Produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae dalam kondisi optimum konsentrasi media 24 brix, suhu 28 C dan PH 4,5 - USD Repository
PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae
DALAM KONDISI OPTIMUM KONSENTRASI MEDIA 24 BRIX, SUHU
28 C DAN pH 4,5
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi Oleh :
Yuliana Prima Ratna Dewi NIM : 058114022
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae
DALAM KONDISI OPTIMUM KONSENTRASI MEDIA 24 BRIX, SUHU
28 C DAN pH 4,5
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi Oleh :
Yuliana Prima Ratna Dewi NIM : 058114022
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
Hanya pada Tuhanlah hatiku tenang, dan pada-
Nyalah segala harapanku. Hanya Dialah
pelindung dan penyelamatku, Dialah
penyokongku, aku takkan goyah.
(Mz. 62:6-7)
Kupersembahkan untuk :
Tuhan Yesus yang selalu menemani hari-hariku Ibu dan Bapakku tercinta, Uno
Almamaterku Semua orang yang membuat hidupku makin bermakna
KATA PENGANTAR
Sungguh, syukur kepada Allah yang tak terhingga penulis ungkapkan dari kedalaman hati dengan selesainya penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Produksi Etanol Oleh Saccharomyces cerevisiae Dalam Kondisi Optimum Konsentrasi Media 24 Brix, Suhu 28 C dan pH 4,5.” Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) pada Fakultas Farmasi Sanata Dharma.
Penelitian yang dilakukan ini merupakan bagian dari penelitian Payung yang dibiayai Hibah PHK A3 Dikti dengan judul “Mekanisme Produksi Etanol Oleh Saccharomyces cerevisiae Dalam Kondisi Optimum Konsentrasi Media 24 brix, Suhu 28 C dan pH 4,5.”
Penulis percaya tanpa penyertaan Allah yang terungkap melalui dukungan dan bantuan banyak pribadi secara langsung maupun tidak langsung. Secara khusus menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1. Yesus Kristus yang selalu menemani dan menguatkanku setiap hari.
Terima kasih atas berkat-Mu yang selalu cukup untukku.
2. Keluarga besar YB. Widiyanto, Ibu Th. Sri Haryati dan Uno yang dengan berbagai caranya mendukung penyelesaian skripsi ini. Khusus untuk ibu “Ibu, trimakasih atas pelukanmu tiap pagi yang membuat aku semangat.”
3. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
4. Ignatius Yulius Kristio Budiasmoro, M.Si selaku dosen pembimbing yang dalam padatnya tugas yang diterima senantiasa meluangkan waktu, pendampingan, saran dan kritik.
5. Maria Dwi Budi Jumpowati, S.Si atas berbagai saran, kritik dan masukan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini dan senantiasa bertanya “Piye Jeung skripsimu?”
6. Christine Patramurti, M.Si, Apt selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak pendampingan, dukungan, saran, dan kritik.
7. Dhe-yak dan mbak Sari atas doanya yang mendukung penyelesaian skripsi ini.
8. Visensius Dhoni Hermoko yang selalu memberikan kritik, saran, perhatian, dukungan, cinta, dan kehangatan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi dan terima kasih atas koreksinya.
9. Teman-teman laboran, Mas Sarwanto, Mas Sigit, Mas Wagiran, Pak Parlan, Mas Bimo “Atas” & Mas Bimo “Bawah” yang selalu membantu selama penelitian.
10. Teman-teman UKKA’05 yang “rame” canda tawanya cukup menghibur baik kita susah maupun senang. I love you all, guys. Sahabat untuk seterusnya.
11. Imel, Ermin, Angel, Yuna, Pipit, Reni terima kasih atas semua bantuan dan dukungan selama penelitian, mulai dari awal sampe akhir. Terima kasih juga atas serangkaian pengalaman yang kiranya berguna untuk membangun diri lebih baik lagi.
12. Arian terima kasih atas dukungan, kritik dan masukan yang berguna untuk penelitian ini.
13. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu per satu.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa penelitian dan penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Sumbangan saran, kritik, pemikiran dan informasi masih sangat penulis harapkan demi sempurnanya skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat demi perkembangan ilmu pengetahuan.
Yogyakarta, Februari 2009 Penulis
INTISARI
Sacharomyces cerevisiae merupakan yeast yang digunakan untukmemproduksi etanol dengan metode fermentasi dalam media molase. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan dan meningkatkan kadar etanol hasil fermentasi dalam kondisi optimum. Fermentasi etanol menggunakan kondisi optimum yaitu pH 4,5, suhu 28 C dan konsentrasi molase 24 brix. S.cerevisiae yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari PG-PS Madukismo Yogyakarta.
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental deskriptif. Etanol diisolasi dari fermentate menggunakan distilasi fraksional. Etanol dalam kolom fraksinasi mengalami penguapan dan pengembunan berkali-kali sehingga etanol dapat memisah dari air dan didapat kadar etanol yang tinggi. Distilat etanol ditetapkan kadarnya dengan metode kromatografi gas dan kadarnya dihitung menggunakan persamaan kurva baku. Kadar etanol hasil fermentasi S.cerevisiae dalam media optimum adalah 25,745±10,40%v/v. Kata kunci : Saccharomyces cerevisiae, etanol, fermentasi, distilasi fraksional, kromatografi gas.
ABSTRACT
Saccharomyces cerevisiae is utilized for ethanolic fermentation usingmolasses. The goal of this research was producing and increasing ethanol concentration as the result of fermentation in optimum condition. The optimum condition which was used in this research was pH 4,5, temperature of 28 C and 24 brix sugar concentration. Yeast which was used in this research was from PGPS Madukismo Yogyakarta.
This research was a non experimental observation with design description. The ethanol had to isolate used fractional distillation. In the inside of fractional column ethanol evaporate dan condensate many times so that ethanol had high concentration. The distilate determined by gas chromatography and the concentration was analyzed using standar curve equation. Under optimized conditions, S.cerevisiae produced 25,745±10,40%v/v ethanol.
Keywords : Saccharomyces cerevisiae, ethanol, fermentation, fractional distillation, gas chromatography.
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................ vi
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 46 BIOGRAFI ........................................................................................................ 70
DAFTAR TABEL
Tabel I. Komponen yang terkandung dalam molase ................................... 8 Tabel II. Seri larutan baku etanol................................................................. 27 Tabel II. Kurva baku etanol dengan standar internal n-butanol ................. 40 Tabel III. Hasil perhitungan akurasi dan presisi .......................................... 41 Tabel IV. Kadar etanol sampel..................................................................... 43
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Struktur etanol................................................................................ 7 Gambar 2 Saccharomyces cerevisiae .............................................................. 8 Gambar
3 Pemecahan disakarida menjadi monosakarida oleh enzim invertase ......................................................................................... 9 Gambar 4 Transpor translokasi gugus glukosa .............................................. 10 Gambar 5 Pembentukan etanol ..................................................................... 11 Gambar 6 Kolom Vigreux ........................................................................... 14 Gambar 7 Kromatografi gas ......................................................................... 15 Gambar 8 Fermentor ................................................................................... 25 Gambar 9 Kurva pertumbuhan S.cerevisiae dalam media 16 brix dan pH
4,8.................................................................................................. 31 Gambar 10 Penentuan waktu fermentasi......................................................... 31 Gambar 11 Ikatan hidrogen antara etanol dan air ........................................... 35 Gambar 12 Hasil pengambilan fraksi terhadap kadar etanol .......................... 36 Gambar 13 Kromatogram heksan, etanol dan butanol.................................... 38 Gambar 14 Interaksi etanol dengan polietilen glikol ...................................... 39 Gambar 15 Interaksi butanol dengan polietilen glikol..................................... 39 Gambar 16 Distilasi fraksional ........................................................................ 69
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel kadar etanol fermentasi 36 jam............................................ 47 Lampiran 2. Tabel kadar etanol fermentasi 48 jam........................................... 47 Lampiran 3. Tabel kadar etanol fermentasi 60 jam ........................................... 48 Lampiran 4. Tabel kadar etanol fermentasi 72 jam ........................................... 48 Lampiran 5. Kurva lama fermentasi.................................................................. 49 Lampiran 6. Kromatogram kurva baku replikasi I............................................ 49 Lampiran 7. Kromatogram kurva baku replikasi II ......................................... 52 Lampiran 8. Kromatogram kurva baku replikasi III .......................................... 54 Lampiran 9. Kurva baku .................................................................................... 57 Lampiran 10. Kromatogram recovery 0,2%v/v ................................................. 58 Lampiran 11. Kromatogram recovery 2,6%v/v ................................................. 59 Lampiran 12. Kromatogram recovery 5%v/v .................................................... 61 Lampiran 13. Tabel presisi dan recovery........................................................... 62 Lampiran 14. Kromatogram penetapan kadar etanol......................................... 63 Lampiran 15. Tabel penetapan kadar etanol ...................................................... 66
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Etanol merupakan salah satu bahan yang banyak digunakan dalam
industri minuman, farmasi maupun kosmetik. Di industri biasanya etanol dibuat dengan cara fermentasi menggunakan yeast.
Salah satu industri yang memproduksi etanol dengan jalan fermentasi adalah PG-PS Madukismo Yogyakarta. Proses pengolahan etanol menggunakan bahan baku molase yang merupakan hasil samping dari PG-PS Madukismo dan
yeast Saccharomyces cerevisiae. Produksi PG-PS Madukismo menghasilkan 70%
etanol murni kadar etanol 95% dan 30% etanol teknis dengan kadar etanol kurang dari 95%. Salah satu program dari PG-PS Madukismo adalah peningkatan kadar etanol teknis menjadi etanol dengan kadar 95% sehingga dapat masuk ke industri farmasi, kosmetik, dan lain-lain (Anonim, 1984).
Berdasarkan penelitian Nugraheni, Prawidhana, dan Setyaningsih (2008), mengenai fermentasi etanol oleh S.cerevisae dalam media molase diperoleh kondisi optimum untuk fermentasi yaitu konsentrasi molase 24 brix, suhu 28 C dan pH 4,5. Kondisi optimum merupakan kondisi fermentasi yang menghasilkan kadar etanol optimum.
Menurut Alico (1982), konsentrasi etanol dalam media setelah fermentasi berkisar 8-12%v/v dan selanjutnya dimurnikan dengan proses distilasi. Pemisahan etanol dengan dilakukan dengan distilasi bertingkat untuk peningkatan kadar etanol.
Etanol ditetapkan kadarnya dengan metode kromatografi gas cair karena merupakan senyawa organik yang mudah menguap. Prinsip penetapan kadar dengan kromatografi gas adalah senyawa yang teruapkan dalam gerbang suntik dibawa oleh fase gerak melewati kolom untuk dipisahkan berdasarkan interaksi antara senyawa dengan fase diam kemudian senyawa yang sudah terpisah dibawa menuju detektor. Sinyal elektronik yang dihasilkan detektor dicatat dalam data
collection . Kadar suatu senyawa yang diukur dapat diketahui dengan menghitung
tinggi atau luas kromatogram (Dean, 1995).Keterangan di atas melatarbelakangi dilakukannya penelitian mengenai produksi etanol oleh S. cerevisiae. Untuk memperoleh etanol dengan kualitas optimum maka fermentasi etanol pada penelitian ini menggunakan kondisi optimum yaitu konsentrasi molase 24 brix, suhu 28 C dan pH 4,5.
Permasalahan Penelitian 1.
Permasalahan penelitian ini adalah :
1. Apakah distilasi fraksional menggunakan kolom Vigreux dapat meningkatkan kadar etanol hasil fermentasi dalam kondisi optimum ?
2. Berapakah kadar etanol hasil fermentasi S. cerevisiae dalam kondisi optimum?
2. Keaslian Penelitian
Sejauh penelusuran yang dilakukan oleh penulis, penelitian mengenai produksi etanol hasil fermentasi oleh Sacharomyces cerevisiae dalam kondisi optimum belum pernah dilakukan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah :
1. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai produksi etanol oleh S. cerevisiae dalam kondisi optimum.
2. Manfaat metodologis Mengetahui peningkatan kadar etanol menggunakan distilasi fraksional dengan kolom Vigreux dan kondisi kromatografi gas yang dapat memenuhi persyaratan validasi untuk penetapan kadar etanol hasil fermentasi S. cerevisiae dalam kondisi optimum berdasarkan parameter akurasi, presisi dan linearitasnya.
3. Manfaat praktis Hasil penelitian ini diharapkan menambah informasi tentang peningkatan kualitas produksi etanol.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui peningkatan kadar etanol dengan distilasi fraksional menggunakan kolom Vigreux.
2. Mengetahui kadar etanol hasil fermentasi S. cerevisiae dalam kondisi optimum.
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Etanol Nama lain dari etanol adalah alkohol; absolute etanol; dehydrated etanol;
ethyl hidrat; ethyl hidrokside. Rumus kimia C
2 H
6 O; berat jenis 46,07; titik didih
78,5
C. Pemerian: jernih, mudah menguap, bau khas, rasa panas; dapat terbakar dan memberikan nyala biru tak berasap. Mengabsorpsi air dengan cepat dari udara (Anonim, 2001). Etanol dapat bercampur dalam segala perbandingan dengan air, eter, gliserin, aseton, dan kloroform. Penyimpanannya dalam wadah tertutup rapat terlindung dari cahaya dan dijauhkan dari api (Ansel, 1989).
Gambar 1. Struktur etanol
Etanol digunakan sebagian besar untuk minuman beretanol, pelarut di laboratorium dan industri, produk-produk farmesetik (lotion, tonik, cologne), pembersih luka, sintesis organik dan pembuatan perfume (Anonim, 2001).
Fermentasi Etanol B.
Menurut Madigan, Martinko, and Parker (1999) fermentasi adalah reaksi keseimbangan oksidasi-reduksi di mana sumber energi tereduksi dan yang lain teroksidasi, dan energi dihasilkan dengan fosforilasi tingkat substrat. Fermentasi etanol adalah pemecahan karbohidrat oleh yeast secara anaerobik menjadi etanol dan karbon dioksida (CO
2 ) (Fardiaz, 1992).
Menurut Prescott and Dunn (1999) mikrobia yang diharapkan aktif dalam fermentasi mengubah sukrosa menjadi etanol dan karbon dioksida adalah yeast strain Saccharomyces cerevisiae. Yeast ini berasal dari famili
Saccharomycetaceae , subfamili Saccharomycoideae, genus Saccharomyces dan termasuk dalam spesies Saccharomyces cerevisiae.
1
2
3 Gambar 2. Saccharomyces cerevisiae Keterangan : (1) sel induk;(2)spora;(3)budding a (Anonim, 2007 )
Yeast mempunyai sifat selektivitas tinggi untuk membentuk etanol dan sangat tahan terhadap perubahan kondisi pertumbuhan atau gangguan kontaminan.
S. cerevisiae berbentuk bulat, oval, atau memanjang, dan berbentuk
pseudomiselium. Reproduksi S.cerevisiae berlangsung secara aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual dengan cara bertunas menghasilkan askospora berbentuk bulat atau oval, sedangkan reproduksi seksual dengan konjugasi heterogami menghasilkan sel vegetatif diploid (Fardiaz, 1992).
S. cerevisiae bersifat fermentatif kuat, 70% dari glukosa di dalam substrat akan diubah menjadi karbondioksida dan etanol, sedangkan sisanya sebanyak 30% tanpa adanya nitrogen akan diubah menjadi produk penyimpanan cadangan. Produk penyimpanan tersebut akan digunakan kembali melalui fermentasi jika glukosa di dalam medium sudah habis (Fardiaz, 1992).
Media yang umum digunakan untuk produksi etanol secara fermentasi adalah molase (tetes). Molase merupakan hasil samping dari industri gula yang berupa cairan kental seperti sirup, berwarna coklat gelap atau coklat kemerahan, bersifat asam, dan mempunyai pH 5,5-0,5 yang disebabkan olah adanya asam- asam organik bebas (Harahap, 2003).
Salah satu mutu molase dikenal dengan istilah brix yang merupakan indikator gravitasi spesifik dan rata-rata jumlah total padatan yang terkandung di dalam molase. Molase mengandung sukrosa, senyawa N, vitamin dan senyawa non gula (Toharisman dan Santosa, 1999). Komponen molase gula tebu adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Komponen yang terkandung dalam molase (Toharisman dan Santosa, 1999) No Kandungan Kisaran (%) Rata-rata (%)
1 Air 17-25 20
2 Senyawa organik 0,10 Sukrosa 30-40
35 Glukosa 4-9
7 Fruktosa 5-12
9 Gula reduksi lain 1-5
3 Protein kasar 2,5-4,5
4 Asam amino 0,3-0,5 0,4
3 Senyawa anorganik K O 4,80
2 CuO
1,20 MgO
0,98 Na
2 O 0,10
Fe O 0,12
2
3 SO 1,90
3 Cl
1,80 P
2 O 5 0,60
SIO
2 tak larut
0,60
4 Wax, phospolipid, dan sterol 0,40
5 Vitamin (µ/g) Biotin (H)
2 Cholin (B
4 ) 8,80
Asam folat (B komplek) 0,35 Niacin (B komplek)
23 Riboflavin (B )
40
2 Asam pantothenat (B komplek) 2,50
Pyridoxine (B
6 )
4 Thiamine (B
1 ) 0,80
Molase yang akan digunakan untuk media fermentasi harus diencerkan dan ditambah nutrisi lebih dulu karena masih kental dan kadar gulanya terlalu tinggi serta nutrisi yang dibutuhkan yeast belum mencukupi untuk kegiatannya melakukan fermentasi (Harahap, 2003). Menurut Jones et al (1981) kadar glukosa yang terlalu tinggi justru akan menghambat fermentasi karena yeast mengalami stress osmotik.
Molase mengandung campuran monosakarida (glukosa dan fruktosa) dan disakarida (sukrosa) yang berfungsi sebagai substrat untuk fementasi. Untuk dapat terjadi fermentasi gula harus masuk ke dalam sel S.cerevisiae.
Disakarida tidak dapat penetrasi ke dalam membran karena molekulnya yang besar. Tetapi yeast memiliki enzim invertase yang dapat menghidrolisis disakarida menjadi monosakarida sehingga dapat berpenetrasi ke dalam membran (Byod, 1984).
Gambar 3. Pemecahan disakarida menjadi monosakarida oleh enzim
invertase
b
(Anonim, 2007 )
Menurut Nicklin, Graeme-Cook, Paget, dan Killington (1999), glukosa masuk ke dalam sel S.cerevisiae melalui mekanisme transpor translokasi gugus.
Translokasi gugus adalah proses transpor di mana molekul yang diangkut ke dalam sel akan mengalami perubahan secara kimia. Perubahan ini melibatkan proses fosforilasi dengan bantuan phosphoenolpyruvate (PEP): glucose
phosphotransferase system. Transpor translokasi gugus gula disajikan sebagai
berikut:
Gambar 4 . Transpor translokasi gugus glukosa
(Kaiser, 1998)
Mekanisme translokasi gugus glukosa adalah ketika glukosa melewati membran, fosfat dari PEP segera ditransfer ke glukosa agar menjadi difosforilasi glukosa fosfat. Gula fosfat akan mengion dan tidak dapat keluar lewat membran sel sehingga akan tertimbun di dalam sel. Glukosa fosfat yang masuk segera langsung difosforilasi, akibatnya konsentrasi glukosa tanpa fosfat di dalam sel akan menjadi sangat rendah dan glukosa akan terus menerus masuk ke dalam sel.
Jalur biokimia untuk fermentasi glukosa adalah glikolisis (Madigan, dkk, 1999). Menurut Campbell, Reece dan Mitchell (1999), kata glikolisis berarti “menguraikan gula.” Glukosa, gula berkarbon enam diuraikan menjadi dua molekul gula berkarbon tiga kemudian dioksidasi, dan atom sisanya disusun ulang membentuk dua molekul piruvat. Proses glikolisis hingga terbentuknya etanol terjadi di dalam sitoplasma. S.cerevisiae tidak akan mati meskipun etanol dihasilkan di dalam sel karena S.cerevisiae memiliki toleransi tinggi terhadap etanol.
Proses glikolisis disajikan dalam gambar di bawah ini:
Gambar 5 . Pembentukan etanol
a
(Anonim, 2005 )
Akhir dari proses glikolisis per satu molekul glukosa dihasilkan dua molekul piruvat, dua molekul ATP dan dua molekul NADH. Piruvat sebagai produk akhir glikolisis melepaskan CO
2 dan berubah menjadi asetaldehid. Asetaldehid
- kemudian direduksi oleh NADH menjadi etanol. Ini meregenerasi pasokan NAD yang dibutuhkan untuk glikolisis.
Nutrisi diperlukan yeast untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan. Misalnya sumber karbon terdapat pada karbohidrat; unsur nitrogen diperoleh dengan penambahan pupuk urea, ZA, pepton, dll; unsure fosfat diperoleh dengan penambahan pupuk yang mengandung fosfat yaitu NPK, TSP, dan lain-lain; mineral dan vitamin (Harahap, 2003).
Untuk fermentasi yeast memerlukan media suasana asam, yaitu antara pH 4,8– 5,0. Pengaturan pH dilakukan dengan penambahan asam sulfat jika substratnya alkalis atau natrium bikarbonat jika substratnya asam (Harahap, 2003). Pengaturan suhu bertujuan untuk menjaga kehidupan yeast, jika terlalu asam atau basa akan mempengaruhi pertumbuhan dan kerja enzim dalam yeast yang mengubah glukosa menjadi etanol.
Menurut Gaur (2006) temperatur optimum untuk fermentasi tergantung dari komposisi media dan jenis strain yang digunakan. Pada waktu fermentasi timbul panas karena yeast melakukan metabolisme. Untuk mencegah agar suhu fermentasi tidak naik, perlu pendinginan supaya suhu dapat tetap dipertahankan pada suhu optimum.
C. Distilasi Fraksional
Menurut Harahap (2003) untuk larutan yang terdiri dari komponen- komponen yang berbeda nyata suhu didihnya, distilasi merupakan cara yang paling mudah dioperasikan dan juga merupakan cara pemisahan yang secara thermal adalah efisien.
Distilasi adalah salah satu metode pemisahan yang bertujuan memisahkan larutan yang volatile dari campuran yang non-volatile atau, pemisahan dua atau lebih larutan berdasarkan perbedaan titik didihnya (Vogel, 1956). Distilasi fraksional adalah distilasi yang memisahkan campuran yang titik didihnya saling berdekatan, dimana larutan diuapkan dan diembunkan berkali-kali (Oxtoby, Gillis and Nachtrieb, 2001).
Distilasi fraksional sederhana menggunakan kolom Vigreux yang memiliki efisiensi cukup daripada kolom distilasi biasa dan kolom ini paling banyak digunakan. Kolom Vigreux terdiri dari glass tube dengan lekukan-lekukan yang mengarah ke dalam kolom sehingga ujung pasangan lekukan hampir bersentuhan satu sama lain. Lekukan-lekukan memiliki kemiringan dengan sudut 45 dan disusun sedemikian rupa hingga membentuk spiral gelas di dalam kolom.
Hal ini menyebabkan uap tidak dapat langsung melintasi kolom begitu saja tanpa melewati setidaknya satu lekukan (Vogel, 1956).
1
2 Gambar 6. Kolom fraksinasi vigreux b
(Anonim, 2005 )
Keterangan : (1) lekukan glass tube yang mengarah ke dalam kolom; (2) arah
uap menaiki kolom
Mekanisme distilasi dalam kolom fraksinasi adalah uap yang naik dalam kolom bertemu dengan uap yang terkondensasi atau cairan yang mengalir ke bawah, karena uap yang naik didinginkan oleh kontak dengan cairan, beberapa fraksi di bawah yang mendidih akan terkondensasi. Oleh karena itu apabila uap menaiki kolom fraksinasi, uap itu menjadi bertambah kaya akan komponen etanol yang lebih mudah menguap, dan cairan yang kembali ke labu alas bulat menjadi lebih kaya akan komponen air yang sukar menguap (Martin, 1995).
Dengan distilasi fraksional kadar etanol yang diperoleh bisa lebih tinggi karena etanol dipisahkan dari air dengan penguapan dan pengembunan berkali- kali sepanjang kolom fraksinasi.
D. Kromatografi Gas
Kromatografi gas merupakan salah satu metode analisis yang paling berguna dan banyak dijumpai di laboratorium. Kromatografi gas digunakan secara luas untuk penetapan senyawa organik yaitu untuk memisahkan senyawa organic yang mudah menguap. Banyak senyawa-senyawa yang dapat ditetapkan dengan kromatografi gas tetapi ada batasannya. Senyawa-senyawa tersebut harus mudah menguap dan stabil pada temperature pengujian yaitu 50 sampai 300
C.
Gambar 7. Kromatografi gas
(Anonim, 1999)
Komponen-komponen dasar dari kromatografi gas sebagai berikut :
1. Gas Pembawa Gas pembawa yang digunakan harus inert dengan kemurnian yang tinggi.
Tujuan utamanya adalah membawa uap analit melewati sistem kromatografi gas tanpa berinteraksi dengan komponen sampel.
Gas pembawa yang digunakan harus bebas dari oksigen dan uap air. Gas pembawa yang bebas oksigen dan uap air merupakan syarat penting dalam kromatografi gas baik untuk kolom terpaking dan kapiler. Oksigen dan uap air dapat menyebabkan oksidasi fase cair penyalut kolom sehingga menyebabkan pendeknya umur kolom, hilangnya retensi kolom, dan berkurangnya
Tekanan aliran gas pembawa bervariasi disesuaikan dengan kondisi kebutuhan analisis. Aliran gas pembawa harus tetap selama operasi dan laju aliran gas sebelum masuk ke dalam kolom bersama uap sampel diatur oleh sebuah pengatur tekanan yang dilengkapi meter penunjuk tekanan (Mulja dan Suharman, 1995).
2. Sistem Injeksi
Fungsi dari tempat injeksi adalah sebagai jalan masuk bagi syringe dan sampel ke dalam aliran gas pembawa dan menyediakan panas yang cukup untuk menguapkan sampel (Dean, 1995). Pada tempat injeksi yang terpenting adalah program temperaturnya. Temperatur gerbang suntik umumnya 50 C di atas titik didih komponen yang dianalisis (Skoog et al, 1990).
Senyawa yang masuk ke dalam gerbang suntik merupakan senyawa yang mudah diuapkan agar efisiensi kolom baik; injeksi yang lambat atau ukuran sampel yang terlalu besar menyebabkan resolusi yang rendah (Skoog et al, 1990). Volume larutan sampel yang diinjesikan berbeda untuk tiap kolom. Untuk kolom kapiler volumenya 0,01 µ dan kolom terpaking volumenya 1 sampai 20 l
µ (Mulja dan Suharman, 1995). l
3. Kolom
Kolom sangat penting dalam kromatografi gas karena proses pemisahan komponen-komponen sampel terjadi di dalam kolom (Mulja dan Suharman, 1995). Kolom dapat terbuat dari logam (stainless steel, tembaga atau alumunium), glass, atau silika (Dean, 1995).
Dua jenis kolom yang digunakan pada kromatografi gas adalah kolom kemas dan kolom kapiler. Kolom kemas adalah kolom yang bagian dalamnya diisi senyawa non-volatile dengan berbagai jenis polaritas atau partikel kecil yang berfungsi sebagai fase diam. Sedangkan kolom kapiler adalah kolom yang fase diamnya tersalut tipis di permukaan bagian dalam kolom (Christian, 2004).
Kolom mengandung fase diam yang berupa (1) adsorben (KGP) atau (2) cairan yang didistribusikan di seluruh permukaan partikel-partikel kecil atau interior tabung (Dean, 1995). Fase diam dalam kolom dipilih berdasarkan polaritasnya dengan prinsip like dissolve like. Fase diam yang polar akan lebih berinteraksi dengan senyawa polar dan fase diam yang non polar akan lebih berinteraksi dengan senyawa yang non polar (Christian, 2004).
Kolom kapiler terbuat dari fused silica yang mengandung fase cair tipis yang tersalut di bagian dalam kolom sehingga disebut wall-coated open-tubular (WCOT). Diameter bagian dalamnya adalah 0,25 sampai 0,32 mm. Permukaan bagian dalam kolom dilapisi dengan fase diam polimer dengan ketebalan 1 sampai 2 µ . Lapisan ini menempel pada permukaan dan cross-linked sehingga tidak m bisa diganggu oleh pengulangan injeksi pelarut polar atau pemanasan terus menerus (Dean, 1995).
Keuntungan kolom kapiler adalah : a. Resolusi tinggi dengan puncak sempit.
b. Waktu analisis singkat.
c. Sensitivitas tinggi dengan detektor yang modern.
Kekurangan kolom kapiler adalah mudah kelebihan muatan oleh komponen sampel yang terlalu banyak (Christian, 2004).
4. Detektor
Detektor pada kromatograf adalah suatu sensor elektronik yang berfungsi mengubah sinyal gas pembawa dan komponen-komponen di dalamnya menjadi sinyal elektronik. Sinyal elektronik detektor kromatograf akan sangat berguna untuk analisis kualitatif dan kuantitatif terhadap komponen-komponen yang terpisah di antara fase diam dan fase gerak. (Mulja dan Suharman, 1995).
Flame Ionization Detector (FID) adalah detector yang paling popular
karena sensitivitasnya yang tinggi. Detektor ini mempunyai rentang sensitivitas 10-100 pg. Detektor ini tidak sensitif untuk kebanyakan senyawa anorganik termasuk air (Christian, 2004).
Prinsip kerja FID adalah perbedaan hambatan listrik pada elektrode yang disebabkan keberadaan ion atau elektron yang berasal dari sampel di dalam nyala plasma. Ion atau elektron yang terbentuk di dalam nyala plasma akan bersifat menurunkan hambatan listrik sehingga terjadi aliran arus listrik pada sirkuit mantel FID. Program temperatur FID diharuskan di atas 100 C untuk mencegah kondensasi uap air yang mengakibatkan FID berkarat atau menurun sensitivitasnya (Mulja dan Suharman, 1995).
Analisis kuantitatif 5.
Analisis kuantitatif secara kromatografi gas menggunakan metode standar internal. Presisi tertinggi untuk analisis kuantitatif menggunakan kromatografi gas diperoleh dengan menggunakan metode standar internal karena ketidakpastian yang disebabkan injeksi sampel, kecepatan aliran gas, dan variasi keadaan kolom dapat diminimalisasi. Dalam prosedur ini, standar internal yang telah diukur dengan seksama dimasukkan ke dalam setiap larutan baku dan sampel, dan rasio luas puncak analit terhadap luas puncak standar internal adalah parameter analisisnya. Puncak standar internal dan puncak komponen-komponen lain dalam sampel harus terpisah dengan baik dan dekat dengan analit sebagai syarat keberhasilan metode ini. Dilaporkan presisi relatif 0,5-1 % bisa diperoleh dengan penggunaan standar internal yang cocok (Skoog et al, 1994).
Landasan Teori
E.Etanol yang dihasilkan selama fermentasi oleh S. cerevisiae selalu berada dalam campuran, maka perlu dipisahkan dalam proses pemurnian. Isolasi etanol dari fermentate dilakukan dengan distilasi fraksional. Prinsip distilasi adalah memisahkan campuran senyawa berdasarkan titik didihnya di mana komponen- komponennya secara bertingkat diuapkan dan diembunkan. Isolasi ini dilakukan agar yang terukur saat penetapan kadar sampel hanya etanol saja sehingga hasilnya lebih akurat.
Kolom fraksional Vigreux yang digunakan untuk distilasi fraksional memiliki jumlah theoretical plate lebih banyak daripada kolom distilasi biasa.
Menurut Pecsok (1968) theoritical plate menunjukkan kemampuan kolom untuk memberikan pemisahan yang efektif karena etanol mengalami penguapan dan pengembunan berkali-kali sehingga dapat meningkatkan kadar etanol.
Penetapan kadar dengan metode kromatografi gas dapat dilakukan karena etanol merupakan senyawa yang mudah menguap. Larutan etanol yang diinjeksikan ke dalam gerbang suntik langsung menguap dan masuk ke dalam kolom bersama gas pembawa yang inert. Di dalam kolom terjadi pemisahan komponen-komponen gas berdasarkan interaksi senyawa dengan fase diam. Menurut Christian (2004), fase diam yang bersifat polar akan lebih berinteraksi dengan senyawa yang bersifat polar dan fase diam yang bersifat non polar akan lebih berinteraksi dengan senyawa yang bersifat non polar. Etanol yang bersifat polar akan teretensi di dalam fase diam yang bersifat polar untuk menghasilkan resolusi. Komponen-komponen gas yang telah terpisah dan keluar dari kolom masuk ke detektor dan sinyal yang terdeteksi dicatat pada data collection. Kadar etanol dapat diketahui dengan menghitung luas puncak kromatogram etanol yang tercatat pada data collection.
Hipotesis
F.Kadar etanol yang tinggi dapat diperoleh melalui distilasi fraksional menggunakan kolom Vigreux.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian penelitian non eksperimental
deskriptif, dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Laboratorium Kimia Instrumen dan Laboratorium Analisa Pusat Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Definisi Operasional B.
a. Molase adalah media pertumbuhan dan fermentasi untuk S. cerevisiae yang diperoleh dari PGPS Madukismo Yogyakarta.
b. Brix adalah jumlah padatan yang larut (gram) dalam setiap 100 gram larutan.
c. Produksi etanol adalah rangkaian proses pengkondisian pertumbuhan dan fermentasi S. cerevisiae dalam kondisi optimum dan isolasi etanol sehingga diperoleh etanol dengan kualitas yang optimum.
d. Kondisi optimum adalah kondisi untuk fermentasi dengan suhu optimum 28
C, pH optimum 4,5 dan konsentrasi molase optimum 24 brix.
Bahan Penelitian C.
Kultur Saccharomyces cerevisiae strain D1 dan molase dari PS.Madukismo, gas hidrogen HP 99,995% (CV.Perkasa), gas oksigen HP 99,995% (CV.Perkasa), gas nitrogen UHP 99,9995% (CV.Perkasa), etanol p.a
(Merck, Germany), n-butannol p.a (Merck, Germany), hexane p.a (Merck, Germany), aquadest (Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma).
D. Alat Penelitian
Labu alas bulat 250 ml (merk Schott Duran Germany), kolom fraksinasi Vigreux panjang 40 cm (merk QUICKFIT England), pendingin Liebig, penyaring Buchner, vakum, seperangkat alat Kromatografi Gas (HP 5890) dengan Flame
Ionization Detector , kolom kapiler CP wax 25 CB (25 m, i.d. 0,32 mm), data
collection , dan alat-alat gelas yang lazim digunakan untuk penelitian di
laboratorium mikrobiologi dan laboratorium kimia analisis.
Tata Cara Penelitian E.
1. Pengumpulan Molase
Molase yang digunakan sebagai media fermentasi diperoleh dari PGPS. Madukismo Yogyakarta. Molase dengan satu kali pengambilan diperoleh kadar 85,23 brix. Sebelum digunakan molase diencerkan terlebih dulu sesuai dengan kadar yang telah ditentukan.
2. Penyiapan stok kultur S. cerevisiae S. cerevisiae dari PGPS. Madukismo Yogyakarta diisolasi dan
ditumbuhkan dalam media padat molase dengan teknik streak hingga terbentuk koloni. Ini sebagai stok kultur S.cerevisiae.
3. Produksi Etanol Dengan Fermentasi Pembuatan Media Molase a.
1) Molase 14 brix. 41 ml molase dimasukkan dalam beker gelas 250 ml kemudian ditambahkan aquadest hingga 250 ml. Larutan molase disaring menggunakan kapas, ditempatkan dalam erlenmeyer 250 ml. Kemudian disterilisasi dengan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121 C. Ke dalam beker ditambahkan 0,11 g urea dan 0,028 g NPK untuk nutrisi pertumbuhan.
2) Molase 18 brix. 53 ml molase dimasukkan dalam beker gelas 250 ml kemudian ditambahkan aquadest hingga 250 ml. Larutan molase disaring menggunakan kapas, ditempatkan dalam erlenmeyer 250 ml kemudian disterilisasi dengan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121
C. Ke dalam beker ditambahkan 0,11 mg urea dan 0,028 g NPK untuk nutrisi pertumbuhan.
3) Molase untuk tahap fermentasi. 164,3 ml molase dengan konsentrasi 24 brix dimasukkan ditambahkan aquadest hingga 500 ml.
Larutan molase disaring menggunakan kapas, ditempatkan dalam erlenmeyer 1000 ml. Kemudian disterilisasi dengan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121
C. Ke dalam beker ditambahkan 0,22 g urea untuk nutrisi pertumbuhan.
b. Tahap Pembibitan
15 ml molase 14 brix dan 15 ml molase 18 brix dicampurkan dalam erlenmeyer 100 ml. pH diatur pada nilai 4,8 dengan menambahkan H
2 SO 4 tetes demi tetes. 3 ose S. cerevisiae diinokulasikan pada campuran
molase di microbiology safety cabinet (MSC) kemudian diinkubasikan di
shaker inkubator pada suhu 30 C, kecepatan 150 rpm selama 49,5 jam.
Replikasi sebanyak 6 kali.
Fermentasi S. cerevisiae dalam Media Optimum c.
1) Penentuan waktu fermentasi. Hasil dari tahap pembibitan ditambahkan 60 ml molase untuk tahap fermentasi. pH diatur pada nilai 4,5 dengan menambahkan H SO tetes demi tetes. Larutan dipindahkan ke
2
4
dalam labu alas bulat kemudian dirangkai menjadi fermentor. Salah satu ujung glas tubing dimasukkan ke labu alas bulat lalu ujung lain dimasukkan ke dalam erlenmeyer 10 ml larutan Ca(OH)
2 untuk
mengalirkan gas CO2 keluar . Inkubasi di inkubator pada suhu 30 C selama 36, 48, 60 dan 72 jam. Larutan disaring dengan corong Buchner kemudian didistilasi sederhana pada suhu ±80 C selama 4 jam. Kadar etanol ditetapkan dengan kromatografi gas. Waktu fermentasi ditentukan dari waktu yang memberikan kadar etanol yang paling tinggi. Replikasi sebanyak 6 kali.
2) Tahap fermentasi. Hasil dari tahap pembibitan ditambahkan 60 ml molase untuk tahap fermentasi. pH diatur pada nilai 4,5 dengan menambahkan H SO tetes demi tetes. Larutan dipindahkan ke dalam labu
2
4
alas bulat kemudian dirangkai menjadi fermentor. Salah satu ujung glas
tubing dimasukkan ke labu alas bulat lalu ujung lain dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 10 ml larutan Ca(OH) untuk mengalirkan gas CO keluar
2 2 . Inkubasi di inkubator pada suhu 30 C selama 72 jam. Alat fermentasi dirangkai sebagai berikut :
Gambar 8. Fermentor (Jeffers, 2000)
4. Filtrasi Campuran Fermentasi Fermentate kemudian difiltrasi menggunakan filtrasi vakum.
Sebelum difiltrasi larutan dikocok dulu kemudian dituangkan sedikit demi sedikit ke corong Buchner yang telah dilapisi membran filter.
Distilasi Fraksional 5.
didistilasi dengan menggunakan kolom fraksional
Fermentate
Vigreux berlengan dua dimana bagian atas dipasangi termometer dan bagian sampingnya dihubungkan dengan pendingin Liebig. Suhu pemanasan diatur pada rentang suhu 77-80 C. Laju distilasi diatur satu tetes per 2-3 detik. Distilat ditampung pada erlenmeyer.
6. Preparasi Sampel
Distilat diambil 500 µl, dimasukkan ke dalam labu ukur 5 ml, ditambahkan 20 µl n-Butanol. Volume 5 ml diperoleh dengan menambahkan hexane. Diambil 1 µl larutan kemudian diinjeksikan ke kromatografi gas untuk ditetapkan kadarnya.
Optimasi Metode Kromatografi Gas 7.
a. Pemilihan kolom dan detektor
Kolom yang dipilih adalah CP wax 52 CB yang merupakan kolom polar dan cocok untuk penetapan kadar etanol. Detektor yang dipilih adalah FID karena memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap senyawa-senyawa organik, termasuk etanol.
b. Optimasi suhu injektor, kolom dan detektor
Suhu pada injektor, kolom dan detektor diatur agar dapat menguapkan larutan baku etanol dan standar internal n-butanol, mempertahankannya pada fase gas dan memberikan pemisahan yang optimal.
Optimasi kecepatan aliran gas pembawa N c.
2 Kecepatan aliran gas pembawa diatur dengan mengubah tekanan head
kolom. Tekanan awal yang diberikan adalah 4 psi dan kemudian diatur sedemikian sehingga terjadi pemisahan yang baik antara etanol dan n- butanol.
Validasi Metode Kromatografi Gas 8.
a. Pembuatan seri larutan baku etanol
Bahan yang digunakan untuk membuat seri larutan baku etanol adalah setanol p.a, n-butanol p.s dan heksan p.a. Disiapkan seri larutan baku dengan konsentrasi berikut menggunakan labu ukur 5 ml.
Tabel 2. Seri larutan baku etanol
Etanol p.a (µl) n-butanol p.a (µl) Konsentrasi etanol (% v/v) 10 0,02 0,2
70 0,02 1,4 130 0,02 2,6 190 0,02 3,8 250 0,02
5 Etanol p.a. dan n-butanol p.a dengan jumlah seperti tertulis di atas dimasukkan ke dalam labu ukur 5 ml. Volume 5 ml dicapai dengan penambahan heksan p.a.
Pengukuran kurva baku etanol b.
Satu mikroliter (1µl) larutan baku dari masing-masing konsentrasi disuntikkan ke dalam kolom melalui injektor. Dilakukan proses kromatografi, hingga diperoleh luas puncak kromatografi. Luas puncak etanol dan n-butanol dari kromatogram dihitung, kemudian dicari rasio luas puncak etanol/n-butanol. Kurva baku dibuat dengan memplotkan rasio luas puncak etanol/n-butanol vs etanol (% v/v). Persamaan kurva baku dicari dengan regresi linear.
c. Penentuan akurasi dan presisi (CV)
Larutan etanol yang memiliki 0,2; 2,6; 5 %v/v masing-masing diambil 1 µl diinjeksikan ke kolom lewat injektor. Dilakukan proses kromatografi, hingga diperoleh luas puncak kromatografi. Luas puncak etanol dan n- etanol/n-butanol. Kurva baku dibuat dengan memplotkan rasio luas puncak etanol/n-butanol vs etanol (% v/v). Persamaan kurva baku dicari dengan regresi linear.
9. Penetapan Kadar Etanol
0,5 ml distilat diambil kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml ditambahkan 0,02 ml standar internal n-butanol. Volume 10,0 ml dicapai dengan penambahan heksan. Larutan sampel masing-masing diambil 1µl dan disuntikkan ke dalam kolom melalui tempat injeksi. Dilakukan proses kromatografi, hingga diperoleh luas puncak kromatografi. Luas puncak etanol dan n-butanol dari kromatogram dihitung, kemudian dicari rasio luas puncak etanol/n-butanol vs etanol (%v/v). Kadar etanol ditentukan menggunakan persamaan kurva baku.
F. Validasi Metode
Validitas dari metode yang digunakan untuk menetapkan kadar etanol hasil fermentasi S.cerevisiae pada substrat molase dapat ditentukan dengan parameter sebagai berikut :
1. Akurasi Akurasi dihitung berdasarkan persen recovery.
Recovery =
2. Presisi Presisi metode analisis dinyatakan dengan coefisient variation (CV) yang dihitung dengan cara berikut :
KV =
Kadar terukur
x 100% Kadar diketahui
Simpangan kadar terukur x 100%
Rerata kadar terukur Metode ini cukup mudah dan sederhana sehingga agar metode ini dapat dikatakan memiliki presisi yang baik, maka CV yang dihasilkan harus < 2%.
Dipilih standar 2% karena semakin kecil standar CV yang digunakan presisi metode yang digunakan semakin baik.