Uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan di pasar \"x\" - USD Repository
UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA
RIMPANG KUNYIT (Curcuma domestica Val.) BASAH YANG
DIKERINGKAN DAN RIMPANG KUNYIT KERING YANG
DIPERDAGANGKAN DI PASAR “X”
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi Oleh:
Felisia Wulan Apsari NIM: 068114072
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
Di dalam Kristuslah kita menemukan siapa kita
dan untuk apa kita hidup
Jauh sebelum kita mendengar tentang Kristus untuk pertama kali,
Dia telah melihat kita,
merancang kita bagi kehidupan yang penuh kemuliaan,
bagian dari keseluruhan tujuan yang Dia kerjakan
di dalam segala sesuatu dan semua orang.
(Efesus 1:11)
Kupersembahkan karyaku ini untuk: Bapak, Ibu, dik Lintang yang selalu menyayangi dan mendoakanku
Octav yang selalu menyemangati Sahabat-sahabat yang kusayangi
Almamaterku yang kuhormati
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 3 Januari 2010 Penulis
Felisia Wulan Apsari
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Felisia Wulan Apsari Nomor Mahasiswa : 068114072
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
Uji Cemaran Aflatoksin pada Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.)
Basah yang Dikeringkan dan Rimpang Kunyit Kering yang Diperdagangkan
di Pasar “X”beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 17 Februari 2010 Yang menyatakan Felisia Wulan Apsari
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi berjudul “Uji Cemaran Aflatoksin pada Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.) Basah yang Dikeringkan dan Rimpang Kunyit Kering yang Diperdagangkan di Pasar “X”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Dalam menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh Karena itu, pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Erna Tri Wulandari, M.Si., Apt. selaku Dosen Pembimbing dan Dosen Penguji yang telah memberi pengarahan dan dukungan selama proses penelitian dan penyusunan skripsi ini.
3. Yohanes Dwiatmaka, M.Si., Apt. selaku Dosen Penguji atas segala masukan, kritik, dan sarannya.
4. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Penguji atas segala masukan, kritik, dan sarannya.
5. Bapak, Ibu, dan adikku Lintang yang selalu menyayangi dan mendoakanku.
6. Seluruh staf laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma: Mas Wagiran, Mas Sigit, Mas Andri, Mas Bimo, Pak Parlan, Mas Kunto, dan Pak Timbul yang telah membantu selama penelitian.
7. Ignasius Eka Wibowo, teman seperjuangan dan partner skripsiku.
8. Octavianus Tri Harjanto, untuk semangat, dukungan, kebersamaan, dan persahabatan.
9. Teman-teman Penelitian Payung: Dwi, Joice, Melia, Thomas, Dimon, Wulan.
10. Angel, Pita, Chooey, Rudi, sahabat-sahabatku yang kusayangi.
11. Nug untuk bantuannya, dan Bayu untuk kebersamaannya.
12. Mba Eva, Mba Dewi, Mba Yanti, Sari, Sekar, Yesi, keluarga keduaku.
13. Teman-teman FST 2006.
14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun dari pembaca. Penulis juga berharap supaya skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang Farmakognosi Fitokimia.
Penulis
INTISARI
Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu rimpang yang banyak digunakan oleh masyarakat sebagai obat tradisional untuk membantu mengatasi penyakit ringan. Dalam kunyit terkandung senyawa aktif kurkuminoid yang berkhasiat dalam berbagai pengobatan.
Kualitas rimpang kunyit ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah cemaran aflatoksin. Aflatoksin adalah toksin yang dihasilkan oleh jamur
Aspergillus flavus dan dapat menyebabkan kanker. Batas aflatoksin yang
diperbolehkan dalam simplisia adalah 30 ppb.Rimpang kunyit basah dan rimpang kunyit kering yang akan digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Pasar “X” di Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian noneksperimental. Kandungan cemaran aflatoksin ditetapkan secara kualitatif dan kuantitatif, kemudian hasilnya dibandingkan dengan Persyaratan Obat Tradisional Nomor 661/MENKES/SK/VII/1994. Pengukuran kualitatif dilakukan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan didukung oleh pengukuran kuantitatif menggunakan metode KLT densitometri. Hasil penelitian dianalisis secara deskriptif komparatif, ditinjau dari nilai Rf dan Rx hasil perbandingan simplisia kunyit dan baku aflatoksin, serta ditinjau dari penetapan kadar secara KLT densitometri.
Berdasarkan analisis kualitatif yang dilakukan, tidak terdeteksi adanya aflatoksin pada rimpang kunyit yang diperdagangkan di pasar “X”. Oleh sebab itu, tidak dilakukan penetapan kadar aflatoksin menggunakan KLT densitometri.
Kata kunci: Kunyit, aflatoksin, Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
ABSTRACT
Turmeric (Curcuma domestica Val.) became one of the herbal that has been widely used as a traditional medicine to cure disease. Turmeric contains many kind of active pharmaceutical ingredients such as curcuminoid that has been used to treat many kind of diseases.
Quality of turmeric rhizome determined by some factors, including aflatoxin. Aflatoxin is a toxin that yielded by Aspergillus flavus and could led to cancer. A medicinal herbs should not contain aflatoxin more than 30 ppb.
Dried turmeric rhizome and dry turmeric rhizome of this study is obtained from “X” Market in Yogyakarta. This is a non experimental study. Aflatoxin undergo qualitative and quantitative determination, and then the result was compared with the Persyaratan Obat Tradisional Number 661/MENKES/SK/VII/1994. Thin Layer Chromatography (TLC) used for qualitative determination and supported by TLC-densitometry for quantitative determination. The result analysed descriptive-quantitatively, with comparation of Rf and Rx value between sample and the aflatoxin standard, and also with determination of aflatoxin by densitometry.
Base on the result of qualitative determination, none of the sample, that was obtained from the “X” market, contained aflatoxin.. Thus, quantitative determination of aflatoxin with desitometry is not necessary to be done.
Key words: Turmeric, aflatoxin, Thin Layer Chromatography (TLC)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN................................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA....................................................................... v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI………………………………………… vi
PRAKATA.................................................................................................................... vii
INTISARI..................................................................................................................... ix
.................................................................................................................... x ABSTRACTDAFTAR ISI................................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL......................................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................1
1 Latar Belakang......................................................................................................
A.
3 B. Rumusan Masalah.................................................................................................
3 C. Keaslian Penelitian................................................................................................
4 Manfaat Penelitian................................................................................................
D.
4 E. Tujuan Penelitian..................................................................................................
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA........................................................................
6
6 Kunyit ..................................................................................................................
A.
6 1. Keterangan botani dan deskripsi tanaman.......................................................
2. Klasifikasi ......................................................................................................
16 B. Variabel dan Definisi Operasional.......................................................................
18 2. Penyiapan rimpang kunyit basah ....................................................................
18 1. Pengambilan rimpang kunyit basah ................................................................
18 E.
Tata Cara Penelitian..............................................................................................
17 D. Alat-Alat................................................................................................................
16 C. Bahan.....................................................................................................................
16 2. Definisi operasional........................................................................................
16 c. Variabel pengacau terkendali.....................................................................
16 b. Variabel tergantung...................................................................................
16 a. Variabel bebas............................................................................................
16 1. Klasifikasi variabel..........................................................................................
16 A.
Jenis dan Rancangan Penelitian...........................................................................
6 3. Pemerian .........................................................................................................
14 BAB III METODE PENELITIAN..............................................................................
14 G. Data Emperis yang Diharapkan............................................................................
13 F. Landasan Teori.....................................................................................................
11 E.
Densitometri ........................................................................................................
9 D. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)..........................................................................
8 C. Aflatoksin ............................................................................................................
7 2. Metode pembuatan..........................................................................................
7 1. Definisi ...........................................................................................................
7 B. Simplisia ..............................................................................................................
7 4. Nama daerah....................................................................................................
18
18 3. Pengeringan rimpang kunyit basah .................................................................
19 4. Pengambilan rimpang kunyit kering ...............................................................
19 Identifikasi rimpang kunyit kering ..................................................................
5.
6. Pembuatan serbuk simplisia kunyit hasil pengeringan dan simplisia kunyit
19
jadi yang dibeli di Pasar “X” ..........................................................................
7. Penetapan kadar air serbuk rimpang kunyit basah yang dikeringkan dan
19
rimpang kunyit kering .....................................................................................
20 8. Pembuatan euen untuk KLT............................................................................
20 9. Pembuatan pelarut............................................................................................
20 Preparasi 10. sampel simplisia kunyit....................................................................
21 11. Preparasi kolom...............................................................................................
22 Identifikasi 12. aflatoksin.......................................................................................
22 13. Penetapan kadar aflatoksin..............................................................................
22 Analisis Hasil...........................................................................................................
F.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................
24
24 A. Pengolahan Simplisia Kunyit.................................................................................. Penetapan Kadar Air Serbuk Simplisia Kunyit.......................................................
28 B.
32 C. Preparasi Kolom......................................................................................................
32 D. Peparasi Sampel Simplisia Kunyit........................................................................... Identifikasi Aflatoksin.............................................................................................
33 E.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................................
41 A. Kesimpulan .............................................................................................................
41 B. Saran .......................................................................................................................
41 DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................
42 LAMPIRAN..................................................................................................................
45 BIOGRAFI PENULIS..................................................................................................
56
DAFTAR TABEL
Tabel I Tabel II Tabel III Tabel IVHasil identifikasi makroskopik rimpang kunyit kering ........................ Hasil identifikasi organoleptik rimpang kunyit kering ......................... Kadar air serbuk rimpang kunyit basah yang dikeringkan ................... Kadar air serbuk rimpang kunyit kering yang dibeli di Pasar “X”........................................................................................................
26
26
30
31
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Rimpang kunyit.............................................................................7 Gambar 2. Struktur aflatoksin............................................................................
10 Gambar 3. Kolom untuk uji aflatoksin..................................................................
19 Gambar 4. Hasil identifikasi mikroskopik rimpang kunyit kering .......................
27 Gambar 5. Penampang melintang rimpang kunyit menurut MMI .......................
27 Gambar 6. Alat destilasi toluene..........................................................................
29 Gambar 7. Kromatogram KLT serbuk rimpang kunyit basah yang dikeringkan, pada UV 254 nm ................................................................................
35 Gambar 8. Kromatogram KLT serbuk rimpang kunyit basah yang dikeringkan, pada UV 365 nm..............................................................................
36 Gambar 9. Kromatogram KLT serbuk rimpang kunyit kering yang dibeli di Pasar “X”, pada UV 254 nm.............................................................
37 Gambar 10. Kromatogram KLT serbuk rimpang kunyit kering yang dibeli di Pasar “X”, pada UV 365 nm.............................................................
38
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data penimbangan untuk preparasi sampel.........................................46 Lampiran 2. Contoh perhitungan kadar air..............................................................
47 Lampiran 3. Foto-foto lain.......................................................................................
48
48 Alat destilasi toluena...................................................................
A.
48 Kromatogram bercak sebelum elusi............................................
B.
50 Kromatogram bercak setelah elusi..............................................
C.
53 Chamber elusi.............................................................................
D.
54 Rimpang kunyit basah.................................................................
E.
54 Rimpang kunyit kering................................................................
F.
55 Serbuk rimpang kunyit basah yang dikeringkan.........................
G.
55 H. Serbuk rimpang kunyit kering.....................................................
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kunyit merupakan salah satu tanaman yang banyak dimanfaatkan
masyarakat sebagai obat tradisional, misalnya sebagai Jamu Kunyit Asam, antidiabetes, antidiare, antihepatitis, antihipertensi, serta analgetik (Anonim, 2008). Senyawa aktif yang terkandung dalam kunyit adalah kurkuminoid, yang terdiri dari kurkumin, demetoksikurkumin, dan bisdemetoksikurkumin (Anonim, 2005a). Kurkumin merupakan senyawa aktif dalam rimpang kunyit yang paling bermanfaat dalam pengobatan, yaitu sebagai kholagoga, antihepatotoksik, antispasmodik, antiinflamasi, antibakteri, dan kholeretik (Winarti, 2005).
Untuk dapat digunakan sebagai obat tradisional, kunyit harus memenuhi persyaratan simplisia yang baik, yaitu aman, bermanfaat, dan terstandarisasi. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pengujian untuk mengetahui keamanan serta kualitas simplisia rimpang kunyit. Salah satu uji yang dilakukan adalah uji cemaran aflatoksin.
Aflatoksin adalah senyawa racun yang dihasilkan oleh kapang
Aspergillus flavus . Aflatoksin terdiri dari aflatoksin B1, B2, G1, dan G2. Adapun
jenis aflatoksin yang paling bersifat karsinogenik adalah aflatoksin B1. Risiko yang ditimbulkan akibat paparan aflatoksin adalah kanker hati (Osweiler, 2005).
Batas kandungan cemaran aflatoksin yang diperbolehkan dalam simplisia adalah 30 ppb (Anonim, 1994).
Pada penelitian ini digunakan rimpang kunyit basah yang dikeringkan sendiri dan rimpang kunyit kering jadi yang diperdagangkan di Pasar “X”. Hal tersebut disebabkan karena kedua sampel tersebut belum tentu memiliki proses pembuatan yang sama. Adapun proses pembuatan simplisia dapat mempengaruhi kandungan aflatoksin, sehingga proses pembuatan yang berbeda pada rimpang kunyit basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X” dapat mempengaruhi cemaran aflatoksin pada kedua sampel tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jamur Aspergillus flavus serta cemaran aflatoksin meliputi kelembaban, suhu, dan kandungan air. Oleh karena itu, berbagai proses dalam pembuatan simplisia dan obat tradisional yang berasal dari rimpang kunyit dapat mempengaruhi kandungan aflatoksin yang terkandung di dalamnya. Proses pembuatan tersebut meliputi penyortiran, pencucian, pengeringan, serta penyimpanan rimpang kunyit.
Rimpang kunyit yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Pasar “X” yang ada di Yogyakarta, karena Pasar “X” merupakan salah satu pasar yang besar di Yogyakarta, obat-obatan tradisional yang diperdagangkan cukup lengkap, sehingga memiliki banyak konsumen. Simplisia yang dijual di Pasar “X” berasal dari beragam petani dan daerah yang berbeda-beda, serta disimpan dengan cara yang beragam oleh masing-masing penjual. Hal tersebut dapat mempengaruhi kontaminasi jamur, terutama jamur Aspergillus flavus, sehingga kandungan cemaran aflatoksin di dalam simplisia menjadi besar.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat disusun permasalahan sebagai berikut.
1. Adakah cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X”?
2. Berapakah kadar cemaran aflatoksin dalam rimpang kunyit basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X”?
3. Apakah rimpang kunyit basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X” memenuhi persyaratan obat tradisional yang baik menurut Persyaratan Obat Tradisional yang diputuskan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 661/MENKES/SK/VII/1994? C.
Keaslian Penelitian
Penelitian tentang kunyit dan aflatoksin pernah dilakukan di Fakultas Farmasi Universtas Sanata Dharma Yogyakarta, namun belum ada penelitian yang membahas tentang uji aflatoksin pada rimpang kunyit basah yang dikeringkan dan simplisia kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X”. Berdasarkan fakta- fakta penelitian sebelumnya tentang uji aflatoksin yang diperoleh penulis, maka dapat dipastikan pengujian kandungan cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit basah yang dikeringkan dan simplisia kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X” belum pernah dilakukan.
D.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut.1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai prosedur pembuatan simplisia yang baik supaya didapatkan kandungan cemaran aflatoksin yang minimal dalam rimpang kunyit basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering.
2. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui kualitas rimpang kunyit basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X”.
E.
Tujuan Penelitian
Bedasarkan latar belakang dan permasalahan yang ada, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui ada tidaknya cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X”.
2. Menetapkan kadar cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X”.
3. Mengetahui kesesuaian kadar cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X” dengan persyaratan obat tradisional yang baik menurut Persyaratan Obat
Tradisional yang diputuskan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 661/MENKES/SK/VII/1994.
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Kunyit 1. Keterangan botani dan deskripsi tanaman Kunyit (Curcuma domestica Val.) termasuk suku Zingiberaceae
(Anonim, 1977). Tanaman memiliki batang berwarna semu hijau atau agak keunguan, rimpang terbentuk dengan sempurna, bercabang-cabang, dan berwarna jingga. Jumlah daun 3 sampai 8 helai. Panjang tangkai daun dan pelepah daun mencapai 70 cm, berwarna hijau. Bunga terminal, gagang berambut, bersisik, memiliki panjang 16 cm sampai 40 cm. Kelopak bunga berambut, berdaun lanset, memiliki panjang 4 cm sampai 8 cm (Anonim, 1977).
2. Klasifikasi
Kingdom : Plantae Division : Spermatophyta Subdivision : Angiospermae Class : Monocotyledoneae Order : Zingiberales Family : Zingiberaceae Genus : Curcuma Species : Curcuma domestica Val. (Anonim, 2009a).
Gambar 1. Rimpang kunyit Sumber : grocer-e.blogspot.com/2009/12/manfaat-kunyit.html 3.
Pemerian
Bau khas aromatik, rasa agak pahit, agak pedas, lama-kelamaan menimbulkan rasa tebal (Anonim, 1977).
4. Nama daerah
Tanaman kunyit di Sumatera dikenal dengan Kakunye, di Kalimantan dikenal dengan Kunit, sedangkan di Pulau Jawa dikenal dengan nama Kunyit atau
Temu kuning (Anonim, 1977). Nama Inggris dari kunyit adalah turmeric.
B.
Simplisia
1. DefinisiSimplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat tradisional yang belum mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain merupakan bahan yang dikeringkan (Anonim, 2005b).
2. Metode pembuatan
Cara pembuatan simplisia meliputi penyortiran, pencucian, pengirisan, pengeringan, dan penyimpanan. Penyortiran dilakukan setelah bahan selesai dipanen, digunakan untuk memisahkan rimpang yang rusak dengan rimpang yang masih bagus, atau bahan asing lainnya yang tidak digunakan dalam pembuatan simplisia (Anonim, 2004). Bahan asing yang tidak diperlukan misalnya adalah tanah dan gulma. Tanah dan gulma harus dibersihkan dan dipisahkan (Widanengsih, 2008).
Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan mengurangi mikroba yang menempel pada rimpang kunyit (Anonim, 2004). Pencucian harus segera dilakukan setelah penyortiran, tanah tidak boleh dibiarkan terlalu lama menempel pada rimpang karena dapat mempengaruhi mutu bahan. Pencucian menggunakan air bersih. Pencucian dilakukan dengan cara merendam rimpang sambil disikat dengan menggunakan sikat yang halus. Perendaman tidak boleh terlalu lama karena zat tertentu dalam bahan dapat larut ke air sehingga mempengaruhi mutu bahan tersebut. Pada rimpang terdapat banyak lekukan, sehingga sikat boleh digunakan dalam pencucian rimpang sebagai alat untuk mempermudah pencucian (Widanengsih, 2008).
Pada tahap pengirisan, ukuran rajangan berpengaruh pada kualitas bahan simplisia. Pengeringan merupakan proses yang penting karena dapat menentukan kualitas simplisia (Anonim, 2004). Pengeringan bertujuan supaya diperoleh simplisia yang tidak mudah rusak sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Pengeringan menurunkan kadar air, sehingga reaksi enzimatik juga menurun, akibatnya penurunan mutu dan pengrusakan simplisia dapat dicegah. Suhu pengeringan bergantung pada simplisia dan cara pengeringan. Suhu pengeringan berkisar antara 30-90°C (Widanengsih, 2008).
Penyimpanan bahan menggunakan jala plastik, kertas, atau karung goni yang terbuat dari bahan yang tidak beracun atau bereaksi dengan bahan yang disimpan. Pada kemasan diberi label, dicantumkan nama bahan, bagian tanaman yang digunakan, kode produksi, nama atau alamat penghasil dan berat bersih.
Gudang penyimpanan harus bersih, ventilasi cukup dan baik, tidak bocor, suhu gudang maksimal 30°C, kelembaban udara serendah mungkin 65%, gudang bebas dari hewan, serangga, tikus, dan lain-lain (Widanengsih, 2008).
C.
Aflatoksin
Aflatoksin merupakan toksin yang dihasilkan oleh jamur Aspergillus
flavus , bersifat karsinogenik. Aflatoksin tahan terhadap panas, pencampuran, dan
beberapa bahan kimia.Aflatoksin dapat menimbulkan kelainan hati pada hewan dan manusia. Menurut Manik (2003), aflatoksin memiliki sifat khas, yaitu menunjukkan fluoresensi jika terkena sinar ultraviolet, sehingga sifat tersebut dapat digunakan untuk uji kualitatif maupun penetapan kadar secara kuantitatif.
Aflatoksin terdiri dari empat jenis, yaitu aflatoksin B1, B2, G1, G2, namun dari keempat jenis tesebut yang paling berbahaya dan toksik adalah aflatoksin B1 (Osweiler, 2005). Struktur aflatoksin B1, B2, G1, dan G2 dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Struktur aflatoksin Sumber : www.mycotoxinlab.cn/DownloadHtml.asp?ID=27
Aflatoksin bersifat sangat tidak larut dalam air, larut dalam aseton atau kloroform, dan titik leburnya antara 237-289°C. Kondisi penyimpanan hasil-hasil pertanian pangan yang mempercepat pertumbuhan kapang Aspergillus flavus adalah suhu sekitar 20-30 oC, kelembaban nisbi ruangan lebih dari 80%, kadar air bahan lebih besar dari 9% dengan Aw (water activity) minimal 0,78 dan optimal 0,98 (Muchtadi, 2005).
Bahaya aflatoksin adalah dapat menyebabkan kelainan hati yang berupa serosis hepatis, karsinoma hepatis primer, dan sindrom Reye (Manik, 2003).
Jika kelembaban dan suhu udara dapat mendukung aktivitas jamur, maka aflatoksin dapat diproduksi selama masa penyimpanan, khususnya pada kelembaban udara di atas 12% dan suhu yang lebih tinggi dari 21,111°C (Osweiler, 2005).
D.
Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatogafi lapis tipis merupakan metode pemisahan komponen– komponen atas dasar perbedaan adsorbsi atau partisi oleh fase diam di bawah gerakan pelarut pengembang atau pelarut pengembangan campur. Pemilihan pelarut pengembangan sangat dipengaruhi oleh macam dan polaritas zat–zat kimia yang dipisahkan. Fase diam yang umum dan banyak digunakan adalah silika gel yang dicampur dengan kalsium sulfat (gips) untuk menambah daya lekat partikel silika gel pada pendukung (pelat). Absorban lain yang banyak dipakai adalah alumina, serbuk selulose, kanji dan sephadex (Mulya dan Suharman, 1995).
Parameter pada kromatografi lapis tipis adalah faktor retensi (Rf), merupakan perbandingan jarak yang ditempuh solut dengan jarak yang ditempuh fase gerak.
Adapun rumusnya sebagai berikut: Rf =
Harga Rf umumnya lebih kecil dari 1, sedangkan bila dikalikan dengan 100 akan berharga 1-100, sehingga parameter ini dapat digunakan untuk perhitungan kualitatif dalam pengujian sampel dengan kromatografi lapis tipis (Sumarno,2001). hRf adalah angka Rf dikalikan faktor 100 (h), menghasilkan nilai berjangka 0 sampai 100 (Sjahid, 2008).
Cara kerja kromatografi lapis tipis adalah dengan menempatkan 2 sisi bejana kromatografi, 2 helai kertas saring, tinggi 18 cm, lebar sama dengan panjang bejana. Masukkan lebih kurang 100 ml pelarut ke dalam bejana kromatografi hingga tinggi pelarut 0,5 cm sampai 1 cm, tutup rapat, kertas saring harus basah seluruhnya. Totolkan larutan standar dan sampel menurut cara yang tertera pada masing-masing monografi dengan jarak kira-kira 1,5 sampai 2 cm dari tepi bawah lempeng, biarkan kering. Pelarut dalam bejana harus mencapai tepi bawah lapisan penjerap, tempat penetesan tidak boleh terendam. Tutup rapat, biarkan hingga pelarut merambat 10 cm sampai 15 cm di atas titik penotolan, keluarkan lempeng kemudian keringkan di udara. Amati bercak mula-mula dengan sinar ultraviolet gelombang pendek (254 nm) dan gelombang panjang (366 nm). Ukur dan catat jarak bercak dari titik penotolan dan tiap bercak yang tampak. Jika perlu, semprot bercak dengan pereaksi yang tertera pada monografi, amati dan bandingkan kromatogram sampel dengan kromatogram standar (Anonim, 1979).
E.
Densitometri
Densitometri merupakan teknik analisis kuantitatif kelanjutan dari kromatografi lapis tipis. Densitometri merupakan pengukuran sifat-sifat absorbsi atau fluoresensi suatu zat langsung pada kromatogram lapis tipis menggunakan alat dengan sumber cahaya tunggal atau ganda, baik berdasarkan cahaya yang ditransmisikan maupun cahaya yang direfleksikan oleh bercak pada lempeng. Cara ini banyak digunakan dalam analisis farmasi karena sensitif dan reprodusibel. Pengukuran absorbsi maupun refleksi, dilakukan pada panjang gelombang yang memberikan absorbsi atau fluoresensi maksimum untuk memperoleh sensitivitas yang lebih besar (Harmita, 2005).
Spektrodensitometri merupakan metode untuk mengukur absorbsi zat pada lapisan tipis. Pada dasarnya semua alat densitometer mempunyai desain yang sama, yaitu terdiri dari sumber cahaya, alat seleksi panjang gelombang, sistem kondensor dan fokus sistem optik, detektor fotosensitisasi, serta suatu mekanisme untuk menggerakkan lempeng ke bawah berkas cahaya terfokus guna men-scann lempeng tersebut (Harmita, 2005).
Sumber cahaya yang digunakan tergantung panjang gelombang pengukuran. Untuk mengukur pada panjang gelombang ultraviolet (200-400 nm) dapat digunakan lampu deutorium (D2), merkuri atau xenon. Untuk pengukuran pada daerah panjang gelombang cahaya tampak (400-700 nm) dapat digunakan lampu tungsten, walfram. Sebagai alat seleksi panjang gelombang dapat digunakan monokromator, filter atau keduanya. Penggunaan monokromator lebih menguntungkan dibandingkan filter karena monokromator memungkinkan perubahan panjang gelombang dengan mudah dan menghasilkan sebuah berkas cahaya yang lebih monokromatis. Monokromator terdiri dari entrance slit,
grating , cermin dan exit slit (Harmita, 2005).
F.
Landasan Teori
Rimpang kunyit dapat dibuat menjadi simplisia dengan beberapa tahap, yaitu pencucian, pengirisan, dan pengeringan. Masing-masing tahapan dapat mempengaruhi kualitas simplisia, khususnya kandungan cemaran aflatoksin. Adanya aflatoksin dapat dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara selama masa penyimpanan. Suhu dan kelembaban udara di lingkungan pasar mempengaruhi kandungan air dalam simplisia. Adanya kandungan air dalam simplisia dapat menyebabkan tumbuhnya jamur pada simplisia tersebut, tidak terkecuali jamur Aspergillus flavus, sehingga simplisia tersebut dapat mengandung aflatoksin. Lingkungan pasar juga memiliki suhu yang cukup hangat sehingga mendukung pertumbuhan jamur dan pembentukan aflatoksin.
Untuk mendeteksi adanya cemaran aflatoksin tersebut, dilakukan uji kualitatif menggunakan Kromatografi Lapis Tipis, dan selanjutnya cemaran aflatoksin tersebut ditetapkan kadarnya menggunakan metode spektrodensitometri in situ .
G.
Data Emperis yang Diharapkan
Berdasarkan landasan teori di atas, dapat disusun hipothesis sebagai berikut.
1. Rimpang kunyit basah dan simplisia kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X” mengandung cemaran aflatoksin.
2. Kadar cemaran aflatoksin rimpang kunyit basah dan simplisia kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X” tidak sesuai persyaratan obat tradisional yang baik menurut Persyaratan Obat Tradisional yang diputuskan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 661/MENKES/SK/VII/1994.
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian noneksperimental karena tidak
dilakukan manipulasi terhadap subjek uji. Rancangan penelitian ini bersifat deskriptif komparatif, sebab hanya mendeskripsikan keadaan yang ada, kemudian hasil yang ada dibandingkan dengan standar uji.
B.
Variabel dan Definisi Operasional
1. Klasifikasi variabel a.Variabel bebas. Rimpang kunyit basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X”.
b.
Variabel tergantung. Cemaran aflatoksin dan kadar aflatoksin dalam rimpang kunyit basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X”.
c.
Variabel pengacau terkendali. Suhu, penyimpanan rimpang kunyit basah dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X”, serta pengotor-pengotor yang berasal dari alat, bahan, dan pelarut.
2. Definisi operasional a.
Simplisia rimpang kunyit yang ditetapkan kadar aflatoksinnya adalah rimpang kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X” yang kemudian diserbuk, dan rimpang kunyit basah yang diperdagangkan di Pasar “X” yang kemudian dicuci, diiris, dikeringkan menggunakan oven sampai mudah dipatahkan dengan tangan, lalu diserbuk.
b.
Uji aflatoksin adalah uji kualitatif untuk mengetahui ada tidaknya aflatoksin B1, B2, G1, dan G2 dalam rimpang rimpang kunyit basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering.
c.
Sistem Kromatografi Lapis Tipis yang digunakan adalah kromatografi lapis tipis fase normal, dimana fase diamnya (silika gel) lebih polar dan fase geraknya (kloroform:ethanol:asam asetat) lebih nonpolar.
d.
Kadar aflatoksin adalah jumlah aflatoksin pada rimpang kunyit basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X”, ditetapkan dengan satuan ppb, yang diperoleh dengan metode densitometri.
C.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rimpang kunyit basah dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X” Yogyakarta.
Bahan yang memiliki kualitas p.a meliputi etanol p.a (Merck), toluena p.a (Merck), kloroform p.a (Merck), metanol p.a (Merck), baku aflatoksin (Sigma).
Baku kurkumin yang digunakan berasal dari sintesis. Bahan yang memiliki kualitas farmasetis meliputi aseton teknis, heksan, NaCl 0,1%, eter, aquadest,
glass wool , silica gel GF .
254
D.
Alat-Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas merek Pyrex, oven merek Memmert, alat penyerbuk, ayakan dengan nomor mesh 100, seperangkat alat destilasi toluena merek Pyrex, timbangan analitik merek
Precition Balance Model AB-204, Mettler Toledo , waterbath merek Memmert,
vortex , lempeng KLT, lampu UV 254 nm dan 365 nm, CAMAG TLC scanner
densitometric , pompa vakum, pipet tetes, cawan porselin, pinset, pipa kapiler,
chamber KLT, kertas saring, mikropipet.E.
Tata Cara Penelitian
1. Pengambilan rimpang kunyit basahRimpang kunyit basah diperoleh dari beberapa pedagang rimpang kunyit di Pasar “X”, selama bulan Agustus sampai September, sebanyak 10 kg. Rimpang kunyit basah diambil dari masing-masing satu pedagang dari 4 blok yang ada. Rimpang basah diambil secara acak, masing-masing sebanyak 2,5 kg.
2. Penyiapan rimpang kunyit basah
Rimpang kunyit basah dicuci dengan air mengalir, ditiriskan, kemudian diangin-anginkan selama beberapa menit. Rimpang kemudian dipotong-potong dengan tebal ± 3-4 mm.
3. Pengeringan rimpang kunyit basah
Sebanyak 10 kg rimpang kunyit yang telah dicuci dimasukkan ke dalam oven blower, kemudian suhu pengeringan diatur pada 50°C. Rimpang dioven sampai kering dan mudah dipatahkan dengan tangan.
4. Pengambilan rimpang kunyit kering
Simplisia kunyit diperoleh dari pedagang simplisia di Pasar “X”, selama bulan November. Rimpang kunyit kering diambil dari masing-masing satu pedagang dari 4 blok yang ada. Rimpang kunyit kering diambil secara acak, masing-masing sebanyak 0,5 kg.
5. Identifikasi rimpang kunyit kering
Rimpang kunyit kering yang dibeli di Pasar “X” diserbuk, kemudian diamati ciri-ciri makroskopik, mikroskopik, dan organoleptiknya, kemudian dibandingkan dengan standar MMI. Identifikasi makroskopik dilakukan dengan mengamati morfologi rimpang kunyit kering. Identifikasi mikroskopik dilakukan dengan membuat irisan melintang rimpang kunyit kering dan diamati dalam larutan kloralhidrat dengan menggunakan mikroskop. Identifikasi organoleptik dilakukan dengan mengamati warna, bau, dan rasa rimpang kunyit kering.
6. Pembuatan serbuk simplisia kunyit hasil pengeringan dan simplisia kunyit jadi yang dibeli di Pasar “X”
Simplisia rimpang kunyit basah yang sudah dikeringkan dan simplisia kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X” segera diserbuk menggunakan alat penyerbuk. Serbuk kemudian diayak menggunakan ayakan dengan nomor mesh 100.
7. Penetapan kadar air serbuk rimpang kunyit basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering
Serbuk simplisia kunyit basah yang sudah dikeringkan dan serbuk rimpang kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X” segera diukur kadar airnya menggunakan metode destilasi toluena. Sebanyak 20 g serbuk dimasukkan ke dalam labu alas bulat, kemudian ditambahkan 200 ml toluena. Labu alas bulat kemudian disambungkan dengan alat destilasi, dan dipanaskan. Alat kemudian dihidupkan dan kecepatan tetesan diatur sampai 4 tetes per detik. Pemanasan dihentikan apabila sampai ± 30 menit volume air yang tertampung pada tabung berskala tidak mengalami perubahan lagi. Selanjutnya kadar air diukur dalam % v/b.
8. Pembuatan eluen untuk KLT
Eluen yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan campuran kloroform-etanol-asam asetat (96:4:1 v ⁄ ). Eluen dibuat dalam volume v
100 ml. Eluen kemudian dituang ke dalam chamber dan dijenuhkan.
9. Pembuatan pelarut
Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah campuran metanol dan aquadest dengan perbandingan 80:20, dibuat sebanyak 250 ml. Sebanyak 200 ml metanol dimasukkan ke dalam labu takar dan diencerkan dengan aquadest sampai 250 ml.
10. Preparasi sampel simplisia kunyit