Determinan Partisipasi Suami dalam Program Keluarga Berencana di Desa Dolat Rayat Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo Tahun 2015

(1)

Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi, perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia itu mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup: berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian dan lain sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal activity) seperti berpikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Untuk kepentingan kerangka analisis dapat dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung atau secara tidak langsung (Notoatmodjo, 2007).

Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2007), seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Secara garis besar perilaku manusia dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu:

1. Faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat pengetahuan, sikap, jenis kelamin, perhatian, persepsi, tingkat emosional, motivasi, dan sebagainya.

2. Faktor eksternal, yakni berupa faktor lingkungan baik lingkungan fisik, social, budaya, ekonomi maupun politik.


(2)

Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2007), membagi perilaku dalam 3 domain perilaku, yaitu kognitif (cognitive), afektive (affective), dan psikomotor (psychomotor).

2.1.1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007). Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni:

1. Tahu (know)

2. Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

3. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

4. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.


(3)

5. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

6. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menhubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

7. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

2.1.2. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Newcomb dalam Notoatmodjo (2007), sikap itu merupakan kesiapan atau ketersediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku.

Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yakni:


(4)

b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek

c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Menurut Notoatmodjo (2007), sikap juga memiliki beberapa tingkatan seperti yang dimiliki oleh pengetahuan, yaitu :

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespons (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah, berarti orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.


(5)

2.1.3. Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain (Notoatmodjo, 2007). Notoatmodjo (2007) membagi tingkatan tindakan atau praktik menjadi 4, yaitu :

a. Persepsi (perception)

Mengenal atau memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil merupakan praktik tingkat pertama.

b. Respon terpimpin (guided response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah indikator praktik tingkat dua

c. Mekanisme (mechanism)

Apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.


(6)

Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tinndakannya tersebut.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo, 2007).

2.2. Program Keluarga Berencana

Program Keluarga Berencana (KB) dirumuskan sebagai upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui batas usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga, untuk mewujudkan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera (Sudayasa, 2010).

Keluarga berencana (KB) adalah gerakan untuk membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran. Itu bermakna adalah perencanaan jumlah keluarga dengan pembatasan yang bisa dilakukan dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi seperti kondom, spiral, IUD, dan sebagainya (Wikipedia, 2014).

Menurut Sudayasa (2010), dengan mengikuti program KB sesuai anjuran pemerintah, para akseptor akan mendapatkan tiga manfaat utama optimal, baik untuk ibu, anak dan keluarga, antara lain:


(7)

1) Mencegah kehamilan yang tidak diinginkan 2) Mencegah setidaknya 1 dari 4 kematian ibu 3) Menjaga kesehatan ibu

4) Merencanakan kehamilan lebih terprogram b) Manfaat untuk anak

1) Mengurangi resiko kematian bayi 2) Meningkatkan kesehatan bayi 3) Mencegah bayi kekurangan gizi 4) Tumbuh kembang bayi lebih terjamin

5) Kebutuhan ASI eksklusif selama 6 bulan relatif lebih dapat terpenuhi 6) Mendapatkan kualitas kasih sayang yang lebih maksimal

c) Manfaat untuk keluarga

1) Meningkatkan kesejahteraan keluarga 2) Harmonisasi keluarga lebih terjaga

2.3. Metode Kontrasepsi

Kontrasepsi yang baik harus memiliki syarat-syarat antara lain aman, dapat diandalkan, sederhana (sebisa mungkin tidak perlu dikerjakan oleh dokter), murah, dapat diterima oleh orang banyak, dan dapat dipakai dalam jangka panjang. Sampai saat ini belum ada metode atau alat kontrasepsi yang benar-benar 100 % ideal.

Jenis-jenis kontrasepsi yang tersedia antara lain: A. Metode sederhana


(8)

1. Pantang berkala 2. Metode kalender

3. Metode suhu badan basal 4. Metode lendir serviks 5. Metode simpto-termal 6. Coitus interruptus b. Dengan alat

a. Mekanis (Barrier) 1. Kondom pria

2. Barier intra vaginal antara lain : diafragma, kap serviks, spons, dan kondom wanita.

b. Kimiawi

1. Spermisid antara lain : vaginal cresm, vaginal foam, vaginal jelly, vaginal suppositoria, vaginal tablet, dan vaginal soluble film.

B. Metode modern a. Kontrasepsi hormonal

1. Pil KB

2. AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) / IUD (Intra Uterine Devices) 3. Suntikan KB

4. Susuk KB b. Kontrasepsi mantap

1. Medis Operatif Pria (MOP) 2. Medis Operatif Wanita (MOW)

Berdasarkan lama efektivitasnya, kontrasepsi dapat dibagi menjadi : A. MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang), yang termasuk dalam kategori ini adalah jenis susuk/implant, IUD, MOP, dan MOW.

B. Non MKJP (Non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang), yang termasuk dalam kategori ini adalah kondom, pil, suntik, dan metode-metode lain selain metode yang termasuk dalam MKJP.


(9)

1. Pil KB

Pil KB biasanya megandung Estrogen dan Progesteron. Cara kerja pil KB adalah dengan cara menggantikan produksi normal Estrogen dan Progesteron dan menekan hormon yang dihasilkan ovarium dan releasing factor yang dihasilkan otak sehingga ovulasi dapat dicegah. Efektivitas metode ini secara teoritis mencapai 99 % atau 0,1 – 5 kehamilan per 100 wanita pada pemakaian di tahun pertama bila digunakan dengan tepat. Tetapi dalam praktek ternyata angka kegagalan pil masih cukup tinggi yaitu mencapai 0,7 – 7 %. Keuntungan dan kerugian pemakaian pil KB antara lain :

Keuntungan pil KB :

a. Efektivitasnya tinggi bila diminum secara rutin

b. Nyaman, mudah digunakan, dan tidak mengganggu senggama c. Reversibilitas tinggi

d. Efek samping sedikit

e. Mudah didapatkan, tidak selalu perlu resep dokter karena pil KB dapat diberikan oleh petugas non medis yang terlatih

f. Dapat menurunkan resiko penyakit-penyalit lain seperti kanker ovarium, kehamilan ektokpik, dan lain-lain

g. Relatif murah Kerugian pil KB :

a. Efektivitas tergantung motivasi akseptor untuk meminum secara rutin tiap hari


(10)

c. Efektivitas dapat berkurang bila diminum bersama obat tertentu d. Kemungkinan untuk gagal sangat besar karena lupa

e. Tidak dapat melindungi dari resiko tertularnya Penyakit Menular Seksual

2. Kontrasepsi suntik

Kontrasepsi suntik yang biasa tersedia adalah Depo-provera yang hanya mengandung Progestin dan diberikan tiap 3 bulan. Cara kerja kontrasepsi suntik yaitu dengan mencegah ovulasi, mengentalkan lerndir serviks, dan menghambat perkembangan siklis endometrium. Efektivitas dari kontrasepsi suntik sangat tinggi mencapai 0,3 kehamilan per 100 wanita selama tahun pertama penggunaan. Angka kegagalan metode ini <1 kehamilan per 100 wanita per tahun. Keuntungan dan kerugian metode ini adalah :

Keuntungan kontrasepsi suntik : a. Sangat efektif

b. Memberikan perlindungan jangka panjang selama 3 bulan

c. Bila digunakan bersama pil KB dapat mengurangi resiko yang ditimbulkan karena lupa meminum pil KB

d. Tidak mengganggu senggama

e. Bisa diberikan oleh petugas non medis yang terlatih

f. Mengurangi efek samping yang ditimbulkan oleh Estrogen karena metode ini tidak mengandung Estrogen

g. Relatif murah Kerugian kontrasepsi suntik :


(11)

a. Berat badan naik

b. Siklus menstruasi kadang terganggu

c. Pemulihan kesuburan kadang-kadang terlambat 3. Susuk / implant

Kontrasepsi susuk yang sering digunakan adalah Norplant. Susuk adalah kontrasepsi sub dermal yang mengandung Levonorgestrel (LNG) sebagai bahan aktifnya. Mekanisme kerja Norplant yang pasti belum dapat dipastikan tetapi mungkin sama seperti metode lain yang hanya mengandung Progestin. Norplant memiliki efek mencegah ovulasi, mengentalkan lender serviks, dan menghambat perkembangan siklis endometrium. Efektivitas Norplant sangat tinggi mencapai 0,05 – 1 kehamilan per 100 wanita dalam tahun pertama pemakaian. Angka kegagalan Norplant <1 kehamilan per 100 wanita per tahun dalam 5 tahun pertama pemakaian. Angka kegagalan ini lebih rendah bila dibandingkan dengan metode Barrier, pil KB, dan IUD. Keuntungan dan kerugian Norplant antara lain : Keuntungan susuk :

a. Norplant merupakan metode kontrasepsi yang sangat efektif b. Tidak merepotkan dan tidak mengganggu senggama

c. Resiko untuk lupa lebih kecil dibandingkan pil KB dan suntikan karena Norplant dipasang tiap 5 tahun

d. Mudah diangkat dan segera setelah diangkat kesuburan akseptor akan kembali


(12)

f. Dapat mengurangi efek samping yang ditimbulkan oleh Estrogen karena Norplant tidak mengandung Estrogen

g. Lebih efektif secara biaya karena walaupun harganya mahal tetapi masa pemakaiannya mencapai 5 tahun.

Kerugian Norplant :

a. Efektivitas dapat berkurang bila digunakan bersama obat-obatan tertentu b. Merubah siklus haid dan meningkatkan berat badan

c. Tergantung pada petugas

d. Tidak melindungi dari resiko tertularnya PMS

4. AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) atau IUD (Intra Uterine Devices) AKDR adalah kontrasepsi yang terbuat dari plastik halus berbentuk spiral atau berbentuk lain yang dipasang di dalam rahim dengan memakai alat khusus oleh dokter atau paramedis lain yang terlatih. Mekanisme kerja AKDR belum diketahui tetapi kemungkinan AKDR menyebabkan perubahan-perubahan seperti munculnya sel-sel radang yang menghancurkan blastokis atu spermatozoa, meningkatkan produksi prostaglandin sehingga implantasi terhambat, serta bertambah cepatnya pergerakan ovum di tuba falopii. Efektivitas IUD mencapai 0,6 – 0,8 kehamilan per 100 wanita selama tahun pertama penggunaannya. Angka kegagalan IUD 1 – 3 kehamilan per 100 wanita per tahun. Keuntungan dan kerugian pemakaian AKDR antara lain :

Keuntungan AKDR : a. Efektivitas tinggi


(13)

b. Dapat memberikan perlindungan jangka panjang sampai dengan 10 tahun

c. Tidak mengganggu hubungan seksual

d. Efek samping akibat Estrogen dapat dikurangi karena AKDR hanya mengandung Progestin

e. Tidak ada kemungkinan gagal karena kesalahan akseptor KB f. Reversibel

g. Dapat disediakan oleh petugan non medis terlatih h. Akseptor hanya kembali ke klinik bila muncul keluhan i. Murah

Kerugian AKDR :

a. Perlunya pemeriksaan pelvis dan penapisan PMS sebelum pemasangan b. Butuh pemeriksaan benang setelah periode menstruasi jika terjadi kram, bercak, atau nyeri.

c. Akseptor tidak dapat berhenti menggunakan kapanpun ia mau 5. Metode Operatif Wanita (MOW)

MOW adalah tindakan operasi minor untuk mengikat atau memotong kedua tuba falopi sehingga ovum dari ovarium tidak akan mencapai uterus dan tidak akan bertemu dengan spermatozoa. Efektivitas MOW sekitar 0,5 kehamilan per 100 wanita selama tahun pertama pemakaian, sedikit lebih rendah dibandingkan MOP. Keuntungan dan kerugian MOW antara lain :

Keuntungan MOW : a. Sangat efektif


(14)

b. Segera efektif c. Permanen

d. Tidak mengganggu senggama

e. Baik untuk klien yang bila mengalami kehamilan akan membahyakan jiwanya

f. Pembedahan sederhana dan hanya perlu anestesi lokal g. Tidak ada efek samping jangka panjang

h. Tidak ada gangguan seksual Kerugian MOW :

a. Permanen

b. Nyeri setelah prosedur serta komplikasi lain akibat pembedahan dan anestesi

c. Hanya dapat dilakukan oleh dokter yang terlatih d. Tidak memberi perlindungan terhadap PMS e. Meningkatkan resiko kehamilan ektokpik

2.4. Metode Kontrasepsi Pria

1. Kondom pria

Kondom adalah selubung tipis dari karet, vinil, atau produk alamiah dapat berwarna maupun tidak berwarna, biasanya ditambahkan spermisida untuk perlindungan tambahan, serta digunakan untuk menutupi penis sesaat sebelum berhubungan.


(15)

tidak terlalu tinggi, hanya sekitar 3-4 kehamilan per 100 wanita selama tahun pertama. Pemakaian kondom memiliki keuntungan dan kerugian seperti :

Keuntungan kondom :

a. Mencegah kehamilan

b. Memberi perlindungan terhadap Penyakit Menular Seksual (PMS) c. Dapat diandalkan

d. Sederhana, ringan, disposable, dan mudah digunakan

e. Tidak memerlukan pemeriksaan medis, supervisi, atau follow-up f. Reversibel

g. Pria ikut aktif dalam kegiatan KB h. Efektif segera setelah dipasang i. Tidak mempengaruhi kegiatan laktasi

j. Dapat digunakan sebagai pendukung metode kontrasepsi lain k. Tidak mengganggu kesehatan

l. Tidak ada efek samping sistemik

m. Mudah didapatkan dan tidak perlu resep dokter n. Murah karena digunakan dalam jangka pendek Kerugian kondom :

a. Efektivitas dipengaruhi kesediaan akseptor mematuhi instruksi yang diberikan dan motivasi akseptor

b. Efektivitas tidak terlalu tinggi

c. Perlu menghentikan aktivitas dan spontanitas hubungan seks guna memasang kondom


(16)

d. Dapat mengurangi sensitifitas penis sehingga ereksi sukar dipertahankan

2. Metode Operatif Pria (MOP)

MOP merupakan suatu metode kontrasepsi operatif minor yang aman, sederhana, dan sangat efektif, memakan waktu operasi relatif singkat dan tidak memerlukan anestesi umum. MOP dilakukan dengan cara memotong vas deferens sehingga sperma tidak dapat mencapai air mani dan air mani yang dikeluarkan tidak mengandung sperma. Efektivitas sangat tinggi mencapai 0,1 – 0,15 kehamilan per 100 wanita selama tahun pertama pemakaian. Angka kegagalan <1 kehamilan per 100 wanita. Keuntungan dan kerugian MOP antara lain :

Keuntungan MOP : a. Sangat efektif

b. Tidak mengganggu senggama c. Tidak ada perubahan fungsi seksual

d. Baik untuk klien yang bila mengalami kehamilan akan membahyakan jiwanya

e. Murah Kerugian MOP :

a. Permanen, kesuburan tidak dapat kembali normal b. Efek tertunda sampai 3 bulan atau 20 kali ejakulasi

c. Nyeri setelah prosedur serta komplikasi lain akibat pembedahan dan anestesi

d. Hanya dapat dilakukan oleh dokter yang terlatih e. Tidak memberi perlindungan terhadap PMS


(17)

2.5. Partisipasi Suami dalam Program Keluarga Berencana

Keterlibatan suami didefinisikan sebagai partisipasi dalam proses pengambilan keputusan KB, pengetahuan suami tentang KB dan penggunaan kontrasepsi pria. Keterlibatan suami dalam KB diwujudkan melalui perannya berupa dukungan terhadap KB dan penggunaan alat kontrasepsi serta merencanakan jumlah keluarga. Untuk merealisasikan tujuan terciptanya Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera.

Bentuk partisipasi pria dalam keluarga berencana dibagi menjadi dua, yaitu secara langsung mamupun tidak langsung.

a. Secara Langsung

Partisipasi pria secara langsung adalah sebagai peserta pria dengan menggunakan salah satu cara atau metode kontrasepsi, seperti dengan menggunakan alat kontrasepsi kondom, vasektomi, metode senggama terputus, dan metode pantang berkala / sitem kalender.

b. Tidak Langsung

Partisipasi pria secara tidak langsung adalah dengan mendukung setiap kegiatan KB dan juga sebagai motivator sesuai dengan pengetahuan tentang KB yang dimilikinya.

Mendukung dalam ber-KB

Apabila disepakati istri yang akan ber-KB peran suami adalah mendukung dan memberikan kebebasan kepada istri untuk menggunakan kontrasepsi atau metode KB. Dukungan tersebut meliputi:


(18)

1. Memilih kontrasepsi yang cocok yaitu kontrasepsi yang sesuai dengan keinginan dan kondisi istrinya,

2. Membantu istrinya dalam menggunakan kontrasepsi secara benar, seperti mengingatkan saat minum pil KB, dan mengingatkan istri untuk control,

3. Membantu mencari pertolongan bila terjadi efek samping maupun komplikasi dari pemakaian alat kontrasepsi,

4. Mengantarkan istri ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk kontrol atau rujukan,

5. Mencari alternatif lain bila kontrasepsi yang digunakan tidak cocok,

6. Membantu menghitung waktu subur, apabila menggunakan metode pantang berkala,

7. Menggantikan pemakaian kontrasepsi bila keadaan kesehatan istri tidak memungkinkan.

Sebagai motivator

Selain sebagai peserta KB, suami juga dapat berperan sebagai motivator, yang dapat berperan aktif memberikan motivasi kepada anggota keluarga atau saudaranya yang sudah berkeluarga dan masyarakat disekitarnya untuk menjadi peserta KB, dengan menggunakan salah satu kontrasepsi. Untuk memotivasi orang lain, maka seyogyanya dia sendiri harus sudah menjadi peserta KB, karena keteladanan sangat dibutuhkan untuk menjadi seorang motivator yang baik.

Suami adalah pemimpin dan pelindung bagi istrinya, maka kewajiban suami terhadap istrinya ialah mendidik, mengarahkan serta mengertikan istri


(19)

kepada kebenaran, kemudian membarinya nafkah lahir batin, mempergauli serta menyantuni dengan baik (Harymawan, 2007).

4. Peran suami dalam keluarga berencana

Menurut BKKBN (2007) peran atau partisipasi suami dalam Keluarga Berencana (KB) antara lain menyangkut :

a) Pemakaian alat kontrasepsi b) Tempat mendapatkan pelayanan c) Lama pemakaian

d) Efek samping dari penggunaan kontrasepsi e) Siapa yang harus menggunakan kontrasepsi

Partisipasi pria dalam kesehatan reproduksi adalah tanggung jawab pria dalam kesehatan pria terutama dalam pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan hidup ibu dan anak, serta berprilaku seksual yang sehat dan aman bagi dirinya, istri dan keluarganya.

Menurut BKKBN (2007), bentuk dukungan suami terhadap istri dalam menggunakan alat kontrasepsi meliputi:

a) Memilih kontrasepsi yang cocok, yaitu kontrasepsi yang sesuai dengan keinginan dan kondisi istrinya.

b) Membantu istrinya dalam menggunakan kontrasepsi secara benar seperti mengingatkan saat minum pil KB dan mengingatkan istri untuk kontrol. Membantu mencari pertolongan bila terjadi efek samping maupun komplikasi dari pemakaian alat kontrasepsi.


(20)

c) Mengantar istri ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk kontrol atau rujukan.

d) Mencari alternatif lain bila kontrasepsi yang digunakan saat ini terbukti tidak memuaskan.

e) Membantu menghitung waktu subur, apabila menggunakan metode pantang berkala.

f) Menggunakan kontrasepsi bila keadaan kesehatan istri tidak memungkinkan.

2.6. Determinan Partisipasi Suami dalam Program Keluarga Berencana 2.6.1 Pengetahuan

Pengetahuan seseorang biasanya dipengaruhi dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber, misalnya media massa, media elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, media poster, kerabat dekat dan sebagainya. Pengetahuan ini dapat membentuk keyakinan tertentu sehingga seseorang berperilaku sesuai keyakinan tersebut. Notoatmojo (1993) mengatakan bahwa pengetahuan merupakan resultan akibat proses pengindraan terhadap suatu obyek. Pengindraan tersebut sebagian besar berasal dari penglihatan dan pendengaran. Pengukuran atau penilaian pengetahuan pada umumnya dilakukan melalui tes atau wawancara dengan alat bantu kuesioner berisi materi yang diukur dari responden (Notoatmojo, Soekijo, 1990).

2.6.2. Sikap

Sikap adalah reaksi yang masih tertutup, tidak dapat dilihat secara langsung sehingga sikap hanya dapat ditafsirkan dari perilaku yang nampak


(21)

(Notoatmojo, 1993). Pengertian lain sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu obyek dengan cara tertentu serta merupakan respon evaluatif terhadap pengalaman kognitif, reaksi afeksi, kehendak dan perilaku masa lalu. Sikap akan mempengaruhi proses berpikir, respon afeksi, kehendak dan perilaku berikutnya. Jadi sikap merupakan respon evaluatif didasarkan proses evaluasi diri, yang disimpulkan berupa penilaian positif atau negatif yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaktif terhadap objek .

Mar’at (1982) mengatakan manusia tidak dilahirkan dengan pandangan ataupun perasaan tertentu, tetapi sikap tadi dibentuk sepanjang perkembangannya. Adanya sikap akan menyebabkan manusia bertindak secara khas terhadap objek-objeknya. Dengan kata lain sikap merupakan produk dari proses sosialisasi, seseorang memberikan reaksi sesuai dengan rangsangan yang ditemuinya. Sikap dapat diartikan suatu kontrak untuk memungkinkan terlihatnya suatu aktifitas.

Menurut Katono (1990) sikap seseorang adalah predisposisi untuk memberikan tanggapan terhadap rangsangan lingkungan yang dapat memulai atau membimbing tingkah laku orang tersebut. Secara definitif sikap berarti suatu keadaan jiwa (mental) dan keadaan pikir yang dipersiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap suatu objek yang diorganisir melalui pengalaman serta mempengaruhi secara langsung atau tidak langsung pada perilaku.

2.6.3. Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapatan adalah ukuran kelayakan seseorang dalam memperoleh penghargaan dari hasil kerjanya yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Makin tinggi pendapatan seseorang dapat diasumsikan


(22)

bahwa derajat kesehatannya akan semakin baik, karena akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan akan semakin mudah. Tingkat penghasilan akan mempengaruhi pemilihan jenis kontrasepsi.

Hal ini disebabkan karena untuk mendapatkan pelayanan kontrasepsi yang diperlukan akseptor harus menyediakan dana yang diperlukan. Seseorang pasti akan memilih kontrasepsi yang sesuai dengan kemampuan mereka mendapatkan kontrasepsi tersebut. Sejak tahun 2008, pemerintah telah memantapkan penjaminan kesehatan bagi masyarakat miskin dengan menyediakan alat kontrasepsi gratis seperti suntik, susuk KB, kondom atau IUD termasuk memberikan layanan gratis untuk akseptor yang ingin ber-KB secara permanen lewat operasi medis operatif. Kontrasepsi gratis yang disediakan diharapkan dimanfaatkan secara maksimal oleh pasangan usia subur (PUS) terutama dari kelompok keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera I guna mengatur kelahirannya secara lebih baik. Dengan diberlakukannya program tersebut, ada peningkatan terhadap partisipasi pria dalam ber-KB walaupun hanya sedikit demi sedikit.

Sampai saat ini masih diberlakukan kondom yang dijual murah bagi masyarakat miskin khususnya di puskesmas dan ada pula fasilitas gratis bagi pria yang bersedia melakukan vasektomi.Tingkat penghasilan masing-masing daerah sangat bervariasi sejak diberlakukannya otonomi daerah. Indikator untuk menentukan tingkat pendapatan seseorang adalah dipandang dari besarnya UMK (Ratih. P, 2011).


(23)

2.6.4. Umur Istri

Umur dalam hubungannya dengan pemakaian KB berperan sebagai faktor intrinsik. Umur berhubungan dengan struktur organ, fungsi faaliah, komposisi biokimiawi termasuk sistem hormonal seorang wanita. Perbedaan fungsi faaliah, komposisi biokimiawi, dan sistem hormonal pada suatu periode umur menyebabkan perbedaan pada kontrasepsi yang dibutuhkan.

Masa reproduksi (kesuburan) seorang wanita dibagi menjadi 3, yaitu: a. Masa menunda kehamilan (kesuburan)

b. Masa mengatur kesuburan (menjarangkan) c. Masa mengakhiri kesuburan (tidak hamil lagi).

Masa reproduksi (kesuburan) ini merupakan dasar pola penggunaan kontrasepsi secara rasional.

A. Masa Menunda Kehamilan

Sebaiknya istri menunda kehamilan pertama sampai umur 20 tahun. Ciri-ciri kontrasepsi yang sesuai:

a. Kembalinya kesuburan yang tinggi artinya kembalinya kesuburan dijamin 100 %. Ini penting karena akseptor belum mempunyai anak.

b. Efektifitas yang tinggi. Hal ini penting karena kegagalan akan menyebabkan tujuan KB tidak tercapai.

Prioritas kontrasepsi yang sesuai: 1. Pil

2. AKDR


(24)

B. Masa Mengatur Kesuburan

Umur melahirkan terbaik bagi istri adalah umur 20 - 30 tahun. Ciri-ciri kontrasepsi yang sesuai:

a. Kembalinya kesuburan (reversibilitas) cukup. b. Efektifitas cukup tinggi.

c. Dapat dipakai 2 - 4 tahun, sesuai dengan jarak kehamilan yang aman untuk ibu dan anak.

d. Tidak menghambat produksi ASI (air susu ibu) . Ini penting karena ASI adalah makanan terbaik bagi bayi sampai umur 2 tahun. Penggunaan ASI mempengaruhi angka kesakitan bayi/anak.

Prioritas kontrasepsi yang sesuai: 1. AKDR

2. Suntikan 3. Mini pil 4. Pil

5. Cara sederhana 6. Norplant (AKBK)

7. Kontap ( jika umur sekitar 30 tahun) C. Masa Mengakhiri Kesuburan

Pada umumnya setelah keluarga mempunyai 2 anak dan umur istri telah melebihi 30 tahun, sebaiknya tidak hamil lagi.


(25)

a. Efektifitas sangat tinggi. Kegagalan menybabkan terjadi kehamilan dengan resiko tinggi bagi ibu dan anak. Selain itu akseptor sudah tidak ingin mempunyai anak lagi.

b. Dapat dipakai untuk jangka panjang.

c. Tidak menambah kelainan/penyakit yang sudah ada. Pada masa umur tua kelainan seperti penyakit jantung, darah tinggi, dan metabolik meningkat. Oleh karena itu, sebaiknya tidak memberikan obat/kontrasepsi yang menambah kelainan/penyakit tersebut.

Prioritas kontrasepsi yang sesuai: 1. Kontap

2. AKDR

3. Norplant (AKBK) 4. Suntikan

5. Mini pil 6. Pil

7. Cara sederhana.

2.6.5. Jumlah Anak

Jumlah anak yang dimaksud di sini adalah jumlah anak yang masih hidup yang dimiliki seorang wanita sampai saat wawancara dilakukan (BPS, 2009). Setiap anak memiliki nilai, maksudnya setiap anak merupakan cerminan harapan serta keinginan orang tua yang menjadi pedoman dari pola pikir, sikap maupun perilaku dari orang tua tersebut. Dengan demikian, setiap anak yang dimiliki oeh


(26)

pasangan suami istri akan memberi pertimbangan tentang apakah mereka ingin memiliki anak dan jika ingin, berapa jumlah yang diinginkan.

Jumlah anak berkaitan erat dengan tingkat kesejahteraan keluarga. Pada keluarga dengan tingkat kesejahteraan tinggi umumnya lebih mementingkan kualitas anak daripada kuantitas anak. Sementara itu pada keluarga miskin, anak dianggap memiliki nilai ekonomi. Umumnya keluarga miskin memiliki banyak anak dengap harapan anak-anak tersebut dapat membantu orang tuanya bekerja. Jumlah anak juga dapat dipengaruhi oleh faktor kebudayaan setempat yang menganggap anak laki-laki lebih bernilai dari anak perempuan. Hal ini mengkibatkan pasangan suami istri berusaha untuk menambah jumlah anak mereka jika belum mendapatkan anak laki laki.

Jumlah anak berkaitan erat dengan program KB karena salah satu misi dari program KB adalah terciptanya keluarga dengan jumlah anak yang ideal yakni dua anak dalam satu keluarga, laki-laki maupun perempuan sama saja. Para wanita umumnya lebih menyadari bahwa jenis kelamin anak tidak penting sehingga bila jumlah anak sudah dianggap ideal maka para wanita cenderung untuk mengikuti program KB. Dengan demikian, jenis kontrasepsi yang banyak digunakan adalah jenis kontrasepsi untuk wanita.

2.6.6. Pendidikan

Faktor pendidikan seseorang sangat menentukan dalam pola pengambilan keputusan dan penerimaan informasi dari pada seseorang yang berpendidikan rendah (Broewer, 1993). Pendidikan juga akan mempengaruhi pengetahuan dan


(27)

persepsi seseorang tentang pentingnya suatu hal, termasuk dalam perannya dalam program KB.

Pada akseptor KB dengan tingkat pendidikan rendah, keikutsetaannya dalam program KB hanya ditujukan untuk mengatur kelahiran. Sementara itu pada akseptor KB dengan tingkat pendidikan tinggi, keikutsertaannya dalam program KB selain untuk mengatur kelahiran juga untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga karena dengan cukup dua anak dalam satu keluarga dan laki-laki atau perempuan sama saja, maka keluarga kecil bahagia dan sejahtera dapat tercapai dengan mudah. Hal ini dikarenakan seseorang dengan tingkat pendidikan lebih tinggi memiliki pandangan yang lebih luas tentang suatu hal dan lebih mudah untuk menerima ide atau cara kehidupan baru. Dengan demikian, tingkat pendidikan juga memiliki hubungan dengan pemilihan jenis kontrasepsi yang akan digunakan.

2.6.7. Dukungan Istri

Pelaksanaan program KB di Indonesia harus memperhatikan hak-hak reproduksi, pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender sesuai dengan kesepakatan yang dibuat pada Konferensi Kependudukan dan Pembangunan di Kairo tahun 1994. Sosialisasi mengenai hak-hak reproduksi dan kesetaraan gender menjadi kegiatan yang selalu menjadi perhatian dalam pelaksanaan program, demikian pula halnya dalam pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi.

Isu gender adalah suatu kondisi yang menunjukkan kesenjangan wanita dan pria dalam berbagai bidang kehidupan. Pada umumnya kesenjangan ini dapat


(28)

dilihat dari faktor akses, partisipasi, manfaat dan pengambilan keputusan (kontrol). Dalam pelaksanaan program Keluarga Berencana selama ini, isu gender yang sangat menyolok adalah :

1. Akses pria terhadap informasi dan pelayanan KB masih sangat terbatas (hanya 39 % pria tahu tentang vasektomi dan lebih dari 88 % tahu tentang berbagai metode KB bagi wanita, serta menganggap KB sebagai urusan wanita).

2. Peserta KB pria baru mencapai 1,3 % dari total 58,3 % peserta KB. 3. Sampai saat ini pria yang mengetahui manfaat KB bagi diri sendiri dan keluarganya masih sangat sedikit.

4. Masih dominannya suami dalam pengambilan keputusan KB dan kesehatan reproduksi.

Kesenjangan gender merupakan suatu kondisi ketidakseimbangan hubungan antara pria dan wanita dalam pelaksanaan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi, sehingga salah satu pihak merasa dirugikan karena tidak dapat berpartisipasi dan memperoleh menfaat dari pelayanan tersebut. Ada tidaknya kesenjangan dalam KB dan kesehatan reproduksi dapat dilakukan melalui proses analisis gender, antara lain dapat dilihat dari faktor akses (jangkauan), manfaat, partisipasi (keikutsertaan) serta pengambilan keputusan (kontrol). Berdasarkan uraian di atas, pria seolah terdiskriminasi dalam pelayanan KB dan kesehatan reproduksi. Hal ini dapat dilihat dari :

Keikutsertaan pria dalam KB saat ini baru mencapai 1,3 % (SDKI 2002-2003)

Pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi bagi pria masih sangat terbatas


(29)

Adanya anggapan yang salah tentang KB, KB dianggap sebagai urusan wanita

Hanya sekitar 39% pria tahu tentang vasektomi Hal ini terjadi karena beberapa alasan, antara lain :

Pelaksanaan program KB masa lalu yang lebih diarahkan untuk mengatasi tingginya angka kematian ibu sehingga ibu menjadi sasaran pokok program

Terbatasnya sarana pelayanan pria: hanya 4% tempat pelayanan yang melayani pria (studi Wibowo,2002)

Rendahnya pengetahuan pria tentang KB dan kesehatan reproduksi antara lain karena masih sangat terbatasnya informasi tentang kontrasepsi pria dan kesehatan reproduksi

Terbatasnya jenis kontrasepsi pria (hanya kondom dan vasektomi) menjadikan pria enggan untuk menjadi peserta KB.

Anggapan masyarakat tentang KB merupakan urusan wanita

Tingginya dominasi suami dalam pengambilan keputusan perencanaan jumlah dan jarak kelahiran

Masih terbatasnya pengetahuan laki-laki dan perempuan mengenai kesetaraan dan keadilan gender dalam KB dan kesehatan reproduksi

Ketidaksetaraan gender dalam bidang KB dan kesehatan reproduksi akan berpengaruh pada keberhasilan program. Salah satu upaya untuk mengurangi ketidaksetaraan gender adalah suami atau istri diharapkan dapat menjadi


(30)

motivator bagi suami atau istrinya untuk menjadi akseptor KB dan jika memungkinkan menjadi motivator bagi masyarakat luas.

2.6.8. Budaya (kepercayaan)

Program KB tidak hanya menyangkut masalah demografi dan klinis tetapi juga dimensi sosial seperti agama, norma masyarakat, budaya, dan lain-lain. Oleh karena itu, agar program KB dapat berjalan dengan lancar diperlukan pendekatan secara menyeluruh terhadap faktor-faktor di atas termasuk pendekatan kepada tokoh-tokoh adat. Peran tokoh adat dalam program KB sangat penting karena peserta KB memerlukan pegangan, pengayoman, dan dukungan yang kuat yang hanya dapat diberikan oleh tokoh adat. Pada awalnya, program KB banyak ditentang oleh tokoh-tokoh adat. Tetapi akhirnya para tokoh adat tersebut mulai dapat menerima setelah para diberi pengertian bahwa program KB tidak bertentangan dengan budaya dan merupakan salah satu upaya untuk memerangi kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, dan ketidakpedulian masyarakat.

Pandangan setiap budaya terhadap KB berbeda-beda sesuai dengan ajarannya masing-masing. Sejumlah faktor budaya dapat memengaruhi klien dalam memilih metode kontrasepsi. Faktor-faktor ini meliputi salah pengertian dalam masyarakat mengenai berbagai metode, kepercayaan religius, serta tingkat pendidikan dan persepsi mengenai resiko kehamilan dan status wanita. Penyedia layanan harus menyadari bagaimana faktor-faktor tersebut memengaruhi pemilihan metode di daerah mereka dan harus memantau perubahan–perubahan yang mungkin mempengaruhi pemilihan metode. Oleh karena itu, agar program KB dapat berjalan dengan lancar diperlukan pendekatan secara menyeluruh


(31)

termasuk pendekatan kepada tokoh masyarakat ataupun tokoh agama. Peran tokoh masyarakat dan agama dalam program KB sangat penting karena peserta KB memerlukan pegangan, pengayoman dan dukungan yang kuat yang hanya dapat diberikan oleh tokoh masyarakat ataupun tokoh agama (BKKBN, 2010).

2.6.9. Aksesibilitas Pelayanan KB Pria

Adanya kemudahan dan ketersediaan sarana pelayanan berdampak positif terhadap penggunaan suatu alat kontrasepsi. Menurut suami pelayanan KB pria yang paling disukai adalah dekat dengan rumah atau dekat dari tempat mereka bekerja (48,85%), sebanyak 12,8% menginginkan tempat pelayanan dengan trasportasi yang mudah, biaya terjangkau (9,9%), fasilitas lengkap (9,3%), dilayani dengan tenaga ahli yang ramah (9%) dan dapat menjaga privacy (2,2%). Sedangkan tempat memperoleh pelayanan KB pria adalah rumah sakit pemerintah 36,1%, Puskesmas 29,1%, dan rumah sakit swasta 8,6%.

Belum semua pelayanan kesehatan mampu memberikan pelayanan vasektomi. Hanya 5 – 81 persen pelayanan kesehatan yang menyediakan pelayanan vasektomi dengan rata-rata 41 persen pelayanan kesehatan pemerintah (Wibowo, 1994). Bahkan hasil baseline survei di 4 propinsi Sumatera Selatan, Jawa Barat, Kalimantan Barat, dan NTT tahun 2002 memperlihatkan bahwa dari 30% pelayanan kesehatan yang menyediakan pelayanan vasektomi, hanya 4% yang melayani vasektomi. Dari sisi provider terlihat bahwa keberadaan dan kesiapan provider pemberi pelayanan secara teknis telah mendukung pelaksanaan vasektomi. Namun secara mental masih ada hambatan, disamping itu mutasi


(32)

dokter terlatihpun sangat cepat . Terbatasnya akses ke tempat pelayanan disebabkan antara lain oleh :

- Citra terhadap tempat pelayanan KB yang dipersiapkan sebagai tempat pelayanan untuk wanita.

- Kurangnya tenaga terlatih untuk vasektomi

- Kurangnya motivasi provider untuk pelayanan vasektomi

- Kurangnya dukungan peralatan dan medical suplies untuk vasektomi - Kurang dukungan logistik kondom

2.6.10. Dukungan Sosial

Dukungan sosial adalah suatu kegiatan untuk mencari dukungan melalui istri, petugas kesehatan dan tokoh masyarakat baik formal dan informal. Menurut Karr (1988) dalam Notoatmodjo (2007) menyatakan ada lima faktor penentu perilaku yaitu adanya niat untuk bertindak sehubungan dengan stimulus di luar diri seseorang, dukungan dari masyarakat sekitar, tersedianya informasi yang berkaitan dengan tindakan yang dilakukan oleh seseorang, kebebasan pribadi untuk mengambil keputusan, dan kondisi situasi yang memungkinkan untuk bertindak. Partisipasi pria dalam keluarga berencana juga dipengaruhi oleh kelima faktor tersebut.

Sarason dalam Sarafino (2006) lebih jauh lagi mengatakan bahwa dukungan sosial selalu mencakup 2 hal penting, yaitu persepsi bahwa ada sejumlah orang yang dapat diandalkan oleh individu pada saat ia membutuhkan bantuan dan derajat kepuasan akan dukungan yang diterima berkaitan dengan persepsi individu bahwa kebutuhannya terpenuhi.


(33)

Sumber-sumber dukungan sosial banyak diperoleh individu dari lingkungan sekitarnya. Namun perlu diketahui seberapa banyak sumber dukungan sosial ini efektif bagi individu yang memerlukan. Sumber dukungan sosial merupakan aspek paling penting untuk diketahui dan dipahami. Dengan pengetahuan dan pemahaman tersebut, seseorang akan tahu kepada siapa individu akan mendapatkan dukungan sosial sesuai dengan situasi dan keinginannya yang spesifik, sehingga dukungan sosial memiliki makna yang berarti bagi kedua belah pihak.

Menurut Sarafino (2006), sumber - sumber dukungan sosial, yaitu :

a. Sumber artifisial

Dukungan sosial artifisial adalah dukungan sosial yang dirancang ke dalam kebutuhan primer seseorang, misalnya dukungan sosial akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan sosial.

b. Sumber natural

Dukungan sosial yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupannya secara spontan dengan orang-orang yang berada di sekitarnya, misalnya anggota keluarga, teman dekat atau relasi. Dukungan sosial ini bersifat non-formal.

2.7. Landasan Teori

Sebuah teori yang dikembangkan oleh Lawrence Green pada tahun 1980 yang dikutip dalam Notoadmojo (2003) menjelaskan bahwa perilaku dipengaruhi


(34)

oleh 3 faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong. Faktor predisposisi terdiri dari pengetahuan, sikap, ekonomi. Faktor pendukung terdiri dari faktor fisik, tersedia atau tidaknya sarana dan prasarana kesehatan serta kemudahan dalam mencapai tempat pelayanan (jarak dan waktu). Faktor pendorong terdiri dari petugas kesehatan kompeten, sikap dan perilaku petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan.

2.8. Kerangka Konsep

Faktor Predisposisi :

1. Pengetahuan

2. Sikap 3. Pendidikan 4. Umur Istri 5. Jumlah Anak 6. Budaya

Partisipasi suami dalam program Keluarga

Berencana

Faktor Pendorong : 1. Dukungan Istri 2. Dukungan Sosial Faktor Pendukung :

1. Aksesibilitas Pelayanan KB


(1)

Adanya anggapan yang salah tentang KB, KB dianggap sebagai urusan wanita

Hanya sekitar 39% pria tahu tentang vasektomi Hal ini terjadi karena beberapa alasan, antara lain :

Pelaksanaan program KB masa lalu yang lebih diarahkan untuk mengatasi tingginya angka kematian ibu sehingga ibu menjadi sasaran pokok program

Terbatasnya sarana pelayanan pria: hanya 4% tempat pelayanan yang melayani pria (studi Wibowo,2002)

Rendahnya pengetahuan pria tentang KB dan kesehatan reproduksi antara lain karena masih sangat terbatasnya informasi tentang kontrasepsi pria dan kesehatan reproduksi

Terbatasnya jenis kontrasepsi pria (hanya kondom dan vasektomi) menjadikan pria enggan untuk menjadi peserta KB.

Anggapan masyarakat tentang KB merupakan urusan wanita

Tingginya dominasi suami dalam pengambilan keputusan perencanaan jumlah dan jarak kelahiran

Masih terbatasnya pengetahuan laki-laki dan perempuan mengenai kesetaraan dan keadilan gender dalam KB dan kesehatan reproduksi

Ketidaksetaraan gender dalam bidang KB dan kesehatan reproduksi akan berpengaruh pada keberhasilan program. Salah satu upaya untuk mengurangi ketidaksetaraan gender adalah suami atau istri diharapkan dapat menjadi


(2)

motivator bagi suami atau istrinya untuk menjadi akseptor KB dan jika memungkinkan menjadi motivator bagi masyarakat luas.

2.6.8. Budaya (kepercayaan)

Program KB tidak hanya menyangkut masalah demografi dan klinis tetapi juga dimensi sosial seperti agama, norma masyarakat, budaya, dan lain-lain. Oleh karena itu, agar program KB dapat berjalan dengan lancar diperlukan pendekatan secara menyeluruh terhadap faktor-faktor di atas termasuk pendekatan kepada tokoh-tokoh adat. Peran tokoh adat dalam program KB sangat penting karena peserta KB memerlukan pegangan, pengayoman, dan dukungan yang kuat yang hanya dapat diberikan oleh tokoh adat. Pada awalnya, program KB banyak ditentang oleh tokoh-tokoh adat. Tetapi akhirnya para tokoh adat tersebut mulai dapat menerima setelah para diberi pengertian bahwa program KB tidak bertentangan dengan budaya dan merupakan salah satu upaya untuk memerangi kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, dan ketidakpedulian masyarakat.

Pandangan setiap budaya terhadap KB berbeda-beda sesuai dengan ajarannya masing-masing. Sejumlah faktor budaya dapat memengaruhi klien dalam memilih metode kontrasepsi. Faktor-faktor ini meliputi salah pengertian dalam masyarakat mengenai berbagai metode, kepercayaan religius, serta tingkat pendidikan dan persepsi mengenai resiko kehamilan dan status wanita. Penyedia layanan harus menyadari bagaimana faktor-faktor tersebut memengaruhi pemilihan metode di daerah mereka dan harus memantau perubahan–perubahan yang mungkin mempengaruhi pemilihan metode. Oleh karena itu, agar program KB dapat berjalan dengan lancar diperlukan pendekatan secara menyeluruh


(3)

termasuk pendekatan kepada tokoh masyarakat ataupun tokoh agama. Peran tokoh masyarakat dan agama dalam program KB sangat penting karena peserta KB memerlukan pegangan, pengayoman dan dukungan yang kuat yang hanya dapat diberikan oleh tokoh masyarakat ataupun tokoh agama (BKKBN, 2010).

2.6.9. Aksesibilitas Pelayanan KB Pria

Adanya kemudahan dan ketersediaan sarana pelayanan berdampak positif terhadap penggunaan suatu alat kontrasepsi. Menurut suami pelayanan KB pria yang paling disukai adalah dekat dengan rumah atau dekat dari tempat mereka bekerja (48,85%), sebanyak 12,8% menginginkan tempat pelayanan dengan trasportasi yang mudah, biaya terjangkau (9,9%), fasilitas lengkap (9,3%), dilayani dengan tenaga ahli yang ramah (9%) dan dapat menjaga privacy (2,2%). Sedangkan tempat memperoleh pelayanan KB pria adalah rumah sakit pemerintah 36,1%, Puskesmas 29,1%, dan rumah sakit swasta 8,6%.

Belum semua pelayanan kesehatan mampu memberikan pelayanan vasektomi. Hanya 5 – 81 persen pelayanan kesehatan yang menyediakan pelayanan vasektomi dengan rata-rata 41 persen pelayanan kesehatan pemerintah (Wibowo, 1994). Bahkan hasil baseline survei di 4 propinsi Sumatera Selatan, Jawa Barat, Kalimantan Barat, dan NTT tahun 2002 memperlihatkan bahwa dari 30% pelayanan kesehatan yang menyediakan pelayanan vasektomi, hanya 4% yang melayani vasektomi. Dari sisi provider terlihat bahwa keberadaan dan kesiapan provider pemberi pelayanan secara teknis telah mendukung pelaksanaan vasektomi. Namun secara mental masih ada hambatan, disamping itu mutasi


(4)

dokter terlatihpun sangat cepat . Terbatasnya akses ke tempat pelayanan disebabkan antara lain oleh :

- Citra terhadap tempat pelayanan KB yang dipersiapkan sebagai tempat pelayanan untuk wanita.

- Kurangnya tenaga terlatih untuk vasektomi

- Kurangnya motivasi provider untuk pelayanan vasektomi

- Kurangnya dukungan peralatan dan medical suplies untuk vasektomi - Kurang dukungan logistik kondom

2.6.10. Dukungan Sosial

Dukungan sosial adalah suatu kegiatan untuk mencari dukungan melalui istri, petugas kesehatan dan tokoh masyarakat baik formal dan informal. Menurut Karr (1988) dalam Notoatmodjo (2007) menyatakan ada lima faktor penentu perilaku yaitu adanya niat untuk bertindak sehubungan dengan stimulus di luar diri seseorang, dukungan dari masyarakat sekitar, tersedianya informasi yang berkaitan dengan tindakan yang dilakukan oleh seseorang, kebebasan pribadi untuk mengambil keputusan, dan kondisi situasi yang memungkinkan untuk bertindak. Partisipasi pria dalam keluarga berencana juga dipengaruhi oleh kelima faktor tersebut.

Sarason dalam Sarafino (2006) lebih jauh lagi mengatakan bahwa dukungan sosial selalu mencakup 2 hal penting, yaitu persepsi bahwa ada sejumlah orang yang dapat diandalkan oleh individu pada saat ia membutuhkan bantuan dan derajat kepuasan akan dukungan yang diterima berkaitan dengan persepsi individu bahwa kebutuhannya terpenuhi.


(5)

Sumber-sumber dukungan sosial banyak diperoleh individu dari lingkungan sekitarnya. Namun perlu diketahui seberapa banyak sumber dukungan sosial ini efektif bagi individu yang memerlukan. Sumber dukungan sosial merupakan aspek paling penting untuk diketahui dan dipahami. Dengan pengetahuan dan pemahaman tersebut, seseorang akan tahu kepada siapa individu akan mendapatkan dukungan sosial sesuai dengan situasi dan keinginannya yang spesifik, sehingga dukungan sosial memiliki makna yang berarti bagi kedua belah pihak.

Menurut Sarafino (2006), sumber - sumber dukungan sosial, yaitu :

a. Sumber artifisial

Dukungan sosial artifisial adalah dukungan sosial yang dirancang ke dalam kebutuhan primer seseorang, misalnya dukungan sosial akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan sosial.

b. Sumber natural

Dukungan sosial yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupannya secara spontan dengan orang-orang yang berada di sekitarnya, misalnya anggota keluarga, teman dekat atau relasi. Dukungan sosial ini bersifat non-formal.

2.7. Landasan Teori

Sebuah teori yang dikembangkan oleh Lawrence Green pada tahun 1980 yang dikutip dalam Notoadmojo (2003) menjelaskan bahwa perilaku dipengaruhi


(6)

oleh 3 faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong. Faktor predisposisi terdiri dari pengetahuan, sikap, ekonomi. Faktor pendukung terdiri dari faktor fisik, tersedia atau tidaknya sarana dan prasarana kesehatan serta kemudahan dalam mencapai tempat pelayanan (jarak dan waktu). Faktor pendorong terdiri dari petugas kesehatan kompeten, sikap dan perilaku petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan.

2.8. Kerangka Konsep Faktor Predisposisi :

1. Pengetahuan 2. Sikap

3. Pendidikan 4. Umur Istri 5. Jumlah Anak 6. Budaya

Partisipasi suami dalam program Keluarga

Berencana

Faktor Pendorong : 1. Dukungan Istri 2. Dukungan Sosial Faktor Pendukung :

1. Aksesibilitas Pelayanan KB 2. Tingkat Pendapatan