KESETARAAN GENDER DALAM PEMBAGIAN KERJA PEGAWAI DI TAMAN KANAK-KANAK

KESETARAAN GENDER DALAM PEMBAGIAN KERJA PEGAWAI DI TAMAN KANAK-KANAK

Oleh :

ENY PUTRIYANI D0307007 SKRIPSI

Disusun untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

Bebas bukan berarti melakukan hal-hal yang kau suka, jadilah tuan atas dirimu sendiri

Kehidupan adalah petualangan yang hebat, atau sama sekali bukan apa-apa (Helen Keller)

Kebahagiaan adalah sesuatu yang berasal dari dirimu, ia berkembang dari cara berpikirmu (Awanama)

Setiap detak nadi dan nafas yang kuhembuskan, dan setiap detik waktu di kehidupanku Hanya kepada Allah aku berserah diri

Terima kasih untuk cinta dan kasih sayang yang tiada henti, doa dan harapan-harapan yang selalu diberikan kepadaku.

Bapak Ibu Sunarjo yang telah membesarkanku, serta adikku tersayang Nur Ariffin

Doa, dukungan dan kesabaran yang tak ada hentinya dari seseorang yang selalu menyayangiku. Terima kasih Yogo D Nugroho

Teman-teman dan sahabat yang mewarnai hidupku.

Almamaterku Tercinta

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirabbil’alamin puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan anugerah dan bimbingan-Nya yang luar biasa sehingga penulis mendapatkan kelancaran dalam melakukan penelitian dan menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kesetaraan Gender dalam Pembagian Kerja Pegawai di Taman Kanak-Kanak” ini. Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW.

Pembagian kerja yang ada di taman kanak-kanak menjadi hal menarik bagi penulis untuk mengangkatnya kedalam skripsi. Adapun skripsi ini penulis susun sebagai syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Sosial dari Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Terwujudnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, MS selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Prof. Drs. Pawito, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Dr. Bagus Haryono, M.Si selaku Ketua Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Drs. T. A. Gutama, M.Si selaku pembimbing akademik dan pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

motivator, terima kasih untuk nasehat-nasehat yang diberikan.

6. Ibu Titiek Sugiyati, M.Pd selaku kepala sekolah TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II yang telah memberikan izin kepada penulis dalam rangka melakukan penelitian.

7. Bapak-Ibu pegawai TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian yang penulis lakukan.

8. Keluarga tercinta, Bapak, Ibu, adik yang tak henti-hentinya memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini. Keluarga besar yang selalu memberikan pelajaran berharga untukku.

9. Yogo D Nugroho, terima kasih untuk dukungan dan kesabaran yang tak pernah habis untukku.

10. Sahabat Coffee Break Community (CBC) tercinta, Mami Inge, Bunda Cista, Tante Arum, Dedek Yustina, dan Epen, terima kasih untuk kasih sayang dan support kalian selama ini. menjadi tempat mencurahkan isi hati.

11. Keluarga Virgo tersayang, Desi, Bebenk, Ahong, Yolanda, Nita, Rendy, terima kasih untuk bantuan dan dukungan kalian. Canda tawa dan kebersamaan kita akan selalu kurindukan.

12. Saudara-saudara seperjuangan di Pondok Kemuning, Ninda, Diah, lanjutkan perjuangan kalian. Jeng Lian, aku segera menyusul langkahmu. Adek-adek ceriwis Dinar, Nita, Anggun, Dita, terima kasih untuk keceriaan kalian yang menghidupkan rumah ini.

13. Teman-teman magang, Panjul, Lody, Tangguh, Sigit, terima kasih untuk kerjasama kalian.

14. Teman-teman seperjuangan Sosiologi angkatan 2007 yang tidak bisa saya

sebutkan satu persatu, aku akan selalu merindukan kebersamaan kita.

15. Teman-Teman HIMASOS yang menjadi tempatku berproses dan 15. Teman-Teman HIMASOS yang menjadi tempatku berproses dan

Penulis telah berusaha untuk sempurnanya skripsi ini, tetapi keterbatasan kemampuan penulis maka skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kritik dan saran dari berbagai pihak akan penulis terima dengan sepenuh hati demi perbaikan tulisan yang akan datang.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan penulis khususnya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surakarta, Oktober 2011

Penulis, Eny Putriyani

1.3. Karakteristik Sosial Pegawai ……………………………..

a. Pendidikan …………………………………………….

b. Lama Bekerja ………………………………………….

c. Jabatan ………………………………………………...

2. Kesetaraan Gender dalam Pembagian Kerja Pegawai di TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II ……………………………

1. Profil Aktivitas …………………………………………….

1.1. Aktivitas Produksi …………………………………….

a. Mengajar di Kelas ………………………......

b. Menyiapkan Keperluan Mengajar ………......

c. Mendampingi Siswa ………………………...

d. Bimbingan Penyuluhan Siswa ……………...

e. Penilaian Proses Belajar Siswa ……………..

f. Studi Banding …………….............................

g. Menerima Siswa Baru ………………………

1.1.2. Staf Tata Usaha ………………………………..

a. Mengumpulkan Pembayaran Sekolah Siswa..

b. Melengkapi Keperluan Administrasi ……….

c. Menerima Siswa Baru ………………………

a. Membersihkan Lingkungan Sekolah ……….

b. Menjaga Keamanan Sekolah ………………..

c. Mendampingi Siswa ………………………...

1.2. Aktivitas Reproduksi ………………………………….

a. Pelaksanaan Peraturan ………………………

b. Kesejahteraan Pegawai ……………………..

c. Rapat Intern ..………………………………..

94

b. Kesejahteraan Pegawai ……………………..

94

c. Rapat Intern ..………………………………..

95

d. Pembinaan …………………………………..

a. Pelaksanaan Peraturan ………………………

96

b. Kesejahteraan Pegawai ……………………..

96

c. Pembinaan …………………………………..

97

1.3. Aktivitas Sosial Kemasyarakatan …………………......

a. Menghadiri Upacara Kematian ……………..

98

b. Peringatan Hari Besar ………………………

98

c. Bantuan Korban Bencana Alam ……………

99

d. Bergabung dengan KKG dan IGTKI ………. 100

1.3.2. Staf Tata Usaha ……………………………….. 101

a. Menghadiri Upacara Kematian …………….. 101

b. Peringatan Hari Besar ……………………… 102

c. Bantuan Korban Bencana Alam …………… 102

1.3.3. Karyawan ……………………………………... 103

a. Menghadiri Upacara Kematian …………….. 103

b. Peringatan Hari Besar ……………………… 103

c. Bantuan Korban Bencana Alam …………… 104

2. Profil Akses dan Kontrol/Manfaat ……………………………. 104

2.1. Guru .................................................................................... 105

a. Pendapatan ..................................................................... 105

b. Pendidikan ...................................................................... 106

c. Bangunan Fisik .............................................................. 107

d. Peralatan Kantor ............................................................. 107

e. Kendaraan ...................................................................... 108

C. Analisis Kesetaraan Gender Dalam Pembagian Kerja Pegawai Di TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II ……………………........... 141

BAB IV PENUTUP ………………………………………………………......

147

A. Kesimpulan ……………………………………………………… 147

B. Implikasi ………………………………………………………… 148

1. Implikasi Metodologis ………………………………………… 148

2. Implikasi Teoritis ……………………………………………... 150

3. Implikasi Empiris ……………………………………………... 152

C. Saran …………………………………………………………...... 153

Daftar Pustaka ……………………………………………………………….....

xxi Lampiran

Tabel 1 Kerangka Analisis Harvard Profil Aktivitas ………………………..

48 Tabel 2

Kerangka Analisis Harvard Profil Akses dan Kontrol/Manfaat ……

49 Tabel 3

Kerangka Analisis Harvard Faktor-Faktor Yang Berpengaruh …….

51 Tabel 4

Tupoksi Komite Sekolah TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II …..

60 Tabel 5

Distribusi Pegawai di TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II ……...

62 Tabel 6

Profil Aktivitas Produksi …………………………………………… 121 Tabel 7

Profil Aktivitas Reproduksi ………………………………………… 123 Tabel 8

Profil Aktivitas Sosial Kemasyarakatan ……………………………. 125 Tabel 9

Profil Akses dan Kontrol/Manfaat …………………………………. 127

Tabel 10 Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Guru ………………………

129

Tabel 11 Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Staf Tata Usaha ……………

133

Tabel 12 Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Karyawan ………………….

136

Tabel 13 Pembahasan Profil Aktivitas Produksi, Reproduksi, Sosial

Kemasyarakatan, dan Profil Akses dan Kontrol/Manfaat …………..

138

Bagan 1 Teknik Analisis Data …………………………………………….

45

Bagan 2 Struktur Organisasi TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II …...

57

Matrik 1 Karakteristik Pegawai di TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II …

77

Matrik 2 Kesetaraan Gender dalam Pembagian Kerja Pegawai ……………...

140

Eny Putriyani, D0307007. 2011. Kesetaraan Gender dalam Pembagian Kerja Pegawai di Taman Kanak-Kanak (Studi Deskriptif Kualitatif mengenai Kesetaraan Gender dalam Pembagian Kerja antara Pegawai Laki-Laki dan Pegawai Perempuan di TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II Salatiga) . Skripsi : Program Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Seiring dengan perkembangan zaman, jumlah perempuan yang bekerja di sektor publik semakin meningkat. Hal yang sama terjadi pada salah satu jenjang pra pendidikan dasar yaitu di taman kanak-kanak. Peminat pekerjaan pada jenjang pendidikan yang sangat terkait dengan dunia anak-anak ini mayoritas diminati perempuan, namun hal tersebut tidak menutup kemungkinan bagi para laki-laki. Tentunya diperlukan adanya pembagian kerja bagi taman kanak-kanak yang memiliki pegawai laki-laki dan perempuan. Hal inilah yang menjadi latar belakang dari penelitian ini.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesetaraan gender dalam pembagian kerja antara pegawai laki-laki dan pegawai perempuan di TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II Salatiga, mengetahui diskriminasi dalam sistem pembagian kerja antara pegawai laki-laki dan pegawai perempuan di TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II Salatiga, dan mengetahui bias gender yang terjadi pada pegawai laki-laki dan pegawai perempuan di TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II Salatiga.

Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Untuk teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling yaitu pegawai laki-laki dan pegawai perempuan di TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II Salatiga. Sampel yang digunakan berjumlah 6 orang responden dan 1 orang informan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis yang digunakan yaitu teknik analisis interaksi dan teknik analisis gender yaitu teknik analisis Harvard. Sedangkan teori yang digunakan adalah Teori Struktural Fungsional dari Talcott Parsons dan Robert K Merton.

Secara ringkas dari hasil penelitian ini dapat disampaikan bahwa pada aktivitas produksi, reproduksi, maupun sosial kemasyarakatan terdapat partisipasi dari pegawai laki-laki maupun pegawai perempuan. Namun, pada aktivitas produksi sebagian besar pekerjaan dilakukan oleh pegawai perempuan. Sedangkan untuk aktivitas reproduksi dan aktivitas sosial kemasyarakatan terdapat porsi yang sama antara pegawai laki-laki dan pegawai perempuan.

Sedangkan pada profil akses dan kontrol menunjukkan bahwa pegawai laki-laki dan pegawai perempuan memiliki porsi yang sama dalam mengakses dan mengontrol sumber daya yang dimiliki. Meskipun perempuan lebih memegang peranan dalam aktivitas produksi, hal ini tidak menjadikan perempuan sepenuhnya menguasai sumber daya yang dimiliki.

Kata Kunci : Gender, Kesetaraan Gender, Pembagian Kerja, Pegawai,

Eny Putriyani, D0307007. 2011. Gender Equality in the Civil Division of Labor in kindergarten (Descriptive Qualitative Study on Gender Equality in the Civil Division of Labour between Men and Women Employees in TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II Salatiga) . Thesis: University Degree Program Eleven March Surakarta.

Along with time, the number of women employed in the public sector is growing. The same thing happened with one of the basic level of education in pre-school kindergarten. Interest in the work of the educational level of women were closely linked to the children's world controlling stake, but this should not preclude men. Of course, the Division of labor required for the kindergarten, which the male and female staff. It is in this context the study.

The purpose of this study was to determine gender equality in the division of labor between male employees and female employees in the TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II Salatiga, aware of discrimination in the system of division of labor between male employees and female employees in TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II Salatiga, and knowing gender bias that occurs in male employees and female employees in the TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II Salatiga.

The research method used is descriptive qualitative. Purposive sampling technique for sampling of male employees and female employees in the TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II Salatiga. The sample used amounted to 10 respondents. Data collection techniques used were observation, interviews, and documentation. Analysis techniques using interaction analysis techniques and analysis techniques that gender analysis techniques Harvard. While the theories used are the Structural Functional Theory of Talcott Parsons and Robert K Merton.

In the summary of the results of this study could be presented that the activities of production, reproduction and social participation of the staff of the male and female employees. Nevertheless, the production activity of most of the work performed by women staff. With regard to reproduction and social activity Is equally among male and female members of staff.

While the profile of access and control showed that employed men and women employees have the same part in access to and control over resources. Although more women play an important role in production activities, this does not make a woman in full possession of resources.

Keywords : Gender, Gender Equality, the Division of Labour, Employee, Kindergarten

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.

Rineka Cipta : Jakarta. Budiman, Arief. 1982. Pembagian Kerja Secara Seksual. PT. Gramedia :

Jakarta. Depdikbud. 1990. Peraturan Pemerintah RI No. 27 tahun 1990 tentang Pra

Sekolah . Jakarta. Depdikbud. 1994. Garis-Garis Besar Pedoman Pengajaran di Taman Kanak-

Kanak . Balai Pustaka : Jakarta. Depdikbud. 1996. Petunjuk Teknis Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional

Guru dan Angka Kreditnya . Jakarta. Effendi, T.N. 2001. Peran Perempuan dalam Pembangunan Ekonomi. Dalam

Nursyahbani Katjasungkana dkk, Potret Perempuan : Tinjauan Politik, Ekonomi, Hukum di Zaman Orde Baru . Pustaka Pelajar : Yogyakarta.

Fakih, Mansour. 1996. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Pustaka

Pelajar : Yogyakarta. Handayani, Trisakti. 2008. Konsep dan Teknik Penelitian Gender. Malang: UPT

Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1993.

Kamus Besar Bahasa Indonesia . Balai Pustaka : Jakarta. Moleong, Lexi J. 1998. Metode Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya :

Bandung. Mosse, Julia Cleves. 1997. Gender dan Pembangunan. Pustaka Pelajar :

Yogyakarta. Nugroho, Riant. 2008. Gender dan Strategi Pengarus-Utamaannya di

Indonesia . Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ritzer, George. 2002. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. PT.

Raja Grafindo Persada : Jakarta.

Perempuan Industri dalam Kemandirian Perempuan Indonesia . Puslit KSW UNIBRAW : Malang.

Setneg. 2000. Instruksi Presiden RI Nomor 9 Tahun 2000 tentang

Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional . Sekretariat Negara : Jakarta.

Slamet, Y. 2006. Teknik Pengambilan Sampel untuk Penelitian Kualitatif dan

Kuantitatif . Surakarta. Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali Press : Jakarta. Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi. Lembaga Penerbit Fakultas

Ekonomi Universitas Indonesia : Jakarta. Suryadi, Ace & Ecep Idris. 2004. Kesetaraan Gender (Dalam Bidang

Pendidikan) . PT. Genesindo : Bandung. Sutopo, HB. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. UNS Press: Surakarta. Wolf, Naomi terjemahan Omi Intan Naomi. 1999. Gegar Gender : Kekuasaan

Perempuan Menjelang Abad 21 . Pustaka Semesta Press : Yogyakarta.

Jurnal :

Partini, “Potret Keterlibatan Perempuan Dalam Pelayanan Publik di Era

Otonomi Daerah”, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 7/Maret 2004, hal. 323.

Jurnal Internasional :

Mayra Buvinic, Andrew R. Morrison, A., Waafas Ofosu-Amaah, and Mirja

Sjoblom, “Equality for Women: Where Do We Stand on Millennium Development Goal 3?”, Contemporary Sociology: A Journal of Reviews, 2010, hal. 424. http://csx.sagepub.com/content/39/4/436 (diakses pada Rabu, 20 April 2011).

Torben Iversen dan Frances Rosenbluth, “The Political Economy of Gender:

Explaining Cross-National Variation in the Gender Division of Labor and Explaining Cross-National Variation in the Gender Division of Labor and

Laporan Penelitian :

Ir. Suyanto, M.Kes., Analisis Kesenjangan Gender pada Aspek Kebijakan,

Kurikulum dan Sumber Daya Manusia pada Pendidikan Taman Kanak- Kanak (TK) Studi di Kota Semarang Jawa Tengah (Pusat Penelitian Gender Universitas Diponegoro, 2004).

Skripsi :

Lesamana, Angga. 2008. Kesetaraan Gender dalam Pembagian Peran dan

Tugas Pegawai Rutan Boyolali . Rahajeng, Siti Andewi. 2006. Pembagian Kerja Berdasarkan Gender.

Data Internet :

Mengapa Tidak? http://www.sweetie’ssite.multiply.com diakses pada Senin, 11 April 2011. Wongso, Hervinny. Mendobrak Stigma Gender http://www.mediaindonesia.com

diakses pada Minggu, 10 April 2011. Rahima, Swara. Perempuan Bekerja, Dilema Tak Berujung ? http://www.scribd.com diakses pada Minggu, 10 April 2011. Konsep Dasar Gender http://www.file.upi.edu diakses pada Kamis, 14 April

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hampir semua kebudayaan di dunia menempatkan perempuan pada posisi subordinat laki-laki. Terlebih lagi di dunia yang didominasi oleh budaya patriarkhi, menjadi sulit bagi perempuan untuk memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki.

Sejalan dengan perkembangan teknologi serta globalisasi terjadi perubahan tuntutan peran pada wanita, dimana wanita mulai masuk kedalam peran sosial, seperti mereka melakukan sosialisasi dengan cara keluar rumah, mengaktualisasikan diri, serta mereka mulai terjun ke dalam berbagai aktivitas ataupun berbagai macam bentuk kegiatan, bahkan ada yang terjun ke dalam dunia kerja untuk mengembangkan pendidikannya serta potensi yang dimilikinya. Bahkan saat ini banyak diantara mereka yang mulai mencapai posisi penting atau posisi tinggi didalam pekerjaan mereka. Akan tetapi di lain sisi bagi wanita yang berpandangan tradisional atau feminim akan tetap merasa bahwa mereka harus bertanggung jawab terhadap anak, suami, urusan rumah tangga, urusan keluarga, dan lain sebagainya.

melihat peranan laki-laki dan perempuan dalam satu tatanan mitra kesejajaran yang saling mengisi. Walaupun kita melihat perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan tetapi kita harus dapat melihat perbedaan gender yang stereotipe-nya tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat sekarang. Ideologi yang berdasarkan gender ini mempunyai dampak langsung atas jenis dan nilai pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan, pada umumnya kaum perempuan diposisikan sebagai pekerja utama sektor domestik yang tidak dibayar dan laki-laki di sektor publik.

Adanya diskriminasi gender di dunia kerja baik sektor formal maupun informal menjadi kenyataan yang harus dihadapi perempuan. Julia Cleves Mosse, menyatakan bahwa salah satu ideologi yang paling kuat menyokong perbedaan gender adalah pembagian dunia kedalam wilayah publik dan privat. Wilayah publik yang terdiri atas pranata publik, negara, pemerintahan, pendidikan, media, dunia bisnis, kegiatan perusahaan, perbankan, agama dan kultur di hampir semua masyarakat di dunia ini didominasi laki-laki. 1

Stereotipe peran gender menjadi salah satu faktor penghambat bagi perempuan untuk memilih jenis pekerjaan maupun mengembangkan karier di sektor publik. Jika perempuan pada strata menengah ke bawah, bekerja di sektor publik kebanyakan atas dasar dorongan kebutuhan ekonomi. Sedangkan bagi perempuan di kelas menengah ke atas, bekerja bagi mereka Stereotipe peran gender menjadi salah satu faktor penghambat bagi perempuan untuk memilih jenis pekerjaan maupun mengembangkan karier di sektor publik. Jika perempuan pada strata menengah ke bawah, bekerja di sektor publik kebanyakan atas dasar dorongan kebutuhan ekonomi. Sedangkan bagi perempuan di kelas menengah ke atas, bekerja bagi mereka

Persoalannya, generalisasi bahwa “semua perempuan bekerja hanya untuk ‘membantu’ suami” atau “semua perempuan bekerja hanya sebagai kegiatan sampingan” banyak tidak terbukti validitasnya. Bagi perempuan miskin, dalam situasi krisis ekonomi, banyak perempuan menjadi pencari nafkah utama keluarga atau bersama-sama suami memberikan kontribusi finansial hingga 50% dari total penghasilan keluarga, atau bahkan lebih. Sebenarnya pihak yang diuntungkan dalam kasus diskiriminasi upah adalah pemilik modal yang dapat menekan biaya produksi melalui pengurangan komponen biaya tenaga kerja.

Dalam perspektif perbandingan dengan laki-laki, perempuan di sektor publik menghadapi kendala lebih besar untuk melakukan mobilitas vertikal (kenaikan pangkat, posisi, jabatan) karena ideologi patriarkhis yang dominan. Hal ini diindikasikan dengan minimnya jumlah perempuan yang menduduki posisi pengambil keputusan dan posisi strategis lainnya baik di sektor pemerintah maupun di sektor swasta. Meskipun persentase perempuan lebih dari 50% dari total penduduk Indonesia, namun perempuan yang menjadi anggota parlemen hanya 7-8% dari total anggota parlemen.

menduduki jabatan struktural, bupati, walikota, menteri, dll. 2

Sikap mental dan perilaku masyarakat terhadap pemberian kesempatan bagi perempuan dalam berbagai aspek kehidupan perlu ditingkatkan terutama di lingkungan masyarakat atau diluar keluarga, mengingat bahwa setiap perilaku masyarakat pada umumnya masih memandang perempuan tidak pantas, tidak wajar dan tidak mampu berperan diluar lingkungan keluarga dan rumah tangga.

Subordinasi karena gender tersebut terjadi dalam segala macam bentuk yang berbeda dari tempat ke tempat dan waktu ke waktu. 3 Sejauh ini persoalan gender lebih didominasi oleh perspektif perempuan, sementara dari perspektif pria sendiri belum begitu banyak dibahas. Dominannya perspektif perempuan sering mengakibatkan jalan buntu dalam mencari solusi yang diharapkan, karena akhirnya berujung pada persoalan yang jika bersumber dari kaum lelaki.

Jika kita ingin melihat persoalan gender secara lebih berimbang, tentu saja, kita perlu mengkaji apa sesungguhnya yang ada di "kepala" laki-laki tentang soal yang klasik ini. Dengan perkataan lain semestinya diperlukan perhatian yang lebih serius tentang isu-isu gender pada laki-laki, bukan hanya mendekati dari sisi perempuan.

2 Swara Rahima, Perempuan Bekerja, Dilema Tak Berujung ? (http://www.scribd.com). 3 Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996),

mengaitkan peran di masyarakat dengan jenis kelamin. Akibat dari budaya ini timbul tindakan yang membuat suatu jenis kelamin lebih superior dari jenis kelamin yang lain, misalnya ada pekerjaan yang khusus laki-laki dan pekerjaan yang khusus untuk perempuan. Diskriminasi ini menimbulkan ketidakadilan gender. Budaya dalam masyarakat biasanya juga berimbas dalam penyelenggaraan pemerintahan sehingga dalam pelaksanaan tugas- tugas pemerintah, tanpa disadari banyak mengakibatkan ketidakadilan gender.

Kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan perlu dibangun dalam rangka mewujudkan kehidupan yang demokratis. Pada hakekatnya Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan dalam porsi yang sama sebagai makhluk paling mulia dibandingkan dengan makhluk lainnya. Dalam realitas yang ada di masyarakat gambaran mengenai kondisi fisik antara laki-laki dan perempuan mempengaruhi konsep pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan.

Kuatnya persepsi masyarakat dalam mengidentikkan pekerjaan dengan jenis kelamin tertentu ternyata masih berlaku hingga sekarang. Pekerjaan yang kasar, menuntut daya tahan tubuh yang tinggi, keterampilan berpikir cepat dan logis, cenderung menjadi lapangan pekerjaan laki-laki. Sebaliknya, bidang yang menuntut kerapian, ketelitian, atau kemampuan mengontrol diri dan emosi, dirasa menjadi kegiatan yang lebih baik dikerjakan perempuan. Jika ada yang ‘melangkahi’ pakem tersebut, muncul

Persepsi inilah yang kemudian membuat pelakunya mengalami kesulitan ketika harus meyakinkan lingkungan sekitar bahwa tidak ada yang salah dengan bidang yang ditekuni. 4

Dalam kaitannya dengan pekerjaan, pada beberapa aspek perempuan kurang dapat berperan aktif karena kondisi dan posisi perempuan yang dianggap kurang menguntungkan dibandingkan dengan laki-laki. Namun, banyak kenyataan bahwa perempuan mampu bekerja di bidang pekerjaan yang didominasi oleh laki-laki seperti polwan, kuli bangunan, dan sebagainya. Namun, apa jadinya apabila yang terjadi adalah sebaliknya. Terdapat kenyataan bahwa laki-laki pun ada yang bekerja di bidang yang didominasi oleh perempuan, salah satunya yaitu di taman kanak-kanak. Hal ini menunjukkan bahwa tidak selamanya perempuan akan terpenjara didalam kesenjangan gender yang selalu memandang rendah dirinya.

Dari sekian banyak jenjang pendidikan yang ada, taman kanak-kanak (TK) merupakan start of point yang harus dilalui peserta didik dalam menempuh pendidikan formal, sebelum mereka masuk ke sekolah dasar dan seterusnya ke sekolah lanjutan serta melanjutkan ke perguruan tinggi. Sebagai tahap awal pendidikan formal, taman kanak-kanak (TK) menempati posisi strategis dalam menanamkan nilai-nilai yang tidak mengandung diskriminasi gender.

(TK) semakin menjamur, seiring dengan meningkatnya kesadaran para orangtua untuk menyiapkan anaknya sebelum memasuki gerbang pendidikan formal sekolah dasar. TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II merupakan salah satu taman kanak-kanak favorit di kota Salatiga. Keberadaannya yang merupakan taman kanak-kanak berbasis Islam sedikit banyak mempengaruhi pola pembelajaran, pengadaan tenaga pendidik, maupun seleksi bagi para siswanya. Oleh karenanya diperlukan tenaga pendidik maupun tenaga kerja pendukung lainnya yang memiliki potensi unggul guna menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas.

Bila kita perhatikan, kebanyakan guru maupun pegawai di TK adalah perempuan. Boleh jadi alasannya karena kaum perempuan sering diidentikkan dengan kelembutan, kesabaran dan sifat mengayomi, sehingga bisa lebih dekat dengan anak-anak kecil dibandingkan laki-laki. Akibatnya, banyak kaum adam yang sebetulnya memiliki motivasi menjadi guru maupun pegawai tidak memilih menjadi guru maupun pegawai di TK.

Pandangan bahwa guru TK harus perempuan sebetulnya keliru. Sebenarnya kehadiran guru laki-laki di TK justru memberi manfaat berlipat ganda bagi sekolah maupun anak didiknya. Pasalnya, ada kebutuhan yang tidak bisa dipenuhi sosok guru perempuan. Terutama anak didik berjenis

kelamin laki-laki yang tidak terwakili kebutuhan dan kepentingannya. 5

Banin II Salatiga, didalamnya terdapat beberapa tenaga pendidik maupun pegawai laki-laki.

Atas dasar hal tersebut di atas, maka peneliti memandang perlu untuk melakukan penelitian mengenai “Kesetaraan Gender dalam Pembagian Kerja Pegawai di Taman Kanak-kanak” guna mengidentifikasi kemungkinan adanya kesenjangan gender diantara para pegawai.

B. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diambil, yaitu “Bagaimana kesetaraan gender dalam pembagian kerja antara pegawai laki-laki dan pegawai perempuan di TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II Salatiga?”

C. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Tujuan Operasional

a. Untuk mengetahui kesetaraan gender dalam pembagian kerja antara pegawai laki-laki dan pegawai perempuan di TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II Salatiga.

b. Untuk mengetahui diskriminasi dalam sistem pembagian kerja antara pegawai laki-laki dan pegawai perempuan di TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II Salatiga.

pegawai perempuan di TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II Salatiga.

2. Tujuan Fungsional

Untuk dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak-pihak atau instansi terkait dalam upaya meningkatkan minat laki-laki untuk menjadi pegawai di TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II Salatiga.

D. MANFAAT PENELITIAN

Dari hasil penelitian ini, diharapkan mampu untuk memberikan pengetahuan dan informasi mengenai :

1. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran nyata tentang kesetaraan gender dalam pembagian kerja pegawai laki-laki dan pegawai perempuan di TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II Salatiga.

b. Dapat digunakan sebagai masukan bagi pihak sekolah dalam kaitannya dengan peningkatan kualitas TK Islam Teladan Tarbiyatul Banin II Salatiga.

c. Menjadi syarat dan tanda bagi penulis untuk menyelesaikan studi Sarjana Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan lmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan atau acuan untuk penelitian empiris selanjutnya.

E. TINJAUAN PUSTAKA

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada Taman Kanak-Kanak di Kota Semarang tahun 2004, bahwa terdapat bias gender dan ketidaksetaraan dalam aspek sumber daya manusia pendidikan Taman Kanak-Kanak, dimana perempuan lebih mendominasi posisi sebagai kepala sekolah dan guru kelas. Dari keseluruhan jumlah TK yang ada, jumlah perempuan yang menjadi kepala sekolah (98,21%) lebih banyak dibanding laki-laki (1,79%), dan jumlah perempuan yang menjadi guru (95,72%) lebih banyak dibandingkan laki-laki (4,28%). Disamping itu, kebijakan pada tingkat sekolah yang berbasis agama Islam dalam hal penerimaan guru kelas berpotensi menyebabkan terjadinya kesenjangan gender, karena hanya memberikan kesempatan kepada guru perempuan untuk dapat diterima sebagai guru tetap. 6

Dalam Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik tulisan Partini, menunjukkan bahwa dalam bidang pendidikan dan kesehatan yang biasanya dikatakan sebagai perpanjangan dari pekerjaan sektor domestik, akses perempuan untuk terlibat dalam pengambilan keputusan masih rendah.

6 Ir. Suyanto, M.Kes., Analisis Kesenjangan Gender pada Aspek Kebijakan, Kurikulum dan Sumber Daya Manusia pada Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) Studi di Kota Semarang 6 Ir. Suyanto, M.Kes., Analisis Kesenjangan Gender pada Aspek Kebijakan, Kurikulum dan Sumber Daya Manusia pada Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) Studi di Kota Semarang

Pada jurnal yang memuat tulisan Mayra Buvinic, Andrew R. Morrison, A., Waafas Ofosu-Amaah, and Mirja Sjoblom menjelaskan bahwa :

“Yet sociology has its own rich empirical and theoretical tradition studying the relation between women’s economic position and a bevy of outcomes, starting with Husbands and Wives (Blood and Wolfe 1960), which found that employed wives have more decisionmaking power. This clearly-presented volume is a signal achievement. But as work progresses, combining insights across disciplines will be crucial to best meet the challenges and promises of promoting gender equality and empowering women worldwide.” 8

(Sosiologi memiliki caranya yang kaya akan tradisi empiris dan teoritis yang mempelajari hubungan antara posisi ekonomi perempuan dan sebuah perkumpulan perempuan, dimulai dengan Suami dan Istri (Blood dan Wolfe 1960), yang menemukan bahwa istri yang bekerja memiliki yang lebih dalam pengambilan keputusan. Hal ini jelas menunjukkan adanya sinyal prestasi. Tapi sebagai kemajuan pekerjaan, menggabungkan wawasan di seluruh disiplin ilmu akan sangat penting terbaik untuk memenuhi

7 Partini, loc. cit. 8 Mayra Buvinic, Andrew R. Morrison, A., Waafas Ofosu-Amaah, and Mirja Sjoblom, “Equality

for Women: Where Do We Stand on Millennium Development Goal 3?”, Contemporary for Women: Where Do We Stand on Millennium Development Goal 3?”, Contemporary

unit when examining the distributional consequences of labor market institutions and of public policy. In a world with high divorce rates, we argue that this simplification is more likely to obscure than to instruct.We find that labor market opportunities for women, which vary systematically with the position of countries in the international division of labor and with the structure of the welfare state, affect women’s bargaining power within the family and as a result, can explain much of the cross country variation in the gender division of labor as well as the gender gap in political preferences.

In the latter, women are generally better able to compete on an equal footing with men in the labor market because investments in skills are mostly borne by workers rather than by employers (say, through college education) and because general skills do not depend on staying with a particular employer for a long period of time. Because firms seek to strengthen their position in the international division of labor, they will work politically to create and reinforce institutions that are designed either to protect specific skill investments or to encourage investment in portable skills. Institutions that protect private sector specific skills, such as high job security, seniority pay, and generous employer-financed benefits, tend to reinforce insider-outsider divisions, and since women are more likely to be outsiders, they are at a greater disadvantage compared to more flexible labor markets where low protection encourages investment in general skills. Furthermore, because compression of wage differentials is one way to protect investment in specific skills, some specific skills systems are characterized by high minimum wages that tend to push up the cost of daycare and other family-oriented services.

As a result of these differences, the outside options of women in general skills systems tend to be better than in specific skills systems, and so is their concomitant bargaining power. This implies that, everything else being equal, female labor market participation tends to be lower in specific skills systems.” 9

9 Torben Iversen dan Frances Rosenbluth, “The Political Economy of Gender: Explaining Cross- National Variation in the Gender Division of Labor and the Gender Voting Gap”, American

sebagai unit ketika memeriksa konsekuensi distribusi dari institusi pasar kerja dan kebijakan publik. Kami menemukan peluang pasar tenaga kerja bagi perempuan, yang bervariasi secara sistematis dengan posisi negara- negara dalam pembagian kerja internasional dan struktur negara kesejahteraan , yang mempengaruhi kekuatan tawar perempuan dalam keluarga dan sebagai hasilnya, dapat menjelaskan banyak variasi lintas negara dalam pembagian kerja berdasarkan gender dan kesenjangan gender dalam preferensi politik.

Dalam kasus terakhir, wanita umumnya lebih mampu bersaing pada kedudukan yang sama dengan laki-laki di pasar tenaga kerja karena investasi dalam keterampilan terutama dipakai oleh para pekerja daripada pengusaha (misalnya melalui pendidikan tinggi) dan karena keterampilan umum tidak tergantung pada majikan tertentu untuk jangka waktu yang panjang.

Sebagai akibat dari perbedaan ini, di luar pilihan perempuan dalam sistem keterampilan umum cenderung lebih baik daripada sistem keterampilan khusus, dan sebagainya adalah kekuatan tawar atas mereka. Ini berarti bahwa, segala sesuatu yang lain sama, partisipasi perempuan dalam pasar tenaga kerja cenderung lebih rendah dalam sistem keterampilan khusus).

Lesmana, yang melihat pada pembagian peran dan tugas pegawai Rutan Boyolali. Dalam penelitian tersebut permasalahan yang terjadi adalah bahwa masih terdapat kesenjangan gender dalam pembagian peran dan tugas antara pegawai rutan laki-laki dan perempuan. Kebanyakan perempuan bekerja pada fungsi staf, namun laki-laki terdapat di seluruh bidang tugas di Rutan Boyolali. Karena kebanyakan perempuan hanya bekerja pada bagian staf, kesempatan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat (dalam hal ini tahanan dan napi) menjadi terhambat. Selain itu, keseluruhan jabatan inti dipegang oleh laki-laki, maka kontrol perempuan menjadi sangat rendah dalam pengambilan keputusan. Adapun faktor-faktor penyebab kesenjangan gender disini ada beberapa faktor, yang pertama yakni budaya patriarkhi yang masih kental. Dominasi laki-laki atas perempuan disini juga terasa karena pegawai perempuan lebih banyak dijalankan pada fungsi staf. Kedua, beban ganda yang diemban perempuan membuat mereka memiliki tugas yang berat, yakni untuk melaksanakan peran domestik (pekerjaan rumah tangga) dan peran publik (bekerja untuk mengembangkan karier). Ketiga, subordinasi, yakni anggapan bahwa perempuan tidak penting dalam pengambilan keputusan politik. Keempat, stereotype (pelabelan) negatif yang diberikan kepada perempuan. Misalnya, mengapa perempuan lebih cocok pada pekerjaan domestik atau staf, itu dikarenakan adanya konstruksi Lesmana, yang melihat pada pembagian peran dan tugas pegawai Rutan Boyolali. Dalam penelitian tersebut permasalahan yang terjadi adalah bahwa masih terdapat kesenjangan gender dalam pembagian peran dan tugas antara pegawai rutan laki-laki dan perempuan. Kebanyakan perempuan bekerja pada fungsi staf, namun laki-laki terdapat di seluruh bidang tugas di Rutan Boyolali. Karena kebanyakan perempuan hanya bekerja pada bagian staf, kesempatan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat (dalam hal ini tahanan dan napi) menjadi terhambat. Selain itu, keseluruhan jabatan inti dipegang oleh laki-laki, maka kontrol perempuan menjadi sangat rendah dalam pengambilan keputusan. Adapun faktor-faktor penyebab kesenjangan gender disini ada beberapa faktor, yang pertama yakni budaya patriarkhi yang masih kental. Dominasi laki-laki atas perempuan disini juga terasa karena pegawai perempuan lebih banyak dijalankan pada fungsi staf. Kedua, beban ganda yang diemban perempuan membuat mereka memiliki tugas yang berat, yakni untuk melaksanakan peran domestik (pekerjaan rumah tangga) dan peran publik (bekerja untuk mengembangkan karier). Ketiga, subordinasi, yakni anggapan bahwa perempuan tidak penting dalam pengambilan keputusan politik. Keempat, stereotype (pelabelan) negatif yang diberikan kepada perempuan. Misalnya, mengapa perempuan lebih cocok pada pekerjaan domestik atau staf, itu dikarenakan adanya konstruksi

Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Siti Andewi, yang membahas tentang pembagian kerja dan sistem pengupahan buruh tembakau di PT Perkebunan Nusantara X Klaten justru berbeda. Dalam penelitian tersebut bias gender tidak terjadi dalam sistem pembagian kerja, karena buruh perempuan sangat dibutuhkan dan menjadi prioritas dalam mengerjakan suatu jenis pekerjaan, yaitu pekerjaan yang membutuhkan ketelitian, kesabaran dan keuletan karena dirasa paling cocok dikerjakan oleh buruh perempuan. Dalam sistem pengupahan, kaitannya dengan pembagian kerja berdasarkan gender tersebut tidak terdapat perbedaan antara buruh laki-laki dan perempuan. Semua buruh mendapatkan upah yang sama sesuai dengan Upah Minimum Kabupaten. Sedangkan untuk buruh pengawas tetap, terdapat sedikit perbedaan dalam penerimaan upah, namun hal tersebut tidak mencerminkan bias gender karena semua buruh pengawas tetap di gudang adalah perempuan. 11

Antropolog bernama Margaret Mead, dalam Male and Female menemukan bahwa dalam masyarakat-masyarakat pra-industri, pada waktu perempuan mulai melakukan pekerjaan-pekerjaan ‘khas lelaki’, para laki- laki seketika menciptakan pekerjaan baru yang belum diberi label, dan memberinya merek ‘khusus laki-laki’. Pekerjaan itu lantas dipakai untuk

10 Angga Lesmana, Kesetaraan Gender dalam Pembagian Peran dan Tugas Pegawai Rutan Boyolali , 2008.

Temuan Mead ini mensugestikan bahwa perilaku semacam itu adalah keharusan kultural, salah satu hal yang mencerminkan apa yang dirasakan pula oleh perempuan andai lelaki menyerobot pekerjan-pekerjaan ‘khas perempuan’. Ini akan terasa seperti pelanggaran wilayah atau kedaulatan. Jika ini terjadi, maka tekanan jiwa yang diakibatkannya pantas direnungkan dan bahkan mungkin juga dikasihani, ketimbang mengejek dan mengutuk laki-laki. Bila mereka ingin berdialog agar keduanya lolos dari krisis, mungkin perempuan memahami mundurnya, pun bila lelaki memobilisasi diri secara habis-habisan demi menjaga kekuasaan politiknya yang mulai keropos.

Perempuan merasa butuh membuang banyak waktu melakukan kegiatan-kegiatan humas bagi kesetaraan, tapi tidak lagi perlu baginya untuk mencoba meminta agar ‘pihak oposisi’ terketuk hatinya untuk menerapkan keadilan, apa yang sudah sepantasnya diperoleh perempuan. Tak peduli siap atau tidak, ‘masyarakat’ tidak lagi punya kekuasaan untuk mengurung perempuan di tempat mereka semula. Sebab perempuan kini punya kekuatan untuk menciptakan kondisi-kondisi yang mereka butuhkan dalam mencapai kesetaraan.

Kesetaraan bukan lagi sesuatu yang dimohon dari orang-orang lain. Pergeseran titik-berat ini menuntut perempuan agar mulai memandang diri sebagai agen potensial bagi perubahan, dengan banyak sumber daya.

12 Naomi Wolf, Gegar Gender: Kekuasaan Perempuan Menjelang Abad 21, terjemahan Omi 12 Naomi Wolf, Gegar Gender: Kekuasaan Perempuan Menjelang Abad 21, terjemahan Omi

Sekaranglah saatnya bagi para perempuan, dimana perubahan- perubahan yang nyata bagi perempuan tergantung kepada kesediaan perempuan sendiri untuk memegang kekuasaan lengkap dengan godaan- godaan dan tanggung jawabnya, menerapkan demokrasi dengan segenap konflik terbuka yang ada padanya, mengguanakan uang dengan segala kesenangan maupun bahayanya.

F. DEFINISI KONSEPTUAL

1. Gender

1.1. Definisi Gender

Diskusi gender pada umumnya berkisar pada sifat (the nature of ) hubungan antara pria dan wanita sebagai dua kelompok yang berbeda. Wanita dan pria berbeda secara badaniah maupun psikologis. Gender melihat perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi karakteristik, sikap dan perilaku masing-masing dalam konteks sosial budaya, berbeda dengan seks yang hanya melihat perbedaan tersebut dari sudut jenis kelamin saja.

Menurut Inpres No. 12 tahun 2000, gender adalah konsep yang mengacu pada peran-peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan

kebijakan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan pemberdayaan perempuan, kesetaraan dan keadilan gender di segala aspek pembangunan. Kesetaraan gender yang dimaksud adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Sedangkan keadilan gender adalah suatu proses untuk menjadi adil terhadap laki-laki dan perempuan. 13

Dalam istilah lain, gender adalah interpretasi mental dan kultural terhadap pembedaan kelamin dan hubungan antara laki-laki dan perempuan. Kadang-kadang interpretasi mental ini lebih merupakan keadaan ideal daripada apa yang sesungguhnya dilakukan dan dapat dilihat. Gender biasanya dipergunakan untuk menunjukkan pembagian kerja yang dianggap tepat bagi pria dan wanita. Seringkali kegiatan didefinisikan sebagai milik laki-laki atau perempuan yang diorganisasikan dalam hubungan saling ketergantungan.

Sedangkan konsep gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya, bahwa perempuan itu dikenal

13 Setneg, Instruksi Presiden RI Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender Dalam 13 Setneg, Instruksi Presiden RI Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender Dalam

yang lain. 14

Sementara itu, Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia mengartikan gender adalah peran- peran sosial yang dikonstruksi oleh masyarakat, serta tanggung jawab dan kesempatan laki-laki dan perempuan yang diharapkan masyarakat agar peran-peran sosial tersebut dapat dilakukan oleh

keduanya (laki-laki dan perempuan). 15

Dari berbagai definisi gender di atas maka dapat disimpulkan bahwa gender adalah suatu konstruksi atau bentuk sosial yang sebenarnya bukan bawaan lahir sehingga dapat dibentuk atau diubah tergantung tempat, waktu/zaman, suku/ras/bangsa, budaya, status sosial, pemahaman agama, negara, ideologi, politik, hukum, dan ekonomi. Oleh karenanya, gender bukanlah kodrat Tuhan, melainkan buatan manusia yang dapat dipertukarkan dan memiliki sifat relatif. Hal tersebut bisa terdapat pada laki-laki maupun pada perempuan. Sedangkan jenis kelamin (sex) merupakan kodrat Tuhan (ciptaan

14 Mansour Fakih, loc. cit. 15 Riant Nugroho, Gender dan Strategi Pengarus-Utamaannya di Indonesia (Yogyakarta: 14 Mansour Fakih, loc. cit. 15 Riant Nugroho, Gender dan Strategi Pengarus-Utamaannya di Indonesia (Yogyakarta:

1.2. Ketimpangan Gender

Dua hal pokok yang perlu diperhatikan dalam memahami konsep gender saati ini yaitu, ketidakadilan dan diskriminasi gender di satu pihak, dan kesetaraan serta keadilan gender di pihak lain. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur dimana baik kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut. 16

Untuk menganalisis persoalan ketidakadilan gender, perlu dipahami terlebih dahulu pengertian dari seks (jenis kelamin) dan gender itu sendiri. Pengertian jenis kelamin merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Misalnya, bahwa manusia jenis laki-laki adalah manusia yang memiliki sifat seperti berikut; laki-laki adalah manusia yang memiliki jakala (kala menjing) dan memproduksi sperma. Sedangkan perempuan memiliki alat reproduksi seperti rahim dan memproduksi sel telur. Alat-alat tersebut secara biologis melekat pada manusia jenis perempuan dan laki-laki selamanya. Artinya secara biologis alat-alat tersebut tidak bisa dipertukarkan antara alat biologis yang melekat pada manusia Untuk menganalisis persoalan ketidakadilan gender, perlu dipahami terlebih dahulu pengertian dari seks (jenis kelamin) dan gender itu sendiri. Pengertian jenis kelamin merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Misalnya, bahwa manusia jenis laki-laki adalah manusia yang memiliki sifat seperti berikut; laki-laki adalah manusia yang memiliki jakala (kala menjing) dan memproduksi sperma. Sedangkan perempuan memiliki alat reproduksi seperti rahim dan memproduksi sel telur. Alat-alat tersebut secara biologis melekat pada manusia jenis perempuan dan laki-laki selamanya. Artinya secara biologis alat-alat tersebut tidak bisa dipertukarkan antara alat biologis yang melekat pada manusia

ketentuan Tuhan atau kodrat. 17

Sebagaimana dikemukakan oleh Kerstan (1995), jenis kelamin bersifat biologis dan dibawa sejak lahir sehingga tidak dapat

diubah. 18