TELAAH METODE PEMIKIRAN KH. HUSEIN MUHAMMAD TERHADAP KESETARAAN GENDER DALAM HUKUM PERCERAIAN DI INDONESIA - Test Repository

  

TELAAH METODE PEMIKIRAN KH. HUSEIN MUHAMMAD

TERHADAP KESETARAAN GENDER DALAM HUKUM

PERCERAIAN DI INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Salah SatuSyarat

Guna Memeperoleh Gelar Sarjana Hukum

  

Oleh:

NURUL MIMIN JANNAH

NIM: 211-12-036

  

JURUSAN AHWAL AL SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARI’AH

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA (IAIN)

SALATIGA

2016

  

TELAAH METODE PEMIKIRAN KH. HUSEIN MUHAMMAD

TERHADAP KESETARAAN GENDER DALAM HUKUM

PERCERAIAN DI INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah SatuSyarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

  

Oleh:

Nurul Mimin Jannah

NIM 211-12-036

  JURUSAN AHWAL AL SYAKHSHIYYAH FAKULTAS SYARI’AH

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA (IAIN)

SALATIGA

  

2

  

MOTTO

كْ كُا أَ كْ أَ إِ أَ كْ إِ كْ كُ أَ أَ كْاأَ نّ إِ

  

Manusia yang paling mulia di sisi allah adalah yang paling bertakwa

  PERSEMBAHAN

  Puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas limpahan rahmat serta karunia- Nya, skripsi ini penulis persembahkan untuk: 1.

  Bapak dan ibuku tercinta, Bapak Sugiharto dan Ibu Siti Aisyah yang telah mencurahkan segenap kasih sayangnya, do‟anya, serta segala dukungannya dalam setiap langkah-langkahku.

  2. Kakak serta adik-adikku tersayang serta keponakan kecilku, mbak Nida, Mas santo, adik Eva, adik Erna, serta adik Afif, dan nok Marsa, yang dukungan serta doanya tak pernah surut mengiringi perjuanganku.

  3. Adik sepupuku, Bapak Ilya Muhsin beserta keluarga yang telah berperan sebagai orang tua keduaku selama aku merajut impian di Salatiga.

  4. Dosen pembimbing skripsiku sekaligus Ketua Jurusan Ahwal al Syakhshiyyah, Bapak Sukron Ma‟mun, M.Si yang tak pernah lelah membimbingku untuk menyelesaikan skripsiku ini.

  5. Bapak Yusuf Khumaini yang telah memberikan inspirasi dalam penulisan skripsi ini.

  6. Segenap dosen Fakultas Syari‟ah yang telah mengiklaskan waktu dan tenaganya untuk membagikan ilmunya kepadaku.

  7. KH. Husein Muhammad beserta keluarga yang telah membagikan ilmunya serta bimbingannya kepadaku selama aku berada di Cirebon.

  8. Segenap Kyai-kyaiku di pondok pesantren Salafiyah yang tak pernah lelah membimbing jiwa dan ragaku untuk tetap berada di jalanNya.

  9. Keluarga besar Santri putra&putrid Salafiyah, Pulutan, Sidorejo Salatiga, yang tak pernah lelah menyemangati serta memberi warna dalam hidupku.

  10. Teman sekamarku kak Khuza dan teman seperjuanganku dari Aliyah hingga menyelesaikan S1 ku, Mbak Erni. Semoga persahabatan kita tidak berhenti sampai di sini.

  11. Mas Rio, Kang Asdi serta Nilta dan Sita yang telah tulus iklas menjemputku dari stasiun tengah malam pasca penelitian.

  12. Keluarga besar pondok pesantren Darul Qur‟an dan Darut Tauhid Arjawinangun, Cirebon.

  13. Mas Nawal dan Gus Hasan yang telah mengantarkanku bertemu dengan Buya Husein.

  14. Keluarga besar PMII kota Salatiga.

  15. Pengurus DEMA IAIN Salatiga periode 2016-2017.

  16. Teman-teman seperjuanganku angkatan 2012, khususnya jurusan Ahwal al Syakhshiyyah.

  17. Teman-teman seperjuangan peraih beasiswa BIDIKMISI YA BISMILLAH IAIN Salatiga

KATA PENGANTAR

  Bismillahirrahmanirrohim Alhamdulillahirabbil‟alamin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah

  SWT, yang selalu memberikan rahmat serta hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul “TELAAH PEMIKIRAN KH. HUSEIN MUHAMMMAD TERHADAP KESETARAAN GENDER DALAM HUKUM PERCERAIAN DI INDONESIA”.

  Salawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi agung, Nabi

  

Akhiruzzaman, Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat serta

  pengikutnya yang senantiasa setia dan menjadikannya suritauladan. Beliaulah yang membawaumatmanusiadarizamankegelapanmenujuzaman yang terangbenderang, yakniDinul Islam.

  Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang telah tulus iklasmembantupenulismenyelesaikanskripsiini. Olehkarenaitupenulismengucapkanbanyakterimakasihkepada: 1.

  Rektor IAIN Salatiga, Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd.

2. Ketua Jurusan serta Pembimbimbing skripsi saya, Bapak Sukron Ma‟mun,

  M.Si. yang dengan iklas membimbing, mengarahkan, serta mencurahkan waktu dan tenaganya untuk penulis sehingga skripsi ini terselesaikan.

  3. Bapak serta Ibu dosen serta karyawan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga yang telah membagi ilmu-ilmunya sehingga penulis mampu menyelesaikan jenjang pendidikan S1.

4. Kepada KH. Husein Muhammad yang telah memberikan ilmu-ilmunya kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian skripsi ini.

  Penulis sepenuhnya sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran yang bersifa tmembangun sangat penulis harapkan.Semoga hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khusunya, serta pembaca padaumumnya.Amin.

  Salatiga, 06 September 2016 Penulis

  ABSTRAK

  Jannah, Nurul Mimin.2016 “Telaah Metode Pemikiran KH. Husein Muhammad

  terhadap Kesetaraan Gender dalam Hukum Perceraian di Indonesia”.Skripsi. Fakultas Syari‟ah. Jurusan Ahwalusy Syakhshiyyah,

  Institut Agama Islam Negri. Pembimbing: Sukron Ma‟mun, M.Si.

  

Kata Kunci: Pemikiran K.H.Husein Muhammad dan Hukum Percerain di

Indonesia.

  Kyai Husein merupakan salah satu ulama dari beberapa ulama karismatik yang dimiliki oleh negeri ini.KyaiHuseinjugatermasuksalahsatutokoh gender di managagasan- gagasanpembaharuannyasangatbriliandandiapresiasiolehbanyakkalangankhususny adarikalangan yang memperjuangkankesetaraan gender. Latar belakang Kyai Husein sebagai ulama juga menjadi tolak ukur masyarakat dalam pengambilan gagasan pemikiran yang KyaiHuseinkemukakan.

  Permasalahan gender sangatberagam, mulaidarimasalahdomestikhinggamasalahpublik. Salah satupermasalahan gender yang seringterjadiyaitumasalahrumahtangga. Masalah rumah tangga mencakup juga masalah perceraian. Berdasarkan latar belakang di atas, kemudianpenelitimerumuskankedalamtigapertanyaansebagaiberikut: 1. Bagaimanabasis pemikiran K.H. Husein Muhammad? 2. Bagaimana pemikiran KH. Husein Muhammad dan metode pemikirannya tentang kesetaraan gender dalam hokum perceraian di Indonesia? 3. Bagaimana relevansi hukum perceraian di Indonesia terhadap kesetaraan gender?

  Sehubungan dengan pertanyaan di atas peniliti menggunakan jenis penelitian kualitatif dan pendekatannya melalui pendekatan gender.Metode yang digunakan adalah wawancara dan dokumentasi.Wawancara dilakukan langsung dengan Kyai Husein.

  Hasil penelitian menunjukkan: 1. Basis pemikiran Kyai Husein sangat berpengaruh terhadap pemikirannya dalam hal ini adalah pemikirannya tentang gender. 2. Menurut Kyai Husein hukum perceraian di Indonesia masih bersifat diskriminatif terhadap perempuan dan perempuan belum mendapatkan haknya sebagaimana mestinya.Metode berfikir Kyai Husein sangat sesuai dengan perkembangan zaman yang menuntut adanya dukungan terhadap aliran penggiat gender. 3. Menurut kacamata gender, di satu sisi hukum perceraian di Indonesia masih mengandung unsur ketimpangan bagi pihak perempuan. Namun di sisi lain pemerintah telah membuat sebuah terobosan baru yang memberikan angin segar

  bagi perempuan dalam menyelesaikan kasus perceraian, yakni perceraian harus dilakukan melalui Pengadilan Agama, sehingga laki-laki tidak bisa menceraiakan istrinya semaunya sendiri. Ketentuan semacam ini tidak ditemukan dalam kitab- kitab Fiqh klasik yang digunakan rujukan bagi para hakim di Pengadilan Agama.

  

DAFTAR ISI

  i HALAMAN JUDUL ……………………………...………....……............ ii HALAMAN BERLOGO ……...…………………………………….......... iv HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ….……………...….......... v HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN …..……………….............. vi HALAMAN PENGESAHAN …..……….……..……………….……....... vii HALAMAN MOTTO …………...…………………………………........... viii HALAMAN PERSEMBAHAN …..…………………………….……....... x KATA PENGANTAR ……..………………………………….…….......... xi ABSTRAK ……..…………………………………………………............. xii DAFTAR ISI ……...…………………………………………………........ DAFTAR LAMPIRAN . xvi …………………………………….……..….......

  BAB I PENDAHULUAN A.

  1 Latar Belakang Masalah ……..……………………......

  B.

  6 Rumusan Masalah ………………………………..........

  C.

  7 Tujuan Penelitian …..………………………................

  D.

  7 Kegunaan Penelitian ..…………………………............

  E.

  8 Kerangka Teori …..……………………………............

  F.

  12 Telaah Pustaka …..…………………………...…..........

  G.

  Metode Penelitian 1.

  13 Jenis Penelitian ….…………………………...........

  2.

  14 Pendekatan Penelitian ………………………..........

  3.

  14 Kehadiran Peneliti ……….……………………......

  4.

  15 Sumber Data …………………………………........

  H.

  16 Prosedur Pengumpulan Data ….………...………….....

  I.

  17 Tahap-Tahap Penelitian …………................................. J.

  19 Sistematikan Penulisan …………………………..........

  BAB II KONSEP KESETARAAN GENDER DALAM PERCERAIAN A.

  21 Kesetaraan Gender dalam Perspektif Islam ……….......

  B.

  Teori Gerakan Gender 1.

  30 Feminisme Liberal ……..…………………….........

  2.

  31 Feminisme Marxis …………………..……….........

  3.

  32 Feminisme Radikal ……………...…..……............

  4.

  32 Feminisme Sosial ………………..………….........

  C.

  33 HukumPerceraian di Indonesia ………..........................

  D.

  Kesetaraan Gender dalam Hukum Perceraian di

  39 Indonesia ….................................................................

  BAB III KYAI HUSEIN DAN KETERLIBATANNYA DALAM GENDER A.

  42 Biografi Kyai Husein …………………………….........

  B.

  44 Pendidikan Kyai Husein ………………………............

  C.

  45 Karya-Karya Kyai Husein ……….……………............

  D.

  46 Keterlibatan Kyai Husein dalam Gerakan Gender ........

  E.

  48 Pengalaman Organisasi Kyai Husein ………....………

  BAB IV PEMIKIRAN KYAI HUSEIN TENTANG KESETARAAN GENDER DALAM HUKUM PERCERAIAN DI INDONESIA A.

  51 Basis Pemikiran Kyai Husein …………............……… B. Pemikiran Kyai Husein dalam Hukum Perceraian di Indonesia .....................................................................

  55 C.

  70 Metode Pemikiran Kyai Husein ……………................

  D.

  Relevansi Hukum Perceraian di Indonesia Terhadap K

  75 esetaraan Gender ………………………….................

  BAB V PENUTUP KESI

  79 MPULAN ………………………………..….............

  81 SARAN ………………………………………....................

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1. Foto Kegia tan Penelitian …………..………………………..……. 87 Lampira n 2. Konsultasi Skripsi …………….………………………………….. 89 Lampiran 3. Surat Iji n Penelitian ………...…………………………………… 91 Lampiran 4. Surat

  Keterangan Penelitian………….…………...……………... 92 Lampiran 5. Daftar SK

  K ……………………………………………………… 93

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah menciptakan segala sesuatu yang ada di bumi ini berpasang-

  pasangan termasuk laki-laki dan perempuan.Namun, Allah juga membatasi pergaulan antar laki-laki dan perempuan.Maka dari itu, Allah menurunkan syari‟at Islam yang mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan.Salah satu aturan tersebut yaitu melalui sebuah pernikahan.Pernikahan adalah satu-satunya sarana untuk membuat sebuah ikatan yang bernama keluarga.

  Segala sesuatu yang Allah ciptakan pasti mempunyai hikmah tidak terkecuali pernikahan itu sendiri.Seorang laki-laki dan perempuan merupakan mitra dalam sebuah rumah tangga. Suami dan istri mempunyai peranan masing-masing dalam menjalankan fungsinya, namun dalam peranan tersebut antara suami istri harus saling melengkapi satu sama lain agar tercipta rumah tangga yang harmonis dan dapat mengarungi kehidupan rumah tangga yang tenang sehingga memunculkan kehidupan yang stabil (Al Jarwani, 1997: 309). Pernikahan adalah sebuah karunia dari Allah kepada hamba-Nya karena pernikahan dapat memberikan rasa ketentraman, kedaimaan dan rasa cinta kasih antara pasangan suami istri, seperti firman Allah dalam surat Ar Rum ayat 21 yang berbunyi:

  كْ كُ أَ كْيأَب أَلأَعأَجأَو أَهكْيأَلإِااكْىكُ كُ كْسأَتِّل ًجاأَوكْزأَا كْ كُ إِسكُفكْنأَا كْنِّ كْ كُ أَل أَقأَلأَخ كْ أَا هإِتيا كْنإِ أَو ىلق

  ) 21 ( أَ كْوكُ َّ أَفأَتَّي ةٍ كْىأَ ِّل ةٍةأَي أَ أَ إِل كْ إِ َّ إِا ًةأَمكْحأَرَّوًةَّدأَىَّ

  Pernikahan bukan hanya sebuah ikatan biologis semata namun ada sebuh ikatan batin di dalamnya. Hal ini sesuai dengan definisi perkawinan dalam Undang-Undang Repubik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 yang berbunyi: “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Definisi dari pengertian perkawinan di atas bukan hanya sekedar kata-kata namun ada makna filosofis di dalamnya ada istilah kekal yang bermakna bahwa tujuan pernikahan adalah menjalin sebuah ikatan yang tidak ada batasan waktunya dan untuk selamanya (Farida, 2007: 3).

  Ayat di atas berisikan prinsip pernikahan yang harus dijaga antar kedua belah pihak suami dan istri, prinsip yang dimaksudkan dalam ayat tersebut yaitu prinsip mawaddah wa rahmah yang berarti cinta dan kasih sayang yang harus dijaga oleh kedua belah pihak pasangan suami dan istri agar dapat tercipta pernikahan yang langgeng.

  Keadaan sebuah pernikahan tidak dapat dipungkiri pasti mempunyai problem-problem yang sedikit banyak mengganggu keharmonisannya.Konflik-konflik kecil selalu mewarnai perjalanan kehidupan sebuah pernikahan.Dari sinilah kehidupan rumah tangga mulai sedikit terkoyak.Kedua belah pihak harus mampu untuk mengurai permasalahan rumah tangga mereka jika konflik terus berkepanjangan dan tidak menemukan titik temu, maka tujuan perkawinan yang diinginkan mustahil untuk didapatkan.

  Perceraian merupakan solusi akhir dari semua konflik yang tidak kunjung ditemukan solusinya. Menurut hukum positif di Indonesia perceraian hanya dalam dilakukan melalui Pengadilan Agama untuk masyarakat yang beragama Islam, sesuai dengan UU No.7 tahun 1989 jo.

  UU No. 50 tahun 2009.

  Perceraian antara suami istri ditandai dengan jatuhnya talak kepada pihak istri.Hak talak menurut agama Islam hanya diberikan kepada pihak suami saja (Sabiq, 1980: 15).Sahnya talak hanya ketika diucapkan oleh pihak suami.Penjatuhan talak tersebut tidak memandang tempat dan waktu. Berbeda dengan perempuan, pada prinsipnya perempuan berhak untuk menuntut cerai suaminya jika sang suami dianggap tidak mampu memenuhi tanggung jawabnya sebagai seorang suami, namun gugatan perceraian hanya dapat dilaksanakan melalui Pengadilan saja. Cerai seperti ini dinamakan

  khulu‟ (cerai gugat). Menurut Sayyid Sabiq khulu‟ yaitu:

“istri yang menebus dirinya dari suaminya dengan ganti rugi kepadanya”.

  Perceraian menimbulkan akibat hukum yang bermacam-macam, dalam KHI pasal 149 disebutkan ada 4 (empat) butir ketentuan perkawinan yang putus karena talak, yaitu suami berkewajiban: 1) memberikan

  

muth‟ah yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas istri tersebut qobla al dukhul. 2) memberikannafkah,

  

maskan, dan kiswah kepada bekas istri selama masa iddah, kecuali bekas

  istri telah dijatuhi talak ba‟in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil. 3) melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya dan separoh apabila

  

qobla al dukhul. 4)memberikan biaya hadhanah untuk anak-anak yang

belum mencapai umur 21 tahun.

  Para pakar gender memandang ketentuan seperti ini masih bias gender karena jika ditinjau dalam KHI pasal 119 yang berbunyi bahwa talak yang dijatuhkan olehPengadilan Agama disamakan dengan talak

  

ba‟in yang berimplikasi bahwa perempuan yang mengajukan cerai tidak

  dapat menerima nafkah iddah (Munti& Anisah 2005: 125). Nafkah iddah adalah nafkah yang diberikan suami kepada istri yang diceraikan namun masih dalam masa iddah.Masalah iwadh (tebusan dari pihak istri yang meminta cerai kepada suami) dalam gugatan cerai yang diajukan oleh istri juga dipandang tidak adil karena dalam masalah percerain antara suami dan istri tidak mesti pihak istri yang melakukan kesalahan bahkan biasanya suamilah yang tidak melakukan kewajibannya sebagai suami sehingga sang istri memintai cerai. Ketidakadilan lainnya yaitu apabila sang istri menggugat cerai maka seluruh biaya perceraian dibebankan kepada pihak penggugat dalam hal ini adalah istri(Farida 2007: 33).

  Meskipun istri yang menggugat suaminya, namun apabila pengadilan mengabulkan gugatan istri, putusan yang dijatuhkan oleh pengadilan adalah penjatuhan talak suami terhadap istri, dengan makna lain yaitu meskipun pihak istri yang menggugat cerai secara simbolis bermakna bahwa talak tetap berada dalam kuasa seorang suami yang istri sebagai penerima (Munti& Anisah 2005: 78)

  Melalui keprihatinan inilah para aktifis gender berupaya untuk menyamakan hak antara suami dan istri yang mengajukan perceraian.

  Salah satu penggiat gender adalah KH.Husein Muhammad yang dikenal dengan Kyai Husein.Kyai Husein adalah salah satu dari beberapa tokoh karismatik yang dimiliki oleh negeri ini. Kyai Husein merupakan salah satu tokoh gender yanggagasan-gagasan pembaharuannya sangat brilian dan diapresiasi oleh banyak kalangan khususnya dari kalangan yang memperjuangkan kesetaraan gender.Meskipun hukum Indonesia telah mengatur tata caracerai gugat, namun akibat hukum dari cerai gugat berbeda dengan cerai talak. Kyai Husein juga berpendapat bahwa sebenarnya produk hukum dalam UU No. 1 tahun 1997 dan KHI masih terlihat bias gender. Aturan-aturan tersebut cenderung mendiskriminasikan perempuan. Salah satunya yaitu tentag pembatasan umur nikah dalam

  pasal 15 ayat 1 KHI, kemudian tentang nusyuz bagi perempuan dan lain sebagainya (Muhammad,2016: 155). Perceraian yang dilandasi dengan

  

nusyuz (yang hanya dimiliki pihak perempuan) akan memberikan akibat

  hukum yang berbeda dalam putusan Pengadilan. Keputusan seperti ini dianggap para penggiat gender sebagai pendiskriminasian terhadap hak- hak perempuan.

  Sumbangsih Kyai Husein terhadap perjuangan kesetaraan gender tidak dapat diragukan lagi terbukti dari posisi Kyai Husein yang menjabat sebagai salah satu komisioner komnas perempuan hingga sebagai pendiri beberapa LSM yang menangani isu-isu hak-hak perempuan. Latar belakang Kyai Husein yang juga sebagai salah satu ulama juga menjadi tolak ukur masyarakat dalam pengambilan fatwa yang beliau kemukakan.

  Penulis tertarik untuk mengetahui tentang bagaimana pendapat Kyai Husein tentang bagaimana hukum percerain di Indonesia. Oleh karena itu penulis ingin melakukan penelitian yang berjud ul “TELAAH

  METODE PEMIKIRAN KH.HUSEIN MUHAMMAD TERHADAP KESETARAAN GENDER DALAM HUKUM PERCERAIAN DI INDONESIA”.

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah yang telah saya sampaikan di atas, maka penulis merumuskan beberapa rumusan masalah:

1. Bagaimana basis pemikiran KH. Husein Muhammad? 2.

  Bagaimana pemikiran KH. Husein Muhammad dan metode pemikirannya tentang kesetaraan gender dalam hukum perceraian di Indonesia? 3. Bagaiamana relevansi hukum perceraian di Indonesiaterhadap kesetaraan gender?

C. Tujuan Penelitian

  Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama bahwa setiap kegiatan atau aktifitas yang dilakukan seseorang pasti mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Adapun tujuan skripsi ini adalah: 1.

  Mengetahui basis pemikiran KH. Husein Muhammad.

  2. Mengetahuipokok-pokok pemikiran dan metode pemikiran KH.

  Husein Muhammad terhadap hukum perceraian di Indonesia.

  3. Mengetahui relevansi hukum perceraian di Indonesia terhadap kesetaraan gender.

D. Kegunaan penelitian

  Adapun kegunaan yang diharapkan dalam penulisan ini diantaranya adalah: 1)

  Secara Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi pemikiran tentang wacana keilmuan, terutama pengembangan wawasan mengenai pemikiran tokoh gender terhadap hukum perceraian di Indonesia. 2)

  Secara praktis a.

  Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman bagi peneliti mengenai produk pemikiran tokoh gender yang berkaitan dengan hukum percerain di Indonesia. b.

  Bagi Perempuan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman bagi para perempuan tentang posisinya yang tidak selalu di bawah laki-laki.

  c.

  Bagi Pemerintah Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau bahan pertimbangan oleh pemerintah dalam merumuskan kembali hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan perceraian di depan Pengadilan Agama yang diajukan oleh perempuan.

E. Kerangka Teori

  Supaya tidak terjadi kesalahpahaman pengertian dalam memahami topik penelitian ini, maka peneliti perlu memberikan penegasan istilah untuk beberapa kata yang terlihat masih abstrak, sehingga mempermudah pemahaman selanjutnya.

  1.Gender Kata “gender” berasal dari bahasa Inggri gender yang berarti jenis kelamin (Echols&Shadily, 2007: 332). Menurut Istibsyaroh seorang pakar gender pengertian gender yang diartikan dengan jenis kelamin tersebut kurang tepat. Hal ini dikarenakan kata jender merupakan kosa kata baru yang belum ada di dalam kamus Bahasa Indonesia. Mengutip pendapat H.T. Wilson dalam bukunya Istibsyaroh yang berjudul Hak- hak Perempuan Relasi Gender menurut Tafsir al Sya‟rawi, Nasruddin Umar mengatakan bahwa:

  “Gender sebagai suatu dasar untuk menentukan perbedaan sumbangsih laki-laki dan perempuan pada kebudayaan dan kehidupan kolektif sebagai akibatnya mereka menjadi laki-laki dan perempuan” (Istibsyaroh, 2004: 60).

  Gender secara umum digunakan sebagai pengindentifikasian terhadap perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi sosial dan budaya. Inilah yang membedakan makna gender dengan makna sex.

  

Sex dalam kamus Inggris-Indonesia dimaknai dengan jenis

  kelamin.Sex cenderung dimaknai secara biologis yakni laki-laki diciptakan secara kodrati sebagai seseorang yang bisa menghasilkan sperma sedangkan perempuan bisa hamil, melahirkan dan menyusi (Istibsyaroh, 2004: 62). Inti pengertian seks yaitu masing-masing fungsi peranan yang tidak dapat digantikan antara laki-laki dan perempuan. Sedangkan gender cenderung bermakna perbedaan laki- laki dan perempuan dalam unsur sosial dan budaya. Pengaruh sosial dan budaya yang berbeda menyebabkan perbedaan beban gender yang berbeda dalam tatanan nilai-nilai yang berkembang dimasyarakat (Umar, 1999: 37).

2. Perceraian

  Perceraian dalam Bahasa Arab disebut dengan talak. Menurut bahasa talak berasal dari kata “ithlaq” yang berarti melepaskan atau meninggalkan. Menurut istilahnya yaitu atinya

  “melepaskan ikatan perkawinan atau bubarnya hubu ngan perkawinan” (Sabiq, 1980: 7).

  Adapun macam talak ada dua yaitu: talak raj‟i dan talak ba‟in.

  Talak raj‟i yaitu talak yang diucapkan suami yang belum pernah didahului oleh penjatuhan talak sebelumnya tau pernah satu kali pe njatuhan talak, adapun talak ba‟in terdiri dari dua macam yaitu

  ba‟in shugro dan ba‟in kubro (Al-Fathi, 2010: 45). Konsekuensi dari

  talak

  ba‟in sughro yaitu apabila masa iddah istri habis, namun baru

  mengucapkan talak di bawah tiga kali dan suami ingin merujuknya harus dengan syarat menggunakan akad nikah baru. Adapun

  ba‟in kubro yaitu apabila suami telah mengucapkan talak tiga kali namun

  ingin merujuk istrinya kembali, maka harus disertai dengan akad nikah baru, namun disertai dengan syarat setelah sang istri menikah dengan laki-laki lain dan telah berhubungan layaknya seorang istri kemudian sang istri telah cerai dengan suami yang kedua. (Ibnu Qosim, 2005: 48).

3. Hukum Perceraian di Indonesia

  Indonesia merupakan sebuah Negara hukum di mana segala sesuatunya diatur oleh hukum, tidak terkecuali dengan perceraian.

  Percerian dalam UU Perkawinan tahun 1974 diatur dalam pasal 39 yang berbunyi: 1) perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. 2) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.

  Berbeda dengan ulama fiqh klasik , bahwa hak cerai hanya untuk suami saja (Sabiq, 1980: 15) dan bisa dilakukan dimanapun dia berada. Gugatan perceraian memang bisa diajukan oleh pihak istri, namun harus dilakukan lewat Pengadilan Agama (Munti&Anisah 2005: 78).

F. Telaah Pustaka

  Sesuai dengan pokok pembahasan dalam penelitian ini, yakni tentang kesetaraan gender dalam hukum perceraian di Indonesia menurut Kyai Husein, maka sangatlah penting untuk mengetahui dan melacak penelitian atau tulisan yang hampir sama dengan tema yang penulis angkat. Maka dari itu, penulis memaparkan telaah pustaka untuk membedakan tulisan penulis dengan beberapa tulisan mengenai pemikiran Kyai Husein yang telah ditulis oleh beberapa penulis sebelumnya.

  Pertama, buku yang ditulis oleh Nuruzzaman, yang berjudul “Kiai Husein Membela Perempuan” yang diterbitkan oleh Pustaka Pesantren pada tahun 2004. Buku ini berisikan tentang kiprah dan perjuangan Kyai Husein dalam memperjuangkan hak-hak perempuan berisi wacana feminisme Kyai Husein di pesantren dengan berbagai pro dan kontranya.

  Nuruzzaman melakukan wawancara langsung dengan Kyai Huseinuntuk melengkapi tulisannya.

  Kedua, skripsi karangan Suprapti Ragiliani yang berjudul “Kesetaraan Gender dalam Paradigma Fiqh (Studi Pemikiran Husein Muhammad)”, UIN Yogyakarta tahun 2014. Skripsi ini berisi tentang pemikiran Kyai Husein dalam wacana gender terhadap paradigma Fiqh. Metode yang digunakan dalam skripsi adalah metode Library Reseach.

  Ketiga, skripsi karangan Ziadatun Ni‟mah yang berjudul “Wanita Karir dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Pandangan KH. Husein Muhammad), UIN Yogyakarta tahun 2009. Skripsi ini berisi tentang wanita yang berkarir dalam keluarga ditinjau dalam tinjauan gender menurut Kyai Husein. Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah Library Reseach.

  Sudah menjadi sebuah keharusan bahwa hasil karya tidak boleh sama persis dengan hasil karya orang lain. Oleh karena itu penulis mencoba mencari sesuatu yang patut untuk diteliti dan berbeda dengan penelitian yang telah dihasilkan orang lain.

  Pertama, perbedaan penelitian yang penulis teliti dengan bukunya Nuruzzaman yaitu terletak pada focus penelitian. Buku karangan Nuruzzaman berisi langsung tentang kiprah Kyai Husein dalam memperjuangkan gender secara global, meskipun penulis dan Nuruzzaman menggunakan metode yang sama yakni metode wawancara secara langsung.

  Kedua, perbedaan penelitian yang penulis teliti dengan skripsi Suprapti Ragiliani terletak pada fokus penelitian dan metode penelitian.

  Penulis fokus pada hukum perceraian di Indonesia serta menggunakan metode wawancara secara langsung, sedangkan Suprapti fokus pada wacana gender dalam paradigma Fiqh serta menggunakan metode library research. Meskipun subyek yang diteliti sama yakni Kyai Husein Muhammad.

  Ketiga, perbedaan penelitian yang penulis teliti dengan skrisi Ziadatun Ni‟mah hampir sama dengan perbedaan penelitian yang diteliti oleh Suprapti Ragiliani, yaitu perbedaannya terletak pada fokus penelitian dan metode yang digunakannya. Ziadatun Ni‟mah fokus pada penelitian tentang wanita karir dalam tinjauan gender.

  Ketiga karya tulis tersebut menggunakan subyek yang sama dengan penulis dalam penelitiannya yaitu KH. Husein Muhammad, namun yang menjadi perbedaanya antara satu sama lain yaitu terletak pada fokus penelitian dan metode yang digunakan oleh masing-masing penulis.

G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

  Jenis penelitian yang akan penulis gunakan adalah penelitian lapangan (field research) yaitu dengan melakukan penelitian terhadap objek yang dituju untuk mendapatkan data yang benar dan terpercaya tentang pemikiran Kyai Husein tentang kesetaraan gender dalam perceraian di Indonesia.

  Penelitian ini bersifat kualitatif, maksudnya adalah prosedur data penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang yang pemikirannya diamati. Penelitian ini dapat dikatakan yang bersifat deskriptif kualitatif yaitu penulis menganalisis dan menggambarkan penelitian secar obyektif dan detail untuk mendapatkan hasil yang akurat (Margono, 1997: 36).

  2. Pendekatan Penelitian

  Penelitian ini menggunakan pendekatan gender, dimana pendekatan ini menggunakan pandangan kesetaraan kedudukan antara kedudukan perempuan dan laki-laki dalam segi fungsinya bukan dari segi jenis kelaminnya. Menurut beberapa tokoh gender salah satunya yaitu Jill Steal, mengemukakan bahwa term gender tidak ditunjukan dengan perbedaan biologis yakni jenis kelamin laki-laki dan perempuan, namun lebih ditunjukan dengan hubungan ideologis tentang eksistensi keduanya (Kadarusman, 2005: 20).

  3. Kehadiran Peneliti Melalui penelitian ini peneliti bertindak sebagai pengumpul data.

  Peneliti datang dan secara langsung berinteraksi dengan subyek penelitian dan melalukan wawancara mendalam dan aktivitas-aktivitas lainnya demi memperoleh data yagng diperlukan dalam penelitian ini. Peneliti terjun langsung kepada subyek penelitian, tanpa mewakilkan kepada orang lain, supaya kegiatan yang berkaitan dengan menggali, mengidentifikasi data informasi dapat diperoleh secara akurat.

4. Sumber Data

  Pengumpulan data dilakukan dengan pada sumber data primer dan data sekunder.

  a.

  Data Primer menurut S. Nasution data primer adalah data yang dapat diperoleh langsung dari lapangan atau tempat penelitian.

  Sedangkan menurut Lofland bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan. Kata-kata dan tindakan merupakan sumber data yang diperoleh dari lapangan dengan mengamati atau mewawancarai. Peneliti menggunakan data ini untuk mendapatkan informasi langsung tentang hukum perceraian di Indonesai dalam perspektif gender. Data ini berupa hasil wawancara dengan narasumber yang merupakan tokoh gender, yaitu Kyai Husein dan pihak-pihak yang berkaitan dengan Kyai Husein.

  b.

  Data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung dan data yang diperoleh oleh peneliti dari berbagai sumber yang telah ada.

  Data sekunder yang peneliti gunakan bersumber dari beberapa buku yang berkaitan dengan penelitian dan dari dokumentasi.

H. Prosedur Pengumpulan Data

  Metode pengumpulan data kualitatif yang peneliti gunakan untuk mengumpulkan data antara lain sebagai berikut: a.

  Metode Wawancara Wawancara yaitu suatu proses tanya jawab secara lisan di mana dua orang atau lebih berhadapan secara langsung, antara keduanya atau lebih bisa langsung melihat wajah satu dengan lainnya secara langsung dan bisa mendengar suara responden dengan telinganya sendiri (Sukansarrumidi, 2004: 88). Wawancara ini dilakukan kepada satu subyek yaitu kepada K.H.Husein Muhammad. Melalui wawancara, peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang responden (Sugiyono, 2013: 231). Melalui wawancara peneliti akan bertanya langsung mengenai hukum perceraian di Indonesia dalam perspektif gender. Peneliti juga sempat melakukan wawancara terhadap orang-orang terdekat Kyai Husein untuk mendapatkan gambaran yang lebih luas tentang sosok Kyai Husein ini. Mulai dari muridnya, santrinya, dan terhadap kerabatnya.

  b.

  Metode Dokumentasi Metode dokumentasi merupakan metode yang cukup mudah dibanding dengan metode lainnya. Meskipun ada kekeliruan sumber datanya masih tetap (Arikunto, 2010: 274). Dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.

  Dokumentasi merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif (Sugiyono, 2011:

  240).Adapun karya-karya Kyai Husein selanjutnya akan penulis kemukakan dalam biografinya.

I. Tahap-Tahap Penelitian

  Penelitian kualitatif terbagi menjadi tiga tahap, yaitu: tahap pra-lapangan, tahap pekerjaan lapangan, dan tahap analisis data (Moleong, 2009: 127).

  a.

  Tahap Pra-Lapangan Tahap pra-lapangan adalah tahapan penelitian sebelum berada di lapangan. Ada enam kegiatan yang harus dilakukan peneliti pada tahapan ini. Tahapan ini perlu ditambahkan satu pertimbangan tahapan lagi yaitu etika penelitian. Kegiatan tersebut antara lain: menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan, menjajaki dan menilai lapangan, memilih dan memanfaatkan informan, dan menyiapkan perlengkapan penelitian. Tahap ini digunakan sebelum peneliti melakukan penelitian yang sebenarnya. Kemudian peneliti membuat rancangan kegiatan dan memilih salah satu lokasi untuk dijadikan obyek penelitian.

  b.

  Tahap Pekerjaan Lapangan Tahapan ini merupakan tahapan penelitian yang sebenarnya, di mana peneliti terlibat secara langsung dalam proses penelitian dan datang langsung di lokasi penelitian. Peneliti mencari informasi tentang penelitian yang dilakukan dengan responden yang dituju.

  Melakukan kegiatan ini peneliti akan mengumpulkan data-data yang sesuai fokus penelitian.

  c.

  Tahap Analisis Data Setelah semua data telah terkumpul, maka peneliti menganalisis data yang sudah ada dengan teori-teori yang sudah ada, sehingga dapat disimpulkan beberapa hasil penelitian, analisi data terdapat beberapa alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu:

  1. Pengumpulan data Pengumpulan data adalah kegiatan yang mengantisipasi kegiatan sebelum melakukan penelitian ke lapangan.Peneltian dirancang sehingga nanti mudah dalam menganalisis dan sebagai bukti pada penelitian.

  2. Reduksi data Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian data kasar yang muncul dari catatan tertulis di lapangan.

  3. Penyajian Data Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Melalui data kita akan memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan dalam mengambil tindakan berdasarkan atas pemahaman yang didapatkan dari penyajian tersebut.

4. Kesimpulan

  Setelah melalui proses pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, kemudian menarik kesimpulan dari apa yang telah dianalisis.

  J. Sistematika Pembahasan

  Agar mendapatkan gambaran yang jelas dan menyeluruh serta mempermudah pemahaman terhadap penulisan skripsi ini, maka penulisan skripsi ini dikelompokan menjadi lima bab. Agar tidak terjadi kerancuan dalam pembahasan ini maka antara bab satu dengan bab yang lainnya harus saling berkaitan.

  BAB I: Bagian ini merupakan pengantar dari keseluruhan isi pembahasan. Pada bagian pertama iniakan dibahas bebrapa sub bahasan, yaitu: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka teori, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

  BAB II: Pada bab ini berisi tentang kajian teori tentang konsep kesetaraan gender dalam Islam maupun kesetaraan gender dalam hukum perceraian di Indonesia.

  BAB III:Pembahasan pada bab ini berisi tentang biografi K.H.Husein Muhammad .

  BAB IV: Bab ini berisikan basis pemikiran KH. Husein Muhammad serta pemikiran dan metodenya tentang hukum perceraian di Indonesia serta relevansi hukum perceraian di Indonesia terhadap kesetaraan gender.

  BAB V: Bab ini merupakan kajian paling akhir dari skripsi ini, yang mana pada bagian ini berisi kesimpulan peneliti dari seluruh pembahasan yang telah dikemukan dalam skripsi dan saran peneliti.

BAB II KONSEP KESETARAAN GENDER DALAM PERCERAIAN A. KESETARAAN GENDER DALAM PERSPEKTIF ISLAM Kesetaraan berasal dari kata setara. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata setara berarti sejajar atau sama tingkatannya. Artinya

  tidak ada perbedaan kedudukan dari salah satu pihak. Sedangkan gender secara etimologi dari bahasa Inggris gender berarti jenis kelamin (Echols&Shadily, 1983: 265). Kata gender dalam feminisme pertama kali digaungkan oleh Anne Oakley sebagai upaya untuk menghindari terjadinya kerancuan makna dalam kata sex dan gender (Muslikhati, 2004: 19).

  Gerakan feminisme lahir karena adanya problematika dalam masyarakat yang memandang perempuan hanya dengan sebelah mata.Sebelum Islam datang kita mengetahui masyarakat pra Islam yang dinamakan masyarakat Jahiliyyah lewat bacaan-bacaan yang tersedia. Masyarakat Jahiliyyah dikenal sebagai masyarakat yang paling kejam terhadap perempuan, di mana setiap anak perempuan yang baru lahir dikubur hidup-hidup karena mereka meyakini bahwa anak perempuan hanya akan membawa aib bagi keluarga.

  Tradisi Budha juga menganggap perempuan sebagai makhluk yang kotor karena hanya bisa menggoda laki-laki saja yang ingin menjadi suci, sehingga tidak ada satupun perempuan yang bisa menjadi Dewa.Kaum Yahudi juga menempatkan perempuan hanya sebagai pelayan, bahkan anak perempuan bisa dijual sendiri oleh ayahnya (Muslikhati, 2004: 24).

  Kesewenang-wenangan tersebut mulai menggerakkkan hati para penggiat feminisme untuk menyuarakan suaranya tentang ketidakadilan gender. Mulai dari sinilah istilah gender mulai gaung terdengar. Wacana tentang gender sendiri mulai muncul di Indonesia sekitar tahun 1980-an (Muhammad, 2016: 69). Namun menurut Nuruzzaman yang mengutip dari buku “Politik Gender Orde Baru” sebenarnya wacana feminisme sudah jauh muncul di Indonesia sejak akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, zaman ini ditandai dengan munculnya pemikiran-pemikiran R.A. Kartini. Menurut Baroroh Baried kesadaran akan kesetaraan gender malahan sudah muncul sejak tahun 1856 yang dimunculkan oleh Ratu Ternate yang bernama Siti Aisyah W. Tanriolle (Nuruzzaman, 2005: 2).

  Gender dalam beberapa buku diartikan sebagai perbedan fungsi laki-laki dan perempuan bukan dipandang sebagai sebuah perbedaan dalam hal biologis.K.H. MA. Sahal Mahfudz dalam kata pengantarnya dalam buku yang berjudul Fiqh Perempuan karya K.H. Husein Muhammad, mendefinisikan bahwa gender pada dasarnya perbedaan antara laki-laki dan perempuan selain perbedaan biologis. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang didasari oleh konstruksi sosial yang sifatnya bukan merupakan kodrat dari Tuhan, perbedaan ini melalui proses sosial dan budaya yang lama.