama dengan cara mengurutkan standar kompetensi yaitu

2

dengan menggunakan pendekatan prosedural, pendekatan hierarkis, dari mudah ke
sukar, dari konkret ke abstrak, pendekatan spiral, pendekatan tematis, pendekatan
terpadu (integrated ), terjala (webbed ), dan lain sebagainya.
Susilo (2007:140) menyatakan bahwa kemampuan dasar/kompetensi dasar
adalah kemampuan minimal dalam mata pelajaran yang harus dimiliki oleh
lulusan; kemampuan minimum yang harus dapat dilakukan atau ditampilkan oleh
siswa untuk standar kompetensi tertentu dari suatu mata pelajaran. Menurut
Masitoh (2010), kompetensi dasar dituliskan dengan memakai kata kerja + kata

benda, sehingga rumusnya adalah KD=KK + KB. Misal, menyampaikan
persetujuan dalam diskusi. Kata kerja adalah kata yang merujuk pada tingkatan
berpikir siswa dan kata keterampilan berbahasa. Kata kerja yang digunakan dalam
penulisan kompetensi dasar misalnya membaca, memahami, menyimak,
menyampaikan, dan sebagainya. Kata benda dalam hal ini adalah kata yang
merujuk pada materi tertentu, misalnya informasi tertulis, kata, kalimat, teks
pidato, paragraf, dan sebagainya.
Setiap materi memiliki tingkatan berpikir yang berbeda-beda. Taksonomi
Bloom merupakan pengelompokan kata kerja operasional yang dibagi menjadi
tiga domain, yaitu domain kognitif, psikomotoris dan afektif. Wulan (2011)
menyatakan bahwa dalam Taksonomi Bloom-Revisi, tingkatan berpikir siswa
dibagi menjadi 6 tingkatan. Tingkatan tersebut yakni menghafal (C1), memahami
(C2), mengaplikasikan (C3), menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan
membuat/kreatif (C6).
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan (1) karakteristik umum
kompetensi dasar aspek berbicara KTSP di tingkat SMP, (2) perbandingan
penyajian materi dalam komptensi dasar aspek berbicara KTSP antarkelas di
SMP, dan (3) rumusan kompetensi dasar aspek berbicara KTSP di tingkat SMP.
METODE
Penelitian tentang karakteristik kompetensi dasar berbicara di SMP ini

bertujuan untuk melihat aspek-aspek berbicara apa saja yang ada di SMP, aspek
apa yang diajarkan, bagaimana karakteristiknya dan bagaimana perbandingannya.
Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.
Menurut Robert Bodgan dan Taylor (dalam Moleong, 2005:4) menyebutkan
bahwa penelitian kualitatif adalah metode yang merujuk pada prosedur-prosedur
riset yang menghasilkan data kualitatif yaitu ungkapan atau catatan orang itu
sendiri atau tingkah laku mereka yang terobservasi yang mengarah pada keadaankeadaan individu yang holistik (utuh).
Pengkajian penelitian ini dilakukan secara mendalam dan terperinci
terhadap latar, subyek, dan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan guna
memperoleh suatu deskripsi yang jelas terhadap kompetensi dasar berbicara yang
ada di SMP. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan jenis penelitian
deskriptif.
Data yang diperoleh dari penelitian ini berupa kompetensi dasar aspek
berbicara yang ada pada standar isi pembelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan di SMP kelas VII, VIII, dan IX. Sumber data dalam
penelitian ini adalah Standar Isi Bahasa Indonesia Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan di SMP.

Sesuai pendapat Arikunto (1998:31) yang menyatakan bahwa dalam
penelitian yang bersumber pada tulisan selayaknya digunakan teknik dokumen

yaitu mencari data yang berupa buku, tabloid, surat kabar, buku agenda, dan
majalah. Dengan demikian langkah-langkah pengumpulan datanya adalah sebagai
berikut (1) mengumpulkan kompetensi dasar berbicara di SMP, (2) kompetensi
dasar berbicara yang sudah terkumpul dicatat dalam lembar pencatatan data yang
berbentuk tabel sebagai instrumen pembantu yang terdiri dari tabel data
kompetensi dasar berbicara.
Menurut Patton dalam Moleong (2005:122) menyatakan analisis data
adalah proses mengatur urutan data, mengkategorikannya ke dalam suatu pola,
kategori dan satuan uraian dasar. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
anlisis data, sesuai apa yang diteliti dan cara pemaparannya.
Teknik analisis data yang dilakuan pada penelitian ini menggunakan
langkah-langkah (1) identifikasi data, kompetensi dasar berbicara diidentifikasi
secara utuh dan menyeluruh sesuai dengan rumusan masalah, (2) klasifikasi data
yakni dengan melakukan kegiatan klasifikasi kompetensi dasar aspek berbicara
KTSP di SMP sesuai dengan cakupa tingkat berpikir dan pengurutannya dari
kelas VII sampai kelas IX. Kemudian membandingkan materi yang disampaikan
di kelas VII, VIII dan IX. Hal ini juga didasarkan rumusan masalah. Kemudian
langkah yang terakhir adalah menyimpulkan. Kegiatan ini dilakukan dengan
menyimpulkan data yang sudah diidentifikasi dan diklasifikasikan.
HASIL

Pada bagian ini dipaparkan data dan hasil temuan penelitian. Hasil
penelitian yang ditemukan yakni: (1) karakteristik umum kompetensi dasar aspek
berbicara KTSP di tingkat SMP, (2) perbandingan penyajian materi dalam
komptensi dasar aspek berbicara KTSP antarkelas di SMP, dan (3) rumusan
kompetensi dasar aspek berbicara KTSP di tingkat SMP. Berikut jabaran hasilnya.
Karakteristik umum kompetensi dasar aspek berbicara KTSP di
SMP. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP memiliki 24 kompetensi dasar
berbicara yang akan dipelajari oleh siswa. Ada 12 aspek berbicara sastra dan 12
aspek berbicara nonsastra (kebahasaan). Kompetensi dasar aspek berbicara sastra
yang dipelajari pada jenjang SMP meliputi prosa, puisi dan bermain peran. Prosa
yang diajarkan pada jenjang SMP adalah cerpen (cerita pendek) dan novel. Novel
yang digunakan tidak hanya terbatas dari novel asli Indonesia tetapi juga
menggunakan novel terjemahan. Hal ini terbukti dari kompetensi dasar berbicara
yang berbunyi “menanggapi hal yang menarik dari kutipan novel remaja (asli atau
terjemahan)”. Aspek kebahasaannya meliputi kata, kalimat dan pelafalan. Misal,
pada kompetensi dasar berbicara di kelas VII semester 2 yang berbunyi
“menceritakan tokoh idola dengan mengemukakan identitas dan keunggulan
tokoh, serta alasan mengidolakannya dengan pilihan kata yang sesuai”.
Keterampilan berbicara pada kompetensi dasar di SMP memiliki tingkatan
berpikir yang bervariasi. Mulai dari tingakat berpikir memahami (C2) sampai

tingkatan berpikir mengkreasikan (C6). Tingkatan berpikir memahami (C2),
menerapkan (C3), menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mengkreasikan
(C6) ada pada aspek sastra dan nonsastra dalam kompetensi dasar di SMP.
Tingakatan berpikir yang diajarkan di kelas VII adalah memahami (C2),
menerapkan (C3), dan mengevaluasi (C5). Tingkatan berpikir yang ada di kelas

VII terdiri dari empat kompetensi dasar berbicara sastra dan empat kompetensi
dasar berbicara nonsastra. Enam kompetensi dasar di kelas VII merupakan
kompetensi dasar berbicara dengan tingkatan berpikir memahami (C2). Terdapat
juga satu kompetensi dasar berbicara denga tingkatan berpikir menerapkan (C2)
dan satu tingkatan berpikir mengevaluasi (C5).
Selanjutnya, di kelas VIII juga ditemukan empat kompetensi dasar
berbicara dengan aspek sastra dan empat kompetensi dasar berbicara dengan
aspek nonsastra. Delapan kompetensi dasar berbicara yang ada di kelas VIII
memiliki tingkatan berpikir yang berbeda-beda. Ada dua kompetensi dasar
berbicara yang menggunakan tingkatan berpikir memahami (C2) yaitu kompetensi
berkode DN2.2 dan DN10.1. Tingkatan berpikir mengaplikaskan (C3) dan
mengevaluasi (C5) banyak muncul di kelas VIII. Ada dua kompetensi dasar
berbicara nonsastra dan satu kompetensi dasar berbicara sastra menggunakan
tingkatan berpikir mengaplikasikan (C3). Tingkatan berpikir mengevaluasi (C5)

juga ada pada dua kompetensi dasar berbicara di kelas VIII ini, dua kompetensi
dasar berbicara tersebut adalah kompetensi dasar berbicara dengan aspek sastra.
Hal berbeda terdapat pada tingkatan berpikir di kelas IX. Pada kelas IX
ada tingkatan memahami (C2), mengaplikasikan (C3), menganalisis (C4), dan
mengevaluasi (C5). Dari delapan kompetensi dasar berbicara yang ada di kelas
IX, dua kompetensi dasar berbicara menggunakan tingkatan berpikir memahami
(C2) dan dua kompetensi dasar berbicara dengan tingkatan berpikir
mengaplikasikan/menerapkan (C3). Dua kompetensi dasar dengan tingkatan
berpikir memahami (C2) merupakan kompetensi dasar berbicara dengan aspek
sastra. Tingkatan berpikir mengaplikasikan/menerapkan (C3) pada kompetensi
berbicara ada dua kompetensi dasar dengan aspek nonsastra.
Pada kelas IX juga terdapat tingkatan berpikir menganalisis (C4).
Kompetensi dasar berbicara yang menggunakan tingkatan berpikir menganalisis
(C4) ada dua, satu kompetensi dasar berbicara dengan aspek nonsastra dan satu
lagi dengan aspek sastra. Kemudian dua kompetensi dasar berbicara lagi
menggunakan tingkatan berpikir mengevaluasi (C5). Tingkatan berpikir
mengevaluasi terdapat pada satu kompetensi dasar berbicara sastra dan satu
kompetensi dasar berbicara nonsastra.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dikatakan bahwa kompetensi dasar
berbicara di SMP sudah menggunakan tingkatan berpikir memahami (C2),

mengaplikasikan (C3), menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mengkreasikan
(C6). Kompetensi dasar berbicara di SMP tidak didapati menggunakan tingkatan
berpikir mengingat (C1).
Berdasarkan karakteristik pengurutan, kompetensi dasar aspek berbicara
diurutka dengan pendekatan umum ke khusus dan pendekatan prosedural. Dilihat
dari kompetensi dasar yang ada di SMP didapatkan pengurutan dengan cara
pengurutan dari yang umum ke khusus. Hal ini nampak pada kompetensi yang
diajarkan dari kelas VII ke kelas IX. Kompetensi dasar yang mengalami
pendekatan ini mengajarkan terlebih dahulu sesuatu hal kemudian
menspesifikaskan pada bagian dari sesuatu tersebut.
Contoh kompetensi dasar yang mengalami pengurutan tersebut yaitu (1)
menceritakan pengalaman yang paling mengesankan dengan menggunakan
pilihan kata dan kalimat efektif yang terdapat pada tingkatan kelas VII dan (2)
melaporkan secara lisan berbagai peristiwa dengan menggunakan kalimat yang

jelas yang terdapat pada tingkatan kelas IX. Kedua kompetensi dasar tersebut
mengalami pengurutan umum ke khusus dari jenis kalimatnya. Pada kompetensi
dasar pertama menggunakan kalimat yang efektif yang tentunya di dalam kalimat
efektif terdapat bentuk kalimat yang jelas. Bentuk kalimat yang jelas ini diajarkan
kembali pada kompetensi dasar kedua.
Pendekatan prosedural terdapat pada tingkatan kelas VIII. Kompetensi
dasar berbicara yang mengalami pengurutan dengan pendekatan prosedural yakni
(1) berwawancara dengan narasumber dari berbagai kalangan dengan
memperhatikan etika berwawancara dan (2) menyampaikan laporan sercara lisan
dengan bahasa yang baik dan benar.
Kedua kompetensi dasar itu mengalami pengurutan menggunakan
pendekatan prosedural yaitu dengan melakukan proses wawancara terlebih dahulu
kemudian menyampaikan hasilnya secara lisan. Dalam hal ini, wawancara
merupakan bentuk kegiatan yang hasilnya harus dilaporankan dengan
penyampaian lisan. Oleh karena itu kedua kompetensi dasar ini dikatakan sebagai
kompetensi dasar yang mengalami pengurutan dengan pendekatan prosedural.
Perbandingan penyajian materi dalam kompetensi dasar kompetensi
dasar aspek berbicara KTSP antarkelas di SMP. Hasil tentang orientasi materi
yang terdapat pada kompetensi dasar aspek berbicara di SMP yaitu orientasi
materi di kelas VII masih berada pada tahap pemilihan kata dan pelafalan. Misal,
pada kompetensi dasar “menceritakan pengalaman yang paling mengesankan
dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat efektif”. Pada kompetensi dasar
berbicara ini, orientasi materi ada pada penggunaan pilihan kata dan kalimat
efektif. Kompetensi dasar berbicara lain di kelas VII berbunyi “bercerita dengan
urutan yang baik, suara, lafal, intonasi, gestur, dan mimik yang tepat”. Orientasi
materi pada kompetensi dasar ini adalah keruntutan dalam bercerita, suara, lafal,
intonasi, gestur dan mimik saat bercerita.
Dari kompetensi dasar berbicara di kelas VII didapatkan orientasi materi
pada penggunaan pilihan kata dan bagaimana cara penyampaiannya. Cara
penyampaian ini termasuk suara, lafal intonasi, gestur, dan mimik yang tepat
untuk menyampaikan. Orientasi materi yang berupa pilihan kata didapatkan dari
kompetensi dasar di semester ganjil. Pada semester genap orientasi materi sudah
pada tataran pemilihan kalimat. Kompetensi dasar yang orientasi materinya pada
pemilihan kalimat adalah “bertelepon dengan kalimat efektif dan bahasa yang
santun”. Kompetensi dasar berbicara ini sudah memulai materi pada pemilihan
kalimat. Hal yang berbeda ditemukan pada tingkatan kelas VIII dan IX,
pembelajarannya sudah mengarah pada seni berbahasa dan pengamplikasiannya.
Pada tingkatan kelas IX bahkan sudah ditemukan orientasi materi untuk berbicara
lanjut yaitu “mengkritik/memuji berbagai karya....”.
Rumusan kompetensi dasar aspek berbicara KTSP di SMP. Pada
tingkatan kelas VII, rumusan kompetensi dasar berbicara ada yang menggunakan
kata tingkatan berpikir dan ada juga yang langsung menggunakan kata
keterampilan berbicara. Kompetensi dasar berbicara yang menggunakan kata
tingkatan berpikir ada tiga. Salah satu dari kompetensi dasar tersebut adalah
kompetensi dasar berbicara pada aspek nonsastra dan dua yang berikutnya adalah
kompetensi dasar berbicara pada aspek sastra. Kompetensi dasar berbicara di
kelas VII yang menggunakan kata tingkatan berpikir adalah (1) menyampaikan
pengumuman dengan intonasi yang tepat serta menggunakan kalimat-kalimat

yang lugas dan sederhana yang menggunakan kata tingkatan berpikir
‘menyampaikan’, (2) menanggapi cara pembacaan cerpen yang menggunakan
kata tingkatan berpikir ‘menanggapi’, dan ( ) menjelaskan hubungan latar suatu
cerpen (cerita pendek) dengan realitas sosial yang menggunakan kata tingkatan
berpikir ‘menjelaskan’.
Kompetensi dasar aspek berbicara KTSP ada yang langsung menggunakan
kata keterampilan berbicara misalnya ‘diskusi’, ada yang menggunakan kata
tingkatan berpikir ‘menyampaikan’, dan menggunakan kombinasi antara
keduanya dalam membut rumusan kompetensi dasar. Kompetensi dasar aspek
berbicara yang menggunakan kata kombinasi misalnya kompetensi dasar yang
berbunyi ‘menerapkan prinsip-prinsip diskusi’.
PEMBAHASAN
Pada bab ini dipaparkan pembahasan atau deskripsi data. Hal yang dibahas
yaitu: (1) karakteristik umum kompetensi dasar aspek berbicara KTSP di tingkat
SMP, (2) perbandingan penyajian materi dalam komptensi dasar aspek berbicara
KTSP antarkelas di SMP, dan (3) rumusan kompetensi dasar aspek berbicara
KTSP di tingkat SMP. Berikut jabarannya.
Karakteristik Umum Kompetensi Dasar Aspek Berbicara KTSP di SMP
Tingkatan berpikir yang digunakan dalam kompetensi dasar aspek
berbicara KTSP di SMP adalah memahami (C2), mengaplikasikan (C3),
menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mengkreasikan (C6). Pada tingkatan
SMP tidak ditemui tingkatan berpikir menghafal (C1).
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi
dasar di SMP sudah menggunakan kata tingkatan berpikir dalam kategori
memahami (C2) hingga mengkreasikan (C6). Pada jenjang SMP ini tidak pernah
menggunakan kompetensi dasar berbicara dengan kategori menghafal (C1). Hal
ini sesuai pendapat Sumarno (2011) bahwa pada masa remaja mengalami tahap
transisi dari penggunaan operasi konkrit ke penerapan operasi formal dalam
bernalar. Dengan demikian pembelajaran tidak lagi menggunakan tingkatan
berpikir menghafal sebagai dasar namun sudah mulai berkembang ke tahap
selanjutnya sampai pada tahap mengkreasikan (C6).
Berdasarkan karakteristik pengurutan kompetensi dasar aspek berbicara
KTSP di SMP diperoleh hasil bahwa pada kompetensi dasar berbicara di jenjang
SMP mengalami penggurutan dengan pendekatan dari umum ke khusus. Hal ini
terlihat pada kompetensi dasar yang diajarkan dari kelas VII ke kelasa IX.
Kompetensi dasar yang mengalami pengurutan dengan pendekatan ini mengajak
siswa untuk belajar secara menyeluruh kemudian mengkhususkan pada titik
tertentu dari hal yang telah dipelajari sebelumnya. Hal ini karena kebiasaan guru
yang berpegang pada urutan daru keseluruhan kepada bagian-bagiannya
(Nasution, 1990:120).
Sebagai contoh kompetensi dasar berbicara yang mengalami pengurutan
dengan pendekatan umum ke khusus ada di kelas VIII. Kompetensi dasar
berbicara yang pertama berbunyi ‘mengomentari kutipan novel remaja (asli atau
terjemahan)’. Kemudian kompetensi dasar berbicara kedua berbunyi ‘menanggapi
hal yang menarik dari kutipan novel remaja (asli atau terjemahan)’. Dari dua

kompetensi dasar ini dapat dilihat bahwa pengurutan yang diguanakan adalah
dengan pendekatan umum ke khusus.
Kompetensi dasar berbicara tersebut memiliki pola belajar pada
mengomentari kutipan novel remaja secara keseluruhan, baik kelebihan maupun
kekurangan. Kemudian pada kompetensi dasar selanjutnya lebih dikhususkan
pada memberikan tanggapan pada hal yang dianggap menarik saja dalam kutipan
novel remaja. Dari dua kompetensi dasar ini nampak adanya pengurutan dengan
pola umum ke khusus sesuai pemahaman yang dimiliki siswa.
Hasil selanjutnya adalah kompetensi dasar aspek berbicara dengan
pengurutan prosedural. Kompetensi dasar berbicara yang mengalami pengurutan
dengan pendekatan prosedural yaitu (1) berwawancara dengan narasumber dari
berbagai kalangan dengan memperhatikan etika berwawancara dan (2)
menyampaikan laporan secara lisan dengan bahasa yang baik dan benar. Kedua
kompetensi dasar ini mengalami pengurutan menggunakan pendekatan prosedural
yaitu dengan melakukan proses wawancara terlebih dahulu kemudian
menyampaikan hasilnya secara lisan. Dalam hal ini, wawancara merupakan
bentuk kegiatan yang hasilnya harus dilaporankan dengan penyampaian lisan.
Kompetensi yang mengalami pengurutan dengan pendekatan prosedural berarti
bersifat prosedural seperti halnya lagkah-langkah mengerjakan tugas (Susilo,
2007:120). Oleh karena itu kedua kompetensi dasar ini dikatakan sebagai
kompetensi dasar yang mengalami pengurutan dengan pendekatan prosedural.
Perbandingan Penyajian Materi dalam Kompetensi Dasar Aspek Berbicara
KTSP di SMP
Kompetensi dasar aspek berbicara yang ada di kelas VII orientasi materi
pada pemilihan kata dan kalimat serta pelafalan. Hal ini ditunjukkan oleh
kompetensi dasar aspek berbicara yang terdapat di kelas VII. Kompetensi dasar
itu misalnya berbunyi ‘menceritakan pengalaman yang paling mengesankan
dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat efektif’dan ‘bercerita dengan
urutan yang baik, suara, lafal, intonasi, gestur, dan mimik yang tepat’. Dari
kompetensi dasar tersebut dapat diketahui bahwa materi yang dipelajari
berorientasi pada pemilihan kata dan kalimat sedangkan pada kompetensi dasar
yang kedua orientasi materi pada pelafalan cerita yang disampaikan.
Hal yang berbeda terdapat pada kompetensi dasar aspek berbicara di kelas
VIII. Orientasi materi pada kompetensi dasar aspek berbicara di kelas VIII berupa
penerapan dari materi yang disampaika pada kelas sebelumnya, yaitu kelas VII.
Misalnya kompetensi dasar aspek berbicara yang berbunyi ‘mengomentari kutipan
novel remaja (asli atau terjemahan)’. Pada kompetensi dasar tersebut berarti
menerapkan cara pemilihan kata dan kalimat yang dipeajari di kelas VII untuk
mengomentari kutipan novel (asli atau terjemahan). Materi ini sesuai dengan
teknik pembelajaran berbicara yang dimulai dari ( ) teknik berbicara terpimpin,
(2) teknik berbicara semi terpimpin, sampai (3) teknik pengajaran bicara bebas
(Saksomo, 1997:75). Di kelas VII siswa belajar berbicara dengan teknik semi
terpimpin karena siswa diberi kebebasan memilih namun tetap diawasi oleh guru.
Selanjutnya, di kelas VIII siswa sudah mulai diberikan kebebasan untuk
menyampaikan pendapat atau ide secara lisan.
Kompetensi dasar aspek berbicara di kelas VIII yang lain misalnya yang
berbunyi ‘menyampaikan laporan secara lisan dengan bahasa yang baik dan

benar’. Pada kompetensi dasar aspek berbicara tersebut berarti siswa harus dapat
menyampaikan laporan secara lisan. Penyampaian secara lisan inilah yang
menuntut siswa untuk dapat memilih kata dan kalimat yang sesuai. Hal tersebut
sudah dipelajari di kelas VII. Di bagian kompetensi dasar aspek berbicara itu
terdapat tambahan ‘... dengan bahasa yang baik dan benar’. Penggunaan bahasa
yang baik dan benar ini merupakan bukti bahwa dalam pembelajaran tersebut
mengajak siswa untuk memilih kata dan kalimat yang baik dan benar sesuai isi
laporan sehingga bahasa yang disampaikan juga baik dan benar.
Berbeda dengan orientasi materi di kelas sebelumnya, di kelas IX berupa
pengulangan dari pembelajaran di kelas VII dan VIII. Misalnya kompetensi dasar
aspek berbicara yang berbunyi ‘mengkritik/memuji berbagai karya (seni atau
produk) dengan bahasa yang lugas dan santun’. Kompetensi dasar tersebut
mengulang kembali materi yang sebelumnya dipelajari di kelas VIII berupa
tanggapan atau komentar yang disampaikan. Sama dengan tanggapan dan
komentar, mengkritik/memuji juga memerlukan pemilihan kalimat yang tepat. Hal
ini diperkuat dengan bunyi akhir pada kompetensi dasar tersebut yaitu ‘... dengan
bahasa yang lugas dan santun’.
Perbandingan aspek sastra dan nonsastra pada kompetensi dasar berbicara
di SMP sudah seimbang. Pada setiap kelas terdapat empat kompetensi dasar
berbicara dengan aspek sastra dan empat kompetensi dasar erbicara dengan aspek
non satra (kebahasaan). Pada kompetensi dasar berbicara di SMP memang
memiliki karakteristik yang sama pada pembagian aspek sastra dan nonsastra
dengan kompetensi dasar di SD dan SMA.
Dari hasil pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa orientasi
materi di kelas VIII adalah yang paling sulit dibandingkan kelas VII dan IX. Hal
ini dilihat dari orientasi yang akan disampaikan kepada siswa melalui kompetensi
dasar aspek berbicara Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di tingkat
SMP. Susunan materi kelas VII ke VIII sesuai dengan pernyataan Nasution
(1990:120) bahwa urutan yang biasanya digunakan guru untuk menyusun
pelajaran adalah ... (2) dari sederhana ke kompleks ....
Rumusan Kompetensi Dasar Aspek Berbicara KTSP di SMP
Dalam rumusan kompetensi dasar aspek berbicara KTSP memiliki bentuk
penyajian yang berbeda-beda. Ada tiga bentuk penyajian kalimat berdasarkan
pilihan kata yang digunakan yaitu dilihat dari penggunaan kata tingkatan berpikir,
kata keterampilan berbicara dan kombinasi antara kata tingkatan berpikir dan kata
keterampilan berbicara.
Menurut Masitoh (2010), kompetensi dasar dituliskan dengan memakai kata
kerja + kata benda, sehingga rumusnya adalah KD=KK + KB. Kata kerja adalah
kata yang merujuk pada tingkatan berpikir siswa dan kata keterampilan berbahasa.
Kata benda dalam hal ini adalah kata yang merujuk pada materi tertentu, misalnya
informasi tertulis, kata, kalimat, teks pidato, paragraf, dan sebagainya. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa dalam kompetensi dasar aspek berbicara di
SMP tidak ajeg dalam menuliskan kompetensi dasarnya. Misal, mengomentari
kutipan novel remaja (asli atau terjemahan) dan bertelepon dengan kalimat yang
efektif dan bahasa yang santun. Mengomentari merupakan kata kerja dengan
menggunakan kata tingkata berpikir, mengomentari dapat dilakukan dengan lisan

maupun tulis. ‘Kutipan novel remaja’ dalam kompetensi dasar ini merupakan
materi yang disampaikan.
Pada kompetensi dasar yang selanjutnya, ‘bertelepon’ merupakan kata
kerja yang menggunakan kata keterampilan berbahasa sehingga dapat langsung
diketahui bahwa aspek pembelajaran kompetens dasar ini adalah berbicara.
Kalimat dan bahasa merupakan kata benda pada kompetensi dasar berikutnya.
Artinya kalimat efektif dan bahasa santun tersebut merupakan materi yang
disajikan.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian Kompetensi Dasar Aspek Berbicara Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan di Tingkat SMP dapat disimpulkan sebagai berikut.
Pertama , karakteristik umum yang ditunjukkan pada kompetensi dasar
aspek berbicara Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yaitu tidak
menggunakan tingkatan berpikir menghafal (C1) berdasarkan taksonomi Bloom
untuk menunjukkan kategori belajar siswa. Selain itu, karakteristik pengurutan
kompetensi dasar di jenjang SMP pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
mengalami pengurutan dengan pendekatan umum ke khusus dan pendekatan
prosedural.
Kedua , kandungan materi yang ada di kelas VII berorientasi pada
pemilihan kata dan kalimat serta pelafalannya sedangkan di kelas VIII orientasi
materi banyak berupa penerapan dari pembelajaran di kelas VII. Berbeda dari
kelas sebelumnya, di kelas IX materi merupakan pengayaan dari materi kelas VII
dan VIII.
Ketiga , rumusan kompetensi dasar berbicara di SMP tidak konsisten pada
penulisan tiap kompetensi dasarnya. Ada kompetensi dasar berbicara yang
menggunakan kata tingkatan berpikir
untuk menyajikan kalimat dalam
kompetensi dasar berbicara. Ada juga yang langsung pada kata keterampilan
berbicara. Selain itu, ada juga kompetensi dasar berbicara yang disajikan dengan
menggunakan kombinasi kata keterampilan berbicara sekaligus kata tingkatan
berpikir.
SARAN
Dalam melakukan penelitian tentang karekteristik kompetensi dasar
berbicara di SMP, peneliti menemukan beberapa hal yang perlu diperbaiki oleh
beberapa pihak. Berikut penjabarannya.
Pertama , guru sebaiknya lebih cermat dalam memahami isi kompetensi
dasar agar fokus pembelajaran benar. Tidak terjadi salah penafsiran dalam
mengertikan kompetensi dasar yang sudah ada.
Kedua , bagi pemerintah sebaiknya memperbaiki kompetensi dasar dan
memberikan pelatihan kepada tenaga pendidik. Hal ini agar tenaga pendidik
mampu menerapkan komptensi dasar dengan benar, terutama kompetensi dasar
aspek berbicara yang selam ini banyak terjadi penyimpangan dalam
penerapannya.
Ketiga , bagi kepala sekolah perlu memperhatikan anggota sekolah (guru,
siswa dll.) dalam melakukan kinerjanya. Kegiatan berbicara membutuhkan
fasilitas yang memadai. Keterampilan berbicara dalam penerapannya berbeda dari
keterampilan berbahasa yang lain. Keterampilan berbicara memerlukan aplikasi

0

dengan alokasi waktu yang lebih lama dan bimbingan yang baik sehingga perlu
perhatian lebih. Selain itu, keterampilan berbicara merupakan alat komunikasi
yang banyak digunakan sehingga perlu banyak dilatih.
Terakhir , hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan refleksi dan
referensi untuk memajukan kualitas dan mutu pendidikan ke depannya agar lebih
baik khususnya jenjang SMP karena pada jenjang ini rasa ingin tahu yang dimiliki
siswa mampu mengantarkan pada pola pikir yang baik apabila diarakan dengan
benar.

DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, S.
. Prosedur Penelitian dalam Pendidikan. Surabaya: Usaha
Nasional.
Hakim, L. 2010. Telaah Kompetensi Dasar Membaca dalam Pembelajaran
Bahasa Indonesia di Sekolah. Skripsi tidak diterbitkan. Malang:
Universitas Negeri Malang.
Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006
Tanggal 23 Mei 2006.UU Sisdiknas-INHERNT DIKTI. (Online),
(http://www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf), diakses 24 April
20 2.
Masitoh. 2010. KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). (Online),
(http://kotabandarlampung.com/2010/12/rpp-silabus-ktsp/), diakses 4
Mei 2012.
Moleong, L. J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Nasution, S. 1990. Pengembangan Kurikulum. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Saksomo, D. 1997. Berbicara . Malang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Saksomo, D. 2010. Wicara Individual. Malang: Asah Asih Asuh.
Standar Isi: Bahasa Indonesia untuk SMP/MTs. Inovasi Pendidikan SMP & MTs.
(Online),
(http://inovasipendidikan.net/ppks/Paket%20Pelatihan%20Kepala%20
Sekolah%20%28Standar%20Kompetensi%29.pdf), diakses 24 April
20 2.
Sumarno, A. 2011. Perkembangan Kognitif Anak Masa Sekolah Menengah.
(Online), (http://blog.elearning.unesa.ac.id/alimsumarno/perkembangan-kognitif-anak-masa-sekolah-menengah),
diakses 24 April 2012.
Susilo, M. J. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Manajemen
Pelaksanaan dan Kesiapan Sekolah Menyongsongnya. Yogyakarta:
Pustaka pelajar.
Tarigan, H. G. 1986. Berbicara sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa.
Wulan, A. R. 2011. Taksonomi Bloom-Revisi. (Online),
(http://file.upi.edu/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN_IPA/197404
171999032-ANA_RATNAWULAN/taksonomi_Bloom_revisi.pdf),
diakses 1 April 2012.