BAB II KAJIAN TEORI A. Menyimak 1. Pengertian Menyimak - UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK CERITA MENGGUNAKAN MEDIA WAYANG KARTUN BINATANG PADA SISWA KELAS V SD NEGERI CIDADAP 01 TAHUN PELAJARAN 2013 / 2014 - repository perpustakaan

BAB II KAJIAN TEORI A. Menyimak 1. Pengertian Menyimak Menyimak adalah suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-

  lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi atau pesan serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan oleh sang pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan Tarigan (2008: 31). Slamet (2009: 2) Menyimak (listening) dikatakan sebagai kegiatan berbahasa reseptif dalam suatu kegiatan bercakap-cakap (talking) dengan medium dengar (audial) maupun medium pandang (visual). Menyimak berarti memperhatikan baik-baik apa yang diucapkan atau dibaca orang (Moeliono dalam Slamet, 2009: 3).

  Melalui menyimak, orang dapat menguasai percakapan fonem, kosakata dan kalimat. pemahaman terhadap fonem, kata dan kalimat sangat membantu seseorang dalam berbicara, membaca ataupun menulis. Petunjuk-petunjuk belajar berbicara, membaca, maupun menulis selalu disampaikan dalam bahasa lisan. Ini berarti bahwa kegiatan menyimak benar-benar menunjang keterampilan bahasa yang lain (Kundharu dan Slamet, 2012: 13). Russel & Russell dalam Tarigan (2008: 30)

  6 berpendapat bahwa menyimak adalah mendengarkan dengan penuh pemahaman dan perhatian serta apresiasi.

  Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa menyimak adalah kegiatan yang dilakukan dengan disengaja atau terancana dan memerlukan perhatian oleh pendengar, agar benar-benar memahami isi dan tujuan yang disampaikan oleh pembicara.

2. Tujuan Menyimak

  Gary T. Hunt (Kundharu dan Slamet, 2012: 13-14) menyatakan tujuan menyimak sebagai berikut: a. Memperoleh informasi yang bersangkut paut dengan pekerjaan/profesi.

  b. Agar menjadi lebih efektif dalam hubungan antarpribadi dalam kehidupan sehari-hari di rumah, di tempat bekerja, dan di dalam kehidupan masyarakat.

  c. Mengumpulkan data agar dapat membuat kesimpulan-kesimpulan yang masuk akal dan d. Agar dapat memberikan respons yang tepat terhadap segala sesuatu yang didengar.

  Logan (Slamet, 2009: 10) mengungkapkan tujuan menyimak antara lain: a. Memperoleh pengetahuan dari bahan ujaran pembicara, dengan perkataan lain menyimak untuk belajar. b. Menikmati terhadap sesuatu materi ujaran (pagelaran) terutama dalam bidang seni, dengan perkataan lain menyimak untuk menikmati keindahan audial.

  c. Menilai bahan simakan (baik-buruk, indah-indah jelek, tepat, asal- asalan, logis-tak logis, dan sebagainya), dengan perkataan lain menyimak untuk mengevaluasi.

  d. Menikmati dan menghargai bahan simakan (penyimak cerita, puisi, musik, lagu, dialog, diskusi dan sebagainya) dengan perkataan lain menyimak untuk mengevaluasi.

  e. Mengomunikasikan gagasan-gagasan, ide-ide perasaan-perasaan kepada orang lain dengan lancar dan tepat. Dengan kata lain, menyimak sebagai penunjang dalam mengkomunikasikan ide atau gagasan sendiri.

  f. Membedakan bunyi-bunyi dengan tepat, bunyi yang distingtif (membedakan arti) dan bunyi mana yang tidak distingtif. Ini biasanya diperoleh dari dari native speaker (pembicara asli).

  g. Memecahkan masalah secara kreatif dan analitis, dengan masukan dari bahan simakan dan h. Meyakinkan diri sendiri terhadap suatu masalah atau pendapat yang diragukan, dengan perkataan lain menyimak persuasif.

  Djago Tarigan (Slamet, 2009: 11) menjelaskan bahwa tujuan menyimak dapat disusun sebagai berikut: a) mendapatkan fakta, b) menganalisis fakta, c) mengevaluasi fakta, d) mendapatkan inspirasi, e) menghibur diri, f) meningkatkan kemampuan bicara. Tujuan menyimak menurut Djago Tarigan dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Mendapatkan fakta dengan cara mendengarkan radio, televisi, menyampaikan makalah, percakapan dan sebagainya.

  b. Menganalisis fakta yang berlangsung secara konsisten dari saat ke saat selama proses menyimak berlangsung. Bagaimana kaitan dengan unsur fakta, sebab dan akibat yang terkandung didalamnya. Bahan simakan harus dikaitkan dengan pengetahuan dan pengalaman menyimak.

  c. Mengevaluasi fakta yang disampaikan oleh pembicara. Sejumlah pertanyaan perlu disertakan dalam aktivitas ini, benarkah fakta yang diajukan, relevankah fakta yang dikemukakan, serta akuratkah fakta yang disampaikan?.

  d. Mendapatkan inspirasi dari pembicara orang lain. Penyimak ingin mendapatkan dorongan, suntikan, semangat, sugesti yang bermanfaat.

  e. Menghibur diri bagi orang-orang yang lelah, letih, jenuh. mereka perlu penyegaran fisik dan mental misalnya mendengarkan lawak, banyolan, dan sebagainya.

  f. Meningkatkan kemampuan berbicara. Dalam hal ini penyimak memperhatikan cara mengorganisasikan bahan, cara cara menggunakan alat bantu, dan cara simulasi dan mengakhiri pembicaraan.

  H.G Tarigan (2008: 60-61) mengemukakan delapan tujuan menyimak yaitu (a) menyimak untuk belajar, (b) menyimak untuk menikmati, (c) menyimak untuk mengevaluasi, (d) menyimak untuk mengapresiasi, (e) menyimak untuk mengkomunikasikan ide-ide, (f) menyimak untuk membedakan bunyi-bunyi, (g) menyimak untuk memecahkan masalah, (h) menyimak untuk meyakinkan.

  Tujuan menyimak disini untuk menghibur, maka pembicara harus mampu menciptakan suasana yang gembira dan nyaman. Tujuan ini akan mudah dicapai apabila pembicara dalam menyampaikan cerita dengan cara menyenangkan dan pembicara menciptakan humor yang orisinil agar penyimak menunjukkan minat dan kegembiraannya. Oleh sebab itu pembicaraan ini disebut bersifat rekreatif.

  Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diketahui bahwa tujuan pembelajaran menyimak cerita adalah untuk memperoleh informasi, menangkap isi serta memahami makna komunikasi yang disampaikan oleh pembicara melalui ujaran, dan mendapatkan hiburan melalui cerita.

3. Tahap-Tahap Menyimak

  H.G Tarigan (2008: 35-36) berpendapat ada 7 tahapan dalam menyimak, yaitu: a) isolasi, b) identifikasi, c) integrasi, d) inspeksi, e) interpretasi, f) interpolasi g) introspeksi. a. Isolasi Pada tahapan ini sang penyimak mencatat aspek-aspek individual kata-lisan dan memisah-misahkan atau mengisolasikan bunyi-bunyi, ide-ide, fakta-fakta, organisasi-organisasi khusus, begitu pula stimulus- stimulus lainnya.

  b. Identifikasi Sekali stimulus tertentu telah dapat dikenal maka suatu makna atau identitas pun diberikan kepada setiap butir yang berdikari itu.

  c. Integrasi Kita mengintegrasikan atau menyatukan sesuatu yang kita dengar dengan informasi lain yang telah kita simpan dan rekam dalam otak kita. Oleh karena itulah, pengetahuan umum sangat penting dalam tahap ini. Kalau proses menyimak berlangsung, kita harus terlebih dahulu harus mempunyai beberapa latar belakang atau pemahaman mengenai bidang pokok pesan tertentu. Kalu kita tidak memiliki bahan penunjang yang dapat dipergunakan untuk mengintegrasikan informasi yang baru itu, jelas kegiatan menyimak akanb menemui kesulitan atau kendala.

  d. Inspeksi Pada tahap ini, informasi baru yang telah kita terima dikontraskan dan dibandingkan dengan segala informasi yang telah kita miliki mengenai hal tersebut. Proses ini akan menjadi paling mudah berlangsung kalau informasi baru justru menunjang prasangka atau prakonsepsi kita. Akan tetapi, kalau informasi baru itu bertentangan dengan ide-ide kita sebelumnya mengenai sesuatu, kita harus mencari serta memilih hal-hal tertentu dari informasi itu yang lebih mendekati kebenaran.

  e. Interpretasi Pada tahap ini, kita secara aktif mengevaluasi sesuatu yang kita dengar dan menelusuri dari mana datangnya semua itu. Kita pun mulai menolak dan menyetujui serta mengakui dan mempertimbangkan informasi tersebut dengan sumber-sumbernya.

  f. Interpolasi Selama tidak ada pesan yang membawa makna dalam dan memberi informasi tanggung jawab kitalah untuk menyediakan serta memberikan data-data dan ide-ide penunjang dari latar belakang pengetahuan dan pengalaman kita sendiri untuk mengisi serta memenuhi butir-butir pesan yang kita dapat.

  g. Introspeksi Dengan cara merefleksikan dan menguji informasi baru, kita berupaya untuk mempersonalisasikan informasi tersebut dan menerapkanya pada situasi kita sendiri.

  Logan dalam Tarigan (2008: 63) menjelaskan bahwa dalam proses menyimak terdapat tahap-tahap, antara lain: a) tahap mendengar, dalam tahap ini kita baru mendengar segala sesuatu yang dikemukakan oleh pembicaradalam ujaran atas pembicaranya. b) tahap memahami, setelah kita mendengar maka ada keinginan kita untuk mengerti atau memahami dengan baik isi pembicaraan yang disampaikan oleh pembicara.

  c) tahap mengintepretasi, penyimak yang baik, cermat dan teliti belum puas kalau hanya mendengar dan memahami isi ujaran sang pembicara, dia ingin menafsirkan atau menginterprestasikan isi yang tersirat dalam ujaran itu.

  d) tahap mengevaluasi, setelah memahami serta dapat menfsirkan isi pembicaraan, penyimak mulai menilai atau mengevaluasi pendapat serta gagasan dari pembicara dan,

  e) tahap menanggapi, penyimak menyambut, mencamkan, menyerap serta menerima gagasan atau ide yang dikemukakan oleh pembicara.

  Ruth G. Strickland (Tarigan, 2008: 31-32) menyimpulkan adanya sembilan tahap menyimak, mulai dari yang tidak berketentuan sampai pada yang amat bersungguh-sungguh. Kesembilan tahap itu dapat dilukiskan sebagai berikut: 1) Menyimak berkala, yang terjadi pada saat-saat sang anak merasakan keterlibatan langsung dalam pembicaraan mengenai dirinya.

  2) Menyimak dengan perhatian dangkal, karena seing mendapat gangguan dengan adanya selingan-selingan kepada hal-hal diluar pembicaraan.

  3) Setengah menyimak, karena terganggu oleh kegiatan menunggu kesempatan untuk mengekspresikan isi hati serta mengutarakan apa yang terpendam dalam hati sang anak. 4) Menyimak serakan, karena sang anak keasyikan menyerap atau mengabsorpsikan hal-hal yang kurang penting, hal ini merupakan penjaringan pasif yang sesungguhnya. 5) Menyimak sekali-kali, menyimpan sebentar-sebentar apa yang disimak perhatian secara seksama berganti dengan keasyikan lain hanya memperhatikan kata-kata sang pembicara yang menarik hatinya saja.

  6) Menyimak asosiatif, hanya mengingat pengalaman-pengalaman pribadi secara konstan yang mengakibatkan sang penyimak benar- benar tidak memberikan reaksi terhadap pesan yang disampaikana sang pembicara.

  7) Menyimak dengan reaksi berskala, terhadap pembicara dengan membuat komentar ataupun mengajukan pertanyaan.

  8) Menyimak secara saksama, dengan sungguh-sungguh mengikuti jalan pikiran sang pembicara.

  9) Menyimak secara aktif, untuk mendapatkan serta menemukan pikiran, pendapat dan gagasan sang pembicara.

  Berdasarkan uraian di atas mengenai tahap-tahap menyimak, maka dapat disimpulkan bahwa menyimak terdiri dari lima tahap, yaitu: a) mendengarkan, b) memahami, c) menginterprestasi, d) mengevaluasi, dan e) menanggapi.

4. Jenis-Jenis Menyimak

  Menurut Slamet (2009:15) menyebutkan bahwa jenis menyimak berdasarkan suara yang disimak dibedakan menjadi dua, yaitu: a) menyimak interpersonal listening terjadi pada saat seseorang mendengarkan dan memperhatikan suara-suara yang berasal dari dalam diri sendiri. b) menyimakintrapersonal listening, terlaksana pada saat seseorang mendengarkan dan memperhatikan apa yang dibicarakan oleh orang lain misalnya, dalam percakapan diskusi, seminar, dan sebagainnya.

  H.G.Tarigan (Slamet, 2009:15) membedakan aktivitas menyimak berdasar cara penyimakan menjadi dua, yaitu: a) menyimak ekstenfif, b) menyimak intensif. Pada menyimak ekstensif, menyimak memahami isi simakan secara sepintas saja, misalnya menyimak soal, menyimak sekunder, menyimak estetik dan menyimak pasif. Pada menyimak intensif, menyimak memahami isi simakan secara terinci, cermat dan mendalam terhadap bahan simakannya. Menyimak intensif ini meliputi: a) menyimak interogatif, b) menyimak selektif dan menyimak kritis.

  Grenn and Petty (Khundaru dan Slamet, 2012:18) berpendapat jenis-jenis menyimak dibagi menjadi sembilan, yaitu: a) menyimak tanpa mereaksi. Penyimak mendengar suara tetapi yang bersangkutan tidak memberikan reaksi apapun. Suara masuk lewat telinga kanan keluar lewat telinga kiri.

  b) menyimak pasif. Penyimak menyimak pasif, hampir sama dengan menyimak tanpa mereaksi. Dalam hal menyimak pasif ini sudah ada reaksi tetapi relative sedikit.

  c) menyimak terputus-putus. Penyimak tidak kontinyu menyimak bahan simakan, sebentar menyimak sebentar tidak. Pikiran penyimak sering melayang dan bercabang, tidak terpusat pada bahan simakan.

  d) menyimak dangkal. Penyimak hanya menangkap sebagian dari isi simakan. Bagian-bagian yang penting tidak disimak, boleh jadi sudah diketahui, menyetujui, atau menerima.

  e) menyimak terpusat. Pikiran penyimak terpusat pada pembicaraan, misalnya menyimak aba-aba, untuk mengetahui bila suatu harus dikerjakan.

  f) menyimak untuk membandingkan. Penyimak menyimak pesan kemudian membandingkan isinya dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh si penyimak. g) menyimak organisasi materi. Penyimak berusaha mengetahui bagaimana organisasi materi yang disampaikan oleh pembicara, ide pokok beserta detail-detail penunjangnya.

  h) menyimak kritis. Penyimak menganalisis secata kritis isi simakan yang disampaikan oleh pembicara. Bila perlu minta data atau keterangan terhadap pernyataan yang disampaikan oleh pembicara. i) menyimak kreatif dan aspiratif. Penyimak berusaha memberikan respons mental dan fisik yang asli terhadap pernyataan yang disampaikan oleh pembicara.

  Logan dkk (Kundharu dan Slamet, 2012:18-19) mengemukakan ada tujuh jenis menyimak yang perlu dikembangkan melalui pengajaran bahasa bagi siswa disekolah dasar, yaitu:

  a) menyimak untuk belajar. Melalui kegiatan menyimak seseorang mempelajari berbagai hal yang dibutuhkan. Misalnya para siswa menyimak ceramah guru dan sebagainya. Mahasiswa mendengarkan siaran radio, televisi, diskusi, dan sebagainya.

  b) menyimak untuk menghibur. Penyimak menyimak sesuatu untuk menghibur dirinya sendiri, misalnya menyimak bacaan cerita-cerita lucu, pertunjukan sandiwara, film, dan sebagainya.

  c) menyimak untuk menilai. Penyimak mendengarkan dan memahami simakan, kemudian menelaah, mengkaji, menguji, membandingkan dengan pengalaman pengalaman dan pengetahuan menyimak. d) menyimak apresiatif. Penyimak memahami, menghayati, mengapresiasi isi bahan simakan. Misalnya menyimak pembacaan puisi, cerita pendek, roman, menyimak pertunjukan sandiwara dan lain-lain.

  e) menyimak untuk mengkomunikasikan ide dan perasaan. Penyimak memahami, merasakan ide gagasan, perasaan pembicara sehingga terjadi sambung antara pembicara dengan pendengar.

  f) menyimak diskriminatif. Menyimak untuk membedakan bunyi, suara.

  Misalnya membedakan (e) dalam kata benar, mentah dan (e) dalam kata bebas, tembak, kesed.

  g) menyimak pemecahan masalah. Penyimak mengikuti uraian pemecahan masalah secara kreatif dan analitis yang disampaikan oleh pembicara. Mungkin juga penyimak dapat memecahkan masalah yang dihadapinya, secara kreatif dan analitis setelah yang bersangkutan mendapat informasi dari menyimak sesuatu.

  Berdasarkan uraian di atas mengenai tahap-tahap menyimak, maka dapat disimpulkan bahwa membedakan aktivitas menyimak berdasar cara penyimakan dibagi menjadi dua, yaitu : a) menyimak ekstensif, dan b) menyimak intensif. Dalam penelitian ini kegiatan menyimak terjadi ketika siswa mendengarkan cerita yang disampaikan oleh guru dan siswa harus memahami cerita yang disampaikan oleh guru. Pemahaman terhadap cerita yang disampaikan guru sangat berguna bagi siswa pada saat kegiatan evaluasi pada akhir pembelajaran.

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Menyimak

  Menurut Hunt (Tarigan, 2008:104) terdapat lima faktor yang mempengaruhi menyimak, yaitu: a) sikap, b) motivasi, 3) pribadi, 4) situasi kehidupan, dan 5) peranan dalam masyarakat. Webb (Tarigan, 2008:104) mengemukakan hal-hal yang mempengaruhi menyimak yaitu:

  a) pengalaman, b) pembawaan, c) sikap atau pendirian, d) motivasi, daya gerak,prayojana, dan e) perbedaan jenis kelamin.

  Tarigan (2008:105) menyebutkan bahwa ada delapan faktor yang mempengaruhi menyimak, yaitu: a) faktor fisik, b) faktor psikologis, c) faktor pengalaman, d) faktor sikap, e) faktor motivasi, f) faktor jenis kelamin, g) faktor lingkungan, dan h) faktor peranan dalam masyarakat.

  a) faktor fisik, kondisi fisik seorang penyimak merupakan faktor penting yang turut menentukan keefektifan serta kualitas keaktifannya dalam menyimak.

  b) faktor psikologis, sikap-sikap dan sifat-sifat pribadi penyimak mempengaruhi kegiatan menyimak.

  c) faktor pengalaman, kurang atau tiadanya minat untuk menyimak merupakan akibat dari pengalaman yang kurang atau tidak ada dalam bidang yang akan disimaknya.

  d) faktor sikap, sikap menerima dan sikap menolak dari penyimak mempengaruhi keberhasilan si penyimak dalam menyimak.

  e) faktor jenis kelamin, gaya menyimak pria pada umumnya bersifat objektif, aktif, keras hati, analitik, rasional, keras kepala dan lain-lain.

  Sedangkan gaya menyimak wanita cenderung lebih subjektif, pasif, ramah, sensitif, gampang terpengaruh dan lain-lain.

  f) faktor lingkungan, lingkungan fisik yang berupa ruangan kelas dan suasana sosial kelas mempengaruhi keberhasilan menyimak siswa dan g) faktor peranan dalam masyarakat, kemauan menyimak juga dipengaruhi oleh peranan kita dalam masyarakat.

  Slamet (2009:19-21) mengemukakan bahwa ada beberapa unsur yang mempengaruhi keefektifan menyimak antara lain: a) pembicara, b) pembicaraan, c) situasi, dan d) menyimak.

  a) pembicara adalah orang yang menyampaikan pembicaraan, ide, pesan, informasi pada penyimak melalui bahasa lisan.

  b) pembicaraan adalah materi, isi, pesan, atau informasi yang disampaikan oleh pembicara kepada penyimak.

  c) situasi adalah sesuatu yang menyertai kegiatan menyimak diluar pembicara, pembicaraan, dan penyimak.

  d) penyimak adalah orang yang mendengarkan dan memahami isi bahan simakan yang disampaikan oleh pembicara dalam suatu peristiwa menyimak berlangsung.

  Berdasarkan uraian faktor-faktor yang mempengaruhi menyimak diatas, maka dapat disimpulkan bahwa keaktifan menyimak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: a) pembicara, b) pembicaraan, c) situasi, d) penyimak.

6. Penilaian Kemampuan Menyimak

  Penilaian kemampuan menyimak dilakukan dari proses dan hasil pembelajaran penilaian proses pada kemampuan menyimak dilakukan oleh guru keika pembelajaran menyimak sedang berlangsung dan guru harus merancang model instrumen penilaian, sedangkan dalam penilaian hasil diperoleh dari hasil simakan siswa yang berupa jawaban-jawaban terhadap pertanyaan yang diberikan oleh guru.

  Penilaian hasil dapat diperoleh dari tes. Tes pada kemampuan menyimak dimaksudkan untuk mengukur kemampuan siswa dalam menangkap dan memahami informasi yang terkadang dalam wacana yang diterima melalui saluran pendengaran. Menurut Nurgiantoro, (2001: 239- 244) ada empat tingkatan tes kemampuan menyimak, yaitu: a) tingkat ingatan, b) tingkat pemahaman, c) tingkat penerapan, d) tingkat analisis.

  a) Tingkat ingatan Tes kemampuan mendengarkan pada tingkat ingatan untuk mengingat fakta atau menyebutkan kembali fakta-fakta yang terdapat dalam wacana yang diperdengarkan, dapat berupa nama, peristiwa, angka, dan tahun. Tes biasa berbentuk tes objektif isian singkat atau pilihan ganda.

  b) Tingkat pemahaman Tes pada tingkat pemahaman menuntut siswa untuk memahami wacana yang diperdengarkan. Kemampuan pemahaman yang dimaksud mungkin terhadap isi wacana, hubungan antar ide, antar faktor, antar kejadian, hubungan sebab akibat. Akan tetapi kemampuan pemahaman pada tingkat pemahaman ini belum kompleks benar, belum menuntut kerja kognitif tingkat tinggi. Jadi, kemampuan pemahaman dalam tingkat yang sederhana. Dengan kata lain, butir-butir tes tingkat ini belum sulit.

  c) Tingkat penerapan Butir-butir tes kemampuan mendengarkan yang dapat dikategorikan tes tingkat penerapan adalah butir tes yang terdiri dari pernyataan (diperdengarkan) dan gambar-gambar sebagai alternatif jawaban yang terdapat di dalam lembar tugas.

  d) Tingkat analisis Tes kemampuan mendengarkan pada tingkat analisis pada hakikatnya juga merupakan tes untuk memahami informasi dalam wacana yang diteskan. Akan tetapi, untuk memahami informasi atau lebih tepatnya memilih alternative jawaban yang tepat itu, siswa dituntut untuk melakukan kerja analisis. Tanpa melakukan analisis wacana, jawaban yang tepat secara pasti belum dapat ditentukan. Dengan demikian, butir tes tingkat analisis lebih kompleks dan suit dari pada butir tes pada tingkat pemahaman.

  Penilaian menyimak harus menyesuaikan diri dengan indikator pencapaian suatu materi simakan terlebih dahulu, sehingga untuk mengukur ketercapaian hasil belajar menyimak, maka alat tes yang dibuat harus disesuaikan dengan indikator. Tujuan dari penilaian pembelajaran menyimak adalah untuk mengetahui apakah pengetahuan yang telah dimiliki siswa dalam proses pembelajaran menyimak, sesuai dengan kompetensi dasar khususnya dalam indikator yang ingin dicapai. Penilaian kemampuan menyimak cerita di atas digunakan untuk membuat instrumen tes dalam penelitian. Instrumen tes terdiri dari 25 soal pilihan ganda dengan empat pilihan jawaban.

B. Karakteristik Siswa Kelas V SD

  Karakteristik siswa kelas V SD dapat dilihat berdasarkan tahap-tahap perkembangan kognitif menurut teori piaget dalam Sunarto dan Hartono (2008: 24-25) membagi perkembangan kognitif menjadi empat tahap, yaitu: 1) Tahap pertama : Masa sensori motor (0.0-2,5 tahun).

  Masa ketika bayi mempergunakan sistem pengindraan dan aktivitas motorik untuk mengenal lingkungannya. Bayi memberikan reaksi motorik atas rangsangan-rangsangan yang diterimanya dalam bentuk refleks, misalnya refleks mencari puting susu ibu, refleksi menangis, dan lain-lain.

  Refleks-refleks ini kemudian berkembang lagi menjadi gerakan-gerakan yang lebih canggih, misalnya berjalan.

  2) Tahap kedua : Masa pra-operasional (2.0-7.0 tahun) Ciri khas masa ini adalah kemampuan anak menggunakan simbol yang mewakili sesuatu konsep. Misalnya kata “pisau plastik”. Kata “pisau” atau tulisan “pisau” sebenarnya mewakili makna benda yang sesungguhnya.

  Kemampuan simbolik ini memungkinkan anak melakukan tindakan- tindakan yang berkaitan dengan hal-hal yang telah lewat, misalnya seorang anak yang pernah melihat dokter berpraktek akan (dapat) bermain”dokter- dokteran”.

  3) Tahap ketiga : Masa konkret operasional (7.0- 11.0 tahun).

  Pada tahap ini anak sudah dapat melakukan berbagai macam tugas yang kongkret. Anak mulai mulai mengembangkan tiga macam operasi berpikir, yaitu: a) identifikasi : menggali sesuatu, b) negasi : mengingkari sesuatu, c) reprokasi : mencari hubungan timbal balik antara beberapa hal.

  4) Tahap keempat : Masa operasional (11.0- dewasa) Dalam usia remaja dan seterusnya seseorang sudah mampu berpikir abstrak dan hipotesis. Pada tahap ini seseorang bisa memperkirakan apa yang mungkin terjadi. Ia dapat mengambil kesimpulan dari suatu pernyataan seperti: Kalau mobil A lebih mahal dari pada mobil B, sedangkan mobil C lebih murah dari pada mobil B, maka ia dapat menyimpulkan mobil mana yang paling mahal dan yang mana yang paling murah.

  Berdasarkan perkembangan kognitif menurut piaget, maka siswa kelas

  V SD berada pada tahap Operasional konkret. Pada tahap ini anak sudah mampu berpikir dan sudah dapat melukan berbagai macam tugas serta memecahkan masalah yang bersifat konkret. Pada tahap ini siswa akan lebih mudah memahami suatu materi dalam pembelajaran jika menggunakan benda-benda konkret dalam penyampaian materinya.

C. Pembelajaran Kemampuan Menyimak Siswa Kelas V

  Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum yang digunakan dalam pendidikan Indonesia saat ini. Kurikulum Tingkat Satuan Pendididkanf (KTSP) itu sendiri adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SD / MI kelas V, ada 8 Standar Kompetensi (SK) yang harus dikuasai siswa dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Setiap semester terdiri dari 4 Standar Kompetensi (SK). Standar Kompetensi (SK) yang ada dikembangkan berdasarkan empat kemapuan berbahasa yaitu mendengarkan (menyimak), berbicara, membaca, dan menulis. Berikut adalah tabel SK mata pelajaran bahasa Indonesia kelas V semester genap

Tabel 2.1 SK Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas V Semester Genap No Standar Kompetensi (SK)

  1. Mendengarkan : Memahami cerita tentang suatu peristiwa dan cerita pendek anak yang disampaikan secara lisan

  2. Berbicara : Mengungkapkan pikiran dan perasaan secara lisan dalam diskusi dan bermain drama

  3. Membaca : Memahami teks dengan membaca teks sekilas, membaca memindai, dan membaca cerita anak

  4. Menulis : Mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan fakta secara tertulis dalam bentuk ringkasan, laporan, dan puisi bebas Adapun Standar Kompetensi (SK) semester genap terdiri atas sepuluh

  Kompetensi Dasar (KD). Berikut adalah tabel Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran bahasa Indonesia kelas V semester genap.

  

Tabel 2. 2 KD Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas V Semester Genap

No Kompetensi Dasar (KD)

  1 Mengidentifikasi unsur cerita ( tokoh, tema, latar, alur, dan amanah )

  2 Mengomentari persoalan faktual disertai alasan yang mendukung dengan memperhatikan pilihan kata dan santun berbahasa

  3 Menemukan informasi secara tepat dari berbagai teks khusus yang dilakukan melalui membaca memindai

  4 Menulis puisi bebas dengan menggunakan pilihan kata yang tepat

  5 Menanggapi cerita tentang peristiwa yang terjadi di sekitar yang disampaikan secara lisan

  6 Memerankan tokoh drama dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat

  7 Menyimpulkan isi cerita anak dalam beberapa kalimat

  8 Meringkas isi buku

  9 Membandingkan isi dua teks yang dibaca dengan membaca sekilas

  10 Menulis laporan pengamatan atau kunjungan berdasarkan tahapan (catatan, konsep awal, perbaikan final) dengan memperhatikan penggunaan ejaan

  Berdasarkan table 2.2 tentang SK dan KD di atas, maka SK dan KD yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut.

Tabel 2.3 SK dan KD yang digunakan dalam penelitian Standar Kompetensi (SK) Kompetensi Dasar (KD)

  Mendengarkan : Memahami cerita Mengidentifikasi unsur cerita (tokoh, tentang suatu peristiwa dan cerita tema, latar, alur, dan amanat) pendek anak yang disampaikan secara lisan

D. Media 1. Pengertian Media

  Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Gagne

  (Sadiman, dkk, 2011: 6) menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Sementara itu Briggs (Sadiman, dkk, 2011:6) berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar.

  Secara lebih khusus Arsyad, A (2007: 3) menyatakan pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung sebagai alat-alat grafis photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. Selain pengertian diatas Arsyad, A (2007: 4-5) juga menyatakan bahwa media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi intruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Sependapat dengan Hamalik (1986: 23) menyatakan Media adalah alat, metode dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.

  Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa media adalah sarana yang dapat menyalurkan sumber informasi mengenai pembelajaran dari sumber informasi (guru) kepada penerimanya (siswa). Dalam pembelajaran menyimak cerita penggunaan media pembelajaran sangat diperlukan, agar pesan atau informasi yang ada dalam cerita dapat dipahami oleh siswa, sehingga dapat mendapatkan nilai yang maksimal.

2. Manfaat Media

  Hamalik dalam Arsyad (2007: 15) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Sadiman, dkk. (2011:17-18) menyebutkan bahwa secara umum media pendidikan mempunyai manfaat sebagai berikut.

  a. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalitis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka) b. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera

  c. Penggunaan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif anak didik, dan d. Dengan sifat yang unik pada tiap siswa ditambah lagi dengan lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa maka guru banyak mengalami kesulitan bilamana itu harus di atasi sendiri. Hal ini akan lebih sulit bila latar belakang lingkungan guru dengan siswa juga berbeda. Masalah ini dapat di atasi dengan media pendidikan, yaitu dengan kemampuannya dalam:

  a) memberikan perangsang yang sama,

  b) mempersamakan pengalaman, dan c) menimbulkan persepsi yang sama.

  Sudjana dan Rivai (2011: 2) mengemukakan bahwa manfaat media dalam proses belajar adalah sebagai berikut.

  a. Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar b. Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik

  c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran d. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, seba tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan mendemonstrasikan dan lain-lain

  Media pembelajaran menurut Kemp dan Dayton dalam Arsyad, A(2007: 19) dapat memenuhi tiga fungsi utama apabila media itu digunakan untuk perorangan, kelompok atau kelompok pendengar yang besar jumahnya, yaitu: a) memotivasi minat atau tindakan, b) menyajikan informasi, dan c) memberi instruksi. Arsyad (2007: 25) mengemukakan bahwa manfaat praktis dari penggunaan media pembelajaran di dalam proses belajar mengajar adalah sebagai berikut: a. Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar.

  b. Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang lebih langsung antara siswa dan lingkungannya, dan kemungkinan siswa untuk belajar sendiri-sendiri dengan kemampuan dan minatnya.

  c. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu.

  d. Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka, serta memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat, dan lingkungannya.

  Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pemakaian media pada saat pembelajaran dapat membangkitkan semangat siswa dalam mengikuti pelajaran danmempermudah guru dalam menyampaikan pelajaran kepada siswa.

3. Jenis-Jenis Media

  Menurut Gagne dalam Sadiman, dkk, (2011: 23) membuat tujuh macam pengelompokan media, yaitu: a) benda untuk didemonstrasikan, b) komunikasi lisan, c) media cetak, d) gambar diam, e) gambar gerak, f) film bersuara, dan g) mesin belajar. Sudjana dan Rivai (2011: 3) mengklasifikasikan media pengajaran menjadi empat, yaitu: a) media grafis, seperti foto, grafik bagan, diagram, poster dan lain-lain, b) media tiga dimensi yaitu kedalam bentuk model seperti model susun, model kerja, diorama dan lain-lain, dan d) penggunaan lingkungan sebagai media pengajaran.

  Lenshin, dkk. Arsyad (2007: 81-82) berpendapat bahwa media dapat dikelompokan menjadi lima yaitu: a) media berbasis manusia, b) media berbasis cetakan, c) media berbasis visual, d) media berbasis komputer.

  Berdasarkan uraian mengenai jenis-jenis media di atas, maka media yang digunakan dalam penelitian ini termasuk media gambar diam yang dikemukakan oleh Gagne. Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah media wayang kartun binatang. Wayang kartun binatang merupakan gambar binatang yang diberi gagang sehingga berbentk seperti wayang dan dimainkan dengan cara menggerakan gagang seperti dalang memainkan wayang.

4. Media Wayang Kartun Binatang

  Dalam kamus umum Bahasa Indonesia, wayang diartikan gambar atau tiruan orang dan sebagainya yang terbuat dari kulit atau kayu dan sebagainya yang dapat dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dalam pertunjukan drama tradisional. Menurut Mulyono (1989: 10) wayang adalah boneka-boneka yang digunakan dalam pertunjukan itu berbayangan atau memberi bayang-bayang. Wayang terdiri dari wayang kulit, wayang golek, wayang suket, dan lain sebagainya. Jenis wayang yang digunakan dalam penelitian ini adalah wayang kartun. binatang Wayang kartun binatang adalah jenis wayang yang dikembangkan menyerupai bentuk binatang dengan perwujudan kartun yang menarik.

  Terdapat perbedaan yang cukup banyak antara wayang yang biasa ada dimasyarakat dengan wayang kartun binatang yang digunakan dalam penelitian ini. Wayang kartun binatang dalam penelitian ini adalah bentuk tiruan dari wayang yang terbuat dari kertas karton yang diatasnya dilapisi oleh gambar binatang. Gambar yang dibuat merupakan gambar yang berjenis kartun binatang dan bukan gambar dari bentuk tokoh yang sebenarnya, misalnya jika tokohnya monyet maka gambar yang digunakan adalah monyet kartun. Hal ini dimaksudkan agar lebih menarik perhatian siswa karena siswa pada usia kelas V SD menyukai gambar kartun yang lucu. Gambar yang sudah jadi kemudian diprint dengan menggunakan kertas berukuran A4.

  Gambarkemudian dipotong dengan menggunakan gunting. Setelah itu gambar ditempelkan diatas kertas karton. Kertas karton yang digunakan adalah kertas karton yang tidak terlalu tebal dan tidak terlalu tipis, agar memudahkan dalam menempelkan gambar kartun binatang pada kertas karton. Gambar yang sudah ditempel kemudian diberi gagang yang terbuat dari bambu dengan panjang sesuai dengan keinginan. Gagang berguna untuk menggerakan gambar kartun binatang pada saat digunakan.

  Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa media wayang kartun adalah media yang digunakan untuk membantu dan memudahkan proses belajar mengajar dengan bentuk menyerupai wayang yang dibuat menggunakan bahan dasar karton dan juga gambar kartun binatang yang lucu yang dapat menarik perhatian siswa pada saat pembelajaran menyimak cerita.

5. Penggunaan Media Wayang Kartun Binatang dalam Pembelajaran Menyimak Cerita

  Menurut Arsyad (2007: 15) penggunaan media pembelajaran adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru.Media wayang kartun binatang yang digunakan mempunyai manfaat yang besar dalam pembelajaran menyimak cerita, manfaat tersebut antara lain adalah mampu menarik perhatian siswa sehingga dapat berkonsentrasi penuh dalam menyimak cerita yang disampaikan. Selain itu media wayang kartun binatang mampu membantu siswa mengkonkretkan isi cerita melalui gambaran tokoh yang digambarkan menjadi bentuk wayang dan dapat mewakili watak dari masing-masing tokoh.

  Cara menggunakan media wayang kartun binatang dalam pembelajaran menyimak cerita pada umumnya hampir sama dengan menggunakan wayang kulit pada pergelaran wayang. Penggunaan media wayang kartun binatang pada pembelajaran menyimak cerita dengan cara menggerakan gambar ke kanan, ke kiri, ke depan, ke belakang dengan menggunakan gagang, sehingga media wayang kartun binatang terlihat lebih hidup.

  Sebelum bercerita perkenalkan suara tokoh yang ada didalam cerita dengan menggunakan media wayang kartun. Maksud dari memperkenalkan suara tokoh dalam bercerita agar siswa mengenali tokoh yang ada dalam cerita tersebut, sehingga siswa dapat memahami cerita dengan benar dan dapat menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru.

6. Metode Demonstrasi

  Demonstrasi merupakan salah satu metode yang cukup efektif karena membantu siswa untuk mencari jawaban dengan usaha sendiri berdasarkan fakta atau data yang benar. Metode demonstrasi merupakan metode penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukan kepada siswatentang suatu proses, situasi, atau benda tertentu, baik sebenarnya atau hanya sekedar tiruan ( Majid, 2013: 197)

  Sagala (Majid, 2013: 199) menjelaskan bahwa metode demonstrasi adalah petunjuk tentang proses terjadinya suatu peristiwa atau benda sampai pada penampilan tingkah laku yang dicontohkan agar dapat diketahui dan dipahami oleh peserta didik secara nyata.

  Sebagai metode penyajian, demonstrasi tidak terlepas dari penjelasan secara lisan oleh guru. Walaupun dalam proses demonstrasi peran siswa hanya sekedar memperhatikan, tetapi demonstrasi dapat menyajikan bahan pelajaran lebih konkret. Dalam strategi pembelajaran, demonstrasi dapat digunakan untuk mendukung keberhasilan strategi pembelajaran ekspositori dan inkuiri.

  a. Langkah-langkah menggunakan metode demonstrasi 1) Tahap persiapan

  Pada tahap persiapan ada beberapa hal yang harus dilakukan:

  a). Merumuskan tujuan yang harus dicapai oleh siswa setelah proses demonstrasi berakhir b). Menyiapkan garis besar langkah-langkah demonstrasi yang akan dilakukan c). Melakukan uji coba demonstrasi

  2) Tahap pelaksanaan

  a). Langkah pembukaan Sebeklum demonstrasi dilakukan ada beberapa hal yang harus diperhatikan, diantaranya:

  (1) Mengatur tempat duduk yang memungkinkan semua siswa dapat memperhatikan dengan jelas apa yang didemonstrasikan (2) Mengemukakan tujuan apa yang harus dicapai oleh siswa (3) Mengemukakan tugas-tugas apa yang harus dilakukan oleh siswa, misalnya siswa ditugaskan untuk mencatat hal-hal yang dianggap penting dari pelaksanaan demonstrasi

  b) Langkah pelaksanaan demonstrasi (1) mulailah demonstrasi dengan kegiatan-kegiatan yang merangsang siswa untuk berpikir, misalnya melalui pertanyaan-pertanyaan yang mengandung teka-teki sehingga mendorong siswa untuk tertarik memperhatikan demonstrasi.

  (2) ciptakan suasana yang menyejukan dengan menghindari suasana yang menegangkan.

  Yakinkan bahwa semua siswa mengikuti jalanya demonstrasi dengan memperhatikan reaksi seluruh siswa.

  Berikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif memikirkan lebih lanjut sesuai dengan apa yang dilihat dari proses demonstrasi itu.

  c) Langkah mengakhiri demonstrasi Apabila demonstrasi selesai dilakukan, proses pembelajran perlu diakhiri dengan memberikan tugas-tugas tertentu yang ada kaitanya dengan pelaksanaan demonstrasi dan proses pencapaian tujuan pembelajaran. Hal ini diperlukan untuk meyakinkan apakah siswa memahami proses demonstrasi itu atau tidak. Selain memberikan tugas yang relevan, ada baiknya guru dan siswa melakukan evaluasi bersama tentang jalanya proses demonstrasi itu untuk perbaikan selanjutnya.

  Berdasarkan uraian diatas mengenai metode demonstrasi maka dapat disimpulkan bahwa metode demonstrasi merupakan salah satu metode mengajarr dengan menggunakan peragaan untuk memperluas suatu pengertian atau untuk memperjelas memperlihatkan bagaimana melakukan suatu dengan mendemonstrasikan terlebih dahulu kepada siswa.

E. Penelitian yang Relevan

  Penelitian oleh Lia Noviana (2013) tentang “Pengaruh Metode Bercerita Terhadap Kemampuan Menyimak pada Anak Kelompok Bermain Tunas Bangsa di DS. Wotansari, Kec. Balongpanggang, Kab. Gresik. Menyatakan ada pengaruh signifikan antara kemampuan menyimak anak sebelum dan sesudah penerapan metode bercerita diberikan pada anak.

  Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh metode bercerita terhadap kemampuan menyimak pada anak Kelompok Bermain Tunas Bangsa.

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemampuan menyimak sebelum mendapatkan penerapan metode bercerita dan sesudah penerapan metode bercerita di kelompok bermain tunas bangsa. Penelitian ini menggunakan dua kelompok bermain sebagai perbandingan yaitu kelompok bermain tunas bangsa sebagai kelompok eksperimen sedangkan kelompok bermain dharma wanita persatuan banjaragung sebagai kelompok kontrol.

  Analisis data dengan membandingkan nilai rata-rata setelah melakukan kegiatan pada kelompok yang diberikan perlakuan (eksperimen) sebesar 17.

  Dimana hasil pre-test kelompok kontrol sebesar 2,55 sedangkan hasil rata-rata post-test kelompok kontrol sebesar 2,67. Pada kelompok eksperimen nilai rata- rata pre-test sebesar 2,57 kemudian setelah diberikan perlakuan post-test sebesar 3,46. Terdapat perbedaan yang signifikan setelah diuji dengan rumus statistic t-tes dengan hasil t-hitung sebesar 8,392 dan t-tabel 2,032 sehingga t- hitung lebih besar dari pada t-tabel.

  Penelitian yang dilakukan oleh Ening Setiowati (2012) tentang Pengaruh Penggunaan Media Wayang Terhadap Kemampuan Menyimak Dongeng di Kelas V SD N 1 Serang dan SD N 2 Mantrianom Kec Bawang Kab. Banjarnegara. l

  Hasil menunjukkan nilai rata-rata post test kelompok control yaitu 67,33 sedangkan nilai rata-rata post test kelompok eksperimen yaitu 75,56.

  Selisih nilai rata-rata yaitu 8,23, sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian ini yaitu hipotesis Alternatif (Ha) yang berbunyi terdapat pengaruh penggunaan media wayang terhadap kemampuan menyimak dongeng di kelas

  V SD N1 Serang dan SD N 2 Mantrianom Kecamatan Bawang Banjar Negara.

  Perbedaan penelitian relevan dan penelitian ini adalah penggunaan model pembelajaran dan penggunaan media dalam penelitain ini adalah wayang kartun binatang sedangkan pada penelitian relevan menggunakan metode bercerita dan hanya untuk mengetahui pengaruh metode bercerita meningkatkan kemampuan menyimak dan pengaruh media wayang untuk meningkatkan kemampuan menyimak dongeng., namun demikian penelitian relevan di atas telah memberikan gambaran tentang afektifitas penggunaan media dalam pembelajaran.

F. Kerangka Pikir

  Keterampilan menyimak merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang bertujuan untuk membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan berkomunikasi baik secara lisan maupun tertulis. Keterampilan menyimak sangat berpengaruh terhadap keterampilan bahasa yang lainnya seperti berbicara, membaca dan menulis.

  Pembelajaran menyimak sering kali terdapat kendala-kendala yang mengakibatkan siswa jenuh pada saat pembelajaran. Salah satu penyebabnya adalah guru kelas V SD Negeri 1 Cidadap belum menggunakan media pada saat pembelajaran menyimak cerita, sehingga siswa pada saat pembelajaran merasa jenuh dan bosan. Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap hasil simakan siswa sehingga keterampilan menyimak pada siswa rendah. Untuk dapat mengatasi masalah tersebut dalam pembelajaran menyimak guru harus mempunyai starategi belajar yang menarik agar siswa tidak jenuh dan bosan pada saat pembelajaran menyimak cerita.

Dokumen yang terkait

UPAYA MENINGKATKANAKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA GAMBAR PADA SISWA KELAS II SD NEGERI 1 PURWODADI TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 5 45

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN KETERAMPILAN MENYIMAK CERITA ANAK DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO TAPE RECORDER DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SISWA KELAS VB SD NEGERI 01 BANGUNREJO

1 8 8

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENYIMAK CERITA FIKSI ANAK MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO PADA SISWA KELAS V SD

0 1 10

KEMAMPUAN MENYIMAK TEKS CERITA RAKYAT PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 5 PONTIANAK

0 0 10

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENYIMAK PESERTA DIDIK MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO CERITA ANAK KELAS V SD

0 0 13

BAB II KAJIAN TEORI - PENINGKATAN KEMAMPUAN MENYIMAK CERITA ANAK MELALUI PEMANFAATAN MEDIA AUDIO VISUAL DI KELAS V SDN SUKABUMI SELATAN 06 PAGI JAKARTA BARAT

0 0 7

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENYIMAK CERITA PENDEK MELALUI MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE BERBANTUAN MEDIA WAYANG KARDUS PADA SISWA KELAS V SD 7 CENDONO

1 1 24

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MENYIMAK CERITA PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA MELALUI MEDIA AUDIO VISUAL SISWA KELAS III SD NEGERI TEGALREJO 01 KECAMATAN TENGARAN KABUPATEN SEMARANG TAHUN PELAJARAN 20142015 SKRIPSI

0 2 153

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK CERITA ANAK MELALUI MEDIA BONEKA TANGAN PADA ANAK KELOMPOK A TK DESA MAKAMHAJI 01 SUKOHARJO TAHUN AJARAN 2015/2016 - UNS Institutional Repository

0 3 19

BAB II KAJIAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy - HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN MINAT MEMBACA SISWA DI PERPUSTAKAAN SD NEGERI 1 SAMBIRATA - repository perpustakaan

0 0 18