BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN WRITING THERAPY DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BACA TULIS SISWA PENDERITA DYSLEXIA.

(1)

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN WRITING THERAPY

DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BACA TULIS SISWA PENDERITA DYSLEXIA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh :

Dyah Ekawati Putri NIM. B53212090

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA


(2)

PERIIYATAAI\

PERTANGGT]NG JAWABAIT PEI\T]LISAhT SKRIPSI

B ismi llahirrahmanirrahim

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :

: Dyah Ekawati Putri :853212090

: Bimbingan dan Konseling Islam

: Ds.Murukan Kec.Mojoagung Kab.Jombang Nama

NIM

Jurusan

Alamat

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa :

l.

Skripsi ini tidak pemah dikumpulkan kepada lembaga pendidikan tinggi

manapun untuk mendapatkan gelar akademik apapun.

2.

Skripsi ini adalah benar-benar hasil karya saya secara mandiri dan bukan merupakan hasil plagiasi atas karya orang lain.

3.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini sebagai hasil plagiasi, maka saya siap menerima sangsi dari perbuatan tersebut.

Surabaya, 19 Juli 2016

Yqggpgnyatakan,

ERAfl N*2 LPE-L,"

W;

Dvah Ekawati Putri

NIM:Bi53212090


(3)

Nama NIM

Prodi Judul

PERSETUJUAIY PEMBIMBING SKRIPSI

Dyah Ekawati Putri

853212090

BKI (Bimbingan dan Konseling Islam)

Bimbingan dan Konseling Islam dengan WritingTherapy dalam Meningkatkan Keterampilan Baca Tulis Siswa Penderita Dyslexia

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh dosen pembimbing untuk diujikan.

Surabaya, 20 Juli 2016

Telah disetujui oleh :

Dosen Pembimbing

Pffi

Dra. Pudii Rahmawati. M.Kes


(4)

(5)

$

KEMENTERIAIY

AGAMA

UMYERSITAS ISLAM

NEGERI

SUNAN

AMPEL

SURABAYA

PERPUSTAKAAN

Jl. Jend. A. Yani 117 Surabaya 6A237 Telp. 031-8431972 Fax.031-8413300

E-Mail : [email protected]

LE,MBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika UIN Sunan Ampel Surabaya, yang bertanda tangan di bauzah ini, saya:

Nama

:

Dya!

Elr*or_ Puttl

:

ba7 zt2ogO

NIM

Fakultas/Jurusan

'

?*:y*y

4r:

*y!r:Wi/

91*:t *l

lr

w-qrp-elg

lst,,

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetuiui uotuk membetikan kepada Perpustakaan

UIN Sunan Ampel Surabaya,

Hak

Bebas Royalti Non-Eksklusif atas kzlryailmizh

Msekdpsi fl Tesis []

Desertasi

tf

Lain-lain (.

...

.. ...) yarg beriudul:

f'bimbnqo^

dan

l4onsei,nq

[sla,n

deruan Wrrtrnq

T

hesapv

dalau

beserta perangkat yang dipedukan (bila ada). Dengan Hak Bebas Royaki Non-Ekslusif ini

Pelpusakaan

UIN

Sunan Ampel Surabaya bethak menyimpan, mengalih-medtafforrnat-kan,

mengelolanya

dalam

bentuk

pangkalaa

dala

(database), mendistdbusikannya, dan

menampilkan/mempublikasikannya di Intemet atau media lain secara fuIltextuntttk kepentingan

akademis tanpa petlu meminta iiin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

penulis/pencipta dan atau penetbit yang betsangkutan.

Saya betsedia untuk menangung secara ptibadi, tanpa melibatkan pihak Perpustakaan UIN

Sunan Ampel Sutabaya, segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggatan Hak Cipta

dalam karya ilmiah saya ini.

Demikian pemyataao iniyang saya buat dengan sebeoarnya.

Surabaya,

2g

,fiuttus

2016

(

(y*

Ekaaq.h'

Pyl^.

)


(6)

DAFTAR ISI

JUDUL PENELITIAN ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN OTENTISITAS SKRIPSI ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR BAGAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangMasalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Definisi Konsep ... 6

1. Bimbingan dan Konseling Islam ... 7

2. Writing Therapy ... 7

3. Dyslexia ... 8

F. Metode Penelitian ... 9

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 9

2. Subyek Penelitian ... 10

3. Jenis dan Sumber Data ... 10

4. Tahap-tahap Penelitian ... 12

5. Teknik Pengumpulan Data ... 15

6. Teknik Analisis Data ... 17

7. Teknik Keabsahan Data ... 17

G. Sistematika Pembahasan ... 20

BAB II TINJAUN PUSTAKA A. Kajian Teoritik ... 23

1. Bimbingan dan Konseling Islam ... 23


(7)

b. Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam ... 24

c. Fungsi Bimbingan dan Konseling Islam ... 25

d. Asas-ssas Bimbingan dan Konseling Islam ... 26

e. Unsur-unsur dalam Proses Bimbingan dan Konseling Islam ... 31

f. Langkah-langkah Konseling ... 32

2. Writing Therapy ... 33

a. Pengertian Writing Therapy ... 33

b. Basis Teori dari Writing Therapy bagi Dyslexia ... 38

3. Dyslexia ... 43

a. Pengertian Dyslexia ... 43

b. Faktor-faktor Penyebab Dyslexia ... 44

c. Ciri-ciriAnak Penderita Dyslexia ... 46

d. Jenis-jenis Dyslexia ... 47

e. Identifikasi Dyslexia ... 48

f. Pengaruh Negatif Anak Penderita Dyslexia ... 49

B. Penelitian Terdahulu Yang Relevan ... 50

BAB III PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Umum Objek Penelitian ... 53

1. Gambaran Umum Sekolah ... 53

2. Deskripsi Konselor dan Konseli ... 57

B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 63

1. Deskripsi Proses Pelaksanaan Bimbimngan dan Konseling Islam dengan Writing Therapy dalam Meningkatkan Keterampilan Baca Tulis Siswa Penderita Dyslexia ... 63

a. Identifikasi Masalah ... 64

b. Diagnosa ... 71

c. Prognosa. ... 72

d. Treatment ... 74

e. Evaluasi ... 81

2. Deskripsi Hasil Akhir Proses Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan Writing Therapy dalam Meningkatkan Keterampilan Baca Tulis Siswa Penderita Dyslexia ... 81


(8)

BAB IV ANALISIS DATA

A. Analisis Data Tentang Proses Pelaksanaan Bimbingan dan

Konseling Islam dengan Writing Therapy dalam

Meningkatkan Keterampilan Baca Tulis Siswa Penderita Dyslexia ... 85 B. Analisis Hasil Akhir Tentang Proses Pelaksanaan Bimbingan

dan Konseling Islam dengan Writing Therapy dalam

Meningkatkan Keterampilan Baca Tulis Siswa Penderita Dyslexia ... 92

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 99 B. Saran... 100

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Jenis Data, Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data ... 16 Tabel 2.1 Bagan Teknik ABCDE dalam REBT... 40


(10)

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Tahapan Writing Therapy ... 42 Bagan 4.1 Bagan Peningkatan Writing Therapy ... 96


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Membaca merupakan dasar utama untuk memperoleh kemampuan belajar di berbagai bidang. Melalui membaca seseorang dapat membuka cakrawala dunia, dan mengetahui apa yang sebelumnya tidak diketahui. Oleh karena itu wajar jika orang tua khawatir ketika anaknya mengalami kesulitan dalam membaca. Karena membaca merupakan kemampuan dasar yang sangat penting untuk dimiliki setiap orang, selain kemampuan menulis dan berhitung.1

Membaca, menulis dan berhitung adalah satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. Kemampuan ini telah diajarkan sejak usia dini kepada anak, terutama saat anak-anak memasuki sekolah TK bahkan PAUD. Jika anak pada sekolah lanjutan tidak memiliki atau kurang mampu menguasai kemampuan tersebut maka ia akan akan mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari berbagai bidang studi pada kelas-kelas berikutnya. Oleh karena itu, anak harus belajar membaca agar ia dapat membaca untuk belajar. Dengan dapat membaca seorang anak nantinya akan dapat menulis dan berhitung juga.

Berbeda dengan menulis dan berhitung, membaca merupakan suatu proses yang kompleks dengan melibatkan kedua belahan otak. Menggunakan mata dan pikiran sekaligus untuk mengerti apa maksud dari setiap huruf yang telah dibaca.

1


(12)

2

Kemampuan membaca setiap anak berbeda-beda, ada yang lancar, serta baik dalam memahami isi bacaan, ada pula yang kurang lancar dan kurang mampu dalam memahami isi bacaan. Perbedaan kemampuan membaca dan memahami isi bacaan inilah yang menjadikan problem dalam belajar anak, sehingga menimbulkan kesulitan belajar.2 Salah satu kesulitan dalam belajar ialah kesulitan membaca yang disebut dengan dyslexia.

Dyslexia merupakan kondisi yang berkaitan dengan kemampuan membaca yang sangat tidak memuaskan atau kesulitan dalam membaca. Seseorang yang mengalami dyslexia memiliki IQ normal, bahkan di atas normal, akan tetapi memiliki kemampuan membaca 1 atau 1 ½ tingkat di bawah IQ nya.3 Kesulitan membaca bisa timbul pada anak-anak yang mempunyai kecerdasan tinggi ataupun di bawah rata-rata. Oleh karena itu kesulitan dalam belajar jenis ini tidak tergantung pada tingkat intelegensinya.

Anak yang mengalami dyslexia akan lebih kesulitan dalam memproses informasi, seperti kemampuan dalam menyampaikan dan menerima informasi. Di samping hal tersebut, kesulitan dalam persepsi visualnya menyebabkan penderita dyslexia kesulitan dalam mengenal huruf, membaca huruf, atau membaca kata secara terbalik. Sedangkan kesulitan dalam persepsi auditori juga dapat menjadi penyebab dari kesulitan membaca karena ketidakmampuan dalam mendengarkan

2

Mulyono Abdurrahman, Anak Berkesulitan Belajar Teori, Diagnosis dan Remediasinya,

(Jakarta : Rineka Cipta,2012),hal.157-162

3

Martini Jamaris, Kesulitan Belajar: Perspektif,Asesmen, dan Penanggulangannya Bagi Anak Usia Dini dan Usia Sekolah, (Bogor : Ghalia Indah, 2014),hal.139


(13)

3

ucapan-ucapan secara baik. Dyslexia dapat disebabkan oleh faktor genetik dan faktor di luar genetik.

Gejala-gejala dyslexia dapat diidentifikasi pada waktu anak di kelas awal sekolah dasar, akan tetapi banyak anak dyslexia tidak diidentifikasi secara akurat sehingga masalah ini tidak terungkap dengan jelas. Selanjutnya kesulitan anak dalam membaca bertambah berat, akibatnya mempengaruhi harga diri anak. Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi dyslexia secara akurat sedini mungkin melalui metode membaca yang benar.

Pada anak yang lebih besar atau orang dewasa, masalah dyslexia dapat diidentifikasi melalui tanda-tanda sebagai berikut :

1. Membaca dan menulis di bawah kemampuan kelas yang diikutinya

2. Menghindari tugas membaca dan menulis

3. Sangat lambat dalam membaca dan menulis

4. Kesulitan dalam mempelajari bahasa asing

Hasil identifikasi tersebut menyimpulkan bahwa dyslexia dapat diderita oleh siapapun, baik anak-anak maupun orang dewasa.4

Anak penderita dyslexia perlu ditanggulangi sedini mungkin karena akan memberikan dampak negatif pada anak. Anak yang mengalami dyslexia pada waktu memperhatikan anak lain yang dapat membaca dengan baik akan merasa

4

Martini Jamaris, Kesulitan Belajar : Perspektif,Asesmen, dan Penanggulangannya Bagi Anak Usia Dini dan Usia Sekolah, (Bogor : Ghalia Indah, 2014),hal.141


(14)

4

bahwa dia adalah anak yang bodoh karena sulit baginya untuk membaca seperti yang dilakukan oleh temannya.

Masalah ini akan bertambah berat pada waktu anak yang bersangkutan memasuki sekolah, terlebih sekolah menengah ke atas (SMA), seperti yang dialami oleh salah seorang siswa di tingkat Sekolah Menengah Atas di Mojoagung yang sekarang duduk di bangku kelas X-IIS 1 tersebut. Dia memiliki penampilan fisik yang normal, sama seperti teman sekelasnya atau teman seusianya, serta IQ 90 (di bawah rata-rata) yang memungkinkan dia dengan IQ di bawah rata-rata bisa membaca dengan baik. Akan tetapi yang terjadi adalah dia mengalami kesulitan dalam membaca dan menulis, seperti membaca dan menulis huruf maupun kata secara terbalik, membaca teks secara lambat, membaca secara tidak proporsional, sering menebak-nebak apa yang dia baca membaca tidak memperhatikan tanda baca dan kurang mampu memahami isi bacaan.

Idealnya, anak seusianya dengan tingkat pendidikan yang bukan lagi tingkat dasar (SD) atau tingkat menengah pertama (SMP), akan tetapi SMA seharusnya memiliki kemampuan membaca dan menulis yang baik. Selain kesulitan membaca, dia juga mendapat bullying dari teman seusianya, sehingga dapat mempengaruhi psikologis anak seperti rasa ketidak percayaan diri karena malu dengan kemampuan membaca yang tidak memuaskan yang sedang dia alami.

Di sisnilah peneliti sekaligus konselor tergugah sekaligus ingin sekali untuk meningkatkan keterampilan atau kemampuan membaca dan menulisnya, sehingga ia tidak lagi mendapatkan perlakuan yang kurang baik dari teman


(15)

5

seusianya maupun dapat meningkatkan prestasinya di sekolah dengan bisa membaca, menulis dan memahami serta menginformasikan kembali isi bacaan dari apa yang dia baca.

Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti sekaligus konselor tertarik sekali untuk melakukan penelitian yang berjudul :

“BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN WRITING

THERAPY DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BACA TULIS

SISWA PENDERITA DYSLEXIA

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam dengan writing therapy dalam meningkatkan keterampilan baca tulis siswa penderita dyslexia?

2. Bagaimana hasil pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam dengan writing therapy dalam meningkatkan keterampilan baca tulis siswa penderita dyslexia?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui proses pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam dengan writing therapy dalam meningkatkan keterampilan baca tulis siswa penderita dyslexia.

2. Untuk Mengetahui hasil akhir pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam

dengan writing therapy dalam meningkatkan keterampilan baca tulis siswa penderita dyslexia.


(16)

6

D. Manfaat Penelitian

Setiap hasil penelitian tentu memiliki arti, makna dan manfaat baik yang berkaitan dengan manfaat secara teoritis maupun maupun manfaat praktis. Adapun manfaat secara teoritis dan praktis adalah :

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah wawasan bagi peneliti lain, serta pembaca pada umumnya dan bagi mahasiswa yang berkecimpung dalam bidang bimbingan dan konselng Islam tentang masalah pada seorang siswa penderita dyslexia. 2. Manfaat Praktis

a. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam mempelajari permasalahan siswa penderita dyslexia.

b. Bagi anak nantinya penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan

keterampilan baca tulis anak penderita dyslexia yang memang dirasakan membutuhkan bimbingan khusus.

c. Bagi orangtua nantinya dari hasil penelitian ini diharapkan menjadi inspirasi dan masukan yang positif sebagai upaya dalam meningkatkan keterampilan baca tulis anak penderita dyslexia sehingga anak tersebut dapat berhasil dan menyesuaikan diri seperti anak lain pada umumnya. d. Bagi guru nantinya dari penelitian ini diharapkan dapat menambah


(17)

7

bahan evaluasi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pendidik generasi penerus bangsa.

E. Definisi Konsep

Dalam pembahasan perlu peneliti membatasi dari sejumlah konsep yang

diajukan dalam penelitian yang berjudul “Bimbingan dan Konseling Islam dengan

Writing therapy dalam Meningkatkan Keterampilan Baca Tulis Siswa Penderita Dyslexia” yakni penelitian ini mempunyai definisi konsep antara lain:

1. Bimbingan Konseling Islam

Bimbingan Konseling Islam menurut Samsul Munir Amin ialah

Proses pemberian bantuan terarah, kontinue dan sistematis kepada setiap individu (oleh konselor) agar ia (konseli) dapat mengembangkan potensi keagamaan yang dimilikinya secara optimal dengan cara menginternaslisasikan nilai-nilai yang terkandung didalam AL-Qur’an dan Al

-Hadits Rasulullajh SAW.”5

Dapat diartikan pula, bahwa Bimbingan Konseling

Islam ialah proses pemberian bantuan kepada individu terhadap eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah sehingga dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.6

5

Samsul Munir, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta : Amzah, 2010), hal.23

6

Anik Masruroh dan Ragwan Albar, Bimbingan Konseling Islam dalam Mengatasi Depresi Seorang Remaja Korban Pornografi di Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jagir Wonokromo Surabaya, dalam Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam Fak.Dakwah UIN SA, vol 1, 2011, hal.164


(18)

8

2. Writing Therapy

Writing therapy atau terapi menulis merupakan salah satu teknik terapi yang dapat diterapkan dalam meningkatkan keterampilan baca tulis bagi penderita dyslexia. Terapi menulis berarti memberikan pelatihan menulis kepada anak dyslexia, dengan latihan menulis secara bertahap dimulai dari tingkat kesulitan yang rendah hingga akhirnya dapat menulis dengan baik dan benar.7

Basis teori dari writing therapy dyslexia ini mengacu pada pendekatan rational emotive behavioral therapy (REBT) dengan teknik A-B-C dan dilengkapi oleh Albert Ellis menjadi A-B-C-D-E sebagai tujuan dari konseling, tujuan konseling merupakan efek (E) yang diharapkan terjadi setelah dilakukan intervensi oleh konselor (disputing/D).

3. Dyslexia

Kata dyslexiaberasal dari bahasa Yunani “dys” berarti sulit dalam, dan

lexis” bearti huruf atau lexical. Jadi dyslexia adalah kondisi ketidakmampuan seseorang dalam membaca dan menulis. Pada umumnya merupakan gangguan yang bersifat keturunan dan bawaan dari orang tua.

Penderita dyslexia sulit dalam mengenal hubungan antara suara dan kata tertulis. Dyslexia tidak hanya terbatas pada ketidakmampuan seseorang untuk menyusun atau membaca kalimat dalam urutan terbalik, tetapi juga dalam

7

Nini Subini, Mengatasi Kesulitan Belajar Pada Anak, (Jogjakarta : Javalitera, 2011),hal.58

8


(19)

9

berbagai macam urutan, termasuk dari atas ke bawah. Dyslexia bisa terjadi pada :

a) Anak-anak yang mempunyai kesulitan dalam belajar membaca.

b) Anak-anak yang telah tumbuh remaja, walaupun sudah dapat membaca namun masih mengalami beberapa masalah.

c) Orang dewasa yang sudah lancar dalam membaca namun terjadi kerusakan

otak. Hal ini lebih mengarah pada alexia.9

Biasanya dyslexia menjadi penyebab kesulitan belajar pada anak-anak maupun dewasa. Dyslexia terjadi pada berbagai tingkat kecerdasan, baik di atas kecerdasan rata-rata maupun di bawah rata-rata. Dyslexia merupakan salah satu gangguan perkembangan fungsi otak yang terjadi sepanjang rentang hidup. Dyslexia dianggap suatu efek yang disebabkan karena gangguan dalam asosiasi daya ingat dan pemrosesan sentral yang disebut kesulitan membaca primer. Untuk dapat membaca secara automatis anak harus melalui pendidikan dan intelegensi yang normal tanpa adanya gangguan sensoris. Biasanya kesulitan ini baru terdeteksi setelah anak memasuki dunia sekolah.10

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini metode yang digunakan peneliti adalah penelitian

kualitatif deskriptif. Sebagaimana dalam buku Lexy J. Moleong metode

9

Gusdi Sastra, Neurolinguistik Suatu Pengantar, (Bandung : Alfabeta, 2011), hal.111

10


(20)

10

penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dan perilaku yang teramati.11 Penelitian ini berbentuk studi kasus, penelitian studi kasus adalah penelitian yang mendalam tentang individu, suatu kelompok, suatu organisasi (komunitas), suatu program kegiatan, dan sebagainya dalam waktu tertentu. Tujuannya untuk memperoleh diskripsi yang utuh dan mendalam. Peneliti studi kasus berupaya menelaah sebanyak mungkin data data mengenai subyek yang diteliti.12

Studi kasus menghasilkan data untuk selanjutnya dianalisis untuk menghasilkan teori. Penelitian studi kasus dilakukan secara intensif, terperinci, dan mendalam terhadap suatu gejala tertentu dari kasus yang diteliti oleh peneliti.13 Jadi, jenis penelitian yang berbentuk studi kasus adalah penelitian dilakukan secara mendalam, maksudnya pengumpulan data secara lengkap dan dilakukan secara intensif dengan mengikuti dan mengamati perilaku ataupun dampak yang terjadi pada siswa penderita dyslexia.

2. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah sasaran dan lokasi yang akan dijadikan penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi subyek sasaran penelitian adalah siswa yang menderita dyslexia.

11

Lexy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, cet.XXVI, (Bandung : Rosda Karya, 2009).hal.11

12

Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, cet.VI, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2008), hal.201

13


(21)

11

3. Jenis dan Sumber Data a. Jenis Data

1) Data Primer

Data Primer adalah data yang diperoleh dari sumber pertama melalui prosedur teknik pengambilan data yang berupa interview, observasi, maupun penggunaan instrument yang khusus dirancang sesuai tujuannya. 2) Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang mendukung atau memperjelas pembahasan masalah dalam penelitian ini yang diperoleh dari sumber tidak langsung. Berupa data dokumentasi dan arsip-arsip resmi. Dalam penelitian ini data yang diambil dari keluarganya atau data setelah melakukan konseling dengan konseli.14

b. Sumber Data 1) Konseli

Seorang siswa kelas X-IIS 1 yang menderita dyslexia di usia yang menuntutnya untuk bisa berkembang sesuai dengan kemampuan perkembangan teman seusianya dalam proses belajar mengajar dikelas terutama dalam hal membaca dan menulis.

2) Konselor

Konselor yaitu pengumpul data sekaligus orang yang membantu menangani masalah konseli dalam penelitian ini.

14


(22)

12

3) Keluarga Konseli, Teman dan Guru

Informan dalam hal ini adalah orang yang bisa diwawancarai untuk membantu mendapatkan informasi tentang konseli, informasi ini diperoleh dengan mewawancarai anggota keluarganya seperti ayah, ibu, serta lingkungan dia berinteraksi seperti teman dan guru di sekolah. 4. Tahap-tahap penelitian

a. Tahap Pra Lapangan

1) Menyusun rencana penelitian

Peneliti membuat rumusan masalah yang dijadikan obyek penelitian,

kemudian membuat usulan judul penelitian sebelum melaksanakan

penelitian hingga membuat proposal penelitian. 2) Memilih Lapangan Penelitian

Pemilihan dalam memilih penelitian lapangan adalah dengan cara mempertimbangkan teori apakah yang sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan. Berdasarkan pertimbangan peneliti memilih penelitian lapangan di sekolah Madrasah Aliyah Negeri Mojoagung sebagai obyek atau lokasi penelitian karena memang terdapat siswa yang menderita dyslexia.

3) Mengurus Perizinan

Setelah memilih lapangan penelitian, peneliti mengurus surat izin kepada ketua jurusan BKI, dan dekan fakultas dakwah dan komunikasi. Peneliti


(23)

13

juga mengurus perizinan kepada pihak sekolah terkait dan konseli

beserta keluarga yang bersangkutan dalam penelitian ini. 4) Menjajaki dan menilai keadaan lingkungan

Peneliti terjun langsung kelapangan untuk mewawancarai orang-orang yang terkait agar mengetahui langkah selanjutnya yang menjadi keputusan peneliti selanjutnya

5) Menyiapkan perlengkapan penelitian

Peneliti menyiapkan sejumlah perlengkapan penelitian baik hardtools maupun softtools, seperti alat tulis, buku, map, pedoman wawancara, dan semua yang berhubungan dengan penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan deskripsi data di lapangan.

b. Tahap Lapangan

1. Memahami latar penelitian dan persiapan diri

Untuk memasuki lapangan, peneliti perlu memahami latar belakang penelitian, bisa menempatkan diri, menyesuaikan penampilan dengan

kebiasaan dari tempat penelitian terlebih dahulu, selain itu

mempersiapkan fisik maupun mental juga diperlukan agar penelitian berjalan dengan lancar dan efektif.

2. Memasuki lapangan

Dalam memasuki lapangan, seorang peneliti menciptakan hubungan antara peneliti dan subyek yang sudah melebur sehingga seolah-olah tidak lagi ada dinding pemisah diantara keduanya.


(24)

14

Selain itu penyesuaian bahasa juga diperlukan, karena dalam menciptakan

hubungan diperlukan bahasa yang sama antara peneliti dan subyek.

Sehingga subyek dengan sukarela memberikan informasi yang diperlukan.

3. Berperan serta sambil mengumpulkan data

Dalam tahap ini peneliti mulai memperhatikan waktu, tenaga, biaya, serta pembuatan filed notes. Filed notes atau catatan lapangan dibuat peneliti sewaktu melakukan pengamatan, wawancara, atau menyaksikan suatu

kejadian tertentu. Dalam pengumpulan data peneliti juga

memperhatikan sumber data lainnya seperti : dokumen, laporan, foto, gambar yang sekiranya perlu dijadikan informasi bagi peneliti.

c. Tahap Analisis Data

Tahap analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan mengurututkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. peneliti menganalisis data dari lapangan kemudian peneliti menyajiakan data dengan cara mendeskripsikan masalah siswa yang menderita dyslexia.

d. Tahap Penulisan Laporan

Peneliti menyusun data yang selama ini yang diperoleh selama penelitian di lapangan. Penulisan laporan ditulis sesuai fakta yang ada dilapangan. Setting pertama, penelitian yang meliputi deskripsi tentang


(25)

15

sekolah dan konseli. Setting kedua, upaya bimbingan konseling dengan writing therapy dalam meningkatkan keterampilan baca tulis siswa penderita dyslexia. Setting ketiga, analisa upaya bimbingan konseling dengan writing therapy dalam meningkatkan keterampilan baca tulis siswa penderita dyslexia.

5. Teknik Pengumpulan Data a. Interview atau wawancara

Interview atau wawancara merupakan bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seeseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu. Dalam penelitian ini teknik wawancara dilakukan terhadap konseli dan informan guna mendapatkan data-data yang mendukung dalam penelitian bimbingan dan konseling Islam dengan writing therapy dalam meningkatkan keterampilan baca tulis siswa penderita dyslexia.15

b. Observasi

Observasi adalah peninjauan secara cermat, dalam penelitian bimbingan dan konseling Islam dengan writing therapy dalam meningkatkan keterampilan baca tulis siswa penderita dyslexia, peneliti akan melihat dan

15

Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, cet.II, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002), hal.180


(26)

16

bahkan terlibat secara langsung bagaimana kehidupan sehari-hari yang terjadi pada konseli. 16

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah rekaman peristiwa yang lebih dekat dengan percakapan, menyangkut persoalan pribadi, memerlukan interpretasi yang berhubungan sangat dekat dengan konteks rekaman peristiwa tersebut.17

Tabel 1.1

Jenis, sumber data dan teknik pengumpulan data

No Jenis Data Sumber Data TPD

1 Gambaran umum lokasi

penelitian Informan I + O + D

2 Deskripsi latar belakang konselor, konseli, dan keluarga

Konseli, keluarga

dan informan I + O

3 Bentuk-bentuk masalah yang

dialami siswa penderita dyslexia

Keluarga dan

informan I + O

5 Pelaksanaan bimbingan

konseling islam

Konseli dan

konselor I + O

6

Perubahan perilaku konseli setelah pelaksaan bimbingan konseling islam

Konseli dan

konselor I + O

16

Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R Dan D, (Bandung : Alfabeta, 2011), hal.231

17

Burhan Bungin, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2006), hal.130


(27)

17

Keterangan :

TPD : Teknik Pengumpulan Data

I : Interview

O : Observasi

D : Dokumentasi

6. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data adalah sebuah proses mencari dan menyusun

secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan.18

Penelitian ini bersifat studi kasus, untuk itu analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif komparatif yaitu setelah data terkumpul dan diolah maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data tersebut. Analisis dilakukan untuk mengetahui proses serta hasil pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam dengan writing therapy dalam meningkatkan keterampilan baca tulis siswa penderita dyslexia yang dilakukan dengan analisis

18

Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R dan D, (Bandung : Alfabeta, 2011), hal.224


(28)

18

deskriptif komparatif, yakni membandingkan pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam di lapangan dengan teori pada umumnya, serta membandingkan kondisi konseli sebelum dan sesudah dilaksanakannya proses konseling.

7. Teknik Keabsahan Data

Dalam hal ini peneliti sebagai instrumennya langsung menganalisa data lapangan untuk menghindari kesalahan-kesalahan. Maka untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam penelitian ini harus mengetahui tingkat keabsahan data, antara lain :

a. Perpanjangan Keikutsertaan

Keikutsertaan peneliti berarti peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data. Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat, tetapi memerlukan perpanjangan kekutsertaan pada latar penelitian. Dengan memperpanjang keikutsertaan peneliti dapat menguji

ketidakbenaran informasi baik berasal dari responden maupun

kesalahpahaman sendiri dalam menangkap informasi.

Hal ini dilakukan untuk memperkuat pengumpulan data dengan kata lain supaya data yang terkumpul benar-benar valid dan dapat dipertanggung jawabkan.

b. Ketekunan Pengamatan

Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri atau unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang


(29)

19

sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Sehingga data tersebut dapat dipahami dan tidak diragukan lagi.

Peneliti hendaknya mengadakan pengamatan dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang menonjol. Kemudian menelaah secara rinci sampai pada tahap awal tampak salah satu atau seluruh faktor yang ditelaah sudah dipahami dengan cara yang biasa. Untuk keperluan teknik ini menuntut agar peneliti mampu menguraikan secara rinci bagaimana proses penemuan secara tentatif dan penelaahan secara rinci tersebut dapat dilakukan.

c. Triangulasi

Triangulaasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Denzim (1978) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemerikasaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, petode penyidik dan teori.

Triangulasi sebagai sumber berita membandingkan data, mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Hal ini dapat dicapai dengan jalan :

1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara

2) Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang di depan umun dengan apa yang dikatakan orang secara pribadi


(30)

20

3) Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu

4) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang pemerintahan 5) Membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan

Triangulasi dengan metode Patton terdapat dua strategi yaitu :

1) Pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data

2) Pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama

Jadi triangulasi peneliti dapat mericheck temuannya dengan jalan membandingkan dengan berbagai sumber, metode dan teori.

Untuk itu peneliti dapat melakukan dengan jalan : 1) Mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan 2) Mengeceknya dengan berbagai sumber data

3) Memanfaatkan berbagai metode agar pengecekan kepercayaan data dapat dilakukan.19

19


(31)

21

G. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah dalam pembahasan dan penyusunan dalam

skripsi, maka peneliti menyusun sistematik pembahasannya sebagai berikut: 1. Bagian Awal

Bagian awal terdiri dari : judul penelitian (sampul), persetujuan pembimbing skripsi, pengesahan tim penguji, motto, persembahan, penyataan pertanggungjawaban penulisan skripsi, abstrak, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel dan daftar skema.

2. Bagian Inti

Bab I merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, yang berisikan alasan atau permasalahan yang mendasari penulisan skripsi, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, definisi konsep, metode penelitian, serta sistematika pembahasan,

Bab II merupakan kajian teoritik, yang berisi teori-teori yang digunakan dalam penelitian, di dalam landasan teori yaitu terdapat pengertian bimbingan dan konseling Islam, tujuan dan fungsi bimbingan dan konseling Islam, asas-asas dan unsur-unsur, serta langkah-langkah bimbingan dan konseling Islam. Pengertian writing therapy, Basis teori konseling dari writing therapy bagi dyslexia. Pengertian dyslexia, faktor penyebab, ciri-ciri anak penderita dyslexia, jenis-jenis dyslexia, dan identifikasi serta pengaruh negatif anak penderita dyslexia.


(32)

22

Bab III pada bagian ini menjelaskan tentang penyajian data yang berupa deskripsi umum obyek penelitian serta deskripsi proses dan hasil penelitian yaitu writing therapy dalam meningkatkan keterampilan baca tulis penderita dyslexia.

Bab VI ini menjelaskan analisis data dari proses dan hasil penelitian yang dilakukan sebelum, selama, dan sesudah penelitian dilakukan.

Bab V merupakan bagian penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

3. Bagian Akhir

Dalam bagian akhir berisi tentang daftar pustaka dan lampiran-lampiran.


(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teoritik

1. Bimbingan dan Konseling Islam

a. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam

Bimbingan dan konseling Islam secara etimologis merupakan akronim dari istilah yang berasal dari bahasa Inggris dan bahasa Arab, Istilah dari bahasa Inggris guidance and counseling. Kata guidance itu sendiri berasal dari kata kerja to guide yang secara bahasa berarti menunjukkan, membimbing atau menuntun orang lain ke jalan yang benar. Sedangkan dalam bahasa Arab dalam bentuk masdar yang secara harfiah berarti selamat, sentosa atau damai. Dari kata kerja sallma diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri. Dengan demikian arti pokok Islam secara kebahasaan adalah ketundukan, keselamatan, dan kedamaian.20

Hakikat Bimbingan dan konseling Islam adalah upaya membantu individu belajar mengembangkan fitrah dan atau kembali kepada fitrah dengan cara memberdayakan iman, akal, dan kemauan yang dikaruniakan Allah SWT. kepadanya untuk untuk mempelajari tuntutan Allah dan

20

Aswadi,Iyadah dan Ta’ziyah Perspektif Bimbingan Konseling Islam, (Surabaya : Dakwah Digital Press, 2009), hal. 8-9


(34)

24

Nya agar fitrah yang ada pada individu berkembang dengan benar dan kukuh sesuai dengan tuntunan Allah.21

Bimbingan dan konseling Islam menurut Samsul Munir Amin ialah

Proses pemberian bantuan terarah, kontinue dan sistematis kepada setiap individu (oleh konselor) agar ia (konseli) dapat mengembangkan potensi an agaman yang dimilikinya secara optimal dengan cara menginternaslisasikan nilai-nilai yang terkandung didalam AL-Qur’an dan Al-Hadits Rasulullajh

SAW.”22

Dapat diartikan pula, bahwa bimbingan konseling Islam ialah proses pemberian bantuan kepada individu terhadap eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah sehingga dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.23 b. Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam

Tujuan bimbingan dan konseling Islam secara umum ialah untuk membantu individu mewujudkan dirinya menjadi manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Sedangkan tujuan khususnya diuraikan menjadi tiga kategori yaitu :

a. Membantu mencegah individu agar tidak menghadapi atau menemui masalah.

21

Anwar Sutoyo, Bimbingan dan Konseling Islami (Teori dan Praktik), (Jogjakarta : Pustaka Pelajar, 2013), hal.22

22

Samsul Munir, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta : Amzah, 2010), hal.23

23

Anik Masruroh dan Ragwan Albar, Bimbingan Konseling Islam dalam Mengatasi Depresi Seorang Remaja Korban Pornografi di Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jagir Wonokromo Surabaya, dalam Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam Fak.Dakwah UIN SA, vol 1, 2011, hal.164


(35)

25

b. Membantu individu mengatasi masalah yang sedang dihadapinya.

c. Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang baik atau yang telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain.24 c. Fungsi Bimbingan dan Konseling Islam

Fungsi bimbingan dan konseling Islam dapat dikelompokkan menjadi tiga sifat yaitu tradisional, umum dan khusus.

1. Secara tradisional, fungsi bimbingan dan konseling Islam dapat digologkan pada tiga bentuk, yaitu :

a. Fungsi remedial atau rehabilitatif, yang berkaitan dengan penyesuaian diri, penyembuhan masalah psikologis, pemulihan kesehatan mental dan mengatasi gangguan emosional.

b. Fungsi edukatif, pendidikan maupun pengembangan yang terkait dengan bantuan peningkatan keterampilan-keterampilan maupun kecakapan hidup.

c. Fungsi preventif (pencegahan), upaya ini dapat ditempuh melalui pengembangan strategi dan program-program yang dapat digunakan untuk mengantisipasi dan menghindarkan berbagai resiko hidup yang tidak perlu.

24

Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konsling dalam Islam, Cet.III, (Jogjakarta : UII Press Jogjakarta, 2004), hal.36


(36)

26

2. Secara umum, fungsi bimbingan dan konseling Islam dapat digolongkan pada lima bentuk, yaitu :

a. Fungsi pemahaman (Understanding) b. Fungsi pengendalian (Control) c. Fungsi pengembangan (Development)

d. Fungsi peramalan (Prediction) e. Fungsi pendidikan (Education)

3. Secara Spesifik, fungsi bimbingan dan konseling Islam dapat digolongkan pada empat bentuk, yaitu :

a. Fungsi pencegahan (Prefention)

b. Fungsi penyembuhan dan Perawatan(Treatment) c. Fungsi penyucian (Stenisasi)

d. Fungsi pembersihan (Punfication)25 d. Asas-asas Bimbingan dan Konseling Islam

Asas merupakan pernyataan fundamental atau kebenaran umum yang dapat dijadikan pedoman pemikiran dan tindakan yang muncul dari hasil penelitin dan tindakan. Asas merupakan sebuah prinsip, dasar atau landasan ilmu pengetahuan yang dijadikan pedoman dan tujuan dalam bertindak. Asas sifatnya permanen, umum dan setiap ilmu pengetahuan memiliki asas yang mencerminkan intisari kebenaran-kebenaran dasar dalam bidang ilmu

25

Aswadi, Iyadah dan Ta’ziyah Perspektif Bimbingan Konseling Islam, (Surabaya : Dakwah Digital Press, 2009), hal. 14-15


(37)

27

tersebut. Asas merupakan dasar tapi bukan sesuatu yang absolut atau mutlak, artinya penerapan asas harus mempertimbangkan keadaan-keadaan khusus dan keadaan yang berubah-ubah.26

Bimbingan dan konseling Islam merupakan ilmu pengetahuan yang memiliki beberapa asas-asas yang dijadikan konselor sebagai pedoman pelaksanaan konseling kepada konseli. Asas bimbingan dan konseling Islam dilandasi oleh nilai-nilai ajaran Islam yang mengacu kepada akhlak Rasulullah saw., Rasulullah saw. merupakan konselor pertama dalam Islam yang membimbing, mengarahkan, menuntun dan menasehati umat agar beriman kepada agama tauhid (Islam), melalui bimbingan, arahan, tuntunan dan nasehatnya, manusia memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Kepribadiannya menjadi contoh teladan yang baik bagi pemecahan masalah para sahabat ketika itu.27 Sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Ahzab ayat 21.







Artinya : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah”.28

26

Malayu S.P Hasibuan, Manajemen: Dasar, Pengertian, dan Masalah, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006), 9(http://www.pengertian pengertian.com/2011/11/pengertian-asas.html, diakses 18 Mei 2016)

27

Agus Santoso, Terapi Islam, (Surabaya : IAIN Press, 2013), hal.70

28


(38)

28

Asas-asas dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam yang mencakup dari keseluruhan asas menurut peneliti ialah asas kebahagiaan dunia akhirat yang berarti bahwa :

Konselor Islami dalam pelaksanaan konseling terhadap individu memegang teguh asas atau prinsip-prinsip yang bertujuan membawa konseli untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Kehidupan yang membawa kepada kebahagiaan dunia dan akhirat merupakan hidup yang senantiasa didambakan oleh setiap muslim. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 201, yaitu :













Artinya : “Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: “Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah

Kami dari siksa neraka.”29

Kebahagian itu munculnya keriangan hati, karena kebenaran yang

dihayatinya, kebahagiaan itu suatu kelapangan dada karena prinsip yang menjadi pedoman hidupnya. Juga kebahagiaan adalah ketenangan hati karena kebaikan di sekelilingnya. Kebaikan yang kita lakukan akan mendatangkan kelegaan di hati dan ketenangan di jiwa. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Munafiqun ayat 4, yaitu :

29

Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konsling dalam Islam, cet.III, (Jogjakarta : UII Press Jogjakarta, 2004), hal.22-35


(39)

29 









Artinya : “Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. mereka Itulah musuh (yang sebenarnya) Maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)?”.

Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan dari kebenaran, karena

mereka berbuat tidak baik, orang yang berbuat tidak baik akan selalu resah, pikirannya ruwet dan tidak pernah tenang karena takut.

Oleh karena itulah maka Islam mengajarkan hidup dalam

keseimbangan, keselarasan dan keserasian antara kehidupan keduniaan dan keakhiratan agar tercapainya kebahagiaan dunia dan akhirat. Untuk mencapai itu semua, dalam membimbing konseli agar memahami maka konselor menggunakannya sebagai pedoman pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam, antara lain :

1. Fitrah dirinya (asas fitrah) yang berarti potensi diri sebagai muslim sehingga dengan demikian akan mampu mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat karena bertingkah laku sesuai dengan fitrahnya itu. 2. Ikhlas dalam membimbing dan dibimbing karena Alah SWT. (asas

Lillahita’ala). Melakukannya tanpa pamrih dan atas kesadaran diri, karena semua pihak merasa bahwa yang dilakukan adalah karena dan untuk

30’Aidh al

-Qarni, La Tahzan Jangan Bersedih. Terjemahan oleh Samson Rahman, cet XXXXXVIII, (Jakarta : Qisthi Press, 2014), hal.323


(40)

30

pengabdian kepada Allah semata, sesuai dengan fungsi dan tugasnya sebagai makhluk Allah yang harus senantiasa mengabdi kepada-Nya.

Dengan ikhlas Lillahita’ala akan menghantarkan kita kepada kebahagiaan dunia akhirat.31

3. Hidup dalam keseimbangan dunia dan akhirat akan bisa menghantarkan kita dalam kebahagiaan dunia dan akhirat dengan memperhatikan pendangan kepada akhirat sebagai tujuan dan kepada dunia sebagai sarana mencapai tujuan. Sesuai dengan firman Allah dalam Quran surat Al-Qashas ayat 77, yaitu :



















Artinya : “ Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”

Dunia hanyalah sebagai tempat menanam dan akhirat adalah tempat menuai. Apa yang anda tanam disini akan menuai buahnya disana. Islam tidak mengenal amal dunia dan amal akhirat, kalaupun ingin

31

Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konsling dalam Islam, cet.III, (Yogyakarta : UII Press Yogyakarta, 2004), hal.22-35


(41)

31

menggunakan istilah kita harus berkata bahwa : “semua amal dapat menjadi amal dunia – walau shalat dan sedekah- bila ia tidak tulus.” Semua amalpun bisa menjadi amal akhirat jika ia disertai dengan keimanan dan ketulusan demi untuk mendekatkan diri kepada Allah, walaupun amal itu adalah pemenuhan naluri seksual.” “Melalui kemaluan

kamu (hubungan seks) terdapat sedekah.” Demikian sabda Nabi saw.

yang diriwayatkan oleh Imam Muslim melalui Abu Dzarr.32

Konselor menjadikan sebagai pedoman dalam pelaksanaan konseling,

agar konseli memperhatikan setiap perilakunya dan menjadikan kehidupan dunia sebagai sarana yang dapat mengantarkan pada kebahagiaan akhirat, sehingga ia bisa menjaga keselarasan, keseimbangan dan keserasian keduniaan dan keakhiratan melalui asas-asas bimbingan konseling Islam , antara lain :

1. Asas kesatuan jasmaniah-rohaniah 2. Asas keseimbangan rohaniah 3. Asas kemaujudan individu 4. Asas sosialitas manusia 5. Asas kekhalifahan manusia 6. Asas keselarasan dan keadilan 7. Asas pembinaan akhlaqul karimah

32

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hal.407-408


(42)

32

8. Asas saling menghargai dan menghormati 9. Asas musyawarah

10. Asas keahlian33

e. Unsur-unsur dalam Proses Bimbingan dan Konseling Islam

Bimbingan dan konseling Islam memiliki beberapa unsur atau

komponen yang paling terkait dan saling berhubungan satu sama lain, yaitu : 1. Konselor

Konselor adalah orang yang membantu konseli mengatasi masalahnya dalam upaya menyelamatkan konseli dari keadaan yang tidak menguntungkan baik untuk jangka pendek dan utamanya jangka panjang dalam kehidupan yang terus berubah.

2. Konseli

Konseli adalah orang yang sedang menghadapi masalah karena dia sendiri tidak mampu dalam menyelesaikan masalahnya. Sekalipun konseli adalah individu yang memperoleh bantuan, dia bukan objek atau individu yang pasif atau yang tidak memiliki kekuatan apa-apa. Dalam konteks konseling individu adalah subyek yang memiliki kekuatan, motivasi, memiliki kemauan untuk berubah dan pelaku bagi perubahan dirinya. 3. Masalah

33

Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, cet III, (Jogjakarta : UII Press, 2004), hal. 22-35


(43)

33

Menurut Sudarsono dalam kamus konseling, masalah adalah suatu keadaan yang mengakibatkan seseorang atau kelompok menjadi rugi atau sakit dalam melakukan sesuatu.34

f. Langkah-langkah Konseling 1. Menentukan masalah

Menentukan masalah dalam proses konseling dapat dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan identifikasi masalah yang dialami konseli. 2. Pengumpulan data

Setelah menetapkan masalah yang dibicarakan dalam konseling selanjutnya adalah mengumpulkan data-data konseli.

3. Analisis Data

Data-data konseli yang telah terkumpul selanjutnya dianalisis. 4. Diagnosa

Merupakan langkah konselor dalam menetapkan masalah yang dihadapi konseli melalui gejala-gejala yang ditimbulkan dan faktor-faktor penyebab timbulnya masalah.

5. Prognosa

Pada langkah ini konselor menetapkan langkah bantuan atau terapi yang akan diambil berdasarkan diagnosa.

34

Terapi Aswadi, Iyadah dan Ta’ziyah Perspektif Bimbingan Konseling Islam, (Surabaya : Dakwah Digital Press, 2009), hal. 22-27


(44)

34

Setelah ditetapkan jenis atau langkah pemberian bantuan selanjutnya adalah melaksanakan jenis bantuan yang telah ditetapkan.

7. Evaluasi atau Follow Up

Evaluasi dilakukan untuk melihat apakah upaya bantuan yang telah diberikan memperoleh hasil atau tidak.35

2. Writing therapy

a. Pengertian Writing therapy

Menulis adalah alat yang digunakan dalam melakukan dan mengekspresikan diri secara nonverbal. Oleh sebab itu, yang dimaksud menulis adalah tulisan tangan, mengarang dan mengeja. Menulis adalah suatu proses yang bersifat kompleks karena kemampuan menulis merupakan integrasi dari berbagai kemampuan, seperti persepsi visual-motorik dan kemampuan konseptual yang sangat dipengaruhi oleh kemampuan kognitif.

Beberapa penelitian yang dilakukan oleh ahli-ahli terkait menemukan bahwa kemampuan menulis berhubungan erat dengan kemampuan membaca. Hal ini disebabkan oleh persyaratan yang dibutuhkan dalam kemampuan menulis juga dibutuhkan dalam kemampuan membaca. Di dalam menulis dibutuhkan pengetahuan dan keterampilan dalam bidang fonem, baik bentuk dan suara dari fonem-fonem yang menampilkan diri dalam bentuk alfabet atau huruf, kemampuan membedakan bentuk dari

35

Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi), cet.V, (Jakarta : Rajawali Press, 2013), hal.302-305


(45)

35

berbagai bentuk huruf, kemampuan dalam tanda baca, kemampuan dalam menggunakan huruf besar dan huruf kecil, kemampuan dalam mengkordinasikan gerakan visual motor dan lain-lain.36

Dapat disimpulkan bahwa menulis merupakan kegiatan berupa penuangan ide atau gagasan dengan kemampuan yang kompleks melalui aktivitas yang aktif produktif dalam bentuk simbol huruf dan angka secara sistematis sehingga dapat dipahami oleh orang lain.37

Menulis dapat dijadikan sebagai terapi, salah satunya yaitu terapi menulis ekspresis. Terapi Menulis melalui menulis ekspresif Pannebaker mengungkapkan bahwa menulis ekspresif sebagai alat terapi yang dapat bermanfaat bagi kesehatan, yaitu meningkatkan kesehatan fisik dan emosional seseorang. Seseorang sebagai peserta, pasien atau konseli menuliskan pengalaman emosional atau menulis tentang trauma terdalam yang mempengaruhi kehidupan konseli, bukan dengan topik-topik netral. Dalam tulisan tersebut, konseli benar-benar membiarkan dirinya mendalami serta menjelajahi emosi dan pikirannya yang bisa dikaitkan dengan dirinya sendiri dan orang lain termasuk orang tua, teman atau kerabat, kekasih, dengan masa lalu, masa sekarang atau masa depan, serta

36

Martini Jamaris, Kesulitan Belajar : Perspektif , Asesmen, dan Penanggulangannya, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2014), hal.155

37

http://www.kajianpustaka.com/2013/07/pengertian-tujuan-dan-tahapan-menulis.html 8.51


(46)

36

bisa juga menuliskan siapa dirimu, dan ingin menjadi apa dirimu. Semua tulisan-tulisan tersebut akan dirahasiakan.

Hasil kesehatan dalam jangka panjang dari menulis ekspresif, yaitu: 1. Peningkatan fungsi kekebalan tubuh

2. Mengurangi tekanan darah 3. Peningkatan fungsi hati 4. Peningkatan fungsi pari-paru

5. Berkurangnya kunjungan ke dokter atau rumah sakit terkait stres dan depresi

6. Peningkatan suasana hati yang lebih baik 7. Merasa lebih sejahtera psikologisnya 8. Mengurangi gejala depresi

Banyak peserta, pasien atau konseli mendapatkan manfaat dari menulis terlepas dari apakah mereka menulis tentang pengalaman traumanya yang sama atau pengalaman yang berbeda pada setiap sesi menulis. Beberapa manfaat dari menulis akibat dari paparan pengalaman emosional negatif yang diulang. Menulis ekspresif juga menggabungkan baik kognitif dan komponen emosional dari pengalaman (yaitu pikiran dan perasaan). Penggunaan terapi menulis ekspresif sebagai alat terapi, yaitu :

1. Tugas menulis ekspresif dapat dijadikan sebagai PR, atau dapat dilakukan sebelum, selama atau setelah sesi.


(47)

37

2. Menulis harus dilakukan secara pribadi, tempat pribadi dan bebas dari gangguan.

3. Menulis pada tiga atau empat kali, biasanya pada hari berturut-turut atau minggu.

4. Sisihkan 30 menit, dengan 20 menit untuk menulis dan 10 menit bagi peserta, pasien atau konseli untuk menenangkan diri.

5. Biarkan peserta, pasien atau konseli memilih tema traumatis sendiri. 6. Jika memungkinkan memberikan pilihan untuk menulis dengan tangan

atau komputer.

7. Jelaskan pada peserta, pasien atau konseli bahwa tulisan mereka pribadi, untuk diri mereka sendiri kecuali mereka ingin anda membacanya.

8. Hasil tulisan disimpan peserta, pasien atau konseli yang terpisah dari file klinis.38

Pemaparan penggunaan terapi menulis ekspresis diatas, dijadikan sebagai acuan konsep writing therapy konselor, akan tetapi tidak

keseluruhan dipergunakan karena peneliti menyesuaikan dan

mengembangkan sesuai dengan kebutuhan konseli.

Writing therapy yang dimaksud dalam penelitian ini adalah writing therapy bagi penderita dyslexia yang merupakan kegiatan pelatihan menulis secara bertahap yang dimulai dari tingkat kesulitan yang rendah hingga

38

Karen A.Baikie & Key Wilhelm, Emotional and Physical Health Benefits of Expressive Writing, (googleweblight.com diakses pada 8 Mei 2016).


(48)

38

akhirnya anak penderita dyslexia dapat menulis dengan baik dan benar. Dalam writing therapy keterampilan menulis huruf, kata, kalimat sampai menjadi sebuah paragraf dapat dilatih melalui sebuah terapi intens.39

Writing therapy ini merupakan salah satu teknik terapi yang dapat diterapkan dalam meningkatkan keterampilan baca tulis bagi penderita dyslexia. Keefektifan writing therapy dapat diketahui melalui hasil tulis dan baca yang terukur. Adapun tahapan dari writing therapy bagi dyslexia yang digunakan oleh peneliti adalah sebagaimana berikut :

1. Attending adalah keterampilan atau teknik yang digunakan konselor untuk memusatkan perhatian kepada konseli agar konseli merasa dihargai dan merasa dibimbing dengan suasana yang kondusif sehingga konseli bebas mengekspresikan atau mengungkapkan pikiran , perasaan ataupun tingkah lakunya dengan menunjukkan minat dan pemahaman terhadap hal-hal yang dikemukakan konseli.40

2. Treatment atau terapi diartikan sebagai tindakan perawatan atau pengobatan yang dalam konseling sebagai langkah pelaksanaan bantuan atau terapi yang telah ditetapkan dalam langkah prognosa.41 Terapi dalam konseling merupakan proses pelaksanaan pemberian bantuan berdasarkan hasil prognosa. Pelaksanaannya berkaitan dengan teknik atau pendekatan

39

Nini Subini, Mengatasi Kesulitan Belajar Pada Anak, (Jogjakarta : Javalitera, 2011),hal.58

40

Rosita E. Kusmaryani, Modul Keterampilan Konseling, (Jogjakarta : UNY Press, 2011), hal.1

41


(49)

39

yang sesuai, dan untuk menentukan yang sesuai harus melihat masalahnya, keadaan konselinya, kecenderungan konselornya, situasi lingkungannya dan juga faktor-faktor internal konseli.42

3. Evaluasi adalah proses penilaian, dapat diartikan sebagai proses pengumpulan informasi untuk mengetahui efektivitas kegiatan yang telah dilaksanakan dalam upaya pengambilan keputusan dan tindak lanjut dari kegiatan yang akan dilaksanakan selanjutnya.43

b. Basis Teori Konseling dari Writing therapy bagi Dyslexia

Basis teori dari writing therapy ini mengacu pada pendekatan rational emotive behavioral therapy (REBT) dengan teknik A-B-C dan dilengkapi oleh Albert Ellis menjadi A-B-C-D-E sebagai tujuan dari konseling, tujuan konseling merupakan efek (E) yang diharapkan terjadi setelah dilakukan intervensi oleh konseelor (disputing/D).

Dalam konseling rational emotive behavioral therapy (REBT) Albert Ellis sebagai peletak dasar konseling ini berpandangan bahwa REBT merupakan terapi yang komprehensif, yang menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan emosi, kognisi dan perilaku atau behavior. Ellis juga berpandangan bahwa setiap manusia yang normal memiliki perasaan, pikiran dan perilaku yang ketiganya berlangsung secara simultan, pikiran

42

Shahudi Siradj, Pengantar Bimbingan Konseling, cet.II, (Surabaya : Revka Petra Media, 2012), hal. 111

43

Farid Mashudi, Panduan Evaluasi dan Supervisi Bimbingan di Sekolah, (Jogjakarta : Diva Press, 2013), hal.13


(50)

40

mempengaruhi perasaan dan perilaku, perasaan mempengaruhi pikiran dan perilaku, dan perilaku mempengaruhi pikiran dan perasaan.

Berangkat dari pandangan tentang hakikat manusia tersebut, semakin jelas bahwa manusia memiliki sebuah keyakinan yang rasional dan irasional yang berasal dari pikiran, perasaan dan fakta yang terjadi dalam kehidupannya. Sehingga tujuan konseling ini adalah dapat membentuk pribadi yang rasional, dengan jalan mengganti cara-cara berpikir yang irasional.44

Adapun teknik A-B-C dalam pendekatan REBT adalah A (antecendent event) merupakan suatu fakta, peristiwa, perilaku atau sikap orang lain. Prinsipnya segenap peristiwa luar yang dialami konseli. Sedangkan B (belief) merupakan keyakinan, pandangan, nilai atau verbalisasi diri konseli terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua, keyakinan rasional (rB) dan keyakinan irasional (iB). Kemudian C (emotional consequence) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu alam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan A (antecendent event). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variabel dalam bentuk keyakinan baik yang rasional maupun irasional.45

44

Latipun, Psikologi Konseling, cet.VI, (Malang : UMM Press, 2005), hal.91-100

45

Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, cet,VII, (Bandung : Refika Aditama, 2013), hal.242-243


(51)

41

Setelah A-B-C menyusul D, dan E sebagai tujuan dari konseling REBT ini, secara umum dapat dijelaskan pada tabel sebagai berikut :

Tabel 2.1

Teknik ABCDE dalam REBT

Teori Komponen Proses

A Activy, or Action, or Agent.

Hal-hal, situasi, kegagalan,

peristiwa yang mendahului atau yang mengerakkan individu

External event

Kejadian diluar atau sekitar individu.

iB

rB

Irrational beliefs, yakni

keyakinan irrasional atau tidak layak terhadap kejadian ekternal ( A )

Rational Beliefs, yakni

keyakinan-keyakinan yang

rasioanal atau layak dan secara empirik mendukung kejadian eksternal ( A )

Self-verbaizations, terjadi

dalam diri individu, yakni apa

secara terus menerus ia

dikatakan berhubungan dengan A terhadap dirinya

Ic

rC

Irrational Consequences, yaitu konsekuens-konsekuensi

irasioanal atau tidak layak yang berasal dari ( A).

Rational or Reasonable

consequences, yaitu

konsekuensi-konsekuensi yang

rasional atau layak yag

dianggap berasal dari Ri (rB= keyakinan yang rasional).

Rational Beliefs, yakni

keyakinan-keyakinan yang

rasional atau layak dan secara empirik mendukung kejadian eksternal ( A )

D Dispute Irrational beliefs,

yakni keyakinan-keyakinan

yang irasional dalam diri

Validate or invalidate self verbalizations, yakni suatu


(52)

42

individu saling bertentangan ( disputing ).

dalam diri individu, apakah valid atau tidak.

CE Cognitive Effect of Disputing,.

yakni efek kognitif terjadi dari pertentangan dalam keyakinan irasional

Change Self-Verbalization,

terjadinya perubahan dalam verbalisasi dari pada individu.

BE Behavioral Effect of

Disputing, yakni efek dalam

perilaku yang tejadi dari

pertentangan dalam keyakinan-keyakinan irasional diatas

Change behavior, yakni

terjadinya perubahan tingkah laku dalam diri individu.46

Untuk mencapai tujuan konsleing REBT, berikut tahap-tahap konseling REBT yaitu :

1. Langkah pertama

Menunjukkan kepada konseli bahwa dirinya tidak logis, membantu mereka memahami bagaimana dan mengapa menjadi demikian, dan

menunjukkan hubungan gangguan yang irrasional itu dengan

ketidakbahagiaan dan gangguan emosional yang dialami. 2. Langkah Kedua

Membantu konseli meyakini bahwa berpikir dapat ditantang dan diubah. Kesediaan konseli untuk dieksplorasi secara logis terhadap gagasan yang dialami oleh konseli dan konselor mengarahkan kepada konseli untuk melakukan disputing terhadap keyakinan konseli yang irasional.

3. Langkah Ketiga

46

Ws Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institut Pendidikan, (Jakarta : Gramedia, 2007), hal.368


(53)

43

Membantu konseli lebih mendebatkan (disputing) gangguan yang tidak tepat atau irasional yang dipertahankan selama ini menuju cara berpikir yang lebih rasional dengan cara reinduktrinasi yang rasional termasuk bersikap secara rasional.47

Dalam REBT seorang konselor dapat membantu konseli dalam mengatasi masalah psikologis berupa perasaan, pikiran dan emosi konseli serta behavioralnya, sehingga pendekatan konseling REBT ini dijadikan peneliti sebagai basis teori dalam pelaksanaan writing therapy bagi anak penderita dyslexia.

Bagan 2.1

Tahapan Writing therapy

3. Dyslexia

a. Pengertian Dyslexia

Kata dyslexia berasal dari bahasa Yunani “dys” berarti sulit dalam, dan “lexis” bearti huruf atau lexical. Jadi dyslexia adalah kondisi

47


(54)

44

ketidakmampuan seseorang dalam membaca dan menulis. Penderita dyslexia

sulit dalam mengenal hubungan antara suara dan kata tertulis.48

Anak dyslexia secara fisik tidak akan terlihat sedang mengalami gangguan. Dyslexia tidak hanya berupa kesulitan untuk menyusun atau membaca kalimat dalam urutan terbalik tetapi juga dalam berbagai macam urutan, termasuk dari atas ke bawah, kiri dan kanan, dan sulit menerima perintah yang seharusnya dilanjutkan ke memori pada otak.hal ini yang sering menyebabkan anak-anak dyslexia dianggap tidak konsentrasi dalam berbagai hal. Dalam hal lain, ditemukan pula bahwa penderita tidak dapat menjawab pertanyaan yang seperti uraian panjang lebar.

Selain itu dyslexia menyangkut juga gangguan dalam

mendengarkan atau mengikuti petunjuk, kemampuan bahasa ekspresif atau

reseptif, kemampuan mengingat, kemampuan dalam mempelajari

matematika atau berhitung, kemampuan bernyanyi, memahami irama musik, dan sebagainya.49

Dyslexia terjadi pada berbagai tingkat kecerdasan, baik di atas kecerdasan rata-rata maupun di bawah rata-rata. Dyslexia merupakan salah satu gangguan perkembangan fungsi otak yang terjadi sepanjang rentang hidup hidup. Dyslexia dianggap suatu efek yang disebabkan karena gangguan dalam asosiasi daya ingat dan pemrosesan sentral yang disebut

48

Gusdi Sastra, Neurolinguistik Suatu Pengantar, (Bandung : Alfabeta, 2011), hal.111

49

Kak Shanty, Ayo Belajar Menulis : Belajar Menulis untuk Anak Dyslexia, (Jogjakarta : Javalintera, 2012), hal. 27


(55)

45

kesulitan membaca primer. Untuk dapat membaca secara automatis anak harus melalui pendidikan dan intelegensi yang normal tanpa adanya gangguan sensoris. Biasanya kesulitan ini baru terdeteksi setelah anak memasuki dunia sekolah.50

b. Faktor-faktor Penyebab Dyslexia

Penyebab anak mengalami dyslexia antara lain :

1). Faktor genetis merupakan faktor yang diturunkan, dalam arti apabila dalam satu keluarga terdapat individu dyslexia maka keturunannya diperkirakan akan mengalami hal yang serupa.

2). Gangguan fungsi pada otak merupakan gangguan yang diyakini dapat menyebabkan dyslexia. Otak merupakan pusat dari keseluruhan tubuh yang mengendalikan semua fungsi tubuh. Pada penderita dyslexia,

penderita ini mengalami gangguan pada otak yang bernama cerebellum

(otak kecil) yang terletak dibagian belakang kepala dekat dengan ujung leher bagian atas yang mengontrol banyak fungsi otomatis otak, seperti mengontrol keseimbangan, kordinasi otot, gerakan tubuh (motorik), memonitor perintah motorik yang dihasilkan dari otak besar, dan mengintegrasi informasi.51

Otak kecil memiliki mekanisme bertindak lebih cepat daripada bagian lain dari otak dengan kapasitas untuk cepat memproses informasi

50

Nini Subini, Mengatasi Kesulitan Belajar Pada Anak, (Jogjakarta : Javalitera, 2011),hal.54

51

Rizem Aizid, Asmaul Husna untuk Nutrisi Otak Kanan dan Kiri, (Jogjakarta : Diva Press, 2012), hal.25


(56)

46

apapun yang diterimanya dari bagian lain dari otak dan satu-satunya bagian otak yang menerima sejumlah besar informasi dari tingkat tertinggi otak manusia (cerebral cortex) dengan lebih dari 40 juta serat saraf yang menghubungkan otak kecil.

Penelitian terkini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan anatomi antara otak anak dyslexia dengan anak normal, yakni di bagian temporal-parietal-oksipitalnya (otak bagian samping dan bagian belakang). Pemeriksaan functional magnetic resonance imaging yang dilakukan untuk memeriksa otak saat dilakukan aktivitas membaca ternyata menunjukkan bahwa aktivitas otak individu dyslexia jauh berbeda dengan individu biasa terutama dalam hal pemprosesan input

huruf/kata yang dibaca lalu “diterjemahkan” menjadi suatu makna.52 Sehingga anak yang menderita dyslexia akan mengalami kesulitan membaca dan menulis.

3). Terganggunya pemrosesan fonologis (pendengaran bunyi-bunyi bahasa) merupakan ketidakmampuan dalam menghubungkan bentuk tertulis dari sebuah kata dan bunyi pengucapan tersebut ketika diucapkan. Dalam kata lain, mereka dapat menangkap kata-kata tersebut melalui pendengarannya, tetapi ketika diminta untuk menuliskannya diselembar

52


(57)

47

kertas mereka kebingungan atau cenderung tidak dapat membaca apa yang ditulis dan menuliskannya.53

c. Ciri-ciri Anak Penderita Dyslexia

Umumnya anak yang mengalami dyslexia mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

a. Membaca lambat kata demi kata jika dibandingkan dengan anak seusiaya, intonasi suara turun naik tidak teratur.

b. Tidak dapat mengucapkan irama kata-kata secara benar dan proporsional. c. Sering terbalik dalam mengenali huruf dan kata, misalnya antara palu

dengan lupa, huruf b dengan d, p dengan q, dan lain-lain.

d. Kacau terhadap kata yang hanya sedikit perbedaannya, misalnya bau dengan buah, batu dengan buta, rusa dengan lusa, dan lain-lain.

e. Sering mengulangi dan menebak kata-kata atau frasa.

f. Kesulitan dalam memahami apa yang dibaca, dalam arti anak tidak mengerti isi cerita atau teks yang dibacanya.

g. Kesulitan dalam mengurutkan huruf-huruf dalam kata.

h. Sulit menyuarakan fonem (satuan bunyi) dan memadukannya menjadi sebuah kata.

i. Sulit mengeja dengan benar. Bahkan mungkin anak akan mengeja satu kata dengan bermacam ucapan.

j. Sering terbalik dalam menuliskan atau mengucapkan kata.


(58)

48

k. Lupa meletakkan titik dan tanda baca lainnya.54 d. Jenis-Jenis Dyslexia

Ada berbagai jenis dyslexia atau kesulitan membaca antara lain : 1). Trauma Dyslexia

Seperti namanya, dyslexia ini merupakan hasil dari beberapa jenis cedera otak atau trauma, terutama untuk daerah yang menguasai kemampuan untuk membaca dan menulis. Jenis dyslexia ini adalah kondisi permanen dan tidak terlihat karena hanya bisa terjadi dari luka kepala yang paling parah.

2). Dyslexia Primer

Dyslexia Primer disebabkan oleh pada sisi kiri otak (cerebral cortex) dan tidak dapat diperbaiki dengan usia. Ini merupakan kondisi herediter menemukan lebih dalam anak laki-laki daripada anak perempuan. Mereka yang menderita dyslexia primer tidak bisa membaca melampaui tingkat kelas empat, dan bahkan terus berjuang membaca, menulis dan ejaan saat dewasa.

3). Dyslexia Sekunder atau Perkembangan

Dyslexia sekunder diyakini disebabkan karena pembangunan hormonal, kekurangan gizi selama awal perkembangan janin, penyalahgunaan atau mengabaikan selama tahun-tahun awal.

54


(1)

 101 


(2)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut :

1. Proses pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan writing therapy

dalam meningkatkan keterampilan baca tulis siswa penderita dyslexia adalah

dengan mengikuti langkah-langkah yang ada dalam proses konseling yaitu

identifikasi masalah, diagnosa, prognosa, treatment dengan menggunakan

writing therapy yang terdiri dari 3 tahapan : 1. Tahap Attending, 2. Tahap Treatment, 3. Tahap Evaluasi, yang mengacu pada pendekatan konseling

rational emotive behavioral therapy (REBT). Langkah terakhir evaluasi/follow up.

2. Hasil pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan writing therapy

dalam meningkatkan keterampilan baca tulis siswa penderita dyslexia dapat

dikatakan berhasil. Hal ini ditunjukkan dengan perubahan sikap konseli

yang dulunya malu dengan kondisinya, merasa dirinya bodoh dan semua

temannya jahat, setelah proses pelaksanaan konseling konseli dapat

menerima kondisinya yang mengalami dyslexia dan peningkatan

keterampilan baca-tulis siswa penderita dyslexia, yaitu dapat mengurutkan,

menulis, membedakan, dan membaca alfabet. Konseli juga dapat menulis dan membaca kata seperti kata paham, putri, jum’at, un, us, ar yang sebelumnya tidak bisa.


(3)

102

B. Saran

1. Bagi konselor apabila menghadapi kasus seperti penelitian ini

hendaknya diperlukan waktu yang lama tidak cukup hanya dua bulan

untuk melakukan proses konseling, agar hasil yang didapatkan atau

tingkat keberhasilan lebih efektif.

2. Bagi para orang tua yang mempunyai anak penderita dyslexia jangan

beranggapan bahwa anak tersebut bodoh, karena dyslexia bukanlah

anak bodoh. Bersabarlah dalam mendampinginya belajar dengan

melatih membaca-menulis secara terus menerus dari tingkat kesulitan

yang rendah sampai anak bisa membaca-menulis dengan baik benar.

3. Bagi para pembaca pada umumnya penelitian ini diharapkan tidak

hanya sekedar menjadi refrensi untuk dibaca, akan tetapi dipahami dan

mengambil pelajaran serta lebih terbuka dengan orang sekitar anda,

terutama keluarga, cintai keluarga sepenuh hati terlebih kepada

anak-anak yang apabila kita didik sebaik mungkin dengan segala kelebihan

dan kekurangan yang Allah anugerahkan, anak akan menjadi orang


(4)

DAFTAR PUSTAKA

A.Baikie, Karen & Key Wilhelm. Emotional and Physical Health Benefits of

Expressive Writing, (googleweblight.com diakses pada 8 Mei 2016).

Aizid, Rizem . 2012. Asmaul Husna untuk Nutrisi Otak Kanan dan Kiri,

Jogjakarta : Diva Press

Al-Qarni, Aidh . 2014. La Tahzan Jangan Bersedih. Terjemahan oleh Samson

Rahman, cet XXXXXVIII, Jakarta : Qisthi Press

Aswadi. 2009. Iyadah dan Ta’ziyah Perspektif Bimbingan Konseling Islam,

Surabaya : Dakwah Digital Press

Azwar, Syaifuddin.1997. Metode Penelitian, Jakarta : Pustaka Pelajar

Bungin, Burhan. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT Raja Grafindo

Persada

Corey, Gerald. 2013. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, cet,VII,

Bandung : Refika Aditama

Deddy Mulyana, 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu

Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, cet.II, Bandung : Remaja Rosdakarya

Djumur. 1975. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, Bandung : CV Ilmu

E. Kusmaryani, Rosita.2011. Modul Keterampilan Konseling, Jogjakarta : UNY

Press

Fauziyah, Siti. Ns.Sutejo. 2012. Keperawatan Maternitas Kehamilan, Jakarta :


(5)

Jamaris, Martini. 2014. Kesulitan Belajar, Bogor : Ghalia Indah

Kementrian RI. 2013. Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta : PT Hati Emas

Latipun. 2005. Psikologi Konseling, cet.VI, Malang : UMM Press

M, Aphrodita. 2014. Panduan Lengkap Orang Tua dan Guru untuk Anak dengan

Dyslexia (Kesulitan Membaca), cet.II , Jogjakarta : Javalitera

Mashudi, Farid. 2013. Panduan Evaluasi dan Supervisi Bimbingan di Sekolah,

Jogjakarta : Diva Press

Masruroh, Anik dan Ragwan Albar. 2011. Bimbingan Konseling Islam dalam

Mengatasi Depresi Seorang Remaja Korban Pornografi di Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jagir Wonokromo Surabaya, dalam Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam Fak.Dakwah UIN SA, vol 1

Moleong, Lexy. 2009. Metode Penelitian Kualitatif, cet.XXVI, Bandung : Rosda

Karya

Mulyana, Deddy. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu

Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, cet.VI, Bandung : Remaja Rosdakarya

Munir, Samsul. 2010. Bimbingan Dan Konseling Islam, Jakarta : Amzah

Rahim Faqih, Aunur. 2004. Bimbingan dan Konsling Dalam Islam, Cet.III,

Jogjakarta : UII Press Yogyakarta

S.P Hasibuan, Malayu. 2006. Manajemen: Dasar, Pengertian, dan Masalah,

Jakarta:PT.BumiAksara(http://www.pengertian.com/2011/11/pengertian-asas.html, diakses 18 Mei 2016)


(6)

Sastra, Gusdi. 2011. Neurolinguistik Suatu Pengantar, Bandung : Alfabeta

Shanty, Kak. 2012. Ayo Belajar Menulis : Belajar Menulis untuk Anak Dyslexia,

Jogjakarta : Javalintera

Shihab, M. Quraish.2002. Tafsir Misbah Pesan Kesan dan Keserasian

Al-Qur’an, Jakarta : Lentera Hati

Siradj, Shahudi. 2012. Pengantar Bimbingan Konseling, cet.II, (Surabaya : Revka

Petra Media

Subini, Nini.2011. Mengatasi Kesulitan Belajar pada Anak, Jogjakarta :Javalitera

Abdurrahman, Mulyono. 2012. Anak Berkesulitan Belajar Teori, Diagnosis dan

Remediasinya, Jakarta : Rineka Cipta

Subrata, Sumadi. 2005. Metode Penelitian, Jakarta :PT Remaja Grafindo Persada

Sugiono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R Dan D, Bandung :

Alfabeta

Sutoyo, Anwar. 2013. Bimbingan dan Konseling Islami (Teori Dan Praktik),

Jogjakarta : Pustaka Pelajar

Tohirin. 2013. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis

Integrasi), cet.V, Jakarta : Rajawali Press

Winkel, Ws.2007. Bimbingan dan Konseling di Institut Pendidikan, Jakarta :

Gramedia 

http://www.kajianpustaka.com/2013/07/pengertian-tujuan-dan-tahapan-menulis.html 8.51 di akses pada