Optimasi formula gel antiacne ekstrak daun belimbing wuluh (averrhoa bilimbi, l) dengan carbopol 940 sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humectant - USD Repository

  OPTIMASI FORMULA GEL ANTIACNE EKSTRAK DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi, L) DENGAN

  CARBOPOL 940 SEBAGAI GELLING AGENT DAN PROPILEN GLIKOL SEBAGAI HUMECTANT SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi

  Oleh : Ong, Hengky Setiawan Saputra

  NIM : 058114082 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

  2009 OPTIMASI FORMULA GEL ANTIACNE EKSTRAK DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi, L) DENGAN

  CARBOPOL 940 SEBAGAI GELLING AGENT DAN PROPILEN GLIKOL SEBAGAI HUMECTANT SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi

  Oleh : Ong, Hengky Setiawan Saputra

  NIM : 058114082 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

  2009

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

  

HALAMAN PENGESAHAN

HALAMAN PERSEMBAHAN

  

Karya ini kupersembahkan untuk :

Jesus Christ Keluargaku Teman-temanku dan almamaterku

  PRAKATA Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, kasih karunia, dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Optimasi formula gel antiacne ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi, L) dengan carbopol 940 sebagai gelling

  

agent dan propilen glikol sebagai humectant” dengan baik sebagai salah satu

  syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Program Studi Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini, penulis secara khusus mengucapkan terima kasih kepada :

  1. Jesus Christ untuk semua berkat, anugerah, dan rencana-Nya yang selalu indah pada waktunya.

  2. Ibu Rita Suhadi, M.Si, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  3. Ibu Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan mendampingi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

  4. Ibu Agatha Budi Susiana Lestari, M.Si., Apt. selaku dosen penguji atas kritik dan saran yang telah diberikan sehingga skripsi ini jadi lebih baik.

  5. Ibu Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt. selaku dosen penguji atas kritik dan saran yang telah diberikan sehingga skripsi ini jadi lebih baik.

  6. Papa, Mama, serta ciciku Siu Lien atas segala doa dan dukungannya selama ini.

  7. Teman-teman skripsiku Omega, Vanny, Ade, Made, Agung, Bayu, Siska, dan Feri atas kerja sama dan kebersamaan selama menyelesaikan skripsi ini.

  8. Teman-teman Kos Ze, Franky, Victor, Dar atas kebersamaannya selama ini.

  9. Ko Felix, Septrias, Angky, Arie, Astomi, Andi, Hendi, teman-teman kelompok sel, teman-teman sepelayanan GBI Keluarga Allah yang selalu memberi semangat dan dukungan kepada penulis serta bersedia menjadi tempat untuk berbagi cerita.

  10. Jerry, Jovan, Rio, Eva, Nia, Rias, Lina, Diana dan teman-teman angkatan 2005 atas kebersamaan, suka dan duka selama kuliah.

  11. Mas Wagiran, Mas Sigit, Pak Mus, Mas Bimo, Mas Agung, Mas Ottok, dan Pak Parlan selaku laboran yang telah banyak membantu selama penelitian.

  12. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

  Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan ilmu pengetahuan.

  Yogyakarta, 13 Agustus 2009 Penulis

  INTISARI Salah satu tanaman yang digunakan masyarakat sebagai obat tradisional adalah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi, L). Daun belimbing wuluh mengandung flavonoid yang diketahui mempunyai efek sebagai antibakteri. Oleh karena itu, daun belimbing wuluh mempunyai aktivitas sebagai antibakteri terhadap bakeri-bakteri penyebab jerawat seperti Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis .

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek carbopol 940, propilen glikol atau interaksi keduanya yang dominan dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas gel antiacne serta mendapatkan area komposisi optimum carbopol 940 dan propilen glikol yang menghasilkan sifat fisik dan stabilitas gel yang dikehendaki. Sifat fisik meliputi daya sebar dan viskositas. Stabilitas meliputi pergeseran viskositas.

  Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental menggunakan metode desain faktorial dengan dua faktor yaitu carbopol 940 dan propilen glikol. Tingkat signifikansi pengaruh setiap faktor dianalisis secara statistik menggunakan Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan 95 %.

  Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa faktor carbopol 940 yang paling dominan dalam menentukan daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas. Pada contour plot superimposed dapat ditemukan area optimum dari daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas. Area ini sebagai komposisi formula yang optimum dari gel antiacne ekstrak daun belimbing wuluh yang dipelajari.

  Kata kunci : daun belimbing wuluh, carbopol 940, propilen glikol, gel

  antiacne , desain faktorial

  ABSTRACT One of the plants, which the society uses as a traditional medicine, is belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi, L). Leaves of belimbing wuluh contain flavonoid that had been known has an antibacterial effect. Therefore leaves of belimbing wuluh had an antibacterial activity on microorganism who causes acne such as Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis.

  The aims of this research were to investigate the dominant effect among carbopol 940, propylene glycol, or their interaction in determining physical properties and stability of antiacne gel and to find out the optimum composition area of carbopol 940 and propylene glycol that resulted desired physical properties and stability of antiacne gel. That physical properties such as spreadability and viscosity. The stability such as altered viscosity.

  This research was an experimental study using factorial design with two factors, carbopol 940 and propylene glycol. Significance level of each influence factor was analyzed statistically using Yate’s treatment with 95% level of confidence.

  The result showed that the effect of carbopol 940 was the dominant factor in the spreadability, viscosity and altered viscosity. The contour plot superimposed finded the optimum area of spreadability, viscosity, and altered viscosity. The area was estimated as optimum composition formula of antiacne gel of belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi, L) leaf extract on the level studied. Key words : belimbing wuluh’s leaves, carbopol 940, propylene glycol, antiacne gel, factorial design

  DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...............................................................................................ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iv HALAMAN PERSEMBAHAN .............................................................................. v PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................................................. vii PRAKATA ........................................................................................................... viii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................................................. x

  INTISARI ............................................................................................................... xi

  

ABSTRACT ............................................................................................................ xii

  DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiii DAFTAR TABEL ............................................................................................... xvii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xviii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xix

  BAB I. PENGANTAR ............................................................................................. 1 A. Latar Belakang ........................................................................................... 1

  1.Permasalahan .......................................................................................... 3

  2.Keaslian penelitian .................................................................................. 3

  3.Manfaat penelitian .................................................................................. 3

  B. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 4

  1.Tujuan umum .......................................................................................... 4

  2.Tujuan khusus ......................................................................................... 4

  BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA...................................................................... 5

  A. Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi, L) ................................................... 5

  1.Sistematika .............................................................................................. 5

  2.Morfologi ................................................................................................ 5

  3.Nama daerah ........................................................................................... 6

  4.Kandungan kimia .................................................................................... 6

  B. Ekstrak ....................................................................................................... 6

  C. Maserasi ..................................................................................................... 7

  D. Flavonoid ................................................................................................... 8

  E. Deklorofilasi .............................................................................................. 9

  F. Gel ............................................................................................................ 10

  G. Carbopol 940 ............................................................................................ 11

  H. Propilen Glikol ......................................................................................... 12

  I. Jerawat ..................................................................................................... 13 J. Mikroorganisme ....................................................................................... 14 K. Uji Potensi Antibakteri ............................................................................ 16 L. Desain Faktorial ....................................................................................... 17 M.Landasan Teori ......................................................................................... 18 N. Hipotesis .................................................................................................. 20

  BAB III . METODE PENELITIAN ....................................................................... 21 A. Jenis dan Rancangan Penelitian ............................................................... 21 B. Variabel Penelitian ................................................................................... 21 C. Definisi Operasional ................................................................................ 22 D. Bahan Penelitian ...................................................................................... 23

  E. Alat Penelitian .......................................................................................... 23

  BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 30 A. Pembuatan serbuk daun belimbing wuluh ............................................... 30 B. Pembuatan ekstrak daun belimbing wuluh .............................................. 30 C. Deklorofilasi ............................................................................................ 31 D. Pengujian potensi antibakteri ekstrak dengan metode difusi ................... 32 E. Uji sifat fisik dan stabilitas gel antiacne .................................................. 34

  1.Daya sebar ............................................................................................. 45

  G. Optimasi formula ..................................................................................... 44

  F. Potensi antibakteri gel antiacne ekstrak daun belimbing wuluh ............. 43

  3.Pergeseran viskositas ............................................................................ 40

  2.Viskositas .............................................................................................. 38

  1.Daya sebar ............................................................................................. 35

  G. Analisis Data ............................................................................................ 28

  F. Tata Cara Penelitian ................................................................................. 24

  7.Uji potensi antibakteri gel antiacne ...................................................... 28

  6.Uji sifat fisik dan stabilitas gel antiacne ............................................... 27

  5.Optimasi proses pembuatan gel ............................................................ 25

  4.Uji potensi antibakteri ekstrak daun belimbing wuluh ......................... 25

  3.Deklorofilasi ......................................................................................... 24

  2.Pembuatan ekstrak daun belimbing wuluh ........................................... 24

  1.Pengumpulan bahan .............................................................................. 24

  2.Viskositas .............................................................................................. 46

  3.Pergeseran viskositas ............................................................................ 47

  BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 50 A. Kesimpulan .............................................................................................. 50 B. Saran ........................................................................................................ 50 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 51 LAMPIRAN ........................................................................................................... 55 BIOGRAFI PENULIS ........................................................................................... 76

  DAFTAR TABEL Tabel I. Notasi formula desain faktorial ........................................................ 17 Tabel II. Formula desain faktorial antiacne ................................................... 26 Tabel III. Hasil uji organoleptis ....................................................................... 32 Tabel IV. Hasil proses sebelum dan sesudah deklorofilasi .............................. 32 Tabel V. Diameter zona hambat ekstrak daun belimbing wuluh terhadap

  Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis ................ 33

  Tabel VI. Hasil uji sifat fisik dan stabilitas gel antiacne ................................. 34 Tabel VII. Efek carbopol 940, efek propilen glikol, dan efek interaksi dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas gel antiacne ........................... 34 Tabel VIII. Hasil perhitungan Yate’s treatment pada respon daya sebar ........... 37 Tabel IX. Hasil perhitungan Yate’s treatment pada respon viskositas ............. 40 Tabel X. Hasil perhitungan Yate’s treatment pada respon pergeseran viskositas .......................................................................................... 42 Tabel XI. Diameter zona hambat gel antiacne terhadap Staphylococcus aureus

  ......................................................................................................... 43 Tabel XII. Diameter zona hambat gel antiacne terhadap Staphylococcus

  epidermidis ....................................................................................... 44

  DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Kerangka dasar flavonoid berserta penomorannya ........................... 8 Gambar 2. Struktur umum carbopol 940 ........................................................... 12 Gambar 3. Struktur propilen glikol .................................................................... 13 Gambar 4. Grafik hubungan pengaruh carbopol 940 (a) dan propilen glikol (b) terhadap daya sebar .......................................................................... 36 Gambar 5. Grafik hubungan pengaruh carbopol 940 (a) dan propilen glikol (b) terhadap viskositas ........................................................................... 39 Gambar 6. Grafik hubungan pengaruh carbopol 940 (a) dan propilen glikol (b) terhadap pergeseran viskositas ......................................................... 41 Gambar 7. Contour plot daya sebar gel antiacne ............................................. 45 Gambar 8. Contour plot viskositas gel antiacne .............................................. 46 Gambar 9. Contour plot pergeseran viskositas gel antiacne ............................ 47 Gambar 10. Contour Plot Superimposed gel antiacne ekstrak daun belimbing wuluh ............................................................................................... 49

  DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Perhitungan rendemen dan data pengujian ekstrak .......................... 55 Lampiran 2. Data penimbangan formula, notasi, dan formula desain faktorial .... 55 Lampiran 3. Data uji sifat fisik dan uji stabilitas gel antiacne ekstrak daun belimbing wuluh .............................................................................. 57 Lampiran 4. Perhitungan persamaan desain faktorial ........................................... 59 Lampiran 5. Perhitungan Yate’s treatment............................................................ 66 Lampiran 6. Dokumentasi ..................................................................................... 73

  BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Jerawat merupakan suatu proses peradangan kronik kelenjar-kelenjar pilosebasea. Usia remaja dan dewasa akan sering mengalami keadaan ini. Jerawat akan menghilang secara spontan pada usia sekitar 20-30 tahun meskipun banyak orang yang mencapai usia baya masih timbul jerawat (Price dan Wilson, 1985).

  Jerawat akan timbul pada wajah, leher terutama bagian belakang, punggung bagian atas, dada bagian depan, bahu, dan telinga. Jerawat disebabkan beberapa faktor seperti peningkatan produksi sebum, hiperkornifikasi duktus, hubungan simbiosis yang tidak lazim antara mikroorganisme komensal dan inflamasi kulit (Brown dan Burns, 2005).

  Tanda yang paling dini tampak pada kulit adalah terbentuknya komedo. Komedo ini akan menghalangi aliran sebum ke permukaan sehingga bakteri akan berkembangbiak dengan cepat (Price dan Wilson, 1985). Bakteri-bakteri tersebut di antaranya Propionibacterium acne, Staphylococcus aureus, dan Staphylococcus

epidermidis (Kumar, Jayveera, Kumar, Sanjay, Swamy, Kumar, 2007).

  

Propionibacterium acne bersifat anaerobik fakultatif sedangkan Staphylococcus

aureus dan Staphylococcus epidermidis dapat tumbuh dalam lingkungan

  anaerobik dan aerobik (Holt, Krieg, Sneath, Staley, Williams, 1994).

  Obat-obat antibiotik yang digunakan dalam jangka panjang dapat menyebabkan resistensi terhadap antibiotik yang lebih buruk (Kumar et al., 2007). Bahan-bahan alam dapat digunakan untuk mengatasi antibakteri. Feralusiana, (2001) dan Triwulan, (2004) telah membuktikan bahwa daun belimbing wuluh pada konsentrasi 15 mg/ml dapat berfungsi sebagai antibakteri dengan senyawa aktif yaitu senyawa flavonoid.

  Daun belimbing wuluh akan diformulasikan menjadi bentuk sediaan sehingga mempermudah penggunaannya dan membuatnya lebih menarik bila dibandingkan langsung menggunakan ekstrak daun belimbing wuluh. Sediaan gel dipilih karena gel memberikan sensasi dingin selama pemakaian, tidak lengket, dan tidak menimbulkan bekas ketika diaplikasikan pada kulit sehingga pemakai merasa nyaman. Menurut Voigt (1994) hidrogel cocok untuk kulit dengan fungsi kelenjar sebasea yang berlebihan. Produksi yang berlebihan oleh kelenjar sebasea menyebabkan penyumbatan folikel sehingga terjadi jerawat. Selain itu, gel memiliki kompatibilitas yang relatif baik dengan jaringan biologis (Zatz dan Kushla, 1996).

  Penelitian ini bertujuan untuk mencari komposisi formula gel antiacne ekstrak daun belimbing wuluh yang optimum menggunakan metode desain faktorial dengan dua faktor yaitu carbopol 940 sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humectant , serta dua level yaitu level rendah dan level tinggi. Area komposisi yang optimum dapat diperoleh melalui contour plot superimposed. Selain itu, pada penelitian ini juga diketahui efek faktor mana diantara carbopol 940, propilen glikol, dan interaksi keduanya yang dominan dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas gel antiacne.

  1. Permasalahan

  a. Manakah di antara faktor carbopol 940, propilen glikol, atau interaksi keduanya yang bersifat dominan dalam mempengaruhi respon daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas?

  b. Apakah ditemukan area optimum komposisi carbopol 940 dan propilen glikol dalam contour plot superimposed yang menghasilkan sifat fisik dan stabilitas gel antiacne ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi, L) yang dikehendaki?

  2. Keaslian penelitian Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian tentang optimasi formula gel antiacne ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi,

  L) dengan carbopol 940 sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai

  

humectant belum pernah dilakukan. Adapun penelitian yang berhubungan yang

  pernah dilakukan adalah Daya Antibakteri Ekstrak Etanol dan Infus Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi, L) Terhadap Staphylococcus aureus dan

  

Salmonella typhi (Feralusiana, 2001) dan Pengembangan Formulasi Sediaan Gel

Antiacne serta Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak Daun Pepaya

  (Carica papaya Linn.) (Ardina, 2007).

  3. Manfaat penelitian a.

  Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya mengenai pengembangan sediaan gel antiacne yang berasal dari bahan alam. b.

  Manfaat praktis Melalui penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan sediaan gel dari bahan alam sebagai alternatif pengobatan untuk jerawat.

  B.

  Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

  Menghasilkan formula dengan zat aktif yang berasal dari bahan-bahan alam yaitu ekstrak daun belimbing wuluh dalam bentuk sediaan gel yang memenuhi karakter tertentu dan mempunyai aktivitas sebagai antiacne.

2. Tujuan khusus

  a. Mengetahui manakah di antara carbopol 940, propilen glikol, atau interaksi keduanya yang bersifat dominan dalam mempengaruhi respon daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas pada sediaan gel antiacne ekstrak daun belimbing wuluh.

  b. Mengetahui apakah ditemukan area optimum komposisi carbopol 940 dan propilen glikol dalam contour plot superimposed yang menghasilkan sifat fisik dan stabilitas gel antiacne ekstrak daun belimbing wuluh yang dikehendaki.

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi, L) 1. Sistematika Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae Classis : Dicotyledonae Ordo : Geraniles Famili : Oxalidaceae Genus : Averrhoa Spesies : Averrhoa bilimbi, L (Anonim, 2000).

2. Morfologi

  Pohon belimbing wuluh mempunyai tinggi yang bisa mencapai 5-10 meter. Pada batang terdapat bekas daun yang berbentuk ginjal. Daunnya majemuk menyirip gasal, berseling, jumlah anak daun 21-45. Anak daunnya bertangkai pendek dengan bentuk bulat telur sampai jorong, ujung runcing, pangkal membundar, tepi rata dengan panjang 2-10 cm dan lebar 1-3 cm. Warna daun hijau dengan bagian permukaan bawah berwarna hijau muda. Bunganya berupa malai berbentuk kecil serupa bintang, berkelompok, keluar dari batang atau percabangan yang besar dan berwarna ungu kemerahan. Buahnya berbentuk bulat lonjong persegi dengan panjang 4-6,5 cm, berwarna hijau kekuningan, berair banyak dan terasa asam. Biji belimbing wuluh berbentuk elips, umumnya 2-3 setiap ruang, tanpa selaput biji dan ukurannya 6-7 mm. Tanaman ini dapat tumbuh alami di daratan Asia beriklim tropis, lembab dan biasanya ditanam pada ketinggian kurang dari 500 meter dpl (Sudarsono, 2000).

  3. Nama daerah Aceh: limeng, selimeng, thlimeng; Gayo: selemeng; Batak: asom, belimbing, balimbingan; Nias: malimbi; Minangkabau: balimbieng; Melayu: belimbing asam; Lampung: balimbing; Sunda: calincing, balingbing; Jawa: balimbing wuluh; Madura: bhalingbhing bulu; Bali: blingbing buloh; Bima: limbi; Flores: balimbeng; Sawu: libi; Sangi: belerang (Arisandi dan Andriani, 2006).

  4. Kandungan kimia Daun, buah, batang mengandung saponin, flavonoid. Daunnya juga mengandung tanin, batang mengandung alkaloid dan polifenol (Perry, 1985).

  B.

  Ekstrak Ekstrak merupakan sediaan sari pekat tumbuh-tumbuhan atau hewan yang diperoleh dengan cara melepaskan zat aktif dari masing-masing bahan obat, menggunakan penyari yang cocok, kemudian semua atau hampir semua dari penyarinya diuapkan dan sisa endapan atau serbuk diatur untuk ditetapkan standarnya (Ansel, 1989).

  Berdasarkan sifat-sifatnya, ekstrak dapat dikelompokkan menjadi:

  1. Ekstrak encer (extractum tenue): Sediaan ini memiliki konsistensi madu dan dapat dituang.

  2. Ekstrak kental (extractum spissum): Sediaan ini liat dalam keadaan dingin, tidak dapat dituang dan kandungan airnya berjumlah sampai 30%.

  3. Ekstrak kering (extractum siccum): Sediaan ini memiliki konsistensi kering, mudah digosokkan, dan melalui penguapan cairan pengekstraksi serta pengeringan sisanya terbentuk suatu produk yang sebaiknya menunjukkan kandungan lembab tidak lebih dari 5%.

  4. Ekstrak cair (extractum fluidum): Sediaan ini dibuat sedemikian sehingga 1 bagian jamu sesuai dengan 2 bagian (kadang-kadang juga satu bagian) ekstrak cair (Voigt, 1994).

  C.

  Maserasi Istilah maceration berasal dari bahasa latin macerare, yang artinya

  ”merendam”. Merupakan proses paling tepat dimana obat yang sudah halus memungkinkan untuk direndam dalam penyari sampai meresap dan melunakkan susunan sel, sehingga zat-zat yang mudah larut akan melarut (Ansel, 1989).

  Pada proses maserasi, tumbuhan yang akan diekstraksi biasanya ditempatkan pada wadah atau bejana yang bermulut lebar, bersamaan penyari yang telah ditetapkan, bejana ditutup rapat, dan isinya dikocok berulang-ulang lamanya biasanya berkisar dari 2-14 hari. Pengocokan memungkinkan pelarut segar mengalir berulang-ulang masuk ke seluruh permukaan dari obat yang sudah halus. Kemudian ampasnya dapat dipisahkan dengan menapis dan/atau menyaring dimana ampas yang telah dibilas bebas dari ekstrak dengan penambahan penyari melalui ayakan atau saringan ke dalam seluruh ekstrak dalam wadahnya (Ansel, 1989).

  D.

  Flavonoid Flavonoid adalah suatu golongan senyawa alam yang strukturnya terdiri dari dua cincin aromatic yang dihubungkan oleh tiga atom karbon membentuk rangkaian dengan sistem C6-C3-C6 dan masing-masing C6 merupakan cincin benzen (Robinson,1995). Cincin tersebut diberi tanda dengan huruf A, B, dan C.

  Atom karbon dinomori menurut sistem penomoran yang menggunakan angka biasa untuk cincin A dan C, serta angka beraksen untuk cincin B (Markham, 1988).

  3' 4' 2'

  1 B

  8 O 5'

  2

  7 1' 6' A C

  3

  6

  5

  4 Flavonoid dapat digunakan untuk menghambat pendarahan, inhibitor

  pernafasan, antimikrobia, antivirus, pengatur tumbuh, pengatur fotosintesis, dan kerja terhadap serangga (Robinson, 1995).

  Flavonoid yang dijumpai dalam tumbuhan jarang sekali dalam bentuk flavonoid tunggal. Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air.

  Flavonoid dapat diekstraksi dengan etanol 70 %. Flavonoid umumnya larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol, aseton, dimetilsulfoksida, dimetilformamida, air, dan lain-lain. Sebaliknya aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon, dan flavon serta flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform (Markham, 1988).

  E.

  Deklorofilasi Pada produk alam dari tanaman, terutama dari bagian daun, juga akan mengandung klorofil yang merupakan pigmen tanaman. Secara umum, klorofil ini harus dihilangkan dari ekstrak agar metabolit sekunder yang diperoleh dalam bentuk murni. Proses penghilangan klorofil disebut dengan deklorofilasi (Jumpatong, Phutdhawong, Budhasukh, 2006).

  Proses deklorofilasi dapat dilakukan dengan cara ekstraksi pelarut, kromatografi kolom dan elektrokoagulasi (Jumpatong et al., 2006).

  Elektrokoagulasi adalah teknik elektrokimia yang akan meningkatkan koagulasi, dengan pembentukan ion metal secara in-situ oleh reaktor kimia untuk menghilangkan impurities (Ghosh, Medhi, Solanki, Purkait, 2008).

  Bila dalam suatu elektrolit ditempatkan dua elektroda dan dialiri arus listrik searah, maka akan terjadi reaksi elektrokimia. Reaksi ini merupakan gejala dekomposisi elektrolit, yaitu ion positif (kation) bergerak ke katoda dan menerima elektron yang direduksi dan ion negatif (anion) bergerak ke anoda dan menyerahkan elektron yang dioksidasi (Sunardi, 2007).

  3+

  Pada proses elektrokimia akan terjadi pelepasan Al dari plat elektroda (anoda) sehingga membentuk flok Al(OH) yang mampu mengikat senyawa yang

  3

  mengandung logam. Proses elektrokoagulasi dilakukan pada bejana elektrolisis yang di dalamnya terdapat dua penghantar arus listrik searah yang disebut elektroda, yang tercelup dalam larutan sebagai elektrolit (Sunardi, 2007).

  F.

  Gel Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh cairan (Anonim, 1995).

  Suatu sediaan gel biasanya mengandung bahan pengembang, air, penahan lembab, dan pengawet. Penahan lembab (humectant) seperti gliserin, sorbitol atau propilen glikol adalah substansi higroskopis yang secara umum larut air dan biasanya digunakan untuk mencegah proses pelepasan senyawa yang mudah menguap dari formula itu sendiri (Barel, Paye, Maibach, 2001).

  Hidrogel adalah sediaan semisolid yang mengandung material polimer yang mempunyai kemampuan untuk mengembang dalam air tanpa larut dan bisa menyimpan air dalam strukturnya. Hidrogel merupakan sistem yang menyebabkan air tidak bisa bergerak karena adanya polimer tidak larut. Salah satu alasan disukainya hidrogel sebagai komponen dari sistem penghantaran dan pelepasan obat adalah kompatibilitasnya yang relatif baik dengan jaringan biologis (Zatz dan Kushla, 1996).

  Sifat umum yang diinginkan dari sediaan semisolid adalah dapat diterima oleh konsumen karena memiliki sifat tertentu yaitu mudah dikeluarkan dari wadah, sensasinya ketika kontak dengan kulit, kemampuan melekat pada tempat aplikasi selama waktu tertentu sebelum dibilas atau luntur, residu yang tidak meninggalkan rasa lengket setelah aplikasi dan efikasi klinis yang terkait pelepasan obat dan absorpsi. Hal ini terkait dengan daya sebar dan viskositas sediaan sehingga perlu diperhatikan dalam formulasinya (Garg, Aggarwal, Garg, Singla, 2002).

  G.

  Carbopol 940

  ®

  Carbopol (carbomer) adalah polimer sintetik asam akrilat yang memiliki berat molekul besar, berupa serbuk putih dan halus, memiliki bau yang khas, mudah terion, sedikit asam, higroskopis, terdispersi dalam air menghasilkan pH 2,8 – 3,2 tetapi tidak larut dalam air dan sebagian besar pelarut (Zatz dan Kushla, 1996). Carbomer 1% mempunyai pH 3. Carbomer larut dalam air, alkohol, dan gliserin. Senyawa-senyawa yang dapat menetralkan carbomer antara lain: NaOH, KOH, Na CO , borax, asam amino, dan triethanolamin (Rowe,

  2

3 Shesky, dan Owen, 2006).

  Pada suasana asam sebagian gugus karboksil pada rantai polimer putus untuk membentuk gulungan yang lentur. Dengan penambahan basa, gugus karboksil yang putus lebih banyak dan gaya tolak menolak elektrostatik antara bagian-bagian yang diserang memperbesar molekul sehingga gel lebih kaku dan mengembang. Bila penambahan basa berlebihan gel akan menjadi encer karena kation-kation melindungi gugus karboksil dan gaya tolak menolak elektrostatik berkurang (Barry, 1983).

  Gel carbopol yang tidak dinetralkan dapat menurunkan viskositas lebih banyak dibandingkan yang dinetralkan karena ikatan hidrogen pada struktur gel yang tidak dinetralkan mudah putus (Barry, 1983).

  

H

2 H C C COOH

  n Carbomer yang digunakan dalam penelitian ini adalah carbomer 940 NF, memiliki kekentalan 40.000-60.000 cP, memiliki efisiensi membentuk gel dengan viskositas tinggi dan memiliki kejernihan sangat baik (Allen, 2002).

  Carbopol merupakan gelling agent yang sering digunakan yang menghasilkan gel dengan karakteristik yang diinginkan. Viskositas gel sangat tergantung pada pH dan elektrolit. Gel carbomer memiliki sifat stabil terhadap panas sehingga viskositas dan yield value tidak terpengaruh oleh temperatur (Osborne dan Amann, 1990).

  Iritasi primer, sensitisitas atau reaksi alergi tidak ditemukan pada penggunaan carbomer secara topikal (Rowe et al., 2006).

  H.

  Propilen Glikol Propilen glikol mengandung tidak kurang dari 99,5% C

  3 H

  8 O 2 .

  Pemeriannya berupa cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa khas, praktis tidak berbau, dan menyerap air pada udara lembab. Dapat bercampur dengan air, dengan aseton dan kloroform; larut dalam eter dan beberapa minyak essensial, tetapi tidak dapat bercampur dengan minyak lemak (Anonim, 1995).

  OH H C 3 CH H C OH 2 Pada konsentrasi 15% sampai 30% propilen glikol berfungsi sebagai

  pengawet (Rowe et al., 2006. Propilen glikol digunakan sebagai humectant pada konsentrasi 10% sampai 20% (Voigt, 1994).

  Propilen glikol merupakan bahan yang tidak berbahaya dan aman digunakan pada produk kosmetik dengan konsentrasi lebih dari 50%. Propilen glikol tidak menyebabkan iritasi lokal bila diaplikasikan pada membran mukosa, subkutan atau injeksi intramuskular, dan telah dilaporkan tidak terjadi reaksi hipersensitivitas pada 38% pemakai propilen glikol secara topikal (Loden, 2001).

I. Jerawat

  Jerawat adalah kondisi yang disebabkan oleh penyumbatan folikel karena produksi sebum yang berlebihan oleh kelenjar sebasea dalam folikel bergabung dengan sejumlah sel epitel yang mengelupas dari dinding folikel. Penyumbatan disebabkan pembentukan mikrokomedo yang berkembang menjadi komedo atau luka inflamasi (Leyden, 1997). Mikroorganisme seperti

  

Propionibacterium acne, Staphylococcus aureus , dan Staphylococcus epidermidis

  berkembang biak dalam kondisi lingkungan yang dihasilkan dari perpaduan sebum yang berlebihan dan sel folikel sehingga menghasilkan mediator proimflammatory penyebab inflamasi (Kumar et al., 2007).

  Tujuan utama dari pengobatan jerawat adalah mengurangi proses peradangan kelenjar pilosebasea sampai terjadinya penghentian spontan gejala- gejala (Price dan Wilson, 1985). Tetrasiklin merupakan salah satu antibiotik yang digunakan untuk pengobatan jerawat jangka panjang (Jawetz, Melnick, Adelberg, Brooks, Butel, dan Ornston, 1996).

  J.

  Mikroorganisme

  Propionibacterium acne adalah bakteri gram-positif dan bersifat

  anaerobik fakutatif (Holt et al., 1994). Propionibacterium acne berasal dari genus

  

Propionibacterium . Propionibacterium acne merupakan flora normal pada kulit

(Willey, Sherwood, Woolverton, 2008).

  Staphylococcus adalah sel gram-positif berbentuk bola dengan garis

  tengah sekitar 1 µm, biasanya tersusun dalam rangkaian tak beraturan seperti anggur. Staphylococcus cepat menjadi resisten terhadap banyak zat antimikrobia sehingga menimbulkan masalah pengobatan yang sulit. Genus Staphylococcus terdiri dari sekurangnya 30 spesies (Jawetz et al., 1996).

  1. Staphylococcus aureus

  Staphylococcus aureus merupakan bentuk gram positif. Staphylococcus

aureus merupakan patogen utama bagi manusia. Hampir setiap orang akan

  mengalami beberapa tipe infeksi Staphylococcus aureus sepanjang hidupnya, bervariasi mulai dari keracunan makanan atau infeksi kulit ringan sampai infeksi berat yang mengancam jiwa. Bakteri ini menyebabkan penyakit pada hampir semua jaringan tubuh. Staphylococcus aureus merupakan flora normal pada rongga hidung bagian depan, saluran pencernaan, atau kulit (Jawetz et al., 1996).

  o

Staphylococcus aureus tumbuh paling cepat pada suhu 37

  C, tetapi

  o

  membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25

  C). Metabolisme dapat

  o

  dilakukan secara aerob dan anaerob. S. aureus relatif tahan terhadap panas (50 C selama 30 menit) dan tahan terhadap 9% natrium klorida, tetapi dapat dihambat oleh zat kimia tertentu seperti 3% heksaklorofen (Jawetz et al., 1996).

  

Staphylococcus aureus dapat tumbuh dalam lingkungan aerobik dan anaerobik

  (Holt et al., 1994) Pada jerawat, lipase staphylococcus melepaskan asam-asam lemak dari lipid dan menyebabkan iritasi jaringan. S. aureus yang bersifat patogen dan invasif (Jawetz et al., 1996).

  2. Staphylococcus epidermidis

  Staphylococcus epidermidis adalah organisme anaerobik yang

  menyebabkan infeksi superfisial pada sebasea dan menyebabkan timbulnya nanah sehingga menimbulkan inflamasi pada jerawat (Kumar et al., 2007).

  

Staphylococcus epidermidis dapat tumbuh dalam lingkungan aerobik dan

anaerobik (Holt et al., 1994).

  Staphylococcus epidermidis merupakan flora normal pada kulit, namun

  infeksi lokal dapat menyebabkan jerawat dan infeksi folikel rambut. Inflamasi primer yang disebabkan Propionibacterium acne akan menjadi lebih parah karena adanya inflamasi sekunder yang disebabkan oleh S. epidermidis (Ardina, 2007).

  K.

  Uji Potensi Antibakteri Antibakteri adalah obat pembasmi bakteri, khususnya bakteri yang merugikan manusia. Obat yang digunakan untuk membasmi bakteri penyebab infeksi pada manusia harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya obat tersebut harus bersifat sangat toksik untuk bakteri, tetapi relatif tidak toksik untuk hospes (Anonim, 1995).

  Berdasarkan sifat toksisitas selektif, antibakteri bersifat menghambat pertumbuhan bakteri (bacteriostatic) dan membunuh bakteri (bacteriocide). Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri atau membunuhnya, masing-masing dikenal sebagai Kadar Hambat Minimal (KHM) dan Kadar Bunuh Minimal (KBM). Antibakteri tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bacteriostatic menjadi bacteriocide bila kadar antibakterinya ditingkatkan (Anonim, 1995).

  Pengukuran aktivitas antibakteri secara in vitro dapat dilakukan dengan metode difusi dan dilusi, dalam penelitian ini uji antibakteri dilakukan dengan meode difusi. Prinsip pemerikasaan antibakteri dengan metode difusi ini adalah dengan pengukuran diameter hambatan obat, berdasarkan kemampuan obat untuk berdifusi ke dalam media tempat bakteri uji. Cakram kertas atau paper disk yang mengandung antibiotika atau zat uji diletakkan di atas atau apabila dengan cara sumuran zat tersebut dimasukkan ke dalam sumuran. Besarnya daerah difusi sesuai dengan hambatan bakteri uji dan sebanding dengan kadar yang diberikan (Jawetz et al., 1996).

  L.

  Desain Faktorial Desain faktorial digunakan untuk mencari efek dari berbagai faktor atau kondisi terhadap hasil penelitian. Desain faktorial adalah desain pilihan untuk menentukan secara serentak efek dari beberapa faktor sekaligus interaksinya. Desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi yaitu yaitu teknik untuk memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih variabel bebas (Bolton, 1990).

  Desain faktorial mengandung beberapa pengertian, yaitu faktorial, level, efek, dan respon. Faktor dimaksudkan sebagai setiap besaran yang mempengaruhi harga kebutuhan produk pada prinsipnya dapat dibedakan antara faktor kuantitatif dan kualitatif (Voigt, 1994). Level merupakan nilai atau tetapan untuk faktor.

  Pada percobaan dengan desain faktorial perlu ditetapkan level yang diteliti yang meliputi level rendah dan level tinggi. Efek adalah perubahan respon yang disebabkan variasi tingkat faktor. Efek faktor atau interaksi merupakan rata-rata respon pada level tinggi dikurangi rata-rata respon pada level rendah. Respon merupakan sifat atau hasil percobaan yang diamati. Respon yang diukur harus dapat dikuantitatifkan (Bolton, 1990).

  Kombinasi faktor A B Interaksi 1 -

  • a
  • b
    • ab
    • Persamaan umum untuk desain faktorial adalah : Y = b0 + b1X + b2X + b12X

  X (1)

  A B A B Y = respon hasil atau sifat yang diamati X , X = level A dan B

  A B

  b0, b1, b2, b12 = koefisien, dapat dihitung dari hasil percobaan Besarnya efek dapat dihitung dengan mengurangkan rata-rata respon pada level tinggi dengan rata-rata respon pada level rendah (Bolton, 1990)

  ab ab (

  • 1 )

  

{ } { }

  Efek faktor A = (2)

  2 ( 1 )

  { ab b } { − a } + +

  Efek faktor B = (3)

  2

  { (

  1 ) + ab } { − a b } + Efek faktor interaksi = (4)

  2 M. Landasan Teori

  Jerawat terjadi karena penyumbatan pada pilosebaseus dan peradangan yang umumnya dipicu oleh bakteri Propionibacterium acnes, Staphylococcus

  

epidermidis , dan Staphylococcus aureus (Kumar et al., 2007). Bakteri-bakteri ini

akan menjadi target pengobatan jerawat.

  Menurut Feralusiana (2001) dan Triwulan (2004) membuktikan bahwa belimbing wuluh dapat berfungsi sebagai antibakteri. Belimbing wuluh mengandung flavonoid yang diduga dapat berfungsi sebagai antibakteri.

  Pada penelitian ini digunakan bentuk sediaan gel karena gel memiliki konsistensi lembut, mampu melekat dalam waktu lama, dan memberikan rasa dingin sehingga nyaman digunakan. Hidrogel cocok untuk kulit dengan fungsi kelenjar sebasea yang berlebihan sehingga cocok untuk kulit berjerawat (voigt, 1994).

Dokumen yang terkait

Optimasi carbopol 940 sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan dalam sedian gel anti-aging ekstrak spirulina platensis dengan aplikasi desain faktorial.

4 19 111

Optimasi gelling agent carbopol dan humektan propilen glikol dalam formulasi sediaan gel ekstrak etanol daun binahong (Anredera Cordifolia (Ten.) Steenis).

4 16 120

Optimasi formula emulgel minyak daun cengkeh sebagai penghilang bau kaki dengan carbopol 940 sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humectant.

1 3 114

Optimasi formula gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau [Camellia sinensis L.] dengan CMC [Carboxymethyl cellulose] sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan dengan metode desain faktorial.

0 1 110

Optimasi formula emulgel minyak daun cengkeh sebagai penghilang bau kaki dengan carbopol 940 sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humectant

0 0 112

Formulasi sediaan sunscreen ekstrak rimpang kunir putih [Curcuma mangga Val.] dengan carbopol 940 sebagai gelling agent dan sorbitol sebagai humectant - USD Repository

0 0 117

Formulasi sediaan sunscreen ekstrak rimpang kunir putih [Curcuma mangga Val.] dengan carbopol 940 sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humectant - USD Repository

0 0 107

Optimasi proses pencampuran gel repelan citronella oil dengan carbopol@6403%b/v sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan - USD Repository

0 1 105

Optimasi formula gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau [Camellia sinensis L.] dengan CMC [Carboxymethyl cellulose] sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan dengan metode desain faktorial - USD Repository

0 0 108

Optimasi formula gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau [Camellia sinensis L.] dengan carbopol sebagai gelling agent dan sorbitol sebagai humektan dengan metode desain faktorial - USD Repository

0 1 107