BAB II TINJAUAN PUSTAKA - PENANAMAN KEDISIPLINAN SISWA MELALUI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKn) (Studi Deskriptif di SMP Negeri 1 Wanasari) - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penanaman Kedisiplinan Siswa

1. Pengertian Kedisiplinan

  Kedisiplinan berasal dari kata disiplin. Istilah disiplin berasal dari bahasa latin

  “Disciplina” yang menunjuk pada kegiatan belajar dan

  mengajar. Sedangkan istilah bahasa inggrisnya yaitu

  “Discipline” yang

  berarti: 1) tertib, taat atau mengendalikan tingkah laku, penguasaan diri; 2) latihan membentuk, meluruskan atau menyempurnakan sesuatu, sebagai kemampuan mental atau karakter moral; 3) hukuman yang diberikan untuk melatih atau memperbaiki; 4) kumpulan atau sistem-sistem peraturan- peraturan bagi tingkah laku (Mac Millan dalam Tu

  ‟u, 2004: 20). Disiplin berasal dari ka ta “disciple” yakni seseorang yang belajar secara suka rela mengiuti seorang pemimpin. Orang tua dan guru merupakan pemimpin dan anak merupakan murid murid yang menuju ke hidup yang berguna dan bahagia. Jadi, disiplin adalah merupakan cara masyarakat mengajar anak perilaku moral yang disetujui kelompok (Hurlock, 2002: 82).

  Berdasarkan uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa kedisiplinan adalah sikap seseorang yang menunjukkan ketaatan atau kepatuhan terhadap peraturan atau tata tertib yang telah ada dan dilakukan dengan senang hati dan kesadaran diri.

  9

2. Fungsi Kedisiplinan di Sekolah

  Disiplin sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap siswa. Disiplin menjadi prasyarat bagi pembentukan sikap, perilaku dan tata tertib kehidupan berdisiplin, yang akan mengantar seorang siswa sukses dalam belajar. Disiplin yang dimiliki oleh siswa akan membantu siswa itu sendiri dalam tingkah laku sehari-hari, baik di sekolah maupun di rumah. Siswa akan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan yang dihadapinya.

  Aturan yang terdapat di sekolah akan bisa dilaksanakan dengan baik jika siswa sudah memiliki disiplin yang ada dalam dirinya. Kedisiplinan sebagai alat pendidikan yang dimaksud adalah suatu tindakan, perbuatan yang dengan sengaja diterapkan untuk kepentingan pendidikan di sekolah.

  Tindakan atau perbuatan tersebut dapat berupa perintah, nasehat, larangan, harapan, dan hukuman atau sanksi. Kedisiplinan sebagai alat pendidikan diterapkan dalam rangka proses pembentukan, pembinaan dan pengembangan sikap dan tingkah laku yang baik. Sikap dan tingkah laku yang baik tersebut dapat berupa rajin, berbudi pekerti luhur, patuh, hormat, tenggang rasa dan berdisiplin.

  Di samping sebagai alat pendidikan, kedisiplinan juga berfungsi sebagai alat menyesuaikan diri dalam lingkungan yang ada. Dalam hal ini kedisiplinan dapat mengarahkan seseorang untuk menyesuaikan diri terutama dalam menaati peraturan dan tata tertib yang berlaku di lingkungan itu. Dalam kontek tersebut kedisiplinan sebagai alat menyesuaikan diri di sekolah berarti kedisiplinan dapat mengarahkan siswa untuk dapat menyesuaikan diri dengan cara menaati tata tertib sekolah. Berfungsinya kedisiplinan sebagai alat pendidikan dan alat menyesuaikan diri akan mempengaruhi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar di sekolah. Di sekolah yang kedisiplinannya baik, kegiatan belajar mengajar akan berlangsung tertib, teratur, dan terarah. Sebaliknya di sekolah yang kedisiplinannya rendah maka kegiatan belajar mengajarnya juga akan berlangsung tidak tertib, akibatnya kualitas pendidikan sekolah itu akan rendah. Tu

  ‟u (2004: 38) menyatakan fungsi kedisiplinan di sekolah adalah sebagai berikut: (1) Menata Kehidupan Bersama

  Manusia adalah makhluk unik yang memiliki ciri, sifat, kepribadian, latar belakang dan pola pikir yang berbeda-beda. Sebagai makhluk sosial, selalu terkait dan berhubungan dengan orang lain. Dalam hubungan tersebut diperlukan norma, nilai peraturan untuk mengatur agar kehidupan dan kegiatannya dapat berjalan lancar dan baik. Jadi fungsi disiplin adalah mengatur tata kehidupan manusia, dalam kelompok tertentu atau dalam masyarakat.

  (2) Membangun Kepribadian Pertumbuhan kepribadian seseorang biasanya dipengaruhi oleh faktor lingkungan keluarga, lingkungan pergaulan, lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolah. Disiplin yang diterapkan di masing-masing lingkungan tersebut memberi dampak bagi pertumbuhan kepribadian yang baik. Jadi lingkungan yang berdisiplin baik, sangat berpengaruh terhadap kepribadian seseorang.

  (3) Melatih Kepribadian Sikap, perilaku dan pola kehidupan yang baik dan berdisiplin tidak terbentuk serta merta dalam waktu singkat. Namun, terbentuk melalui suatu proses yang membutuhkan waktu panjang. Salah satu proses untuk membentuk kepribadian tersebut dilakukan melalui latihan.

  (4) Pemaksaan Disiplin dapat terjadi karena dorongan kesadaran diri. Disiplin dengan motif kesadaran diri ini lebih baik dan kuat. Disiplin dapat pula terjadi karena adanya pemaksaan dan tekanan dari luar. Dikatakan terpaksa karena melakukannya bukan berdasarkan kesadaran diri, melainkan karena rasa takut dan ancaman sanksi disiplin. Jadi disiplin berfungsi sebagai pemaksaan kepada seseorang untuk mengikuti peraturan-peraturan yang berlaku di lingkungan itu.

  (5) Hukuman Tata tertib sekolah biasanya berisi hal-hal positif yang harus dilakukan oleh siswa. Sisi lainnya berisi sanksi/hukuman bagi yang melanggar tata tertib tersebut. Ancaman sanksi/hukuman sangat penting karena dapat memberi dorongan dan kekutan bagi siswa untuk menaati dan mematuhinya. Tanpa ancaman hukuman/sanksi, dorongan ketaatan dan kepatuhan dapat diperlemah.

  (6) Mencipta Lingkungan Kondusif Sekolah merupakan ruang lingkup pendidikan. Dalam pendidikan ada proses mendidik, mengajar dan melatih. Sekolah sebagai ruang lingkup pendidikan perlu menjamin terselenggaranya proses pendidikan yang baik. Kondisi yang baik bagi proses tersebut adalah kondisi aman, tenang, tertib dan teratur, saling menghargai, dan hubungan pergaulan yang baik, hal itu dicapai dengan merancang peraturan sekolah, yakni peraturan bagi guru-guru, dan bagi para siswa, serta peraturan-peraturan lain yang dianggap perlu. Kemudian diimplementasikan secara konsisten dan konsekuen. Apabila kondisi ini terwujud, sekolah akan menjadi lingkungan kondusif bagi kegiatan dan proses pendidikan. Di tempat seperti itu, potensi dan hasil siswa akan mencapai hasil optimal. Untuk sekolah, disiplin itu sangat perlu dalam proses belajar mengajar, alasannya yaitu: disiplin dapat membantu kegiatan belajar, dapat menimbulkan rasa senang untuk belajar dan meningkatkan hubungan sosial.

  Apabila peraturan sekolah tanpa tata tertib, akan muncul perilaku yang tidak tertib, tidak teratur, tidak terkontrol, perilaku liar, yang pada gilirannya mengganggu kegiatan pembelajaran. Suasana kondusif yang dibutuhkan dalam pembelajaran menjadi terganggu. Dalam hal ini, penerapan dan pelaksanaan peraturan sekolah, menolong para siswa agar dilatih dan dibiasakan hidup teratur, bertanggung jawab dan dewasa.

  Disiplin sekolah apabila dikembangkan dan diterapkan dengan baik, konsisten dan konsekuen akan berdampak positif bagi kehidupan dan perilaku siswa. Disiplin dapat mendorong mereka belajar secara konkret dalam praktik hidup di sekolah tentang hal-hal positif yaitu melakukan hal-hal yang lurus dan benar, dan menjauhi hal-hal yang negatif. Dengan pemberlakuan disiplin, siswa belajar beradaptasi dengan lingkungan yang baik itu, sehingga muncul keseimbangan diri dalam hubungan dengan orang lain.

  Dalam hal itu, menurut Maman Rachman (dalam Tu ‟u 2004: 35-

  36), pentingnya disiplin bagi para siswa sebagai berikut:

  a) Memberikan dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak menyimpang.

  b) Membantu siswa memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan.

  c) Cara menyelesaikan tuntutan yang ingin ditunjukkan peserta didiknya terhadap lingkungannya. d) Untuk mengatur keseimbangan keinginan individu satu dengan individu lainnya.

  e) Menjauhi siswa melakukan hal-hal yang dilarang sekolah.

  f) Mendorong siswa melakukan hal-hal yang baik dan benar.

  g) Peserta didik belajar dan bermanfaat baginya dan lingkungannya.

  h) Kebiasaan baik itu menyebabkan ketenangan jiwanya dan lingkungannya.

  Lingkungan sekolah yang teratur, tertib, tenang tersebut memberi gambaran lingkungan siswa yang giat, gigih, serius, penuh perhatian, sungguh-sungguh dan kompetitif dalam pembelajarannya. Lingkungan disiplin seperti itu ikut memberi andil lahirnya siswa-siswa yang berhasil dengan kepribadian unggul. Di sana ada dan terjadi kompetisi positif diantara mereka. Untuk mencapai dan memiliki ciri-ciri kepribadian tersebut, diperlukan pribadi yang giat, gigih, tekun dan disiplin.

3. Unsur-Unsur Disiplin

  Menurut Tulus Tu ‟u (2004:33) menyebutkan unsur – unsur Disiplin adalah sebagai berikut.

  1) Mengikuti dan menaati peraturan, nilai dan hukum yang berlaku. 2) Pengikutan dan ketaatan tersebut terutama muncul karena adanya kesadaran diri bahwa hal itu berguna bagi kebaikan dan keberhasilan dirinya. Dapat juga muncul karena rasa takut, tekanan, paksaan dan dorongan dari luar dirinya.

  3) Sebagai alat pendidikan untuk mempengaruhi, mengubah, membina, dan membentuk perilaku sesuai dengan nilai-nilai yang ditentukan atau diajarkan. 4) Hukuman yang diberikan bagi yang melanggar ketentuan yang berlaku, dalam rangka mendidik, melatih, mengendalikan dan memperbaiki tingkah laku. 5) Peraturan-peraturaan yang berlaku sebagai pedoman dan ukuran perilaku.

  .Disiplin itu lahir, dan berkembang dari sikap seseorang di dalam sistem nilai budaya yang telah ada di dalam masyarakat. Terdapat unsur pokok yang membentuk disiplin, pertama sikap yang telah ada pada diri manusia dan sistem nilai budaya yang ada di dalam masyarakat. Sikap atau

  

attitude merupakan unsur yang hidup di dalam jiwa manusia yang harus

  mampu bereaksi terhadap lingkungannya, dapat berupa tingkah laku atau pemikiran. Sedangkan sistem nilai budaya merupakan bagian dari budaya yang berfungsi sebagai petunjuk atau pedoman dan penunutun bagi kelakuan manusia.

  Perpaduan antara sikap dengan sistem nilai budaya yang menjadi pengarah dan pedoman tadi mewujudkan sikap mental berupa perbuatan atau tingkah laku. Unsur tersebut membentuk suatu pola kepribadian yang menunjukkan perilaku disiplin atau tidak disiplin.

4. Penanggulangan Kedisiplinan

  Disiplin sekolah menjadi prasyarat terbentuknya lingkungan pendidikan yang kondusif bagi kegiatan dan proses pendidikan. Oleh karena itu, kepala sekolah, guru dan orang tua perlu terlibat dan bertanggung jawab membangun disiplin siswa dan disiplin sekolah.

  Dengan keterlibatan dan tanggung jawab itu, diharapkan para siswa berhasil dibina dan dibentuk menjadi individu-individu unggul dan sukses.

  Keunggulan dan kesuksesan itu terwujud sebab sekolah berhasil menciptakan lingkungan yang kondusif bagi kegiatan dan proses pendidikan. Siswa terpacu untuk mengoptimalkan potensi dan hasil dirinya. Penanggulangan masalah disiplin yang terjadi di sekolah menurut Singgih Gunarsa (dalam Tu

  ‟u 2004: 57) dapat dilakukan melalui tahapan . Mendorong siswa melaksanakan tata tertib

  preventif, represif dan kuratif

  sekolah. Memberi persuasi bahwa tata tertib itu baik untuk perkembangan dan keberhasilan sekolah.

  Dalam penanggulangan disiplin, beberapa hal berikut ini perlu mendapat perhatian, yaitu: 1) Adanya tata tertib.

  Dalam mendisiplinkan siswa, tata tertib sangatbermanfaat untuk membiasakannya dengan standar perilaku yang sama dan diterima oleh individu lain dalam ruang lingkupnya. Dengan standar yang sama ini, diharapkan tidak ada diskriminasi dan rasa ketidakadilan pada individu-individu yang ada di lingkungan tersebut. Di samping itu, adanya tata tertib, para siswa tidak dapat lagi bertindak dan berbuat sesuka hatinya. 2) Konsisten dan konsekuen.

  Masalah umum yang muncul dalam disiplin adalah tidak konsistennya penerapan disiplin. Ada perbedaan antara tata tertib yang tertulis dengan pelaksanaan di lapangan. Dalam sanksi atau hukuman ada perbedaan antara pelanggar yang satu dengan yang lain. Hal seperti ini akan membingungkan siswa. Perlu sikap konsisten dan konsekuen orang tua dan guru dalam implementasi disiplin. 3) Hukuman.

  Hukuman bertujuan mencegah tindakan yang tidak baik atau tidak diinginkan.

  4) Kemitraan dengan orang tua.

  Pembentukan individu berdisiplin dan penanggulangan masalah-masalah disiplin tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah, tetapi juga tanggung jawab orang tua atau keluarga

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kedisiplinan

  Beberapa faktor yang mempengaruhi kedisiplinan tersebut, antara lain yaitu: (1) anak itu sendiri, (2) sikap pendidik, (3) lingkungan, dan (4) tujuan. Faktor anak itu sendiri mempengaruhi kedisiplinan anak yang bersangkutan. Oleh karena itu, dalam menanamkan kedisiplinan faktor anak harus diperhatikan, mengingat anak memiliki potensi dan kepribadian yang berbeda antara yang satu dan yang lain. Pemahaman terhadap individu anak secara cermat dan tepat akan berpengaruh terhadap keberhasilan penanaman kedisiplinan. Selain faktor anak, sikap pendidik juga mempengaruhi kedisiplinan anak. Sikap pendidik yang bersikap baik, penuh kasih sayang, memungkinkan keberhasilan penanaman kedisplinan pada anak. Hal ini dimungkinkan karena pada hakikatnya anak cenderung lebih patuh kepada pendidik yang bersikap baik. Sebaliknya, sikap pendidik yang kasar, keras, tidak peduli, dan kurang wibawa akan berdampak terhadap kegagalan penanaman kedisiplinan di sekolah.

  Faktor lingkungan juga mempengaruhi kedisiplinan seseorang. Situasi lingkungan akan mempengaruhi proses dan hasil pendidikan, situasi lingkungan ini meliputi lingkungan fisis, lingkungan teknis, dan lingkungan sosiokultural. Lingkungan fisis berupa lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat. Lingkungan teknis berupa fasilitas atau sarana prasarana yang bersifat kebendaan; dan lingkungan sosiokultural berupa lingkungan antar individu yang mengacu kepada budaya sosial masyarakat tertentu. Ketiga lingkungan tersebut juga mempengaruhi kedisiplinan seseorang, khususnya siswa.

  Selain ketiga faktor di atas, faktor tujuan juga berpengaruh terhadap kedisiplinan seseorang. Tujuan yang dimaksud di sini adalah tujuan yang berkaitan dengan penanaman kedisiplinan. Agar penanaman kedisiplinan kepada siswa dapat berhasil, maka tujuan tersebut harus ditetapkan disetiap instansi, bahkan setiap unit, tentu sudah sering melakukan kegiatan upacara bendera terutama di lingkungan sekolah.

  Langkah penanaman kedisiplinan ditingkat dini (baca siswa) dan pembiasaan sikap terhadap siswa melalui upacara bendera sudah barang tentu sering dilakukan di tingkat sekolah. Akan tetapi apakah pelaksanaan upacara bendera ini selalu dapat dilakukan secara rutin? Tentu ada banyak hal yang menjadi kendala pelaksanaan upacara, terutama situasi cuaca atau pun kondisi iklim terkadang menghambat target pelaksanaan upacara tersebut. Di samping itu pula, ada kebiasaan malas bertengger di panas matahari, lemah atau kondisi tubuh yang tidak fit dan berbagai alasan lainnya membuat seseorang tidak ingin mengikuti pelaksanaan upacara bendera. Padahal sebenarnya upacara bendera setiap pagi (hari Senin) itu merupakan langkah atau tindakan awal mendisiplinkan diri dan membiasakan sikap patriotisme.

6. Perlunya Kedisiplinan

  Disiplin diperlukan oleh siapa pun dan di mana pun. Hal itu disebabkan di mana pun seseorang berada, di sana selalu ada peraturan atau tata tertib. Disiplin itu penting karena : 1) Dengan disiplin yang muncul karena kesadaran diri, siswa berhasil dalam belajarnya. Sebaliknya, siswa yang kerap kali melanggar ketentuan sekolah pada umumnya terhambat optimalisasi potensi dan prestasinya.

  2) Tanpa disiplin yang baik, suasana sekolah dan juga kelas, menjadi kurang kondusif bagi kegiatan pembelajaran. Secara positif, disiplin memberi dukungan lingkungan yang tenang dan tertib bagi proses pembelajaran.

  3) Orang tua senantiasa berharap di sekolah anak-anak dibiasakan dengan norma-norma, nilai kehidupan dan disiplin. Dengan demikian, anak-anak dapat menjadi individu yang tertib, teratur dan disiplin. 4) Disiplin merupakan jalan bagi siswa untuk sukses dalam belajar dan kelak ketika bekerja. Kesadaran pentingnya norma, aturan, kepatuhan dan ketaatan merupakan prasyarat kesuksesan seseorang.

  Ahli lain, Singgih

  D. Gunarsa (1992:137) menyatakan sebagai berikut. Disiplin perlu dalam mendidik anak supaya anak dengan mudah : 1) Meresapkan pengetahuan dan pengertian sosial antara lain mengenai hak milik orang lain.

  2) Mengerti dan segera menurut, untuk menjalankaan kewajiban dan secara langsung mengerti larangan-larangan.

  3) Mengerti tingkah laku yang baik dan buruk. 4) Belajar mengendalikan keinginan dan berbuat sesuatu tanpa merasa terancam oleh hukuman.

  5) Mengorbankan kesenangan sendiri tanpa peringatan dari orang lain.

7. Macam-Macam Disiplin

  Dalam penelitian ini disiplin belajar yang dimaksud dibagi menjadidua yaitu disiplin belajar di sekolah dan disiplin belajar di rumah.

  (1) Disiplin belajar di sekolah

  a. Pengertian disiplin belajar di sekolah Yang dimaksud disiplin belajar di sekolah adalah keseluruhan sikap dan perbuatan siswa yang timbul dari kesadaran dirinya untuk belajar, dengan mentaati dan melaksanakan sebagai siswa dalam berbagai kegiatan belajarnya di sekolah, sesuai dengan peraturan yang ada. Yang didukung adanya kemampuan guru, fasilitas, sarana dan prasarana sekolah.

  b. Macam-macam Disiplin Belajar di Sekolah Siswa sebagai input dalam suatu proses pendidikan perlu selalu aktif mengikuti berbagai kegiatan belajar mengajar di sekolah. Sikap disiplin belajar perlu ditimbulkan pada diri siswa, sehingga hal tersebut dapat membawa pengaruh yang baik dalam usaha pencapaian prestasi belajarnya. Perilaku disiplin belajar siswa di sekolah dapat dibedakan menjadi empat macam ialah:

  1) Disiplin siswa dalam masuk sekolah Yang dimaksud disiplin siswa dalam masuk sekolah ialah keaktifan, kepatuhan dan ketaatan dalam masuk sekolah.

  2) Disiplin siswa dalam mengerjakan tugas Mengerjakan tugas merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam belajar, yang dilakukan di dalam maupun di luar jam pelajaran sekolah. Tujuan dan pemberian tugas biasanya untuk menunjang pemahaman danpenguasaan mata pelajaran yang disampaikan di sekolah, agar siswa berhasil dalam belajarnya. Agar siswa berhasil dalam belajarnya perlulah mengerjakan tugas dengan sebaik-baiknya. Tugas itu mencakup pengerjaan PR, menjawab soal latihan buatan sendiri, soal dalam buku pegangan, ulangan harian, ulangan umum dan ujian.

  3) Disiplin siswa dalam mengikuti pelajaran di sekolah Siswa yang memiliki disiplin belajar dapat dilihat dari keteraturan dan ketekunan belajarnya. Disiplin siswa dalam mengikuti pelajaran di sekolah menuntut adanya keaktifan, keteraturan, ketekunan dan ketertiban dalam mengikuti pelajaran, yang terarah pada suatu tujuan belajar.

  4) Disiplin siswa dalam menaati tata tertib di sekolah Disiplin siswa dalam menjalankan tata tertib di sekolah adalah kesesuaian tindakan siswa dengan tata tertib atau peraturan sekolah yang ditunjukkan dalam setiap perilakunya yang selalu taat dan mau melaksanakan tata tertib sekolah dengan penuh kesadaran.

8. Pembentukan disiplin

  Pendapat Soegeng Prijodarminto (1994:15-17; 23-24) tentang pembentukan disiplin. Disiplin terjadi karena alasan berikut ini.

  1) Disiplin akan tumbuh dan dapat dibina, melalui latihan, pendidikan,penanaman kebiasaan dan keteladanan. Pembinaan itu dimulai dari lingkungan keluarga sejak kanak-kanak.

  2) Disiplin dapat ditanam mulai dari tiap-tiap individu dari unit paling kecil, organisasi atau kelompok.

  3) Disiplin diproses melalui pembinaan sejak dini, sejak usia muda, dimulai dari keluarga dan pendidikan.

  4) Disiplin lebih mudah ditegakkan bila muncul dari kesadaran diri. 5) Disiplin dapat dicontohkan oleh atasan kepada bawahan.

  Jadi, pembentukan disiplin ternyata harus melalui proses panjang, dimulai sejak dini dalam keluarga dan dilanjutkan sekolah. Hal- hal penting dalam pembentukan itu terdiri dari kesadaran diri, kepatuhan, tekanan, sanksi, teladan, lingkungan disiplin, dan latihan- latihan.

9. Indikator Disiplin Belajar

  Menurut Arikunto (1990:137) dalam penelitian mengenai kedisiplinnannya membagi tiga macam indikator kedisiplinan, yaitu: 1) perilaku kedisiplinan di dalam kelas, 2) perilaku kedisiplinan di luar kelas di lingkungan sekolah, dan 3) perilaku kedsiplinan di rumah. Tu

  ‟u (2004:91) dalam penelitian mengenai disiplin sekolah mengemukakan bahwa indikator yang menunjukan pergeseran/perubahan hasil belajar siswa sebagai kontribusi mengikuti dan menaati peraturan sekolah adalah meliputi: dapat mengatur waktu belajar di rumah, rajin dan teratur belajar, perhatian yang baik saat belajar di kelas, dan ketertiban diri saat belajar di kelas. Sedangkan menurut Syafrudin dalam jurnal Edukasi (2005:80) membagi indikator disiplin belajar menjadi empat macam, yaitu: 1) ketaatan terhadap waktu belajar, 2) ketaatan terhadap tugas-tugas pelajaran, 3) ketaatan terhadap penggunaan fasilitas belajar, dan 4) ketaatan menggunakan waktu datang dan pulang.

  Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini peneliti membagi indikator disiplin belajar menjadi empat macam, yaitu: a. Ketaatan terhadap tata tertib sekolah

  b. Ketaatan terhadap kegiatan belajar di sekolah

  c. Ketaaatan dalam mengerjakan tugas-tugas pelajaran

  d. Ketaatan terhadap kegiatan belajar di rumah

B. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

  Secara bahasa Civic Education (Pendidikan Kewarganegaraan) oleh sebagian pakar diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Pendidikan Kewargaan (Azra) dan Pendidikan Kewarganegaraan. (Soemantri et al dalam Taniredja 2009:2) Istilah Pendidikan Kewargaan pada sisi lain identik dengan Pendidikan Kewarganegaraan, namun di sisi lain. Istilah Kewargaan menurut Rosyada dalam Taniredja (2012:2).

  “Secara substantif tidak hanya mendidik generasi muda menjadi warga negara yang cerdas dan sadar akan hak dan kewajibannya dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang merupakan penekanan dalam istilah Pendidikan Kewarganegaraan, namun juga membangun kesiapan warga negara menjadi warga dunia (global society) ”.

  Pendidikan kewarganegaraan menurut zamroni dalam taniredja (2009:3) adalah: “Pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masayarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis,melalui aktivitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru bahwa demokrasi adalah kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga masyaraka t.”

  Sekolah merupakan lembaga yang di dalamnya memuat pendidikan-pendidikan kepada siswanya. Melalui mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan yang diberikan, diharapkan bias memuat nilai-nilai kedisiplinan yang dapat ditanamkan dalam diri siswa melalui proses pembelajaran yang dilakukan. Perubaan tingkah laku siswa menjadi hal yang penting dalam pembelajaran PKn. Seperti yang diungkapkan Wrighman (Usman, 2010:4) Peran guru adalah:

  “Terciptanya serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang dilakukan dalam suatu situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku dan perkembangan siswa yang menjadi tujuannya

  ”. Aspek tingkah laku menjadi salah satu tujuan peubahan dalam proses pembelajaran, dunia pendidikan diharapkan tidak hanya menjadi wadah dalam memberikan pengetahuan kepada siswa tetapi juga sebagai proses pembentukan karakter siswa. Menurut Suparlan (2006:52) ada tujuh kaidah dalam proses pembelajaran dan pengajaran yang harus diperhatikan oleh guru:

  1. Opportunity to Learn (Kesempatan untuk belajar dan melakkan sendiri) Proses belajar mengajar harus memberikan pengalaman yang bermakna bagi siswa. Pengalaman belajar itu harus memungkinkan siswa unuk mengamati, memilih, dan menggunakan proses-proses nyata, produk dan ketrampilan dan nilai-nilai yang mereka harapkan. Proses belajar mengajar harus memberikan pengalaman yang bermakna bagi siswa, tidak hanya secara verbalistis menerima informasi dari guru.

  2. Connection and Challenge (Kaitan dan Tantangan) Pengalaman belajar siswa harus terkait dengan pengetahuan yang telah dimliki, kecakapan, dan nilai-nilai yang diharapkan untuk dikuasai dan dimiliki oleh siswa. Pengalaman belajar siswa harus memiliki kaitan dengan pengalaman mereka dalam kehidupan sehari-hari. Pelajaran akan menarik jika memiliki kaitan dengan kebutuhan dan kehidupan sehari-hari siswa serta difasilitasi oleh guru agar siswa tertantang untuk menerapkannya.

  3. Action and Reflection (melakukan sendiri dan menghayati sendiri) Pengalaman belajar akan lebih bermakna jika siswa diberkan kesempatan untuk melakukan, menghayati, dan kalau memungkinkan dapat menemukan kesimpulan sendiri. Dengan melakukan sendiri siswa akan memperoleh penghayatan yang tidak mungkin mereka lupakan dalam kehidupannya.

  4. Motivasi and Purpose (motivasi dan tujuan) Pengalaman harus menarik minat siswa, dan siswa memahami dengan jelas tujuan mereka memperoleh pengalaman belajar itu. Para siswa akan lebih tertarik untuk mempelajari sesuatu jika mereka mengetahui apa tujuan dan relevansinya dengan kehidupan.untuk itu sejak awal perencanaan pembelajaran sebaiknya para siswa sudah mulai dilibatkan dalam merancang pembelajaran, dan melaksanakan prosesnya secara mandiri, sehingga mereka memperoleh kesempatan secara optimal untuk menilai keberhasilannya.

  5. Inclusivity and Defference (Inclusivitas dan Perbedaan) Pengalaman harus menghargai dan mengakmodasi perbedaan diantara siswa. Semua siswa harus merasakan bahwa mereka menjadi satu bagian yang tak terpisahkan. Guru harus memperhatikan perbedaan gaya belajar dan perbedaan individual (individual defferencies) siswa. Guru harus menyadari adanya latar belakang perbedaan sosial ekonomi, dan kecepatan belajar, dan sosial budaya siswa.

  6. Autonomy and collaboraciton (otonomi da colaborasi) Pengalaman belajar harus dapat meningkatkan siswa untuk belajar, baik secara mandiri maupun secara berkolaborasi.

  Ada saatnya siswa harus menguasai konsep dan mampu mempraktekkannya secara mandiri. Namun pada saat yang lain mereka harus mampu melaksanakannya secara bekerjasama. Melakukan keterlibatan yang lebih luas dalam berbagai kegiatan yang diberikan oleh guru, para siswa akan memperoleh pengalaman untuk menghargai prinsip kemandirian, dan sekaligus menghargai betapa pentingnya nilai kebersamaan dan kerjasama.

  7. Supportive Environment (lingkungan yang mendukung) Sekolah dan ruang kelas harus diatur sedemikian rupa sehingga aman, nyaman, dan kondusif untuk berlangsungnya pembelajaran yang efektif. Para siswa memerlukan lingkungan yang aman dan nyaman, sehingga mereka dapat belajar dengan resiko yang amat kecil dari bahaya karena luka atau resiko yang lebih besar.

  Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan maka belajar hanya dialami siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada disekitar lingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari siswa berupa keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh- tumbuhan, manusia, atau hal-hal lain yang menjadi bahan belajar.

  Menurut Gagne dalam Dimyati dan Mudjiono (2006:10) “belajar terdiri dari 3 komponen penting yaitu kondisi eksternal, kondisi internal, dan hasil belaj ar”.Antara satu komponen dengan komponen yang lain saling terkat dan mempengaruhi. Karena itulah harus ada kesemimbangan antara kondisi eksternal, internal sehingga hasil belajar yang dicapai sesuai harapan. Begitu juga dengan penanaman nilai demokrasi perlu dipahami bahwa dari kondisi eksternal dan internal harus diperhatikan karena mempengaruhi terhadap pencapaian hasil yaitu tertanamnya nilai demokrasi dalam diri setiap peserta didik. Karena itulah proses pembelajaran dikelas maupun diluar kelas menjadi media yang tepat dapam menanamkan nilai demokrasi terutama melalui pembelajaran PKn karena didalam materinya termuat materi tentang pendidikan demokrasi, sehingga diharapkan dari materi yang diperoleh siswa bisa mengaplikasikan dalam kehidupan nyata tentang pelaksanaannya.

  Menurut piaget dalam dimyati dan mudjiono (2006:14) pembelajaran terdiri dari 4 langkah yaitu: 1) Menentukan topik yang dapat dipelajari sendiri oleh siswa 2) Memilih dan mengembangkan aktivitas kelas dengan topik tersebut 3) Mengetahui adanya kesempatan bagi guru untuk mengemukakan pertanyaan yang menunjang proses pemecahan masalah. 4) Menilai pelaksanaan setiap kegiatan, memperhatikan keberhasilan dan melaksanakan revisi. Pembelajaran pendidikan kewarganegaraan diharapkan mampu menanamkan nilai-nilai kedisiplinan dalam diri siswa, karena itulah guru dalam melakukan pembelajaran perlu memperhatikan aspek-aspek dalam pembelajaran seperti materi, media, dan metode. Menurut Unesco dalam Taniredja (2006:51) ada 4 jenis belajar yang fundamental yaitu:

  1) Belajar mengetahui (learning to know) yaitu mendapatkan instrumen atau pemahaman 2) Belajar berbuat (learning to do) sehingga mampu bertindak kreatif dilingkungan 3) Belajar hidup bersama (learning to live together) sehingga mampu berperan serta dan bekerjasama dengan orang lain dalam semua kegiatan manusia. 4) Belajar menjadi seseorang (learning to be) pendidikan diharapkan menyumbangkan perkembangan seutuhnya dari setiap jiwa dan raga, intelegensi, kepekaan, rasa, estetika, tanggung jawab pribadi, dan nilai-nilai spiritual.

1. Hakekat Pembelajaran PKn

  Pendidikan Kewarganegaraan (Citizenship) merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia dan suku bangsa untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945 (Kurikulum Berbasis Kompetensi, 2004). Pendidikan Kewarganegaraan mengalami perkembangan sejarah yang sangat panjang, yang dimulai dari Civic Education, Pendidikan Moral Pancasila, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, sampai yang terakhir pada Kurikulum 2004 berubah namanya menjadi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

  Pendidikan Kewarganegaraan dapat diartikan sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku kehidupan sehari-hari peserta didik sebagai individu, anggota masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

  Landasan PKn adalah Pancasila dan UUD 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, tanggap pada tuntutan perubahan zaman, serta Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Kurikulum Berbasis Kompetensi tahun 2004 serta Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Kewarganegaraan yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional-Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Menengah-Direktorat Pendidikan Menengah Umum.

  2. Tujuan Pembelajaran PKn Tujuan mata pelajaran Kewarganegaraan adalah sebagai berikut ini.

  1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menangggapi isu kewarganegaraan.

  2. Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggungjawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

  3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.

  4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

  3. Materi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

  Materi pembelajaran merupakan substansi yang akan disampaikan dalam proses pembelajaran (Djamarah dan zain, 2002: 50). Guru mempunyai tugas yang penting dalam menembangkan dan memperkaya meteri pembelajaran, karena hal tersebut merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan keberhasilan pembelajaran. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menetapkan materi pembelajaran, yaitu: a) Materi pembelajaran hendaknya sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.

  b) Materi pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa pada umumnya.

  c) Materi pembelajaran hendaknya terorganisasi secara sistematik dan berkesinambungan.

  d) Meteri pembelajaran hendaknya mencakup hal-hal yang bersifat tekstual maupun kontekstual (Djamarah dan Zain, 2002: 51).

  Berdasarkan hal tersebut, maka materi pembelajaran PKn harus berdasarkan pada kompetensi yang ingin dicapai. Materi yang dibelajarkan harus bermakna bagi siswa dan merupakan hal yang benar-benar penting, baik dilihat dari kompetensi yang ingin dicapai maupum fungsinya untuk menentukan materi pada proses pembelajaran selanjutnya.

4. Ruang Lingkup Pembelajaran PKn

  Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan meliputi aspek-aspek sebagai berikut.

  a) Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan negara, Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan b) Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturan-peraturan daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistim hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional

  c) Hak asasi manusia meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan kewajiban anggota masyarakat, Instrumen nasional dan internasional HAM, Pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM

  d) Kebutuhan warga negara meliputi: Hidup gotong royong, Harga diri sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri, Persamaan kedudukan warga negara e) Konstitusi Negara meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara dengan konstitusi

  f) Kekuasan dan Politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan, Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokrasi g) Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka

  h) Globalisasi meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan internasional dan organisasi internasional, dan Mengevaluasi globalisasi.

5. Metode Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

  Djahiri (1995/1996: 28) dalam bukunya “Strategi Pengajaran

  Afektif-Nilai-Moral VCT dan Games dalam VCT ”, bahwa metode merupakan kumpulan sejumlah teknik. Terdapat beberapa metode dalam pembelajaran PKn yang dikemukakan Djahiri (1985: 36), antara lain:

a) Ceramah (lecturing)

  Pada umumnya metode pembelajaran memerlukan ceramah, sehingga tidaklah benar pernyataan bahwa metode ini jelek dan harus dibuang. Akan tetapi, yang harus dihindari adalah penggunaan metode ceramah selama satu jam pelajaran penuh terus menerus dengan memakai pola ceramah murni yang naratif, monoton dan bersifat normatif imperatif.

  Beberapa keunggulan dari metode ceramah, antara lain:

  1) Setiap orang memiliki potensi dan kemahiran untuk ceramah (lepas dari benar-salah).

  2) Merupakan kiprah umum bahkan “membudaya” di kalangan perguruan/sekolah.

  3) Bersifat praktis, mudah, murah dan cepat menyampaikan substansi sehingga target waktu bisa dikejar.

  4) Mampu menyelaraskan ketimpangan waktu dengan banyaknya bahan.

  5) Tidak membutuhkan persiapan pengembangan media. 6) Mampu mengungkap dan mengklarifikasi isi atau pesan dalam bahasa yang komunikatif dan cepat. Hampir semua hal mampu diungkap secara verbal. 7) Mampu menguasai kelas dalam ukuran bagaimanapun juga. 8) Bila ada kekeliruan bisa segera diperbaiki. 9) Sejumlah hasil pengiring yang dapat dihasilkan dari metode ini adalah: Melatih daya tangkap dan analitis ucapan orang lain dan

  Latihan sosial untuk tatap muka dan etika dengan bicara. 10) Mampu mengangkat hal yang tidak ada dalam buku atau belum diungkap sumber atau pihak lain.

  Sedangkan kelebihan metode ceramah menurut Suryosubroto (dalam Taniredja, dkk 2011: 48) adalah: 1) Guru dapat menguasai seluruh arah kelas.

  2) Organisasi kelas sederhana. Kelemahan metode ceramah antara lain: 1) Guru sukar mengetahui sampai dimana murid-murid telah mengerti pembicaraannya.

  2) Murid sering kali memberi pengertian lain dari hal yang dimaksud guru.

  b) Ekspositorik

  Ekspositorik berasal dari kata „ekspose‟ yang berarti menunjukkan, memperagakan dan atau memperlihatkan. Metode belajar ekspositori adalah metode belajar yang memperagakan sesuatu untuk menciptakan KBM yang terarah dan terkendali menuju target sasaran guru atau pengajar. Pengajar terlebih dahulu harus memahami pengertian data dan fakta.

  c) Metode Pengajaran Konsep (teaching konsep)

  Sebelum menggunakan metode pengajaran konsep, seorang Djahiri (1995/1996) mengungkapkan bahwa:

  1) Data adalah realita yang ada, kejadian, atau hal baik fisik-non fisik, materiil-immateriil, dan personal-kondisional.

  2) Fakta adalah sejumlah data yang memiliki keterkaitan menunjuk kepada suatu konsep.

  3) Konsep adalah label/nama/istilah yang merupakan rangkaian sejumlah fakta menuju suatu pengertian/makna isi pesan dan atau fungsi peran atau harga/nilai. Jadi, konsep merupakan sesuatu yang memiliki cirri esensial tertentu.

  d) Metode Tanya Jawab

  Metode Tanya jawab ini dianggap memiliki kadar CBSA yang tinggi, karena pertanyaan akan menggugah dan mengundang potensi diri siswa.

  e) Partisipatori

  Partisipatori sebagai metode dalam kegiatan belajar mengajar, membelajarkan siswa mengenai kehidupan atau kegiatan nyata ataupun yang simulatif. Sarana untuk berpartisipatorik adalah kehidupan keluarga atau masyarakat, instansi kedinasan atau kemasyarakatan, laboratorium, atau pusat modeling. Jenis partisipatorik antara lain studi lapangan, kegiatan bakti social, magang, modeling atau simulasi, dan studi proyek.

  f) Diskusi dan Kelompok Belajar

  Ciri khas dari diskusi sebagai pola kegiatan belajar mengajar yakni demokratis. Metode diskusi mengundang dan melibatkan banyak orang serta tidak ada dominasi seseorang, memiliki indicator CBSA yang tinggi karena meminta daya analisis dan evaluatif terhadap masalah yang dilontarkan atau tanggapan dan sanggahan terhadap orang lain. Djahiri (1995/1996: 53) mengungkapkan bahwa diskusi adalah kegiatan belajar siswa dialogistik sacara intra potensi diri antar potensi orang lain serta potensi dunia keilmuan dan kehidupan.

  Ciri esensial dari diskusi antara lain:

  1) Adanya proses dialogistik, yakni interaksi antara struktur kognitif dengan afektif dan psikomotor, antara potensi diri kita dengan orang lain atau dengan dunia nyata serta keilmuan. 2) Adanya sharing ideas (pertukaran pikiran/pendapat, berargumentasi yang benar dan memiliki landasan), ada proses bereproduksi dan berekspresi. 3) Adanya arahan inkuiri/mencari/meneliti dan mendapatkan sesuatu. 4) adanya proses sosialisasi diri.

  Bentuk-bentuk diskusi menurut Djahiri (1995/1996, 58) antara lain: 1) Diskusi kelas 2) Diskusi kelompok 3) Diskusi panel 4) Seminar 5) Lokakarya 6) Diskusi penjaring

  Kelompok belajar adalah kelompok sejumlah siswa untuk melakukan kegiatan belajar bersama secara terarah dan teratur. Djahiri (1995/1996: 20) mengemukakan bahwa

  “kelompok belajar yang sesuai dengan pembelajaran PKn adalah kelompok belajar kooperati f”.

  Kelompok belajar kooperatif merupakan perpaduan antara kelompok belajar dan pola kegiatan kooperatif. Kooperatif di sini ialah kebersamaan kebersamaan dan kesetiakawanan social yang tinggi. Kelompok belajar kooperatif merupakan kegiatan belajar yang dapat menciptakan persaingan yang sehat, artinya tidak mendidik siswa untuk bersifat individualis.

g) Metode Inkuiri dan Pemecahan masalah

  Kedua metode ini pada dasarnya sama, tetapi dalam metode pemecahan masalah hanya sampai pada proses penentuan alternatif pemecahan/keputusan, sedangkan dalam inkuiri sampai pada tahapan penetapan yang terbaik.

  Keunggulan kedua metode ini menurut Djahiri (1995/1996: 58) antara lain: 1) Meningkatkan keterampilan dan kualitas hasil belajar. 2) Menuntun siswa akrab dengan kehidupan nyata. 3) Membakukan kemahiran analisis dan argumentasi rasional/berlandas.

  4) Mensosialisasikan siswa . 5) Mendayagunakan aneka sumber dan lingkungan belajar.

  Jenis inkuiri ini adalah inkuiri sederhana, lengkap dan nilai. Inkuiri sederhana tidak memerlukan keseluruhan proses dilaksanakan, hanya hakekat dasarnya saja yakni mengkaji, mencari, dan menentukan pilihan. Inkuiri yang lengkap merupakan metode khusus yang langkah dan prosesnya telah baku, sedangkan inkuiri nilai adalah pola inkuiri sederhana yang fokus substansinya pada nilai moral.

6. Media Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

  Kata “media” berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata

  “medium”, yang secara harifah berarti “perantara atau pengantar”. Dengan demikian, media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan (Djamarah dan Zain, 2010 : 120). Sedangkan media pembelajaran menurut Shofyan (2010) merupakan :

  “segala sesuatu yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran agar dapat merangsang pikiran, perasaan, minat dan perhatian siswa sehingga proses interaksi komunikasi eduksi antara guru (atau pembuat media) dan siswa dapat berlangsung secara tepat dan berdayaguna ‟‟. Media pengajaran harus dibedakan dengan sumber pengajaran. Djahiri (1995/1996: 31) mengemukakan bahwa sumber pembelajaran merupakan tempat di mana butir mata pelajaran dan media bisa dilihat, diperoleh dan dikaji seperti buku, perpustakaan, media cetak, kehidupan nyata, dan lain-lain. Sedangkan media pembelajaran lebih diutamakan pada fungsi dan perannya.

  Djahiri (1995/1996) mengemukakan bahwa dengan adanya media pembelajaran diharapkan dapat berperan untuk: 1) Menjadi fasilitator proses Kegiatan Belajar Siswa dan peningkatan Hasil Belajar Real.

  2) Meningkatkan kadar proses CBSA atau proses Kegiatan Mengajar Guru interaktif-reaktif.

  3) Meningkatkan motivasi belajar atau suasana belajar yang baik. 4) Meringankan beban tugas guru tanpa mengurangi kelancaran dan keberhasilan pengajaran.

  5) meningkatkan proses KBM secara efektif, efisien dan optimal. 6) Menyegarkan KBM.

  Jenis dan bentuk media yang ditemukan oleh Djamarah dan Zain (2010 : 124-126) antara lain dilihat dari Jenisnya, media dibagi kedalam: 1) Media Auditif

  Media Auditif adalah media yang hanya mengandalkan kemampuan suara saja, seperti radio, cassette recorder, piringan hitam. Media ini tidak cocok untuk orang tuli atau yang mempunyai kelainan pedengaran.

Dokumen yang terkait

Sistem informasi perpustakaan di SMP Negeri 1 Compreng - Subang

0 4 1

PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN TENTANG PENANAMAN NILAI-NILAI DEMOKRASI KEPADA SISWA SMP (Studi Kasus Pada Kelas VIII SMP Negeri I Kecamatan Padangratu Kebupaten Lampung Tengah)

0 50 197

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Umum - PEMANFAATAN FLEDSPAR LIMBAH PENAMBANGAN BIJIH EMAS UNTUK BATAKO - repository perpustakaan

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - ANALISIS PEMILIHAN MODA TRANSPORTASI DI PASAR (STUDI KASUS PASAR PURWAREJA KLAMPOK) - repository perpustakaan

0 2 29

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Atsiri - KINETIKA EKSTRAKSI MINYAK BIJI KEMUKUS (Piper cubeba L.) - repository perpustakaan

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - IDENTIFIKASI DAN RESISTENSI Mycobacterium tuberculosis DARI SPUTUM PASIEN TUBERKULOSIS TERHADAP RIFAMPISIN - repository perpustakaan

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - PENINGKATAN LAJU DISOLUSI DIPIRIDAMOL DENGAN VARIASI POLIVINIL PIROLIDON (PVP) MELALUI PEMBENTUKAN DISPERSI PADAT - repository perpustakaan

0 2 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - FORMULASI FAST DISINTEGRATING TABLET IBUPROFEN DENGAN BAHAN PENGHANCUR SODIUM STARCH GLYCOLATE - repository perpustakaan

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN STANDARISASI EKSTRAK KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) - repository perpustakaan

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - AKTIVITAS ANTIBAKTERI KANGEN WATER TERHADAP BAKTERI Propionibacterium acnes DAN Staphylococcus epidermidis - repository perpustakaan

0 0 9