BAB II TINJAUAN PUSTAKA - SUSILOWATI BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Agensi (agency theory) Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan sebagai

  suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (principal) memerintah orang lain (agent) untuk melakukan suatu jasa atas nama principal serta memberi wewenang kepada agen membuat keputusan yang terbaik bagi principal (Atmajaya 2008). Jika kedua belah pihak tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan nilai perusahaan, maka diyakini agent akan bertindak dengan cara yang sesuai dengan kepentingan principal (Putra dan Suardana 2016).

  Teori agensi (agency teory) merupakan pendekatan yang digunakan dalam pembahasan konsep manajemen laba maupun perataan laba, teori ini menyatakan bahwa praktik perataan laba dipengaruhi konflik kepentingan antara manajemen (agent) dan pemilik (principal) yang timbul ketika setiap pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki. Konflik keagenan akan muncul apabila tiap-tiap pihak, baik principal maupun agent mempunyai perbedaan kepentingan dan ingin memperjuangkan kepentingan masing-masing (Butar dan Sudarsi, 2012).

  Dalam hubungan antara agent dan principal, akan timbul masalah jika terdapat informasi yang asimetris (Asymmetric information). Gordon Donaldson (1960), Asymmetric information adalah kondisi dimana suatu pihak memiliki informasi yang yang lebih banyak dari pihak lain (Atmajaya, 2008). Investor pada umumnya akan menghindari perusahaan yang mengalami variasi laba yang besar atau perusahaan yang berisiko tinggi. Hal ini bahwa informasi atas laba adalah sesuatu yang paling dipertimbangkan oleh investor untuk pengambilan keputusan. Oleh karena itu banyak investor yang perhatiannya sering terpusat hanya pada informasi laba tanpa memperhatikan prosedur yang digunakan untuk menghasilkan informasi laba tersebut (Widhyawan dan Dharmadiaksa, 2015).

  Pentingnya informasi laba ini disadari oleh manajemen sehingga manajemen cenderung melakukan disfunctional behaviour (perilaku tidak semestinya). Disfunctional behaviour dipengaruhi oleh adanya asimetris keagenan. Akibat dari hal tersebut, pihak manajer memakai informasi yang didapat dari perusahaan untuk melakukan tindakan manipulasi laba untuk kepentingan dirinya sendiri. Akibat dari adanya manipulasi laba tersebut akan dapat merugikan pihak pemilik perusahaan karena ada kemungkinan salah dalam pengambilan keputusan (Dwiputra dan Suryanawa, 2016).

  Adanya asymmetric information, penggunaan hutang memberikan keuntungan karena adanya pengurangan pembayaran pajak akibat bunga hutang dan perusahaan cenderung memelihara kemungkinan berhutang dapat mengambil keuntungan dari kesempatan investasi yang baik tanpa harus menerbitkan saham baru pada harga yang sedang turun (Atmajaya ,2008).

  Menurut Jensen dan Meckling, (1976) salah satu cara untuk meredam tindakan para agent yang tidak sesuai dengan kepentingan principal adalah dengan membentuk komite-komite pengawas untuk meningkatakan pengawasan yang lebih baik. Komite-komite ada dalam situasi dimana agensi tinggi, seperti leverage dan ukuran perusahaan yang lebih besar. Pembayaran dividen juga merupakan salah satu cara untuk mengurangi biaya agensi karena konflik antara manajemen dengan pemegang saham akan berkurang (Giriati 2015).

2. Teori Akuntansi Positif (Positive Accounting Theory)

  Didalam teori ini dapat dianalisis dan diidentifikasi berbagai bentuk Pratik perataan laba yang dilakukan oleh manajer perusahaan. Teori akuntansi positif yang dirumuskan oleh Watts dan Zimmerman (1986) menyatakan secara umum ada beberapa motivasi yang mendorong manajer untuk berperilaku oportunitis, tiga hipotesis yaitu the bonus plan hypothesis,

  

the debt/equity hypotesis (debt convenant hypotesis) dan the political cost

hypotesis (size hypotesis) (Sulistyanto, 2011).

  1. Hipotesis Rencana Bonus (Bonus Plan Hypothesis) Manajemen yang diberikan janji untuk mendapatkan bonus, sehubungan dengan kinerja perusahaan khususnya laba perusahaan yang diperolehnya akan termotivasi untuk mengakui laba perusahaan yang seharusnya menjadi bagian dimasa mendatang diakui pada periode berjalan.

  Akibatnya, pemilik perusahaan harus kehilangan sebagian dari kesejahteraanya yang dibagikan kepada manajer sebagai bonus.

  2. Hipotesis Pemberian Hutang (Debt equity Hypothesis) Dalam perjanjian hutang, manajer akan mengelola dan mengatur kewajiban hutangnya yang seharusnya diselesaikan pada tahun tertentu dapat ditunda untuk tahun berikutnya. Hal ini merupakan upaya manajer untuk mengelola dan mengatur jumlah laba, yang merupakan indikator kemampuan perusahaan. Upaya ini dilakukan agar perusahaan dapat menggunakan dana untuk keperluan lainnya. Hal ini mengakibatkan pihak yang ingin mengetahui kondisi perusahaan yang sesungguhnya akan memperoleh dan menggunakan informasi yang keliru.

  3. Hipotesis Biaya Pemerintah (Political Cost Hypothesis) Hipotesis ini menjelaskan akibat politis dari pemilihan kebijakan akuntansi yang dilakukan oleh manajemen. Semakin besar tuntutan masyarakat terhadap terhadap perusahaan tersebut. Ukuran perusahaan berhubungan dengan the political cost hypotesis (size hypotesis) yang menyatakan semakin besar perusahaan semakin besar pula kemungkinan perusahaan tersebut memilih metode akuntansi yang menurunkan laba untuk menghindari pajak yang tinggi.

3. Praktik Perataan Laba

  Riahi dan Belkaoui, (2006), mengemukakan bahwa praktik perataan laba merupakan pengukuran laba dari tahun ketahun dengan memindahkan pendapatan dari tahun-tahun yang tinggi pendapatannya ke periode-periode yang kurang menguntungkan. Putra dan Suardana (2016), menyatakan bahwa perataan laba merupakan suatu alat yang digunakan manajemen untuk mengurangi variabilitas yang menyolok dari laba yang dilaporkan dalam batas target yang diharapkan dengan manipulasi variabel akuntansi atau transaksi yang terjadi dalam perusahaan. Perusahaan melakukan perataan laba dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil. Sehingga manajemen akan menaikan laba yang dilaporkan jika jumlah laba yang sebenarnya menurun dari laba tahun sebelumnya dan sebaliknya manajemen akan memilih untuk menurunkan laba jika laba meningkat dibandingkan tahun sebelumnya (Hidayanti, 2016).

  Eckel (1981) menyebutkan ada dua tipe aliran perataan laba yaitu: 1.

   Artificial Smoothing

  Perataan laba yang dilakukan melalui prosedur akuntansi yang diterapkan untuk memidahkan biaya atau pendapatan dari satu periode ke periode yang lain yaitu dengan mengubah kebijakan akuntansi.

2. Real Smoothing

  Perataan laba yang dimanipulasi melalui transaksi nyata dengan mengatur (menunda atau mempercepat) transaksi.

  Dapat dikatakan manajemen cenderung untuk mengambil tindakan untuk meningkatkan penghasilan bila penghasilan yang relatif rendah dan untuk mengurangi laba bila penghasilan yang relatif tinggi.

4. Ukuran Perusahaan

  Ukuran perusahaan dikategorikan menjadi tiga yaitu, perusahaan besar, perusahaan menengah, dan perusahaan kecil. Ukuran perusahaan merupakan nilai yang menunjukan besar kecilnya perusahaan. Terdapat berbagai proksi yang dapat digunakan untuk mewakili ukuran perusahaan yaitu jumlah karyawan, total aktiva, log size, nilai pasar saham, dan lain-lain. Ukuran perusahaan di proksikan dengan Logaritma natural total aktiva agar menghindari terjadinya fluktuasi data yang berlebihan (Suryani dan Damayanti, 2015). Jadi ukuran perusahaan merupakan ukuran perusahaan atau besarnya asset yang dimiliki perusahaan. Besar kecilnya suatu perusahaan dapat mempengaruhi kemampuan manajemen untuk mengoperasikan perusahaan dengan berbagai situasi dan kondisi yang akan dihadapinya (Supriastuti, 2015)

  Ukuran aktiva dapat dijadikan tolak ukur untuk dapat memperlihatkan besar atau kecilnya ukuran perusahaan. Perusahaan yang mampu mencapai total aktiva yang besar dapat diindikasikan bahwa perusahaan dalam jangka waktu yang relatif stabil mampu mendapatkan prospek yang baik dan dianggap mampu menghasilkan laba dibandingkan yang mempunyai total aset kecil (Bestivano, 2013).

  Menurut Putri, dkk (2016) ukuran perusahaan adalah ukuran yang digunakan untuk mengetahui apakah perusahaan memiliki aktivitas operasional yang lebih kompleks sehingga dimungkinkan melakukan manajemen laba. Perusahaan yang berukuran besar cenderungan lebih besar untuk melakukan perataan laba dikarenakan perusahaan yang besar umumnya akan mendapat lebih banyak perhatian dari berbagai pihak. Akibatnya perusahaan akan memilih perataan laba untuk untuk menghindari fluktuasi laba, karena berpengaruh terhadap pembebanan pajak yang besar dan juga untuk menghindari kenaikan gaji.

5. Profitabilitas

  Profitabilitas adalah aktivitas perusahaan dan kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan (Jumingan, 2006). Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan, dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan dan jumlah cabang (Harahap, 2011).

  Menurut Herlina dan Damayanthi (2016) profitabilitas merupakan salah satu indikator yang penting untuk menilai suatu perusahaan. Selain digunakan sebagai alat untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba, profitabilitas juga dapat digunakan untuk mengetahui efektifitas perusahaan dalam mengelola sumber-sumber yang dimilikinya. Berdasarkan definisi tersebut, diduga profitabilitas mempengaruhi perataan laba karena terkait langsung dengan objek perataan laba. Dapat dikatakan, profitabilitas menjadi tolak ukur kinerja bagi pihak eksternal.

  Profitabilitas merupakan salah satu ukuran penting dari rasio keuangan perusahaan yang sering dijadikan acuan oleh investor dalam membeli atau menjual saham suatu perusahaan. Semakin tinggi profitabilitas perusahaan maka semakin besar probabilitas perusahaan melakukan praktik perataan laba. Hasil ini menunjukkan bahwa, tingkat profitabilitas yang semakin tinggi akan mendorong manajemen untuk melakukan praktik perataan laba (Suharto dan Sujana, 2016).

  Menurut Dewi dan Sujana (2014) rasio profitabilitas suatu perusahaan selalu menjadi perhatian utama bagi kreditur maupun investor dalam pengambilan keputusan. Ada beberapa pengukuran terhadap profitabilitas perusahaan dimana masing-masing pengukuran dihubungkan dengan volume penjualan, total aktiva dan modal sendiri (Syamsudin,2009). Rasio keuangan profitabilitas dapat diukur dengan total aktiva atau biasa disebut dengan

  

Return On Asset (ROA). Rasio profitabilitas dapat diukur dengan

  dilakukannya perbandingan antara laba setelah pajak dengan total aktiva perusahaan. Profitabilitas itu sendiri merupakan hal paling penting yang sangat mempengaruhi pengambilan keputusan para investor untuk dapat menentukan sehat atau tidaknya suatu perusahaan.

6. Financial Leverage

  Financial leverage merupakan perbandingan antara hutang dan aktiva

  yang menunjukan berapa bagian aktiva yang digunakan untuk menjamin hutang (Butar dan Sudarisi, 2012). Financial leverage timbul karena adanya kewajiban-kewajiban finansial yang sifatnya tetap (fixed financial charges) yang harus dikeluarkan perusahaan (Syamsudin, 2009). Financial leverage bisa diartikan sebagai besarnya beban tetap keuangan yang digunakan oleh perusahaan. Adanya hutang maka perusahaan berkewajiban membayar secara periodik atas beban bunga dan pokok hutang (Hanafi 2016).

  Rasio leverage bertujuan untuk mengukur sejauh mana kebutuhan keuangan perusahaan dibelanjai dengan dana pinjaman (Jumingan, 2006).

  Menurut Harahap (2011) rasio ini menggambarkan hubungan antara utang perusahaan terhadap modal maupun aset. Rasio ini dapat melihat seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh utang atau pihak luar dengan kemampuan perusahaan yang digambarkan oleh modal (equity).

  Financial leverage diproksikan dengan debt to equity ratio (DER).

  DER mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Penggunaan hutang akan menentukan tingkat debt to equity ratio perusahaan (Widyawan dan Dharmadiaksa, 2015).

  Semakin besar tingkat financial leverage maka dana didapat dari hutang semakin besar dimana semakin besar hutang yang dimiliki maka semakin besar pula risiko perusahaan terkait dengan pengambilan hutang (Taufik, 2014). Peningkatan dalam hutang lebih bisa ditoleransi dari pada perusahaan yang memiliki laba yang tidak stabil. Semakin besar utang perusahaan, maka semakin besar pula risiko yang dihadapi investor sehingga investor akan meminta tingkat keuntungan yang semakin tinggi, sehingga manajer membuat kebijakan yang dapat meningkatkan pendapatan. Akibat kondisi tersebut perusahaan cenderung untuk melakukan praktik perataan laba (Putri, 2016).

7. Dividend Payout Ratio

  Dividend Payout Ratio merupakan perbandingan antara dividen yang

  dibayarkan dengan laba bersih yang didapatkan. Rasio ini mengukur persentase besarnya deviden yang diberikan perusahaan kepada pemegang saham. Semakin tinggi DPR akan menguntungkan para investor (Supriastusti, 2015). Dividend payout ratio juga dapat dihitung dengan rumus per lembar saham kembali berdasarkan “per saham”. Jika dividen per saham dan laba per saham diketahui, rasio pembayaran dividen dapat dihitung dengan menggunakan konsep dividen yang sama yang dibayarkan dibagi dengan pendapatan, atau laba bersih. Dividend per share menggambarkan berapa jumlah pendapatan per lembar saham (EPS), yang akan didistribusikan Syamsudin (2009).

  Dividen pada dasarnya merupakan bagian dari keuntungan perusahaan yang akan dibagikan kepada pemilik perusahaan atau investor. Kebijakan dividen ini diambil terkait dengan jumlah arus kas didalam perusahaan yang dapat diukur dengan dividend payout ratio. Semakin rendah dividen sebuah perusahaan dapat menyebabkan investor yang sudah menanamkan sahamnya akan memindahkan sahamnya ke perusahaan lain.

  Bagi investor yang akan menanamkan modal kedalam perusahaan tersebut, calon investor seringkali tidak berminat apabila dividen yang dibagikan perusahaan rendah ditambah lagi jika laba perusahaan berfluktuasi yang menyebabkan dividen ikut berfluktuasi. Untuk menarik minat investor, perusahaan harus meyakinkan investor bahwa risiko perusahaan kecil. Oleh karena itu, manajemen termotivasi melakukan tindakan perataan laba agar mengubah persepsi investor mengenai perusahaan sehingga investor tetap tertarik berinvestasi di perusahaan. Persepsi investor tersebut adalah walaupun perusahaan membagi dividen rendah, akan tetapi laba perusahaan stabil sehingga dividen yang dibagikan stabil.

B. Hasil Penelitian Terdahulu

  Profitabilitas berpengaruh positif terhadap perataan laba. sedangkan

  Profitabilitas berpengaruh negatif Terhadap Praktik Perataan Laba.

  Rartio dan

  dan Dividend Payout

  Financial leverage

  Analisis Regresi Logistik

  Analysis Factor Affecting The Of Income (Case Study On Automotive Companies Listed In Indonesia Stock Exchange Period 2008- 2013)

  4 Supriyanto, Kharis Raharjo, dan Rita Andini (2016)

  Ukuran Perusahaan dan Profitabilitas berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba.

  Analisis Regresi Logistik

  Pengaruh Ukuran Perusahaan dan Profitabilitas pada Praktik Perataan Laba dengan Jenis Industri sebagai Variabel Pemoderasi

  3 Made Yustiari Dewi dan I Ketut Sujana (2014)

  berpengaruh negatif terhadap perataan laba.

  Financial Leverage

  Berbagai analisis faktor yang mempengaruhi praktik perataan laba telah dilakukan oleh beberapa peneliti yang ditunjukan dalam tabel 2.1 sebagai berikut:

Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu

  Determinant of Income Smoothing at Manufacturing Firms Listed On Indonesia Stock Exchange.

  2 Husaini dan Sayunita (2016)

  berpengaruh positif dan terhadap Praktik Perataan Laba.

  Leverage

  Profitabilitas dan

  Ukuran Perusahaan tidak berpengaruh terhadap Praktik Perataaan Laba.

  Analisis Regresi Logistik

  Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Dan Leverage Terhadap Pratik Perataan Laba (Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2012-2014)

  1 Alifia Yuliandri Putri, Srirahayu dan Sriyudowati (2016)

  Hasil Penelitian

  Alat Analisis

  Judul Penelitian

  No Peneliti dan Tahun Penelitian

  Analisis Regresi Logistik

  5 Ida Ayu Agung Istri Peranasari dan Ida Bagus Dharmadiaksa (2014)

  dan Debt to Equity

  Ratio (DPR), Debt to Equity Ratio (DER),

  dan Kepemilikan Institusional Terhadap Praktik Perataan Laba (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Pada Bursa Efek Indonesia Periode 2009- 2012)

  Analisis Regresi Logistik

  Return On Asset

  (ROA) berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba sedangkan

  dividend payout ratio( DPR)

  Ratio

  8 Siti Nur Haini dan Prita Andini (2014)

  (DER)berpengaruh negatif terhadap praktik perataan laba.

  9 Eko Budi Santoso dan Sherly Novia Salim (2012)

  Pengaruh Profitabilitas, Financial Leverage, Dividen, Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Institusional, Dan Kelompok Usaha Terhadap Perataan Laba Studi Kasus Pada Perusahaan Non-Finansial Yang Terdaftar Di Bei

  Analisis Regresi Logistik

  Profitabilitas,

  Financial Leverage

  Pengaruh Return On Asset (ROA), Dividend Payout

  berpengaruh Terhadap Praktik Perataan Laba.

  Perilaku Income Smoothing, dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya

  Analisis Regresi Logistik

  Analisis Regresi Logistik

  Profitabilitas dan

  Leverage

  berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba.

  6 Putu Nita Puspareni (2015)

  Pertumbuhan Perusahaan Memoderasi Pengaruh Ukuran Perusahaan dan Profitabilitas pada Praktik Perataan Laba

  Ukuran Perusahaan dan Profitabilitas berpengaruh positif pada praktik perataan laba.

  Payout Ratio tidak

  7 I Made Indra Widhyawan dan Ida Bagus Dharmadiaksa (2015)

  Pengaruh Financial

  Leverage, Dividend Payout Ratio , dan Penerapan Corporate Governance

  Terhadap Praktik Perataan Laba

  Analisis Linear Berganda

  Financial Leverage

  berpengaruh positif Terhadap Praktik Perataan Laba sedangkan Dividend

  , Dividen berpengaruh negatif terhadap Praktik Perataan Laba. sedangkan Ukuran Perusahaan berpengaruh positif terhadap Praktik Perataan Laba.

  10 Lilis Andriastuti, Endang Masitoh, dan Suhendro (2017)

  tidak berepengaruh terhadap Praktik Perataan laba

  Regresi Logistik Binary

  dividend payout ratio tidak memiliki

  pengaruh terhadap praktik perataan laba.

  14 Alwan Sri Kustono (2016)

  Pengaruh Profitabilitas dan

  financial leverage terhadap

  Praktik Perataan Laba pada Bank-Bank indonesia

  Analisis Regresi Logistik

  Financial leverage

  15 Dewi sari wijoyo (2014) Variabel- Variabel yang mempengaruhi praktik Perataan Laba

  Corporate Governance

  Analisis Regresi Logistik

  Ukuran Perusahaan dan financial

  leverage tidak

  berpengaruh terhadap Praktik Perataan Laba

  16 Intan Nurhayati (2013)

  Pengaruh Profitabilitas, Ukuran Perusahaan,

  Leverage Terhadap Praktik

  Perataan Laba Analisis Regresi Logistik

  Profitabilitas, Ukuran Perusahaan,

  Leverage secara

  yang Mempengaruhi Praktik Perataan Laba

  Faktor-faktor Rasio Keuangan dan Good

  Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Praktik Perataan Laba di Bursa Efek Indonesia.

  Ratio tidak

  Analisis Regresi Logistik

  Profitabilitas berpengaruh positif terhada praktik perataan laba sedangkan ukuran perusahaan dan

  dividend payout ratio tidak

  berpengaruh terhadap praktik perataan laba.

  11 Ni Nyoman Ayu Suryandari (2012)

  Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Income

  Smoothing

  Analisis Regresi Logistik

  Return on Asset, Net Profit Margin, Total Debt to Total Asset ,

  dan Debt to Equity

  mempengaruhi praktik income

  13 Rita Sugiarti (2017)

  smoothing.

  12 I Nyoman Ari

  Widana N dan Gerianta Wirawan Yasa (2013)

  Perataan Laba serta Faktor- Faktor yang Mempengaruhinya di Bursa Efek Indonesia

  Analisis Regresi Logistik

  Ukuran Perusahaan,

  Dividend Payout Ratio

  , dan Financial

  Leverage tidak

  berpengaruh signifikan terhadap tindakan perataan laba.

  parsial tidak pada Perusahaan Manufaktur yang Listing di Bursa Efek Indonesia mempunyai pengaruh terhadap praktik perataan laba

  17 Harris Prasetya, Shiddiq Nur Rahardjo (2013)

  19 Fatmawati (2015)

  Berdasarkan landasan teori dan hasil penelitian terdahulu serta permasalahan yang dikemukakan, penelitian ini menguji pengaruh ukuran perusahaan, profitabilitas, financial leverage,dan dividend payout ratio. Maka model penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  Penelitian ini mengenai pengaruh praktik perataan laba pada perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi tahun 2012-2016. Ada beberapa variabel yang diteliti karena diindikasi mempengaruhi praktik perataan laba. Diantaranya ukuran perusahaan, profitabilitas, financial leverage, dan dividend payout ratio sebagai variabel dependen.

  terhadap praktik perataan laba

  Financial Leverage

  Ukuran Perusahaan negatif, Profitabilitas, dan

  Analisis Regresi Logistik

  Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, dan Financial Leverage terhadap praktik perataan laba pada perusahaan manufaktur

  berpengaruh terhadap praktek perataan laba.

  Pengaruh ukuran perusahaan, profitabilitas, financial leverage dan klasifikasi KAP dan Likuiditas Terhadap Praktik Perataan Laba.

  Financial leverage , dan Dividend payout ratio, tidak

  Ukuran Perusahaan, Profitabilitas

  Analisis Regresi Logistik

  Faktor-faktor yang Mempengaruhi Praktik Perataan Laba pada perusahaan manufaktur di BEI

  18 Lusi Christiana (2012)

  Profitabilitas tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba.

  Analisis Regresi Logistik

C. Kerangka Pemikiran

  Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran Penelitian

  Ukuran Perusahaan (X ) 1 H1 (+)

  Profitabilitas (X ) 2 H2 (+)

  Financial Leverage

  H3 (+)

  Praktik Perataan (X ) 3 Laba (Y)

  H4 (-)

  Dividend Payout Ratio (X ) 4 D.

   Hipotesis

  Dari penjelasan-penjelasan diatas, dapat diuraikan hubungan antara variabel ukuran perusahaan, profitabilitas, financial leverage, dan dividend payout ratio terhadap praktik perataan laba. Perumusan hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Pengaruh ukuran perusahaan terhadap praktik perataan laba

  Besarnya ukuran perusahaan dikaitkan atas total aktiva yang dimiliki perusahaan tersebut. Perusahaaan dengan total aset yang lebih besar cenderung mendapat perhatian dari para pemakai laporan keuangan jika dibandingkan perusahaan dengan total aktiva yang lebih kecil. Hal tersebut mendorong manajemen untuk melakukan perataan laba (Suryani dan Damayanti, 2015). Hasil penelitian Peranasari dan Dharmadiaksa (2014), Dewi dan Sujana (2014), serta Puspareni (2015) mendapatkan hasil bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba.

  Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu maka, hipotesis pertama dalam penelitian ini adalah:

  

H1 : Ukuran Perusahaan berpengaruh positif terhadap perataan laba.

2. Pengaruh profitabilitas terhadap praktik perataan laba

  Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan (Jumingan, 2006). Perusahaan dengan profitabilitas yang lebih tinggi akan cenderung melakukan perusahaan melakukan praktik perataan laba. Profitabilitas merupakan salah satu ukuran penting dari rasio keuangan perusahaan yang sering dijadikan acuan oleh investor dalam membeli atau menjual saham suatu perusahaan. Semakin tinggi profitabilitas perusahaan maka semakin besar probabilitas perusahaan melakukan praktik perataan laba. Hasil ini menunjukkan bahwa, tingkat profitabilitas yang semakin tinggi akan mendorong manajemen untuk melakukan praktik perataan laba (Suharto dan Sujana, 2016).

  Dalam penelitian Andriastuti, dkk (2017) profitabilitas berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba. Hasil penelitian yang sama diperoleh pada penelitian Dewi dan Sujana (2014) serta Putri, dkk (2016) bahwa profitabilitas berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba.

  Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu maka, hipotesis kedua dalam penelitian ini adalah:

  H2: Profitabilitas berpengaruh positif terhadap perataan laba.

  3. Pengaruh financial leverage terhadap praktik perataan laba Financial leverage merupakan perbandingan antara hutang dan aktiva

  yang menunjukan berapa bagian aktiva yang digunakan untuk menjamin hutang (Butar dan Sudarisi, 2012). Semakin besar tingkat financial leverage maka dana didapat dari hutang semakin besar dimana semakin besar hutang yang dimiliki maka semakin besar pula risiko perusahaan terkait dengan pengambilan hutang (Taufik, 2014).

  Semakin besar utang perusahaan, maka semakin besar pula risiko yang dihadapi investor sehingga investor akan meminta tingkat keuntungan yang semakin tinggi. Hal ini menyebabkan manajer membuat kebijakan yang dapat meningkatkan pendapatan. Akibat kondisi tersebut perusahaan cenderung untuk melakukan praktik perataan laba.

  Dalam penelitian Widhyawan dan Dharmadiaksa (2015) financial

  

leverage berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba. Hasil penelitian

  yang sama diperoleh pada penelitian Putri, dkk (2016), Peranasari dan Ida Bagus Dharmadiaksa (2014) serta Husaini dan Sayunita (2016) bahwa financial leverage berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba.

  Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu maka, hipotesis ketiga dalam penelitian ini adalah:

  H3: Financial leverage berpengaruh positif terhadap perataan laba.

  4. Pengaruh dividend payout ratio terhadap praktik perataan laba

  Semakin rendah dividen sebuah perusahaan dapat menyebabkan investor yang sudah menanamkan sahamnya akan memindahkan sahamnya ke perusahaan lain. Untuk menarik minat investor, perusahaan harus meyakinkan investor bahwa risiko perusahaan kecil. Oleh karena itu, manajemen termotivasi melakukan tindakan perataan laba agar mengubah persepsi investor mengenai perusahaan sehingga investor tetap tertarik berinvestasi di perusahaan (Santoso dan Salim, 2012).

  Dalam penelitian Haini dan Andini (2014) menyatakan bahwa dividend payout ratio berpengaruh negatif terhadap praktik perataan laba.

  Hasil yang sama diperoleh pada penelitian Supriyanto, dkk (2016) serta Santoso dan Salim (2012) bahwa dividend payout ratio berpengaruh negatif terhadap praktik perataan laba.

  Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu maka, hipotesis keempat dalam penelitian ini adalah:

  H4: Dividend payout ratio berpengaruh negatif terhadap perataan laba.