PENGARUH BEBAN PAJAK, TUNNELING INCENTIVE DAN PROFITABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN TRANSFER PRICING. (Studi Empiris pada Perusahaan Multinasional yang Listing di BEI Periode 2015-2017)
PENGARUH BEBAN PAJAK, TUNNELING INCENTIVE DAN
PROFITABILITAS TERHADAP KEPUTUSAN TRANSFER
PRICING.
(Studi Empiris pada Perusahaan Multinasional yang Listing
di BEI Periode 2015-2017)
Asih Tri Utami, Anton Arisman
Jurusan Akuntansi STIE Multi Data Palembang
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh beban pajak, tunneling incentive dan profitabilitas terhadap keputusan transfer pricing. Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari laporan keuangan tahunan perusahaan multinasional yang listing di Bursa Efek Indonesia periode 2015-2017. Penentuan sampel menggunakan metode purposive sampling. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 29 perusahaan dengan jumlah data sebanyak 87 data. Hasil analisis dalam penelitian ini menunjukan bahwa
variabel beban pajak berpengaruh signifikan terhadap keputusan transfer pricing,
sedangkan variabel tunneling incentive dan profitabilitas tidak berpengaruh
signifikan terhadap keputusan transfer pricing.Beban Pajak, Tunneling Incentive, Profitabilitas, Transfer Pricing.
Kata kunci : Abstract
The aims of this research to analize the influwnce of tax expense, tunneling
incentive and profitability about the decition of transfer pricing. Date used in this
research by annual finance report at multinational company listed on Indonesia Stock
Excghange in 2015-2017. Determination sample of the use the purposive sampling
methode. This research have as 29 company with the amount 87 data. The result of
analysis in this research shows that the variable of tax expense significant
influental to the decition of transfer pricing, while the variable of tunneling
incentive and probability is not significant to decition of transfer pricing.Keyword : Tax Expense, Tunneling Incentive, Profitability, Transfer Pricing.
1.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Derasnya perkembangan globalisasi yang terjadi didalam dunia ekonomi dan bisnis menyebabkan perkembangan prekonomian menjadi semakin pesat yang tidak mengenal batasan antar negara. Dimana perusahaan
- – perusahaan nasional sekarang menjelma menjadi perusahaan
- – perusahaan multinasional yang kegiatan usahanya tidak hanya berpusat pada satu negara melainkan di berbagai negara. Dalam rangka
- – memperkuat globalisasi kegiatan usahannya perusahaan multinasional mendirikan anak anak perusahaan, cabang dan perwakilan usahannya di berbagai negara yang tujuannya untuk memperkuat aliansi strategi dan untuk menumbuh kembangkan pangsa pasar (market share) ekspor dan impor produk-produk mereka diberbagai negara (Sumarsan 2013).
Dalam kegiatan perusahaan multinasional terdapat transaksi yang salah satunya adalah transaksi penjualan barang maupun jasa. Adanya transaksi tersebut yang terjadi pada wajib pajak yang memiliki hubungan istimewa menjadi penyebab utama timbulnya praktek transfer pricing (Laksmita, 2017). Transaksi pihak hubungan istimewa ialah transaksi yang ada antara pihak-pihak yang dianggap memiliki hubungan istimewa bila satu pihak memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak lain atau yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi secara signifikan atas pihak lain dalam mengambil keputusan keuangan dan opersional (Lubis, Bukit dan Sari L 2013). Dampak yang dapat timbul dari transfer pricing adalah harga yang terlalu tinggi, atau sebaliknya harga yang terlalu rendah. Hal ini sering terjadi dalam kasus dumping pada perdagangan internasional (Suandy, 2014)
Dalam praktek transfer pricing ini bisa menjadi masalah bagi perusahaan, namun hal ini juga bisa menjadi peluang perusahaan untuk mengejar laba yang tinggi. Menurut Cristea dan Nguyen (2014) transfer pricing memberikan perusahaan multinasional alat untuk mengalokasikan pendapat diseluruh entitas berafiliasi dalam yurisdiksi pajak yang berbeda dengan biaya ekspor dibawah harga yang dikirim dari negara pajak tinggi ke negara pajak yang rendah yang membuat perusahaan multinasional mampu mengurang tarif pajak global yang efektif. Dan hal tersebut yang memicu semakin banyaknya perusahaan multinasional yang melakukan praktek transfer pricing.
Kasus transfer pricing pernah terjadi di luar negeri yang menimpa Cameco (Canadian Mining and Energy Corporation). Cameco merupakan perusahaan uranium terbesar di dunia yang menghasilkan hampir seperlima uranium di dunia. Dilansir dari news.ddtc.co.id (rabu, 05 Oktober 2016).
Pemimpin perusahaan Cameco akan menghadiri sidang banding di pengadilan pajak atas sengketa transfer pricing senilai C$ 2,2 miliar atau Rp 21,7 triliun yang melibatkan anak perusahaannya di Swiss. Sengketa ini menjadi salah satu terbesar di Kanada. Cameco dilaporkan mendirikan anak perusahaannya di Swiss sejak tahun 1999 dengan perjanjian jangka panjang untuk menjual uranium dengan harga sekitar $ 10 sampai harga tertingginya sebesar $ 120 per pon.
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis oleh perusahaan pada tahun 2014, Cameco mencatat bahwa transfer pricing merupakan area kompleks dalam hukum pajak di Kanada. Struthers mengatakan bahwa mayoritas pelanggan Cameco berada di luar Kanada. Hal itulah yang membuat Cameco mendirikan perusahaan offshore dalam bidang pemasaran. Seperti dilansir dalam Tpweek, anak perusahaan ini didirikan untuk menandatangani perjanjian pembelian dan penjualan serta perjanjian dalam pasokan uranium dengan pihak ketiga.
Selain diluar negeri kasus yang menyangkut tentang transfer pricing juga pernah terjadi di Indonesia, salah satunya adalah kasus perusahaan raja otomatif di Indonesia PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN). Dilansir dari nasional.konten.co.id Senin (25/3/2013) dimana sidang sengketa pajak antara PT. Toyota Motor Manufakturing Indonesia (TMMIN) dengan Direktor Jendral (Ditjen) Pajak.
Majelis hakim yang diketuai Sukma Alam itu menutup sidang kedua belas kali sejak tahun lalu. Kasus sengketa pajak dengan perusahaan otomotif asal Jepang itu melibatkan nilai pajak yang besar dan proses penyelesaiannya cukup alot. Dalam sidang terakhir yang dimana dimaksudkan forum penutup bagi kedua pihak, malah terjadi debat sengit kedua belah pihak untuk menarik perhatian majelis hakim. Sengketa dengan TMMIN ini terjadi karena koreksi yang dilakukan oleh Ditjen Pajak terhadap nilai penjualan dan membayar royalti TMMIN.
Kasus sengketa pajak ini seputar laporan pajak tahun 2008. Saat itu, pemegang saham TMMIN ialah Toyota Motor Corporation sebesar 95% dan sisanya 5% dimiliki PT. Astra Internasional, Tbk. Dalam pelaporan pajak yang dilaporkan, TMMIN menyatakan penjualan mencapai Rp 32,9 triliun, namun Ditjen Pajak mengoreksi nilainya menjadi Rp 34,5 triliun atau ada koreksi sebesar Rp 1,5 triliun. Dengan nilai koreksi sebesar Rp 1,5 triliun, TMMIN harus menambah pembayaran pajak sebesar Rp 500 miliar. Ditjen Pajak mengoreksi hitungan bisnis TMMIN setelah membandingkan bisnis TMMIN sebelum 2003 dengan sesudah 2003. Sebelum 2003, perakitan mobil (manufakturing) Toyota Astra masih digabung dengan bagian distribusi dibawah bendera Toyota Astra Motor (TAM).
Namun sesudah 2003, bagian perakitan dipisah dengan bendera TMMIN sedangkan distributor dan pemasaran dibawah bendera TAM. Mobil-mobil yang diproduksi oleh TMMIN dijual dulu ke TAM, lalu dari Tam dijual ke Auto 2000 dari Auto 2000, mobil-mobil itu dijual ke konsumen. Sebelum laporan keuangan dipisah, margin laba sebelum pajak (gross margin) TAM mengalami peningkatan 11% hingga 14% per tahun. Namun setelah dipisah, gross margin TMMIN hanya sekitar 1,8% hingga 3% per tahun. Sedangkan laporan keuangan di TAM, gross margin mencapai 3,8% hingga 5%. Jika gross margin TAM digabung dengan TMMIN, Persentasenya masih sebesar 7%. Artinya lebih rendah 7% dibandingakan saat masih digabung mencapai 14%. Aparat pajak menduga, laba sebelum pajak TMMIN berkurang setelah 2003 karena pembayaran royalti dan pembelian bahan baku yang tidak wajar. Penyebab lainnya penjualan mobil kepada pihak terafiliasi seperti TAM (Indonesia) dan TMAP (Singapura) di bawah harga pokok produksi sehingga mengurang peredaran usaha.
Dalam pemeriksaan itu, aparat Ditjen Pajak menyoroti penjualan mobil Toyota Fortuner, Kijang Inovva dan Toyota Dyna pada 2008, Fortuner type G dijual ke TAM sebesar Rp 166 juta per unit atau 4% dibawah harga pokok produksi. Sedangkan penjualan dari TAM ke Auto 2000 sebesar Rp 252 juta atau dengan margin keuntungan 50%. Harga ini belum merupakan harga yang berlaku kepada konsumen. Begitu pula dengan produk Kijang Inova dari TMMIN ke TAM RP 108 juta atau 4% - 5% dibawah harga pokok, sedangkan TAM menjual Auto 2000 Rp 141 juta atau memiliki margin 30%, harga jual yang rendah dari TMMIN ini mengurangi penerimaan negara melalui Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Menurut aparat pajak pemisahan kedua perusahaan ini seharusnya tidak berdampak pada berkurangnya keuntungan kotor (gross margin) maupun nett margin. Seharusnya saling menguntungkan yang terjadi, TMMIN dibebani rugi sedangkan TAM untung besar, aparat pajak berkesimpulan bahwa terjadi transfer yang tidak wajar. Sebagai jurus pamungkas, disidang kemarin aparat pajak
pricing menyerahkan satu perusahaan pembanding yang sama persisi dengan TMMIN.
Pada tahun yang sama, perusahaan yang namanya dirahasiakan itu mengalami laba 7,14% pada 2008 atau 10 kali lebih besar dari TMMIN. Dan jika dilihat kinerja laba tahun 2004-2010, kinerja laba TMMIN pun masih jauh lebih kecil dari competitor tersebut, dimana TMMIN hanya dapat mencapai laba 2,09% sementara kompetitornya 10,28%. Catatan lainnya adalah perusahaan yang menjadi pembanding aparat pajak bersetatus merugi yakni Hindustan Motor, Force Motor, Shenyang Jinbei, Dongan Helbao, dan Yulon Motor Company. Sedangkan TMMIN pada tahun 2008 masih untung. Sengketa pajak yang terjadi antara Ditjen Pajak dengan produsen mobil asal Jepang ini juga pernah terjadi untuk tahun pajak 2005 dan 2007 hingga kini belum juga diputus, walupun sidang telah lama berakhir.
Berdasarkan contoh kasus diatas memperlihatkan bahwa praktek transfer pricing merupakan salah satu sekema yang sangat rawan untuk dijadikan jalan pintas untuk memperoleh laba. Hal ini diperparah dengan data yang dikeluarkan oleh Organization for
Economic and development (OECD) bahwa 60% dari total perdangan dunia terindikasi
melakukan praktek transfer pricing (Indah Dewi Nurhayati, 2013).Banyak faktor yang dapat mempengaruhi keputusan perusahaan dalam melakukan tindakan transfer pricing. Beberapa diantaranya yaitu beban pajak, tunneling
incentive , dan profitabilitas.
Pajak sendiri merupakan salah satu faktor yang mendasari keputusan atas kebijakan transfer pricing perusahaan. Klassen et al., (2013) menyatakan bahwa penggunakan kebijakan transer pricing saat ini bertansformasi sebagai isu pajak internasional yang mana kebijakan transfer pricing digunakan sebagai alat untuk mengurangi beban pajak secara keseluruhan bagi perusahaan multinasional atau perusahaan bersekala global. Sebagaimana pengertian pajak merupakan iuran rakyat yang diserahkan/disetorka kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang bersifat memaksa dengan tidak mendapakant balas jasa secara langsung. Pajak dipungut pemerintah berdasarkan norma-norma hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Jadi beban pajak merupakan pajak yang dibebankan kepada peorangan maupun badan sebagai salah satu sektor pendapatan negara.
Hal lain yang mempengaruhi keputusan perusahaan melakukan transfer pricing adalah tunneling incentive. Perusahaan melakukan tunneling dengan tujuan untuk meminimalkan biaya transaksi. Dengan melakukan tunneling kepada pihak yang memiliki hubungan istimewa maka biaya yang dikeluarkan dapat ditekan sehingga lebih ekonomis dibandingkan dengan pihak yang tidak memiliki hubungan yang istimewa. Selain itu, perusahaan melakukan tunneling dengan tujuan untuk memanipulasi laba (Marfuah dan Azizah 2014).
Selain tunneling incentive, keputusan perusahaan untuk melakukan transfer
pricing juga dipengaruhi oleh profitabilitas. Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan laba. Rego dalam Grant et al., (2013) mengemukakan bahwa perusahaan dengan laba sebelum pajak lebih besar secara proposional lebih menghindari pajak perusahaan dibandingkan dengan perusahaan yang pendapatan sebelum pajaknya rendah. Dalam melakukan transfer pricing perusahaan yang menghasilkan laba tinggi memungkinkan untuk melakukan penyesuaian harga transfer untuk mengurangi (peningkatan) keuntungan kepada yurisdiksi pajak yang lebih tinggi atau pajak yang lebih rendah.
Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Chinng dan Hsiao (2010) membuktikan bahwa motif perusahaan menggunakan praktek transfer pricing adalah salah satunya karena untuk meningkatkan nilai aset dari perusahaan tersebut sehingga tingkat keuntungan (profitabilitas) dapat tercapai. Apabila nilai aset perusahaan atau profitabilitas sebuah perusahaan itu tinggi maka pertumbuhan perusahaan dinilai baik sehingga bisa membuat para investor untuk menanamkan modalnya ke perusahaan tersebut.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hapsoro (2015) yang berjudul pengaruh pajak, profitabilitas, ukuran perusahaan dan tunneling incentive terhadap keputusan transfer pricing. Menghasilkan penelitian yang menunjukan bahwa pajak berpengaruh positif terhadap transfer pricing. Hal ini dikarenakan beban pajak yang semakin besar memicu perusahaan untuk melakukan transfer pricing dengan harapan dapat menekan beban pajak. Disisi lain penelitian yang dilakukan oleh Maspiyanti (2015) yang berjudul pengaruh pajak, tunneling incentive dan mekanisme bonus terhadap keputusan transfer pricing. Menghasilkan penelitian bahwa pajak berpengaruh negatif terhadap transfer pricing.
Penelitian yang dilakukan oleh Andreani (2017) yang berjudul pengaruh
exchange rate, tunneling incentive dan mekanisme bonus terhadap keputusan perusahaan
melakukan transfer pricing. Menghasilkan penelitian bahwa Tunneling Incentive berpengaruh terhadap keputusan transfer pricing dikarenakan tunneling merupakan salah satu perilaku manajemen atau pemegang saham mayoritas yang melakukan transfer kekayaan perusahaan yang berhubungan dengan kepentingan mereka pribadi namun biaya transfer tersebut dibebankan kepada pemegang saham minoritas. Disisi lain enelitian yang dilakukan oleh Nugraha (2016) yang berjudul pengaruh beban pajak, dan mekanisme bonus terhadap keputusan transfer pricing.
tunneling incentive Menghasilkan bahwa tunneling incentive tidak berpengaruh terhadap transfer pricing.
Penelitian yang dilakukan Ananta (2018) yang berjudul analilsis pengaruh pajak, multinasionalitas, ukuran perusahaan dan profitabilitas terhadap praktik transfer pricing. Menghasilkan penelitian bahwa profitabilitas berpengaruh positif terhadap keputusan dikarenakan semakin besar profitabilitas perusahaan semakin besar
transfer pricing
praktik transfer pricing. Profitabilitas juga mempunyai arti penting dalam uasaha perusahaan mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan dalam jangka panjang. Disisi lain penelitian yang dilakukan Hapsoro (2015) yang berjudul pengaruh pajak, profitabilitas, ukuran perusahaan dan tunneling incentive terhadap keputusan transfer
pricing. Menghasilkan penelitian bahwa profitabilitas berpengaruh negatif terhadap
keputusan transfer pricing.Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu masih adanya ketidak konsisten terhadap variabel bebab pajak, tunneling incentive dan profitasbilitas dari uraian diatas, maka penelitian ini akan menguji kembali pada perusahaan-perusahaan multinasional yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Faktor yang digunakan dalam penelitian ini adalah beban pajak, tunneling incentive, dan profitabilitas. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penulis mengambil judul
“ Pengaruh Beban Pajak, Tunneling
Incentive, dan Profitabilitas Terhadap Keputusan Transfer Pricing (Studi Empiris
- –
pada Perusahaan Multinasional yang Listing di Bursa Efek Indonesia Tahun 2015
2017).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah beban pajak, tunneling incentive dan profitabilitas bepengaruh secara parsial terhadap keputusan transfer pricing?
2. Apakah beban pajak, tunneling incentive dan profitabilitas berpengaruh secara simultan terhadap keputusan transfer pricing?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Pengaruh beban pajak, tunneling incentive dan profitabilitas terhadap keputusan transfer pricing secara parsial.
2. Pengaruh beban pajak, tunneling incentive dan profitabilitas terhadap keputusan transfer pricing secara simultan.
2.LANDASAN TEORI
2.1 Teori Agensi
Jensen dan Meckling (1967) mengartikan bahwa hubungan keagenan di dalam teori agensi (agency theory) dimana perusahaan merupakan kumpulan kontrak (nexus of
contract ) antara pemilik sumber daya ekonomis (principal) dan manajer (agen) untuk
melakukan suatu jasa atas nama prinsipal dan pemberian wewenang kepada agen untuk mengambil keputusan yang terbaik bagi prinsipal. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa manajemen wajib mempertanggungjawabkan semua keputusan terhadap pengguna laporan keuangan, termasuk investor, stakeholders, pemegang saham, dan kreditor.
Di jelaskan dalam teori agensi, bahwa timbulnya masalah antara principal dan karena adanya informasi yang asimetris (information asymetry). Informasi yang
agen
asimetris ialah keadaan dimana informasi yang diberikan kepada principal berbeda dengan yang diberikan agen untuk melakukan suatu tindakan yang tujuannya mementingkan diri sendiri. Konflik yang terjadi antar kelompok merupakan konflik yang timbul antara pemilik dan manajer perusahaan dimana ada kecenderungan manajer lebih mementingkan tujuan individu daripada tujuan perusahaan.
2.2 Transfer Pricing
Menurut R. Feinschreiber, dalam darussalam, et al., (2013) Transfer pricing dalam persepektif perpajakkan, adalah suatu kebijakan garga dalam transaksi yang dilakukan pihak-pihak yang mempunyai hubungan yang istimewa. Dalam peraktek bisnis transfer pricing sering dilakukan oleh perusahaan multinasional yang berada satu grup dengan perusahaan tersebut. Sedangkan menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) no. 7 (Penyesuaian 2015), pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa adalah bila satu pihak memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak lain, atau memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pihak lain dalam mengambil keputusan.
2.3 Beban Pajak
Pengertian pajak menurut undang-undang nomor 16 pasal 1 ayat 1 yang berbunyi, pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak merupakan iuran atau pungutan rakyat kepada pemerintah berdasarkan undang-undang yang berlaku atau peralihan kekayaan dari sektor swasta kepada sektor publik yang dapat untuk dipaksakan serta yang langsung ditunjuk dan dipakai guna untuk membiayai keperluan negara (Mardiasmo, 2011).
2.4 Tunneling Incentive
Pada awalnya tunneling adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan pengambilalihan pemegang saham minoritas di Republik Ceko seperti pemindahan aset melalui sebuah trowongan bawah tanak (tunnel).
Menurut Hartati et al., (2015) tunnelin incentive adalah suatu perilaku dari pemegang saham mayoritas yang mentransfer aset dan laba perusahaan demi keuntungan mereka sendiri, namun pemegang saham minoritas ikut menanggung atas biaya yang mereka bebankan. Dalam struktur kepemilikan mencerminkan jenis konflik keagenan yang dapat terjadi. Ada 2 macam struktur kepemilikan, yaitu struktur kepemilikan tersebar dan struktur kepemilikan terkonsentrasi (Mutamimah, 2008).
2.5 Profitabilitas
Menurut Maharani dan Suardana (2014) profitabilitas adalah salah satu pengukuran kinerja perusahaan yang menggambarkan kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu pada tingkat penjualan, total aset dan modal saham tertentu. Sedangkan menurut Brigham dan Houston (2011) profitabilitas adalah hasil akhir bersih dari sejumlah kebijakan dan keputusan yang dilakukan oleh perusahaan, dimana rasio ini digunakan sebagai alat pengukur atas kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan.
Tingkat profitabilitas suatu perusahaan dapat diukur dengan menggunakan beberapa rasio, yaitu : profit margin ratio, ROA (Return On Asset), BEP (Basic Earning Power), ROE (Return On Equity). Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi akan cenderung melakukan penghindaran pajak. Karena pada dasarnya semakin tinggi laba yang dihasilkan oleh suatu perusahaan maka beban pajak yang akan dibayar atau ditanggung juga semakin tinggi.
2.6 Kerangka Pemikiran
Dimana variabel transfer pricing dalam penelitian ini diduga dipengaruhi oleh variabel beban pajak, tunneling incentive dan profitabilitas. Adapun model kerangka pemikiran sebagaimana gambar berikut ini:
Beban Pajak (X 1 )
H1
Tunneling Incentive H2 Transfer Pricing 2 (X )
(Y) H3 Profitabilitas
2 (X )
e
Gambar: Kerangka Pemikiran
Pengaruh Parsial Pengaruh Simultan2.7 Hipotesis
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini adalah: H1: Beban Pajak berpengaruh terhadap keputusan transfer pricing. H2: berpengaruh terhadap keputusan transfer pricing.
Tunneling Incentive H3: Profitabilitas berpengaruh terhadap keputusan transfer pricing.
H4: Beban pajak, tunneling incentive dan profitabilitas berpengaruh terhadap keputusan transfer pricing.
3.METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
Berkaitan dengan judul yang ditemukan, maka jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan asosiatif kausal untuk mengetahui seberapa jauh hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen.
3.2 Teknik Pengambilan Sampel
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan multinasional yang terdaftar (listing) di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2015 sampai dengan tahun 2017 sebanyak 565 perusahaan. Populasi merupakan generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya sekedar jumlah yang ada pada objek/subjek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subjek atau objek yang diteliti (Sugianto, 2014).
Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemilihan sampel bertujuan (puposive sampling) dengan teknik berdasarkan pertimbangan tertentu (judgment sampling) yan melibatkan subjek yang berada ditempat yang paling menguntungkan atau dalam posisi terbaik untuk memberikan informasi yang diperlukan (Uma Sekaran, 2015).
3.3 Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder yang berupa laporan tahunan (anual report). Yang terdapat pada situs resmi Bursa Efek Indonesia yang dapat diakses melalui
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi, yaitu teknik pengambilan data dengan cara mengumpulkan, mencatat, mengkaji data sekunder yang berupa laporan tahunan (anual report) dari perusahaan multinasinal yang dipublis oleh Bursa Efek Indonesia periode tahun 2015-2017 yang diakses melalui Serta dari bebagai buku dan sumber lainnya yang berhubungan dengan praktik transfer pricing.
3.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda yang menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. pengujian asumsi kelasik yang meliputi uji Normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi dan uji linieritas dengan tujuan agar model regresi tidak bias atau mengandung kesalahan. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan program SPSS versi 23.
Pengujian hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda yang digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen yaitu beban pajak, tunneling incentive dan profitabilitas terhadap variabel dependen yaitu transfer pricing.
Persamaan regresi linier berganda sebagai berikut:
Y = a + b1x1 + b2x2 + b3x3+e
Keterangan : Y = Transfer pricing a = Konstanta b = Koefisien regresi X1 = Variabel independen (Beban Pajak) X2 = Variabel independen (Tunneling incentive) X3 = Variabel independen ( Profitabilitas) e = Error
Dan untuk memperoleh hasil yang lebih akurat pada regresi linier berganda, maka perli dilakukan pengujian sebagai berikut:
1. Uji Asumsi Kelasik
a. Uji Normalitas
Uji Normalisasi bertujuan untuk mengetahui apakah data digunakan untuk penelitian mempunyai distribusi yang normal atau tidak (Ghozali, 2011). Uji normalisasi dilakukan dengan melihat hasil uji kolmogrov smirnov. Berdasarkan pengalaman empiris beberapa pakar statistik, data yang banyak lebih dari 30 angka (n > 30), maka sudah dapat diasumsikan berdistribusi normal, biasa dikatakan sebagai sampel besar.
b. Uji Multikoliniearitas
Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya kolerasi antar variabel bebas (independen) (Ghozali, 2011). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi kolerasi diantara variabel independen. Pengujian multikolinieritas dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan lawannya variance inflation factor (VIF). Suatu model regresi dikatakan bebas dari multikolinieritas jika nilai tolerance > 0,1 atau sama dengan VIF < 10 (Ghozali, 2011).
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu arah pengamatan ke pengamatan lainnya (Ghozali, 2011). Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heterokedastisitas atau bisa disebut homoskedastisitas. Dalam penelitain ini uji yang digunakan adalah uji statistik Glejser. Uji Glejser dilakukan dengan cara meregresi nilai absolut residual terhadap variabel independennya. Jika variabel independen signifikan secara statistik (nilai sig > 0,05) mempengaruhi variabel independen nilai absolut residual, maka disimpulakn model regresi tidak mengandung heteroskedestisitas.
d. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier terdapat korelasi antara kealahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada peride (t-1) (Santoso, 2012). Persyaratan yang harus terpenuhi adalah tidak adanya autokorelasi dalam model regresi. Metode pengujian yang digunakan adalah dengan uji Durbin-Watson (uji D-W). Metode uji D-W mempunyai ketentuan sebagai berikut: a. Jika D-W terletak dibawah -2, maka hipotesis ditolak yang berarti terdapat autokorelasi.
b. Jika D-W terletak diantara -2 sampai +2, maka hipotesis diterima yang berarti tidak ada autokorelasi.
e. Uji Linieritas
Uji linieritas bertujuan untuk mengetahui hubungan yang linier atau tidak secara signifikan variable penelitian. Uji ini digunakan sebagai prasyaratan dalam analisis korelasi atau regresi linier. Pengujian linieritas pada penelitian ini menggunakan tes for linearity pada taraf signifikan 0,05. Variable penelitian dikatakan mempunyai hubungan yang linier apabila signifikan (Linieritas) kuranng dari 0,05.
2. Uji Hipotesis
a. Uji t (Parsial)
Pengujian ini bertujian untuk mengetahui seberapa jauh suatu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen (Sanusi, 2011). Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan signifikan level 0,05, dimana bila nilai signifikan t kuang dari 0,05 maka hipotesis diterima dan sebaliknya jika nilai signifikan t melebihi 0,05 maka hipotesis ditolak.
b. Uji F (Simultan)
Pengujian ini bertujuan untuk melihat model regresi apakah variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen (Sanusi, 2011). Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan signifikan level 0,05, dimana bila nilai signifikan F kurang dari 0,05 maka model regresi dalam penelitian ini dinyatakan baik.
c. Koefisien Determinasi (R2) 2 Nilai R digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan model dalam
menerangkan variabel independen. Nilai koefisien determinasi berkisaran antara 0 2 dan 1, dimana jika nilai adjusted R semakin mendekati angka 1, maka semakin baik kemampuan model tersebut menjelaskan variabel dependen (Sanusi, 2011).
4.HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
Secara historis pasar modal telah hadir jauh sebelum indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu itu didirikan oleh pemerintahan Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial belanda (VOC). Sayangnya perkembangan pasar modal di Indonesia sempat mengalami kevakuman, dikarenakan beberapa faktor seperti Perang Duni I dan Perang Dunia II, pemindahan kekuasaaan kepada pemerintahan RI dari pemerintah kolonial, serta kondisi-kondisi lainnya.
Pasar modal diaktifkan kembali oleh pemerintah RI pada tahun 1977 dibawah BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar Modal). Dengan berbagai regulasi dan insentif yang dikeluarkan pemerintah pasar modal telah mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan.
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Analisis Regresi Linier Berganda Tabel 4.1 Hasil Uji Analisis Regresi Linier Berganda Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -,340 ,329 -1,032 ,305 TAX 1,187 ,281 ,430 4,226 ,000TI ,349 ,424 ,083 ,825 ,412 PROFIT ,033 ,178 ,018 ,184 ,855
Sumber: Data, Diolah, 2018 Berdasarkan tabel 4.1 diperoleh persamaan regresi berganda sebagai berikut:
Y = + 0,349 + 0,033 X1 X2 X3 −0,340 + 1.187 ε
4.2.2 Uji Asumsi Kelasik
4.2.2.1 Uji Normalitas
Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov TestUnstandardized Residual N
87 Normal Parameters a,b Mean ,0000000 Std. Deviation ,81350455 Most Extreme Differences Absolute ,057 Positive ,047
Negative -,057 Test Statistic ,057
Asymp. Sig. (2-tailed) ,200
c,dSumber: Data, Diolah, 2018 Berdasarkan hasil output ssps diatas, menunjukkan bahwa data sig. 0,200 (0,200 > 0,05). Dengan demikian kesimpulan bahwa data dalam penelitian ini dinyatakan berdistribusi normal.
4.2.2.2 Uji Multikolinearitas
Tabel 4.3 Hasil Uji MultikolinearitasSumber: Data, Diolah, 2018
Model Collinearity Statistics Tolerance
VIF 1 (Constant) TAX ,929 1,077 TI ,960 1,041 PROFIT ,955 1,047 Hasil nilai VIF yang diperoleh dalam tabel menunjukan variabel bebas tidak saling berkolerasi. Diperoleh nilai VIF untuk masing-masing variabel bebas kurang dari 10 dan nilai tolerance berada di atas 0,10. Hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya kolerasi antara sesama variabel bebas dalam model regresi dan disimpulakn tidak terdapat masalah multikoliniearitas di antara sesama variabel bebas.
4.2.2.3 Uji Hetroskedestisitas
Tabel 4.4 Hasil Uji Heteroskedastisitasa Coefficients
Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients
Std.
Model B Error Beta t Sig. 1 (Constant) ,400 ,175 2,291 ,024 TAX -,145 ,157 -,102 -,923 ,359TI ,048 ,242 ,022 ,197 ,844 PROFIT -,162 ,111 -,159 -1,461 ,148
Sumber: Data, Diolah, 2018 Berdasarkan hasil output spss diatas menunjukkan bahwa nilai sig > 0,05, hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heterpskedastisitas. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi ini, sehingga model regresi layak pakai untuk memprediksi peningkatan transfer pricing, berdasarkan masukan variabel independen pajak, tunneling incentive, dan profitabilitas.
4.2.2.4 Uji Autokorelasi
Tabel 2.5 Hasil Uji Autokorelasi Metode D-W Test Model SummaryAdjusted R Std. Error of Durbin- Model R R Square Square the Estimate Watson a 1 ,449 ,202 ,173 ,82808 ,696
Sumber: Data, Diolah, 2018.
Berdasarkan hasil uji autokorelasi nilai Darwin-Watson terletak antara -2 sampai +2 yaitu 0,696, dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini tidak terjadi autokorelasi.
4.2.2.5 Uji Linieritas
Tabel 4.6 Hasil Uji Liniearitas
Variabel Sig. Linearity Keputusan
TP*TAX 0,019 Linier
TP*TI 0,010 Linier
TP*PROFIT 0,035 LinierSumber: Data, Diolah, 2018 Berdasarkan tabel diatas, menyatakan bahwa nilai sig. Linearrity pada variabel-variabel X terhadap Y. Dimana masing-masing nilai dari table 4.7, 4.8, dan 4.9 memiliki nilai sig. Linearity < 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa model regresi yang benar adalah linier.
4.2.3 Uji Hipotesis
4.2.3.1 Uji t (Parsial)
Tabel 4.7 Hasil Uji t (Parsial)a Coefficients
Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Model B Std. Error Beta t Sig. 1 (Constant) -,340 ,329 -1,032 ,305 TAX 1,187 ,281 ,430 4,226 ,000
TI ,349 ,424 ,083 ,825 ,412 PROFIT ,033 ,178 ,018 ,184 ,855
Sumber: Data, Diolah, 2018
Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan bahwa beban pajak (x1) memiliki t hitung sebesar 4,226 sedangkan t tabel 1,664 sehingga (t hitung > t tabel) dan signifikan (0,000 < 0,05), hal ini menunjukan bahwa H1a diterima, sehingga beban pajak berpengaruh positif signifikan terhadap praktik tansfer pricing.
Berdasarkan tabel 4.7 menunjukan bahwa variabel tunneling (X2) memiliki t hitung sebesar 0,825 sedangkan t tabel 1,664
incentive
sehingga (t hitung < t tabel) dan signifikan (0,412 > 0,05), hal ini menunjukan bahwa H1a ditolak, sehingga tunneling incentive tidak berpengaruh terhadap praktik transfer pricing.
Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan bahwa variabel profitabilitas (X3) memiliki t hitung sebesar 0,184 sedangkan t tabel 1,664 sehingga (t hitung < t tabel ) dan signifikan (0,855 > 0,05), hal ini menunjukan bahwa H1a ditolak, sehingga profitabilitas tidak berpengaruh terhadap praktik transfer pricing.
4.2.3.2 Uji F (Simultan)
Tabel 4.8 Hasil Uji F (Simultan)a ANOVA Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. b
1 Regression 14,384 3 4,795 6,992 ,000 Residual 56,914 83 ,686 Total 71,298
86 Sumber: Data, Diolah, 2018
Pada tabel 4.8 diatas dapat dilihat bahwa F hitung sebesar 6,992 sedangkan F tabel dalam penelitian ini adalah 2,76 hal ini berarti F hitung lebih besar dari F tabel (F hitung > F tabel) dan signifikan (0,00 < 0,05), hal ini menunjukan bahwa H2 diterima. Hal ini menunjukan bahwa beban pajak, tunneling incentive dan profitabilitas berpengaruh signifikan secara simultan terhadap praktik transfer pricing.
4.2.3.3 Uji Koefisien Determinasi ( )
Tabel 4.9 Hasil Uji Koefisiensi DeterminasiAdjusted R Std. Error of the Model R R Square Square Estimate a
1 ,449 ,202 ,173 ,8280759
Sumber: Data, Diolah, 2018
Berdasarkan tabel 4.13 dapat dilihat nilai R Square sebesar 0,202, hal ini menunjukan bahwa variabel beban pajak, tunneling
incentive dan profitabilitas berpengaruh sebesar 20,2%. Sedangkan
sisanya 79,28% (100-20,2) dipengaruhi oleh variabel lainnya yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini.
5.Kesimpulan
5.1 Kesimpulan
Penelitian ini untuk menguji peranan beban pajak, tunneling incentive dan profitabilitas terhadap praktik transfer pricing. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan multinasional yang listing di Bursa Efek Indonesia tahun 2015 – 2017. Berdasarkan hasil pengujian dan analisis yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Variabel Beban Pajak berpengaruh signifikan terhasap praktik transfer pricing, hal ini menunjukan bahwa pajak menjadi salah satu motivasi perusahaan multinasional untuk melakukan praktik transfer pricing. Dimana semakin tinggi tarif pajak yang dibayarkan oleh perusahaan mendorong perusahaan-perusahaan multinasional untuk melakukan kiat-kiat dalam meminimalkan beban pajak yang harus dibayar salah satunya dengan melakukan transfer pricing.
2. Variabel Tunneling Incentive tidak berpengaruh terhadap praktik, dimana semakin tinggi pengambil alihan sumber daya yang dilakukan oleh pemegang saham pengendali dan pemegang saham minoritas maka akan menimbulkan konflik yang berdampak bagi kegiatan operasional dan incestasi perusahaan. Hal inilah yang menyebabkan tunneling incentive tidak berpengaruh terhadap praktik transfer pricing.
3. Varabel Profitabilitas tidak berpengaruh terhadap keputusan transfer pricing, dimana pemegang saham pengendali tidak melakukan penahanan laba untuk membatasi pihak manajemen (agen) untuk melakukan investasi yang berlebihan yang dapat menghancurkan pemegang saham.
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adapun saran yang dapat diberikan peneliti untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut :
1. Penelitian selanjutnya disarankan untuk memperpanjang atau memperluas periode penelitian sehingga dapat menghasilkan hasil penelitian dan kesimpulan yang lebih akurat yang menggambarkan pengaruh beban pajai, tunneling incentive dan profitabilitas terhadap keputusan transfer pricing.
2. Penelitian selanjutnya kiranya dapat mengembangkan model penelitian dengan menggunaka objek yang lebih luas dan variabel lain yang mampu menjelaskan praktik transfer pricing yang terjadi seperti peranan Good Corporate Governance (GCG), pengungkapan Corporate Social Respondibilty (CSR).
DAFTAR PUSTAKA
Ananta, Melarosa Cinta Ayu, 2018, Analisis Pengaruh Pajak, Multinasionalitas,
Ukuran Perusahaan, Dan Profitabilitas Terhadap Praktik Transfer Pricing (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar diUniversitas Islam Indonesia, Bursa Efek Indonesia Tahun 2014-2016), Yogyakarta.
Deanti, Laksmita Rachmat, 2017, Pengaruh Pajak, Intangibel Assets, Laverage,
Profitabilitas, Dan Tunneling Incentive Terhadap Keputusan TransferUniversitas Islam Negeri Pricing Perusahaan Multinasional Indonesia, Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Gusti dan Sujana, 2017, Pengaruh Pajak, Mekanisme Bonus, Dan Tunneling
Incentive Pada Indikasi Melakukan Transfer Pricing, E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana Vol.19.2 Mei 2017: 1000-1029, BaliGresia dan James, 2018, Pengaruh Pajak, Tunneling Incentive Dan Mekanisme
Bonus Pada Keputusan Transfer Pricing Perusahaan Manufaktur YangJurnal Ekonomi Manajemen Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia, Akuntansi Vol. 16 No. 1 April 2018: 47-56, Universitas Wijaya Kusuma, Surabaya.
Hapsoro, Dito Tri, 2015, Pengaruh Pajak, Profitabilitas, Ukuran Perusahaan Dan
Tunneling Incentive Terhadap Keputusan Transfer Pricing (Studi Empiris Pada Sektor Manufaktur Yang Terdaftar Di BEI Periode 2010-12013), Universitas Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.Hartati, Winda., Desmiyawati, dan Nur Azulina, 2014, Analisis Pengaruh Pajak
Universitas Mataram,Dan Mekanisme Bonus Terhadap Transfer Pricing, Lombok.
Ikatan Akuntansi Indonesia, 2014, Standar Akuntansi Edisi Revisi 1 Januari 2015:
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 7 mengenai Pengungkapan Pihak-Pihak yang Memiliki Hubungan Istimewa.
Jensen, M. And W.H. Meckling, 1976, Theory of the Firm: Magerial Behavior,
Agency Cost and Ownership Structure, Journal of Financial Economics 3, 305-306, University of Rocherter, New York.Kiswanto, Nancy dan Anna Purwaningsih, Pengaruh Pajak Kepemilikan Asing,
Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Transfer Pricing Pada Perusahaan Universitas Atma Jaya,
Manufaktur Di BEI Tahun 2010-2013, Yogyakarta.
Marfuah dan Azizah, A. P. N, 2014, Pengaruh Pajak, Tunneling Incentive dan
Exchange Rate Pada Keputusan Transfer Pricing Perusahaan, JAAI, 18(2): 156-165, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.Mardiasmo, 2011, Perpajakan Edisi Revisi 2011, CV. Andi Offset, Yogyakarta.
Pramana, Aviandika Heru, 2014. Pengaruh Pajak, Bonus Plan, Tunneling
Incentive, Dan Debt Covenant Terhadap Keputusan Perusahaan Untuk Melakukan Transfer Pricing, Universitas Diponegoro, Semarang.
Refgina, Thessa 2017, Pengaruh Pajak, Mekanisme Bonus, Ukuran Perusahaan,
Kepemilikan Asing, Tunneling Incentive Terhadap Transfer Pricing (Perusahaan Sektor Industri Dasar Dan Kimia Yang Listing Di BEI Tahun 2011-2014), JOM Fekom Vol. 4 No. 1 Februaru 2017: 543-555, Universitas Riau, Pekanbaru.