ANALISIS TINGKAT KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH GETARAN HARMONIS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PERUBAHAN KONSEPTUAL

  ANALISIS TINGKAT KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH GETARAN HARMONIS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PERUBAHAN KONSEPTUAL JURNAL SKRIPSI Oleh SITI ZAENAB NIM. E1Q014044

  Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana (S1) Pendidikan Fisika

  ANALISIS TINGKAT KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH GETARAN HARMONIS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PERUBAHAN KONSEPTUAL Siti Zaenab, Muh. Makhrus, I Wayan Gunada

  Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Mataram

  Jalan Majapahit No. 62, Mataram e-mail

  Abstract

  • The aim of this study was to analyze the problem solving ability (PSA) of students during

  

learning process with conceptual change learning model. This research is included in quantitative

descriptive research with three experimental classes. PSA at the time of learning is measured by an

assessment instrument that refers to the problems in the LKPD and PSA evaluation sheet which

contains 2 description questions at every meeting for four meetings. The assessment instrument refers

to four PSA indicators, namely the ability to understand problems, plan solutions, carry out problem

solving, and check again, which is done during the learning process. Data analysis of KPM research

results based on LKPD found that 45% of students have PSA in the very high category and 55% in the

high category, while based on the evaluation results at each meeting it was found that 13% in the very

high category, 57% in the high category, and 30 % in the medium category. Analysis of research data

shows that the conceptual change learning model is good to improve the problem solving ability of

harmonic motion of students of SMA 8 Mataram.

  Keywords: conceptual change learning model, problem solving ability, harmonic motion PENDAHULUAN

  Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). IPA tidak hanya terdiri dari kumpulan yang terisolasi satu dengan lainnya melainkan kumpulan ilmu pengetahuan yang terorganisasi secara sistematis. Tujuan pembelajaran fisika tidak hanya menekankan pada perolehan hasil belajar, menghafal sejumlah fakta, dan konsep, melainkan memiliki kemampuan pemecahan masalah fisika. Wena (2014:52) mengungkapkan bahwa idealnya aktivitas pembelajaran tidak hanya difokuskan pada upaya mendapatkan pengetahuan sebanyak- banyaknya, melainkan juga bagaimana menggunakan segenap pengetahuan yang didapat untuk menghadapi situasi baru atau memecahkan masalah-masalah khusus yang yang sedang dipelajari.

  Getaran harmonis merupakan salah satu materi fisika yang sering dianggap sulit oleh peserta didik (Husniyah dkk, 2016:36).

  Hasil penelitian (Hariawan, dkk., 2013:53) menunjukkan bahwa meskipun peserta didik telah mengikuti pembelajaran dengan

  creative problem solving , namun peserta

  didik masih mengalami kesulitan dalam memahami dan menemukan solusi dari masalah yang diberikan. Hasil observasi menunjukkan bahwa peserta didik masih mengalami kebingungan dan miskonsepsi setelah dilakukan pembelajaran fisika khususnya pada materi getaran harmonis, yaitu tentang hubungan antara massa, panjang tali dengan periode bandul dan sub materi pokok lainnya. Sebagian besar peserta didik kurang mengaitkan konsep yang telah dipelajari dalam getaran harmonis dengan masalah yang disajikan. Hasil ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Adolphus et al. (2013:98) bahwa peserta didik sulit dalam mengidentifikasi parameter yang digunakan dalam menyelesaikan masalah getaran harmonis. Masalah ini disebabkan oleh pembelajaran di sekolah kurang memperhatikan konsepsi awal peserta didik, sehingga guru tidak mengetahui kebutuhan yang seharusnya dipenuhi dalam proses pembelajaran. Materi getaran harmonis yang seharusnya disajikan dengan melibatkan peserta didik secara langsung misalnya melalui praktikum (Huriawati dkk, 2016:60). Pembelajaran dengan praktikum jarang dilakukan di sekolah yang menyebabkan peserta didik masih mengalami miskonsepsi dan kurang mampu memecahkan masalah setelah proses pembelajaran.

TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Perubahan Konseptual

  Salah satu alternatif pemecahan masalah pada pembelajaran fisika adalah penerapan model pembelajaran perubahan konseptual (MPPK). Denis et al. (2015:397) memandang perubahan konseptual sebagai seperangkat pengajaran yang digunakan untuk mengubah pandangan peserta didik yang dianggap masih belum sesuai dengan pandangan fisikawan hingga sesuai dengan pandangan fisikawan. Pembelajaran dengan MPPK memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengungkapkan konsepsi awalnya kemudian secara langsung melibatkan peserta didik pada peristiwa nyata mengenai materi getaran harmonis yang sedang dibahas. Peserta didik mengalami proses kognitif ketika terlibat langsung sampai terjadinya perubahan konsep yang sesuai dengan konsep fisikawan menyebabkan peserta didik dalam menyelesaikan permasalahan fisika akan lebih mudah. Penggunaan MPPK merupakan salah satu cara untuk menutup gap diantara sains peserta didik dan sains para fisikawan (Makhrus, 2018:63).

  Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat KPM yang dialami peserta didik saat proses pembelajaran dengan MPPK. Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang lain, yaitu penelitian ini mengukur KPM peserta didik pada saat proses pembelajaran sedangkan yang lain hanya mengukur kemampuan awal dan akhir peserta didik.

  MPPK merupakan salah satu model pembelajaran yang berlandaskan paham konstruktivisme (Eka dkk, 2014:3). Pembelajaran di Indonesia banyak dipengaruhi oleh teori perkembangan kognitif Piaget dan teori pembelajaran sosial Vygotsky. Teori konstruktivisme Piaget mengatakan ketika seseorang membangun ilmu pengetahuannya, maka untuk membentuk keseimbangan ilmu yang lebih tinggi diperlukan asimilasi, yaitu kontak atau kemampuan pemecahan masalah yang efektif antara konsep lama dengan kenyataan baru (Makhrus dkk, 2014:22). Teori konstruktivisme lainnya yaitu teori sosial Vygotsky berkeyakinan bahwa perkembangan yang baik tergantung pada faktor biologis dan faktor sosial sangat penting, di mana teori ini lebih menekankan pada aspek sosial dari pembelajaran (Al-Tabany, 2015:38). Penekanan pokok pada konstruktivis adalah situasi belajar, yang memandang belajar sebagai kontekstual (Hamdani, 2011:64). Peserta didik mengonstruksikan pengetahuannya sendiri, maka tidak mustahil dapat terjadi kesalahan dalam mengonstruksi, hasil konstruksi tersebut disebut dengan prakonsepsi (Suparno, 2013:30). Pembelajaran berdasarkan pandangan konstruktivisme sangat memperhatikan konsepsi awal dan peran peserta didik dalam pembelajaran, sehingga tercapai pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student center). MPPK berawal dari pandangan tentang perubahan konseptual akibat terjadinya proses kognitif. Makhrus (2014:24) mengungkapkan bahwa perubahan konseptual lahir dari interaksi diantara pengalaman dan konsepsi terkini dalam proses problem solving atau pada aktivitas kognitif yang kompleks. Ketidaksesuaian antara peristiwa-peristiwa yang pernah dialami dengan espektasi intelektual peserta didik menyebabkan terjadinya proses kognitif. Posner et al. (1982) menyatakan bahwa perubahan konseptual terjadi melalui dua proses, yaitu asimilasi (proses penggabungan antara konsep baru dengan prakonsepsi peserta didik) dan akomodasi (konseptual struktur diakomodasi jika prakonsepsi bertentangan dengan konsep baru) (dalam Aydin, 2012:1-2). Perubahan konseptual dapat terjadi pada empat kondisi, yaitu ketidakpuasan dengan konsepsi awal, kejelasan, masuk akal, dan manfaat yang ada pada konsep baru (Kang et al., 2010:383). Kelemahan pada konsepsi awal dan kelebihan konsep baru menyebabkan terjadinya perubahan konseptual pada peserta didik menuju konsep yang benar.

  Peserta didik sebelum memulai kegiatan pembelajaran fisika sudah memiliki berbagai macam prakonsepsi mengenai materi yang akan dibahas, baik itu bersifat abstrak maupun yang tidak dapat diamati langsung (Baser, 2006:96). Miskonsepsi yang dialami peserta didik banyak dipengaruhi oleh prakonsepsi. yang berasal dari pengalaman sehari-hari dan lingkungan sekitar, di mana prakonsepsi ini menjadi prasyarat penting untuk mengkonstruksi pengetahuan peserta didik (Sholehah dkk, 2014:162). Guru pada pembelajaran dengan MPPK diharapkan menciptakan lingkungan belajar dengan melihat konsepsi awal peserta didik sebagai informasi untuk pembelajaran selanjutnya dan memperbaiki kesalahan konsepsi awal pada peserta didik dengan meyakinkan peserta didik pada konsep baru (Sarar et al., 2014:192). MPPK adalah model pembelajaran yang memperhatikan konsepsi awal peserta didik sehingga terjadi proses kognitif melalui kegiatan pembelajaran yang bermakna hingga ditemukan konsep baru yang sesuai dengan pandangan fisikawan.

  Langkah-langkah MPPK disajikan dalam bentuk gambar pada Gambar 1 berikut.

  Manusia dalam kehidupan sehari-hari selalu dihadapkan dengan berbagai permasalahan. Rusman (2016:383) menyatakan bahwa cara terbaik untuk mempersiapkan peserta didik di masa depan dengan dibekali strategi-strategi pemecahan masalah yang mampu mengatasi tantangan- tantangan baru dan menemukan kebenaran- kebenaran yang relevan pada saat ini dan masa mendatang. Selcuk, et al. (2008:155) mengemukakan indikator KPM ada empat, yaitu kemampuan memahami masalah, Orientation Elicitation of ideas

  Restructoring ofideas Clarificaion and exchange Exposure conflict situations Concruction of new ideas Evaluation Application of ideas Review change in ideas Comparison with previous ideas

Gambar 1 Langkah-Langkah MPPK (Driver, 1988:175) B. Kemampuan Pemecahan Masalah

  kemampuan merencanakan solusi, bahwa 13% dalam kategori sangat tinggi, kemampuan melaksanakan penyelesaian, 57% dalam kategori tinggi, dan 30% dalam dan mengecek kembali. KPM adalah kategori sedang. Data kemampuan kemampuan dasar yang dimiliki peserta pemecahan masalah peserta didik pada didik untuk menemukan solusi yang tepat ketiga kelas eksperimen berdasarkan LKPD dari permasalahan-permasalahan yang disajikan pada Tabel 1 berikut. diberikan berkaitan dengan materi

  Tabel 1Nilai Tingkat Kemampuan Pemecahan

  pembelajaran dengan menggunakan

  Masalah pada Saat Proses Pembelajaran Melalui LKPD

  penalaran dan berpikir tingkat tinggi.

  Per Tingkat KPM Rata- Kate Kelas Ke- rata gori METODE PENELITIAN A B C D Eks.

  1 87 82 90 76

  85 T

  Penelitian ini merupakan penelitian

  1 2 80 93 95 89

  90 ST

  deskriptif kuantitatif karena kegiatan utama

  3 88 85 96 73

  88 ST

  dalam penelitian ini yaitu mendeskripsikan

  4 82 93 98 70

  88 ST Eks. 87 86 80 76

  81 T

  1

  tingkat KPM peserta didik. Desain pada

  2 2 86 76 97 74

  86 ST

  penelitian ini yaitu One Group Pretest-

  96 95 90 50

  84 T

  3 4 91 84 87 64

  82 T Posttest dengan menggunakan tiga kelas

  Eks. 88 82 86 81

  84 T

  1

  eksperimen yang diberikan perlakuan

  3 86 81 96 79

  88 ST

  2

  dengan MPPK. KPM pada saat

  90 95 96 45

  84 T

  3 92 85 90 67

  84 T

  pembelajaran diukur dengan instrumen

  4 Keterangan:

  A: Memahami Masalah;

  B:

  penilaian yang mengacu kepada

  Merencanakan Penyelesaian;

  C:

  permasalahan pada LKPD dan lembar

  Melaksanakan Pemecahan Masalah; dan D: Memeriksa kembali

  evaluasi KPM berupa 2 soal uraian pada setiap pertemuan. Setiap pertemuan

  Kriteria Penilaian:

  membahas masing-masing sub pokok

Sangat Tinggi (ST): nilai 86 – 100 Tinggi (T) : nilai 75 – 85

  materi getaran harmonis, yaitu, gaya

Sedang (S) : nilai 60 – 74

  pemulih, periode dan frekuensi, besaran-

  Kurang (K) : nilai <60

  besaran fisis, dan energi mekanik pada Data kemampuan pemecahan masalah getaran harmonis (empat kali pertemuan) peserta didik pada ketiga kelas eksperimen berdasarkan indikator yang digunakan berdasarkan LKPD juga disajikan pada

  Tingkat KPM dianalisis menggunakan Gambar 2 berikut. statistik deskriptif. a 100 80 85 81 84 90 86 88 88 84 84 88 82 84 HASIL DAN PEMBAHASAN Rt ai a -Rat 40 60 Penelitian ini bertujuan untuk Nil 20 menganalisis tingkat kemampuan pemecahan masalah yang dialami peserta PERTEMUAN 1 PERTEMUAN 2 PERTEMUAN 3 PERTEMUAN 4 didik SMAN 8 Mataram pada materi EKSPERIMEN 1 EKSPERIMEN 2 EKSPERIMEN 3 getaran harmonis dengan penerapan MPPK.

  Gambar 2 Nilai Rata-Rata Tingkat Kemampuan

  Hasil penelitian berdasarkan LKPD

  Pemecahan Masalah Melalui LKPD Saat Proses

  didapatkan bahwa 45% peserta didik

  Pembelajaran

  memiliki KPM dalam kategori sangattinggi dan 55% dalam kategori tinggi, sedangkan Data kemampuan pemecahan masalah berdasarkan hasil evaluasi didapatkan setiap pertemuan disajikan pada Tabel 2 berikut.

  Tabel 2Nilai Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah pada Saat Proses Pembelajaran Melalui Evaluasi pada Akhir Pertemuan

  72 S 3 91 89 56 51

  Gambar 3Nilai Rata-Rata Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah Hasil Evaluasi pada Saat Proses Pembalajaran

  Data kemampuan pemecahan masalah peserta didik berdasarkan hasil evaluasi setiap pertemuan juga disajikan pada Gambar 3 berikut.

  81 T

  78 T 4 89 82 88 60

  72 S 3 86 85 88 45

  80 T 2 73 51 89 60

  3 1 88 82 86 60

  80 T Eks.

  69 S 4 88 82 86 62

  2 99 17 97 51

  Kelas Per Ke- Tingkat KPM Rata- rata Kate gori A B C D Eks.

  78 T

  2 1 87 86 80 57

  86 ST Eks.

  4 80 89 96 68

  84 T

  3 83 75 94 75

  80 T

  72 S 2 68 75 95 70

  1 1 79 82 77 44

  Tingkat KPM yang diukur berdasarkan empat indikator, yaitu kemampuan memahami masalah, kemampuan merencanakan solusi, kemampuan melaksanakan penyelesaian, dan mengecek kembali. Penilaian dilaksanakan pada setiap pertemuan dengan empat kali pertemuan yang membahas empat sub materi pokok geataran harmonis per-pertemuan, yaitu gaya pemulih, periode dan frekuensi besaran-besaran fisis, dan energi mekanik pada getaran harmonis. MPPK menunjukkan adanya latihan untuk membentuk kemampuan pemecahan masalah dari LKPD yang diberikan kepada peserta didik sesuai dengan indikator KPM yang digunakan. Rata-rata tingkat KPM yang dialami peserta didik pada saat pembelajaran disetiap kelas eksperimen berdasarkan hasil LKPD dalam kategori sangat tinggi untuk kelas eksperimen 1 dan tinggi untuk kelas eksperimen 2 dan 3.Hasil ini dapat diperoleh karena peserta didik dapat berdiskusi dengan anggota kelompoknya. Tingkat KPM tertinggi untuk ketiga kelas eksperimen terdapat pada sub pokok materi periode dan frekuensi getaran harmonis. Tingkat KPM terendah untuk ketiga kelas eksperimen terdapat pada sub pokok materi gaya pemulih pada getaran harmonis karena merupakan sub materi pertemuan pertama, peserta didik kurang teliti dalam menjawab soal. KPM peserta didik yang dilatih selama proses pembelajaran di dalam kelas tentunya berdampak secara langsung terhadap tes evaluasi KPM yang diberikan pada setiap akhir pertemuan, untuk membuktikan KPM fisika khususnya materi getaran harmonis secara individu. Hasil tes KPM peserta didik pada evaluasi KPM di setiap akhir pembelajaran menunjukkan bahwa peserta didik dapat menerapkan KPM yang dimiliki selama proses pembelajaran di dalam kelas dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan konseptual maupun matematis pada tes akhir. Pembelajaran dengan MPPK melatih KPM peserta didik dalam setiap langkah- langkah pembelajarannya dan melalui LKPD. Peserta didik yang sering melatihkan kemampuan pemecahan masalah akan memberikan penjelasan yang lebih baik dalam menjawab permasalahan isomorfik (Gadgil et al., 2009: 3119).. Tingkat KPM peserta didik pada ketiga kelas eksperimen bahwa peserta didik pada kelas eksperimen 1 memiliki tingkat KPM yang lebih tinggi dibandingkan kelas eksperimen 2 dan eskperimen 3 pada sub materi pertemuan 2, 3, dan 4, karena pada pertemuan pertama sebagian besar peserta didik kelas eksperimen 1 tidak menuliskan proses dalam menjawab soal karena peserta didik mengira bahwa tidak dilakukan 72 80 84 86 78 72 69 80 80 72 78 80 20 40 60 Nil 80 100 PERTEMUAN 1 PERTEMUAN 2 PERTEMUAN 3 PERTEMUAN 4 ai Rat a -Rat a EKSPERIMEN 1 EKSPERIMEN 2 EKSPERIMEN 3 penilaian pada proses menjawab soal. Tingkat KPM tertinggi untuk ketiga kelas eksperimen terdapat pada sub pokok materi energi mekanik getaran harmonis, karena sub materi tersebut persamaannya tidak terlalu banyak dan merupakan sub materi terakhir di getaran harmonis. Tingkat KPM selain sub materi energi mekanik getaran harmonis pada ketiga kelas eksperimen sama rata. Rata-rata tingkat KPM peserta didik pada ketiga kelas eksperimen selama proses pembelajaran berlangsung melalui evaluasi kemampuan pemecahan masalah pada setiap akhir pertemuan dalam kategori tinggi untuk ketiga kelas eksperimen karena peserta didik bekerja secara individu.

  Kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah didasarkan pada empat idikator pemecahan masalah (IPM), dengan skor 2 untuk IPM 1, 2 untuk IPM 2, 4 untuk IPM 3, dan 2 untuk IPM 4. Peserta didik pada indikator yang pertama diharapkan mampu menuliskan besaran- besaran yang diketahui sekaligus besaran- besaran yang ditanyakan dalam soal getaran harmonis. Indikator yang kedua peserta didik diharapkan mampu menentukan dan menuliskan persamaan yang tepat berdasarkan indikator yang pertama. Indikator yang ketiga peserta didik diharapkan mampu menuliskan proses dalam menjawab soal berdasarkan indikator yang kedua. Indikator keempat peserta didik diharapkan mampu menuliskan satuan dan jawaban terakhir dari soal getaran harmonis. Peserta didik dominan memiliki

  IPM 4 yang lebih rendah dibandingkan dengan IPM yang lain, karena peserta didik kurang teliti, malas, dan kurang memperhatikan satuan dari jawaban akhir. Peserta didik dominan memiliki IPM 2 yang lebih tinggi dibandingkan dengan IPM yang lain, karena peserta didik selalu menuliskan persamaan yang digunakan dalam menjawab soal getaran harmonis. Hasil yang diperoleh peserta didik pada pertemuan pertama membahas tentang gaya pemulih pada getaran harmonis bhawa sebagian besar peserta didik tidak menuliskan besaran-besaran yang diketahui, seperti massa beban, panjang tali, sudut, dan lain-lain baik berdasarkan hasil LKPD maupun hasil evaluasi pada setiap akhir pertemuan. Peserta didik langsung menuliskan persamaan yang digunakan beserta prosesnya, akan tetapi jarang menuliskan satuan gaya pemulih yang ditanyakan, sehingga KPM 1 dan 4 lebih rendah dari KPM yang lain. Tingkat KPM peserta didik meningkat pada pertemuan berikutnya karena peserta didik sudah terbiasa menuliskan jawaban sesuai dengan indikator KPM yang digunakan meskipun terdapat beberapa peserta didik yang belum memenuhi semua indikator KPM, karena kurang teliti dan tergesa-gesa dalam menjawab soal.

  KPM yang tinggi akan menyebabkan peserta didik mengalami perubahan konseptual. Perubahan konseptual ini dapat terjadi setelah peserta didik menyadari adanya ketidakcocokan pengetahuan awalnya dengan konsep ilmiah melalui proses pembelajaran dengan MPPK di mana peserta didik terlibat secara langsung pada saat melaksanakan percobaan sehingga dapat menemukan sendiri konsep yang sebenarnya bahwa berbeda dengan konsepsi awal peserta didik. Demonstrasi juga dilaksanakan pada awal pembelajaran untuk mengetahui konsepsi awal peserta didik merupakan salah satu metode untuk menimbulkan KPM dan rasa ingin tahu peserta didik mengenai materi yang akan dibahas khususnya materi getaran harmonis. Rasa ingin tahu peserta didik untuk mencari konsep ilmiah akan membawa peserta didik pada upaya untuk menentukan solusi atas permasalahannya atau bahkan peserta didik akan menjadikannya penghubung antara konsepsi awalnya dengan konsep yang baru diterima. Peserta didik akan lebih memahami konsep jika dilibatkan langsung pada saat proses pembelajaran. Fakta ini sesuai dengan pendapat Sarar et al. (2014:199-200) bahwa model perubahan konseptual mendorong peserta didik untuk lebih bertanggung jawab atas pembelajaran mereka dibandingkan dengan kelas tanpa model perubahan konseptual seperti terlibat dalalam diskusi maupun memecahkan permasalahan. Perbedaan KPM dan berfikir kritis peserta didik antara kelas yang menggunakan model perubahan konseptual yang lebih baik dibandingkan dengan kelas tanpa model perubahan konseptual. Fakta ini juga diungkapkan oleh Makhrus dkk (2014:24), model perubahan konseptual akan menghubungkan peserta didik dalam pembelajaran aktif. Tantangan yang diberikan akan disajikan pada permulaan pembelajaran yaitu dengan menginstruksikan peserta didik untuk membuat sebuah penalaran atas prediksi dan estimasi untuk menjelaskan strategi yang akan digunakan dalam menyelesaikan permasalahan. Peserta didik juga akan diminta untuk mendukung pandangan mereka ke dalam sebuah pernyataan tertulis, gambar, atau model fisika.

  Tingkat KPM di dalam proses pembelajaran di dalam kelas tentunya akan memberikan pengaruh pada hasil belajar peserta didik. MPPK merupakan model yang tepat untuk mengajarkan peserta didik dalam melatih KPM khususnya pada materi getaran harmonis, materi ini tidak hanya disampaikan dalam bentuk soal latihan melainkan diperlukan permasalahan- permasalahan yang bersifat kontekstual untuk membangun keaktifan peserta didik selama proses pembelajaran di dalam kelas yang disajikan di awal pembelajaran.

  Konsepsi awal sangat perlu diperhatikan oleh guru karena setiap peserta didik memiliki pengetahuan dan pengalaman sebelum memasuki kelas, seperti yang diungkapkan oleh Suparno (2013:30) bahwa peserta didik datang ke dalam kelas tidak dengan “kepala kosong”, akan tetapi mereka sudah memiliki pengetahuan awal atau prakonsepsi yang berasal dari pengalamannya sendiri. Konsepsi awal tersebut memberikan informasi kepada guru untuk melaksanakan pembelajaran yang sesuai dengan melibatkan lamgsung peserta didik pada saat pembelajaran sehingga tercipta pembelajaran yang bermakna. Cakir et al.(2002:239), setiap peserta didik memiliki struktur kognitif yang berbeda- beda karena kemampuan, latar belakang, sikap dan pengalaman mereka yang berbeda, kemudian membangun pengetahuan baru mengenai struktur kognitif mereka sebelumnya.

  Hasil KPM yang diperoleh dengan kategori tinggi baik itu pada LKPD maupun pada saat evaluasi KPM di setiap akhir pertemuan menandakan bahwa MPPK baik diterapkan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah fisika khususnya materi getaran harmonis peserta didik SMAN 8 Mataram. Keberhasilan MPPK sesuai dengan yang dikemukakan Sarar et al. (2014:199-200) bahwa perbedaan kemampuan pemecahan masalah dan berfikir kritis peserta didik antara kelas yang menggunakan model perubahan konseptual yang lebih baik dibandingkan dengan kelas tanpa model perubahan konseptual. Makhrus (2018:65) menunjukkan bahwa MPPK dengan pendekatan konflik kognitif dapat membantu pebelajar dalam melakukan perubahan konseptual terhadap konsepsi- konsepsi fisika yang salah menjadi konsep yang sesuai dengan konsep fisikawan.

  KESIMPULAN

  Driver, R. 1988.

  CV Pustaka Setia: Bandung.

  Societ Hamdani. 2011. Strategi Bekajar Mengajar.

  of the Cognitive Science

  Proceedings of Thirtyfirst Annual Conference

  Analogical Scaffolding in Collaborative Learning.

  ISSN 2548-8325. Gadgil, S., dan Nokes, T.J. 2009.

  F., Handhika, J., dan Luthfiaturrohmah. 2016. Penerapan Medi praktikum Gerak Harmonik sederhana menggunakan osilator digital detector untuk meningkatkan hasil belajar dan keterampilan proses Mahasiswa. Jurnal Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya .

  Huriawati,

  Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi IPA . Vol. 4.

  W. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Perubahan Konseptual terhadap Pemahaman Konsep Siswa Ditinjau dari Gaya Kognitif. E-

  6 Januari 2018. Eka, P. I. W., Sadia, I. W., dan Suastra, I.

  diakses pada

  dalam

  ”Changing Conceptions”

  Journal (ISSN: 1857-7431). Vol. 11 No.35: 395-408.

  Kemampuan pemecahan masalah peserta didik dikategorikan tinggi untuk ketiga kelas eksperimen baik berdasarkan LKPD maupun hasil evaluasi pada setiap pertemuan melalui model pembelajaran perubahan konseptual.

  Y., and Tumba, D. P. 2015. Conceptual Change Theory as a Teaching Strategy in Environmental Education. European Scientific

  Denis, U. A. Williams, J. J., Dunnamah, A.

  Biochemistry and Molecular Biology Education.

  2002. Effectiveness Conceptual Change Text-Oriented Instruction on Students Understanding Of Cellular Respiration Concepts.

  Cakir, O. S., Gebans, O., and Yuruk, N.

  Understanding Of Heat and Temperature Concepts. Eurasia Journal Of Mathematics, Science And Technology Education (ISSN: 1305-8223). Vol. 2 No. 2: 96-114.

  Change by Cognitive Conflict Based

  Vol. 1 No.1: 001-012. Başer, M. 2006. Fostering Conceptual

  Misconceptions About Geometric Optics Using Conceptual Change Texts. Journal Of Education Research dan Behavioral Sciences .

  Prenadamedia Group: Jakarta. Aydin, S. 2012. Remediation Of

  Pembelajran Terpadu Inovatif, Progresif, dan Kontekstual: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum 2013 (Kurikulum Tematik Integratif/TKI) .

  25 No.4: 95-100. Al-Tabany, T. I. B. 2014. Mendesain Model

  2013. The Effects of Collaborative Learning on Problem Solving Abilities among Senior Secondary School Physics Students in Simple Harmonis Motion. Journal Education and Practice, Vol.

  DAFTAR PUSTAKA Adolphus, T., Alamina, J., Aderonmu, T.

Instruction On Students’

  Hariawan., Kamaluddin, Wahyono, U. Selcuk, G. S., Caliskan, S., and Erol, M.

  2013. Pengaruh Model 2008. The Effect Of Problem Pembelajaran Creative Problem Solving Instruction on Physics

  Solving terhadap Kemampuan Achiement, Problem Solving Memecahkan Masalah Fisika pada Performance and Strategiy Use.

  Siswa Kelas XI SMA Negeri 4 Palu.

  American Journal Of Physics Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako. Education (ISSN: 1870-9095).

  Vol.1 No.2: 48-54. Vol.2 No.3: 151-165.

  Sholehah, S. dan Suyono. 2014. Reduksi Husniyah, A., Yuliati, L., dan Mufti, N.

  Miskonsepsi dengan Model 2016.Pengaruh Permasalahan

  Pembelajaran Conceptual Change Isomorfik terhadap Keterampilan pada Konsep Stoikiometri. Unesa Pemecahan Masalah Materi Gerak

  Journal Of Chemical Education

  Harmonis Sederhana Siswa. Jurnal (ISNN: 2252-9454). Vol.3 No.3:

  Pendidikan Sains . Vol.4 No.1:36- 161 – 168.

  44. Kang, H., Scharmann, L. C., Kang, S., and Suparno, P. 2013. Miskonsepsi Perubahan Noh, T. Cogninitive Conflict and Konsep dalam Pendidikan Fisika.

  Situational Interest as Factors Jakaerta: Gramedia Widiasarana Influencing Conceptual Changes. Indonesia.

  International Journal of

  Wena, M. 2014. Strategi Pembelajaran

  Environmental & Science Inovatif Kontemporer . Jakarta

Education. Vol. 5 No. 4: 383 – 405

  Timur: PT Bumi Aksara. Makhrus, M. 2018. Validitas Model

  Pembelajaran Conceptual Change Model With Cognitive Conflict Approach. Vol.3 No.1: 62-66.

  Makhrus, M., Nur, M., dan Widodo, W.

  2014. Model Perubahan Konseptual dengan Pendekatan Proses kognitif (MPK-PKK). Jurnal Pijar (ISSN: 1907-1744). Vol.9 No.1: 20-25.

  Rusman. 2016. Model-Model

  Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru Edisi Kedua .

  Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sarar, M. M. A. 2014. The Effect Of Using

  Stepan’s Model Of Conceptual Change on The Modification Of Alternative Mathematical Concepts and The Ability Of Solving Mathematical Problems Of Ninth Grade Studnts in Jordan. European

  Scientific Journal . Vol. 10 No. 22: 191-203.