Pengaruh Nasionalisme dan Perkembangan Kapabilitas Power Cina Pada Sikap Agresif Terhadap Jepang Pasca Nasionalisasi Jepang atas Senkaku/Diaoyu Tahun 2012 Repository - UNAIR REPOSITORY

  Pengaruh Nasionalisme dan Perkembangan Kapabilitas Power Cina Pada Sikap Agresif Terhadap Jepang Pasca Nasionalisasi Jepang atas Senkaku/Diaoyu Tahun 2012 SKRIPSI Disusun Oleh YUDO SATRYO PRABOWO 070710177 PROGRAM STUDI S-1 ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

  Pengaruh Nasionalisme dan Perkembangan Kapabilitas Power Cina Pada Sikap Agresif Terhadap Jepang Pasca Nasionalisasi Jepang atas Senkaku/Diaoyu Tahun 2012 SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi S-1 pada Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Airlangga Disusun Oleh YUDO SATRYO PRABOWO 070710177 PROGRAM STUDI S-1 ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING

  Skripsi dengan judul:

  “Pengaruh Nasionalisme dan Perkembangan Kapabilitas Power Cina Pada Sikap Agresif Terhadap Jepang Pasca Nasionalisasi Jepang atas Senkaku/Diaoyu Tahun 2012” Disusun Oleh YUDO SATRYO PRABOWO 070710177

  Disetujui Untuk Diajukan Pada Ujian Akhir Skripsi Semester Gasal Tahun Ajaran 2014/2015

  Surabaya, 22 Desember 2014

  Dosen Pembimbing Dra. Baiq L.S. W. Wardhani, MA, Ph.D NIP. 19640331 198810 2 001

  Mengetahui,

  Ketua Departemen Ilmu Hubungan Internasional M.Muttaqien, S.IP, MA, Ph.D

  HALAMAN PENGESAHAN DEWAN PENGUJI Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Komisi Penguji Pada hari Selasa, 13 Januari 2015, pukul 15.00 WIB Di Ruang Sidang Cakra Buana Catur Matra, Gedung C Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya Komisi Penguji Ketua, Citra Hennida, S.IP., MA NIP. 19791025 200604 2 001 Anggota I, Anggota II, Ajar Triharso, M.S M.Muttaqien, S.IP, MA, Ph.D NIP.19521202 198303 1 001 NIP. 19730130 199903 1 001

  HALAMAN PERNYATAAN TIDAK MELAKUKAN PLAGIAT Skripsi berjudul Pengaruh Nasionalisme dan Perkembangan Kapabilitas Power Cina Pada Sikap Agresif Terhadap Jepang Pasca Nasionalisasi Jepang atas Senkaku/Diaoyu Tahun 2012 Bagian atau keseluruhan skripsi ini tidak pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademis pada bidang studi dan/atau universitas lain dan tidak pernah dipublikasikan/ditulis oleh individu selain penyusun kecuali bila dituliskan dengan format kutipan dalam isi Skripsi. Surabaya, 22 Desember 2014 Yudo Satryo Prabowo NIM. 070710177

HALAMAN PERSEMBAHAN

  Karya ini kepersembahkan kepada Papa dan Mama yang selalu memeberikan semangat untuk menyelesaikan studi. Kepada cintaku yang selama enam tahun lebih menemaniku dalam suka dan duka.

  Kepada semua teman-teman seperjuangan HI-07 Terima Kasih

KATA PENGANTAR

  Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, taufik dan hidayah-Nya, penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Nasionalisme dan Perkembangan Kapabilitas Power Cina Pada Sikap Agresif Terhadap Jepang Pasca Nasionalisasi Jepang atas Senkaku/Diaoyu Tahun 2012” dapat diselesaikan dengan baik.

  Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini banyak mengalami kendala, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai pihak dan berkah dari Allah SWT sehingga kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada Ibu Dra. Baiq L.S. W. Wardhani, MA, Ph.D selaku pembimbing sekaligus dosen wali yang telah dengan sabar, tekun, tulus dan ikhlas meluangkan waktu, tenaga dan pikiran memberikan bimbingan, motivasi, arahan, dan saran-saran yang sangat berharga kepada penulis selama menyusun skripsi. Selanjutnya ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada:

  1. Bapak Prof. Dr. H. Fasich, Apt selaku Rektor Universitas Airlangga Surabaya

  2. Bapak Ignatius Basis Susilo, Drs., MA selaku Dekan FISIP Universitas Airlangga Surabaya

  3. Bapak M.Muttaqien, S.IP, MA, Ph.D selaku ketua Program Studi Ilmu memberikan dorongan dan semangat untuk segera menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

  4. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Universitas Airlangga Surabaya yang telah memberi bekal ilmu pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan menyelesaikan penulisan skripsi ini.

  5. Teman-teman seperjuangan angkatan 2007 yang saat ini masih bersama, buat Fatah, Else, Ratih, Thea, Mitha, terima kasih untuk dukungan dari kalian semua.

  6. Rekan-rekan Mahasiswa Hubungan Internasional yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis baik selama dalam mengikuti perkuliahan maupun dalam penulisan skripsi ini.

  7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.

  Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan, sehingga penulis mengharapkan adanya saran dan kritikyang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

  Surabaya, Desember 2014 Penulis,

  DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING..................................ii HALAMAN PENGESAHAN DEWAN PENGUJI ...........................................iii HALAMAN PERNYATAAN TIDAK MELAKUKAN PLAGIAT.................iv HALAMAN PERSEMBAHAN...........................................................................v KATA PENGANTAR..........................................................................................vi DAFTAR ISI.......................................................................................................viii ABSTRAK.............................................................................................................x

  BAB I: PENDAHULUAN..................................................................................... 1

  1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1

  I.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 7

  I.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 7

  I.4 Kerangka Pemikiran ................................................................................. 8

  I.4.1 Fokus Pemikiran.............................................................................. 8

  I.4.2 Landasan Teoritik........................................................................... 8

  I.4.2.1 Nasionalisme dan Agresifitas...................................................... 8

  I.4.2.2 Teori Power Transition................................................................. 9

  I.5 Hipotesis......................................................................................................... 11

  I.6 Metodologi Penelitian................................................................................... .12

   I.6.1 Definisi Konseptual dan Operasional...........................................12

   I.6.1.1 Nasionalisme dan Bentuk Nasionalisme Cina............. .12

  I.6.1.2 Kapabilitas Power.......................................................... .13

  I.6.2 Tipe Penelitian............................................................................... .15

  I.6.3 Jangkauan Penelitian.................................................................... .15

  I.6.4 Teknik Pengumpulan Data........................................................... .16

  I.6.5 Teknik Analisis Data..................................................................... .17

  1.6.6 Sistematika Penulisan................................................................... .17

  BAB II : NILAI DAN ARTI PENTING YANG DIMILIKI KEPULAUAN DIAOYU BAGI CINA ....................................................................................... 19

  2.1 Potensi kekayaan alam wilayah Kepulauan Diaoyu .............................19

  2.2 Nilai Posisi Strategis Diaoyu Bagi Cina................................................. .22

  2.3 Nilai sejarah Kepulauan Diaoyu dan ikatan emosional Cina............. .24

  BAB III : PERKEMBANGAN DAN BENTUK NASIONALISME CINA.. .29

  3.1 Bentuk Nasionalisme Cina....................................................................... 31

  3.1.1 Partai Komunis Cina dan Nasionalisme yang Dipimpin Negara............................................................................................. ........ 31

  3.1.2 Era reformasi dan keterbukaan Den Xiaoping........................... 33

  3.1.3 Perkembangan Nasionalisme Populer di Cina Pasca 1990-an... 35

  3.1.4 Pengaruh Intenet Terhadap Perkembangan Nasionalisme... ....36

  nasionalisme..............................................................................................38

  

3.3.1 Nasionalisasi Senkaku/Diaoyu oleh Jepang dan kemarahan

nasionalis................................................................................................. 42 BAB IV: PERKEMBANGAN EKONOMI DAN MILITER CINA

  4.1 Perkembangan ekonomi Cina...................................................................... 46

  4.2 Perkembangan militer Cina......................................................................... 49

  4.3 Dimensi Ekonomi dan Militer dari Great Power....................................... 52

  BAB V : ANALISIS PENGARUH NASIONALISME DAN KAPABILITAS POWER TERHADAP SIKAP CINA............................................................... 56

  5.1 Pengaruh Nasionalisme Terhadap Sikap Cina........................................... 56

  5.2 Kapabilitas Power dan Pengaruhnya Terhadap Sikap Cina................... 59

  BAB VI: KESIMPULAN................................................................................... .63

  6.1 Penemuan Dalam Penelitian ....................................................................... 63

  6.2 Implikasi dan Saran ................................................................................... ..65 DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... .68

  ABSTRAK Naionalisasi Jepang atas kepulauan Senkaku/Diaoyu yang terjadi pada 11 september 2012 telah menimbulkan ketegangan baru antara Cina-Jepang. Hal yang menarik terkait kasus ini adalah nasionalisasi jepang dari pemilik privat pada dasarnya hanya merupakan perpindahan kepemilikan dari privat kepada pemerintahan dan tidak mempengaruhi fakta bahwa status kepulauan berada dibawah kontrol Jepang. Mengingat sensitivitas yang diungkapkan oleh Beijing mengenai wilayah kepulauan ini, Jepang memutuskan langkah pembelian untuk mempertahankan status quo pulau-pulau tak berpenghuni tersebut.

  Namun, pemerintah dan masyarakat Cina ternyata menunjukan reaksi keras yang cenderung agresif terhadap langkah yang diambil jepang ini. Reaksi kuat yang cenderung agresif ditunjukan Cina dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya naiknya nasionalsime dan kapabilitas power yang dimiliki Cina. Dalam tulisan ini ingin mencari tahu dan menjelaskan bagaimana nasionalisme dan perubahan kapabilitas power Cina, berpengaruh terhadap perubahan sikap yang lebih keras terhadap Jepang pasaca nasionalisasi kepulauan . Dalam tulisan ini, teknik analisis menggunakan metode kualitatif, yaitu analisis dilakukan lebih mendalam dengan melihat data dan fakta,

kemudian data dan fakta dikorelasikan dengan landasan teori dan konsep.

  Kata-kata kunci : Sengketa Senkaku/Diaoyu, Sikap Agresif, Nasionalisme, Kapabilitas Power

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

  1 Pasca nasionalisasi Jepang atas kepulauan sengketa Senkaku/Diaoyu

  tahun 2012, Cina beberapa kali menunjukan sikap yang lebih agresif. Sikap agresif Cina ditunjukan dengan serangan verbal hingga pengiriman kapal dan pesawat militer di seputaran kepulauan sengketa. Bagi Jepang, aksi yang dilakukan Cina dianggap sangat provokatif. Sikap yang ditunjukan Cina menjadi suatu pertanyaan bagi konsep pendekatan politik Luar Negeri Cina. Mengingat konsep “Cina‟s Peaceful Rise " yang di utarakan oleh Perdana Menteri Cina Wen

  2 Jiabao dalam pidato tesisnya di Universitas Harvard pada Desember 2003. (Xia, www.nytimes.com 2013).

  Mengenai bagaimana status kepulauan, kepulauan Senkaku/Diaoyu yang saat ini berada dibawah kontrol Jepang telah menjadi wilayah sengketa terkait pengakuan kedaulatan teritorial antara Cina dan Jepang sejak satu abad terakhir. Pada september 2012 pemerintah Jepang mengumumkan telah membeli

  3 1 kepulauan senkaku dari keluarga Kirihara (edition.cnn.com). Sebelumnya, posisi Kepulauan Senkaku/Diaoyu merupakan deretan delapan pulau dengan lima pulau merupakan pulau tidak berpenghuni dan tiga pulau merupakan karang besar. Jepang dan Cina memiliki nama masing-masing bagi kepulauan tersebut. Jepang menyebutnya „Senkaku Gunto‟ dan „Diaoyu Tai‟ 2 oleh Cina.

  Sebagai referensi mengenai “Cina‟s peaceful Rise” juga dapat dilihat pada Zheng Bijian. 2005a.

  Cina's Peaceful Rise: Speeches of Zheng Bijian, 1997-2005. Washington, D.C.: Brookings Institution Press. ; ____. 2005b. "Cina's 'Peaceful Rise' to Great-Power Status." Foreign Affairs 3 84, no. 5 (September/October): 18-24.

  Pada tahun 1932 pemerintah Jepang merubah status kepemilikan negara menjadi kepemilikan privat dengan menjual beberapa pulau pada keluarga Koga yang merupakan keluarga pengusaha. Jepang atas kepulauan Senkaku/Diaoyu di jelaskan dalam pernyataan resmi oleh Departemen Luar Negeri Jepang pada tanggal 8 Maret 1972 dengan judul The

  Basic View of the Ministry of Foreign Affairs on the Senkaku Island. Berdasarkan

  pernyataan tersebut, Jepang mengklaim bahwa kepulauan Senkaku merupakan pulau terra nullius (atau tanah tanpa pemilik) pada saat kepulauan itu secara formal dimasukan dalam teritori Jepang pada 1895 (Shaw, 1999:22).

  Setelah Perang Dunia II, Jepang menarik klaim atas beberapa teritorial dan kepulauan termasuk Taiwan dibawah Perjanjian Perdamaian San Fransisco tahun 1951. Namun dibawah perjanjian yang sama, pada tahun 1971 kepulauan Nansei Shoto yang berada dibawah perwalian militer AS dikembalikan pada pemerintahan Jepang. Jepang mengatakan bahwa Cina tidak berkeberatan atas kesepakatan San Fransisco dan baru sejak tahun 1970an pemerintah Cina dan Taiwan mulai menekan klaim mereka setelah muncul isu sumber minyak (anonim www.bbc.co.uk). Dasar protes dari pihak Cina mengklaim kepulauan Diaoyu sebagai miliknya adalah dengan bukti Deklarasi Kairo dan Potsdam berisi penantatanganan menyerah bersyarat Jepang 1945 (Lee dan Ming, 2012).

  Cina kemudian lebih jauh menguatkan klaimnya menggunakan dasar geografi sebagai justifikasi kedaulatan. Dibawah United Nation Convention

  on the Law of the Seas (UNCLOS), sebagaimana didefinisikan dalam Bagian

  VI, Pasal 76 UNCLOS III, " Landas kontinen suatu negara pantai meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya ... ke tepi luar dari margin benua , atau untuk jarak 200 mil laut " dari pantai negara (UN, 1982 ; dalam Moura, 2013).

  Cina menggunakan aturan ini untuk menguatkan klaimnya, namun secara geografi jarak antara Cina dan Jepang tidak sampai mencapai 400 mil laut

  4

  sehingga batas-batas mereka menjadi tumpang tindih . Sebelum terjadi pembelian kepulauan oleh pemerintah Jepang, sikap Cina hanyalah sebatas klaim verbal tanpa aksi yang terlalu signifikan. Gesekan-gesekan yang terjadi lebih sering disebabkan oleh gerakan aktivis dan nelayan Cina dan Jepang yang memasuki wilayah kepulauan Senkaku/Diaoyu.

  Pada April 2012, Gubernur Tokyo Ishihara menyatakan rencananya untuk membeli kepulauan senkaku dan menimbulkan reaksi protes anti- Jepang di Cina (http://edition.cnn.com). Juru bicara Kementrian Luar Negeri Cina Liu Weimin menyatakan keinginan Ishihara untuk membeli kepulauan Diaoyu "irresponsible,". Liu menyatakan "The Diaoyu Islands are Cina's

  territory since ancient times,.... The willful talk and action of some Japanese politicians is irresponsible and tarnish and smears Japan's reputation."

  (http://edition.cnn.com). Menghadapi kemungkinan kepulauan Senkaku jatuh dibawah yurisdiksi Pemerintahan Metopolitan Tokyo, pemerintah Jepang mengambil langkah ikut masuk dalam penawaran pembelian kepulauan Senkaku. Pada tanggal 11 September, Sekretaris Kabinet Jepang Osamu Fujimura menegaskan bahwa pemerintah telah menyetujui pembelian beberapa pulau dari keluarga Kirihara. Dan dalam sebuah wawancara, 4 Perdana Menteri Jepang Yoshihiko Noda menyatakan tidak ada sengketa

  Kepulauan ini berlokasi di perairan Laut Cina Timur sekitar 120 mil laut Timur-Laut Taiwan, kedaulatan teritorial dengan Cina dan pertanyaan atas kepemilikan kepulauan Senkaku adalah milik Jepang (http://edition.cnn.com).

  Pada saat Jepang mengumumkan pembelian kepulauan Senkaku/Diaoyu, kantor berita Cina Xinhua melaporkan bahwa dua kapal pengintai Cina telah tiba di kawasan itu untuk "menegaskan kedaulatan negara". Cina juga melancarkan serangan verbal terhadap Jepang. Kementrian Luar Negeri Cina memperingatkan Tokyo harus “menanggung semua konsekuensi serius”. Dikatakan bahwa “pemerintah Cina tidak akan duduk diam menonton kedaulatan teritorialnya dilanggar” (Philips, www.telegraph.co.uk 2012). Sejak itu, kapal pemerintah Cina pada beberapa kesempatan telah berlayar masuk dan keluar dari wilayah sengketa. Kemudian pada Desember 2012 Jepang juga menyatakan bahwa sebuah pesawat pemerintah Cina telah melanggar wilayah udara kepulauan (Anonim, http://www.bbc.co.uk 2013).

  Nasionalisasi yang dilakukan Jepang juga menimbulkan gelombang gerakan anti-Jepang di kota-kota Cina. Pada 15 september 2012, terjadi protes anti-Jepang terbesar sejak normalisasi hubungan diplomatik Cina-Jepang pada tahun 1972 yang terjadi di sejumlah kota di seluruh Cina. Kedutaan Jepang di Beijing dikepung oleh ribuan pengunjuk rasa kemudian pada hari berikutnya gerakan protes terjadi di berbagai kota utama dan berubah menjadi aksi kekerasan ditandai bentrok massa yang menyebabkan beberapa perusahaan besar Jepang seperti Toyota dan Honda menutup sementara pabrik-pabrik dan kantor mereka di Cina. Atas insiden yang terjadi, pemerintah Jepang menuding pemerintah Cina kurang tanggap dan cenderung membiarkan aksi pengerusakan terjadi ( anonim, www.scmp.com 2013).

  Setahun setelah pembelian kepulauan Senkaku oleh Jepang situasi hubungan Cina dan Jepang, perkembangan terbaru tidak menunjukan pertanda baik. Masalah yang semakin rumit dikarenakan rencana Jepang membangun struktur dan personil permanen di kepulauan Senkaku, serta basis patroli militer di daerah tersebut (thediplomat.com). Sementara sebelumnya, juru bicara kementrian Cina Hua Chunying dalam suatu konfrensi pers pada April 2013 telah menyatakan bahwa Diaoyu adalah “core interest” Cina. " Kepulauan Diaoyu adalah mengenai kedaulatan dan integritas teritorial....

  Tentu saja ini adalah core interest Cina”(www.bloomberg.com). Hingga saat ini, telah tejadi beberapa insiden antara pihak Jepang dan Cina dikarenakan kapal maupun pesawat Cina yang memasuki wilayah sengketa. Bahkan, Cina sempat melakukan latihan militer di seputaran wilayah sengketa. (Anonim, http://japandailypress.com 2013)

  Perkembangan yang terjadi baru-baru ini telah mempengaruhi hubungan kerjasama antara Cina dan Jepang yang telah dibina selama bertahun-tahun. Hal ini khususnya juga akan berdampak buruk terhadap hubungan ekonomi kedua negara yang kuat. Investasi Jepang yang pada tahun 2011 mencapai total $6,3 miliar Dollar akan mungkin menurun pada waktu-waktu kedepan. Dengan Jepang sebagai mitra dagang terbesar ketiga Cina, pengaruh turunnya hubungan bilateral akan mungkin mempengaruhi perekonomian Cina dalam jangka panjang. (Baruah, 2013). Cina dan Jepang memiliki salah satu hubungan perdagangan terbesar dunia, senilai $340 miliar Dollar. Bagi Jepang, Cina merupakan mitra dagang dan pasar ekspor terbesar. Terlebih lagi Cina juga menjadi salah satu negara pemegang finalsial terbesar terhadap hutang publik Jepang, memegang sekitar ¥18 miliar Yen atau $230 miliar Dollar, menyusul lonjakan besar 70% sejak 2010 (Chan, www.wsws.org 2012).

  Reaksi Cina bisa dilihat dari beberapa aspek yang mendorong. Tren terbaru melihat masalah maritim berkaitan dengan masalah keamanan internasional sebagai area konflik yang di sebabkan persaingan yang ketat atas sumber daya alam (Yee 2011: 166). Apa yang berbeda salah satunya adalah

  5

  pengaruh nasionalisme di Jepang dan Cina. Dari sikap Cina dan Jepang terkait klaim teritorial ini, keduanya secara tidak langsung menunjukan rasa persaingan, kekhawatiran strategis dan prospek masa depan. Perasaan dan sikap orang Jepang terhadap Cina mulai berubah sejak seputaran 2010 ketika mereka menyadari bahwa Cina telah melampaui Jepang sebagai ekonomi terbesar kedua di dunia (Kalha 2012). Status ekonomi dan perkembangan kekuatan militer atau

  6

  kapabilitas power juga memberi pengaruh. Contohnya ketika Jepang menangkap sebuah kapal nelayan Cina di dekat kepulauan Senkaku/Diaoyu, namun terpaksa mundur dan melepaskan mereka ketika Cina mengancam untuk memotong ekspor 5 bahan mineral penting dalam pembuatan barang hi-tech (Kalha 2012). Dari sisi

  Nasionalisme dapat berupa suatu ideologi atau suatu bentuk dari prilaku atau bisa merupakan keduanya. Sebagai ideologi, nasionalisme merepresentasikan sebuah sistem dari ide-ide yang biasanya berhubungan dengan hak self-determination. Sebagai prilaku, nasionalisme dapat berupa respon rasional terhadap suatu keadaan, dan berkembang menjadi reaksi nasionalis atau gerakan. Lebih jauh lihat Anthony D. Smith. (1991). National Identity. pp 72. ; Easman, Milton j. (1994). 6 Ethnic Politics, pp 28. ; Kellas, James G. (1998). The Politics of Nationalism and Ethnicity. Pp 31.

  Charles W. Freeman, Jr. Menggambarkan kapabilitas power berbicara mengenai sumber daya militer, dapat dilihat dari pertimbangann yang seperti Defence White Paper sebutkan, modernisasi militer Cina akan semakin ditandai dengan pengembangan kemampuan proyeksi kekuatan yang signifikan (Department of Defence, Australian Government,).

  I.2 Rumusan Masalah

  Dengan melihat kasus nasionalisasi Jepang atas kepulauan sengketea Senkaku/Diaoyu yang telah meningkatkan ketegangan Cina-Jepang, apa arti penting kepulauan Diaoyu bagi Cina dan bagaimana nasionalisme serta kapabilitas power yang dimiliki Cina saat ini mempengaruhi sikap Cina hingga cenderung kearah yang lebih agresif ?.

  I.3 Tujuan Penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan arti penting Kepulauan Diaoyu bagi Cina dan menganalisa pengaruh nasionalisme serta kapabilitas power Cina terhadap sikap cina yang cenderung agresif menyikapi nasionalisasi kepulauan Senkaku/Diaoyu yang dilakukan oleh Jepang pada tahun 2012. Akan dilihat bagaimana dinamika nasionalisme dan kapabilitas power Cina. Kemudian, lebih mendalam, penulis berusaha menjelaskan bagaimana dinamika nasionalisme dan kapabilitas power yang dimiliki Cina tersebut mempengaruhi sikap yang di tunjukan Cina.

  I.4 Kerangka Pemikiran

  I.4.1 Fokus Pemikiran

  Fokus penelitian ini terdiri dari unit analisa dan unit eksplanasi. Unit analisa adalah unit yang perilakunya akan dijelaskan dalam penelitian. Sedangkan unit eksplanasi adalah unit yang mempengaruhi unit analisa. Dalam penelitian ini, yang menjadi unit analisa adalah perubahan sikap Cina kearah yang lebih agresif dihubungkan dengan nasionalisasi Jepang atas kepulauan sengketa, sedangkan yang menjadi unit eksplanasinya adalah nasionalisme dan kapabilitas power Cina.

  (Buzan dkk, 1995. dalam Perwita & Yani 2005).

  I.4.2 Landasan Teoritik

  I.4.2.1 Nasionalisme dan Agresifitas

  Terkait Nasionalisme, Mill dalam tulisannya Representative Government memberikan gambaran dalam memandang nasionalisme terutama dalam konsep "rational nationalism" harus dipahami sebagai dialektika yang alami. ( Mill 1861) Berbeda dengan realis dan liberalis yang didasarkan pada keadaan rasional kepentingan sendiri, konstruktivis menemukan bahwa faktor ideasional, sering digambarkan sebagai non-materi dan mendikte aksi negara (Wendt 1995). Norma dan identitas adalah apa yang dipresepsikan negara melalui penciptaan subjektif dari politik identitas. Oleh karena itu, identitas menjadi lebih dominan dibandingkan rasionalitas oleh aktor dalam mendefinisikan serta perilaku konsekuen untuk melindungi kepentingannya (Wendt, 1999: 238-243). Norma dan identitas adalah apa yang di presepsikan negara melalui penciptaan subjektif dari politik identitas. Dengan begitu gerakan nasionalis yang berlangsung di Cina didasari karena nasionalis Cina percaya bahwa mereka perlu melindungi kepentingan nasional mereka, dan juga karena mereka merasa kepentingan mereka telah terancam atau dilanggar. Mereka terinspirasi oleh identitas nasional mereka untuk bertindak seperti "patriot".

  Berbagai diskusi teoritis perilaku negara dapat diterapkan untuk hubungan luar negeri Cina, namun perdebatan utama adalah apakah Cina dimotivasi oleh logika politik-riil atau oleh kendala sosial seperti nasionalisme dalam masyarakat maupun politik. Christensen berpendapat Cina adalah “the

  high church of realpolitik.”, dengan begitu Cina berfokus pada cara struktur

  internasional mengubah hubungan dengan tujuan memaksimalkan kekuatan dan kepentingan relatif (Christensen 1996. Pg, 37). Namun, Johnston menemukan bahwa perilaku internasional Cina mendapat pengaruh dari sisi sosial. Dengan demikian, Cina tidak mungkin untuk mengabaikan realitas material dari kebangkitan Cina dan faktor dalam hubungan luar negerinya, menjadi penting untuk mengakui faktor ideasional atau konstruksi sosial yang berdampak terhadap urusan internasional (Johnston 2007). Bahkan, nasionalisme telah muncul sebagai kekuatan utama dalam politik. Contohnya adalah saat Xi Jinping mengkritik AS terkait ekonomi internasional dan kebijakan bantuan AS, sehingga mengangkat pendekatan Cina (Anonim, http://news.asiaone.com 2009).

I.4.2.2 Teori Power Transition

  Realis yang melihat negara sebagai aktor utama dan fokus pada pergeseran relasi kekuasaan dalam sistem internasional antara negara-negara. Robert Gilpin menunjukkan bahwa ketika kekuatan negara meningkat, „a state will seek to

  change the international system through territorial, political and economic expansion until the marginal costs of further change are equal to or greater than the marginal benefits‟ (Gilpin 1981: 106). Berdasarkan premis Glipin, realis

  mengklaim bahwa Cina tidak puas dengan struktur internasional yang ada dan hubungan kekuasaan yang dihasilkannya, dan dengan demikian berusaha untuk menantang status quo (Buzan & Segal 1994, Pg: 6, Gernstein & Munro 1997).

  Untuk beberapa realis lain, seperti Friedberg (1993), dan Organski Kugler (1980), great power yang tidak puas akan cenderung untuk menantang negara dominan dan mungkin bisa menyebabkan konflik dan perang. Cina, sesuai dengan kriteria dan termasuk dalam kategori great power ini. Prinsip prediksi akan power dari teori ini adalah dalam kemungkinan perang dan stabilitas aliansi.

  Gelombang pengaruh yang besar terjadi ketika pesaing kekuatan dominan masuk dan tidak puas dengan sistem yang ada. Demikian pula, aliansi yang paling stabil ketika pihak aliansi puas dengan struktur suatu sistem. Ada hal lain lebih lanjut untuk teori ini : misalnya, faktor penyebab Power Transition bervariasi dalam pola perubahan mereka, perubahan populasi menjadi pola dengan pengaruh terendah dan kapasitas politik (didefinisikan sebagai kemampuan pemerintah untuk mengontrol sumber daya internal untuk negara) sebagai pola perubagan dengan pengaruh terbesar (Ronald L. Tamen et al, 2000).

  Lebih jauh, Kugler dan Tamen (2004) dalam tulisannya “Regional

  Challenge: Cina‟s Rise to Power” menunjukan dari segi populasi dan

  pertumbuhan ekonomi, Cina memiliki potensi menjadi dominan bahkan untuk

  7

  tahun-tahun kedepan . Merujuk pada tulisan Kugler dan Tamen, untuk melihat bagaimana interaksi antara Cina dan Jepang serta bagaimana negara mengambil sikap berdasarkan kapabilitas power yang dimiliki maka dapat dilihat berdasarkan faktor status quo, konflik dan kooperasi, hirarki. (Kugler, Tamen 2004).

  Berkaitan dengan prilaku negara, negara tidak pernah bisa yakin tentang tujuan masing-masing. Mereka tidak bisa tahu dengan tingkat kepastian yang tinggi apakah mereka berhadapan dengan negara revisionis atau status quo. Bahkan jika ada yang bisa memastikan tujuan suatu negara saat ini, tidak ada yang mengetahui apa yang terjadi di masa mendatang. Hal itu karena mustahil mengidentifikasi siapa yang menjalankan kebijakan luar negeri suatu negara 5 atau 10 tahun kedepan dan apakah mereka akan bersikap agresif (Copeland, 2000; Leviathan, 1985; Mearsheimer, 2001). Negara yang hampir tidak memiliki kemampuan ofensif tidak bisa menjadi negara revisionis, karena tidak memiliki sarana untuk bertindak agresif. Satu masalah dengan pendekatan ini adalah bahwa sulit untuk membedakan antara kemampuan militer ofensif dan defensif. Masalah mendasar adalah bahwa kemampuan yang dikembangkan negara untuk membela diri sering memiliki potensi ofensif yang signifikan (Mearsheimer, 2010).

I.5 Hipotesis

  Bagi Cina, kepulauan Diaoyu merupakan aset yang penting dikarenakan kekayaan alam maupun posisi kepualan terhadap eksplorasi ZEE yang mana berkaitan dengan ekonomi Cina kedepannya. Namun sikap Cina tidak hanya 7 dipengaruhi keinginan menguasai sumber daya alam dan wilayah semata, namun

  Lihat Kugler, J. Ronald Tamen. (2004) Regional Challenge: Cina‟s Rise to Power, in: The Asia- juga karena pengaruh nasionalisme yang berkembang di Cina dan Peningkatan kapabilitas power. Kebijakan pemerintah Cina sudah sangat mendapat perhatian dan tekanan dari pihak nasionalis baik itu melalui internet maupun aksi protes terhadap sikap Cina dalam beberapa kasus. Lebih jauh, elit politik Cina juga masih tidak lepas dari jinggoisme dan ini sejalan dengan bagaimana Cina akan merespon tekanan nasionalis. Sementara kapabilitas power membuat Cina semakin lebih memiliki posisi wilayah regional Asia maupun Dunia dan itu mampu meningkatkan kepercayaan diri Cina.

  I.6 Metodologi Penelitian

   I.6.1 Definisi Konseptual dan Operasional

   I.6.1.1 Nasionalisme dan Bentuk Nasionalisme Cina

  Meskipun istilah "nasionalisme" memiliki berbagai makna, nasionalisme secara umum digunakan untuk menggambarkan dua fenomena : (1) sikap anggota suatu bangsa saat mereka peduli tentang identitas mereka sebagai anggota bangsa itu dan (2) tindakan yang diambil para anggota suatu bangsa dalam berusaha untuk mencapai (atau mempertahankan) beberapa bentuk kedaulatan politik (Nielsen 1998-9, 9). Masing-masing aspek memerlukan elaborasi. (1) menimbulkan pertanyaan tentang konsep bangsa atau identitas nasional, tentang apa itu milik bangsa, dan tentang seberapa seseorang harus peduli pada suatu bangsa, sementara dalam hal keanggotaan seorang individu dapat secara sukarela atau tidak. (Smith, 1991). (2) menimbulkan pertanyaan tentang apakah kedaulatan memerlukan akuisisi kenegaraan penuh dengan otoritas penuh untuk urusan domestik dan internasional, atau apakah sesuatu yang kurang dari kenegaraan akan cukup. Meskipun kedaulatan sering diartikan kenegaraan penuh (Gellner 1983, ch. 1).

  Secara umum terdapat kesepakatan tentang apa yang secara historis paling khas terkait paradigmatik nasionalisme. Kedaulatan teritorial secara tradisional dilihat sebagai elemen penentu kekuasaan negara, dan penting untuk kebangsaan. Teritorial negara sebagai unit politik dipandang oleh kaum nasionalis sebagai 'milik' utama satu kelompok etnis-budaya, dan secara aktif bertugas melindungi dan menyebarkan tradisi-tradisinya (Miscevic, 2010).

  Variasi nasionalisme Cina yang paling relevan telah muncul sebagai kekuatan yang kuat di Cina setelah 1979, Cina mencakup empat generasi yang berbeda: pertama yaitu generasi revolusioner di 1930s/40s, generasi kedua selama masa komunis dengan fokus pada membersihkan sayap kanan selama tahun 1950, generasi ketiga pada tahun 1970 dengan revolusi budaya, dan yang paling baru saat ini pasca generasi 1970an. Generasi keempat unik karena muncul pada masa “relative material prosperity” yang juga memiliki “a strong desire to make their

  mark”( Gries 2005, pg 4-5). Gries menyatakan, telah terjadi kenaikan di Cina

  berhubungan dengan nasionalisme terkait kebutuhan untuk tampil atau ditampilkan sebelum orang lain (Gries 2005, pg 20).

I.6.1.2 Kapabilitas Power

  Para akademisi seringkali mendefinisikan power sebagai sebuah cara, artinya kekuatan dan kapasitas yang membentuk kemampuan untuk mempengaruhi perilaku aktor lain agar bertindak sesuai dengan tujuan aktor yang mempengaruhi tersebut (Griifiths&O‟Callaghan, 2002: 253). Menurut Morgenthau, power merupakan sebuah hubungan antara dua aktor politik dimana aktor A memiliki kemampuan untuk melakukan kontrol terhadap perilaku dan pikiran aktor B.

  Dalam teori Power Transition menggambarkan politik internasional sebagai hirarki dengan (1) negara "dominant", suatu negara dengan proporsi terbesar dilihat dari sumber daya power (populasi , produktivitas, kapasitas politik dalam artian koherensi dan stabilitas, dll), (2) "great powers", negara-negara potensial dalam menyaingi negara dominan dan yang juga berperan dalam tugas- tugas pemeliharaan sistem dan kontrol alokasi sumber daya power , (3) " middle

  powers", dalam ruang lingkup regionali yang memiliki potensi mirip dengan

  negara dominan namun tidak dapat menantang negara dominan atau struktur sebuah sistem. Dan (4) " Small powers " negara-negara sisa lainnya.

  Komponen suatu power bangsa dalam menghasilkan kemampuan untuk mempengaruhi perilaku bangsa lain dapat dilihat dari sisi populasi, produktivitas

  8

  dan kapasitas politik . Kapabilitas merupakan agregasi dari populasi dunia, penduduk perkotaan, pengeluaran militer, personil militer, produksi besi dan baja, dan batu bara dan konsumsi minyak. Teori Transisi Power menggunakan output total ekonomi suatu bangsa ditimbang dengan kapasitas politiknya. Parameter

  

9

8 COW dan GDP sangat berkorelasi (Kugler, Arbetman 1989). Ketiga elemen Merujuk Composite Capabilities Index of the Correlates of War (COW), lihat J. David Singer, and Melvin Small, (1966) „The Composition and Status Ordering of the International System: 9 1815-1940‟, World Politics, 18, pp.236-82.

  Perbandingan dari dua ukuran tersebut dapat ditemukan di Jacek Kugler, and Marina Arbetman, berubah seiring waktu pada tingkat yang berbeda. Ukuran populasi sulit untuk memodifikasi dalam jangka pendek, sementara produktivitas ekonomi bisa diubah lebih cepat. Sementara itu kapasitas politik yang stabil dan perubahannya tidak dapat diprediksi secara akurat. Untuk alasan ini Kugler dan Tamen lebih berkonsentrasi pada jumlah populasi dan tingkat produktivitas ekonomi Cina (Kugler, Tamen 2004)

  I.6.2 Tipe Penelitian

  Penelitian ini menggunakan tipe penelitian eksplanatif yang bermaksud untuk menjelaskan variabel-variabel yang diteliti beserta dengan hubungan antar variabel (Suyanto dan Sutinah, 2004). Dalam hal ini, peneliti berusaha menjelaskan hubungan kausal antar variabel melalui pengujian hipotesis.

  Penelitian ini berusaha menjelaskan pengaruh perubahan kapabilitas power Cina serta nasionalisme yang seperti apa dan bagai mana itu mempengaruhi perubahan sikap yang lebih keras terhadap Jepang pasca pembelian kepulauan sengketa antara Cina-Jepang pada tahun 2012.

  I.6.3 Jangkauan Penelitian

  Penelitian ini berusaha menjelaskan pengaruh nasionalisme dan kapabilitas

  power Cina pada perubahan sikap Cina terhadap jepang hingga cenderung kearah

  yang lebih agresif, dengan fokus reaksi Cina pasca pembelian kepulauan Senkaku/Diaoyu oleh Jepang tahun 2012 dengan melihat faktor yang mendorongnya. Rentang waktu yang digunakan dalam penelitian ini lebih pada melihat momentum pembelian kepulauan sengketa oleh Jepang pada September 2012. Pada momentum 2012, sikap Cina yang cenderung lebih agresif disinyalir akibat respon terhadap naiknya nasionalisme di Cina serta tekanan pihak nasionalis. Sikap Cina yang cenderung lebih agresif juga disinyalir akibat semakin menguatnya power Cina di Asia Timur terutama kekuatan ekonomi terhadap Jepang.

  I.6.4 Teknik Pengumpulan Data

  Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan kajian dokumen. Dokumen diartikan sebagai suatu catatan tertulis / gambar yang tersimpan tentang sesuatu yang sudah terjadi. Dokumen merupakan fakta dan data tersimpan dalam berbagai bahan yang berbentuk dokumentasi (Moleong, 2005). Secara detail bahan dokumenter terbagi beberapa macam, yaitu otobiografi, surat-surat pribadi, buku atau catatan harian, memorial, klipping, dokumen pemerintah atau swasta, data tersimpan di website, dan lain-lain. Dokumen tak terbatas pada ruang dan waktu sehingga memberi peluang kepada peneliti untuk mengetahui hal-hal yang pernah terjadi untuk penguat data dalam membuat interprestasi dan penarikan kesimpulan.

  I.6.5 Teknik Analisis Data

  Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakuakan sintesa dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Bogdan dan Bilken 1982). Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif. Analisis data kualitatif adalah suatu analisis mendalam berdasarkan intepretasi dan teori terhadap data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan pola hubungan tertentu atau menjadi hipotesis. Berdasarkan hipotesis yang dirumuskan berdasarkan data tersebut, selanjutnya dicarikan data lagi secara berulang-ulang sehingga selanjutnya dapat disimpulkan apakah hipotesis tersebut diterima atau ditolak berdasarkan data yang terkumpul (Silalahi, 2006). Analisis dilakukan dengan melihat data dan fakta, kemudian data dan fakta dikorelasikan dengan landasan teori dan konsep.

1.6.6 Sistematika Penulisan

  Sistematika penulisan penelitian ini akan disusun sebagai berikut:

  1. BAB I. Merupakan metodologi penulisan penelitian yang tersusun atas latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka pemikiran yang terdiri dari peringkat analisis dan landasan teoritik, hipotesis, metodologi penelitian yang terdiri dari definisi konseptual dan definisi operasional, tipe penelitian, jangkauan penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data serta sistematika penulisan.

  2. BAB II. Berisi tentang arti penting dari kepulauan Diaoyu bagi Cina, arti penting ini adalah mengenai niali Kepulauan sebagai Objek

  3. BAB III. Berisi penjelasan bentuk nasionalisme Cina dan pengaruhnya terhadap perubahan sikap yang lebih agresif pada Jepang pasca pembelian kepulauan sengketa oleh Jepang

  4. BAB IV. Berisi penjelasan menguatnya power Cina di Asia Timur terutama kekuatan ekonomi terhadap Jepang dan pengaruhnya terhadap perubahan sikap yang lebih agresif pada Jepang pasca pembelian kepulauan sengketa oleh Jepang.

  5. BAB V. Berisi analisis terhadap pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya

  6. BAB VI. Berisi kesimpulan, implikasi penelitian serta saran berdasarkan analisis yang telah disampaikan. Pada bab terakhir ini, penulis akan memberikan kesimpulan apakah hipotesis yang diajukan pada bab pertama terbukti benar atau tidak.

BAB II NILAI DAN ARTI PENTING YANG DIMILIKI KEPULAUAN DIAOYU BAGI CINA Seperti yang telah di sebutkan sebelumnya mengenai pernyataan juru

  bicara kementrian Cina Hua Chunying dalam suatu konfrensi pers pada April 2013. Diaoyu adalah “core interest” Cina. " Kepulauan Diaoyu adalah mengenai kedaulatan dan integritas teritorial.... Tentu saja ini adalah core interest Cina”.

  Apakah memang permasalahan hanya terletak pada kedaulatan dan integritas teritorial dikarenakan Cina merasa kepulauan Diaoyu adalah wilayahnya?.

  “Apa arti penting Diaoyu bagi Cina?”, merupakan sebuah pertanyaan yang muncul ketika berusaha memahami mengapa Cina bersikeras mengklaim kepemilikan atas kepulauan Diaoyu. Sebelum membahas lebih jauh mengenai pengaruh nasionalisme dan kapabilitas Power terhadap sikap Cina maka pada bab ini terlebih dahulu membahas arti penting kepulauan Diayou bagi Cina. Arti penting yang di bahas disini adalah dengan memandang kepulauan Senkaku/Diaoyu sebagai objek dan nilai apa yang dimiliki.

2.1 Potensi kekayaan alam wilayah Kepulauan Diaoyu

  Meskipun perselisihan sudah ada sejak akhir Perang Dunia II (PD II), Suganuma berpendapat bahwa sampai tahun 1970-an, kepulauan ini masih dianggap bernilai kecil oleh Cina maupun Jepang. Setelah penemuan potensi sumber daya alam yang melimpah di bawah pulau-pulau ini pada tahun 1960 kemudian mulai "menyalakan sumbu konfrontasi teritorial antara Jepang dan Cina", dan kepemilikan kepulauan senkaku/Diaoyu telah menjadi "salah satu sengketa teritorial yang paling rumit di dunia "(Suganuma, 2000: 11).

  Kepemilikan atas kepulauan Diaoyu dapat mempengaruhi 40.000 km2 sekitar landas kontinen atau daerah zona ekonomi ekslusif (ZEE) dan kontrol pulau akan memberi kepemilikan sumber daya alam di sekitarnya. Hal ini tentu tidak hanya tentang industri perikanan, tetapi juga tentang potensi cadangan minyak dan gas di wilayah ini. Pada tahun 1968 Komisi Ekonomi PBB untuk Asia timur memprediksi kemungkinan kekayaan sumber daya minyak bumi dan gas

  

10

  yang melimpah di Laut Cina Timur . Pemerintah Jepang kemudian menegaskan survei Komisi ekonomi PBB atas prediksi kekayaan minyak bumi dengan perhatian khusus pada kepulauan Senkaku (MOFA 2013).

  Secara ekonomi, kepulauan Diaoyu sangat menguntungkan untuk Cina. Mengapa demikian adalah karena Cina merupaan konsumen minyak terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat dan menjadi konsumen energi global terbesar pada tahun 2010. Berdasarkan laporan US Energy Information Administration (EIA), Cina adalah eksportir minyak bersih sampai awal 1990-an dan menjadi net importer terbesar kedua di dunia di 2009. EIA memperkirakan Cina akan melampaui Amerika Serikat sebagai importir minyak pada tahun 2014. Pertumbuhan konsumsi minyak Cina menyumbang sepertiga dari pertumbuhan 10 konsumsi minyak dunia pada tahun 2013, dan EIA memproyeksikan pangsa yang