Determinan Partisipasi Suami dalam Program Keluarga Berencana di Desa Dolat Rayat Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo Tahun 2015
1
DETERMINAN PARTISIPASI SUAMI DALAM PROGRAM KELUARGA BERENCANA DI DESA DOLAT RAYAT KECAMATAN DOLAT RAYAT
KABUPATEN KARO TAHUN 2015
SKRIPSI
OLEH
VINA RAHAYU PURBA NIM. 081000141
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2015
(2)
DETERMINAN PARTISIPASI SUAMI DALAM PROGRAM KELUARGA BERENCANA DI DESA DOLAT RAYAT KECAMATAN DOLAT RAYAT
KABUPATEN KARO TAHUN 2015
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat
OLEH
VINA RAHAYU PURBA NIM. 081000141
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2015
(3)
3
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan Judul
DETERMINAN PARTISIPASI SUAMI DALAM PROGRAM KELUARGA BERENCANA DI DESA DOLAT RAYAT KECAMATAN DOLAT RAYAT
KABUPATEN KARO TAHUN 2015
Yang disiapkan dan dipertahankan oleh
VINA RAHAYU PURBA NIM : 081000141
(4)
penduduk adalah program Keluarga Berencana atau KB. Perkembangan teknologi kontrasepsi berlangsung begitu cepat namun tidak diimbangi dengan peran serta suami untuk berpartisipasi dalam menggunakan kontrasepsi. Untuk mencapai Keluarga Berkualitas 2015, pemerintah berupaya untuk meningkatkan kesetaraan suami dalam ber-KB sehingga terwujudnya peran serta suami dalam ber-KB.
Tujuan Penelitian ini Untuk mengetahui Determinan partisipasi suami dalam program keluarga berencana di desa Dolat rayat Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo Tahun 2015. Determinan partisipasi suami antara lain budaya, dukungan istri, dukungan sosial, aksesibilitas pelayanan KB, pendapatan, umur istri, pendidikan, pengetahuan dan sikap. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang bersifat analitik. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh PUS di desa Dolat Rayat dan sampel yang diambil sebanyak 78 suami dari PUS di desa Dolat Rayat. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu Simple Random Sampling. Data diperoleh melalui wawancara dengan kuesioner dan dianalisis menggunakan uji Chi-Square.
Berdasarkan hasil penelitian yang didapat bahwa tidak ada hubungan ( p > 0,05) antara umur istri, jumlah anak, dukungan sosial dan tingkat pendapatan dengan partisipasi suami dalam program KB dan ada hubungan (p < 0,05) antara pengetahuan, sikap, pendidikan, budaya, aksesibilitas pelayanan dan dukungan istri dengan partisipasi suami dalam program KB.
Sebagai rekomendasi dalam penelitian ini maka diharapkan pemerintah setempat dan petugas pelayanan KB agar meningkatkan pelayanan kontrasepsi dan sosialisasi tentang KB pria kepada PUS sehingga dapat meningkatkan partisipasi suami dalam program KB.
Kata kunci : umur, pendidikan, budaya, pengetahuan, partisipasi suami, KB.
(5)
ii ABSTRACT
Population problem is a problem faced by all countries, including Indonesia. Program used by the Indonesian government to address the problem is by family planning or birth control program. Contraceptive technology development takes place so quickly but it does not match with the role of the husband to participate in the use of contraception. To achieve Qualified Family in 2015, the government seeks to improve husbands equality in family planning so the role of the husband in family planning can be realized.
The purpose of this research is to know Determinants of husband's participation in family planning programs in Dolat Rayat village, Dolat Rayat sub-district, Karo District in 2015. Determinants of participation is husband’s culture, wife support, social support, accessibility of family planning services,
income, wife’s age, education, knowledge and attitude. This research is a
quantitative analytical research. The population in this study are all fertile aged couples in the village Dolat Rayat and samples is 78 husbands of fertile aged couples in the village Dolat Rayat. The sampling technique is simple random sampling. Data were obtained through interviews with the questionnaire and analyzed by Chi-Square test.
Based on the research results obtained that there is no correlation (p> 0.05) between the ages of wives, number of children, social support and income level with the husband's participation in the program and there is a relation (p <0.05) between knowledge, attitudes, education , culture, accessibility of services
and wife’s support with husband's participation in family planning programs.
Recommendation in this research is that local authorities and family
planning services can improve contraceptive services and socialization of men’s
birth control to fertile aged couples to make improvement of husband's participation in family planning programs.
Keywords: age, education, culture, knowledge, husband’s participation, family planning.
(6)
”Determinan Partisipasi Suami dalam Program Keluarga Berencana di Desa Dolat Rayat Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo Tahun 2015.”. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, doa, bantuan dan saran dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak dr. Surya Dharma, MPH selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan bimbingan, saran, maupun pengarahan selama menjalani proses perkuliahan.
3. Bapak Drs. Tukiman, MKM selaku Ketua Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Penguji I yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini.
(7)
iv
4. Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes selaku Dosen Pembimbing I dan Ketua Penguji yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
5. Bapak Drs. Eddy Syahrial, MS selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.
6. Bapak Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM selaku Dosen Penguji II yang banyak memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini.
7. Seluruh staf pengajar dan Pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, khususnya Pak Warsito selaku pegawai Departemen PKIP.
8. Seluruh masyarakat dan jajaran perangkat Desa dan Kecamatan Dolat Rayat yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
9. Teristimewa kepada Ibunda yang tersayang Senang br Ginting, abang saya Tuah Haga Purba, adik-adik tersayang Sema Camelia Purba dan Mentari Purba, yang tidak pernah lelah memberikan doa, motivasi, semangat serta dukungan dengan penuh kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dan meraih gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat. 10.Terkhusus kepada yang terkasih Manda Pinobu yang selalu memberikan doa, motivasi, semangat serta dukungan dengan penuh kasih sayang dan kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
(8)
Octorina Sitorus, Vonny Yolanda Sinuraya, Vitry Afriyanti Pardede, Jeffry Rio H Manurung dan Shinta Dewi Putri Sinaga yang telah banyak memberikan semangat kepada penulis serta berbagi suka dan duka.
12.Teman sekaligus keluarga baru saya di kelompok II Praktek Belajar Lapangan (Wiki, Lindra, Awil, Icy, Lulu dan Bayu). Teman- teman PKIP (Domi, Nia, Kak Nella, Time dkk) yang telah banyak membantu dan berbagi cerita bersama.
Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan serta masih diperlukan penyempurnaan, hal ini tidak terlepas dari keterbatasan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya.
Medan, Agustus 2015 Penulis
(9)
vi DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN
ABSTRAK ... i
ABSTRACT... ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP...iii
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR TABEL...xi
DAFTAR GAMBAR...xii
DAFTAR LAMPIRAN...xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 9
1.3 Tujuan Penelitian ... 9
1.3.1 Tujuan Umum ... 9
1.3.2 Tujuan Khusus ... 9
1.4 Manfaat ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11
2.1 Konsep Perilaku ... 11
2.1.1 Pengetahuan ... 12
2.1.2 Sikap ... 13
2.1.3 Tindakan ... 14
2.2 Program Keluarga Berencana ... 16
2.3 Metode Kontrasepsi ... 17
2.4 Metode Kontrasepsi Pria ... 24
2.5 Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana...27
2.6 Determinan Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana...30
2.6.1 Pengetahuan ... 30
2.6.2 Sikap ... 30
2.6.3 Tingkat Pendapatan ... 31
2.6.4 Umur Istri ... 33
2.6.5 Jumlah Anak ... 35
2.6.6 Pendidikan ... 36
2.6.7 Dukungan Istri ... 37
2.6.8 Budaya (Kepercayaan)...40
2.6.9 Aksesibilitas Pelayanan KB Pria...41
2.6.10 Dukungan Sosial...42
2.7 Landasan Teori ... 43
(10)
3.2.1 Lokasi penelitian ... 45
3.2.2 Waktu penelitian ... 45
3.3 Populasi dan Sampel ... 45
3.3.1 Populasi ... 45
3.3.2 Sampel ... 45
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 46
3.4.1 Data Primer ... 46
3.4.2 Data Sekunder ... 47
3.5 Definisi Operasional... 47
3.6 Aspek Pengukuran ... 48
3.6.1 Pengetahuan ... 48
3.6.2 Sikap ... 49
3.6.3 Umur Istri ... 49
3.6.4 Jumlah Anak...50
3.6.5 Pendidikan ... 50
3.6.6 Budaya (kepercayaan)...50
3.6.7 Dukungan Istri ... 51
3.6.8 Aksesibilitas Pelayanan KB Pria ... 51
3.6.9 Dukungan Sosial...51
3.6.10 Tingkat Pendapatan...51
3.6.11 Partisipasi Suami...52
3.7 Instrumen Penelitian... 52
3.8 Teknik Analisa Data ... 52
3.8.1 Pengolahan Data ... 52
3.8.2 Analisa Data ... 53
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 54
4.1.Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 54
4.2.Demografi ... 54
4.3.Analisis Univariat... 54
4.3.1. Karakteristik Responden Penelitian... 54
4.4.Analisis Bivariat ... 56
4.4.1. Hubungan Faktor Predisposisi (Pengetahuan, Sikap, Pendidikan, Umur Istri, Jumlah Anak dan Budaya) Dengan Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana ... 56
(11)
viii
4.4.2. Hubungan Faktor Pendukung (Aksesibilitas Pelayanan dan Tingkat Pendapatan) Dengan Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga
Berencana ... 59
4.4.3. Hubungan Faktor Pendorong (Dukungan Istri dan Dukungan Sosial) Dengan Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana. ... 60
BAB V PEMBAHASAN ... 61
5.1.Analisis Univariat... 61
5.1.1. Karakteristik Responden berdasarkan Umur ... 61
5.1.2. Karakteristik Responden berdasarkan Pendidikan ... 62
5.1.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 63
5.2.Analisis Bivariat ... 64
5.2.1. Hubungan Faktor Predisposisi (Pengetahuan, Sikap, Pendidikan, Umur Istri, Jumlah Anak dan Budaya) Dengan Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana ... 64
5.2.1.1.Hubungan Pengetahuan Dengan Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana...64
5.2.1.2.Hubungan Sikap Dengan Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana...65
5.2.1.3.Hubungan Pendidikan Dengan Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana...66
5.2.1.4.Hubungan Umur Istri Dengan Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana...67
5.2.1.5.Hubungan Jumlah Anak Dengan Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana...68
5.2.1.6.Hubungan Budaya Dengan Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana... ...69
5.2.2. Hubungan Faktor Pendukung (Aksesibilitas Pelayanan dan Tingkat Pendapatan) Dengan Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana ... 70
5.2.2.1. Hubungan Aksesibilitas Pelayanan Dengan Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana...70
5.2.2.2. Hubungan Tingkat Pendapatan Dengan Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana...71
5.2.3. Hubungan Faktor Pendorong (Dukungan Istri dan Dukungan Sosial) Dengan Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana ... 72
5.2.3.1. Hubungan Dukungan Istri Dengan Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana...72
(12)
6.1.Kesimpulan ... 76 6.2.Saran... 78
DAFTAR PUSTAKA ... 80 LAMPIRAN
(13)
x
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Responden di Desa Dolat Rayat Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo Tahun 2015 ... 55 Tabel 4.2. Distribusi Responden berdasarkan hubungan faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, pendidikan, umur istri, jumlah anak dan budaya) dengan partisipasi suami dalam program Keluarga Berencana di Desa Dolat Rayat Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo Tahun 2015 ... 56 Tabel 4.3. Distribusi Responden berdasarkan hubungan faktor pendukung (aksesibilitas pelayanan dan tingkat pendapatan) dengan partisipasi suami dalam program Keluarga Berencana di Desa Dolat Rayat Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo Tahun 2015...59 Tabel 4.4. Distribusi Responden berdasarkan hubungan faktor pendorong (dukungan istri dan dukungan sosial) dengan partisipasi suami dalam program Keluarga Berencana di Desa Dolat Rayat Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo Tahun 2015 ... 60
(14)
Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana di Desa Dolat Rayat Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo Tahun 2015. ...61 Gambar 5.2. Distribusi Pie Karakteristik Pendidikan Responden Terhadap Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana di Desa Dolat Rayat Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo Tahun 2015. ... 62 Gambar 5.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Pekerjaan Responden Terhadap
Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana di Desa Dolat Rayat Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo Tahun 2015...63
(15)
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian
Lampiran 2 Master Data Penelitian
Lampiran 3 Output SPSS
Lampiran 4 Surat Izin Penelitian dari FKM USU
Lampiran 5 Surat Balasan
(16)
Nama : Vina Rahayu Purba Tempat/Tanggal Lahir : Kabanjahe/3 Juni 1989
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Menikah
Alamat : Jalan Jamin Ginting No.72 - Berastagi Nama Orangtua : Ayah : Alm. Utama Purba
Ibu : Senang br Ginting
Riwayat Pendidikan
Tahun 1995 – 2001 : SD Letjend Jamin Ginting Berastagi Tahun 2001 – 2004 : SMP Negeri 1 Berastagi
(17)
i ABSTRAK
Masalah kependudukan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara termasuk Indonesia. Bentuk program yang digunakan oleh pemerintah Indonesia untuk mengatasi permasalahan melonjaknya angka pertumbuhan penduduk adalah program Keluarga Berencana atau KB. Perkembangan teknologi kontrasepsi berlangsung begitu cepat namun tidak diimbangi dengan peran serta suami untuk berpartisipasi dalam menggunakan kontrasepsi. Untuk mencapai Keluarga Berkualitas 2015, pemerintah berupaya untuk meningkatkan kesetaraan suami dalam ber-KB sehingga terwujudnya peran serta suami dalam ber-KB.
Tujuan Penelitian ini Untuk mengetahui Determinan partisipasi suami dalam program keluarga berencana di desa Dolat rayat Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo Tahun 2015. Determinan partisipasi suami antara lain budaya, dukungan istri, dukungan sosial, aksesibilitas pelayanan KB, pendapatan, umur istri, pendidikan, pengetahuan dan sikap. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang bersifat analitik. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh PUS di desa Dolat Rayat dan sampel yang diambil sebanyak 78 suami dari PUS di desa Dolat Rayat. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu Simple Random Sampling. Data diperoleh melalui wawancara dengan kuesioner dan dianalisis menggunakan uji Chi-Square.
Berdasarkan hasil penelitian yang didapat bahwa tidak ada hubungan ( p > 0,05) antara umur istri, jumlah anak, dukungan sosial dan tingkat pendapatan dengan partisipasi suami dalam program KB dan ada hubungan (p < 0,05) antara pengetahuan, sikap, pendidikan, budaya, aksesibilitas pelayanan dan dukungan istri dengan partisipasi suami dalam program KB.
Sebagai rekomendasi dalam penelitian ini maka diharapkan pemerintah setempat dan petugas pelayanan KB agar meningkatkan pelayanan kontrasepsi dan sosialisasi tentang KB pria kepada PUS sehingga dapat meningkatkan partisipasi suami dalam program KB.
Kata kunci : umur, pendidikan, budaya, pengetahuan, partisipasi suami, KB.
(18)
development takes place so quickly but it does not match with the role of the husband to participate in the use of contraception. To achieve Qualified Family in 2015, the government seeks to improve husbands equality in family planning so the role of the husband in family planning can be realized.
The purpose of this research is to know Determinants of husband's participation in family planning programs in Dolat Rayat village, Dolat Rayat sub-district, Karo District in 2015. Determinants of participation is husband’s culture, wife support, social support, accessibility of family planning services,
income, wife’s age, education, knowledge and attitude. This research is a
quantitative analytical research. The population in this study are all fertile aged couples in the village Dolat Rayat and samples is 78 husbands of fertile aged couples in the village Dolat Rayat. The sampling technique is simple random sampling. Data were obtained through interviews with the questionnaire and analyzed by Chi-Square test.
Based on the research results obtained that there is no correlation (p> 0.05) between the ages of wives, number of children, social support and income level with the husband's participation in the program and there is a relation (p <0.05) between knowledge, attitudes, education , culture, accessibility of services
and wife’s support with husband's participation in family planning programs.
Recommendation in this research is that local authorities and family
planning services can improve contraceptive services and socialization of men’s
birth control to fertile aged couples to make improvement of husband's participation in family planning programs.
Keywords: age, education, culture, knowledge, husband’s participation, family planning.
(19)
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah kependudukan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara termasuk Indonesia. Saat ini penduduk Indonesia kurang lebih berjumlah 248,8 juta jiwa dengan pertambahan penduduk 1,49%. Lajunya tingkat pertumbuhan penduduk tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas penduduk sehingga mempengaruhi tingkat kehidupan dan kesejahteraan penduduk. Dalam rangka menanggulangi hal itu, pemerintah telah mencanangkan program kependudukan dan Keluarga Berencana sebagai program nasional (Handayani, 2010).
Selama kurun waktu 2000-2013 jumlah penduduk Indonesia cenderung berfluktuasi. Pada tahun 2000 sebanyak 205,1 juta jiwa, tahun 2005 meningkat menjadi 219,8 juta jiwa, tahun 2010 meningkat lagi menjadi 238,5 juta jiwa dan data terakhir pada tahun 2013 sebanyak 248,8 juta jiwa dengan kepadatan penduduk 130,2 jiwa per km2 (BPS, 2014). Persebaran penduduk di tahun 2013 tidak merata baik antar pulau maupun antar provinsi, dan data menunjukkan 57,06% penduduk berada di pulau Jawa (Depkes RI, 2014). Walaupun memiliki jumlah penduduk yang besar akan tetapi kualitas penduduk Indonesia masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari Human Development Index (HDI) di mana Indonesia hanya berada pada rangking 108 dari 177 negara (UNDP, 2014).
Bentuk program yang digunakan oleh pemerintah Indonesia untuk mengatasi permasalahan melonjaknya angka pertumbuhan penduduk adalah
(20)
Program Keluarga Berencana atau KB yang merupakan program pengendalian pertumbuhan penduduk dengan jargon “Dua Anak Cukup”. Berdasarkan Undang -Undang No. 10 Tahun 1992, Program Keluarga Berencana merupakan upaya pemerintah dalam meningkatkan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, serta peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera.
Visi Program Keluarga Berencana yang semula adalah Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) dengan slogan dua anak cukup, laki-laki perempuan sama saja dikembangkan menjadi Keluarga Berkualitas tahun 2015. Visi ini menekankan pentingnya upaya menghormati hak-hak reproduksi sebagai upaya integral dalam meningkatkan kualitas keluarga (BKKBN dan UNFPA, 2005). Keluarga berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, memiliki jumlah anak yang ideal, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Pinem, 2009).
Peran keluarga berencana dalam Kesehatan Reproduksi adalah untuk menunjang tercapainya kesehatan ibu dan bayi, karena kehamilan yang diinginkan yang berlangsung dalam keadaan yang tepat akan lebih menjamin keselamatan ibu dan bayi yang dikandungnya. Keluarga berencana memiliki peranan dalam menurunkan resiko kematian ibu melalui pencegahan kehamilan, menunda kehamilan melalui pendewasaan usia hamil, menjarangkan kehamilan atau membatasi kehamilan bila anak sudah dianggap cukup. Pelayanan keluarga
(21)
3
berencana merupakan upaya pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan utama (Pinem, 2009).
Progam keluarga berencana dibentuk sejak tahun 1951 dan terus berkembang. Pada tahun 1970 terbentuk badan koordinasi keluarga berencana nasional atau BKKBN, yang mempunyai tujuan yaitu menjarangkan kehamilan dengan menggunakan alat kontrasepsi dan menciptakan kesejahteraan ekonomi dan sosial bagi seluruh masyarakat melalui usaha-usaha perencanaan dan pengendalian penduduk (Prawirohardjo, 2000).
Sampai saat ini alat kontrasepsi yang sudah dikenal oleh masyarakat belum tercapai satu metode kontrasepsi yang benar-benar 100% ideal. Kotrasepsi ideal itu harus memenuhi syarat-syarat yaitu dapat dipercaya, tidak menimbulkan efek yang mengganggu kesehatan, daya kerjanya dapat diatur menurut kebutuhan, tidak menimbulkan gangguan sewaktu melakukan koitus, tidak memerlukan motivasi terus-menerus, mudah pelaksanaannya, murah harganya sehingga dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, dapat diterima penggunaannya oleh pasangan yang bersangkutan (Prawirohardjo, 2008).
Pelayanan kontrasepsi adalah salah satu jenis pelayanan KB yang tersedia selain komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE); konseling; pelayanan infertilitas; pendidikan sex; kosultasi pra perkawinan dan perkawinan; konsultasi genetik; tes 12 keganasan; serta adopsi. Penggunaan KB saat ini (cara modern maupun cara tradisional), dimana untuk angka nasional meningkat dari 55,8% (2010) menjadi 59,7% (2013), dengan variasi antar provinsi mulai dari yang terendah di Papua (19,8%) sampai yang tertinggi di Lampung (70,5%). Dari 59,7% yang
(22)
menggunakan KB saat ini, 59,3% menggunakan cara modern: 51,9% penggunaan KB hormonal, dan 7,5% non-hormonal. Menurut metodenya 10,2% penggunaan kontrasepsi jangka panjang (MKJP), dan 49,1% non-MKJP (RISKESDAS 2013).
Peserta KB baru secara nasional sampai dengan bulan Agustus 2013 sebanyak 5.547.543 peserta. Apabila dilihat per mix kontrasepsi maka persentasenya adalah sebagai berikut : 348.134 peserta IUD (7,85%), 85.137 peserta MOW (1,53%), 475.463 peserta Implant (8,57%), 2.748.777 peserta Suntikan (49,55%), 1.458.464 peserta Pil (26,29%), 9.375 peserta MOP (0,25%) dan 330.303 peserta Kondom (5,95 %) (BKKBN, 2013).
Meskipun program KB dinyatakan cukup berhasil di Indonesia, namun dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan-hambatan yang dirasakan antara lain adalah masih banyak Pasangan Usia Subur yang masih belum menjadi peserta KB. Dari hasil penelitian yang diketahui banyak alasan dikemukakan oleh wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi, antara lain karena mereka menginginkan anak. Alasan yang cukup menonjol adalah karena masalah kesehatan yang ditimbulkan dari efek samping ber-KB, karena masalah agama dan sosial budaya, juga karena alasan yang berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi yaitu biaya yang mahal (BKKBN, 2010).
Perkembangan teknologi kontrasepsi berlangsung begitu cepat namun tidak diimbangi dengan peran serta pria untuk berpartisipasi dalam menggunakan kontrasepsi. Dalam program jangka panjang KB untuk mencapai Keluarga Berkualitas 2015, pemerintah berupaya untuk meningkatkan kesetaraan pria dalam ber-KB sehingga terwujudnya peran serta pria dalam ber-KB. Partisipasi
(23)
5
suami menjadi salah satu faktor dalam menyukseskan program kesehatan reproduksi. Penggunaan alat kontrasepsi terlebih bagi pasutri (pasangan suami istri) adalah tanggung jawab bersama antara pria dan wanita, sehingga metode yang dipilih mencerminkan kebutuhan serta keinginan suami istri tanpa mengesampingkan hak reproduksi masing-masing (Mikkelsen, 1999).
Permasalah utama dalam penyelenggaraan program KB terjadi pada partisipasi masyarakat khususnya partisipasi dari pria. Partisipasi pria diperlukan dalam penerapan program KB khususnya dalam penggunaan alat kontrasepsi, hal ini dikarenakan pria sebagai anggota dalam keluarga juga merupakan actor KB. Dengan kata lain orang yang ikut berperan dalam KB, sehingga keberhasilan program KB tidak hanya ditentukan oleh wanita tetapi juga oleh pria sebagai anggota dalam sebuah keluarga yang berkewajiban untuk mewujudkan keluarga kecil sejahterah, rendahnya partisipasi pria dalam ber-KB ini disebabkan oleh alasan-alasan tertentu, Oleh karena itu penelitian ini menitikberatkan pada mendeskripsikan mengapa partisipasi pria dalam ber-KB rendah dengan kata lain faktor yang mempengaruhi rendahnya partisipasi pria dalam implementasi program KB (Kartika, 2010).
Hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukan kenaikan angka partisipasi pria dalam mengikuti program KB hanya naik 0,2% per tahunnya. Dilihat dari angka pencapaian peningkatan partisipasi pria pada tahun 1991 sebesar 0,8% (SDKI 1991). Pada tahun 2003 sebesar 1,3 % (SDKI 2002-2003), sedangkan pada tahun 2007 sebesar 1,5 % (SDKI 2007). Sedangkan berdasar RPJMN 2010-2014, dalam meningkatkan kesertaan KB Pria diharapkan
(24)
tahun 2010 sebesar 3,6%, tahun 2011 sebesar 4%, tahun 2012 sebesar 4,3 %, tahun 2013 sebesar 4,6%, dan 2014 sebesar 5%).
Berdasarkan data dari BKKBN tahun 2014, peserta KB baru pria di Indonesia adalah sebesar 5,51%, sedangkan di Sumatera Utara sebesar 17,96%. Jika dibandingkan dengan pencapaian angka partisipasi pria ber-KB di Negara – Negara berkembang seperti di Pakistan sebanyak 5,2%; Bangladesh sebanyak 13,9%, Nepal sebanyak 24%, Malaysia sebanyak 16,8% dan jepang sebanyak 80% maka Indonesia masih menjadi Negara yang paling rendah tingkat partisipasi prianya dalam ber-KB (BAPPENAS, 2013).
BKKBN menyatakan bahwa yang menyebabkan rendahnya partisipasi suami dalam ber-KB adalah karena rendahnya pengetahuan dan pemahaman para pria tentang kesehatan reproduksi, sikap dan perilaku suami, keterbatasan alat kontrasepsi pria, faktor sosial budaya masyarakat dan adanya rumor tentang vasektomi serta penggunaan kondom untuk hal bersifat negative. Masyarakat masih menganggap bahwa pengguna kontrasepsi adalah urusan perempuan, masih rendahnya partisipasi atau kepedulian suami dalam pelaksanaan program keluarga berencana baik praktiknya, mendukung istri dalam penggunaan kontrasepsi, serta sebagai motivator atau promotor dan merencanakan jumlah anak (BKKBN, 2005). Kebanyakan masyarakat di Indonesia cenderung masih sangat mempercayai mitos-mitos terdahulu. Misalnya, banyak anak akan banyak rezeki. Banyak anak akan banyak kegembiraan di hari tua (jika semua anaknya bisa bergantian membahagiakannya). Bagi masyarakat kita, yang cenderung dinamis dalam bidang ekonomi dan sosial, atau makin meningkat kemakmuran hidupnya,
(25)
7
jumlah anak sering dianggap bukan masalah yang memberatkan. Dalam hal ini, target program KB dengan semboyan "dua anak lebih baik" sering dianggap sebagai usang yang mungkin cuma cocok bagi masyarakat statis yang hidup dalam garis kemiskinan (BKKBN, 2010).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mastiur tahun 2014 menunjukan bahwa kesediaan suami sebagai akseptor KB jenis MOP di kecamatan Sitinjo dipengaruhi oleh nilai budaya yang ada di dalam masyarakat, minimnya dukungan istri, dukungan keluarga dan dukungan teman, sarana dan prasarana yang belum memadai, jumlah anak yang sudah dimiliki oleh setiap pasangan serta sikap suami sebagai akseptor KB. Sedangkan faktor umur, pendapatan, pengetahuan dan tingkat pendidikan tidak memengaruhi suami untuk menjadi akseptor KB Medis Operasi Pria (MOP).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sari tahun 2010 di Rumah Sakit Umum Sundari Medan menunjukan bahwa mayoritas peran suami menurut istri dalam pemakaian alat kontrasepsi sebagai motivator baik (75.5%), sebagai fasilitator baik (67.3%), dan sebagai edukator baik (63.6%), program keluarga berencana tidak hanya menuntut peran kaum perempuan tapi juga mengikutsertakan kaum pria sebagai akseptor.
Desa Dolat Rayat merupakan salah satu desa yang termasuk wilayah kerja Puskesmas Dolat Rayat yang memiliki pasutri sebanyak 359 orang. Desa Dolat Rayat memiliki akseptor KB aktif dengan jumlah akseptor 187 orang (52%). Alat kontrasepsi yang digunakan adalah: Pil 63 (33,7%), suntik 57 (30,3%), implant 29 (15,4%), kondom 15 (7,9%), IUD 6 (3,1%) dan MOW 4 (2%).
(26)
Dari hasil survey pendahuluan diketahui bahwa hampir semua pengunaan alat kontrasepsi dilakukan oleh perempuan. Di masyarakat masih ada wacana bahwa masalah KB adalah masalah wanita, sehingga perlu adanya pemantauan lebih lanjut untuk dapat mengetahui tingkat partisipasi suami dalam program keluarga berencana khususnya dalam penggunaan alat kontrasepsi. Selain masalah partisipasi suami, puskesmas Dolat rayat belum menjadikan layanan KB sebagai prioritas. Puskesmas masih berfokus pada pengobatan masyarakat saja, sehingga puskesmas tidak memiliki strategi khusus untuk pelayanan KB dan berpengaruh terhadap partisipasi dalam ber-KB khususnya pada pria.
Dengan meningkatnya partisipasi pria diharapkan akan menumbuhkan kesadaran baru bahwa pelaksana program KB bukan hanya wanita tetapi pria juga memiliki tanggung jawab yang sama untuk menjaga jumlah kelahiran tidak melebihi yang sudah dianjurkan oleh pemerintah. Selain itu diharapkan juga akan meningkatkan kesadaran pria akan pentingnya menggunakan alat kontrasepsi sebagai alat untuk mengontrol jumlah kelahiran sekaligus atau minimal untuk menjaga agar pasangan mereka tidak hamil dalam waktu yang berdekatan dan melahirkan anak lebih dari dua karena jika hal ini dilakukan selain mengontrol jumlah kelahiran juga akan mengurangi angka kelahiran bayi mati dan ibu mati saat melahirkan.
Dengan menimbang hal-hal di atas dapat diketahui bahwa determinan partisipasi suami dalam program Keluarga Berencana yang tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor saja, tetapi juga oleh faktor-faktor lain seperti umur istri, jumlah anak, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, dukungan pasangan,
(27)
9
dan budaya(kepercayaan). Maka dari itu, penulis mengadakan pengkajian terhadap determinan tersebut.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas permasalahan yang hendak dikaji adalah bagaimana determinan tingkat partisipasi suami di Desa Dolat Rayat Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo tahun 2015 dalam program Keluarga Berencana.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui determinan partisipasi suami dalam program keluarga berencana di Desa Dolat Rayat Kecamatan Dolat Rayat kabupaten Karo Tahun 2015.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan partisipasi suami dalam program Keluarga Berencana.
2. Untuk mengetahui hubungan sikap dengan partisipasi suami dalam program Keluarga Berencana.
3. Untuk mengetahui hubungan pendidikan dengan partisipasi suami dalam program Keluarga Berencana.
4. Untuk mengetahui hubungan umur istri dengan partisipasi suami dalam program Keluarga Berencana.
5. Untuk mengetahui hubungan jumlah anak dengan partisipasi suami dalam program Keluarga Berencana.
(28)
6. Untuk mengetahui hubungan budaya (kepercayaan) dengan partisipasi suami dalam program Keluarga Berencana.
7. Untuk mengetahui hubungan aksesibilitas pelayanan KB dengan partisipasi suami dalam program Keluarga Berencana.
8. Untuk mengetahui hubungan tingkat pendapatan dengan partisipasi suami dalam program Keluarga Berencana.
9. Untuk mengetahui hubungan dukungan istri dengan partisipasi suami dalam program Keluarga Berencana.
10.Untuk mengetahui hubungan dukungan sosial dengan partisipasi suami dalam program Keluarga Berencana.
1.4. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain :
1. Menambah pengalaman bagi peneliti sehingga peneliti dapat mengaplikasikan ilmu yang telah didapat.
2. Menjadi bahan masukan dan informasi bagi pelaksana pelayanan Keluarga Berencana dalam merencanakan program peningkatan cakupan program Keluarga Berencana pada suami
3. Diharapkan dapat memberi informasi yang jelas dan lengkap tentang program Keluarga Berencana kepada suami yang ada di desa Dolat Rayat, Kecamatan Dolat Rayat, Kabupaten Karo, sehingga dapat meningkatkan partisipasi suami dalam program Keluarga Berencana di wilayah tersebut. 4. Memberi informasi dan menjadi bahan referensi bagi penelitian
(29)
11 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Perilaku
Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi, perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia itu mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup: berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian dan lain sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal activity) seperti berpikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Untuk kepentingan kerangka analisis dapat dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung atau secara tidak langsung (Notoatmodjo, 2007).
Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2007), seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Secara garis besar perilaku manusia dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu:
1. Faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat pengetahuan, sikap, jenis kelamin, perhatian, persepsi, tingkat emosional, motivasi, dan sebagainya.
2. Faktor eksternal, yakni berupa faktor lingkungan baik lingkungan fisik, social, budaya, ekonomi maupun politik.
(30)
Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2007), membagi perilaku dalam 3 domain perilaku, yaitu kognitif (cognitive), afektive (affective), dan psikomotor (psychomotor).
2.1.1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007). Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni:
1. Tahu (know)
2. Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
3. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
4. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.
(31)
13
5. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
6. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menhubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
7. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
2.1.2. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Newcomb dalam Notoatmodjo (2007), sikap itu merupakan kesiapan atau ketersediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku.
Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yakni:
a. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek
(32)
b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Menurut Notoatmodjo (2007), sikap juga memiliki beberapa tingkatan seperti yang dimiliki oleh pengetahuan, yaitu :
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
b. Merespons (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah, berarti orang menerima ide tersebut.
c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.
(33)
15
2.1.3. Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain (Notoatmodjo, 2007). Notoatmodjo (2007) membagi tingkatan tindakan atau praktik menjadi 4, yaitu :
a. Persepsi (perception)
Mengenal atau memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil merupakan praktik tingkat pertama.
b. Respon terpimpin (guided response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah indikator praktik tingkat dua
c. Mekanisme (mechanism)
Apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.
d. Adopsi (adoption)
(34)
Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tinndakannya tersebut.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo, 2007).
2.2. Program Keluarga Berencana
Program Keluarga Berencana (KB) dirumuskan sebagai upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui batas usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga, untuk mewujudkan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera (Sudayasa, 2010).
Keluarga berencana (KB) adalah gerakan untuk membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran. Itu bermakna adalah perencanaan jumlah keluarga dengan pembatasan yang bisa dilakukan dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi seperti kondom, spiral, IUD, dan sebagainya (Wikipedia, 2014).
Menurut Sudayasa (2010), dengan mengikuti program KB sesuai anjuran pemerintah, para akseptor akan mendapatkan tiga manfaat utama optimal, baik untuk ibu, anak dan keluarga, antara lain:
(35)
17
1) Mencegah kehamilan yang tidak diinginkan 2) Mencegah setidaknya 1 dari 4 kematian ibu 3) Menjaga kesehatan ibu
4) Merencanakan kehamilan lebih terprogram b) Manfaat untuk anak
1) Mengurangi resiko kematian bayi 2) Meningkatkan kesehatan bayi 3) Mencegah bayi kekurangan gizi 4) Tumbuh kembang bayi lebih terjamin
5) Kebutuhan ASI eksklusif selama 6 bulan relatif lebih dapat terpenuhi 6) Mendapatkan kualitas kasih sayang yang lebih maksimal
c) Manfaat untuk keluarga
1) Meningkatkan kesejahteraan keluarga 2) Harmonisasi keluarga lebih terjaga
2.3. Metode Kontrasepsi
Kontrasepsi yang baik harus memiliki syarat-syarat antara lain aman, dapat diandalkan, sederhana (sebisa mungkin tidak perlu dikerjakan oleh dokter), murah, dapat diterima oleh orang banyak, dan dapat dipakai dalam jangka panjang. Sampai saat ini belum ada metode atau alat kontrasepsi yang benar-benar 100 % ideal.
Jenis-jenis kontrasepsi yang tersedia antara lain: A. Metode sederhana
a. Tanpa alat
(36)
1. Pantang berkala 2. Metode kalender
3. Metode suhu badan basal 4. Metode lendir serviks 5. Metode simpto-termal 6. Coitus interruptus b. Dengan alat
a. Mekanis (Barrier) 1. Kondom pria
2. Barier intra vaginal antara lain : diafragma, kap serviks, spons, dan kondom wanita.
b. Kimiawi
1. Spermisid antara lain : vaginal cresm, vaginal foam, vaginal jelly, vaginal suppositoria, vaginal tablet, dan vaginal soluble film.
B. Metode modern a. Kontrasepsi hormonal
1. Pil KB
2. AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) / IUD (Intra Uterine Devices) 3. Suntikan KB
4. Susuk KB b. Kontrasepsi mantap
1. Medis Operatif Pria (MOP) 2. Medis Operatif Wanita (MOW)
Berdasarkan lama efektivitasnya, kontrasepsi dapat dibagi menjadi : A. MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang), yang termasuk dalam kategori ini adalah jenis susuk/implant, IUD, MOP, dan MOW.
B. Non MKJP (Non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang), yang termasuk dalam kategori ini adalah kondom, pil, suntik, dan metode-metode lain selain metode yang termasuk dalam MKJP.
Berikut pembahasan singkat mengenai jenis-jenis kontrasepsi tersebut.
(37)
19
1. Pil KB
Pil KB biasanya megandung Estrogen dan Progesteron. Cara kerja pil KB adalah dengan cara menggantikan produksi normal Estrogen dan Progesteron dan menekan hormon yang dihasilkan ovarium dan releasing factor yang dihasilkan otak sehingga ovulasi dapat dicegah. Efektivitas metode ini secara teoritis mencapai 99 % atau 0,1 – 5 kehamilan per 100 wanita pada pemakaian di tahun pertama bila digunakan dengan tepat. Tetapi dalam praktek ternyata angka kegagalan pil masih cukup tinggi yaitu mencapai 0,7 – 7 %. Keuntungan dan kerugian pemakaian pil KB antara lain :
Keuntungan pil KB :
a. Efektivitasnya tinggi bila diminum secara rutin
b. Nyaman, mudah digunakan, dan tidak mengganggu senggama c. Reversibilitas tinggi
d. Efek samping sedikit
e. Mudah didapatkan, tidak selalu perlu resep dokter karena pil KB dapat diberikan oleh petugas non medis yang terlatih
f. Dapat menurunkan resiko penyakit-penyalit lain seperti kanker ovarium, kehamilan ektokpik, dan lain-lain
g. Relatif murah Kerugian pil KB :
a. Efektivitas tergantung motivasi akseptor untuk meminum secara rutin tiap hari
b. Rasa mual, pusing, kencang pada payudara dapat terjadi
(38)
c. Efektivitas dapat berkurang bila diminum bersama obat tertentu d. Kemungkinan untuk gagal sangat besar karena lupa
e. Tidak dapat melindungi dari resiko tertularnya Penyakit Menular Seksual
2. Kontrasepsi suntik
Kontrasepsi suntik yang biasa tersedia adalah Depo-provera yang hanya mengandung Progestin dan diberikan tiap 3 bulan. Cara kerja kontrasepsi suntik yaitu dengan mencegah ovulasi, mengentalkan lerndir serviks, dan menghambat perkembangan siklis endometrium. Efektivitas dari kontrasepsi suntik sangat tinggi mencapai 0,3 kehamilan per 100 wanita selama tahun pertama penggunaan. Angka kegagalan metode ini <1 kehamilan per 100 wanita per tahun. Keuntungan dan kerugian metode ini adalah :
Keuntungan kontrasepsi suntik : a. Sangat efektif
b. Memberikan perlindungan jangka panjang selama 3 bulan
c. Bila digunakan bersama pil KB dapat mengurangi resiko yang ditimbulkan karena lupa meminum pil KB
d. Tidak mengganggu senggama
e. Bisa diberikan oleh petugas non medis yang terlatih
f. Mengurangi efek samping yang ditimbulkan oleh Estrogen karena metode ini tidak mengandung Estrogen
g. Relatif murah Kerugian kontrasepsi suntik :
(39)
21
a. Berat badan naik
b. Siklus menstruasi kadang terganggu
c. Pemulihan kesuburan kadang-kadang terlambat 3. Susuk / implant
Kontrasepsi susuk yang sering digunakan adalah Norplant. Susuk adalah kontrasepsi sub dermal yang mengandung Levonorgestrel (LNG) sebagai bahan aktifnya. Mekanisme kerja Norplant yang pasti belum dapat dipastikan tetapi mungkin sama seperti metode lain yang hanya mengandung Progestin. Norplant memiliki efek mencegah ovulasi, mengentalkan lender serviks, dan menghambat perkembangan siklis endometrium. Efektivitas Norplant sangat tinggi mencapai 0,05 – 1 kehamilan per 100 wanita dalam tahun pertama pemakaian. Angka kegagalan Norplant <1 kehamilan per 100 wanita per tahun dalam 5 tahun pertama pemakaian. Angka kegagalan ini lebih rendah bila dibandingkan dengan metode Barrier, pil KB, dan IUD. Keuntungan dan kerugian Norplant antara lain : Keuntungan susuk :
a. Norplant merupakan metode kontrasepsi yang sangat efektif b. Tidak merepotkan dan tidak mengganggu senggama
c. Resiko untuk lupa lebih kecil dibandingkan pil KB dan suntikan karena Norplant dipasang tiap 5 tahun
d. Mudah diangkat dan segera setelah diangkat kesuburan akseptor akan kembali
e. Pemasangan dapat dilakukan oleh petugas non medis yang terlatih
(40)
f. Dapat mengurangi efek samping yang ditimbulkan oleh Estrogen karena Norplant tidak mengandung Estrogen
g. Lebih efektif secara biaya karena walaupun harganya mahal tetapi masa pemakaiannya mencapai 5 tahun.
Kerugian Norplant :
a. Efektivitas dapat berkurang bila digunakan bersama obat-obatan tertentu b. Merubah siklus haid dan meningkatkan berat badan
c. Tergantung pada petugas
d. Tidak melindungi dari resiko tertularnya PMS
4. AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) atau IUD (Intra Uterine Devices) AKDR adalah kontrasepsi yang terbuat dari plastik halus berbentuk spiral atau berbentuk lain yang dipasang di dalam rahim dengan memakai alat khusus oleh dokter atau paramedis lain yang terlatih. Mekanisme kerja AKDR belum diketahui tetapi kemungkinan AKDR menyebabkan perubahan-perubahan seperti munculnya sel-sel radang yang menghancurkan blastokis atu spermatozoa, meningkatkan produksi prostaglandin sehingga implantasi terhambat, serta bertambah cepatnya pergerakan ovum di tuba falopii. Efektivitas IUD mencapai 0,6 – 0,8 kehamilan per 100 wanita selama tahun pertama penggunaannya. Angka kegagalan IUD 1 – 3 kehamilan per 100 wanita per tahun. Keuntungan dan kerugian pemakaian AKDR antara lain :
Keuntungan AKDR : a. Efektivitas tinggi
(41)
23
b. Dapat memberikan perlindungan jangka panjang sampai dengan 10 tahun
c. Tidak mengganggu hubungan seksual
d. Efek samping akibat Estrogen dapat dikurangi karena AKDR hanya mengandung Progestin
e. Tidak ada kemungkinan gagal karena kesalahan akseptor KB f. Reversibel
g. Dapat disediakan oleh petugan non medis terlatih h. Akseptor hanya kembali ke klinik bila muncul keluhan i. Murah
Kerugian AKDR :
a. Perlunya pemeriksaan pelvis dan penapisan PMS sebelum pemasangan b. Butuh pemeriksaan benang setelah periode menstruasi jika terjadi kram, bercak, atau nyeri.
c. Akseptor tidak dapat berhenti menggunakan kapanpun ia mau 5. Metode Operatif Wanita (MOW)
MOW adalah tindakan operasi minor untuk mengikat atau memotong kedua tuba falopi sehingga ovum dari ovarium tidak akan mencapai uterus dan tidak akan bertemu dengan spermatozoa. Efektivitas MOW sekitar 0,5 kehamilan per 100 wanita selama tahun pertama pemakaian, sedikit lebih rendah dibandingkan MOP. Keuntungan dan kerugian MOW antara lain :
Keuntungan MOW : a. Sangat efektif
(42)
b. Segera efektif c. Permanen
d. Tidak mengganggu senggama
e. Baik untuk klien yang bila mengalami kehamilan akan membahyakan jiwanya
f. Pembedahan sederhana dan hanya perlu anestesi lokal g. Tidak ada efek samping jangka panjang
h. Tidak ada gangguan seksual Kerugian MOW :
a. Permanen
b. Nyeri setelah prosedur serta komplikasi lain akibat pembedahan dan anestesi
c. Hanya dapat dilakukan oleh dokter yang terlatih d. Tidak memberi perlindungan terhadap PMS e. Meningkatkan resiko kehamilan ektokpik
2.4. Metode Kontrasepsi Pria
1. Kondom pria
Kondom adalah selubung tipis dari karet, vinil, atau produk alamiah dapat berwarna maupun tidak berwarna, biasanya ditambahkan spermisida untuk perlindungan tambahan, serta digunakan untuk menutupi penis sesaat sebelum berhubungan.
Mekanisme kerja kondom adalah dengan cara menghalangi masuknya spermatozoa ke dalam traktus genitalia interna wanita. Efektivitas kondom sendiri
(43)
25
tidak terlalu tinggi, hanya sekitar 3-4 kehamilan per 100 wanita selama tahun pertama. Pemakaian kondom memiliki keuntungan dan kerugian seperti :
Keuntungan kondom :
a. Mencegah kehamilan
b. Memberi perlindungan terhadap Penyakit Menular Seksual (PMS) c. Dapat diandalkan
d. Sederhana, ringan, disposable, dan mudah digunakan
e. Tidak memerlukan pemeriksaan medis, supervisi, atau follow-up f. Reversibel
g. Pria ikut aktif dalam kegiatan KB h. Efektif segera setelah dipasang i. Tidak mempengaruhi kegiatan laktasi
j. Dapat digunakan sebagai pendukung metode kontrasepsi lain k. Tidak mengganggu kesehatan
l. Tidak ada efek samping sistemik
m. Mudah didapatkan dan tidak perlu resep dokter n. Murah karena digunakan dalam jangka pendek Kerugian kondom :
a. Efektivitas dipengaruhi kesediaan akseptor mematuhi instruksi yang diberikan dan motivasi akseptor
b. Efektivitas tidak terlalu tinggi
c. Perlu menghentikan aktivitas dan spontanitas hubungan seks guna memasang kondom
(44)
d. Dapat mengurangi sensitifitas penis sehingga ereksi sukar dipertahankan
2. Metode Operatif Pria (MOP)
MOP merupakan suatu metode kontrasepsi operatif minor yang aman, sederhana, dan sangat efektif, memakan waktu operasi relatif singkat dan tidak memerlukan anestesi umum. MOP dilakukan dengan cara memotong vas deferens sehingga sperma tidak dapat mencapai air mani dan air mani yang dikeluarkan tidak mengandung sperma. Efektivitas sangat tinggi mencapai 0,1 – 0,15 kehamilan per 100 wanita selama tahun pertama pemakaian. Angka kegagalan <1 kehamilan per 100 wanita. Keuntungan dan kerugian MOP antara lain :
Keuntungan MOP : a. Sangat efektif
b. Tidak mengganggu senggama c. Tidak ada perubahan fungsi seksual
d. Baik untuk klien yang bila mengalami kehamilan akan membahyakan jiwanya
e. Murah Kerugian MOP :
a. Permanen, kesuburan tidak dapat kembali normal b. Efek tertunda sampai 3 bulan atau 20 kali ejakulasi
c. Nyeri setelah prosedur serta komplikasi lain akibat pembedahan dan anestesi
d. Hanya dapat dilakukan oleh dokter yang terlatih e. Tidak memberi perlindungan terhadap PMS
(45)
27
2.5. Partisipasi Suami dalam Program Keluarga Berencana
Keterlibatan suami didefinisikan sebagai partisipasi dalam proses pengambilan keputusan KB, pengetahuan suami tentang KB dan penggunaan kontrasepsi pria. Keterlibatan suami dalam KB diwujudkan melalui perannya berupa dukungan terhadap KB dan penggunaan alat kontrasepsi serta merencanakan jumlah keluarga. Untuk merealisasikan tujuan terciptanya Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera.
Bentuk partisipasi pria dalam keluarga berencana dibagi menjadi dua, yaitu secara langsung mamupun tidak langsung.
a. Secara Langsung
Partisipasi pria secara langsung adalah sebagai peserta pria dengan menggunakan salah satu cara atau metode kontrasepsi, seperti dengan menggunakan alat kontrasepsi kondom, vasektomi, metode senggama terputus, dan metode pantang berkala / sitem kalender.
b. Tidak Langsung
Partisipasi pria secara tidak langsung adalah dengan mendukung setiap kegiatan KB dan juga sebagai motivator sesuai dengan pengetahuan tentang KB yang dimilikinya.
Mendukung dalam ber-KB
Apabila disepakati istri yang akan ber-KB peran suami adalah mendukung dan memberikan kebebasan kepada istri untuk menggunakan kontrasepsi atau metode KB. Dukungan tersebut meliputi:
(46)
1. Memilih kontrasepsi yang cocok yaitu kontrasepsi yang sesuai dengan keinginan dan kondisi istrinya,
2. Membantu istrinya dalam menggunakan kontrasepsi secara benar, seperti mengingatkan saat minum pil KB, dan mengingatkan istri untuk control,
3. Membantu mencari pertolongan bila terjadi efek samping maupun komplikasi dari pemakaian alat kontrasepsi,
4. Mengantarkan istri ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk kontrol atau rujukan,
5. Mencari alternatif lain bila kontrasepsi yang digunakan tidak cocok,
6. Membantu menghitung waktu subur, apabila menggunakan metode pantang berkala,
7. Menggantikan pemakaian kontrasepsi bila keadaan kesehatan istri tidak memungkinkan.
Sebagai motivator
Selain sebagai peserta KB, suami juga dapat berperan sebagai motivator, yang dapat berperan aktif memberikan motivasi kepada anggota keluarga atau saudaranya yang sudah berkeluarga dan masyarakat disekitarnya untuk menjadi peserta KB, dengan menggunakan salah satu kontrasepsi. Untuk memotivasi orang lain, maka seyogyanya dia sendiri harus sudah menjadi peserta KB, karena keteladanan sangat dibutuhkan untuk menjadi seorang motivator yang baik.
Suami adalah pemimpin dan pelindung bagi istrinya, maka kewajiban suami terhadap istrinya ialah mendidik, mengarahkan serta mengertikan istri
(47)
29
kepada kebenaran, kemudian membarinya nafkah lahir batin, mempergauli serta menyantuni dengan baik (Harymawan, 2007).
4. Peran suami dalam keluarga berencana
Menurut BKKBN (2007) peran atau partisipasi suami dalam Keluarga Berencana (KB) antara lain menyangkut :
a) Pemakaian alat kontrasepsi b) Tempat mendapatkan pelayanan c) Lama pemakaian
d) Efek samping dari penggunaan kontrasepsi e) Siapa yang harus menggunakan kontrasepsi
Partisipasi pria dalam kesehatan reproduksi adalah tanggung jawab pria dalam kesehatan pria terutama dalam pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan hidup ibu dan anak, serta berprilaku seksual yang sehat dan aman bagi dirinya, istri dan keluarganya.
Menurut BKKBN (2007), bentuk dukungan suami terhadap istri dalam menggunakan alat kontrasepsi meliputi:
a) Memilih kontrasepsi yang cocok, yaitu kontrasepsi yang sesuai dengan keinginan dan kondisi istrinya.
b) Membantu istrinya dalam menggunakan kontrasepsi secara benar seperti mengingatkan saat minum pil KB dan mengingatkan istri untuk kontrol. Membantu mencari pertolongan bila terjadi efek samping maupun komplikasi dari pemakaian alat kontrasepsi.
(48)
c) Mengantar istri ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk kontrol atau rujukan.
d) Mencari alternatif lain bila kontrasepsi yang digunakan saat ini terbukti tidak memuaskan.
e) Membantu menghitung waktu subur, apabila menggunakan metode pantang berkala.
f) Menggunakan kontrasepsi bila keadaan kesehatan istri tidak memungkinkan.
2.6. Determinan Partisipasi Suami dalam Program Keluarga Berencana 2.6.1 Pengetahuan
Pengetahuan seseorang biasanya dipengaruhi dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber, misalnya media massa, media elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, media poster, kerabat dekat dan sebagainya. Pengetahuan ini dapat membentuk keyakinan tertentu sehingga seseorang berperilaku sesuai keyakinan tersebut. Notoatmojo (1993) mengatakan bahwa pengetahuan merupakan resultan akibat proses pengindraan terhadap suatu obyek. Pengindraan tersebut sebagian besar berasal dari penglihatan dan pendengaran. Pengukuran atau penilaian pengetahuan pada umumnya dilakukan melalui tes atau wawancara dengan alat bantu kuesioner berisi materi yang diukur dari responden (Notoatmojo, Soekijo, 1990).
2.6.2. Sikap
Sikap adalah reaksi yang masih tertutup, tidak dapat dilihat secara langsung sehingga sikap hanya dapat ditafsirkan dari perilaku yang nampak
(49)
31
(Notoatmojo, 1993). Pengertian lain sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu obyek dengan cara tertentu serta merupakan respon evaluatif terhadap pengalaman kognitif, reaksi afeksi, kehendak dan perilaku masa lalu. Sikap akan mempengaruhi proses berpikir, respon afeksi, kehendak dan perilaku berikutnya. Jadi sikap merupakan respon evaluatif didasarkan proses evaluasi diri, yang disimpulkan berupa penilaian positif atau negatif yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaktif terhadap objek .
Mar’at (1982) mengatakan manusia tidak dilahirkan dengan pandangan ataupun perasaan tertentu, tetapi sikap tadi dibentuk sepanjang perkembangannya. Adanya sikap akan menyebabkan manusia bertindak secara khas terhadap objek-objeknya. Dengan kata lain sikap merupakan produk dari proses sosialisasi, seseorang memberikan reaksi sesuai dengan rangsangan yang ditemuinya. Sikap dapat diartikan suatu kontrak untuk memungkinkan terlihatnya suatu aktifitas.
Menurut Katono (1990) sikap seseorang adalah predisposisi untuk memberikan tanggapan terhadap rangsangan lingkungan yang dapat memulai atau membimbing tingkah laku orang tersebut. Secara definitif sikap berarti suatu keadaan jiwa (mental) dan keadaan pikir yang dipersiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap suatu objek yang diorganisir melalui pengalaman serta mempengaruhi secara langsung atau tidak langsung pada perilaku.
2.6.3. Tingkat Pendapatan
Tingkat pendapatan adalah ukuran kelayakan seseorang dalam memperoleh penghargaan dari hasil kerjanya yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Makin tinggi pendapatan seseorang dapat diasumsikan
(50)
bahwa derajat kesehatannya akan semakin baik, karena akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan akan semakin mudah. Tingkat penghasilan akan mempengaruhi pemilihan jenis kontrasepsi.
Hal ini disebabkan karena untuk mendapatkan pelayanan kontrasepsi yang diperlukan akseptor harus menyediakan dana yang diperlukan. Seseorang pasti akan memilih kontrasepsi yang sesuai dengan kemampuan mereka mendapatkan kontrasepsi tersebut. Sejak tahun 2008, pemerintah telah memantapkan penjaminan kesehatan bagi masyarakat miskin dengan menyediakan alat kontrasepsi gratis seperti suntik, susuk KB, kondom atau IUD termasuk memberikan layanan gratis untuk akseptor yang ingin ber-KB secara permanen lewat operasi medis operatif. Kontrasepsi gratis yang disediakan diharapkan dimanfaatkan secara maksimal oleh pasangan usia subur (PUS) terutama dari kelompok keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera I guna mengatur kelahirannya secara lebih baik. Dengan diberlakukannya program tersebut, ada peningkatan terhadap partisipasi pria dalam ber-KB walaupun hanya sedikit demi sedikit.
Sampai saat ini masih diberlakukan kondom yang dijual murah bagi masyarakat miskin khususnya di puskesmas dan ada pula fasilitas gratis bagi pria yang bersedia melakukan vasektomi.Tingkat penghasilan masing-masing daerah sangat bervariasi sejak diberlakukannya otonomi daerah. Indikator untuk menentukan tingkat pendapatan seseorang adalah dipandang dari besarnya UMK (Ratih. P, 2011).
(51)
33
2.6.4. Umur Istri
Umur dalam hubungannya dengan pemakaian KB berperan sebagai faktor intrinsik. Umur berhubungan dengan struktur organ, fungsi faaliah, komposisi biokimiawi termasuk sistem hormonal seorang wanita. Perbedaan fungsi faaliah, komposisi biokimiawi, dan sistem hormonal pada suatu periode umur menyebabkan perbedaan pada kontrasepsi yang dibutuhkan.
Masa reproduksi (kesuburan) seorang wanita dibagi menjadi 3, yaitu: a. Masa menunda kehamilan (kesuburan)
b. Masa mengatur kesuburan (menjarangkan) c. Masa mengakhiri kesuburan (tidak hamil lagi).
Masa reproduksi (kesuburan) ini merupakan dasar pola penggunaan kontrasepsi secara rasional.
A. Masa Menunda Kehamilan
Sebaiknya istri menunda kehamilan pertama sampai umur 20 tahun. Ciri-ciri kontrasepsi yang sesuai:
a. Kembalinya kesuburan yang tinggi artinya kembalinya kesuburan dijamin 100 %. Ini penting karena akseptor belum mempunyai anak.
b. Efektifitas yang tinggi. Hal ini penting karena kegagalan akan menyebabkan tujuan KB tidak tercapai.
Prioritas kontrasepsi yang sesuai: 1. Pil
2. AKDR
3. Cara sederhana (kondom, spermisida)
(52)
B. Masa Mengatur Kesuburan
Umur melahirkan terbaik bagi istri adalah umur 20 - 30 tahun. Ciri-ciri kontrasepsi yang sesuai:
a. Kembalinya kesuburan (reversibilitas) cukup. b. Efektifitas cukup tinggi.
c. Dapat dipakai 2 - 4 tahun, sesuai dengan jarak kehamilan yang aman untuk ibu dan anak.
d. Tidak menghambat produksi ASI (air susu ibu) . Ini penting karena ASI adalah makanan terbaik bagi bayi sampai umur 2 tahun. Penggunaan ASI mempengaruhi angka kesakitan bayi/anak.
Prioritas kontrasepsi yang sesuai: 1. AKDR
2. Suntikan 3. Mini pil 4. Pil
5. Cara sederhana 6. Norplant (AKBK)
7. Kontap ( jika umur sekitar 30 tahun) C. Masa Mengakhiri Kesuburan
Pada umumnya setelah keluarga mempunyai 2 anak dan umur istri telah melebihi 30 tahun, sebaiknya tidak hamil lagi.
(53)
35
a. Efektifitas sangat tinggi. Kegagalan menybabkan terjadi kehamilan dengan resiko tinggi bagi ibu dan anak. Selain itu akseptor sudah tidak ingin mempunyai anak lagi.
b. Dapat dipakai untuk jangka panjang.
c. Tidak menambah kelainan/penyakit yang sudah ada. Pada masa umur tua kelainan seperti penyakit jantung, darah tinggi, dan metabolik meningkat. Oleh karena itu, sebaiknya tidak memberikan obat/kontrasepsi yang menambah kelainan/penyakit tersebut.
Prioritas kontrasepsi yang sesuai: 1. Kontap
2. AKDR
3. Norplant (AKBK) 4. Suntikan
5. Mini pil 6. Pil
7. Cara sederhana. 2.6.5. Jumlah Anak
Jumlah anak yang dimaksud di sini adalah jumlah anak yang masih hidup yang dimiliki seorang wanita sampai saat wawancara dilakukan (BPS, 2009). Setiap anak memiliki nilai, maksudnya setiap anak merupakan cerminan harapan serta keinginan orang tua yang menjadi pedoman dari pola pikir, sikap maupun perilaku dari orang tua tersebut. Dengan demikian, setiap anak yang dimiliki oeh
(54)
pasangan suami istri akan memberi pertimbangan tentang apakah mereka ingin memiliki anak dan jika ingin, berapa jumlah yang diinginkan.
Jumlah anak berkaitan erat dengan tingkat kesejahteraan keluarga. Pada keluarga dengan tingkat kesejahteraan tinggi umumnya lebih mementingkan kualitas anak daripada kuantitas anak. Sementara itu pada keluarga miskin, anak dianggap memiliki nilai ekonomi. Umumnya keluarga miskin memiliki banyak anak dengap harapan anak-anak tersebut dapat membantu orang tuanya bekerja. Jumlah anak juga dapat dipengaruhi oleh faktor kebudayaan setempat yang menganggap anak laki-laki lebih bernilai dari anak perempuan. Hal ini mengkibatkan pasangan suami istri berusaha untuk menambah jumlah anak mereka jika belum mendapatkan anak laki laki.
Jumlah anak berkaitan erat dengan program KB karena salah satu misi dari program KB adalah terciptanya keluarga dengan jumlah anak yang ideal yakni dua anak dalam satu keluarga, laki-laki maupun perempuan sama saja. Para wanita umumnya lebih menyadari bahwa jenis kelamin anak tidak penting sehingga bila jumlah anak sudah dianggap ideal maka para wanita cenderung untuk mengikuti program KB. Dengan demikian, jenis kontrasepsi yang banyak digunakan adalah jenis kontrasepsi untuk wanita.
2.6.6. Pendidikan
Faktor pendidikan seseorang sangat menentukan dalam pola pengambilan keputusan dan penerimaan informasi dari pada seseorang yang berpendidikan rendah (Broewer, 1993). Pendidikan juga akan mempengaruhi pengetahuan dan
(55)
37
persepsi seseorang tentang pentingnya suatu hal, termasuk dalam perannya dalam program KB.
Pada akseptor KB dengan tingkat pendidikan rendah, keikutsetaannya dalam program KB hanya ditujukan untuk mengatur kelahiran. Sementara itu pada akseptor KB dengan tingkat pendidikan tinggi, keikutsertaannya dalam program KB selain untuk mengatur kelahiran juga untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga karena dengan cukup dua anak dalam satu keluarga dan laki-laki atau perempuan sama saja, maka keluarga kecil bahagia dan sejahtera dapat tercapai dengan mudah. Hal ini dikarenakan seseorang dengan tingkat pendidikan lebih tinggi memiliki pandangan yang lebih luas tentang suatu hal dan lebih mudah untuk menerima ide atau cara kehidupan baru. Dengan demikian, tingkat pendidikan juga memiliki hubungan dengan pemilihan jenis kontrasepsi yang akan digunakan.
2.6.7. Dukungan Istri
Pelaksanaan program KB di Indonesia harus memperhatikan hak-hak reproduksi, pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender sesuai dengan kesepakatan yang dibuat pada Konferensi Kependudukan dan Pembangunan di Kairo tahun 1994. Sosialisasi mengenai hak-hak reproduksi dan kesetaraan gender menjadi kegiatan yang selalu menjadi perhatian dalam pelaksanaan program, demikian pula halnya dalam pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi.
Isu gender adalah suatu kondisi yang menunjukkan kesenjangan wanita dan pria dalam berbagai bidang kehidupan. Pada umumnya kesenjangan ini dapat
(56)
dilihat dari faktor akses, partisipasi, manfaat dan pengambilan keputusan (kontrol). Dalam pelaksanaan program Keluarga Berencana selama ini, isu gender yang sangat menyolok adalah :
1. Akses pria terhadap informasi dan pelayanan KB masih sangat terbatas (hanya 39 % pria tahu tentang vasektomi dan lebih dari 88 % tahu tentang berbagai metode KB bagi wanita, serta menganggap KB sebagai urusan wanita).
2. Peserta KB pria baru mencapai 1,3 % dari total 58,3 % peserta KB. 3. Sampai saat ini pria yang mengetahui manfaat KB bagi diri sendiri dan keluarganya masih sangat sedikit.
4. Masih dominannya suami dalam pengambilan keputusan KB dan kesehatan reproduksi.
Kesenjangan gender merupakan suatu kondisi ketidakseimbangan hubungan antara pria dan wanita dalam pelaksanaan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi, sehingga salah satu pihak merasa dirugikan karena tidak dapat berpartisipasi dan memperoleh menfaat dari pelayanan tersebut. Ada tidaknya kesenjangan dalam KB dan kesehatan reproduksi dapat dilakukan melalui proses analisis gender, antara lain dapat dilihat dari faktor akses (jangkauan), manfaat, partisipasi (keikutsertaan) serta pengambilan keputusan (kontrol). Berdasarkan uraian di atas, pria seolah terdiskriminasi dalam pelayanan KB dan kesehatan reproduksi. Hal ini dapat dilihat dari :
Keikutsertaan pria dalam KB saat ini baru mencapai 1,3 % (SDKI 2002-2003)
Pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi bagi pria masih sangat terbatas
(57)
39
Adanya anggapan yang salah tentang KB, KB dianggap sebagai urusan wanita
Hanya sekitar 39% pria tahu tentang vasektomi Hal ini terjadi karena beberapa alasan, antara lain :
Pelaksanaan program KB masa lalu yang lebih diarahkan untuk mengatasi tingginya angka kematian ibu sehingga ibu menjadi sasaran pokok program
Terbatasnya sarana pelayanan pria: hanya 4% tempat pelayanan yang melayani pria (studi Wibowo,2002)
Rendahnya pengetahuan pria tentang KB dan kesehatan reproduksi antara lain karena masih sangat terbatasnya informasi tentang kontrasepsi pria dan kesehatan reproduksi
Terbatasnya jenis kontrasepsi pria (hanya kondom dan vasektomi) menjadikan pria enggan untuk menjadi peserta KB.
Anggapan masyarakat tentang KB merupakan urusan wanita
Tingginya dominasi suami dalam pengambilan keputusan perencanaan jumlah dan jarak kelahiran
Masih terbatasnya pengetahuan laki-laki dan perempuan mengenai kesetaraan dan keadilan gender dalam KB dan kesehatan reproduksi
Ketidaksetaraan gender dalam bidang KB dan kesehatan reproduksi akan berpengaruh pada keberhasilan program. Salah satu upaya untuk mengurangi ketidaksetaraan gender adalah suami atau istri diharapkan dapat menjadi
(58)
motivator bagi suami atau istrinya untuk menjadi akseptor KB dan jika memungkinkan menjadi motivator bagi masyarakat luas.
2.6.8. Budaya (kepercayaan)
Program KB tidak hanya menyangkut masalah demografi dan klinis tetapi juga dimensi sosial seperti agama, norma masyarakat, budaya, dan lain-lain. Oleh karena itu, agar program KB dapat berjalan dengan lancar diperlukan pendekatan secara menyeluruh terhadap faktor-faktor di atas termasuk pendekatan kepada tokoh-tokoh adat. Peran tokoh adat dalam program KB sangat penting karena peserta KB memerlukan pegangan, pengayoman, dan dukungan yang kuat yang hanya dapat diberikan oleh tokoh adat. Pada awalnya, program KB banyak ditentang oleh tokoh-tokoh adat. Tetapi akhirnya para tokoh adat tersebut mulai dapat menerima setelah para diberi pengertian bahwa program KB tidak bertentangan dengan budaya dan merupakan salah satu upaya untuk memerangi kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, dan ketidakpedulian masyarakat.
Pandangan setiap budaya terhadap KB berbeda-beda sesuai dengan ajarannya masing-masing. Sejumlah faktor budaya dapat memengaruhi klien dalam memilih metode kontrasepsi. Faktor-faktor ini meliputi salah pengertian dalam masyarakat mengenai berbagai metode, kepercayaan religius, serta tingkat pendidikan dan persepsi mengenai resiko kehamilan dan status wanita. Penyedia layanan harus menyadari bagaimana faktor-faktor tersebut memengaruhi pemilihan metode di daerah mereka dan harus memantau perubahan–perubahan yang mungkin mempengaruhi pemilihan metode. Oleh karena itu, agar program KB dapat berjalan dengan lancar diperlukan pendekatan secara menyeluruh
(59)
41
termasuk pendekatan kepada tokoh masyarakat ataupun tokoh agama. Peran tokoh masyarakat dan agama dalam program KB sangat penting karena peserta KB memerlukan pegangan, pengayoman dan dukungan yang kuat yang hanya dapat diberikan oleh tokoh masyarakat ataupun tokoh agama (BKKBN, 2010).
2.6.9. Aksesibilitas Pelayanan KB Pria
Adanya kemudahan dan ketersediaan sarana pelayanan berdampak positif terhadap penggunaan suatu alat kontrasepsi. Menurut suami pelayanan KB pria yang paling disukai adalah dekat dengan rumah atau dekat dari tempat mereka bekerja (48,85%), sebanyak 12,8% menginginkan tempat pelayanan dengan trasportasi yang mudah, biaya terjangkau (9,9%), fasilitas lengkap (9,3%), dilayani dengan tenaga ahli yang ramah (9%) dan dapat menjaga privacy (2,2%). Sedangkan tempat memperoleh pelayanan KB pria adalah rumah sakit pemerintah 36,1%, Puskesmas 29,1%, dan rumah sakit swasta 8,6%.
Belum semua pelayanan kesehatan mampu memberikan pelayanan vasektomi. Hanya 5 – 81 persen pelayanan kesehatan yang menyediakan pelayanan vasektomi dengan rata-rata 41 persen pelayanan kesehatan pemerintah (Wibowo, 1994). Bahkan hasil baseline survei di 4 propinsi Sumatera Selatan, Jawa Barat, Kalimantan Barat, dan NTT tahun 2002 memperlihatkan bahwa dari 30% pelayanan kesehatan yang menyediakan pelayanan vasektomi, hanya 4% yang melayani vasektomi. Dari sisi provider terlihat bahwa keberadaan dan kesiapan provider pemberi pelayanan secara teknis telah mendukung pelaksanaan vasektomi. Namun secara mental masih ada hambatan, disamping itu mutasi
(60)
dokter terlatihpun sangat cepat . Terbatasnya akses ke tempat pelayanan disebabkan antara lain oleh :
- Citra terhadap tempat pelayanan KB yang dipersiapkan sebagai tempat pelayanan untuk wanita.
- Kurangnya tenaga terlatih untuk vasektomi
- Kurangnya motivasi provider untuk pelayanan vasektomi
- Kurangnya dukungan peralatan dan medical suplies untuk vasektomi - Kurang dukungan logistik kondom
2.6.10. Dukungan Sosial
Dukungan sosial adalah suatu kegiatan untuk mencari dukungan melalui istri, petugas kesehatan dan tokoh masyarakat baik formal dan informal. Menurut Karr (1988) dalam Notoatmodjo (2007) menyatakan ada lima faktor penentu perilaku yaitu adanya niat untuk bertindak sehubungan dengan stimulus di luar diri seseorang, dukungan dari masyarakat sekitar, tersedianya informasi yang berkaitan dengan tindakan yang dilakukan oleh seseorang, kebebasan pribadi untuk mengambil keputusan, dan kondisi situasi yang memungkinkan untuk bertindak. Partisipasi pria dalam keluarga berencana juga dipengaruhi oleh kelima faktor tersebut.
Sarason dalam Sarafino (2006) lebih jauh lagi mengatakan bahwa dukungan sosial selalu mencakup 2 hal penting, yaitu persepsi bahwa ada sejumlah orang yang dapat diandalkan oleh individu pada saat ia membutuhkan bantuan dan derajat kepuasan akan dukungan yang diterima berkaitan dengan persepsi individu bahwa kebutuhannya terpenuhi.
(61)
43
Sumber-sumber dukungan sosial banyak diperoleh individu dari lingkungan sekitarnya. Namun perlu diketahui seberapa banyak sumber dukungan sosial ini efektif bagi individu yang memerlukan. Sumber dukungan sosial merupakan aspek paling penting untuk diketahui dan dipahami. Dengan pengetahuan dan pemahaman tersebut, seseorang akan tahu kepada siapa individu akan mendapatkan dukungan sosial sesuai dengan situasi dan keinginannya yang spesifik, sehingga dukungan sosial memiliki makna yang berarti bagi kedua belah pihak.
Menurut Sarafino (2006), sumber - sumber dukungan sosial, yaitu :
a. Sumber artifisial
Dukungan sosial artifisial adalah dukungan sosial yang dirancang ke dalam kebutuhan primer seseorang, misalnya dukungan sosial akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan sosial.
b. Sumber natural
Dukungan sosial yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupannya secara spontan dengan orang-orang yang berada di sekitarnya, misalnya anggota keluarga, teman dekat atau relasi. Dukungan sosial ini bersifat non-formal.
2.7. Landasan Teori
Sebuah teori yang dikembangkan oleh Lawrence Green pada tahun 1980 yang dikutip dalam Notoadmojo (2003) menjelaskan bahwa perilaku dipengaruhi
(62)
oleh 3 faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong. Faktor predisposisi terdiri dari pengetahuan, sikap, ekonomi. Faktor pendukung terdiri dari faktor fisik, tersedia atau tidaknya sarana dan prasarana kesehatan serta kemudahan dalam mencapai tempat pelayanan (jarak dan waktu). Faktor pendorong terdiri dari petugas kesehatan kompeten, sikap dan perilaku petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan.
2.8. Kerangka Konsep Faktor Predisposisi :
1. Pengetahuan 2. Sikap
3. Pendidikan 4. Umur Istri 5. Jumlah Anak 6. Budaya
Partisipasi suami dalam program Keluarga
Berencana
Faktor Pendorong :
1. Dukungan Istri 2. Dukungan Sosial
Faktor Pendukung :
1. Aksesibilitas Pelayanan KB 2. Tingkat Pendapatan
(63)
45 BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional (sekat silang) untuk mengetahui determinan partisipasi suami dalam program Keluarga Berencana di Desa Dolat Rayat Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo tahun 2015.
3.2.Lokasi dan waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Dolat Rayat Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo dengan alasan lokasi ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai determinan partisipasi suami dalam program Keluarga Berencana. 3.2.2. Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai Januari 2015 sampai dengan Mei 2015.
3.3.Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh suami pasangan usia subur yang bertempat tinggal di Desa Dolat Rayat Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo, yang berjumlah sekitar 423 orang.
3.3.2. Sampel
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara Simple Random Sampling, yang mana setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai
(64)
kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel. Jumlah sampel yang akan diteliti dihitung dengan menggunakan rumus Lemeslow (1997), sebagai berikut:
n =
N = Besar populasi = 423
Z = Tingkat kepercayaan (95% = 1,96) p = Proporsi populasi (0,5)
d = Galat pendugaan (0,1) n =
= = 78,42 = 78 Orang
Dari perhitungan diatas didapat jumlah sampel sebanyak 78 Orang. Responden yang digunakan adalah suami PUS di Desa Dolat Rayat Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo.
3.4.Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari suami PUS melalui pengukuran dengan cara mengisi kuesioner yang dipandu oleh peneliti untuk mengetahui determinan partisipasi suami dalam program Keluarga Berencana di Desa Dolat Rayat.
(1)
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Point Probability
Pearson Chi-Square 4.551a 1 .033 .042 .033
Continuity Correctionb 2.971 1 .085
Likelihood Ratio 6.912 1 .009 .042 .033
Fisher's Exact Test .042 .033
Linear-by-Linear Association
4.493c 1 .034 .042 .033 .033
N of Valid Cases 78
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,60. b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is -2,120.
Pendapatan * Partisipasi Suami dalam Program KB Crosstab
Partisipasi Suami dalam Program KB
Total
Tidak Ya
Pendapatan <1.200.000 Count 17 1 18
Expected Count 16.4 1.6 18.0
% within Pendapatan 94.4% 5.6% 100.0% % within Partisipasi
Suami dalam Program KB
23.9% 14.3% 23.1%
% of Total 21.8% 1.3% 23.1%
>1.200.000 Count 54 6 60
Expected Count 54.6 5.4 60.0
% within Pendapatan 90.0% 10.0% 100.0% % within Partisipasi
Suami dalam Program KB
76.1% 85.7% 76.9%
% of Total 69.2% 7.7% 76.9%
Total Count 71 7 78
Expected Count 71.0 7.0 78.0
(2)
% within Partisipasi Suami dalam Program KB
100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 91.0% 9.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Point Probability
Pearson Chi-Square .335a 1 .563 .684 .487
Continuity Correctionb .012 1 .914
Likelihood Ratio .369 1 .543 .684 .487
Fisher's Exact Test 1.000 .487
Linear-by-Linear Association
.331c 1 .565 .684 .487 .341
N of Valid Cases 78
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,62. b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is ,575.
TotalDukunganistri * Partisipasi Suami dalam Program KB Crosstab
Partisipasi Suami dalam Program KB
Total
Tidak Ya
TotalD baik Count 1 5 6
Expected Count 5.5 .5 6.0
% within TotalD 16.7% 83.3% 100.0%
% within Partisipasi Suami dalam Program KB
1.4% 71.4% 7.7%
% of Total 1.3% 6.4% 7.7%
kurang Count 70 2 72
Expected Count 65.5 6.5 72.0
% within TotalD 97.2% 2.8% 100.0%
% within Partisipasi Suami dalam Program KB
98.6% 28.6% 92.3%
(3)
Total Count 71 7 78
Expected Count 71.0 7.0 78.0
% within TotalD 91.0% 9.0% 100.0%
% within Partisipasi Suami dalam Program KB
100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 91.0% 9.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Point Probability Pearson Chi-Square 43.996a 1 .000 .000 .000
Continuity Correctionb 34.687 1 .000
Likelihood Ratio 23.419 1 .000 .000 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association
43.432c 1 .000 .000 .000 .000
N of Valid Cases 78
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,54. b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is -6,590.
TotalDukunganSosial * Partisipasi Suami dalam Program KB Crosstab
Partisipasi Suami dalam Program KB
Total
Tidak Ya
TotalDS baik Count 1 1 2
Expected Count 1.8 .2 2.0
% within TotalDS 50.0% 50.0% 100.0%
% within Partisipasi Suami dalam Program KB
1.4% 14.3% 2.6%
% of Total 1.3% 1.3% 2.6%
kurang Count 70 6 76
Expected Count 69.2 6.8 76.0
(4)
% within Partisipasi Suami dalam Program KB
98.6% 85.7% 97.4%
% of Total 89.7% 7.7% 97.4%
Total Count 71 7 78
Expected Count 71.0 7.0 78.0
% within TotalDS 91.0% 9.0% 100.0%
% within Partisipasi Suami dalam Program KB
100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 91.0% 9.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Point Probability
Pearson Chi-Square 4.229a 1 .040 .172 .172
Continuity Correctionb .645 1 .422
Likelihood Ratio 2.350 1 .125 .172 .172
Fisher's Exact Test .172 .172
Linear-by-Linear Association
4.175c 1 .041 .172 .172 .166
N of Valid Cases 78
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,18. b. Computed only for a 2x2 table
(5)
(6)