Optimasi tween 80 sebagai emulsifying agent dan carbopol 940 sebagai gelling agent dalam sediaan emulgel sunscreen ekstrak lidah buaya (aloe barbadensis Mill.) dengan metode desain faktorial.
INTISARI
Lidah buaya telah diteliti dapat memberikan perlindungan dari sinar UV karena mengandung aloin. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan optimasi komposisi Carbopol 940 sebagai gelling agent dan Tween 80 sebagai emulsifying agent pada sediaan emulgel sunscreen ekstrak lidah buaya sehingga dapat menghasilkan sifat fisik dan stabilitas fisik sediaan yang baik. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui faktor yang berpengaruh signifikan antara Carbopol 940 dan Tween 80 ataupun interaksi keduanya dalam menentukan sifat fisik (viskositas dan daya sebar) serta stabilitas fisik (pergeseran viskositas dan pergeseran daya sebar) emulgel.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan metode desain faktorial yang melibatkan dua faktor yaitu Carbopol 940 20 gram dan 35 gram serta Tween 80 pada 11 gram dan 15 gram untuk 100 gram sediaan. Sifat dan stabilitas fisik yang dievaluasi berupa uji organoleptis, pH, tipe emulsi, viskositas dan daya sebar serta pergeseran keduanya.Analisis data secara statistik menggunakan software Design Expert 9.0.6 dengan taraf kepercayaan 95% yang digunakan untuk mengetahui signifikansi (p-value < 0.05) dari setiap faktor dan juga interaksinya dalam memberikan efek, serta menggunakan Rstudio untuk mengetahui stabilitas fisik sediaan.
Hasil penelitian menunjukkan emulgel yang terbentuk berwarna putih dengan bau khas dan juga homogen, bertipe emulsi M/A dan pH 6. Carbopol 940 dan Tween 80 memiliki efek yang signifikan dalam menaikkan viskositas dan menurunkan daya sebar, namun Carbopol 940 lebih dominan. Area optimum Carbopol 940 dan Tween 80 dapat ditemukan.
Kata kunci: emulgel, ekstrak lidah buaya, sunscreen, Tween 80, Carbopol 940, desain faktorial.
(2)
ABSTRACT
Aloe vera has been studied to protect UV rays because it contains aloin. The purpose of the research is to find optimum composition of Carbopol 940 as gelling agent and Tween 80 as emulsifying agent in emulgel sunscreen with aloe vera extract and produce an emulgel with desirable physics and good stability. This study also aims to understand which factors were effectively significant between Carbopol 940 and Tween 80 or interactions both of them in order to determine physical properties (viscosity and spreadability) and physical stability of emulgel sunscreen.
It is a basic experiment with factorial design method of two factors at two levels where Carbopol 940 at 20 gram and 35 gram, Tween 80 at 11 gram and 15 gram in 100 gram of emulgel. Characteristic and physical stability were evaluated such as organoleptic, pH, emulsion type, viscosity test, spreadability test, and shift of viscosity and spreadability.Analysed statically using Design Expert 9.0.6 with confidence interval at 95% to determine the significance (p-value < 0.05) for each factor and their interaction in effect, Rstudio was also used to indicate the stability of emulgel form.
The result shows that emulgel has a white colour, typical odor and homogeneous mixture with O/W type and pH 6. Carbopol 940 and Tween 80 have significant effect to increase viscosity of emulgel and have significant effect to decrease the spreadability of emulgel, but the dominant effect indicated by Carbopol 940. The optimum area of Carbopol 940 and Tween 80 can be found.
Keyword: emulgel, aloe vera extract, Tween 80, Carbopol 940, sunscreen, factorial design method
(3)
OPTIMASI TWEEN 80 SEBAGAI EMULSIFYING AGENT DAN CARBOPOL 940 SEBAGAI GELLING AGENT DALAM SEDIAAN
EMULGEL SUNSCREEN EKSTRAK LIDAH BUAYA (Aloe barbadensis Mill.) DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Farmasi
Diajukan Oleh: Diah Fani Gita Sri Utami
NIM : 128114091
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(4)
i
OPTIMASI TWEEN 80 SEBAGAI EMULSIFYING AGENT DAN CARBOPOL 940 SEBAGAI GELLING AGENT DALAM SEDIAAN
EMULGEL SUNSCREEN EKSTRAK LIDAH BUAYA (Aloe barbadensis Mill.) DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Farmasi
Diajukan Oleh: Diah Fani Gita Sri Utami
NIM : 128114091
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(5)
(6)
(7)
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
“And whatever you do, whether in word or deed, do it all in the name of the Lord Jesus, giving thanks to God the Father through Him”
- Colossians 3:17 “The sunrise, of course, doesn’t care if we watch it or not. It will keep on
being beautiful, even if no one bothers to look at it”
- Gene Amole “Everything will be okay in the end, if it’s not okay, it’s not the end.”
- Unknown
Ku persembahkan karya ini untuk: Tuhan Yesus Kristus atas semua hal yang boleh terjadi di dalam hidupku Ayah, Ibu, adik dan semua keluarga besarku Sahabat-sahabat dan juga almamaterku, Universitas Sanata Dharma
(8)
(9)
(10)
vii PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala berkat, rahmat dan peyertaannya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Optimasi Tween 80 sebagai Emulsifying Agent dan Carbopol 940 sebagai Gelling Agent dalam Sediaan Emulgel Sunscreen Ekstrak Lidah Buaya (Aloe barbadensis Mill.) dengan Metode Desain Faktorial” dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana (S.Farm) pada program studi Farmasi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Selama proses masa studi S1 sampai penulisan skripsi ini, penulis tidak terlepas dari bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ayah Tri Suyatno, Ibu Basriyati, dan adikku Devika Putri Kuntari yang selalu mendoakan, memberikan kasih sayang, dukungan dan motivasi dalam menempuh studi dan menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Septimawanto Dwi Prasetyo, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing atas segala dukungan, saran dan kritik sejak penyusunan proposal hingga skripsi.
3. Ibu Dr. Dewi Setyaningsih, M.Sc., Apt. dan Ibu Beti Pudyastuti, M.Sc., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan waktu, kritik, dan saran bagi penulis
4. Ibu Agustina Setiawati, M.Si., Apt. selaku Kepala Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberikan ijin dalam penggunaan fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian ini.
(11)
viii
5. Seluruh dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah mengajar dan membimbing selama penulis menempuh pendidikan.
6. Pak Musrifin, Mas Agung, dan Mas Bimo atas bantuan dan kerjasamanya saat penulis melakukan penelitian di laboratorium.
7. Malvin Choco dan Lucia Effelin Cindya atas bantuan, kerjasama, dan dukungan selama penyusunan skripsi dari awal hingga penyelesaian skripsi. 8. Sahabat-sahabatku Tika Desi Indriyani, Prita Patricia, Januaritha Dara
Nastiandari dan Putra atas keceriaan, motivasi, dukungan, dan suka duka selama perkuliahan dan juga penyusunan skripsi.
9. Pho Vania, Ira Felisia, dan Felicia Inesa atas kecerian, kerjasama, dan dukungan selama perkuliahan dan juga di laboratorium.
10.Teman-teman Farmasi angkatan 2012, khususnya FSM C 2012 dan FST A 2012 atas kerjasamanya selama perkuliahan ini.
11.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan sehingga penulis berharap kritik dan saran dari semua pihak. Akhir kata, penulis berharap agar karya tulis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama dalam bidang ilmu farmasi.
Yogyakarta, Juni 2016
(12)
ix DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi
PRAKATA ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
INTISARI ... xvii
ABSTRACT ... xviii
BAB I. Pengantar ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Perumusan Masalah ... 4
2. Keaslian Penelitian ... 5
3. Manfaat Penelitian ... 5
B. Tujuan Penelitian ... 6
1. Tujuan Umum ... 6
2. Tujuan Khusus ... 6
(13)
x
A. Lidah Buaya ... 7
B. Sinar UV dan Sunscreen ... 9
C. Emulgel ... 11
D. Stabilitas Emulgel ... 12
E. Emulsifying Agent ... 13
F. Gelling Agent ... 15
G. Bahan-bahan yang Digunakan ... 16
1. Paraffin ... 16
2. Propil Paraben ... 16
3. Metil Paraben ... 17
4. Propilen Glikol ... 18
5. Triethanilamine (TEA) ... 19
H. Desain Faktorial ... 19
I. Uji Sifat Fisik ... 20
1. Daya Sebar ... 20
2. Viskositas ... 21
J. Uji Stabilitas Freeze-thaw ... 22
K. Landasan Teori ... 22
L. Hipotesis ... 23
BAB III. Metode Penelitian ... 25
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 25
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 25
(14)
xi
2. Definisi Operasional ... 26
C. Bahan dan Alat ... 28
D. Tata Cara Penelitian ... 29
1. Penentuan Nilai SPF Ekstrak Lidah Buaya ... 29
2. Formula Emulgel Sunscreen Lidah Buaya ... 29
3. Pembuatan Emulgel Sunscreen Ekstrak Lidah Buaya ... 31
4. Evaluasi Sediaan Emulgel ... 32
E. Optimasi dan Analisis Data ... 34
BAB IV. Hasil dan Pembahasan ... 36
A. Penentuan SPF Ekstak Lidah Buaya ... 36
B. Formulasi Emulgel Sunscreen Ekstrak Lidah Buaya ... 37
C. Evaluasi Sediaan Emulgel ... 39
1. Uji Organoleptis ... 40
2. Uji pH ... 40
3. Uji Tipe Emulsi Sediaan Sunscreen Ekstrak Lidah Buaya ... 41
4. Uji Viskositas ... 42
5. Uji Daya Sebar ... 47
D. Optimasi Formula Emulgel Sunscreen Ekstrak Lidah Buaya .... 52
E. Uji Stabilitas Fisik Emulgel Sunscreen Ekstrak Lidah Buaya… ... 54
1. Uji Organoleptis ... 54
2. Uji pH ... 55
3. Perubahan Stabilitas Fisik Sediaan ... 55
(15)
xii
A. Kesimpulan ... 63
B. Saran ... 63
DAFTAR PUSTAKA ... 64
LAMPIRAN ... 68
(16)
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Rancangan Desain Faktorial ... 19
Tabel II. Formula Acuan Clotrimazole Emulgel ... 30
Tabel III. Formula Emulgel Sunscreen Ekstrak Lidah Buaya ... 30
Tabel IV. Hasil Perhitungan Nilai SPF Ekstrak Lidah Buaya... 36
Tabel V. Hasil Uji Organoleptis Emulgel Sunscreen Ekstrak Lidah Buaya .... ... 40
Tabel VI. Uji pH Emulgel Sunscreen Gel Ekstrak Lidah Buaya ... 41
Tabel VII. Data Sifat Fisik Uji Viskositas Emulgel Sunscreen Ekstrak Lidah Buaya... 43
Tabel VIII.Efek Faktor Terhadap Respon Viskositas Emulgel Sunscreen Ekstrak Lidah Buaya ... 45
Tabel IX. Data Sifat Fisik Uji Viskositas Emulgel Sunscreen Ekstrak Lidah Buaya... 48
Tabel X. Efek Faktor Terhadap Respon Daya Sebar Emulgel Sunscreen Ekstrak Lidah Buaya ... 49
Tabel XI. Hasil Validasi Contour Plot Superimposed ... 53
Tabel XII. Hasil Persentase Pergeseran Viskositas 48 jam dan Siklus 3 ... 56
Tabel XII. Efek Faktor Terhadap Respon Perubahan Stabilitas Emulgel Sunscreen Ekstrak Lidah Buaya ... 57
(17)
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tanaman Lidah Buaya ... 7
Gambar 2. Struktur Tween 80 ... 14
Gambar 3. Struktur Carbopol ... 16
Gambar 4. Struktur Propil Paraben ... 16
Gambar 5. Struktur Metil Paraben ... 17
Gambar 6. Struktur Propilen Glikol ... 18
Gambar 7. Struktur Triethanolamine ... 19
Gambar 8. Uji Tipe Emulsi Emulgel Sunscreen Ekstrak Lidah Buaya ... 42
Gambar 9. Grafik Hubungan Tween 80 terhadap Respon Viskositas ... 46
Gambar 10. Grafik Hubungan Carbopol terhadap Respon Viskositas ... 46
Gambar 11. Contour plot Viskositas Emulgel Sunscreen ... 47
Gambar 12. Grafik Hubungan Carbopol 940 terhadap Respon Daya Sebar . 50 Gambar 13. Grafik Hubungan Tween 80 terhadap Respon Daya Sebar ... 51
Gambar 14. Contour plot Daya Sebar Emulgel Sunscreen ... 51
Gambar 15. Grafik Contour plot Superimposed Emulgel Sunscreen Ekstrak Lidah Buaya ... 52
Gambar 16. Grafik Hubungan Tween 80 terhadap Respon Perubahan Stabilitas ... 57
Gambar 17. Grafik Hubungan Carbopol 940 terhadap Respon Perubahan Stabilitas ... 58
(18)
xv
Gambar 19. Grafik Stabilitas Viskositas Emulgel Sunscreen Ekstrak Lidah Buaya selama Freeze-thaw Cycle ... 59 Gambar 20. Grafik Stabilitas Daya Sebar Emulgel Sunscreen Ekstrak Lidah
Buaya selama Freeze-thaw Cycle ... 60 Gambar 21. Grafik Contour plot Superimposed Emulgel Sunscreen Ekstrak
(19)
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Sertifikat Gel Ekstrak Lidah Buaya ... 68 Lampiran 2. Perhitungan Nilai SPF ... 69 Lampiran 3. Notasi Desain Faktorial ... 70 Lampiran 4. Hasil Uji Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik Sediaan Emulgel
Sunscreen Ekstrak Lidah Buaya... 71 Lampiran 5. Perhitungan Nilai Efek Faktor Terhadap Respon ... 75 Lampiran 6. Hasil Analisis Statistik Data Pergeseran Viskositas dan
Pergeseran Emulgel Sunscreen Gel Ekstrak Lidah Buaya ... 78 Lampiran 7. Contour plot superimposed dan Hasil Analisis Statistik Data
(20)
xvii INTISARI
Lidah buaya telah diteliti dapat memberikan perlindungan dari sinar UV karena mengandung aloin. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan optimasi komposisi Carbopol 940 sebagai gelling agent dan Tween 80 sebagai emulsifying agent pada sediaan emulgel sunscreen ekstrak lidah buaya sehingga dapat menghasilkan sifat fisik dan stabilitas fisik sediaan yang baik. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui faktor yang berpengaruh signifikan antara Carbopol 940 dan Tween 80 ataupun interaksi keduanya dalam menentukan sifat fisik (viskositas dan daya sebar) serta stabilitas fisik (pergeseran viskositas dan pergeseran daya sebar) emulgel.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan metode desain faktorial yang melibatkan dua faktor yaitu Carbopol 940 20 gram dan 35 gram serta Tween 80 pada 11 gram dan 15 gram untuk 100 gram sediaan. Sifat dan stabilitas fisik yang dievaluasi berupa uji organoleptis, pH, tipe emulsi, viskositas dan daya sebar serta pergeseran keduanya.Analisis data secara statistik menggunakan software Design Expert 9.0.6 dengan taraf kepercayaan 95% yang digunakan untuk mengetahui signifikansi (p-value < 0.05) dari setiap faktor dan juga interaksinya dalam memberikan efek, serta menggunakan Rstudio untuk mengetahui stabilitas fisik sediaan.
Hasil penelitian menunjukkan emulgel yang terbentuk berwarna putih dengan bau khas dan juga homogen, bertipe emulsi M/A dan pH 6. Carbopol 940 dan Tween 80 memiliki efek yang signifikan dalam menaikkan viskositas dan menurunkan daya sebar, namun Carbopol 940 lebih dominan. Area optimum Carbopol 940 dan Tween 80 dapat ditemukan.
Kata kunci: emulgel, ekstrak lidah buaya, sunscreen, Tween 80, Carbopol 940, desain faktorial.
(21)
xviii ABSTRACT
Aloe vera has been studied to protect UV rays because it contains aloin. The purpose of the research is to find optimum composition of Carbopol 940 as gelling agent and Tween 80 as emulsifying agent in emulgel sunscreen with aloe vera extract and produce an emulgel with desirable physics and good stability. This study also aims to understand which factors were effectively significant between Carbopol 940 and Tween 80 or interactions both of them in order to determine physical properties (viscosity and spreadability) and physical stability of emulgel sunscreen.
It is a basic experiment with factorial design method of two factors at two levels where Carbopol 940 at 20 gram and 35 gram, Tween 80 at 11 gram and 15 gram in 100 gram of emulgel. Characteristic and physical stability were evaluated such as organoleptic, pH, emulsion type, viscosity test, spreadability test, and shift of viscosity and spreadability.Analysed statically using Design Expert 9.0.6 with confidence interval at 95% to determine the significance (p-value < 0.05) for each factor and their interaction in effect, Rstudio was also used to indicate the stability of emulgel form.
The result shows that emulgel has a white colour, typical odor and homogeneous mixture with O/W type and pH 6. Carbopol 940 and Tween 80 have significant effect to increase viscosity of emulgel and have significant effect to decrease the spreadability of emulgel, but the dominant effect indicated by Carbopol 940. The optimum area of Carbopol 940 and Tween 80 can be found.
Keyword: emulgel, aloe vera extract, Tween 80, Carbopol 940, sunscreen, factorial design method
(22)
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Selain sebagai sumber vitamin D bagi manusia, sinar matahari juga memberikan efek yang merugikan. Jadi sinar matahari mempunyai dua efek, baik yang merugikan maupun yang menguntungkan, tergantung dari frekuensi dan lamanya sinar mengenai kulit, intensitas sinar matahari, serta sensitivitas seseorang. Kulit yang terkena radiasi sinar UV akan berwarna lebih gelap, berkeriput, kusam, kering, timbul bercak - bercak coklat kehitaman (melasma), hingga kanker kulit. Bahkan jauh sebelum efek radiasi itu terlihat oleh mata telanjang, kulit sebenarnya sudah mengalami kerusakan (Soerarti, Rasita, dan Himawati, 2005). Sinar UV dibedakan menjadi tiga golongan yakni UV-A (320 - 400 nm), UV-B (290 – 320 nm), dan UV-C (200 – 290 nm) (Anitha, 2012). Sinar UV-B sering disebut sebagai sinar sunburn spectrum dan juga paling efektif menyebabkan pigmentasi. Sinar UV-A biasanya hanya menyebabkan perubahan warna menjadi lebih coklat walaupun juga dapat menimbulkan sunburn namun lebih lemah jika dibandingkan dengan UV-B (Tahir, Jumina, dan Yuliastuti, 2002). Radiasi yang tinggi tergantung pada panjang gelombangnya yang tidak hanya menyebabkan sunburn tetapi kulit juga dapat mengalami penuaan hingga kanker kulit (Mishra and Chattophadyay, 2011).
Efek buruk dari sinar matahari dapat dicegah dengan cara menghindari paparan sinar UV atau memakai tabir surya (sunscreen) bila sedang berada di luar
(23)
ruangan yang terpapar langsung sinar matahari. Penggunaan tabir surya dapat membantu mekanisme pertahanan alami tubuh agar terlindung oleh radiasi sinar UV dari matahari. Fungsinya didasarkan pada kemampuan untuk menyerap, mencerminkan atau menyebarkan sinar matahari. Sun protecting factor (SPF) yang tinggi dari suatu tabir surya akan menawarkan perlindungan terhadap efek sinar UV yang lebih besar dibandingkan dengan tabir surya yang memiliki nilai SPF lebih kecil (Mishra and Chattophadyay, 2011).
Ada banyak tanaman yang memiliki efek perlindungan terhadap paparan sinar UV yang dapat merusak kulit. Beberapa tanaman tersebut antara lain adalah tomat, teh hijau, lemon, apel, lidah buaya, wortel yang masing – masing memiliki kandungan SPF yang berbeda-beda (Mishra and Chattophadyay, 2011). Lidah buaya (Aloe barbadensis Mill.) merupakan tanaman yang cukup manjur untuk mengatasi akibat sengatan matahari sehingga dapat digunakan sebagai tabir surya dan juga dapat meningkatkan fungsi jaringan dalam pembentukan sel dan peremajaan jaringan baru karena mengandung senyawa aloin di dalamnya (Rosita, 2008). Aloin pada ekstrak tanaman lidah buaya dapat memberikan perlindungan untuk memblok radiasi yang disebabkan sinar matahari hingga 20-30% sehingga aloin dapat digunakan sebagai senyawa sunscreen (Basmatker, Jais, and Daud, 2011). Penelitian terkait yang telah dilakukan oleh Skolastika Ruth Maharani (2014) dengan optimasi pada Carbopol 940 dan Gliserol pada bentuk sediaan gel dengan ekstrak lidah buaya yang berkhasiat sebagai antioksidan . Selain itu juga penelitian Verlian Widyansari (2015) yang memformulasikan krim dengan ekstrak lidah buaya sebagai sediaan sunscreen. Kelemahan pada penelitian
(24)
tersebut adalah sediaan yang dihasilkan memiliki stabilitas fisik dan pH yang tidak stabil.
Tabir surya (sunscreen) dapat dibuat dalam berbagai bentuk sediaan, asalkan dapat dioleskan pada kulit, misalnya dalam bentuk larutan dalam air atau alkohol, emulsi, krim, dan semi padat yang merupakan sediaan lipid non-air, gel, dan aerosol (Dirjen POM, 1985). Emulgel merupakan emulsi, dengan jenis minyak dalam air ataupun air dalam minyak, yang dapat menjadi gel setelah penambahan gelling agent (Mohamed, 2004). Emulsi merupakan sediaan yang bisa bertipe A/M atau M/A, namun keduanya merupakan penghantar yang baik untuk obat bisa sampai ke kulit. Emulsi mudah dicuci dan juga memiliki kemampuan untuk menembus kulit (Baibhav, Gurpreet, Rana, Seema, and Vikas, 2011). Sedangkan gel merupakan sediaan semipadat digunakan pada kulit, umumnya sediaan tersebut berfungsi sebagai pembawa pada obat-obat topikal, sebagai pelunak kulit, atau sebagai pembalut pelindung atau pembalut penyumbat (oklusif) (Lachman, Lieberman, and Kanig, 1994). Berdasarkan keuntungan dari sediaan emulsi dan sediaan gel maka diharapkan sediaan emulgel akan memberikan kenyamanan ketika sediaan emulgel ini diaplikasikan pada kulit.
Agar diperoleh sediaan emulgel dengan sifat fisik dan juga stabilitas yang baik maka perlu dilakukan optimasi terhadap komposisi bahan yang digunakan dalam formulasi emulgel. Pada penelitian ini dilakukan optimasi terhadap komposisi Tween 80 sebagai emulsifying agent dan juga Carbopol 940 sebagai gelling agent. Tween 80 dipilih sebagai emulsifying agent karena Tween 80 merupakan surfaktan yang diketahui sebagai penentu tipe emulsi M/A.
(25)
Sedangkan Carbopol 940 dipilih karena lebih stabil, lebih kompatibel dengan berbagai zat aktif, dan memiliki daya tahan yang baik terhadap pertumbuhan mikroba serta fungi (Ortan, 2011). Tween 80 dan Carbopol 940 dioptimasi karena berperan penting dalam sifat fisik sediaan, di mana dengan adanya peningkatan jumlah gelling agent pada sediaan emulgel dapat meningkatkan viskositas yang berarti akan menurunkan daya sebar, begitu juga dengan penambahan jumlah Tween 80 (Garg, Aggrawal, and Singla, 2002). Metode yang digunakan dalam penelitian ini untuk optimasi adalah desain faktorial pada dua faktor yaitu Carbopol 940 dan Tween 80 yang akan dilakukan pengujian pada dua level untuk setiap faktornya, yaitu level tinggi dan level rendah. Sehingga diharapkan metode ini mampu menjelaskan interaksi yang dominan pada tiap faktornya dalam menentukan sifat fisik dan juga stabilitas sediaan emulgel yang dibuat (Voight, 1994).
1. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang ada adalah sebagai berikut:
a. Faktor mana di antara Tween 80, Carbopol 940, dan interaksi kedua faktor yang berpengaruh signifikan terhadap sifat fisik (daya sebar, viskositas) dan stabilitas fisik emulgel sunscreen ekstrak lidah buaya?
b. Apakah dapat ditemukan komposisi optimum Tween 80 dan Carbopol 940 untuk menghasilkan emulgel sunscreen ekstrak lidah buaya dengan sifat fisik dan stabilitas fisik yang dikehendaki?
(26)
2. Keaslian Penelitian
Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, adapun penelitian terkait yang pernah dilakukan oleh Skolastika Ruth Maharani (2014), yaitu “Optimasi Gelling Agent Carbopol 940 dan Humectant Gliserol Dalam Sediaan Gel Antiinflamasi Lidah Buaya Gel (Aloe barbadensis Mill.)”. Selain itu juga penelitian yang pernah dilakukan oleh Verlian Widyansari (2015), yaitu ”Stabilitas Fisika dan pH Sediaan CC (Color Control) Cream yang Mengandung Virgin Coconut Oil dan Aloe vera Extract”.
Penelitan tentang Optimasi Komposisi Tween 80 Sebagai Emulsifying Agent dan Carbopol 940 Sebagai Gelling Agent dalam Sediaan Emulgel Sunscreen Ekstrak Lidah Buaya (Aloe barbadensis Mill.) dengan Metode Desain Faktorial belum pernah dilakukan.
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan mengenai efek penambahan Tween 80 sebagai emulsifying agent serta Carbopol 940 sebagai gelling agent terhadap sifat fisik dan stabilitas sediaan emulgel sunscreen ekstrak lidah buaya dan aplikasi desain faktorial dalam analisis pengaruh tersebut.
(27)
b. Manfaat Metodologis
Manfaat metodologis dalam penelitian ini adalah untuk menambah informasi dalam bidang kefarmasian mengenai penggunaan desain faktorial dalam melakukan optimasi formula emulgel sunscreen ekstrak lidah buaya.
c. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh formula optimum sediaan emulgel sunscreen ekstrak lidah buaya yang memiliki sifat fisik dan stabilitas fisik yang dikehendaki.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Membuat sediaan emulgel sunscreen dengan bahan aktif ekstrak lidah buaya. 2. Tujuan khusus
a. Menentukan faktor dan/atau interaksi kedua faktor di antara Tween 80 dan Carbopol 940 pada level yang diteliti yang berpengaruh signifikan terhadap sifat fisik (daya sebar, viskositas) dan stabilitas emulgel sunscreen ekstrak lidah buaya.
b. Menemukan komposisi optimum Tween 80 dan Carbopol 940 yang menghasilkan emulgel sunscreen ekstrak lidah buaya dengan sifat fisik dan stabilitas fisik yang dikehendaki.
(28)
7 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Lidah Buaya
Gambar 1. Tanaman Lidah Buaya (Joseph and Raj, 2010) Aloe vera (Gambar 1.) merupakan salah satu anggota dari famili liliceae. Aloe vera (L.) juga sering disebut dengan Aloe barbadensis Mill (Joseph and Raj, 2010). Tanaman lidah buaya memiliki batang yang pendek dan tidak terlihat karena tertutup oleh daun-daun yang rapat dan sebagian batangnya ada yang tertanam di dalam tanah. Daun lidah buaya ini berbentuk helaian yang memanjang, berdaging tebal, tidak memuliki tulang daun, berwarna hijau, dan di dalamnya mengandung air serta getah seperti gel viskos yang jernih (Sudarto, 1997).
Berikut ini merupakan taksonomi tanaman lidah buaya menurut Furnawanthi (2002):
Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Divisi : Spermatophyta Sub-divisi : Angiospermae
(29)
Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Liliaflorae
Familia : Liliaceae Genus : Aloe
Spesies : Aloe barbadensis Miller
Komponen bioaktif yang ada pada lidah buaya dapat digunakan sebagai antidiabetes, astringen, antiulcer, antiseptik, anti bakteri, anti inflamasi, antioksidan, dan juga dapat digunakan sebagai agen anti kanker. Selain itu juga dapat digunakan secara efektif untuk beberapa penyakit pada perut dan saluran pencernaan, serta untuk menyembuhkan penyakit kulit akibat paparan radiasi, luka bakar, dan juga dalam penyembuhan luka. Sekarang ini tanaman lidah buaya banyak digunakan untuk produk kulit dan kosmetik kecantikan (Joseph and Raj, 2010).
Ada beberapa senyawa yang terkandung dalam tanaman lidah buaya antara lain asam amino, asam amino non-essensial, enzim, anthraquinone, mineral, lignin, vitamin (vitamin A, C, E, B), dan glikosida. Aloin merupakan salah satu senyawa utama anthraquinone pada lidah buaya. Aloin pada ekstrak tanaman lidah buaya mempunyai panjang gelombang spektrofotometri pada 297 nm sehingga aloin dapat berguna dalam penyerapan sinar UV. Aloin pada ekstrak tanaman lidah buaya dapat memberikan perlindungan untuk memblok radiasi yang disebabkan sinar matahari hingga 20-30% sehingga aloin dapat digunakan sebagai senyawa sunscreen. Konsentrasi ekstrak lidah buaya yang dapat memberikan proteksi maksimal terhadap sinar UV adalah pada konsentrasi 4
(30)
mg/mL atau 4000 ppm (Kumar, Datta, and Gupta, 2009). Selain itu adanya kandungan senyawa acemannan yang merupakan salah satu senyawa polisakarida pada lidah buaya juga dapat membantu regenerasi kulit dan meningkatkan produksi kolagen pada kulit (Basmatker, Jais, and Daud, 2011).
B. Sinar UV dan Sunscreen
Sinar ultraviolet (UV) dapat menimbulkan bermacam-macam kelainan pada kulit, antara lain timbulnya kemerahan, adanya noda hitam, penuaan dini, kekeringan, keriput, bahkan kanker kulit. Sinar UV terdiri dari sinar UV-A (λ 320–400 nm), sinar UV-B (λ 290-320 nm), dan yang memiliki gelombang paling pendek tetapi memiliki energi serta daya perusak yang paling besar yaitu sinar UV-C (λ 200-290 nm) (Tranggono dan Latifah, 2007). Untuk mencegah efek buruk dari pancaran sinar matahari dapat dilakukan dengan cara menghindari pancaran sinar matahari yang berlebihan, terutama pada jam 10.00-16.00, atau dengan menggunakan pelindung fisik seperti pakaian yang tertutup dan topi, serta menggunakan sediaan topikal sunscreen (Tahir, Jumina, dan Yuliastuti, 2002).
Sunscreen atau tabir surya merupakan sediaan yang dapat digunakan untuk melindungi kesehatan kulit manusia dari pengaruh negatif UV akibat radiasi sinar matahari (Wungkana, Suryanto, dan Momuat, 2013). Sunscreen sendiri mengandung senyawa kimia yang dapat menyerap dan atau juga dapat memantulkan sinar matahari sebelum mencapai kulit (Stanfield, 2003). Syarat sediaan tabir surya (sunscreen) antara lain:
(31)
2. Jumlah sediaan yang menempel pada kulit mampu untuk memenuhi jumlah kebutuhan.
3. Bahan-bahan yang digunakan haruslah mampu mempertahankan kelembaban kulit serta kelembutannya.
4. Antara bahan aktif dan bahan tambahan yang digunakan haruslah mudah bercampur.
Begitu juga dengan bahan aktif yang digunakan haruslah memenuhi beberapa syarat, di antaranya adalah tidak toksik, tidak mengiritasi, mempunyai kelarutan yang cukup sehingga mempermudah dalam formulasinya, stabil dalam formulasi dan juga penyimpanan, serta mampu menyerap sinar UV-B secara efektif (Tranggono dan Latifah, 2007).
Sun Protecting Factor (SPF) merupakan suatu parameter efektivitas dari sediaan sunscreen. Jika nilai SPF yang didapatkan semakin besar, maka semakin besar pula efektivitas perlindungan yang didapatkan. Nilai SPF dari suatu produk menyatakan perbandingan antara waktu yang dibutuhkan oleh radiasi sinar UV-A dan UV-B untuk dapat menimbulkan eritema pada kulit yang terlindungi dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan oleh radiasi sinar UV-A dan UV-B untuk menimbulkan eritema pada kulit yang tidak terlindungi dengan tingkatan eritema yang sama (Stanfield, 2003). Menurut FDA, efektivitas suatu sediaan kosmetik dikelompokkan berdasarkan nilai SPF-nya, yakni bukan tabir surya (SPF < 2), proteksi minimal (SPF 2-4), proteksi sedang (SPF 4-6), proteksi ekstra (SPF 6-8), proteksi maksimal (SPF 8-15), proteksi ultra (SPF ≥ 15) (Wilkinson and Moore, 1982).
(32)
C. Emulgel
Emulgel merupakan bentuk gabungan dari sediaan emulsi dan gel yang stabil dengan adanya penambahan gelling agent, dimana dengan adanya penambahan gelling agent tersebut dapat membuat formulasi emulsi menjadi lebih stabil. Hal tersebut bisa terjadi dikarenakan dalam waktu yang bersamaan adanya penurunan tegangan permukaan dan juga peningkatan viskositas (Baibhav et al, 2011). Dengan menggabungkan sediaan emulsi dan gel maka akan terbentuk sediaan emulgel yang memiliki beberapa kelebihan antara lain dapat lebih mudah bercampur dengan obat yang bersifat hidrofob dan juga bahan tambahan yang lain, mempunyai daya sebar yang cukup baik, mempunyai stabilitas fisik yang lebih baik jika dibandingkan dengan sediaan serbuk, krim, dan juga salep (Chirag, Tyagi, Gupta, Sharma, Prajapati, and Potdar, 2013).
Senyawa yang memiliki sifat hidrofobik dapat dimasukkan ke dalam sediaan emulsi dan gel dengan tipe M/A. Dengan adanya sediaan emulsi dapat membantu memasukkan obat yang bersifat hirofobik ke dalam fase minyak yang kemudian nantinya globul-globul minyak itu akan terdispersi ke dalam fase air dan menghasilkan emulsi tipe M/A. Untuk mendapatkan stabilitas dan juga pelepasan obat yang baik maka emulsi nantinya akan dicampurkan dengan basis gel yang ada sehingga terbentuklah sediaan emulgel (Panwar, Upadhyay, Bairagi, Gujar, Darwhekar, and Jain, 2011).
(33)
D. Stabilitas Emulgel Bentuk-bentuk ketidakstabilan emulsi antara lain: 1. Creaming
Creaming adalah pemisahan fase emulsi yang didasarkan atas perbedaan densitas antara fase terdispersi dan medium pendispersi. Creaming merupakan proses yang tidak diinginkan, namun keadaan seperti ini dapat didispersi kembali dengan pengocokan. Untuk mengurangi laju creaming dapat dilakukan dengan meningkatkan viskositas medium pendispersi, dan mereduksi perbedaan densitas atas dua fase (Abdulkarim, 2010).
2. Flokulasi
Flokulasi adalah penggabungan globul-globul bergantung pada gaya tolak-menolak elektrostatis (zeta potensial). Ketidakstabilan ini masih dapat diperbaiki dengan pengocokan karena masih adanya lapisan film antar muka (Martin, Swarbrick, and Cammarta, 1993).
3. Koalesens
Koalesens adalah pecahnya emulsi karena lapisan film yang meliputi partikel rusak dan butir minyak akan berkumpul menjadi satu dan biasanya bersifat irreversible (Martin, et al., 1993).
4. Inversi
Inversi adalah suatu peristiwa dimana terjadi perubahan tipe emulsi, dari tipe M/A menjadi A/M atau sebaliknya dan biasanya bersifat irreversible (Martin, et al., 1993).
(34)
E. Emulsifying Agent
Agen pengemulsi (emulsifying agent) adalah molekul dengan satu ujung hidrokarbon yang bersifat non polar dan ujung lain bersifat polar. Karena struktur yang seperti itu maka agen pengemulsi ini tertarik pada fase minyak dan fase air dan akan berada pada tegangan antar muka. Adanya agen pengemulsi dapat menyebabkan pengurangan tegangan permukaan sehingga kedua zat yang tidak saling bercampur dapat bercampur dengan adanya agen pengemulsi (Friberg, Quencer, and Hilton, 1996).
Emulsifying agent dapat digunakan untuk menghasikan emulsi yang stabil dengan cara menurunkan tegangan muka antar fase pendispersi dan fase terdispersi yang pada umumnya memiliki perbedaan polaritas sehingga tidak dapat bercampur (Pena, 1990). Emulsifying agent mempunyai kemampuan untuk menarik fase air dan fase minyak sekaligus, selain itu juga dapat menempatkan diri di antara kedua fase sehingga mampu untuk menurunkan tegangan permukaan (Lieberman, Rieger, and Banker, 1996).
Tipe emulsi baik tipe M/A ataupun tipe A/M tergantung pada nilai keseimbangan antara hidrofil dan lipofil atau sering disebut nilai HLB (hydrophile-liphopile balance) yaitu merupakan sifat kepolaran dari suatu emulsifying agent. Kombinasi antara nilai HLB suatu agen pengemulsi dapat menentukan tipe emulsinya, baik tipe M/A yang umumnya mempunyai nilai HLB 9-12 atau tipe emulsi A/M dengan nilai HLB 3-6 (Martin, et al., 1993).
(35)
a. Tween 80
Tween 80 atau polisorbate (Gambar 2.) adalah ester oleat dari sorbitol dan anhidrida yang berkopolimerasi dengan lebih kurang 20 molekul etilena oksida untuk tiap molekul sorbitol dan anhidrida sorbitol. Tween 80 biasanya berbentuk cairan dan berwarna kuning, serta berminyak. Tween 80 larut dalam air dan etanol (95%), namun tidak larut dalam mineral oil dan vegetable oil (Depkes RI, 1995).
Tween 80 dapat berfungsi sebagai emulsifying agent, solubilizing agent, surfaktan nonionik, serta dapat sebagai wetting dan suspending agent. Tween 80 merupakan surfaktan hidrofilik yang biasanya digunakan sebagai suatu agen pengemulsi untuk membuat emulsi dengan tipe M/A, Dengan nilai HLB Tween 80 sebesar 15, Tween 80 merupakan senyawa yang non-toksik sehingga tidak menyebabkan iritasi. Biasanya Tween 80 digunakan dalam formulasi produk makanan, kosmetik, dan juga formulasi sediaan farmasi lain untuk penggunaan baik oral, topikal, maupun parenteral. Konsentrasi tween 80 yang dapat digunakan sebagai agen pengemulsi untuk tipe M/A adalah 1-15% (Rowe, Sheskey, and Quinn, 2009).
(36)
F. Gelling Agent
Gelling agent merupakan bahan utama yang digunakan dalam pembuatan gel. Gelling agent yang digunakan untuk sediaan farmasetika ataupun kosmetik haruslah memiliki sifat inert, aman, dan tidak reaktif terhadap komponen lainnya. Gelling agent yang digunakan untuk formulasi sediaan cair harus dapat memberikan bentuk matriks stabil selama penyimpanan, yang dapat pecah dengan mudah ketika diberikan shear forces pada saat penggojogan atau ketika diaplikasikan secara topikal (Zatz and Kushla, 1996).
Syarat lain untuk suatu gelling agent yang ideal adalah harus tidak berinteraksi dengan komponen lainnya saat proses formulasi, selain itu juga harus memiliki reologi yang stabil ketika terjadi perubahan suhu dan juga pH, bebas dari kontaminasi mikroba, dan mudah ketika diaplikasikan (Mahalingam, Li, and Jasti, 2008).
Gelling agent yang digunakan dalam penelitian ini adalah Carbopol 940 (Gambar 3.). Carbopol 940 merupakan serbuk berwarna putih yang memiliki sifat higroskopis, asam, dan memiliki bau yang khas. Carbopol 940 dapat mengalami dekomposisi jika dipanaskan pada suhu 260º C selama 30 menit. Selain berfungsi sebagai gelling agent, Carbopol 940 juga dapat digunakan sebagai agen penstabil, emulsifying sgent, agen pensuspensi, rheology modifier, serta controlled release agent. Carbopol dapat digunakan sebagai gelling agent pada konsentrasi 0,5-3% (Rowe, et al., 2009).
(37)
Gambar 3. Struktur Carbopol 940 (Rowe et al., 2009).
G. Bahan-bahan yang Digunakan
Bahan-bahan lain yang digunakan dalam pembuatan emulgel sunscreen ekstrak lidah buaya selain Tween 80 sebagai emulsifying agent dan Carbopol 940 sebagai gelling agent antara lain:
1. Parafin
Parafin memiliki ciri-ciri tidak berbau dan tidak berasa, dapat tembus cahaya, biasanya tidak berwarna atau berwarna putih, selain itu jika disentuh akan terasa sedikit berminyak. Parafin terutama digunakan dalam formulasi sediaan farmasi topikal sebagai komponen krim dan juga salep karena dapat meningkatkan titik leleh dan pelapisan dengan parafin dapat mempengaruhi pelepasan obat (Rowe, et al., 2009).
2. Propil Paraben
(38)
Propil paraben (Gambar 4.) memiliki bentuk berupa kristal dengan warna putih, tidak berbau, dan juga tidak berasa. Propil paraben banyak digunakan sebagai pengawet antimikroba pada produk kosmetik, makanan, dan juga formulasi farmasi. Propil paraben dapat digunakan sendiri sebagai pengawet dan juga dapat dikombinasikan dengan pengawet antimikroba lainnya, namun ini adalah pengawet yang paling sering digunakan dalam kosmetik. Pengawet antimikroba ini memilliki rentang pH yang luas dan memiliki spektrum aktivitas antimikroba yang luas, dan pengawet ini sangat efektif dalam melawan pertumbuhan jamur. Propil paraben menunjukkan aktivitas antimikroba antara pH 4-8, namun khasiat pengawetnya akan menurun dengan meningkatnya pH karena pembentukan anion fenolat (Rowe, et al., 2009).
3. Metil Paraben
Gambar 5. Struktur Metil Paraben (Rowe, et al., 2009).
Metil paraben (Gambar 5.) berbentuk bubuk kristal berwarna atau bubuk kristal putih, dan juga berbau atau bahkan tidak berbau. Metil paraben banyak digunakan sebagai pengawet antimikroba pada produk kosmetik, produk makanan, dan juga dalam formulasi farmasi. Sama seperti propil
(39)
paraben, metil paraben dapat digunakan sendiri sebagai pengawet antimikroba atau juga dapat digunakan bercampur dengan pengawet antimikroba yang lain. Dalam produk kosmetik, metil paraben juga merupakan pengawet yang paling banyak digunakan. Sama halnya dengan propil paraben, pengawet ini juga memiliki rentang pH yang luas dan memiliki spektrum aktivitas antimikroba yang luas juga, dan paling efektif dalam menghambat pertumbuhan ragi jamur. Metil paraben menghambat aktivitas mikroba pada pH 4-8 dan khasiat pengawet menuurun dengan adanya peningkatan pH karena pembentukan anion fenolat (Rowe, et al., 2009).
4. Propilen Glikol
Gambar 6. Struktur Propilen Glikol (Rowe, et al., 2009).
Propilen glikol (Gambar 6.) merupakan cairan yang jernih, tidak berwarna, kental, praktis tidak berbau, dan hampir menyerupai gliserin. Propilen glikol terutama digunakan sebagai pelarut atau solven dan juga pengawet dalam suatu formulasi farmasetika baik sediaan parenteral maupun non-parenteral. Walaupun hampir menyerupai gliserin namun propilen glikol merupakan pelarut yang lebih baik jika dibandingkan gliserin karena dapat melarutkan fenol, obat sulfat, barbiturat, vitamin A dan D. Pada produk kosmetik, biasanya propilen glikol digunakan sebagai emulsifier (Rowe, et al., 2009).
(40)
5. Trietanolamin (TEA)
Gambar 7. Struktur Trietanolamin (Rowe, et al., 2009).
Trietanolamin (TEA) (Gambar 7.) merupakan cairan jernih, kadang tidak berwarna sampai berwarna kuning pucat, kental, dan memiliki bau amonia. Triethanolamine banyak digunakan dalam formulasi sediaan farmasi topikal terutama dalam pembentukan emulsi (Rowe, et al., 2009).
H. Desain Faktorial
Desain faktorial adalah metode yang rasional untuk menyimpulkan dan juga mengevaluasi suatu efek secara objektif pada suatu besaran yang dapat mempengaruhi kualitas produk. Dengan menggunakan metode ini dapat dilihat faktor-faktor yang berpengaruh secara dominan terhadap sifat fisik dan stabilitas sediaan (Voight, 1994). Desain faktorial dengan dua faktor dan dua level yaitu A dan B dan masing-masing faktor diuji pada dua level yang berbeda, yaitu level rendah dan level tinggi sehingga dapat diketahui faktor yang dominan berpengaruh secara signifikan terhadap suatu respon.
Tabel I. Rancangan Desain Faktorial
Formula Faktor
A B
1 - -
a + -
b - +
(41)
Keterangan:
+ : level tinggi - : level rendah
F1 : Formula dengan faktor A level rendah dan faktor B level rendah. Fa : Formula dengan faktor A level tinggi dan faktor B level rendah. Fb : Formula dengan faktor A level rendah dan faktor B level tinggi. Fab : Formula dengan faktor A level tinggi dan faktor B level tinggi.
Jika pada desain faktorial menggunakan dua faktor dan dua level maka didapatkan rumus sebagai berikut:
Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b12X1X2 Keterangan:
Y : respon hasil atau sifat yang diamati X1, X2 : faktor A, faktor B
b0 : rata-rata hasil semua percobaan
b1, b2, b12 : koefisien faktor yang dapat dihitung dari hasil percobaan
(Bolton, 1997). I. Uji Sifat Fisik
1. Daya Sebar
Daya sebar merupakan salah satu karakteristik yang bertanggung jawab dalam menentukan keefektifan pelepasan suatu zat aktif dari sediaan semisolid dan juga bertanggung jawab terhadap penerimaan konsumen dalam menggunakan suatu sediaan semisolid. Daya sebar sendiri merupakan kemampuan suatu sediaan untuk dapat menyebar pada tempat sediaan tersebut
(42)
diaplikasikan. Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap daya sebar suatu sediaan antara lain viskositas sediaan, lama dan beratnya sediaan diberikan tekanan, serta suhu di mana dilakukan pengukuran daya sebar. Salah satu metode yang biasa digunakan untuk mengukur daya sebar adalah menggunakan metode plat sejajar, di mana metode ini memiliki keuntungan yaitu sederhana karena mudah digunakan serta relatif murah. Namun juga ada kekurangan dari metode ini yaitu kurang akurat dan juga kurang sensitif karena mudah berubah jika ada sedikit pergeseran (Garg, Aggarwal, Garg, and Singla, 2002).
2. Viskositas
Viskositas merupakan suatu tahanan di mana suatu cairan dapat mengalir. Semakin tinggi viskositas suatu sediaan maka semakin besar pula tahanannya sehingga gaya yang dibutuhkan untuk membuat sediaan tersebut mengalir juga semakin besar, begitu juga sebaliknya (Sinko, 2005). Jika terjadi peningkatan viskositas maka waktu retensi juga akan meningkat namun daya sebar sediaan tersebut justru semakin menurun, jadi antara viskositas dan juga daya sebar mempunyai sifat berkebalikan. Perubahan viskositas selama penyimpanan dapat dijadikan parameter dari stabilitas fisik suatu sediaan. Untuk mengukur viskositas suatu sediaan dapat digunakan alat yaitu viscometer (Garg et al., 2002).
(43)
J. Uji Stabilitas Freeze-thaw Cycle
Freeze-thaw cycle merupakan suatu siklus di mana dilakukan pembekuan dan juga pemanasan secara berulang dalam beberapa siklus, biasanya dilakukan pembekuan dengan suhu yang cukup rendah bahkan bisa kurang dari 0º C lalu dilakukan pemanasan kembali. Uji ini dapat dilakukan pada sediaan yang memiliki bentuk semi solid maupun cair untuk melihat ada atau tidaknya perubahan dari sediaan seperti creaming karena ada perbedaan suhu yang mencolok. Selain adanya creaming juga untuk melihat kestabilan pH, viskositas, ada atau tidaknya pemisahan pada sediaan, dan mungkin juga perubahan warna serta bau (Basera, Bhatt, Kothiyal, and, Gupta, 2015).
K. Landasan Teori
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah atau menangkal sinar UV dari matahari adalah dengan menggunakan suatu sediaan farmasi yang mengandung senyawa yang dapat menangkal radiasi sinar UV. Sediaan sunscreen dapat membantu untuk melindungi kulit dari sinar UV matahari. Berdasarkan penelitian, dikatakan bahwa lidah buaya mengandung senyawa anthraquinone yaitu senyawa aloin, di mana senyawa tersebut dapat menangkal radiasi dari sinar UV matahari. Dengan adanya kandungan aloin yang memiliki panjang gelombang 297 nm maka senyawa tersebut dipercaya dapat dijadikan sebagai suatu tabir surya atau sunscreen karena efek perlindungannya terhadap sengatan sinar UV dari matahari.
(44)
Sediaan emulgel merupakan sediaan gabungan antara emulsi dan gel di mana masing-masing memiliki kelebihannya sendiri. Sediaan emulsi terdapat dua tipe yaitu tipe M/A dan tipe A/M yang merupakan penghantar obat yang baik ke dalam kulit selain itu juga mudah dicuci. Sedangkan sediaan gel memiliki kandungan air yang cukup sehingga mampu memberikan kelembaban pada kulit. Sistem emulsi pada sediaan emulgel menggunakan emulsifying agent berupa Tween 80 dan gelling agent berupa Carbopol 940. Emulsifying agent memiliki fungsi untuk menurunkan tegangan permukaan antar dua fase yang tidak dapat bercampur sehingga dapat menghasilkan sediaan emulgel yang sesuai kriteria. Sedangkan gelling agent akan membentuk jaringan struktural di mana jika gelling agent semakin banyak maka meningkatkan viskositas sediaan. Komposisi emulsifying agent dan gelling agent akan berpengaruh terhadap sifat fisik emulgel.
Metode desain faktorial digunakan untuk melihat efek tiap-tiap faktor maupun interaksi keduanya dan dapat diketahui faktor dan/atau interaksi mana yang signifikan mempengaruhi respon sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel. Selain itu,
dengan desain faktorial juga dapat diketahui komposisi optimum pada level faktor yang diteliti untuk menghasilkan respon sifat fisik dan stabilitas fisik yang dikehendaki.
L. Hipotesis
1. Terdapat faktor dan interaksi antara Tween 80 dan Carbopol 940 yang berpengaruh signifikan dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas sediaan emulgel sunscreen ekstrak lidah buaya.
(45)
2. Komposisi optimum dari Tween 80 dan Carbopol 940 untuk menghasilkan emulgel sunscreen ekstrak lidah buaya dengan sifat fisik dan stabilitas fisik sediaan yang dikehendaki dapat ditemukan.
(46)
25 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan metode desain faktorial yang menggunakan dua faktor dan dua level untuk mengetahui faktor dan interaksi yang berpengaruh secara signifikan dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas fisik sediaan emulgel sunscreen ekstrak lidah buaya.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian
a. Variabel bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah komposisi emulsifying agent (Tween 80), serta komposisi gelling agent (Carbopol 940) dalam dua level (level rendah dan level tinggi) untuk mencapai sediaan emulgel dengan komposisi optimum.
b. Variabel tergantung
Variabel tergantung pada penelitian ini adalah sifat fisik emulgel terkait viskositas, daya sebar, dan stabilitas fisik sediaan yang dilihat dari nilai pergeseran viskositas sediaan emulgel.
c. Variabel pengacau terkendali
Variabel pengacau terkendali pada penelitian ini yang merupakan adalah waktu pencampuran bahan selama 7 menit, suhu pada saat
(47)
pemanasan bahan yang digunakan yaitu 70°C, kecepatan putar mixer skala 1 pada pencampuran dan pembuatan emulsi dan gel, serta suhu penyimpanan freeze-thaw.
d. Variabel pengacau tak terkendali
Variabel pengacau tak terkendali pada penelitian ini yang termasuk adalah suhu dan kelembaban ruangan kerja
2. Definisi Operasional
a. Emulgel sunscreen ekstrak lidah buaya adalah sediaan topikal semisolid hasil emulsifikasi dan penambahan gelling agent dengan bahan aktif ekstrak lidah buaya yang dapat digunakan sebagai sunscreen dengan formula seperti yang tercantum dalam penelitian ini.
b. Emulsifying agent adalah senyawa yang dapat menurunkan tegangan permukaan antara dua zat cair yang tidak saling bercampur sehingga salah satu zat cair akan terdispersi pada cairan lainnya. Dalam penelitian ini digunakan Tween 80.
c. Gelling agent adalah zat yang digunakan untuk membuat terbentuknya sistem gel dan dapat untuk menstabilkan emulgel. Dalam penelitian ini digunakan Carbopol 940.
d. Faktor adalah besaran yang mempengaruhi respon, yaitu emulsifying agent (Tween 80) serta gelling agent (Carbopol 940).
e. Level adalah tingkatan jumlah untuk faktor, dalam penelitian ini ada dua level, yaitu level rendah dan level tinggi. Untuk formula sebanyak 100
(48)
gram, level rendah untuk komposisi Carbopol 940 adalah 20 gram dan level tinggi untuk komposisi Carbopol 940 adalah 35 gram. Level rendah untuk komposisi Tween 80 adalah 11 gram dan level tinggi untuk komposisi Tween 80 adalah 15 gram.
f. Respon adalah hasil percobaan yang diamati perubahannya secara kuantitatif, dalam penelitian yaitu respon sifat fisik emulgel (daya sebar dan viskositas) serta respon stabilitas fisik (pergeseran viskositas emulgel).
g. Efek adalah perubahan respon yang disebabkan karena adanya variasi pada level dan faktor.
h. Desain faktorial adalah metode untuk optimasi yang digunakan untuk mengetahui efek yang signifikan dari penambahan Carbopol 940 dan Tween 80 dalam menentukan sifat dan stabilitas fisik sediaan emulgel. i. Komposisi optimum adalah komposisi emulsifying agent (Tween 80) dan
gelling agent (Carbopol 940) yang dapat menghasilkan emulgel dengan sifat fisik dan stabilitas baik.
j. Daya sebar adalah diameter penyebaran pada alat uji daya sebar untuk tiap 1 gram emulgel yang diberi beban kaca penutup dan pemberat hingga 125 gram dan didiamkan 1 menit.
k. Viskositas adalah suatu pertahanan dari emulgel untuk mengalir setelah adanya pemberian gaya. Jika nilai viskosiitasnya semakin besar, maka kemampuan emulgel untuk mengalir akan semakin kecil.
(49)
l. Pergeseran viskositas adalah persentase selisih viskositas emulgel yang disimpan dengan suhu tertentu selama siklus freeze-thaw dan viskositas emulgel 48 jam setelah pembuatan dengan kriteria pergeseran viskositas optimum <5%.
m. Pergeseran daya sebar adalah persentase selisih daya sebar emulgel yang disimpan pada suhu tertentu selama siklus freeze-thaw dan daya sebar emulgel 48 jam setelah pembuatan, kriteria pergeseran daya sebar optimum <5%.
C. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstrak lidah buaya (Aloe barbadensis Mill.) (PT Eteris Nusantara), Carbopol 940, Tween 80 (Bratachem), trietanolamin (TEA), propylene glycol (Bratachem), parafin cair (Bratachem), methyl paraben (Bratachem), propyl paraben (Bratachem), dan aquadest.
Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain gelas ukur GERMANY), cawan porselen GERMANY), gelas beaker (PYREX-GERMANY), mixer (Miyako HM-620), timbangan analitik (Mettler Toledo GB 3002), pipet tetes, termometer, penangas air, batang pengaduk, stopwatch, viscotester seri VT-04 (RION-JAPAN), alat uji daya sebar, mistar penggaris, kertas indikator pH.
(50)
D. Tata Cara Penelitian 1. Penentuan Nilai SPF Ekstrak Lidah Buaya
Ekstrak lidah buaya ditimbang sebanyak 0,1 gram dan selanjutnya dilarutkan dengan 50 mL etanol p.a dalam labu takar dan dipastikan agar semua ekstrak terlarut dalam etanol hingga membentuk campuran yang homogen. Lalu diambil 0,125 mL larutan tersebut dan dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL, ditambahkan etanol p.a hingga batas tanda maka akan didapatkan larutan sampel ekstrak lidah buaya dengan konsentrasi 10 mg/L atau 10 ppm, karena menurut metode Petro (1981) mempersyaratkan bahwa untuk menghitung SPF kadar sampel dalam kuvet harus ekuivalen dengan 0,001% atau 0,01 g/L atau 10 mg/L bahan aktif. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada λ 290-320 nm dan menggunakan kuvet dengan ketebalan 1 cm dengan etanol p.a sebagai blanko. Data serapan dibaca pada setiap interval 5 nm. Kemudian menurut Petro (1981) nilai SPF dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut
Persamaan nilai SPF:
Log SPF =
terkecil gelombang panjang terbesar gelombang panjang AUC
2. Formula Emulgel Sunscreen Lidah Buaya
Formula emulgel clotrimazole menurut Yassin (2014), sebagai berikut: Formula (%b/b):
(51)
Tabel II. Formula Acuan Emulgel Clotrimazole
Bahan Jumlah (g)
Clotrimazole 1
Carbopol 940 934 1
Liquid parafin 5
Tween 20 1
Span 20 1,5
Propylene glycol 5
Ethanol 2,5
Methyl paraben 0,03 Propyl paraben 0,01 Purified water to 100
Modifikasi dilakukan dengan mengganti zat aktif dan beberapa eksipiennya. Formula hasil modifikasi adalah sebagai berikut (untuk pembuatan 200 gram):
Tabel III. Formula Emulgel Sunscreen Ekstrak Lidah Buaya
Bahan Jumlah (g)
F1 Fa Fb Fab
Ekstrak lidah buaya 0,8 0,8 0,8 0,8
Tween 80 22 22 30 30
Carbopol 940 3% b/v 40 70 40 70
Parafin cair 10 10 10 10
TEA 2,5 2,5 2,5 2,5
Propylene glycol 20 20 20 20
Methyl paraben 0,30 0,30 0,30 0,30 Propyl paraben 0,30 0,30 0,30 0,30
(52)
Keterangan:
F1 = Emulgel dengan Carbopol 940 level rendah dan Tween 80 level rendah
Fa = Emulgel dengan Carbopol 940 level tinggi dan Tween 80 level rendah
Fb = Emulgel dengan Carbopol 940 level rendah dan Tween 80 level tinggi
Fab = Emulgel dengan Carbopol 940 level tinggi dan Tween 80 level tinggi
3. Pembuatan Emulgel Sunscreen Ekstrak Lidah Buaya
Gel dengan konsentrasi 3% pada formulasi dibuat dengan cara mendispersikan Carbopol 940 sebanyak 3 gram ke dalam 100 mL aquadest selama 24 jam. Untuk pembuatan emulsi dilakukan dengan pemanasan aquadest, Tween 80, dan parafin cair pada suhu 70ºC. Setelah mencapai suhu 70ºC dilakukan pencampuran aquadest, Tween 80, dan parafin cair dengan menggunakan mixer pada skala 1 selama 2 menit. Setelah itu dibiarkan dingin lalu dilakukan penambahan ekstrak lidah buaya ke dalam campuran emulsi dan dilakukan pencampuran dengan menggunakan mixer skala 1 selama 1 menit. Kemudian dicampurkan Carbopol 940 dengan konsentrasi 3% ditimbang sesuai masing-masing formula yang diharapkan dengan beberapa tetes TEA. Gel dan emulsi lalu dicampurkan dengan menggunakan mixer pada skala 1 selama 2 menit.
(53)
Selanjutnya ditambahkan campuran metil paraben dan propil paraben yang telah dilarutkan dalam propylene glycol lalu dicampur dengan menggunakan mixer selama 2 menit.
4. Evaluasi Sediaan Emulgel
a. Uji organoleptis sediaan emulgel
Uji organoleptis dilakukan dengan cara pengamatan bau, warna, dan homogenitas sediaan emulgel sunscreen ekstrak lidah buaya setelah dilakukan penyimpanan selama 48 jam dan juga selama siklus freeze-thaw.
b. Uji pH
Uji pH ini dilakukan dengan menggunakan pH stick universal. Sejumlah emulgel yang telah dibuat dioleskan pada pH stick kemudian warna yang dihasilkan dibandingkan dengan indikator yang tertera pada tempat pH stick untuk menentukan pH yang didapat.
c. Penentuan tipe emulsi
Emulgel yang telah dibuat dimasukkan ke dalam cawan porselen yang memiliki bagian dalam berwarna hitam. Untuk menentukan tipe emulsi maka emulgel dilarutkan masing-masing ke dalam aquadest dan juga ke dalam parafin cair. Jika emulgel larut dalam aquadest maka termasuk tipe M/A, namun jika emulgel larut dalam parafin cair maka emulsinya merupakan tipe A/M.
(54)
d. Uji Viskositas
Uji viskositas dilakukan 48 jam setelah pembuatan dan juga pada setiap siklus freeze-thaw. Pengujian viskositas tersebut dilakukan dengan menggunakan alat Viscotester Rion seri VT-04 di mana sediaan dimasukkan ke dalam cup untuk pengujian lalu pada alat digunakan rotor no 2. Kemudian rotor yang telah dipasang dimasukkan ke dalam cup yang sudah berisi sediaan hingga posisinya tegak lurus. Ketika alat dinyalakan maka rotor akan berputar dan jarum paada alat ukur akan menunjukkan viskositas dari sediaan yang sedang diuji. e. Pengujian daya sebar
Pengukuran daya sebar emulgel dilakukan 48 jam setelah pembuatan dan setiap siklus freeze-thaw. Emulgel yang telah dibuat ditimbang sebesar satu gram dan diletakkan di tengah lempeng kaca bulat yang berskala. Kemudian kaca bulat penutup diletakkan di atas emulgel dan ditambahkan pemberat sehingga berat kaca bulat dan pemberat mempunyai berat total 125 gram, lalu didiamkan selama 1 menit dan dicatat diameter sebar yang dihasilkan (Garg et al., 2002). f. Uji Stabilitas Freeze-thaw
Uji stabilitas dengan menggunakan metode freeze-thaw dilakukan setelah 48 jam pembuatan. Untuk siklus pertama dilakukan pendinginan selama 16 jam pada freezer dengan suhu sekitar -5ºC lalu setelah pendinginan dilakukan penyimpanan selama 8 jam pada suhu ruangan (25ºC). Setelah itu sediaan diuji viskositasnya dan juga daya
(55)
sebar sediaan. Penyimpanan dan pengujian pada tiap siklus dilakukan secara berulang hingga tiga siklus.
E. Optimasi dan Analisis Data
Pada penelitian ini data sifat fisik yang didapatkan meliputi data viskositas dan daya sebar emulgel sunscreen ekstrak lidah buaya. Data viskositas dan daya sebar yang didapatkan kemudian dianalisis dengan menggunakan software Design Expert 9.0.6 sehingga diperoleh persamaan desain faktorial Y = b0 + b1(X1) + b2(X2) + b12(X1X2). Selain itu juga diperoleh contour plot untuk tiap respon dan juga contour plot superimposed sehingga komposisi optimum dapat ditentukan pada tiap faktor dan juga pada level yang diteliti. Untuk analisis statistik dari hasil di atas menggunakan uji ANOVA dengan taraf kepercayaan 95%.
Data stabilitas fisik emulgel yang meliputi pergeseran viskositas dan daya sebar pada penyimpanan selama siklus freeze-thaw yang diperoleh dianalisis menggunakan aplikasi R 3.2.2 dengan uji-uji statistik yang dapat digunakan untuk mengetahui normalitas distribusi data (Shapiro-Wilk Test) dan untuk mengetahui homogenitas data dapat menggunakan Levene Test. Selanjutnya dilakukan uji ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui siginifikansi dari Carbopol 940, Tween 80 dan interaksi keduanya sehingga dapat diketahui faktor yang dominan dalam pengaruhnya terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel. Apabila diperoleh p-value > 0,05 maka dapat dikatakan bahwa masing-masing faktor dan juga interaksi antar faktor menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan terhadap respon yang berupa viskositas dan daya sebar. Uji Pos Hoc:
(56)
Tukey HSD merupakan lanjutan dari Uji ANOVA yang dapat dilakukan pada formula yang menghasilkan perbedaan yang bermakna untuk melihat letak perbedaan bermakna dari formula tersebut berada dimana. Namun apabila data tidak terdistribusi normal atau tidak homogen maka dilanjutkan dengan uji Kruskal-Wallis dan dilihat nilai p-value yang didapat.
(57)
36 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penentuan SPF Ekstrak Lidah Buaya
Pada penelitian ini digunakan ekstrak lidah buaya dari CV Eteris Nusantara Yogyakarta dengan identifikasi beberapa uji yang telah dibuktikan oleh Certificate of Analysis (CoA) (Lampiran 1). Pengukuran nilai SPF dilakukan untuk mengetahui tingkat keefektifan dari suatu sediaan sunscreen yang dapat melindungi kulit dari paparan sinar UV dengan panjang gelombang 200-400 nm. Scanning nilai SPF dilakukan pada panjang gelombang 290-320 nm karena biasanya sediaan sunscreen dapat memberikan perlindungan terhadap sinar UV-B yang memiliki panjang gelombang 290-320 nm.
Tabel IV. Hasil Perhitungan Nilai SPF Ekstrak Lidah Buaya pada konsentrasi 10 ppm
Replikasi Nilai SPF Rata-rata ± SD
1 1,02
1,01 ± 0,005
2 1,01
3 1,01
Tabel IV menunjukkan hasil nilai SPF yang didapatkan pada konsentrasi 10 ppm ekstrak lidah buaya sebesar 1,01. Nilai SPF tersebut sangatlah kecil jika dibandingkan dengan nilai SPF yang tergolong mampu memberikan efek perlindungan paling minimum yaitu dengan niilai SPF sebesar 2 untuk suatu
(58)
sediaan sunscreen (Wilkinson and Moore, 2005). Pada sediaan emulgel yang dibuat digunakan ekstrak sebanyak 0,8 gram dalam 200 gram sediaan sehingga konsentrasi ekstrak adalah 4000 ppm. Jika dibandingkan dengan konsentrasi pada pengujian sebelumnya tentu konsentrasi 4000 ppm lebih besar jadi kemungkinan ada peningkatan nilai SPF ketika dilakukan pengujian. Namun perlu dilakukan optimasi lebih lanjut terhadap konsentrasi yang bisa digunakan oleh ekstrak lidah buaya untuk suatu sediaan sunscreen agar dapat memberikan nilai SPF yang maksimal sehingga mampu memberikan efek perlindungan yang maksimal juga dari sengatan sinar UV.
B. Formulasi Emulgel Sunscreen Ekstrak Lidah Buaya
Pada pembuatan emulgel sunscreen ini menggunakan senyawa aloin yang ada pada tanaman lidah buaya sebagai zat aktif. Menurut Basmatker, Jais, dan Daud (2011) senyawa aloin yang terkandung pada tanaman lidah buaya dapat digunakan sebagai sunscreen karena dapat memblok radiasi dari sinar UV pada panjang gelombang tertentu. Senyawa aloin sendiri memiliki sifat yang hidrofobik atau sukar larut dalam air dan karena sifatnya yang lebih berminyak sehingga aloin dilarutkan pada sistem emulsi.
Sediaan yang dibuat berupa emulgel yang merupakan emulsi, dengan tipe minyak dalam air ataupun air dalam minyak, yang dapat menjadi gel setelah penambahan gelling agent. Sistem emulsi mempunyai kelebihan karena penetrasinya yang cukup tinggi dalam kulit, namun memiliki keterbatasan pada stabilitasnya dan untuk sediaan gel sendiri memiliki kelebihan yaitu mudah dalam
(59)
pengaplikasiannya namun memiliki keterbatasan dalam penghantaran obat yang bersifat hidrofobik (Block, 1996). Maka diharapkan dengan membuat sediaan yang berbentuk emulgel akan memudahkan dalam pengaplikasian terutama jika zat aktif yang terkandung di dalamnya bersifat hidrofobik. Selain itu juga memberikan kenyamanan kepada penggunanya.
Zat aktif yang bersifat hidrofobik dapat diformulasikan ke dalam emulgel yang memiliki sistem M/A sehingga lebih mudah dan lebih nyaman jika diaplikasikan pada kulit dan juga lebih mudah dicuci. Sistem emulsi dibuat dengan cara mencampurkan fase minyak yang berupa parafin cair dengan fase air yang berupa Tween 80 dan juga aquadest. Pada sistem emulsi fase minyak sebagai fase internal dan fase air sebagai fase eksternal sehingga akan terbentuk suatu sistem emulsi dengan tipe M/A. Fase air dibuat dengan mencampurkan aquadest dan Tween 80 pada suhu 70ºC di atas waterbath sambil diaduk hingga homogen. Fase minyak dalam sistem emulsi ini juga dipanaskan pada suhu 70ºC. Tujuan dilakukan pemanasan karena bahan yang digunakan memiliki konsistensi yang berbeda sehingga diharapkan dengan adanya pemanasan maka akan memudahkan dalam pencampuran dan proses pencampuran akan lebih optimal. Parafin cair ini dapat bertindak sebagai emolien yang bisa mencegah dehidrasi ketika diaplikasikan pada kulit sehingga dapat menjaga kelembaban kulit. Sedangkan pada fase air ditambahkan Tween 80 yang berperan sebagai emulgator yang biasa digunakan sebagai emulsifying agent dalam pembuatan emulsi tipe M/A.
(60)
Gelling agent yang digunakan dalam pembuatan emulgel sunscreen ini adalah Carbopol 940. Menurut Patil (2005), Carbopol 940 merupakan suatu gelling agent yang memiliki viskositas yang cukup baik dan juga lebih stabil dalam penyimpanannya. Carbopol 940 yang didispersikan ke dalam aquadest akan bersifat asam dan memiliki pH yang cukup rendah sehingga diperlukan suatu bahan yang dapat menetralkan pH Carbopol 940, maka TEA perlu ditambahkan ke dalam Carbopol 940 hingga mencapai pH ± 6. TEA juga dapat meningkatkan viskositas karena akan terbentuk ion-ion yang bermuatan negatif sehingga akan terjadi gaya tolak menolak antar ion tersebut sehingga Carbopol 940 akan lebih rigid dan juga kaku (Barry, 1983). Aquadest dipilih karena merupakan pelarut yang aman dan biasa digunakan serta tidak menimbulkan iritasi pada kulit.
Pengawet yang digunakan adalah kombinasi metil paraben dan propil paraben sehingga dapat meningkatkan aktivitas antimikrobial. Pengawet yang digunakan dilarutkan ke dalam propilen glikol yang dapat berfungsi sebagai humektan dan juga jika diaplikasikan bersamaan dengan paraben akan meningkatkan aktivitas antimikrobial (Rowe et al., 2009).
C. Evaluasi Sediaan Emulgel
Suatu sediaan dapat dikatakan baik jika telah memenuhi persyaratan uji sifat fisik dan juga stabil dalam kondisi penyimpanan. Uji sifat fisik terhadap sediaan emulgel dilakukan 48 jam setelah pembuatan. Beberapa sifat fisik yang diuji dari sediaan emulgel meliputi uji organoleptis, uji pH, uji tipe emulsi, uji viskositas, dan uji daya sebar.
(61)
1. Uji Organoleptis
Uji organoleptis dilakukan pengamatan 48 jam setelah pembuatan agar sudah tidak ada pengaruh dari faktor pengacau pada saat pembuatan dengan menggunakan mixer. Uji organoleptis dilakukan dengan pengamatan secara visual terhadap sediaan yang meliputi warna, bau, dan homogenitas sediaan. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah sediaan yang dibuat memenuhi aspek acceptability untuk konsumen atau tidak. Sesuai dengan tabel V hasil uji organoleptis yang didapatkan yaitu sediaan emulgel dengan warna putih, dengan bau yang khas, dan juga sediaan yang dibuat homogen.
Tabel V. Hasil Uji Organoleptis Emulgel Sunscreen Ekstrak Lidah Buaya Kriteria
Pengamatan
Formula
F1 Fa Fb Fab
Warna Putih Putih Putih Putih
Bau Khas Khas Khas Khas
Homogenitas Homogen Homogen Homogen Homogen
2. Uji pH
Uji pH sediaan emulgel sunscreen ekstrak lidah buaya juga dilakukan 48 jam setelah pembuatan dengan menggunakan indikator pH stick universal. Uji ini bertujuan untuk mengetahui pH dari masing-masing replikasi pada tiap formula yang telah dibuat. Pada uji pH ini, pH sediaan yang diharapkan yaitu pH 6-8 untuk menghindari terjadinya iritasi pada kulit saat diaplikasikan (Rajeswari, 2014).. Hasil dari uji pH dapat dilihat pada tabel VI.
(62)
Tabel VI. Uji pH Emulgel Sunscreen Ekstrak Lidah Buaya Formula
Replikasi
F1 Fa Fb Fab
1 6 6 6 6
2 6 6 6 6
3 6 6 6 6
Berdasarkan hasil dari uji pH yang didapat, semua sediaan memiliki pH 6 sehingga masuk ke dalam rentang pH yang diinginkan untuk sediaan emulgel sunscreen ekstrak lidah buaya.
3. Uji Tipe Emulsi Sediaan Sunscreen Ekstrak Lidah Buaya
Uji tipe emulsi ini dilakukan untuk memastikan apakah sediaan yang dibuat menghasilkan tipe emulsi sesuai dengan yang diharapkan yaitu tipe M/A karena adanya zat aktif yang bersifat sukar larut dalam air sehingga akan lebih stabil jika berada dalam suatu sistem emulsi dengan tipe M/A. Metode yang digunakan untuk melakukan uji tipe emulsi adalah dengan cara melarutkan sediaan emulgel yang telah dibuat pada fase minyak (parafin cair) dan juga fase air (aquadest) yang ditambahkan secara berlebih. Hasil pengujian tipe emulsi ditunjukkan dengan larutnya sediaan emulgel pada salah satu fase tersebut. Hasil yang didapat yaitu, sediaan emulgel lebih larut dalam aquadest sehingga tipe emulsinya adalah tipe M/A, seperti yang terlihat pada gambar 8.
(63)
(a) (b)
Gambar 8. Hasil Uji Tipe Emulsi Emulgel Sunscreen Ekstrak Lidah Buaya: (a) emulgel dilarutkan pada fase minyak dan (b) emulgel dilarutkan pada fase air.
4. Uji Viskositas
Viskositas merupakan suatu pernyataan tahanan untuk mengalir dari suatu sistem dengan makin kental suatu cairan maka semakin besar kekuatan yang diperlukan oleh cairan tersebut untuk dapat mengalir (Martin et al., 1993). Viskositas yang diharapkan untuk suatu sediaan tidak boleh terlalu encer dan juga tidak boleh terlalu kental, viskositas sediaan emulgel yang dibuat yaitu antara 200-350 dPa.s. Dengan meningkatnya viskositas maka akan meningkat pula waktu retensi pada tempat aplikasinya, namun akan menurunkan daya sebar dari sediaan sehingga uji viskositas ini dibutuhkan untuk suatu sediaan semisolid untuk melihat sifat alir dari sediaan ketika diaplikasikan pada kulit (Garg et al., 2002). Pengamatan viskositas dilakukan 48 jam setelah pembuatan agar sudah tidak terpengaruh oleh shearing stress yang terjadi karena energi kinetik pada saat pembuatan yang mungkin dapat mempengaruhi viskositas sediaan emulgel. Pengukuran viskositas dilakukan
(64)
dengan menggunakan alat viscometer Rion Japan seri VT-04 F dan dipergunakan rotor nomor 2.
Hasil pengukuran viskositas pada tabel VII menunjukkan bahwa setiap formula memiliki viskositas yang masuk ke dalam range viskositas yang diharapkan yaitu antara 200-350 dPa.s. Pada emulgel dengan formula ab memiliki viskositas yang paling tinggi dengan komposisi Tween 80 dan Carbopol 940 pada level tinggi. Formula yang memiliki viskositas paling rendah adalah formula 1 dengan komposisi Carbopol 940 dan Tween 80 pada level rendah. Pada tabel VII juga diketahui bahwa koefisien variasi (CV) < 5% yang berarti bahwa masing-masing replikasi pada tiap-tiap formula memberikan reprodusibilitas yang baik (Hyma, Jahan, and Babu, 2014)..
Tabel VII. Data Sifat Fisik Uji Viskositas Emulgel Sunscreen Ekstrak Lidah Buaya
Formula Replikasi
F1 Fa Fb Fab
R1 (dPa.s) 255 260 300 320
R2 (dPa.s) 245 270 290 310
R3 (dPa.s) 250 255 295 305
Rata-rata ± SD (dPa.s)
250 ± 5 261,67 ± 7,64
295 ± 5 311,67 ± 7,64
CV (%) 2 2,9 1,7 2,5
Viskositas emulgel sunscreen ekstrak lidah buaya diuji secara statistik dengan menggunakan Design Expert 9.0.6 untuk mengetahui efek antara
(65)
Carbopol 940 dan Tween 80 terhadap respon viskositas. Uji statistik yang digunakan adalah uji ANOVA pada tingkat signifikansi p-value < 0.05. Persamaan desain faktorial yang didapat untuk respon viskositas adalah:
Y = 176,25000 + 1,04167(X1) + 0,62500(X2) + 0,020833(X1X2)
Dimana Y adalah respon viskositas, X1 adalah Carbopol 940, X2 adalah Tween 80, dan X1X2 adalah interaksi antara Carbopol 940 dan Tween 80. Berdasarkan model persamaan yang didapatkan dari uji menggunakan Design Expert 9.0.6 didapatkan nilai p-value < 0,05 yaitu < 0,0001 sehingga dapat dikatakan signifikan. Selanjutnya dilihat efek dari kedua faktor yang nantinya efek ini akan menunjukkan manakah faktor yang berperan dalam menentukan respon viskositas apakah Carbopol 940, Tween 80, ataukah interaksi dari keduanya. Berdasarkan tabel VIII menunjukkan bahwa Carbopol 940, Tween 80, dan juga interaksi antara Carbopol 940 dan Tween 80 memiliki efek untuk menaikkan viskositas emulgel sunscreen ekstrak lidah buaya karena ketiganya memiliki nilai positif, namun Carbopol 940 memiliki efek yang lebih tinggi terhadap respon viskositas sediaan emulgel. Pada Carbopol 940 dan juga Tween 80 memiliki efek signifikan yang ditunjukkan dengan nilai p-value < 0,05, sedangkan untuk interaksi keduanya tidak memiliki efek yang signifikan terhadap viskositas karena nilai p-value > 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Carbopol 940 memiliki efek yang dominan terhadap respon viskositas. Sifat Carbopol 940 sebagai gelling agent yang berbentuk serbuk mudah mengikat air dan pelarutnya, sehingga dapat meningkatkan viskositas. Tiap
(66)
molekul air dari Carbopol 940 dapat mangikat molekul air sehingga mengelilingi rantai polimer dengan suatu hidrasi air (Martin, et al., 1993).
Tabel VIII. Efek Faktor Terhadap Respon Viskositas Emulgel Sunscreen Ekstrak Lidah Buaya
Faktor Efek p-value
Carbopol 940 47,50 < 0,0001
Tween 80 14,17 0,0052
Interaksi 2,50 0,5212
Untuk mengetahui faktor manakah yang dapat menjadi peningkat atau penurun viskositas pada interaksi maka dapat dilihat dari data yang dihasilkan oleh Design Expert 9.0.6. Di mana garis merah menandakan level tinggi suatu faktor dan garis hitam menandakan level rendah dari suatu faktor. Gambar 9 menunjukkan bahwa garis merah merupakan level tinggi Carbopol 940 dan garis hitam merupakan level rendah Carbopol 940. Semakin banyak Tween 80 yang digunakan pada level tinggi maupun level rendah Carbopol 940 akan meningkatkan respon viskositas pada sediaan emulgel sunscreen ekstrak lidah buaya.
(67)
Gambar 9. Grafik Hubungan Tween 80 terhadap Respon Viskositas
Gambar 10. Grafik Hubungan Carbopol 940 terhadap Respon Viskositas
Pada gambar 10 menunjukkan garis merah adalah level tinggi Tween 80, sedangkan garis hitam menunjukkan level rendah Tween 80. Semakin banyak Carbopol 940 yang digunakan pada level tinggi maupun pada level rendah Tween 80 akan meningkatkan respon viskositas pada emulgel sunscreen ekstrak lidah buaya.
(68)
Kemudian dibuat contour plot yang dapat digunakan untuk melihat viskositas sediaan.
Gambar 11. Contour plot Viskositas Emulgel Sunscreen
Berdasarkan gambar 11 didapatkan hasil di mana daerah dengan contour plot berwarna biru menunjukkan viskositas dengan nilai yang rendah, sedangkan daerah dengan warna merah menunjukkan viskositas dengan nilai yang tinggi. Penggunaan Carbopol 940 dan juga Tween 80 yang semakin banyak dalam pembuatan sediaan emulgel maka viskositas yang didapatkan juga semakin meningkat.
5. Uji Daya Sebar
Daya sebar merupakan suatu kemampuan dari sediaan untuk dapat menyebar pada tempat aplikasinya. Pengukuran daya sebar dilakukan untuk mengetahui sejauh mana sediaan dapat menyebar pada kulit ketika diaplikasikan. Nilai viskositas yang semakin rendah maka sediaan semakin encer sehingga diameter daya sebar semakin besar, sebaliknya nilai viskositas yang semakin tinggi maka sediaan akan semakin kental sehingga diameter
(69)
daya sebar semakin kecil. Pengukuran daya sebar dilakukan dengan menggunakan kaca bundar berskala dengan pemberian beban 125 gram. Hasil yang diharapkan dari pengukuran daya sebar ini sekitar 3-5 cm yang diharapkan dengan nilai daya sebar tersebut sediaan akan mudah diaplikasikan.
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada tabel IX, daya sebar dari masing-masing replikasi pada tiap formula masuk ke dalam range daya sebar yang ditentukan, selain itu juga menunjukkan nilai koefisien variasi (CV) < 5% yang berarti bahwa ketiga replikasi dari tiap formula memberikan reprodusibilitas yang baik (Hyma, et al., 2014).
Tabel IX. Data Sifat Fisik Uji Daya Sebar Emulgel Sunscreen Ekstrak Lidah Buaya
Formula Replikasi
F1 Fa Fb Fab
R1 (cm) 4,5 4,5 4,4 4,2
R2 (cm) 4,7 4,4 4,5 4,3
R3 (cm) 4,6 4,6 4,5 4,4
Rata-rata ± SD (cm)
4,6 ± 0,082 4,5 ± 0,082 4,47 ± 0,047 4,3 ± 0,082
CV (%) 1,8 1,8 1,1 1,9
Selanjutnya hasil pengukuran daya sebar yang didapatkan juga dianalisis dengan menggunakan Design Expert 9.0.6 untuk mengetahui efek dari
(70)
Carbopol 940 dan juga Tween 80 yang dihasilkan terhadap respon daya sebar. Uji statistik dilakukan dengan menggunakan uji ANOVA dengan nilai signifikansi p-value <0,05 hingga diperoleh suatu persamaan desain faktorial sebagai berikut:
Y = 4,59375 + 0,00604(X1) + 0,00659(X2) – 0,00045(X1X2)
Berdasarkan model persamaan yang didapatkan dari uji menggunakan Design Expert 9.0.6 didapatkan nilai p-value < 0,05 yaitu 0,0062 sehingga dapat dikatakan signifikan. Selanjutnya perlu diketahui efek dari faktor apakah Carbopol 940, Tween 80, ataukah interaksi dari keduanya yang berpengaruh signifikan terhadap respon daya sebar.
Tabel X. Efek Faktor Terhadap Respon Daya Sebar Emulgel Sunscreen Ekstrak Lidah Buaya
Faktor Efek p-value
Carbopol 940 -0,17 0,0051
Tween 80 -0,15 0,0115
Interaksi -0,054 0,2600
Berdasarkan tabel X menunjukkan bahwa Carbopol 940, Tween 80, dan juga interaksi antara Carbopol 940 dan Tween 80 sama-sama memiliki efek untuk menurunkan daya sebar emulgel sunscreen ekstrak lidah buaya karena ketiganya memiliki nilai negatif, namun Carbopol 940 memiliki efek yang paling tinggi terhadap respon daya sebar sediaan emulgel. Pada Carbopol 940 dan juga Tween 80 memiliki efek yang signifikan dengan ditunjukkannya nilai
(71)
p-value < 0,05, sedangkan untuk interaksi keduanya tidak memiliki efek yang signifikan terhadap viskositas karena nilai p-value > 0.05. hal tersebut bisa terjadi karena adanya interaksi antar komponen dalam sediaan dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui komponen apa yang saling berinteraksi.
Gambar 12 menunjukkan semakin banyaknya Carbopol 940 pada level tinggi maupun level rendah Tween 80 akan menurunkan respon daya sebar pada emulgel sunscreen ekstrak lidah buaya. Pada gambar 13 juga menunjukkan hal yang sama, yaitu semakin banyak Tween 80 pada level tinggi maupun level rendah Carbopol 940 makan juga akan menurunkan respon daya sebar pada sediaan emulgel sunscreen ekstrak lidah buaya.
Gambar 12. Grafik Hubungan Carbopol 940 terhadap Respon Daya Sebar
(72)
Gambar 13. Grafik Hubungan Tween 80 terhadap Respon Daya Sebar
Gambar 14. Contour plot Daya Sebar Emulgel Sunscreen Pada gambar 14 yang menggambarkan contour plot dari daya sebar didapatkan hasil di mana daerah dengan contour plot berwarna biru menunjukkan daya sebar dengan nilai yang rendah, sedangkan daerah dengan warna merah menunjukkan daya sebar dengan nilai yang tinggi. Penggunaan Carbopol 940 dan juga Tween 80 yang semakin banyak dalam pembuatan sediaan emulgel maka akan menurunkan respon daya sebar yang didapatkan.
(1)
2. Pergeseran Daya Sebar a. Input Data
b. Uji Normalitas
Nilai p-value uji normalitas daya sebar Formula
Siklus
Formula 1 Formula a Formula b Formula ab
0 (24 jam) 0.6369* 0.6369* 0.7804* 0.8777* 1 0.6369* 0.6369* 0.3631* 1.047e-07**
2 0.6369* 0.4633* 0.5367* 0.8428*
3 0.7804* 0.5367* 0.9998* 0.6369*
Jika * p-value > 0.05 maka sebaran data normal, ** p-value < 0.05 maka sebaran data tidak normal
(2)
c. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan pada formula yang memiliki sebaran data normal, yaitu pada formula 1, formula A, dan formula B yang nantinya akan dilanjutkan dengan uji ANOVA. Namun, jika sebaran data tidak normal seperti pada formula AB maka dilakukan uji non parametik yaitu dengan uji Kruskal-Wallis.
Formula 1
Formula a
Formula b
(3)
d. Uji ANOVA Formula 1
Formula a
Formula b
Nilai p-value Uji Signifikansi
Formula p-value
Formula 1 0.33*
Formula a 0.118*
Formula b 0.201*
Formula ab 0.462*
(4)
Lampiran 7. Contour plot superimposed dan Hasil Analisis Statistik Data Validasi
Contour plot superimposed emulgel sunscreen ekstrak lidah buaya
Hasil Validasi Uji Sifat Fisik 1. Viskositas
Replikasi Respon
Viskositas (dPa.s)
Rata-rata (dPa.s)
Teoritis
1 295
303.333 299.329
2 305
(5)
2. Daya Sebar
Replikasi Respon
Daya sebar (cm)
Rata-rata (cm)
Teoritis
1 4.55
4.50 4.40723
2 4.60
(6)
BIOGRAFI PENULIS
Penulis skripsi yang berjudul “Optimasi Tween 80 sebagai Emulsifying Agent dan Carbopol 940 sebagai Gelling Agent dalam Sediaan Emulgel Sunscreen Ekstrak Lidah Buaya (Aloe barbadensis Mill.) dengan Metode Desain Faktorial” memiliki nama lengkap Diah Fani Gita Sri Utami. Dilahirkan di Sleman pada tanggal 10 Desember 1993 dari pasangan Tri Suyatno dan Basriyati. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pendidikan formal yang telah ditempuh yaitu TK Indriyasana Baciro (1998-2000), SD Bopkri Gondolayu (2000-2006), SMP Negeri 6 Yogyakarta (2006-2009), SMA Negeri 6 Yogyakarta (2009-2012). Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2012.
Selama perkuliahan, penulis cukup aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan antara lain dalam kepanitiaan DESA MITRA divisi dana dan usaha serta konsumsi (2012), KOMUNITAS SADAR SEHAT divisi humas (2013), DESA MITRA III & IV divisi humas (2014).