Optimasi formula emulgel sunscreen ekstrak etil asetat isoflavon tempe dengan carbopol 940 sebagai gelling agent dan VCO sebagai fase minyak : apikasi desain faktorial - USD Repository

  

OPTIMASI FORMULA EMULGEL SUNSCREEN EKSTRAK ETIL

ASETAT ISOFLAVON TEMPE DENGAN CARBOPOL 940 SEBAGAI

GELLING AGENT dan VCO SEBAGAI FASE MINYAK : APLIKASI

  

DESAIN FAKTORIAL

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

  Program Studi Ilmu Farmasi Oleh :

  Yashinta Widyaningtyas NIM : 068114054

  FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010

OPTIMASI FORMULA EMULGEL SUNSCREEN EKSTRAK ETIL ASETAT ISOFLAVON TEMPE DENGAN CARBOPOL 940 SEBAGAI

  GELLING AGENT dan VCO SEBAGAI FASE MINYAK : APLIKASI

DESAIN FAKTORIAL SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

  Program Studi Ilmu Farmasi Oleh :

  Yashinta Widyaningtyas NIM : 068114054

  FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010

  

Kupersembahkan karya ini untuk :

My beloved GOD and my Saviour Jesus Christ

Bunda Maria

  

Bapak, Mami, Dek Pipin, Dek Monic yang telah menjadi keluarga

terbaik untukku, yang selalu menjadi semangatku untuk berhasil,

aku yakin bisa untuk kalian

Kristian Bayu Kuncoro atas perjuangan bersama kita di Farmasi

  Nee-LuLL yang sekarang telah menjadi bagian dalam hidupku, lucky

me having you say

Friends, Best Friends, True Friends atas dukungan, semangat,

dan kebersamaannya, Love you aLL Bu Rini, atas bimbingan dan keakrabannya, Thank’s for being my

inspiration

Farmasi USD 2006

  

Almamaterku tercinta

”Jangan pernah menyerah pada apapun sebelum kita berusaha

Yakin dan percayalah bahwa kita bisa”

  

 

 

  

PRAKATA

  Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Optimasi Formula Emulgel

  

Sunscreen Ekstrak Etil Asetat Isoflavon Tempe dengan Carbopol 940 sebagai

Gelling agent dan VCO sebagai Fase Minyak : Aplikasi Desain Faktorial” sebagai

  salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana pada Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dari banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada : 1.

  Rita Suhadi,M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  2. Rini Dwiastuti,M.Sc., Apt selaku dosen pembimbing atas bimbingan dan pengarahannya baik selama penelitian maupun penyusunan skripsi ini.

  3. Dewi Setyaningsih,M.Sc., Apt selaku penguji atas segala masukan, kritik, dan sarannya.

  4. Yustina Sri Hartini,M.Si.,Apt selaku penguji atas segala masukan, kritik,dan sarannya.

  5. Mas Wagiran, Mas Sigit, Pak Mus, Pak Iswandi, Pak Otok, Mas Bimo atas bantuannya selama peneliti bekerja di laboratorium.

  6. Orangtua dan adek yang sangat mendukung penulis dalam segala hal guna penyelesaian skripsi ini.

  

INTISARI

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas sun protection ekstrak etil asetat isoflavon tempe pada kulit dan untuk mendapatkan komposisi optimum formula dari larutan carbopol 940 3% b/v sebagai gelling agent dan

  

Virgin Coconut Oil (VCO) sebagai fase minyak agar didapatkan formula emulgel

  yang memiliki sifat fisis dan stabilitas yang baik. Aktivitas Sun Protection Factor (SPF) isoflavon di uji secara in vitro.

  Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental murni dengan variabel eksperimental ganda dua faktor, yaitu Carbopol-VCO dan dua level, yaitu level tinggi-level rendah. Optimasi komposisi formula dilakukan dengan metode desain faktorial pada berbagai variasi kombinasi larutan carbopol 3% b/v sebagai gelling

  

agent dan VCO sebagai fase minyak. Optimasi dilakukan terhadap parameter sifat

  fisis dan stabilitas emulgel yang meliputi daya sebar, viskositas, perubahan viskositas dan ukuran droplet selama penyimpanan 1 bulan. Parameter sifat fisis dan stabilitas emulgel dianalisis menggunakan persamaan desain faktorial dan teknik analisis statistik Yate’s treatment.

  Hasil penelitian menunjukkan nilai SPF pada konsentrasi 500 mg% adalah 18,7524. Diperoleh area optimum komposisi gelling agent dan VCO yang meliputi sifat fisis dan stabilitas emulgel. Daya sebar optimal sebesar 3-5 cm. Viskositas optimal yang dipilih 190 d.Pa.s-250 d.Pa.s. Pergeseran viskositas yang dikehendaki

  ≤10%. Dengan menggabungkan ketiga respon tersebut diperoleh area

  

countour plot superimposed sebagai respon kombinasi formula pada level yang

  diteliti. Hasil menunjukkan bahwa Larutan carbopol 940 3% b/v dominan dalam menentukan respon daya sebar dan viskositas. Interaksi antara larutan Carbopol 3% b/v dan VCO dominan dalam menentukan pergeseran viskositas. Kata kunci : emulgel, isoflavon, sunscreen , carbopol 940, VCO, desain faktorial.

  

ABSTRACT

  This research is about the formulation of emulgel sunscreen tempe isoflavon ethyl acetate extract with carbopol 940 as the gelling agent and Virgin Coconut Oil (VCO) as the oil phase.This factorial designed application has aimed to analyze the effect of isoflavon sun protection towards the skin and to analyze the formula of carbopol 940 as the gelling agent and VCO as the oil phase in order to get emulgel formula which has qualified physical characteristic and stability. The activity of isoflavon sun protection will be tested in vitro using Sun Protection Factor (SPF) test.

  This research used pure experimental design with double factor experimental variable: Carbopol-VCO and two levels: high level and low level. The optimization of formula composition was conducted by using factorial designed method towards some combinations of carbopol solution 3% b/v as the

  

gelling agent dan VCO as the oil phase. Optimasi was done toward physical

  characteristic parameter and emulgel stability which covered spreadability, viscosity, viscosity and droplet’s size shift over one month storage. Physical characteristic parameter and emulgel stability were analyzed using factorial design and Yate’s treatment statistic analysis technique.

  The result show that SPF level at concentration 500 mg% was 18,7524. From this research, gain an optimum area compotition of gelling agent and oil phase, which include physical characteristic and emulgel stability. The optimal spreadability was 3-5 cm. The optimal viscosity that was selected 190 d.Pa.s up to 250 d.Pa.s. Viscosity shift that was required

  ≤ 10 %. By mixing the three respon gained the countour plot superimposed area as the combination respon formula at the level that was researched. The result showed that the effect of carbopol 3% w/v solution was the dominant factor in the spreadability and viscosity. While the effect of interaction between carbopol 3% w/v solution was dominant factor in alteration of gel viscosity.

  Keyword : emulgel, isoflavon, sunscreen , carbopol 940, VCO, factorial design

  

DAFTAR ISI

  i ii iii iv v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.............................vi vii ix

  x

  

xi

  

  

  5

  5

  6

  

  8

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  23

  24

  24

  

  27

  28

  30

  

  

  

  

  35

  

  

  

  98

  

DAFTAR TABEL

  

  25 26 36 37 tik Distribusi Ukuran Droplet…………………...41 41 42 43 44 46

               

  

DAFTAR GAMBAR

  8 9 32 33 39

  40

  40

  40

  40 43 44 45 45 47 49 50

  51 52

  

DAFTAR LAMPIRAN

  58

  58

  60

  61

  63

  65

  74

  83

  95

  

 

   

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Tingkat kebutuhan manusia akan Ultra Violet (UV) protection akhir- akhir ini sangat besar, sehingga banyak muncul produk sunscreen di pasaran. Sunscreen yang ideal bisa melindungi terhadap UV A dan UV B. Radiasi sinar UV C awalnya tidak terlalu dikhawatirkan karena sebelum mencapai kulit radiasi

  sinar UV C diabsorbsi di lapisan ozon. Namun pada kenyataannya, lapisan ozon saat ini semakin menipis sehingga radiasi sinar UV A, UV B maupun UV C patut diwaspadai (Marmur,2006). Senyawa yang diduga bertanggungjawab pada penyerapan sinar UV adalah isoflavon aglikon. Adanya ikatan rangkap terkonjugasi (kromofor) serta gugus auksokrom menyebabkan isoflavon aglikon mampu mengabsorbsi radiasi sinar UV.

  Molekul yang terpapar sinar UV bisa rusak atau bahkan mempengaruhi molekul lain (Svobodova et al.,2003). Produksi Reactive Oxygen Species (ROS) setelah kulit mengabsorbsi sinar UV dapat menyebabkan kerusakan makromolekul selular termasuk kerusakan DNA serta berperan pada karsinogenesis pada kulit (Katiyar et al.,2001; Reeve et al., 2005).

  Sunscreen merupakan salah satu produk untuk meminimalkan terjadinya

  penyakit kulit atau kerusakan kulit akibat radiasi sinar UV. Sunscreen memiliki mekanisme baik mengabsorbsi dan/atau memantulkan sinar UV yang menuju kulit, sehingga penetrasi radiasi UV yang masuk ke dalam kulit dapat diminimalkan (Anonim, 2006a).

  Isoflavon aglikon memiliki kromofor dan auksokrom yang diperkirakan memiliki daya proteksi terhadap radiasi sinar UV pada kulit. Dengan adanya gugus kromofor dan auksokrom inilah maka diperkirakan isoflavon memiliki mekanisme chemical sunscreen yaitu mampu mengabsorbsi radiasi sinar UV.

  Studi klinis telah mengindikasikan bahwa genistein yang merupakan isoflavon aglikon pada kedelai mampu memblok sinar UV B dan secara signifikan mengurangi terjadinya eritema atau sunburn setelah mengaplikasikannya pada kulit (Marmur,2006).

  Pada penelitian ini digunakan tempe yang merupakan produk olahan dari kedelai sebagai sumber isoflavon. Tempe telah digunakan secara luas oleh masyarakat Indonesia sebagai bahan makanan dengan citarasa yang enak, teknologi pembuatannya sederhana, dan memiliki nilai pemenuhan gizi yang baik.

  Dengan digunakannya tempe sebagai bahan untuk membuat produk sunscreen diharapkan akan lebih meningkatkan nilai guna tempe di tengah masyarakat.

  Sun Protection Factor (SPF) adalah nilai yang menggambarkan

  kemampuan produk sunscreen dalam melindungi kulit dari eritema. Paparan UVA berlebihan mempunyai efek awal yaitu pigmen semakin gelap (Pigment

  

darkening) diikuti oleh eritema jika paparan terus berlanjut (Zeman, 2007). UV B

  merupakan bentuk radiasi UV yang paling merusak karena memiliki energi yang cukup untuk menyebabkan kerusakan fotokimia DNA seluler. Efek berbahaya dari UV B antara lain sunburn (eritema) dan pembentukan kanker kulit (Anonim,

  2006a). Pengujian aktivitas sun protection isoflavon dilakukan dengan uji Sun Protection Factor (SPF) dengan menggunakan metode spektrofotometri.

  Sediaan sunscreen dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk emulgel karena emulgel terdiri dari dua sistem yang saling melengkapi yaitu sistem emulsi dan gel. Sistem emulsi akan berfungsi sebagai emolien (Magdy,2004). Emulsi mengandung fase minyak sehingga diharapkan membuat sediaan sunscreen yang dihasilkan tidak mudah dibilas dengan air dan dapat digunakan dalam waktu relatif lama menjamin perlindungan sepanjang hari. Namun, tetap nyaman digunakan karena adanya sistem gel yang memberikan sensasi dingin menyejukkan dan menutupi rasa oily dari emulsi.

  Optimasi dilakukan dengan desain faktorial untuk mendapatkan komposisi formula yang memberikan sifat fisis dan stabilitas sediaan emulgel yang optimum serta mengetahui efek carbopol 940, VCO atau interaksinya yang dominan dalam menentukan sifat fisis dan stabilitas emulgel. Carbopol 940 dan

  VCO dioptimasi karena kedua bahan ini berperan dalam stabilitas sediaan emulgel. Carbopol 940 akan meningkatkan viskositas emulgel, sehingga sesuai dengan hukum stokes akan meminimalkan terjadinya creaming dan coalescence dari droplet emulsi yang ada di dalam sistem emulgel. Carbopol 940 akan menyediakan matriks untuk menjebak droplet minyak sehingga akan meningkatkan stabilitas emulgel karena dengan adanya matriks dalam sistem emulgel maka akan meminimalkan pergerakan antar droplet dalam sistem tersebut dan terjadinya perubahan ukuran droplet ke arah yang lebih besar dapat diatasi.

  Oleh karena itu perlu diketahui komposisi optimum dari kedua bahan tersebut agar didapatkan sediaan emulgel yang memiliki sifat fisis dan stabilitas yang baik.

  Carbopol yang digunakan adalah carbopol 940 yang dapat memberikan kekentalan dan kejernihan gel yang baik. Carbopol akan memiliki kekentalan yang tinggi pada saat netralisasi. Sediaan asam poliakrilat viskositasnya stabil pada pH 6-10. Pada harga pH >10-11 akan terjadi penurunan viskositas yang lebih cepat (Voigt, 1994). Carbopol 940 yang tersusun dari monomer asam akrilat merupakan gelling agent sintetik yang memiliki stabilitas yang baik dibandingkan dengan carbomer lain karena menghasilkan dispersi yang homogen (Anonim,2002) dan tidak menimbulkan iritasi (Voigt, 1994).

  Virgin Coconut Oil (VCO) digunakan sebagai fase minyak. VCO

  merupakan asam lemak alami yang aman dan efektif digunakan sebagai

  

moisturizer pada kulit sehingga dapat meningkatkan hidratasi kulit (Agero and

  Verallo-Rowell, 2004). Peningkatan hidratasi kulit akan meningkatkan permeabilitas kulit terhadap obat serta menurunkan tahanan difusinya (Polderman, 1977). Kandungan asam lemak (terutama asam laurat dan oleat) dalam VCO sifatnya melembutkan kulit.

1. Perumusan masalah

  Dari latar belakang di atas, masalah yang muncul dapat dirumuskan sebagai berikut : a.

  Berapa konsentrasi ekstrak etil asetat isoflavon yang memberikan silai Sun

  Protection Factor (SPF) yang dapat diterima sebagai sunscreen

  berdasarkan uji in vitro? b. Dalam formulasi emulgel, faktor mana diantara carbopol 940 sebagai

  gelling agent dan VCO sebagai fase minyak yang paling dominan dalam

  menentukan sifat fisis dan stabilitas sediaan emulgel yang dihasilkan? c. Bagaimana stabilitas emulgel sunscreen ekstrak etil asetat isoflavon ditinjau dari karakteristik droplet selama penyimpanan? d.

  Apakah dapat ditemukan area kerja komposisi optimal Carbopol 940 sebagai Gelling agent dan VCO sebagai Fase minyak dari countour plot

  superimposed yang diprediksi sebagai formula optimum emulgel? 2.

   Keaslian Penelitian

  Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian tentang Formulasi Emulgel Sunscreen Ekstrak Etil Asetat Isoflavon Tempe dengan Carbopol 940 sebagai Gelling agent dan VCO sebagai Fase Minyak : Aplikasi Desain Faktorial belum pernah dilakukan.

3. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis

  Menambah pengetahuan mengenai bentuk sediaan sunscreen isoflavon dari tempe dan cara mengisolasi isoflavon dari tempe.

b. Manfaat metodologis

  Menambah informasi ilmu pengetahuan kefarmasian mengenai upaya pengembangan dan aplikasi metode Desain Faktorial dalam menemukan komposisi optimum carbopol 940 sebagai gelling agent dan VCO sebagai Fase minyak dalam formula emulgel sunscreen isoflavon dari tempe.

c. Manfaat praktis

  Dengan adanya sediaan emulgel sunscreen ini masyarakat dapat menggunakan sunscreen dari bahan alam yaitu tempe yang mudah didapatkan.

B. Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum

  Membuat formula Sunscreen dengan zat aktif yang berasal dari bahan alam yaitu tempe dalam bentuk sediaan emulgel.

b. Tujuan Khusus 1.

  Mengetahui konsentrasi ekstrak etil asetat isoflavon yang memberikan nilai Sun Protection Factor (SPF) yang dapat diterima sebagai sunscreen berdasarkan uji in vitro.

  2. Mengetahui carbopol 940 sebagai gelling agent dan Virgin Coconut Oil (VCO) sebagai Fase minyak atau interaksinya yang lebih dominan dalam menentukan sifat fisis dan stabilitas emulgel.

  3. Mengetahui stabilitas emulgel sunscreen ekstrak etil asetat isoflavon tempe ditinjau dari karakteristik droplet selama penyimpanan.

  4. Mengetahui ada tidaknya area kerja optimal komposisi carbopol 940 sebagai gelling agent dan VCO sebagai fase minyak dari countour plot

  

superimposed yang diprediksi sebagai formula optimum emulgel.

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Isoflavon dan Tempe Isolasi isoflavon menggunakan tempe hasil fermentasi kedelai sebagai bahan dasar ditemukan adanya isoflavon genistein, daidzein, dan faktor-2. Genistein dan daidzein telah ada pada kedelai rendam sebagai bahan baku tempe,

  tetapi faktor-2 hanya dijumpai pada tempe. Faktor-2 dapat terbentuk karena selama proses perendaman fermentasi kedelai

  β-glukosidase akan aktif dan

  mengubah glisitin, genistin, dan daidzin yang telah ada pada kedelai menjadi daidzein, genistein, dan glisitein. Selanjutnya selama proses fermentasi kedelai rendam terjadi biokonversi lebih lanjut daidzein dan glisitein menjadi faktor-2 (Ariani, 2003).

  Menurut penelitian (Barz,1993) biosintesa Faktor-2 dihasilkan melalui demetilasi glisitein oleh bakteri Brevibacterium epidermis dan Micrococcus luteus atau melalui reaksi hidroksilasi daidzein.

  Gambar 1. Biosintesa Faktor-2 Tempe hasil fermentasi kedelai rendam dengan Rhizopus oligosporus ditemukan adanya isoflavon genistein, daidzein dan faktor-2 (6,7,4’-trihidroksi isoflavon). Genistein dan daidzein telah ada pada kedelai rendam sebagai bahan baku tempe, tetapi faktor–2 hanya dijumpai pada tempe (Gyorgy et al,1964).  

  Genistein Daidzein 6,7,4’-trihidroksi isoflavon (Faktor-2) Gambar2.Struktur Genistein, Daidzein, dan Faktor 2

  Isoflavon aglikon dapat dibuat dalam bentuk sediaan gel, lotion, dan

  

cream. Menurut hasil penelitian Tensiska, 2007 jenis pelarut yang berbeda akan

  menghasilkan rendemen ekstrak kasar isoflavon yang berbeda pula, etanol menghasilkan 4,31 % rendemen, etil asetat 19,03 % rendemen, dan heksan 3,27 % rendemen.

B. Sunscreen

  Sunscreen merupakan sediaan yang mengandung senyawa yang mampu

  menyerap atau memantulkan radiasi sinar UV sehingga melemahkan energi UV sebelum berpenetrasi ke kulit. Spektrum UV berkisar antara 200 nm-400 nm, UV C 200-290 nm, UV B 290-320 nm, UV A 320-400 nm (Marmur, 2006).

  Sunscreen dapat dibagi menjadi dua yaitu chemical sunscreen dan

physical sunscreen. Chemical sunscreen bekerja dengan cara mengabsorpsi

  radiasi sinar ultra violet. Contoh bahan aktif yang biasa digunakan dalam

  

chemical sunscreen adalah avobenzone, cinnamates, octocrylene, oxybenzone

(benzophenones), para-aminobenzoic acid (PABA), padimate-O, dan salicylates

  (Stanfield, 2003).

  Physical sunscreen bekerja dengan cara memantulkan atau

  menghamburkan radiasi sinar ultra violet dengan membentuk lapisan buram di permukaan kulit. Selain pembentukan lapisan buram, physical sunscreen juga menyebabkan rasa berminyak di permukaan kulit sehingga physical sunscreen kurang dapat diterima oleh konsumen. Contoh bahan aktif yang biasa digunakan dalam physical sunscreen adalah titanium dioxide dan zinc oxide (Bondi et al, 1991).

  Sebagian besar sunscreen terdaftar sebagai golongan jenis obat menurut

  

Therapeutic Goods Act 1989. Beberapa produk sunscreen yang mengandung

  bahan yang memiliki sifat sebagai sun protector tidak digolongkan sebagai jenis obat namun digolongkan sebagai jenis kosmetik, karena tujuan utama dari sediaan tersebut bukan sebagai sunscreen. Produk kosmetik tersebut diluar golongan

  

sunscreen dan tidak terdaftar dalam Therapeutic goods legislation

(Anonim,2003).

C. Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah metode pemisahan fisikokimia.

  Dalam berbagai jenis teknik kromatografi, KLT adalah yang paling cocok untuk analisis obat di laboratorium farmasi karena metodenya sederhana, cepat dalam pemisahan, sensitif, kecepatan pemisahan tinggi dan mudah untuk memperoleh kembali senyawa–senyawa yang dipisahkan dan memerlukan jumlah cuplikan yang sangat sedikit. KLT adalah suatu cara pemisahan yang berdasarkan atas pembagian campuran senyawa ke dalam dua fase yaitu fase diam (padat/cair) dan fase bergerak (cair/gas). Adsorben yang umum digunakan antara lain silica gel, alumina, dan selulosa (Harborne,1987).

   

  Angka Rf berjarak antara 0,00 dan 1,00 dan hanya dapat ditentukan dua desimal. hRf adalah angka Rf dikalikan faktor 100 (Stahl, 1985).

  Fase gerak terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Pelarut bergerak di dalam fase diam, yaitu suatu lapisan berpori, karena ada gaya kapiler. Pelarut yang digunakan hanyalah bertingkat mutu analitik dan bila diperlukan, sistem pelarut multikomponen ini harus berupa suatu campuran sesederhana mungkin yang terdiri atas maksimum tiga komponen (Stahl, 1985).

  Sistem pelarut untuk KLT dapat dipilih dari pustaka, tapi lebih sering digunakan trial and error dengan pertimbangan efisiensi waktu. Sistem yang paling sederhana adalah campuran pelarut organik yang dipakai untuk memisahkan molekul yang mempunyai satu dan atau dua gugus fungsi. Pelarut diatur terutama dengan mengubah-ubahnya dan mencampurnya agar diperoleh kepolaran yang tepat untuk pemisahan tertentu, biasanya dengan menggunakan deret eluotropi sebagai pedoman (Gritter, 1991).

  KLT merupakan metode fisikokimia, artinya pada saat pendeteksian lokasi bercak dari komponen yang terpisah yang tidak berwarna umumnya dilakukan dengan cara fisika dan kimia. Cara fisika yaitu dengan melihat senyawa berfluoresensi di bawah lampu UV atau melihat senyawa tidak berfluoresensi dengan latar belakang berfluoresensi. Adapun cara kimia yaitu dilakukan penyemprotan dengan substansi kimia yang akan memberikan noda atau bercak baik yang terlihat pada cahaya tampak ataupun sebagai noda yang tampak pada lampu ultraviolet (Hardjono, 1983).

  Deteksi paling sederhana adalah jika senyawa menunjukkan penyerapan didaerah UV gelombang pendek (radiasi utama kira-kira 254 nm) atau jika senyawa ini dapat dieksitasi ke fluoresensi radiasi UV gelombang pendek dan atau gelombang panjang (365 nm). Jika dengan kedua cara ini senyawa tidak dapat dideteksi maka harus dicoba dengan reaksi kimia. Pertama tanpa pemanasan lalu bila perlu dengan pemanasan (Stahl, 1985).

  D.

  

Sun Protection Factor

Sun Protection Factor (SPF) adalah nilai yang menggambarkan kemampuan produk sunscreen dalam melindungi kulit dari eritema.

  Peningkatan nilai SPF dari 15 ke 30 memang sebanding dengan semakin baiknya daya perlindungan terhadap radiasi sinar matahari. Namun meningkatnya nilai SPF dari 30 ke 40 atau 50, daya proteksi yang relevan secara klinis belum diketahui. Dengan alasan tersebut Australia membatasi sunscreen pada SPF 30.

  (Marmur,2006).

  Sunscreen dengan SPF minimal 15 merupakan sunscreen yang

  diharapkan. Sunscreen SPF 30 bukan berarti memiliki daya proteksi dua kali lipat dari sunscreen SPF 15. SPF 15 melindungi kulit 93 % dari radiasi UVB, dan

  sunscreen SPF 30 memberikan 97% daya proteksi. (Anonim, 2006a)

  Berdasarkan Food and Drug Administration (Anonim, 1999), kategori produk sunscreen berdasarkan nilai SPF-nya dibagi menjadi 3, yaitu:

  1. Sunscreen dengan nilai SPF 2-<12, memberikan perlindungan minimal.

  2. Sunscreen dengan nilai SPF 12-<30, memberikan perlindungan sedang.

  3. Sunscreen dengan nilai SPF 30 atau lebih, memberikan perlindungan tinggi.

E. Emulgel

  Emulgel adalah sediaan yang dibuat dengan mencampurkan emulsi baik berupa tipe minyak dalam air maupun berupa tipe air dalam minyak dan gelling

  

agent sebagai pembentuk gel dengan konsentrasi tertentu. Emulgel juga telah

digunakan sebagai penghantar obat ke dalam jaringan kulit (Magdy, 2004).

  Gel mempunyai kelebihan berupa kandungan air yang cukup tinggi sehingga memberikan kelembaban yang bersifat mendinginkan dan memberikan rasa nyaman pada kulit (Mitsui, 1997). Emulsi mempunyai kemampuan penetrasi yang tinggi pada kulit dan berfungsi sebagai emolien (Magdy, 2004). Atas dasar kelebihan gel dan emulsi tersebut maka sunscreen ekstrak etil asetat isoflavon dibuat dalam sediaan emulgel.

  F.

  

Carbopol 940

  Carbopol 940 berupa serbuk putih, bau sedikit asam, 1% carbopol dalam air memiliki pH 2,5-3. Carbopol akan mengembang di dalam air. Carbopol bukan merupakan iritan primer pada kulit. Bersifat higroskopis, mengabsorbsi lembab atau air dari udara. Incompatible dengan agen pengoksidasi kuat, basa kuat, ammonia, ammonium hydroxide, potassium hydroxide, sodium hydroxide. Stabil secara kimia (Anonim,2008).

  Carbopol dapat menstabilkan emulsi dengan mengentalkan fase kontinyu sehingga mengurangi creaming dan coalescence. Carbopol tidak toksik, tidak mensensitisasi, dan tidak mempengaruhi aktivitas biologi obat tertentu (Barry, 1983). Carbopol memiliki sifat alir pseudoplastic, yaitu viskositas menurun seiring dengan kecepatan pencampuran yang meningkat (Zatz dan Kushla, 1996).Carbopol 940 memiliki sifat pengental yang baik pada konsentrasi tinggi serta menghasilkan gel yang jernih, sangat cocok digunakan pada kosmetik dan sediaan topical (Anonim,2006b).

  G.

  

Virgin Coconut Oil

  Minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil atau VCO) merupakan produk olahan asli Indonesia yang mulai banyak digunakan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. VCO mengandung 92% asam lemak jenuh yang terdiri dari 48%-53% asam laurat (C12), 1,5-2,5% asam oleat dan asam lemak lainnya seperti 8% asam kaprilat (C8) dan 7% asam kaprat (C10) (Lucida,2008). Kandungan asam lemak (terutama asam laurat dan oleat) dalam VCO bersifat melembutkan kulit serta ketersediaan VCO yang melimpah di Indonesia membuatnya berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan pembawa sediaan obat. Disamping itu, VCO efektif dan aman digunakan sebagai moisturizer pada kulit sehingga dapat meningkatkan hidratasi kulit, dan mempercepat penyembuhan pada kulit (Agero and Verallo-Rowell,2004). pH VCO berkisar 5-8, dan bersifat tidak larut dalam air, tidak mengiritasi kulit, tidak berbahaya apabila ditelan atau dihirup, namun dapat mengiritasi apabila kontak dengan mata.

  H.

  

Desain Faktorial

  Metode desain faktorial adalah sistem desain eksperimental dimana faktor-faktor yang terlibat dalam suatu reaksi atau proses dapat dievaluasi secara simultan dan mengukur efek dari faktor-faktor tersebut. Teknik ini bisa diterapkan dalam masalah farmasi, dan menjadi dasar bagi berbagai macam percobaan atau penelitian untuk mencari pemecahan yang optimum (Armstrong and James,1996).

  Desain faktorial menggambarkan suatu metode rasional untuk penilaian objektif efek dari besaran yang berpengaruh terhadap kualitas suatu produk (Voigt,1994). Pada desain faktorial dua faktor dan dua level dihasilkan empat percobaan, yaitu (1) faktor A dan faktor B pada level rendah, (a) faktor A pada level tinggi dan faktor B pada level rendah, (b) faktor A pada level rendah dan faktor B pada level tinggi, (ab) faktor A dan B pada level tinggi (Bolton,1997).

  Desain Faktorial sederhana salah satunya adalah dengan dua faktor pada dua level (rendah dan tinggi). Hal ini berarti ada dua faktor yang masing-masing faktor diuji pada dua level yang berbeda, yaitu pada level rendah dan tinggi (Bolton, 1990).

  • b
  • b
  • b

  1 , b 2 , b 12 = koefisien dapat dihitung dari hasil percobaaan

  Efek masing-masing faktor dan interaksinya dapat dihitung sebagai rata- rata selisih antara respon pada level rendah dengan respon pada level tinggi. Efek dan interaksi faktor yang diteliti dapat dirumuskan menjadi persamaan berikut:

  Keterangan: (-) = level rendah (+) = level tinggi Percobaan(1) = faktor A level rendah, faktor B rendah Percobaan a = faktor A level tinggi, faktor B rendah Percobaan b = faktor A level rendah, faktor B tinggi Percobaan ab = faktor A level tinggi, faktor B tinggi (Bolton, 1997).

  Tabel I. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level Percobaan Faktor A Faktor B Interaksi 1 - - + a + - - b - + - ab + + +

  Penamaan formula untuk 4 percobaan adalah formula (1) untuk percobaan I, formula a untuk percobaan 2, formula b untuk percobaan III, dan formula ab untuk percobaan IV (Bolton, 1990). Rancangan percobaan desain faktorial sebagai berikut:

  n =4, dengan 2 menunjukkan level dan n menunjukkan jumlah faktor).

  Pada desain faktorial dua level dan dua faktor diperlukan empat percobaan (2

  1 , b 2 , b 12 = koefisien yang dihitung dari hasil percobaan

  = rata-rata hasil semua percobaan b

  o

  b

  b o , b

  Optimasi campuran dua bahan (berarti ada dua faktor) dengan desain faktorial (two level factorial design) dilakukan berdasarkan: Y = b

  1 , X 2 = level bagian A, level bagian B

  X

  2 Dengan: Y = respon hasil atau sifat yang diamati

  1 X

  12 X

  2

  2 X

  1

  1 X

  o

  Efek faktor A= ((a-(1)) + (ab-b)) / 2 Efek faktor B = ((b-(1)) + (ab-a)) / 2

  Interaksi = ((ab-b)) + ((1)-a) / 2 (Bolton, 1997). Desain faktorial memiliki beberapa keuntungan. Metode ini memiliki efisiensi yang maksimum untuk memperkirakan efek yang dominan dalam menentukan respon. Keuntungan utama desain faktorial adalah bahwa metode ini memungkinkan untuk mengidentifikasi efek masing-masing faktor, maupun efek interaksi antar faktor. Metode ini ekonomis, dapat mengurangi jumlah penelitian jika dibandingkan dengan meneliti dua efek faktor secara terpisah (Bolton, 1997).

I. Landasan Teori

  Tempe hasil fermentasi kedelai rendam dengan Rhizopus oligosporus ditemukan adanya isoflavon genistein, daidzein dan faktor-2 (6,7,4’-trihidroksi isoflavon). Genistein dan daidzein telah ada pada kedelai rendam sebagai bahan baku tempe, tetapi faktor-2 hanya dijumpai pada tempe (Gyorgy et al,1964).

  Dilihat dari strukturnya, genistein, daidzein, maupun faktor-2 memiliki gugus kromofor dan auksokrom, sehingga bisa dikatakan senyawa tersebut mampu menyerap sinar UV, sehingga berpotensi untuk dikembangkan menjadi sediaan

sunscreen. Untuk itulah pada penelitian ini digunakan tempe sebagai bahan baku.

  Selain karena jumlahnya melimpah penggunaan tempe untuk bahan sunscreen juga dapat meningkatkan nilai guna dari tempe. Faktor-2 yang hanya ditemukan pada tempe memiliki gugus auksokrom yang lebih banyak dibanding genistein dan daidzein, sehingga kemampuan faktor-2 dalam mengabsorbsi radiasi sinar UV juga lebih baik dibandingkan genistein dan daidzein. Hal ini disebabkan karena gugus kromofor dan auksokrom merupakan gugus yang bertanggung jawab atas kemampuan senyawa dalam mengabsorbsi radiasi sinar UV. Oleh karena itu dalam penelitian ini digunakan bahan baku tempe dan bukan kedelai.

  Menurut Marmur,2006 genistein yang merupakan isoflavon aglikon pada kedelai secara klinis telah diindikasikan mampu memblok sinar UV B dan secara signifikan dapat mengurangi terjadinya eritema atau sunburn setelah mengaplikasikannya pada kulit.

  Dalam penelitian ini isoflavon dari tempe akan di formulasikan menjadi bentuk sediaan emulgel. Alasan pemilihan ini adalah karena emulgel terdiri dari gel dan emulsi, dimana gel mempunyai kelebihan berupa kandungan air yang cukup tinggi sehingga memberikan kelembaban yang bersifat mendinginkan dan memberikan rasa nyaman pada kulit (Mitsui, 1997). Emulsi mempunyai kemampuan sebagai emolien pada kulit (Magdy, 2004).

  Carbopol 940 memiliki sifat pengental yang baik pada konsentrasi tinggi serta menghasilkan gel yang jernih, sangat cocok digunakan pada kosmetik dan sediaan topikal (Anonim, 2006a). Menurut Technical Data Sheet-243 konsentrasi minimal Carbopol yang memberikan dispersi homogen tanpa pemisahan fase adalah sebesar 2% b/v (Anonim,2002). Carbopol bersifat higroskopis dan tidak ditemukan adanya iritasi pada penggunaan carbomer (Anonim,1983).

  Kandungan asam lemak (terutama asam laurat dan oleat) dalam VCO, sifatnya yang melembutkan kulit serta ketersediaan VCO yang melimpah di Indonesia membuatnya berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan pembawa sediaan obat. Disamping itu, VCO efektif dan aman digunakan sebagai

  

moisturizer pada kulit sehingga dapat meningkatkan hidratasi kulit, dan

mempercepat penyembuhan pada kulit (Agero and Verallo-Rowell,2004).

  Metode desain faktorial dapat digunakan untuk mendapatkan formula yang optimum dilihat dari sifat fisis dan stabilitas emulgel. Dengan metode ini efek tiap-tiap faktor maupun interaksi keduanya dapat teridentifikasi dan dapat ditentukan faktor mana yang paling mempengaruhi sifat fisis, dan stabilitas

  

emulgel. Selain itu, dengan menggunakan desain faktorial juga dapat diketahui

area komposisi optimum berdasarkan countour plot superimposed.

  J. Hipotesis 1.

  Ekstrak etil asetat isoflavon dari tempe memberikan nilai SPF sehingga dapat digunakan sebagai sediaan sunscreen.

2. Ada pengaruh yang bermakna dari komposisi Carbopol 940 sebagai gelling

  agent, komposisi VCO sebagai fase minyak atau interaksi keduanya dalam

  formula emulgel Sunscreen yang dominan dalam menentukan sifat fisis dan stabilitas emulgel.

  3. Komposisi optimum Carbopol 940 dan VCO dalam emulgel sunscreen ekstrak etil asetat isoflavon tempe dapat ditemukan dalam countour plot respon yang diukur dengan menggunakan metode desain faktorial.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental murni dengan variabel

  eksperimen ganda (desain faktorial) dan bersifat eksploratif, yaitu mencari formula optimum emulgel sunscreen ekstrak etil asetat isoflavon yang memberikan sifat fisis dan stabilitas yang baik dan memenuhi syarat.

B. Variabel dan Definisi Operasional 1.

   Klasifikasi Variabel a.

  Variabel Bebas Komposisi carbopol 940 sebagai gelling agent dan VCO sebagai Fase minyak.

  b.

  Variabel Tergantung Sifat fisis dan stabilitas sediaan emulgel sunscreen (daya sebar, viskositas, pergeseran viskositas, ukuran droplet) c.

  Variabel Terkendali Wadah yang digunakan, intensitas cahaya selama penyimpanan.

  d.

  Variabel Tak Terkendali Suhu dan kelembaban ruangan penelitian.

2. Definisi Operasional a.

  Emulgel adalah sediaan yang dibuat dengan mencampurkan emulsi baik berupa tipe M/A maupun berupa tipe A/M dan gelling agent sebagai pembentuk gel dengan konsentrasi tertentu. Gel memberikan kelembapan yang bersifat mendinginkan dan memberikan rasa nyaman pada kulit (Mitsui, 1997). Emulsi mempunyai kelebihan berupa kemampuan penetrasi yang tinggi pada kulit dan berfungsi sebagai emolien (Magdy, 2004).

  b.

  Gelling agent adalah komponen yang akan membentuk sediaan gel dimana merupakan faktor yang akan dioptimasi yang sangat berpengaruh terhadap bentuk sediaan dan stabilitas gel, dalam hal ini adalah Carbopol 940.

  c.

  Countour plot superimposed adalah penggabungan garis–garis pada daerah optimum yang telah dipilih pada uji daya sebar, viskositas, dan ukuran droplet.

  d.

  Desain faktorial adalah metode optimasi yang memungkinkan untuk mengetahui efek yang lebih dominan dalam menentukan masing–masing sifat fisis gel dan mencari area komposisi optimum gelling agent dan fase minyak berdasarkan countour plot superimposed sifat fisis emulgel sebagai formula optimum sunscreen emulgel ekstrak etil asetat isoflavon tempe pada level yang diteliti.

  e.

  Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir; makin tinggi viskositas, akan makin besar tahanannya (Martin,1993).

  f.

  Sun Protection Factor (SPF) adalah nilai yang menggambarkan kemampuan produk sunscreen dalam melindungi kulit dari eritema. g.

  Sunscreen merupakan sediaan yang mengandung senyawa kimia yang mampu menyerap atau memantulkan radiasi sinar UV sehingga melemahkan energi UV sebelum berpenetrasi ke kulit.

C. Bahan Penelitian

  Tempe bungkus daun pisang (diperoleh dari pasar STAN, Paingan, Sleman), Metanol teknis (Bratachem), Petroleum eter teknis (Bratachem), Ethyl asetat teknis (Bratachem), MgSO teknis, plat silica GF254, Carbopol 940, VCO,

  4

  tween 80, span 80, Propilenglikol, Triethanolamin (Bratachem), Methyl paraben, propyl paraben, BHT, aquadest.

D. Alat Penelitian

  Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah glasswares (PYREX-GERMANY), Vaccum rotary evaporator (Janke-Kulken), seperangkat spectrophotometer UV/Vis (optima), neraca elektrik , mixer ( Philips type HR 1500/1973 ), viskosimeter seri VT 03 (RION-JAPAN), alat pengukur daya sebar (modifikasi Laboratorium Formulasi Teknologi Sediaan Padat, USD, Yogyakarta), mikroskop BM-180 Boeco Germany dan kamera moticam 1000 pixel 1,3M, Innova 2100 platform shaker, Blender (National).

  E.Tata Cara Penelitian

  Pengumpulan, Pengolahan, dan Isolasi Isoflavon dari Tempe Identifikasi Isoflavon dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis

  Penentuan nilai SPF secara in vitro Formulasi Sediaan Emulgel Sunscreen Isoflavon dari Tempe

  Uji Sifat Fisis dan Stabilitas Sediaan Emulgel

1. Pengumpulan, Pengolahan, dan Isolasi Isoflavon dari Tempe

  Tempe dihaluskan dan ditimbang sebanyak 600 gram kemudian ditambah 400 mL aquadest. Kemudian diblender selama 3x5 menit lalu ditambah 1.200 mL metanol teknis, dimaserasi selama 12 jam pada kecepatan 120 rpm. Setelah dimaserasi 12 jam kemudian disaring. Ekstrak yang diperoleh dipekatkan dengan vaccum rotary evaporator pada suhu 60 C sampai diperoleh ekstrak kental ±100 mL (Ariani, 2003).

  Ekstrak kental diekstraksi dengan penggojogan selama satu menit, menggunakan pelarut 5x150 mL petroleum eter kemudian diekstraksi lagi dengan 5x150 mL etil asetat. Fase etil asetat di bagian atas diambil dan dibebaskan dari air dengan MgSO4 anhidrat sebanyak ±15 gram lalu disaring. Ekstrak tersebut dipekatkan sampai 1/10 volume awal ekstrak etil asetat dengan vaccum rotary evaporator pada suhu 40 C sampai diperoleh isolat isoflavon (Ariani, 2003).

  2. Identifikasi Isoflavon dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis

  Isolat yang telah didapatkan diidentifikasi menggunakan KLT dengan fase gerak kloroform : metanol (3:1) dan fase diam silica gel 254.

  Sebelum ditotolkan, isolat ditambahkan dengan sedikit metanol. Setelah dielusi, bercak diuapkan dengan uap amonia selama 10 menit kemudian diamati di bawah lampu UV 254 nm. Selanjutnya bercak yang dihasilkan diidentifikasi berdasarkan nilai Rf (Ariani, 2003).

  3. Penentuan nilai SPF secara in vitro a.

  Pembuatan larutan isoflavon 500 mg% Ekstrak etil asetat isoflavon ditimbang sebanyak 500 mg kemudian dilarutkan dengan etanol 90% dalam labu ukur 100 ml kemudian diencerkan hingga tanda. Replikasi dilakukan sebanyak tiga kali.

  b.

  Scanning serapan pada range panjang gelombang UV (200 nm–400 nm) Ekstrak etil asetat isoflavon diukur serapannya pada range

  λ200- 400 nm. Dari range tersebut diamati λ yang memberikan serapan.

  c.

  Penentuan nilai SPF Absorbansi (A) masing–masing konsentrasi diukur tiap 5 nm pada rentang panjang gelombang 200 nm hingga 400 nm (sesuai hasil

  scanning serapan). AUC (luas daerah di bawah kurva) antara dua

  panjang gelombang yang berurutan dihitung dengan rumus : Ap = absorbansi pada panjang gelombang yang lebih tinggi di antara dua panjang gelombang yang berurutan. A(p-a) = absorbansi pada panjang gelombang yang lebih rendah di antara dua panjang gelombang yang berurutan.

  = panjang gelombang yang lebih tinggi di antara dua panjang Λp gelombang berurutan.

  Λ(p-a) = panjang gelombang yang lebih rendah di antara dua panjang gelombang berurutan.

  Seluruh luas daerah di bawah kurva absorbansi dapat dihitung dengan menjumlahkan semua harga AUC. Harga Sun Protection Factor (SPF) dapat dihitung dengan rumus : Λn = panjang gelombang terbesar di antara panjang gelombang 290 nm hingga di atas 290 nm yang mempunyai nilai absorbansi

  0,050. Λ1 = panjang gelombang terkecil (290 nm).

  (Petro,1981) 4.

   Formulasi Emulgel Sunscreen Ekstrak Etil Asetat Isoflavon dari Tempe Pemilihan eksipien dan optimasi formula Tabel II. Formula desain faktorial formula Larutan carbopol 3%b/v (g)

  VCO (g) 1 50 10 a 68 10 b 50 20 ab 68 20 F(1) = carbopol 940 level rendah, VCO level rendah F(a) = carbopol 940 level tinggi, VCO level rendah F(b) = carbopol 940 level rendah, VCO level tinggi F(ab) = carbopol 940 level tinggi, VCO level tinggi Digunakan formula standar berdasarkan penelitian oleh Magdy (2004).

  Tabel III. Formula standar dan Formula hasil modifikasi Formula standar Formula baru setelah dimodifikasi Chlorphenesin 0,5g Ekstrak etil asetat isoflavon 500mg %

Carbopol 934 1g Larutan carbopol 3% b/v 50-68g

Liquid paraffin 5g

  VCO 10-20g Tween 20 1g Tween 80 2g Span 20 1,5g Span 80 3g Propylene glycol 5g Propilen Glikol 10g Ethanol 2,5g Metyl Paraben 0,06g Metyl paraben 0,03g Propyl Paraben 0,02g Propyl paraben 0,01g TEA 2,8g Purified water to 100g BHT 0,2g Aquadest ad 200g

  Pembuatan emulgel meliputi 3 tahap yaitu :

4. Pembuatan emulsi

  Fase minyak dibuat dengan mencampur span 80 dan VCO pada suhu 70-80 C, lalu diaduk sampai homogen. Fase air dibuat dengan mencampur tween 80, ekstrak isoflavon dan air pada suhu 70-80

  C, lalu diaduk sampai homogen. Tujuan pemanasan disini adalah untuk memudahkan proses emulsifikasi serta memudahkan pencampuran emulsi dengan gelling agent. Selanjutnya metil paraben dan propil paraben yang telah dilarutkan dalam propilenglikol dicampurkan dengan fase air. Fase minyak ditambahkan ke fase air kemudian diaduk terus dengan menggunakan pengaduk sampai terbentuk emulsi yang homogen.

Dokumen yang terkait

Optimasi carbopol sebagai gelling agent dan virgin coconut oil sebagai fase minyak dalam sediaan emulgel sunscreen ekstrak lidah buaya dengan metode desain faktorial.

2 7 89

Optimasi tween 80 sebagai emulsifying agent dan carbopol 940 sebagai gelling agent dalam sediaan emulgel sunscreen ekstrak lidah buaya (aloe barbadensis Mill.) dengan metode desain faktorial.

0 11 108

Optimasi Carbopol® 940 sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan dalam sediaan emulgel sunscreen ekstrak Kencur (Kaempferia galanga L.) : aplikasi desain faktorial.

1 10 115

Optimasi formula emulgel minyak daun cengkeh sebagai penghilang bau kaki dengan carbopol 940 sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humectant.

1 3 114

Optimasi formula emulgel minyak daun cengkeh sebagai penghilang bau kaki dengan carbopol 940 sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humectant

0 0 112

Formulasi sediaan sunscreen ekstrak rimpang kunir putih [Curcuma mangga Val.] dengan carbopol 940 sebagai gelling agent dan sorbitol sebagai humectant - USD Repository

0 0 117

Optimasi formula gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau [Camellia sinensis L.] dengan CMC [Carboxymethyl cellulose] sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan dengan metode desain faktorial - USD Repository

0 0 108

Optimasi formula gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau [Camellia sinensis L.] dengan carbopol sebagai gelling agent dan sorbitol sebagai humektan dengan metode desain faktorial - USD Repository

0 1 107

Optimasi formula krim sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau [Camellia sinensis L.] dengan asam stearat dan minyak wijen sebagai fase minyak : aplikasi desain faktorial - USD Repository

0 0 103

Optimasi formula gel antiacne ekstrak daun belimbing wuluh (averrhoa bilimbi, l) dengan carbopol 940 sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humectant - USD Repository

0 0 95