BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - REPRESENTASI KETIDAKADILAN GENDER DALAM KUMPULAN CERPEN SAIA KARYA DJENAR MAESA AYU (ANALISIS WACANA KRITIS SARA MILLS) - repository perpustakaan

  representasi ketidakadilan gender dalam kumpulan cerpen Saia karya Djenar Maesa Ayu (analisis wacana kritis Sara Mills). Analisis wacana feminis menggunakan teori wacana Sara Mills dan representasi ketidakadilan gender menurut teori M. Fakih. Sara Mills melihat ketidakadilan gender melalui posisi subjek terhadap objek dan posisi pembaca terhadap penulis. Kemudian representasi ketidakadilan gender akan dimunculkan secara utuh melalui teori M. Fakih beserta klasifikasinya. Berikut pembahasan hasil penelitian selengkapnya.

  Pada pengaruh posisi subjek terhadap posisi objek ditemukan beberapa kategori yang menguatkan munculnya wacana ketidakadilan gender pada setiap cerpen. Kategori ini berdasarkan panduan klasifikasi data penelitian pada intrumen penelitian sederhana. Pertama, tokoh yang diposisikan sebagai pencerita (subjek) terhadap pihak yang didefinisikan dan digambarkan kehadirannya oleh pihak lain. Pada sebagian besar cerpen, tokoh utama muncul sebagai subjek yang bercerita hadir sekaligus sebagai objek yang diceritakan. Hal ini dapat dilihat pada temuan-temuan data berikut disertai pembahasannya masing-masing.

  (6)“Akan kita apakan calon bayi ini? Kita masih terlalu muda,” kata ayahnya.

  Saya akan menjaganya. (PSTO/A/01)

  Data di atas merupakan temuan pada cerpen pertama berjudul Air. Tokoh yang diposisikan sebagai pencerita (subjek) sekaligus sebagai objek yang diceritakan, yaitu tokoh saya yang merupakan seorang perempuan muda yang memiliki janin di luar pernikahan menceritakan sendiri apa yang dialami melalui sudut pandang penceritaan orang pertama (aku). Tokoh saya yang selain menduduki posisi subjek juga menduduki posisi objek yang diceritakan dalam cerpen tersebut. Berbeda dengan tokoh ayahnya atau ayah dari anak yang dikandung tokoh saya, posisinya disamarkan dan diuntungkan dengan penggunaan kalimat pasif. Hal ini memunculkan ketidakadilan gender pada tokoh saya sebagai perempuan oleh tokoh ayahnya yang tidak mau bertanggungjawab atas perbuatannya.

  (7)Angka yang menyala di dinding elevator mengingatkan Nayla akan usia laki- laki yang diperkenalkan kedua orangtuanya. “Masih muda tapi sudah siap menikah. Dari keluarga baik- baik dan terhormat pula,” begitu kata mereka. (PSTO/NDL/01)

  Kemudian data selanjutnya merupakan temuan pada cerpen ketiga berjudul Nol-Dream Land. Tokoh yang diposisikan sebagai pencerita (subjek) sekaligus sebagai objek yang diceritakan, yaitu tokoh Nayla yang merupakan seorang perempuan yang diperkenalkan kepada laki-laki pilihan keluarganya, melalui sudut pandang penceritaan orang ketiga (dia). Tokoh Nayla yang selain menduduki posisi subjek juga menduduki posisi objek yang diceritakan dalam cerpen tersebut. Berbeda dengan tokoh orangtuanya atau orangtua dari Nayla yang posisinya disamarkan dan diuntungkan dengan penggunaan kalimat aktif ketika mendeskripsikan laki-laki yang dijodohkan dengan tokoh Nayla. Hal ini memunculkan ketidakadilan gender pada tokoh Nayla sebagai perempuan oleh tokoh orangtuanya yang memaksakan pernikahan dengan laki-laki yang tidak dicintai tokoh Nayla.

  (8)Ia cuman bisa menangis. Saat laki-laki yang dicintainya menelanjangi dengan paksa. Melakukan hal yang sama sekali Nayla tak suka atas tubuhnya. (PSTO/FD/01) Data selanjutnya merupakan temuan pada cerpen cerpen keenam berjudul Fantasi Dunia. Tokoh yang diposisikan sebagai pencerita (subjek) sekaligus sebagai objek yang diceritakan, yaitu tokoh Nayla yang merupakan seorang perempuan yang diperkosa oleh kekasihnya sendiri, melalui sudut pandang penceritaan orang ketiga (dia). Tokoh Nayla yang selain menduduki posisi subjek juga menduduki posisi objek yang diceritakan dalam cerpen tersebut. Berbeda dengan tokoh laki-laki yang dicintai oleh tokoh Nayla yang posisinya disamarkan dan diuntungkan dengan penggunaan kalimat pasif. Hal ini memunculkan ketidakadilan gender pada tokoh Nayla sebagai perempuan oleh tokoh laki-laki yang dicintainya dan melakukan pemerkosaan.

  (9)Saya malas ketemu Ibu dan Ayah. Setiap bersama, selalu saja mereka saling melempar amarah. Dan kalau pertengkaran mereka tak selesai, selalu saja ada tindakan saya yang dianggap salah. (PSTO/Sa/01) Data selanjutnya merupakan temuan pada cerpen ketujuh berjudul

  Saia. Tokoh yang diposisikan sebagai pencerita (subjek) sekaligus sebagai objek yang diceritakan, yaitu tokoh saya yang merupakan seorang anak perempuan yang menjadi korban kekerasan oleh kedua orangtuanya sebagai pelampiasan atas kemarahan mereka, melalui sudut pandang penceritaan orang pertama (aku). Tokoh saya yang selain menduduki posisi subjek juga menduduki posisi objek yang diceritakan dalam cerpen tersebut. Berbeda dengan tokoh Ibu dan Ayah yang posisinya disamarkan dan diuntungkan dengan penggunaan kalimat pasif. Hal ini memunculkan ketidakadilan gender pada tokoh saya sebagai perempuan yang mendapat kekerasan maupun psikologis oleh kedua orangtuanya.

  (10)Saya sudah hafal semuanya luar kepala tanpa perlu membaca naskah lagi. Tapi bagaimana caranya menjelaskan jika saking ingin terlihat sempurna, akhirnya saya mengonsumsi teh herbal malam tadi? (PSTO/QI/01) Data selanjutnya merupakan temuan pada cerpen kedelapan berjudul

  Qurban Iklan. Tokoh yang diposisikan sebagai pencerita (subjek) sekaligus sebagai objek yang diceritakan, yaitu tokoh saya yang merupakan seorang perempuan yang menjadi korban penyalahgunaan obat herbal diet yang berakibat sakit pada pencernaannya. Tokoh saya yang selain menduduki posisi subjek juga menduduki posisi objek yang diceritakan dalam cerpen tersebut. Posisi tokoh saya sebagai subjek yang bercerita sekaligus objek yang diceritakan menghadirkan kisah permpuan yang mengalami penipuan oleh iklan kecantikan diet dengan teh herbal yang disebabkan tuntutan penampilan fisik yang seringkali diinginkan oleh pihak laki-laki. Hal ini memunculkan ketidakadilan gender pada tokoh saya sebagai perempuan yang pada akhirnya mengalami ganguan pencernaan akibat penyalahgunaan obat herbal diet.

  (11)Nayla sama sekali tak memikat.Tapi bocah laki-laki di sekitar gang itu menginginkannya dengan teramat sangat. (PSTO/GKA/02) Data selanjutnya merupakan temuan pada cerpen kesepuluh berjudul

  Gadis Korek Api. Tokoh yang diposisikan sebagai pencerita (subjek) sekaligus sebagai objek yang diceritakan, tokoh Nayla yang merupakan seorang perempuan muda yang menjadi menjadi pekerja seks komersial sedari usia muda dan mampu memikat anak laki-laki di sekitar lokalisasi tersebut, melalui sudut pandang penceritaan orang ketiga (dia). Tokoh Nayla yang selain menduduki posisi subjek juga menduduki posisi objek yang diceritakan dalam cerpen tersebut. Berbeda dengan tokoh anak laki-laki yang terpikat oleh tokoh Nayla yang posisinya disamarkan dan diuntungkan dengan penggunaan kalimat pasif. Hal ini memunculkan ketidakadilan gender pada tokoh Nayla sebagai perempuan oleh anak laki-laki yang melakukan pelecehan seksual dengan mengeksploitasinya.

  (12)Di ruang tunggu Klinik Dokter Kandungan, ia termenung sendirian. (PSTO/AMH/01) Data selanjutnya merupakan temuan pada cerpen sebelas berjudul Air

  Mata Hujan. Tokoh yang diposisikan sebagai pencerita (subjek) sekaligus sebagai objek yang diceritakan, yaitu tokoh saya merupakan perempuan yang mengalami kehamilan di luar pernikahan tanpa tanggung jawab pihak laki- laki, melalui sudut pandang penceritaan orang ketiga (dia). Tokoh dia yang selain menduduki posisi subjek juga menduduki posisi objek yang diceritakan dalam cerpen tersebut. Berdasarkan narasi latar tempat dan suasana yang terdapat temuan data tersebut dapat disimpulkan bahwa tokoh dia menjadi subjek yang menceritakan dan objek yang diceritakan oleh pengarang. Hal ini memunculkan ketidakadilan gender pada tokoh saya sebagai perempuan yang tidak mendapat pertanggungjawaban dari pihak laki-laki atas kehamilannya.

  (13)Saya mulai sedikit paham. Ketika suami tidak mengatakan apa pun tapi tidak pulang hingga bermalam-malam. (PSTO/DS/02) Data selanjutnya merupakan temuan pada cerpen ketigabelas berjudul

  Dewi Sialan. Tokoh yang diposisikan sebagai pencerita (subjek) sekaligus sebagai objek yang diceritakan, yaitu tokoh saya yang merupakan seorang perempuan yang mulai memahami bahwa suaminya menunjukan tanda-tanda melakukan perselingkuhan, melalui sudut pandang penceritaan orang pertama (aku). Tokoh saya yang selain menduduki posisi subjek juga menduduki posisi objek yang diceritakan dalam cerpen tersebut. Berbeda dengan tokoh suami yang posisinya disamarkan dan diuntungkan dengan penggunaan kalimat pasif. Hal ini memunculkan ketidakadilan gender pada tokoh saya sebagai perempuan yang mendapat peminggiran dalam keluarga berbentuk tindakan perselingkuhan oleh tokoh suami.

  Pengaruh selanjutnya pada posisi subjek terhadap posisi objek ditemukan beberapa kategori yang menguatkan munculnya wacana ketidakadilan gender pada setiap cerpen. Kategori ini berdasarkan panduan klasifikasi data penelitian pada intrumen penelitian sederhana. Kedua, posisi yang mampu mendefinisikan dirinya sendiri dan mendefinisikan pihak lain dalam sudut pandangnya sendiri terhadap posisi yang tidak bisa menampilkan dirinya dalam teks. Pada beberapa cerpen, tokoh pada posisi subjek mampu mendefinisikan diri sendiri maupun pihak lain (posisi objek). Hal ini dapat dilihat pada temuan-temuan data berikut disertai pembahasannya masing- masing.

  (14)Entahlah, ia sinis pada nasibnya, atau pada kami, para lelaki yang memandangnya penuh berahi. (PSTO/MT/01) Data di atas merupakan temuan pada cerpen keempatbelas berjudul

  Mata Telanjang. Tokoh pada posisi subjek mampu mendefinisikan diri sendiri maupun pihak lain (posisi objek), yaitu tokoh saya yang merupakan seorang laki-laki bersama sekumpulan laki-laki lain yang sedang memandang penuh birahi kepada seorang perempuan. Tokoh saya atau kami pada posisi subjek mampu mendefinisikan diri sendiri maupun pihak lain (posisi objek). Tokoh dia yang tanggapannya dinarasikan tokoh saya menggambarkan respon sinis atas ketidakadilan gender yang dialami akibat kekuasaan laki-laki yang memandangnya. Hal ini memunculkan ketidakadilan gender pada tokoh dia sebagai perempuan oleh sekumpulan laki-laki yang memandangnya penuh berahi.

  (15)Dan juga masih ingat betul semua kejadian di dalam rumah Lalu yang terletak di kawasan mentereng. Di tingkat rumah gedongan itu ada sebuah tempat khusus untuk menjemur pakaian berlantai seng. Ibu Lalu senang menghukumnya di sana. Lalu disuruh berdiri seharian tanpa ada yang mengalasi kakinya. (PSTO/DL/01) Data di atas merupakan temuan pada cerpen kedua berjudul Dan Lalu. Tokoh pada posisi subjek mampu mendefinisikan diri sendiri maupun pihak lain (posisi objek), yaitu tokoh Dan yang merupakan seorang laki-laki yang memiliki sahabat seorang perempuan bernama Lalu yang mengalami kekerasan dalam keluarganya. Tokoh Dan pada posisi subjek mampu mendefinisikan diri sendiri maupun pihak lain (posisi objek). Sudut pandang orang ketiga serba tahu bertujuan untuk menggambarkan ideologi atau pandangan hidup tokoh yang mengalami ketidakadilan gender. Seperti halnya tokoh Lalu yang tampak memiliki kehidupan yang baik namun sebenarnya mendapatkan kekerasan dalam keluarga. Hal ini memunculkan ketidakadilan gender pada tokoh Lalu sebagai anak perempuan yang mendapat kekerasan secara fisik maupun psikologis oleh ibunya.

  (16) Namanya Nayla, tapi orang-orang menjulukinya Gadis Korek Api. Pun bukan karena ia mampu menghadirkan imajinasi yang diinginkan setiap kali menyalakan korek api seperti tokoh Gadis Penjual Korek Api. Tapi justru karena ia mampu membuat para bocah laki-laki berimajinasi. (PSTO/GKA/01) Data di atas merupakan temuan pada cerpen kesepuluh berjudul Gadis

  Korek Api. Tokoh pada posisi subjek mampu mendefinisikan diri sendiri maupun pihak lain (posisi objek), yaitu tokoh Nayla yang merupakan seorang perempuan muda yang sudah diperkerjakan sebagai pekerja seks komersial menggunakan media korek api dengan banyak bocah laki-laki yang menginginkannya. Pengarang melalui tokoh Nayla pada posisi subjek mampu mendefinisikan diri sendiri maupun pihak lain (posisi objek). Sudut pandang orang ketiga serba tahu bertujuan untuk menggambarkan ideologi atau pandangan hidup tokoh yang mengalami ketidakadilan gender. Seperti halnya pada tokoh Nayla yang tidak berdaya dengan pekerjaan sebagai pekerja seks komersial di usianya yang masih belia. Hal ini memunculkan ketidakadilan gender pada tokoh Nayla sebagai anak perempuan yang mendapat pelecehan seksual akibat eksploitasinya sebagai pekerja seks komersial.

  (17)Sehari-hari Nayla menghabiskan waktu dengan pembantu. Pergi dan pulang ke sekolah dengan sopir yang di pertengahan jalan sering mengajaknya main dadu. Jika Nayla benar menebak angka dadu, ia diperbolehkan melumat permen loli di balik celana sopirnya. Jika Nayla salah menebak angka dadu, ia harus memperbolehkan permen loli si sopir dicelupkan ke dalam cokelat di balik celananya. (PSTO/Se/02) Data di atas merupakan temuan pada cerpen keempat berjudul

  Sementara. Tokoh pada posisi subjek mampu mendefinisikan diri sendiri maupun pihak lain (posisi objek), yaitu tokoh Nayla yang tanpa sadar menjadi korban pelecahan seksual dari supirnya akibat kurang mendapat perhatian kedua orangtuanya. Pengarang melalui tokoh Nayla pada posisi subjek mampu mendefinisikan diri sendiri maupun pihak lain (posisi objek). posisi tokoh Nayla dihadirkan untuk memunculkan perspektif atau sudut pandang pencerita yang dibangun oleh pengarang sebagai seorang anak perempuan yang kurang mendapat perhatian kedua orangtua dan sering ditinggal bersama pembantu dan supir, hingga pada akhirnya menjadi korban pelecehan seksual oleh sang supir. Dikaitkan dengan kehidupan nyata dalam masyarakat modern saat ini, banyak terjadi orang tua yang sama-sama memiliki pekerjaan seringkali lalai akan kewajibannya memperhatikan dan mendidik anak hingga berpotensi terjadinya pelecehan seksual terhadap sang anak. Hal ini memunculkan ketidakadilan gender pada tokoh Nayla sebagai anak perempuan yang mendapat pelecehan seksual akibat kelalaian orangtuanya.

  (18)Nayla tak pernah mengenal ayah, ia cuma mengenal Ibu. Ibu yang mengerjakan satu demi satu perintah Bapak dan Ibu Pram dengan patuh. Ibu yang tak pernah mengeluh, tak terkecuali saat Bapak Pram di atas tubuhnya mengaduh. (PSTO/KA/01) Data di atas merupakan temuan pada cerpen kelima berjudul Kulihat

  Awan. Tokoh pada posisi subjek mampu mendefinisikan diri sendiri maupun pihak lain (posisi objek), yaitu tokoh Ibu yang merupakan pembantu rumah tangga hidup menumpang di rumah majikannya bersama sang anak. Tokoh Ibu digambarkan sebagai seorang pembantu rumah tangga yang selalu patuh terhadap majikannya dalam hal pekerjaan maupun diluar pekerjaan, seperti dijelaskan pada kalimat ketiga. Pengarang melalui tokoh Nayla pada posisi subjek mampu mendefinisikan diri sendiri maupun posisi tokoh Ibu dalam ketiga kalimat pasif tersebut hadir dengan narasi melalui kehidupan tokoh Nayla. Hal ini memunculkan ketidakadilan gender pada tokoh Ibu sebagai perempuan yang mendapat pelecehan seksual oleh majikannya.

  Kemudian pengaruh selanjutnya pada posisi subjek terhadap posisi objek ditemukan beberapa kategori yang menguatkan munculnya wacana ketidakadilan gender pada setiap cerpen. Kategori ini berdasarkan panduan klasifikasi data penelitian pada intrumen penelitian sederhana. Ketiga, posisi yang menentukan semua pihak yang mempunyai kekuasaan penuh dalam mengabsahkan penyampaian peristiwa kepada pembaca terhadap pihak yang termarjinalisasi oleh kelompok lain yang mempunyai posisi lebih tinggi dengan bias dan prasangkanya. Pada beberapa cerpen, tokoh pada posisi subjek memiliki kekuasaan penuh yang mengakibatkan posisi objek termarjinalkan. Hal ini dapat dilihat pada temuan-temuan data berikut disertai pembahasannya masing-masing.

  (19)Saat tak ada satu pun keluarga yang sudi menengok apalagi merawat. Saat berbagai penyakit mulai sering kumat, setelah divonis positif mengidap HIV/AIDS yang menandakan dirinya sedang sekarat. (PSTO/Se/01) Data di atas merupakan temuan pada cerpen keempat berjudul

  Sementara. Tokoh pada posisi subjek memiliki kekuasaan penuh yang mengakibatkan posisi objek termarjinalkan, yaitu tokoh Nayla yang merupakan seorang perempuan yang mengidap penyakit HIV/AIDS dan termarjinalkan oleh masyarakat bahkan keluarganya sendiri. Posisi tokoh Nayla pada posisi objek mengalami marginalisasi oleh tokoh-tokoh lain yang pengarang munculkan (posisi subjek). Sudut pandang orang ketiga serba tahu bertujuan untuk menggambarkan ideologi atau pandangan hidup tokoh yang mengalami ketidakadilan gender. Seperti halnya tokoh orang tua digambarkan memiliki kecenderungan sikap tidak memiliki kepedulian dan meminggirkan posisi tokoh Nayla dalam keluarga akibat penyakitnya. Hal ini memunculkan ketidakadilan gender pada tokoh Nayla sebagai perempuan yang mengidap penyakit HIV/AIDS yang mengakibatkan marginalisasi.

  (20)Biar semuanya berakhir, pada saat dicerai mantan suami yang kecewa setelah mengetahui jika ia sudah tak perawan lagi. (PSTO/I/01) Data di atas merupakan temuan pada cerpen keduabelas berjudul

  Insomnia. Tokoh pada posisi subjek memiliki kekuasaan penuh yang mengakibatkan posisi objek termarjinalkan, yaitu tokoh dia yang merupakan seorang perempuan yang mengalami perceraian setelah mantan suaminya mengetahui dirinya sudah tidak perawan. Posisi tokoh dia pada posisi objek mengalami marginalisasi oleh tokoh-tokoh lain yang pengarang munculkan (posisi subjek). Posisi tokoh dia dengan gaya sudut pandang orang ketiga serba tahu dalam cerita mampu mendefinisikan keadaannya dirinya yang mengalami marginalisasi dalam keluarga oleh suaminya setelah belum lama menikah karena alasan seksual. Hal ini memunculkan ketidakadilan gender pada tokoh dia sebagai perempuan yang menjadi korban pemerkosaan sebelum menikah dan mengalami marginalisasi oleh suaminya setelah menikah hingga berakibat perceraian.

  (21)Dewi yang satu ini memang sialan! Ia membuat hati saya tertekan. Meski saya tahu tak bisa melawan, saya akan tetap bertahan. (PSTO/DS/02) Data di atas merupakan temuan pada cerpen ketigabelas berjudul

  Dewi Sialan. Tokoh pada posisi subjek memiliki kekuasaan penuh yang mengakibatkan posisi objek termarjinalkan, yaitu tokoh saya yang merupakan seorang perempuan yang termarginalkan dalam keluarganya oleh suaminya karena adanya dewi sialan. Posisi tokoh saya pada posisi objek mengalami marginalisasi oleh tokoh-tokoh lain yang pengarang munculkan (posisi subjek). Posisi tokoh saya dengan gaya sudut pandang orang pertama dalam cerita, mampu mendefinisikan keadaannya dirinya yang hanya mampu bertahan ketika suaminya mulai tergoda dengan dewi sialan atau pekerja seks komersial. Hal ini memunculkan ketidakadilan gender pada tokoh saya sebagai istri yang termarginalkan oleh suaminya karena hadirnya perempuan pujaan lain.

  (22)Pernikahan megah yang sangat diinginkan kedua orangtuanya. Nayla tinggalkan belahan hati sesungguhnya. (PSTO/NDL/02) Data di atas merupakan temuan pada cerpen ketiga berjudul Nol-

  Dream Land. Tokoh pada posisi subjek memiliki kekuasaan penuh yang mengakibatkan posisi objek termarjinalkan, yaitu tokoh Nayla yang merupakan seorang perempuan yang dinikahkan secara paksa oleh kedua orangtuanya. Pandangan semacam ini sejalan dengan pandangan keliru yang menganggap bahwa anak perempuan harus menuruti segala perintah kedua orangtuanya, baik sesuai maupun tidak sesuai dengan keinginan sang anak.

  Posisi tokoh Nayla pada posisi objek mengalami marginalisasi oleh tokoh- tokoh lain yang pengarang munculkan (posisi subjek). Hal ini memunculkan ketidakadilan gender pada tokoh Nayla sebagai anak perempuan yang termarginalkan dengan adanya perjodohan oleh orangtuanya.

  (23)“Bapaknya aja gak pernah dateng ke sekolah, pasti piaraan!” “Mending dipiara, paling habis dipake langsung ditinggal!” “Iya, makanya janinnya dijadiin. Ngarep dikawinin!” (PSTO/FD/02) Data di atas merupakan temuan pada cerpen keenam berjudul Fantasi

  Dunia. Tokoh pada posisi subjek memiliki kekuasaan penuh yang mengakibatkan posisi objek termarjinalkan, yaitu tokoh dia yang merupakan perempuan yang sedang dibicarakan oleh perempuan-perempuan lain dengan pandangan merendahkan. Posisi tokoh dia pada posisi objek mengalami marginalisasi oleh tokoh-tokoh lain yang pengarang munculkan (posisi subjek). Tokoh dia dalam ketiga kalimat tersebut mengalami marginalisasi yang dilakukan oleh kelompok perempuan-perempuan lain dalam kelompok kontra feminis dengan anggapan kelompoknya memiliki posisi yang lebih tinggi daripada tokoh dia. Alasan kelompok kontra feminis melalukan tindakan tersebut yaitu anggapan bahwa perempuan yang mengurus anak tanpa didampingi pasangan merupakan sesuatu yang buruk. Hal ini memunculkan ketidakadilan gender pada tokoh dia sebagai perempuan yang harus menghidupi diri dan anaknya dengan marginalisasi oleh masyarakat.

  Pengaruh terakhir pada posisi subjek terhadap posisi objek ditemukan beberapa kategori yang menguatkan munculnya wacana ketidakadilan gender pada setiap cerpen. Kategori ini berdasarkan panduan klasifikasi data penelitian pada intrumen penelitian sederhana. Keempat, posisinya diuntungkan dengan teks yang ditampilkan terhadap posisi perempuan menjadi objek yang dipandang dan direpresentasikan secara buruk. Pada beberapa cerpen, tokoh pada posisi objek dirugikan dengan dipandang dan direpresentasikan buruk. Hal ini dapat dilihat pada temuan-temuan data berikut disertai pembahasannya masing-masing.

  (24)Kadang saya juga ingin melayang jauh ke masa lampau. Tidak bertemu dengan ayahnya yang begitu saja lepas tangan. (PSTO/A/02) Data di atas merupakan temuan pada cerpen pertama berjudul Air.

  Tokoh pada posisi objek dirugikan dengan dipandang dan direpresentasikan buruk, yaitu tokoh saya merupakan perempuan yang harus bertanggungjawab atas kehidupannya sendiri bersama anaknya tanpa laki-laki. Tokoh saya pada posisi objek dipandang dan direpresentasikan buruk oleh pengarang melalui tokoh lain. Posisi tokoh saya dalam cerita yang harus bertanggungjawab sendirian atas anak yang dikandungnya setelah laki-laki yang menghamilinya lepas tangan atau tidak mau bertanggungjawab. Berdasarkan beberapa kriteria tersebut, tokoh saya dalam cerpen Air dapat dikategorikan dalam posisi objek yang dirugikan dengan peristiwa ketidakadilan gender yang dialaminya. Hal ini memunculkan ketidakadilan gender pada tokoh saya sebagai perempuan yang harus membesarkan anaknya tanpa tanggungjawab laki-laki.

  (25)Ibu Lalu dipersunting pada usia muda. Itu pun sebagai istri ketiga. Kisah klasik tentang kesulitan ekonomi yang membuat kedua orangtuanya dililit utang. Tak punya pilihan, direlakannyalah sang anak semata wayang. (PSTO/DL/02) Data di atas merupakan temuan pada cerpen kedua berjudul Dan Lalu.

  Tokoh pada posisi objek dirugikan dengan dipandang dan direpresentasikan buruk, yaitu tokoh Ibu Lalu yang dipandang dan direpresentasikan buruk karena melakukan kekerasan kepada anaknya, tetapi hal ini terjadi akibat dirinya mendapat pemaksaan dalam pernikahannya. Posisi tokoh ibu Lalu merupakan seorang perempuan yang terpaksa menikah untuk melunasi hutang kedua orangtuanya, yang kemudian melampiaskan kemarahannya pada anaknya. Tokoh Lalu yang mendapat kekerasan dari ibunya pada akhirnya pun menjadi perempuan yang dipandang dan direpresentasikan buruk dengan merusak dirinya sendiri sebagai wujud kemarahannya kepada ibunya. Hal ini memunculkan ketidakadilan gender baik pada tokoh Ibu Lalu maupun tokoh Lalu yang terjadi akibat kawin paksa yang dialami Ibu Lalu.

  (26)Biar semua itu berakhir pada saat ia berusaha masuk ke dalam rumah sehabis pulang sekolah namun massa menahan dan memerkosanya bergantian tepat di depan rumahnya sendiri. (PSTO/I/02) Data di atas merupakan temuan pada cerpen keduabelas berjudul

  Insomnia. Tokoh pada posisi objek dirugikan dengan dipandang dan direpresentasikan buruk, yaitu tokoh dia yang merupakan seorang perempuan yang menjadi korban permerkosaan di usia mudanya. Posisi tokoh dia dihadirkan untuk memunculkan perspektif atau sudut pandang pencerita yang dibangun oleh pengarang sebagai seorang perempuan yang menceritakan peristiwa masa lalunya sebagai korban kekerasan seksual dalam bentuk pemerkosaan. Hal ini tentu ada banyak terjadi dalam kehidupan nyata dalam lingkungan masyarakat saat ini. Media massa seringkali memberitakan kasus- kasus pemerkosaan tanpa mengangkat pesan untuk melindungi masa depan korban pemerkosaan yang akan kesulitan baik dalam keluarga maupun masyarakat, seperti halnya dalam cerita tesebut. Hal ini memunculkan ketidakadilan gender pada tokoh dia yang direpresentasikan buruk akibat pemerkosaan yang dialami di usia muda.

  Pada pengaruh posisi pembaca terhadap posisi penulis ditemukan beberapa kategori yang menguatkan munculnya wacana ketidakadilan gender pada setiap cerpen. Kategori ini berdasarkan panduan klasifikasi data penelitian pada intrumen penelitian sederhana. Pertama, penulis melalui teks menempatkan dan memposisikan pembaca dalam subjek tertentu dalam keseluruhan jalinan teks. Maksudnya, pembaca menempatkan diri melalui keseluruhan jalinan teks yang penulis buat. Hal ini dapat dilihat pada temuan- temuan data berikut disertai pembahasannya masing-masing.

  (27)Saya harus segera menghayati peran. Ingin menelepon tapi sutradara memberi instruksi jika ponsel mutlak dimatikan. (PPTPn/A/03) Data di atas merupakan temuan pada cerpen pertama berjudul Air.

  Penulis melalui teks menempatkan dan memposisikan pembaca dalam subjek tertentu dalam keseluruhan jalinan teks melalui peristiwa yang dialami tokoh.

  Tokoh saya dalam cerita tersebut menempatkan pembaca seolah-olah turut mengalami peristiwa yang terjadi pada dirinya, yaitu menjadi seorang perempuan yang berjuang sendirian menghidupi diri dan anaknya tanpa pasangan yang bertanggungjawab. Melalui tokoh saya dalam kedua kalimat tersebut muncul wacana perjuangan perempuan dalam melakukan pekerjaan.

  Hal ini tentu menjadikan pembaca dapat memberi makna dan tanggapan terhadap perjuangan perempuan tersebut, misalnya mengelompokkan perjuangan tersebut sebagai bentuk marginalisasi terhadap perempuan karena kurangnya toleransi dalam pekerjaan yang dilakukan.

  (28)Padahal Nayla tahu orang-orang yang kerap obral moral di pelbagai media itu pelaku dan pengguna juga. Mereka yakin jika dirinya lebih baik dari orang kebanyakan. Mereka pun memperlakukan orang dengan HIV/AIDS seperti Nayla tanpa perasaan. (PPTPn/NDL/03) Data di atas merupakan temuan pada cerpen keempat berjudul

  Sementara. Penulis melalui teks menempatkan dan memposisikan pembaca dalam subjek tertentu dalam keseluruhan jalinan teks melalui peristiwa yang dialami tokoh. Tokoh Nayla dalam cerita tersebut menempatkan pembaca seolah-olah turut mengalami peristiwa yang terjadi pada dirinya, yaitu menjadi seorang perempuan yang berpandangan sinis terhadap masyarakat yang memandang redah dirinya yang mengidap penyakit HIV/AIDS. Melalui tokoh Nayla dalam tiga kalimat tersebut memunculkan fenomena peminggiran masyarakat terhadap korban penyalahgunaan narkoba. Hal ini tentu menjadikan pembaca dapat memberi makna dan tanggapan terhadap peristiwa yang terjadi pada perempuan tersebut, misalnya mengelompokkan peristiwa tersebut sebagai bentuk subordinasi terhadap perempuan oleh masyarakat.

  (29)Ia cuman bisa menangis. Saat laki-laki yang dicintainya menelanjangi dengan paksa. Melakukan hal yang sama sekali Nayla tak suka atas tubunya. (PPTPn/FD/03) Data di atas merupakan temuan pada cerpen keenam berjudul Fantasi

  Dunia. Penulis melalui teks menempatkan dan memposisikan pembaca dalam subjek tertentu dalam keseluruhan jalinan teks melalui peristiwa yang dialami tokoh. Tokoh Nayla dalam cerita tersebut menempatkan pembaca seolah- olah turut mengalami peristiwa yang terjadi pada dirinya, yaitu menjadi seorang perempuan yang diperkosa oleh kekasih yang dicintainya. Melalui tokoh Nayla dalam data tersebut muncul wacana kekerasan secara seksual terhadap perempuan dengan serangan seksual dari laki-laki. Hal ini tentu menjadikan pembaca dapat memberi makna dan tanggapan terhadap peristiwa yang terjadi pada perempuan tersebut, misalnya mengelompokkan peristiwa tersebut sebagai bentuk ketidakberdayaan posisi perempuan dibandingkan dengan posisi laki-laki atau subordinasi terhadap perempuan.

  (30)Bergantian melemparkan caci makian. Bersamaan melayangkan tamparan demi tamparan. Juga tonjokan. Tak terkecuali tendangan. Mereka tak peduli walau saya sudah menangis minta ampun dan merintih kesakitan. (PPTPn/Sa/02) Data di atas merupakan temuan pada cerpen ketujuh berjudul Saia. Penulis melalui teks menempatkan dan memposisikan pembaca dalam subjek tertentu dalam keseluruhan jalinan teks melalui peristiwa yang dialami tokoh.

  Tokoh saya dalam cerita tersebut menempatkan pembaca seolah-olah turut mengalami peristiwa yang terjadi pada dirinya, yaitu menjadi seorang anak perempuan yang mengalami kekerasan oleh kedua orangtuanya. Melalui tokoh saya dalam beberapa kalimat tersebut memunculkan fenomena kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak akibat pertengkaran kedua orang tua. Hal ini tentu menjadikan pembaca dapat memberi makna dan tanggapan terhadap peristiwa yang terjadi pada perempuan tersebut, misalnya mengelompokkan peristiwa tersebut sebagai bentuk ketidakberdayaan anak perempuan terhadap kekerasan oleh orangtuanya.

  (31)“Nambah, bayar!” hardik Mami. Antrean Gadis Korek Api di areal prostitusi terkenal yang semula hanya untuk penambah saja, tak dinyana, menjadi salah satu penghasilan utama. (PPTPn/GKA/03) Data di atas merupakan temuan pada cerpen kesepuluh berjudul Gadis

  Korek Api. Penulis melalui teks menempatkan dan memposisikan pembaca dalam subjek tertentu dalam keseluruhan jalinan teks melalui peristiwa yang dialami tokoh. Tokoh dia (Gadis Korek Api) dalam cerita tersebut menempatkan pembaca seolah-olah turut mengalami peristiwa yang terjadi pada dirinya, yaitu menjadi seorang anak perempuan yang terpaksa menjadi pekerja seks komersial di usia belia. Melalui tokoh dia dalam dua kalimat tersebut memunculkan fenomena eksploitasi anak untuk kepentingan seksual. Hal ini tentu menjadikan pembaca dapat memberi makna dan tanggapan terhadap peristiwa yang terjadi pada perempuan tersebut, misalnya mengelompokkan peristiwa tersebut sebagai bentuk kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur.

  (32)Jangan bayangkan dewi yang satu ini dengan penggambaran dewi-dewi yang menetap di kahyangan.

  Sungguh, jika kalian membayangkan seperti apa yang saya baru tuliskan, itu adalah kesalahan. (PPTPn/I/04) Data di atas merupakan temuan pada cerpen ketigabelas berjudul

  Dewi Sialan. Penulis melalui teks menempatkan dan memposisikan pembaca dalam subjek tertentu dalam keseluruhan jalinan teks melalui peristiwa yang dialami tokoh. Tokoh saya dalam cerita tersebut menempatkan pembaca seolah-olah turut mengalami peristiwa yang terjadi pada dirinya, yaitu menjadi seorang perempuan yang berpandangan sinis terhadap dewi malam atau pekerja seks komersial yang mengganggu rumah tangganya. Melalui tokoh Nayla dalam tiga kalimat tersebut memunculkan fenomena perselingkuhan yang dilakukan dengan perantara pekerja seks komersial. Hal ini tentu menjadikan pembaca dapat memberi makna dan tanggapan terhadap peristiwa yang terjadi pada perempuan tersebut, misalnya mengelompokkan peristiwa tersebut sebagai bentuk subordinasi dalam rumah tangga oleh suami terhadap istri.

  Kemudian pengaruh selanjutnya pada posisi pembaca terhadap posisi penulis ditemukan beberapa kategori yang menguatkan munculnya wacana ketidakadilan gender pada setiap cerpen. Kategori ini berdasarkan panduan klasifikasi data penelitian pada intrumen penelitian sederhana. Kedua, dalam novel atau cerpen dibangun dengan serangkaian karakter dan plot yang dirangkai penulis untuk mempengaruhi pembaca. Maksudnya, pembaca dipengaruhi penulis berdasarkan karakter dan plot cerita. Hal ini dapat dilihat pada temuan-temuan data berikut disertai pembahasannya masing-masing.

  (33)Tak pernah ada yang menanyakan nama kepadaku selain nomor booking -an. Di sini perempuan hanyalah angka. (PPTPn/MT/02) Data di atas merupakan temuan pada cerpen keempatbelas berjudul

  Mata Telanjang. Pembaca dipengaruhi oleh penulis dengan serangkaian karakter dan plot dalam novel atau cerpen, yaitu hadirnya karakter-karakter tokoh dan alur cerita (plot) menempatkan pembaca pada posisi tertentu. Tokoh aku dalam cerita tersebut merupakan perempuan pekerja seks komersial yang seringkali diperlakukan seperti barang dengan identitas nomor. Karakter pada tokoh aku digambarkan sebagai perempuan yang kuat menerima keadaan dan pantang menyerah dalam menekuni pekerjaannya sebagai pekerja seks komersial. Plot cerita yang mengisahkan perjuangan perempuan yang terpaksa menjadi pekerja seks komersial dan mendapat peminggiran dalam masyarakat. Hal ini tentu menjadikan pembaca terpengaruh untuk memahami kehidupan pekerja seks komersial.

  (34)“Tak ada yang lebih kelam daripada dendam seorang anak pada orangtuanya. Tapi tak ada yang lebih kejam daripada dendam seorang anak kepada orangtuanya yang dilampiaskan kepada keturunannya.” (PPTPn/DL/03) Data di atas merupakan temuan pada cerpen kedua berjudul Dan Lalu.

  Pembaca dipengaruhi oleh penulis dengan serangkaian karakter dan plot dalam novel atau cerpen, yaitu hadirnya karakter-karakter tokoh dan alur cerita (plot) menempatkan pembaca pada posisi tertentu. Tokoh anak dan ibu (penggunaan sudut pandang orang ketiga) dalam cerita merupakan perempuan yang harus menanggung beban orangtuanya sebagai bentuk pembalasan dendam atas apa yang terjadi kepadanya. Karakter pada kedua tokoh yang hadir dalam data tersebut sama-sama digambarkan lemah dan tak berdaya sebagai perempuan dan pada akhirnya melampiaskan kemarahannya kepada pihak lain. Kutipan menggambarkan ketidakadilan gender yang dialami tokoh Lalu yang mendapat kekerasan oleh ibunya sendiri. Plot cerita yang mengisahkan peristiwa kawin paksa yang tidak disertai tanggung jawab oleh pihak laki-laki menjadi penyebab perempuan lemah di mata hukum dan berpengaruh besar terhadap psikologis. Hal ini tentu menjadikan pembaca terpengaruh untuk memahami kerugian pada kawin paksa terhadap perempuan.

  (35)“Mas, gimana ini, mas?!Anak kita kesurupan!” teriak Ibu. “Tenang, Sayang. Kita mesti sama-sama berdoa.” Ibu Pram mendengarkan semuanya dari luar dengan hati meradang. Ia menyesal telah pulang. (PPTPn/KA/02) Data di atas merupakan temuan pada cerpen kelima berjudul Kulihat

  Awan. Pembaca dipengaruhi oleh penulis dengan serangkaian karakter dan plot dalam novel atau cerpen, yaitu hadirnya karakter-karakter tokoh dan alur cerita (plot) menempatkan pembaca pada posisi tertentu. Tokoh Ibu dalam cerita tersebut merupakan perempuan yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga yang patuh kepada majikannya hingga memiliki seorang anak hasil hubungannya dengan sang majikan tanpa sepengetahuan istri sang majikan.

  Karakter pada tokoh Ibu digambarkan sebagai perempuan yang lemah dan cenderung pasrah terhadap majikannya hingga tanpa sepengetahuan Ibu Pram memiliki anak hasil hubungannya dengan Bapak Pram. Plot cerita yang mengisahkan peristiwa hubungan terlarang antara pembantu dengan majikannya tanpa sepengetahuan istri majikannya, anak dari hubungan terlarang tersebut menjadi anak yang begitu membenci sosok ayah atau laki- laki. Hal ini tentu menjadikan pembaca terpengaruh untuk memahami fenomena hubungan gelap antara pembantu dan majikan.

  (36)Kalau dari pria, biasanya tentang istrinya yang tak pernah bisa memuaskan berahi suaminya. Istri yang tidak lagi menjaga penampilan karena sibuk mengurus anak dan rumah tangga. Istri yang cuma dinikahi karena permintaan orang tua. Istri yang hanya menikahi untuk harta. Istri yang tak setia. Istri yang durjana. Kalau dari perempuan, biasanya tentang betapa beratnya beban menanggung nafkah demi keluarga. Mau meneruskan kuliah namun tak ada biaya. Ditinggalkan suami begitu saja. Menjajal peruntungan nasib di Ibu Kota agar terpenuhi kebutuhan hidup anak semata wayang di desa. (PPTPn/DS/03) Data di atas merupakan temuan pada cerpen ketigabelas berjudul

  Dewi Sialan. Pembaca dipengaruhi oleh penulis dengan serangkaian karakter dan plot dalam novel atau cerpen, yaitu hadirnya karakter-karakter tokoh dan alur cerita (plot) menempatkan pembaca pada posisi tertentu. Tokoh dia yang merupakan narasi dari pengarang dalam cerita tersebut menempatkan pembaca dalam beberapa posisi baik sebagai permpuan maupun laki-laki, yaitu menjadi perempuan dan laki-laki yang memilik menjadi pekerja seks komersial dengan berbagai alasan. Karakter pada setiap tokoh dia (perempuan maupun laki-laki) digambarkan lemah dalam menghadapi permasalahan keuangan hingga memutuskan menjadi pekerja seks komersial. Melalui tokoh dia dalam beberapa kalimat tersebut memunculkan berbagai alasan yang membenaran tindakan pekerja seks komersial. Hal ini tentu menjadikan pembaca dapat memberi makna dan tanggapan terhadap peristiwa yang terjadi pada perempuan tersebut, misalnya mengelompokkan peristiwa tersebut sebagai bentuk ketidakberdayaan beberapa perempuan pekerja seks komersial melalui pembenaran yang salah.

  (37)Dan juga masih ingat betul semua kejadian di dalam rumah Lalu yang terletak di kawasan mentereng. Di tingkat rumah gedongan itu ada sebuah tempat khusus untuk menjemur pakaian berlantai seng. Ibu Lalu senang menghukumnya di sana. Lalu disuruh berdiri seharian tanpa ada yang mengalasi kakinya. (PPTPn/DL/04) Data di atas merupakan temuan pada cerpen kedua berjudul Dan Lalu. Pembaca dipengaruhi oleh penulis dengan serangkaian karakter dan plot dalam novel atau cerpen, yaitu hadirnya karakter-karakter tokoh dan alur cerita (plot) menempatkan pembaca pada posisi tertentu. Berdasarkan kutipan kalimat di atas, penulis melalui tokoh Dan menarasikan tindakan kekerasan yang dialami tokoh Lalu oleh ibunya. Karakter pada kedua tokoh cenderung lemah dan tidak berdaya menghadapi permasalahan hidupnya, hingga keduanya melampiaskan kemarahannya terhadap ketidakmampuannya dengan cara yang salah. Plot cerita mengisahkan kawin paksa yang terjadi pada Ibu Lalu dengan laki-laki yang tidak bertanggungjawab menyebabkan dirinya melampiaskan kekecewaan atas apa yang dialami kepada anak perempuannya, hingga akhirnya Lalu melampiaskan kemarahannya dengan merusak hidupnya sendiri. Hal ini tentu menjadikan pembaca terpengaruh untuk memahami ketidakadilan gender dalam kehidupan perempuan yang mengalami kawin paksa tanpa tanggungjawab dari pihak laki-laki.

  (38)Angka yang menyala di dinding elevator mengingatkan Nayla

  akan usianya saat diperkenalkan oleh laki-laki pilihan kedua

  orangtuanya. (PPTPn/NDL/04)

  Data di atas merupakan temuan pada cerpen ketiga berjudul Nol- Dream Land. Pembaca dipengaruhi oleh penulis dengan serangkaian karakter dan plot dalam novel atau cerpen, yaitu hadirnya karakter-karakter tokoh dan alur cerita (plot) menempatkan pembaca pada posisi tertentu. Tokoh Nayla dalam cerita tersebut merupakan perempuan yang dijodohkan dengan laki- laki pilihan kedua orangtuanya. Karakter pada tokoh Nayla digambarkan sebagai perempuan yang lemah dan pasrah menerima pernihkahan yang dipaksakan terhadapnya. Plot cerita mengisahkan keterpaksaan perempuan menerima pernihakan dengan laki-laki pilihan orangtuanya yang tidak dicintainya, dan pada akhirnya tokoh Nayla memutuskan untuk bunuh diri setelah tidak mampu lagi menahan segala beban hidupnya. Hal ini tentu menjadikan pembaca terpengaruh untuk memahami ketidakadilan gender dalam kehidupan perempuan yang mengalami kawin paksa.

  (39)“Lembaga pendidikan kami dengan tegas menolak seks bebas,” demikian alasan yang mereka kemukakan. Ingin sekali ia tanyakan, bagaimana dengan anak-anak korban pemerkosaan? (PPTPn/FD/04) Data di atas merupakan temuan pada cerpen ketujuh berjudul Fantasi

  Dunia. Pembaca dipengaruhi oleh penulis dengan serangkaian karakter dan plot dalam novel atau cerpen, yaitu hadirnya karakter-karakter tokoh dan alur cerita (plot) menempatkan pembaca pada posisi tertentu. Tokoh dia dalam cerita tersebut merupakan perempuan yang membesarkan seorang anak setelah mengalami pemerkosaan. Karakter pada tokoh Nayla digambarkan sebagai perempuan yang kuat dan bertanggungjawab dalam menghadapi kehidupannya. Plot cerita mengisahkan diskriminasi lembaga pendidikan di negeri ini yang memberi keputusan yang tidak adil bagi anak hasil hubungan pemerkosaan. Hal ini tentu menjadikan pembaca terpengaruh untuk memahami ketidakadilan gender dalam kehidupan perempuan yang mengalami pemerkosaan dan memutuskan untuk membesarkan anak dari hasil pemerkosaan tersebut.

  (40) Saya malas ketemu Ibu dan Ayah. Setiap bersama, selalu saja mereka saling melempar amarah. Dan kalau pertengkaran mereka tak selesai, selalu saja ada tindakan saya yang dianggap salah. (PPTPn/Sa/03) Data di atas merupakan temuan pada cerpen ketujuh berjudul Saia.

  Pembaca dipengaruhi oleh penulis dengan serangkaian karakter dan plot dalam novel atau cerpen, yaitu hadirnya karakter-karakter tokoh dan alur cerita (plot) menempatkan pembaca pada posisi tertentu. Tokoh saya dalam cerita tersebut merupakan anak perempuan mengalami kekerasan dalam rumah tangga oleh orangtuanya. Karakter pada tokoh saya digambarkan sebagai perempuan yang kuat dalam menghadapi kehidupannya. Plot cerita mengisahkan kehidupan pasangan suami istri yang seringkali berselisih paham dan melampiaskan kemarahan masing-masing kepada anak mereka.

  Seperti dalam kutipan data tersebut, penulis memunculkan kebenaran bahwa banyak orang tua pada usia muda dengan tingkat emosional yang kurang stabil memilih melakukan kekerasan terhadap anaknya sebagai pelampiasan atas emosi yang dimiliki. Hal ini tentu menjadikan pembaca terpengaruh untuk memahami ketidakadilan gender dalam kehidupan anak perempuan yang mengalami kekerasan oleh kedua orangtuanya.

  Pengaruh selanjutnya posisi pembaca terhadap posisi penulis ditemukan beberapa kategori yang menguatkan munculnya wacana ketidakadilan gender pada setiap cerpen. Kategori ini berdasarkan panduan klasifikasi data penelitian pada intrumen penelitian sederhana. Ketiga, pemosisian pembaca seperti keinginan penulis yang pada akhirnya melestarikan bias gender yang ada dalam masyarakat. Maksudnya, pembaca memposisikan diri sesuai bias gender yang penulis hadirkan. Hal ini dapat dilihat pada temuan-temuan data berikut disertai pembahasannya masing- masing.

  (41) Saat tak ada satu pun keluarga yang sudi menengok apalagi merawat. Saat berbagai penyakit mulai sering kumat, setelah divonis positif mengidap HIV/AIDS yang menandakan dirinya sedang sekarat. (PPTPn/Se/03) Data di atas merupakan temuan pada cerpen keempat berjudul

  Sementara. Pemosisian pembaca seperti keinginan penulis yang pada akhirnya melestarikan bias gender yang ada dalam masyarakat, yaitu pembaca memposisikan diri sesuai bias gender yang penulis hadirkan. Tokoh dia dalam cerita tersebut merupakan perempuan yang mengidap penyakit HIV/AIDS dan dikucilkan oleh orang-orang di sekitarnya. Bias gender dalam masyarakat seringkali muncul karena sistem yang dianut seperti adat istiadat, agama, hukum, dsb; yang pada hakikatnya timpang namun terus dilestarikan. Pada temuan data tersebut bias gender dialami tokoh dia yang mengalami peminggiran dalam masyarakat akibat penyakit yang dimiliki yaitu HIV/AIDS. Pandangan negatif masyarakat muncul dengan anggapan bahwa penderita penyakit HIV/AIDS adalah penganut seks bebas dan pengguna narkoba. Pandangan masyarakat tersebut muncul tanpa pengertian terhadap alasan dibalik penggunaan narkoba atau perilaku seks bebas tersebut.

  Pembinaan tanpa pengucilan tentu lebih menjadikan korban selamat atau bahkan sembuh. Berdasarkan temuan data tersebut pembaca memposisikan diri sesuai bias gender yang penulis hadirkan yaitu perempuan korban penderita HIV/AIDS.

  (42)Saat itu sebenarnya ia ingin mengambil kuliah jurusan Sastra.

Tapi tak di setujui orangtua. Kata mereka. “Orangtua susah-susah

  banting tulang buat sekolah kok maunya jadi penulis? (PPTPn/NDL/03) Data di atas merupakan temuan pada cerpen kelima berjudul Nol-

Dokumen yang terkait

ANALISIS KETIDAKADILAN GENDER DALAM KUMPULAN CERPEN SUMI DAN GAMBARNYA KARYA RATNA INDRASWARI IBRAHIM

2 28 5

RELASI DALAM WACANA KUMPULAN CERPEN DI ATAS SAJADAH CINTA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA

1 47 62

ANALISIS FEMINISME, NILAI MORAL DAN NILAI SOSIAL DALAM NOVEL NAYLA KARYA DJENAR MAESA AYU

0 3 18

View of BAHASA PEREMPUAN PADA CERPEN CERITA PENDEK TENTANG CERITA CINTA PENDEK KARYA DJENAR MAESA AYU

1 1 12

PENGGUNAAN BAHASA EROTISME DAN PEMAJASAN DALAM KUMPULAN CERPEN 1 PEREMPUAN 14 LAKI-LAKI KARYA DJENAR MAESA AYU DKK Tri Riya Anggraini STKIP PGRI BANDAR LAMPUNG ABSTRACT - View of Penggunaan Bahasa Erotisme dan Pemajasan dalam Kumpulan Cerpen 1 Perempuan 1

0 0 14

NOVEL NAYLA KARYA DJENAR MAESA AYU (Tinjauan Sosiologi Sastra)

3 5 103

EROTISME DALAM KUMPULAN CERPEN DJENAR MAESA AYU

0 4 87

PEMAKNAAN KEKERASAN SEKSUAL DALAM KUMPULAN CERPEN MEREKA BILANG, SAYA MONYET! KARYA DJENAR MAESA AYU : Analisis Semiologi Barthes Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 224

BAB II IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK TOKOH-TOKOH AKU DALAM CERPEN-CERPEN PADA KUMPULAN CERPEN MAJIKANKU EMPU SENDOK - REPRESENTASI TKW DI HONG KONG DALAM CERPEN-CERPEN PADA KUMPULAN CERPEN MAJIKANKU EMPU SENDOK KARYA DENOK K. ROKHMATIKA Repository - UNAIR RE

0 0 31

BAB III REPRESENTASI TKW DI HONG KONG DALAM CERPEN-CERPEN PADA KUMPULAN CERPEN MAJIKANKU EMPU SENDOK - REPRESENTASI TKW DI HONG KONG DALAM CERPEN-CERPEN PADA KUMPULAN CERPEN MAJIKANKU EMPU SENDOK KARYA DENOK K. ROKHMATIKA Repository - UNAIR REPOSITORY

0 1 72