Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Al-Falah di Desa Kauman Lor Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang pada Tahun 1980-2010 T1 152008012 BAB I

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Politik etis adalah politik balas budi atau politik kehormatan, namun
tidak lepas dari intrik-intrik politik dan memiliki tujuan didalamnya, hal yang
pada awalnya balas budi atau politik kehormatan ternyata tidak sejalan dengan
apa yang dibuat pada tujuan awal politik tersebut. Terbukti dengan masih
adanya suatu keinginan dan kepentingan implisit dalam realisasinya, sebagai
contoh adalah emigrasi (transmigrasi) yang dibuat sebagai pemerataan
penduduk Jawa dan Madura untuk dipindahkan ke daerah Sumatra Utara dan
Selatan ternyata masih ada keinginan untuk mencari keuntungan sebesarbesarnya dari kebijakan tersebut (H. Baudet & I.J. Brugmans, 1987: 176).
Meskipun sifatnya untuk mendapatkan keuntungan namun tetap saja
politik etis tersebut adalah fajar budi atau dalam bahasa Jerman adalah
Aufklarung (pencerahan) bagi bangsa Indonesia dimana fajar budi itu muncul
terlihat sinar-sinarnya dengan dibuatnya sekolah-sekolah untuk penduduk
pribumi, meskipun sebagian besar adalah untuk kelas bangsawan saja namun
untuk penduduk kelas bawah pun terdapat pendidikan meskipun sistem dan
fasilitasnya kelas dua. Dengan didirikannya sekolah bagi penduduk pribumi
maka membuka kesempatan untuk penduduk pribumi mendirikan organisasiorganisasi seperti Budi Utomo, Sarekat Islam hingga pembentukan
Volkskraad. Organisasi-organisasi tersebut adalah suatu respon dari stimulus


yang diberikan oleh politik etis dengan memajukan pendidikan (Edukasi) di
Indonesia. Selain emigrasi (transmigrasi) dan pendidikan (Edukasi), ada juga
program pada oleh politik etis yaitu perbaikan dalam bidang infrastruktur
(Irigasi). Ketiga pokok itulah yang terkenal sebagai Trilogi Van Deventer
(Kansil, 1984: 12).
Dalam penelitian ini yang akan lebih banyak dibahas adalah mengenai
pendidikan karena hal tersebut merupakan suatu masalah yang menarik karena
akan menjadi politik bumerang dan era pencerahan bagi bangsa Indonesia.
Dan secara real memang bidang pendidikanlah yang begitu besar perhatiannya
terbukti dengan munculnya tokoh, Snock Hurgronje, Abendanon, dan van
Heutz. Dalam pelaksanaanya ada dua pendapat yang berbeda mengenai dua
sistem yang dikemukakan oleh para ahli.
Pendidikan Islam yang berkembang pada saat itu hanya pendidikan yang
sifatnya masih lokal dan konservatif seperti surau, langgar, dan pesantren.
Mata pelajaran yang diajarkan adalah ilmu-ilmu agama saja dan tidak
mengajarkan pelajaran-pelajaran yang sifatnya umum. Pendapat yang
dikemukakan oleh para ahli diatas diantaranya adalah:
1.


Snouck Hurgronje direktur utama politik etis pertama (1900-1905) dan
J.H. Abendanon yang mendukung pendidikan dengan pendekatan yang
bersifat elitis yaitu pendidikan yang bergaya Eropa dengan bahasa
Belanda sebagai bahasa pengantarnya, dengan tujuan menjadikan
kalangan elit yang cakap dalam birokrasi dan tahu terima kasih.

2.

Idenburg dan Gubernur Jendral van Heutz (1904-1909) yang mendukung
pendidikan dengan pendekatan yang bersifat merakyat (grass root)
dengan bahasa daerah sebagai bahasa pengantarnya.
Tujuan dari pendidikan yang bergaya elitis adalah menghasilkan

pimpinan bagi zaman pencerahan baru Belanda-Indonesia, sedangkan tujuan
pendidikan bergaya merakyat (grass root) adalah memberikan sumbangan
langsung bagi kesejahteraan rakyat (Sartono kartodirjo, 1993: 31). Namun
permasalahan yang dihadapai oleh kedua sistem ini adalah ketidakcukupan
dana yang memadai dan tidak menghasilkan sesuatu yang diinginkan dari
tujuan awalnya.
Pada awal tahun 1850 Pemerintah Hindia Belanda mulai mendirikan

“Sekolah Rendah Bumiputera Kelas Satu” yang lama pendidikannya 5 tahun
dan diperuntukkan bagi anak pegawai pamong praja (golongan Priyayi)
bangsa Indonesia. Pada tahun 1851 Pemerintah mendirikan Sekolah Guru
Negeri yang dikenal Kweekschool di Surakarta. Akhir abad ke-19 didirikan
“Sekolah Rendah Bumiputera Kelas Dua” dengan lama pendidikan 4 tahun.
“Sekolah Kelas Dua” ini diperuntukkan bagi golongan rakyat biasa. Tahun
1879 berdiri “Sekolah Kepala” atau “Hoofdenschool” bagi anak bupati. Tahun
1990 sekolah ini diubah kurikulumnya dan diberi nama Opleiding School van
Inlandsche Ambtenaren (OSVIA) dengan lama pendidikan 5 tahun.
(Departemen P & K, 1977 : 23-24).
Terdapat juga Sekolah Rendah untuk orang Eropa yang disebut
Europeesche Lagere School (ELS) yang didirikan bagi anak Eropa (Belanda),

Timur Asing dan orang terkemuka bangsa Indonesia dengan syarat mengerti
Bahasa Belanda. Orang Indonesia yang telah tamat dari ELS dapat
melanjutkan ke Sekolah Dokter Jawa atau School tot Opleiding Van
Inlandsche Artsen (STOVIA) dengan lama pendidikan 3 tahun dan 6 tahun
pelajaran kedokteran penuh.
Adanya pendidikan Barat yang dibuka oleh Belanda tidak dapat ditolak
akan memunculkan banyak elite rendahan yang mempunyai dasar pendidikan

yang lebih tinggi. Para lulusan sekolah tinggi tersebut merupakan elite baru
atau priyayi Jawa baru. Mereka berusaha untuk mendapat tempat dalam
masyarakat.
Kalangan priyayi Jawa “baru” atau “lebih rendah” dan pejabat-pejabat
yang maju memandang pendidikan sebagai kunci menuju kemajuan adalah
kelompok pertama yang membentuk suatu organisasi modern (Ricklefs, 1993:
248). Organisasi modern yang dimaksud adalah organisasi yang mempunyai
pimpinan, ideologi yang jelas, dan anggota (Suhartono, 2001: 30).
Perkembangan pendidikan

menjadikan

masyarakat Indonesia yang

tadinya tidak mengenal huruf menjadi mengenal huruf. Dan dengan
pendidikan masyarakat juga dapat mengetahui ilmu pengetahuan tidak hanya
ilmu pengetahuan tentang agama saja namun juga ilmu pengetahuan umum,
yang sebelumnya hanya ada dalam lembaga pendidikan pesantren saja
kemudian timbul sekolah-sekokah umum. Baik yang berupa buatan Belanda
maupun Indonesia seperti Tanam Siswa dan lain-lain.


Dalam perkembangannya pondok pesantren dianggap sebagai lembaga
pendidikan

Islam

tertua

di

Indonesia

telah

berhasil

menunjukkan

kemampuannya dalam mencetak kader-kader ulama dan telah berjasa dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa dan keberhasilannya dalam menanamkan

sikap mandiri dan disiplin. Hal tersebut dimaksudkan untuk mencari
kelebihan-kelebihan yang dimilikinya. Meskipun kadang-kadang masih
berupa benih-benih potensi dengan tanpa menampikkan kekurangankekurangannya.
Dalam kehidupan sehari-hari dapat diamati bahwa pesantren telah
mendidik santrinya menjadi orang yang taat beragama dan beraklaq mulia.
Pesantren yang menggunakan pendekatan holistik dalam pendidikannya
menjadikan semua aktifitas yang dilaksanakan didalamnya sebagai satu
kesatuan yang mengantarkan santri mencapai tujuan yang dicita-citakan. Hal
itulah yang akan menjadi modal bagi santri untuk meningkatkan potensi yang
ada dalam dirinya, karena sebaik-baik apapun ilmu pengetahuan jika tidak
diketahui, dipahami, dihayati dan diamalkan tidak akan berpengaruh apa-apa
dalam kehidupan masyarakat (Samsul Nizar, 2002: 90).
Pendidikan yang ada di pesantren pada mulanya mendominasi pelajaranpelajaran agama saja yang biasanya materi disajikan dalam bahasa Arab
(Yasmadi, 2002: 78).

Maka bisa dikatakan ada penyempitan orientasi

kurikulum dalam lingkungan pendidikan pesantren, karena penekanan yang
berlebihan terhadap satu aspek disiplin, keilmuan tertentu, sehingga
mengabaikan aspek keilmuan yang lain. Dalam perkembangannya, yaitu sejak


kemerdekaan Indonesia, tidak sedikit pesantren yang menerapkan pendidikan
dengan sistem Madrasah, dan kini terus berkembang sejalan dengan
perkembangan sosial yang ada, bahkan sejumlah pesantren membuka sekolahsekolah umum seperti Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama
(SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK). Hal ini terjadi karena adanya kesadaran dilingkungan pengasuh
pesantren, bahkan tidak semua alumni pesantren ingin menjadi ulama; ustadz
ataupun da’i. Yang banyak dari mereka justru menjadi warga biasa yang
memerlukan pengetahuan dan ketrampilan tertentu.
Di Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang terdapat 3 pondok
pesantren yaitu pondok pesantren Darussalam, pondok pesantren Nurul Huda
dan pondok pesantren Al-Falah. Sistem pendidikan yang digunakan pondok
pesantren Darussalam dan pondok pesantren Nurul Huda ini sama yaitu lebih
kepada pemahaman Al-Qur’an dan menghafal kitab Tauhid, sedangkan sistem
pendidikan pondok pesantren Al-Falah yaitu hampir sama dengan sistem
pendidikan pada ke-2 pondok pesantren tersebut, namun yang membedakan
adalah bahwa di pondok pesantren Al-Falah ini diajarkan ketrampilan
menjahit, dan ketrampilan dalam bidang mekanik motor yang diajarkan pada
santrinya. Santri-santri yang ada di pondok pesantren Al-Falah berasal dari
daerah lain. Ada juga santri yang berasal dari daerah luar Jawa seperti Sumatra

dan Jambi. Pondok pesantren Al-Falah pada tahun 1980 ini merupakan masa
pembaharuan karena pada tahun 1980 KH. Masrur mendirikan Madrasah
Diniyyah, Taman Pendidikan Al-Qur’an, dan Panti Asuhan yang diberi nama

Arri’ayah, sedangkan pada tahun 2006 sampai 2010 pondok pesantren mulai
menggenalkan ketrampilan tangan. Ketrampilan yang diajarkan pondok
pesantren Al-Falah diantaranya ketrampilan menjahit dan ketrampilan
mekanik sepeda motor. Dengan demikian peneliti ingin mengetahui
bagaimana sistem pendidikan yang ada di dalam pondok pesantren Al-Falah.
Berpijak dari sekilas uraian di atas maka penulis mengambil judul “Sistem
Pendidikan Pondok Pesantren Al-Falah di desa Kauman Lor Kecamatan
Pabelan Kabupaten Semarang Pada Tahun 1980-2010”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka dapat dirumuskan
permasalahan penelitiannya adalah “Bagaimanakah Sistem Pendidikan
Pondok Pesantren Al-Falah di desa Kauman Lor Kecamatan Pabelan
Kabupaten Semarang Pada Tahun 1980-2010 ”.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan Sistem Pendidikan
Pondok Pesantren Al-Falah di desa Kauman Lor Kecamatan Pabelan

Kabupaten Semarang Pada Tahun 1980-2010”.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan bagi dunia
pendidikan pada umumnya dan pengajaran pada khususnya. Penelitian ini
memiliki manfaat :

1.

Manfaat Akademis :
Memberikan sumbangan bagi dunia pendidikan sejarah khususnya pada
matakuliah Sejarah Pendidikan.

2.

Manfaat Praktis :
Secara praktis penelitian ini memberikan wawasan dan pemahaman
kepada generasi muda tentang sejarah pendidikan di Pondok Pesantren
selain itu juga dapat memberikan sumbangan kepada semua pihak dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan keluarga di bidang pendidikan,
sebagai


masukan

kepada

pihak

berkompeten

dalam

rangka

meningkatkan peran serta masyarakat sebagai Sumber Daya Manusia
dalam pembangunan nasional.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Studi Epidemiologi Vulvovaginitis Kandidiasis pada Siswi SMPN Pabelan Kabupaten Semarang T1 462007069 BAB I

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Al-Falah di Desa Kauman Lor Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang pada Tahun 1980-2010

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Al-Falah di Desa Kauman Lor Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang pada Tahun 1980-2010 T1 152008012 BAB II

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Al-Falah di Desa Kauman Lor Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang pada Tahun 1980-2010 T1 152008012 BAB IV

0 18 38

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Al-Falah di Desa Kauman Lor Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang pada Tahun 1980-2010 T1 152008012 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Al-Falah di Desa Kauman Lor Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang pada Tahun 1980-2010

0 1 21

T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Penyebab Kejadian Pneumonia pada Balita di Puskesmas Pabelan Kabupaten Semarang T1 BAB V

0 0 2

T1__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Penyebab Kejadian Pneumonia pada Balita di Puskesmas Pabelan Kabupaten Semarang T1 BAB IV

0 0 21

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Penyebab Kejadian Pneumonia pada Balita di Puskesmas Pabelan Kabupaten Semarang T1 BAB I

0 0 8

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pemanfaatan Layanan Kesehatan Maternal Primer di Desa Nogosaren Kecamatan Getasanabupaten Semarang T1 BAB I

0 1 15