FAKTOR FAKTOR PENYEBAB PERCERAIAN (STUDI TERHADAP PERCERAIAN DI DESA BATUR KEC. GETASAN KAB. SEMARANG) - Test Repository

  

FAKTOR FAKTOR PENYEBAB PERCERAIAN

(STUDI TERHADAP PERCERAIAN DI DESA BATUR

KEC. GETASAN KAB. SEMARANG) SKRIPSI

  

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum Islam

Oleh

NURUL FADHLILAH

  

NIM 21109020

JURUSAN SYARI’AH

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

  

SALATIGA

2013

  

FAKTOR FAKTOR PENYEBAB PERCERAIAN

(STUDI TERHADAP PERCERAIAN DI DESA BATUR

KEC. GETASAN KAB. SEMARANG)

SKRIPSI

  

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Sarjana Hukum Islam

Oleh

NURUL FADHLILAH

  

NIM 21109020

JURUSAN SYARI’AH

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

  

SALATIGA

  

MOTTO

$uZ÷èsùu‘ur y7 s9 x8 t

   ø . ÏŒ đễẻ ¨b Î*sù yì tB ÎŽô£ ãèø 9$# #·Žô£ ç„ địẻ

  

“ DAN KAMI TINGGIKAN BAGIMU SEBUTANMU,

KARENA SESUNGGUHNYA SESUDAH KESULITAN ITU,

ADA KEMUDAHAN”(QS. ALAM NASYRAH, 94: 4-5)

  PERSEMBAHAN

Ø Untuk ayah handa (Muzamil) dan ibunda tercinta (Juariyah) yang tak henti-

  hentinya mendoakan dan mendidik anak-anaknya dalam mencurahkan kasih sayang.

  

Ø Kakak-kakak tersayang (Nur Wakidah dan Muhammad Arba’in) yang selalu

memberikan motivasi. Ø

  Teman baikku Eva Yuni “Copenk” beserta keluarga yang selalu memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.

  Ø Almamater Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga. Ø

  Teman-teman AHS angkatan 2009 yang tidak bisa penulis semua sebutkan satu-persatu.

  

Ø Teman-teman kost Zaena Bordir Kembangarum Salatiga (Mbak Evi, Mbak

  Diah, Mbak Novi, Catur, Titis, Cuby, Siti, Rowiyah, Nimas dan Novi)

  Ø

  Sahabat-sahabatku yang telah memberikan motivasi dan semangat, khususnya dalam penyusunan skripsi yang tidak dapat penulis sebutkan satu- persatu.

  Bismillahirrahmanirrahim

  Alhamdulillah, puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan nikmat kepada semua hamba-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam senantiasa tetap terlimpahkan kepangkuan beliau Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat- sahabatnya dan orang-orang mukmin yang senantiasa mengikutinya.

  Dengan segala kerendahan hati, penulis sampaikan bahwa skripsi ini tidak mungkin terselesaikan tanpa adanya dukungan dan bantuan dari semua pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung.

  Skripsi yang berjudul “FAKTOR FAKTOR PENYEBAB

  

PERCERAIAN (Studi Terahadap Perceraian Di Desa Batur Kec. Getasan

Kab. Semarang)” ini disusun untuk melengkapi syarat-syarat mencapai gelar

  Sarjana (S1) Hukum Islam pada Jurusan Syari’ah di STAIN Salatiga, meskipun bentuknya masih sederhana serta banyak kekurangan.

  Dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan banyak-banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

  1. Yang terhormat, Dr. Imam Sutomo, M.Ag selaku Ketua STAIN Salatiga.

  2. Yang terhormat Bapak Drs. Mubasirun, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Syariah

  3. Yang terhormat Bapak Ilya Muhsin, S.HI., M.Si. selaku ketua program studi Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah STAIN Salatiga.

  4. Yang saya hormati Drs. Badwan M,Ag selaku pembimbing skripsi yang telah rela menyisihkan waktunya untuk membimbing dengan penuh kebijaksanaan dan memberi petunjuk-petunjuk dan dorongan-dorongan dalam menyelesaikan skripsi ini.

  5. Yang terhormat, Bapak/Ibu dosen yang telah mencurahkan pengetahuan dan bimbingan selama penulis kuliah sampai menyelesaikan skripsi ini.

  6. Yang terhormat, Kepala Desa Batur Bapak Radik Wahyu D beserta staf- stafnya, yang berkenan memberikan izin pada penulis untuk melakukan

  7. Yang terhormat, Kepala KUA Getasan beserta staf-stafnya, yang berkenan memberikan izin pada penulis untuk melakukan penelitian di Desa Batur.

  8. Yang terhormat dan tercinta, Ayahanda Muzamil, Ibunda tercinta Juariyah, kakak-kakak tercinta Nur Wakidah dan M. Arba’in yang telah mencurahkan kasih sayang, memberikan motivasi dan tidak pernah bosan mendoakan penulis dalam menempuh studi dan mewujudkan cita-cita.

  9. Yang tercinta teman-teman serta semua pihak yang telah memberikan motivasi dan bantuan selama menempuh studi, khususnya dalam proses penyusunan proses skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

  Atas semua bantuan yang telah diberikan kepada penulis, mudah-mudahan mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amien. Serta proses yang selama ini penulis alami semoga bermanfaat di kemudian hari sebagai bekal mengarungi kehidupan di alam nyata. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih perlu penyempurnaan baik dari isi maupun metodologi. Oleh karena itu, penulis mengharap kritik dan saran yang konstruktif dari semua pihak guna kesempurnaan skripsi ini.

  Salatiga, 27 September 2013 Penulis

  

ABSTRAK

  Fadhlilah, Nurul. 2013. Faktor Faktor Penyebab Perceraian (Studi terhadap

  

perceraian di Desa Batur Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang) . Skripsi

  Jurusan Syari’ah. Program Studi Al-Ahwal Al-Syakhshiyah. Sekolah Tinggi Agama IslamNegeri Salatiga. Bapak Pembimbing: Drs. Badwan, M.Ag.

  Kata Kunci: Perceraian

  Pernikahan adalah tiang keluarga yang teguh dan kokoh. Namun suatu perkawinan yang seharusnya merupakan tempat kebahagiaan dan kedamaian pasangan hidup pada kenyataannya tidak dapat menjamin kelanggengan rumah tangga. Karena dalam keadaan tertentu terdapat faktor-faktor yang menghendaki putusnya perkawinan. Jika suami istri dalam rumah tangga tersebut tidak mampu untuk menyikapi atau mengendalikan diri masing-masing tidak menutup kemungkinan akan terjadi percecokan dan keretakan dalam rumah tangga yang apabila tidak mungkin didamaikan, maka jalan terakhir adalah perceraian. Adapun tujuan yang hendak dicapai setelah penelitian ini selesai adalah mengetahui faktor-faktor penyebab perceraian dan dari faktor-faktor tersebuat faktor dominan apa yang menyebabkan perceraian di Desa Batur Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang.

  Penelitian ini merupakan studi kasus dengan metode deskriptif kualitatif, yaitu sebuah metode penelitian di mana peneliti menjelaskan kenyataan yang didapatka dari kasus-kasus di lapangan sekaligus berusaha untuk mengungkapakan hal-hal yang tidak nampak dari luar agar khayalak dapat mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

  Hasil penelitian yang diperoleh adalah pertama, faktor-faktor penyebab perceraian di Desa Batur yaitu faktor ekonomi, perselisihan, meninggalkan, gangguan pihak lain atau perselingkuhan, dan perjodohan. Kedua, dari faktor- faktor tersebut yang menjadi faktor dominan penyebab perceraian di Desa Batur adalah ekonomi dan perselisihan. Keadaan ekonomi yang tergolong dalam menengah ke bawah dapat disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan yang menjadikan mereka hanya berprofesi sebagai petani dan buruh. Responden yang bercerai rata-rata hanya berpendidikan tingkat SD. Sehingga sekilas dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan terkait dengan tingkat perceraian. Ekonomi yang kurang menyebabkan perselisihan yang terus menerus terjadi dan tidak lagi dapat terhindarkan. Dengan latar belakang ekonomi menengah ke bawah maka keluarga tersebut mengalami goncangan atau kesulitan ekonomi.

DAFTAR ISI

  SAMPUL JUDUL ......................................................................................... . i LEMBAR BERLOGO .................................................................................. . ii JUDUL ........................................................................................................ . iii PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ . iv PENGESAHAN KELULUSAN ................................................................... . v PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ...................................................... . vi MOTTO ....................................................................................................... . vii PERSEMBAHAN ......................................................................................... . viii KATA PENGANTAR ................................................................................. . ix ABSTRAK .................................................................................................. . x DAFTAR ISI ............................................................................................... . xi

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................... 5 C. Penegasan Penelitian ............................................................... 6 D. Tujuan Penelitian .................................................................... 6 E. Kegunaan Istilah ....................................................................... 6 F. Metode Penelitian .................................................................... 7

  1. Jenis Penelitian .................................................................. 7

  2. Sumber Data .................................................................... 7

  3. Prosedur Pengumpulan Data ............................................. 8

  4. Analisis Data .................................................................... 9

  G. Sistematika Penulisan .............................................................. . 9

  

BAB II Tinjauan Umum Tentang Perceraian .......................................... 12

A. Pengertian Dan Dasar Hukum Perceraian .................................. 12 B. Rukun Dan Syara-syarat Perceraian ........................................... 16

  C. Sebab-sebab Dan Macam Perceraian ....................................... 18

  D. Akibat Hukum Atas Putusnya Perkawinan ............................... 26

  

BAB III Paparan Hasil Penelitian ……………………………………….. 33

A. Gambaran umum Desa Batur Kec. Getasan Kab. Semarang...... 33

  1. Letak geogfrafis Desa Batur ................................................. 35

  2. Keadaan penduduk Desa Batur ............................................ 34

  a. Keadaan penduduk berdasarkan mata pencaharian ........ 34

  b. Keadaan penduduk berdasarkan keagamaan .................. 36

  c. Keadaan penduduk berdasarkan tingkat pendidikan....... 37

  3. Keadaan kelembagaan Desa Batur........................................ 38

  B. Data penelitian.............................................................................. 40

  1. Profil keluarga pelaku perceraian............................................41

  C. Faktor-faktor Penyebab perceraian di Desa Batur .......................50

  

BAB IV Analisis Faktor Dominan Penyebab Perceraian …......................51

A. Faktor-faktor penyebab perceraian ..............................................51

  a. Faktor ekonomi ......................................................................53

  b. Faktor perselisihan .................................................................57

  c. Faktor Pemabuk/pemandat dan penjudi ................................59

  d. Faktor kekejaman atau penganiayaan ................................... 60

  e. Faktor gangguan pihak lain.................................................... 63

  f. Faktor perjodohan ..................................................................64

  B. Analisis faktor dominan penyebab perceraian .............................66

  A. Kesimpulan ............................................................................... 70

  B. Saran ..........................................................................................71

  

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 72

LAMPIRAN-LAMPIRAN

  Lampiran I. Lembar konsultasi skripsi Lampiran II Nota pembimbing Lampiran II. Nilai SKK mahasiswa Lampiran III. Panduan wawancara Lampiran IV. Surat ijin penelitian Lampiran V. Riwayat hidup penulis hidup berpasang-pasangan, saling mengisi dan bekerja sama antara satu dan lainnya yang diwujudkan dalam pernikahan. Pernikahan merupakan

  sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluk-Nya, baik pada

  manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Perkawinan disyariatkan supaya manusia mempunyai keturunan dan keluarga yang sah menuju kehidupan bahagia di dunia dan di akhirat, di bawah naungan cinta kasih dan ridha Ilahi (Sosroatmodjo & Aulawi, 1981:33). Sebagaimana Firman Allah swt :

  ô` ÏBur Þ Ú ö‘F { $# àM Î7/Yè? $£J ÏB $yg¯=à2 yl ºurø —F { $# t, n=y{ “ Ï%© !$# z` »ys ö6ß ™ đỉỹẻ tb qß J n=ôètƒ Ÿ w $£J ÏBur óOÎgÅ ¡ àÿRr& Arti :

  “ Maha suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui” (Qs. Yasin : 36).

  Pada prinsipnya suatu perkawinan itu ditujukan untuk hidup selamanya dan kebahagiaan yang kekal (abadi) bagi pasangan suami istri.

  Keluarga kekal yang bahagia itulah yang dituju. Banyak perintah Tuhan dan Rosul yang bermaksud untuk ketentraman keluarga selama hidup tersebut. (Ramulyo, 1996:98)

  Dalam pernikahan tentunya ada suatu tujuan yang akan dicapai salah satunya untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah,

  

mawadah dan warohmah. Selain itu dalam UU No. 1 Tahun 1974

  dikatakan bahwa, “tujuan pernikahan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

  Pernikahan adalah tiang keluarga yang teguh dan kokoh. Di dalamnya terdapat hak-hak dan kewajiban yang sakral dan relegius.

  Seseorang akan merasa adanya tali ikatan suci yang membuat tinggi sifat kemanusiaannya, yaitu ikatan rohani dan jiwa yang membuat ketinggian derajat manusia dan menjadi mulia dari pada tingkatan kebinatangan yang hanya menjalin cinta syahwat antara jantan dan betina. Bahkan hubungan pasangan suami istri sesungguhnya adalah ketenangan jiwa, kasih sayang dan memandang. (Azzam & Hawas, 2009:40)

  Seiring dengan perkembangan jaman yang diikuti oleh perubahan gaya hidup dan pergeseran nilai moral dalam masyarakat saat ini, bahwasanya suatu keluarga yang dibina oleh pasangan yang sudah berikrar dihadapan penghulu, dan berjanji hidup bersama-sama selamanya dan berkomitmen untuk mencapai tujuan perkawinan, yaitu kesempurnaan hidup, pada kenyataannya tidak dapat mempertahankan mahligai rumah tangganya dengan berbagai alasan. Dari kondisi yang demikian maka, dapat dinilai bahwa suatu perkawinan yang seharusnya merupakan tempat kebahagiaan dan kedamaian pasangan hidup pada kenyataannya tidak dapat menjamin kelanggengan rumah tangga itu sendiri dengan berbagai alasan untuk mengakhiri mahligai rumah tangga.

  Islam sebagai suatu ajaran yang menjunjung tinggi nilai moral dan keadilan memberikan berbagai solusi dan alternatif atas segala permasalahan dalam rumah tangga. Islam mengarahkan mereka agar tetap bertahan dan sabar sampai dalam keadaan yang tidak ia sukai. Jika permasalahan cinta dan tidak cinta sudah dipindahkan kepada pembangkangan dan lari menjauh, langkah awal yang ditunjukkan Islam bukan talak. Akan tetapi, harus ada langkah usaha yang dilakukan pihak lain dan pertolongan yang dilakukan oleh orang baik-baik (Azzam & Hawas, 2009:253). Sebagaimana firman Allah

  ô` ÏiB $V J s3 ymur ¾Ï&Î#÷d r& ô` ÏiB $V J s3 ym (#qèWyèö/$$sù $uKÍkÈ ]÷ t/ s- $s)Ï© óOçFø ÿÅ z ÷b Î)ur 

  #Z Ž Î7yz $¸J ŠÎ=tã tb % x. © ! $# ¨b Î) 3 !$yJ åks]ø Št/ ª! $# , Ïjùuqãƒ È $[s »n=ô¹ Î) !#y‰ƒÌ ムb Î) !$ygÎ=÷d r& 

   đỉịẻ

  Arti : “Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. An-Nisa’ : 128)

  Namun dalam keadaan tertentu terdapat hal-hal yang menghendaki putusnya perkawinan yaitu dalam arti apabila hubungan perkawinan tetap dilanjutkan maka kemudaratan akan terjadi. Dalam hal ini Islam membolehkan perceraian sebagai langkah terakhir dari usaha yang telah dilakukan semaksimal mungkin. Perceraian dengan begitu adalah jalan yang terbaik. Perlu diketahui bahwa perceraian merupak sesuatu yang halal namun dibenci oleh Allah.

  Kehidupan keluarga terjadi lewat perkawinan yang sah baik menurut agama atau ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dari sini akan tercipta kehidupan yang harmonis, tentram, dan sejahtera lahir batin yang didambakan oleh setiap insan yang normal. Perceraian merupakan salah satu bentuk perkembangan di masyarakat yang dipandang tidak sejalan dengan tujuan perkawinan. Untuk menekan angka perceraian di Indonesia diberlakukan Undang-Undang perkawinan yakni Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang- Undang No. 1 Tahun 1974.

  Perceraian sendiri bukanlah hal yang patut untuk direncanakan, karena perceraian itu dapat terjadi pada siapapun dan dimanapun. Banyak faktor penyebab perceraian, salah satunya di Desa Batur yang secara geografis terletak di dataran tinggi tepatnya di lereng gunung Merbabu dengan jumlah penduduk mencapai 8241 Jiwa. Masyarakat Desa Batur memiliki beragam profesi petani, PNS, pejabat, buruh, pedagang dll. Dari latar belakang yang berbeda maka akan timbul kemajemukan dalam masyarakatnya yang punya sifat dan kepribadian yang berbeda, maka disitulah muncul banyak masalah perceraian. Banyak faktor yang menyebabkan perceraian diantaranya yaitu krisis moral, tidak ada tanggung jawab, kecemburuan, penganiayaan atau kekerasan, kawin di bawah umur dan ekonomi tidak menentu.

  Setiap kehidupan rumah tangga pasti terdapat masalah-masalah yang akan timbul. Jika suami istri dalam rumah tangga tersebut tidak mampu untuk menyikapi atau mengendalikan diri masing-masing, tidak menutup kemungkinan akan terjadi percecokan dan keretakan dalam rumah tangga. Apabila percecokan dan keretakan dalam rumah tangga sudah tidak mungkin didamaikan, maka jalan terakhir yaitu perceraian.

  Perceraian merupakan solusi terakhir yang dapat ditempuh oleh suami istri dalam mengakhiri ikatan perkawinan setelah mengadakan perdamaian atau mediasi secara maksimal tetapi tidak membuahkan hasil.

  Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk meneliti tentang

  “Faktor Faktor Penyebab Perceraian (Studi Terhadap Perceraian di Desa Batur Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang)”.

B. Fokus Penelitian

  Berdasarkan latar belakang masalah dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut :

  1. Faktor-faktor apa penyebab perceraian di Desa Batur Kec. Getasan Kab. Semarang ?

  2. Faktor dominan apa penyebab perceraian di Desa Batur Kec. Getasan Kab. Semarang ?

C. Penegasan Istilah

  Agar di dalam penelitian ini tidak terjadi penafsiran yang berbeda dengan maksud penulis, maka penulis akan menjelaskan istilah-istilah yang terkait dengan materi judul sebagai berikut:

  1. Perceraian, menururt fiqh Islam talak (perceraian) menurut bahasa adalah “melepaskan ikatan”. Maksudnya adalah melepaskan ikatan pernikahan.

D. Tujuan penelitian

  1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang penyebab perceraian di Desa Batur Kec. Getasan Kab. Semarang.

  2. Untuk mengetahui faktor dominan penyebab perceraian di Desa Batur Kec. Getasan Kab. Semarang.

  E. Kegunaan Penelitian

  Kegunaan atau manfaat dari penelitian ini diantarannya adalah sebagai berikut: a. Bagi Masyarakat

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan masukan pemikiran terhadap masyarakat tentang hukum pernikahan khususnya tentang perceraian, sehingga diharapkan masyarakat dapat menghindari perceraian b. Bagi akademik

  Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk dan juga menambah bahan pustaka bagi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN).

F. Metode Penelitian

  1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus dengan metode deskriptif kualitatif, yaitu sebuah metode penelitian di mana peneliti menjelaskan kenyataan yang didapatka dari kasus-kasus di lapangan sekaligus berusaha untuk mengungkapakan hal-hal yang tidak nampak dari luar agar khayalak dapat mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

  2. Sumber Data Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah observasi, wawancara, dokumen (dokumen resmi atau pribadi, dan foto).

  Sumber data dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu :

  a. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya melalui wawancara dengan informan pelaku perceraian yaitu sebanyak 3 pasang perceraian. Pengumpulan data ini dimaksudkan untuk mngetahui faktor-faktor penyebab perceraian di Desa Batur.

  b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian, hasil penelitian dalam bentuk laporan, skripsi, tesis, disertasi, dan

  3. Prosedur Pengumpulan Data Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan (Nazir, 1988:211). Teknik dalam penelitian ini adalah:

  a. Wawancara/Interview Dalam metode ini penulis menggunakan teknik wawancara atau interview yaitu suatu percakapan atau tanya jawab yang diarahkan pada suatu permasalahan tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (orang yang mengajukan pertanyaan) dan yang diwawancarai (yang memberi jawaban dari pertanyaan pewawancara). Data dikumpulkan dengan mewawancarai pelaku perceraian. Wawancara ini dimaksudkan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab perceraian di Desa Batur.

  b. Metode dokumentasi Metode dokumntasi adalah metode pengumpulan data dengan cara membaca dan mengutip dengan dokumen-dokumen yang ada dan dipandang relevan. Data tersebut berupa data kependudukan dan data perceraian di Desa Batur. Dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda- benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan- peraturan dan sebagainya (Arikunto, 2010:201). Metode ini digunakan untuk memperoleh data sejarah Desa Batur Kecamatan

  Getasan Kabupaten Semarang dan data-data serata informasi lain yang menunjang dalam penelitian ini.

  c. Metode Observasi atau Pengamatan Metode observasi adalah teknik pengumpulan data dengan pengamatan langsung kepada objek penelitian. Metode ini digunakan untuk mengetahui situasi dan kondisi lingkungan di Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang. Observasi ini dilakukan dengan melakukan serangkaian pengamatan dengan menggunakan alat indera pengliatan dan pendengaran secara langsung terhadap objek yang diteliti.

  4. Analisis Data Analisis data adalah suatu proses menata, menytrukturkan, dan memaknai data yang tidak beraturan (Daymon & Holloway,

  2008:368). Data yang berhasil dihimpun akan dianalisis secara kualitatif, yaitu menganalisa dengan cara menguraikan dan mendeskripsikan kasus perceraian di Desa Batur sehingga didapat suatu kesimpulan yang objektif, logis, konsisten, dan sistematis sesuai dengan tujuan yang dilakukan penulis dalam penelitian ini.

G. Sistematika penulisan

  Agar pembahasan penelitian ini tidak keluar dari pokok pikiran dan kerangka yang telah ditentukan, maka penulis menggunakan sistematika sebagai berikut:

  A. Latar belakang masalah

  B. Fokus penelitian

  C. Penegasan Istilah

  D. Tujuan penelitian

  E. Kegunaan penelitian

  F. Metode penelitian yang terdiri dari :

  1. Jenis penelitian

  2. Sumber data

  3. Prosedur pengumpulan data

  4. Analisis data G. Sistematiaka penulisan.

  2. BAB II: Tinjauan umum tentang perceraian

  E. Pengertian dan dasar hukum perceraian

  F. Rukun dan Syara-syarat perceraian

  G. Sebab-sebab dan macam perceraian

  H. Akibat Hukum Atas Putusnya Perkawinan

  3. BAB III: Paparan Hasil Penelitian terdiri dari:

  A. Gambaran umum Desa Batur Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang

  4. Letak geogfrafis Desa Batur

  5. Keadaan penduduk Desa Batur

  d. Keadaan penduduk berdasarkan mata pencaharian f. Keadaan penduduk berdasarkan tingkat pendidikan

  6. Keadaan kelembagaan Desa Batur

  B. Data penelitian

  1. Profil keluarga yang melakukan perceraian di Desa Batur Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang.

  C. Faktor-faktor yang menyebabkan perceraian di Desa Batur Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang

  4. BAB IV: Pembahasan pokok permasalahaan dari data hasil temuan- temuan mengenai: C. Analisis faktor-faktor penyebab perceraian

  D. Analisis faktor dominan penyebab perceraian

  5. BAB V: Bab ini merupakan bab penutup atau bab akhir dari penyusunan skripsi yang penulis sususn. Dalam bab ini penulis mengemukakan kesimpulan dari seluruh hasil penelitian, saran-saran ataupun rekomendasi dalam rangka meningkatkan pengetahuan tentang hukum-hukum islam khususnya perceraian di Desa Batur Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERCERAIAN A. Pengertian dan Dasar Hukum Perceraian Allah menciptakan hubungan antara laki-laki dan perempuan

  dengan pernikahan sebagai jaminan kelestarian populasi manusia di muka bumi, sebagai motivasi dari tabiat dan syahwat manusia dan untuk menjaga kekekalan keturunan mereka. Secara sederhana, pernikahan bisa dimaknai seperangkat aturan yang bentuk konkretnya adalah kebersamaan laki-laki dan wanita di bawah atap yang sama, agar dengan kebersamaan ini keduanya mampu memenuhi sejumlah kebutuhan tertentu. Baik yang bersifat biologis, individu, sosial, ekonomi, dan budaya. (Abud, 2004 : 89)

  Tujuan pernikahan dalam Islam tidak hanya sekedar pada batasan pemenuhan nafsu biologis atau pelampiasan nafsu seksual, tetapi memiliki tujuan-tujuan penting yang berkaitan dengan sosial, psikologis, dan agama. Di antaranya yang terpenting adalah sebagai berikut:

  1. Memelihara gen manusia, pernikahan sebagai sarana untuk memelihara keberlangsungan gen manusia, alat reproduksi, dan regenerasai dari masa ke masa. Dengan pernikahan inilah manusia akan dapat memakmurkan hidup dan melaksanakan tugas sebagai khalifah dari Allah.

  2. Pernikahan adalah tiang keluarga yang teguh dan kokoh. Di dalamnya terdapat hak-hak dan kewajiban yang sakral dan relegius. Seseorang kemanusiaannya, yaitu ikatan rohani dan jiwa yang membuat ketinggian derajat manusia dan menjadi mulia dari pada tingkat kebinatangan yang hanya menjalin cinta syahwat antara jantan dan betina. Bahkan hubungan pasangan suami istri sesungguhnya adalah ketenangan jiwa, kasih sayang, dan memandang.

  3. Nikah sebagai perisai diri manusia. Nikah dapat menjaga diri kemanusiaan dan menjauhkan dari pelanggaran-pelanggaran yang diharamkan dalam agama.

  4. Melawan hawa nafsu. Nikah menyalurkan nafsu manusia menjadi terpelihara, melakukan maslahat orang lain dan melaksanakan hak-hak istri dan anak-anak dan mendidik mereka. Nikah juga melatih kesabaran terhadap akhlak istri dengan usaha yang optimal memperbaiki petunjuk jalan agama. (Azzam & Hawwas, 2009:39-41)

  Agama Islam adalah agama yang sangat toleran dalam menentukan suatu permasalahan yaitu berupa permasalahan dalam perkawinan. Pada dasarnya perkawinan itu dilakukan untuk waktu selamanya sampai matinya salah seorang suami dan istri, inilah yang sebenarnya dikehendaki oleh agama Islam. Namun dalam keadaan tertentu terdapat hal-hal yang menghendaki putus perkawinan dalam arti bila hubungan perkawinan tetap dilanjutkan, maka kemudaratan akan terjadi. Dalam hal ini Islam membenarkan putusnya perkawinan sebagai langkah terakhir dari usaha melanjutkan rumah tangga. Putusnya perkawinan dengan begitu adalah

  Kata perceraian berasal dari kata “cerai” mendapat awalan “per” dan akhiran “an”, yang secara bahasa berarti melepas ikatan. Dalam ilmu fiqh (Depag, 1985:226) kata “thalaq” dalam bahasa Arab berasal dari kata “Thalaqa-Yathlaqu-Thalaqan” yang artinya melepas atau mengurai tali pengikat, baik tali pengikat itu bersifat kongrit seperti tali pengikat kuda maupun bersifat abstrak seperti tali pengikat perkawinan. Syayid Sabiq (1980:7) mendefinisikan, talak dengan sebuah upaya untuk melepaskan ikatan perkawinan dan selanjutnya mengakhiri hubungan perkawinan itu sendiri.

  Menurut hukum asalnya talak atau perceraian itu makruh, namun melihat keadaan tertentu dalam situasi tertentu, maka hukum talak itu ada empat :

  1. Sunat yaitu dalam keadaan rumah tangga sudah tidak dapat dilanjutkan dan seandainya dipertahankan kemudaratan yang lebih banyak akan timbul.

  2. Mubah atau boleh saja dilakukan bila memang perlu terjadi perceraian dan tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dengan perceraian itu, sedangkan manfaatnya juga ada.

  3. Wajib yaitu perceraian yang mesti dilakukan oleh hakim terhadap seorang yang telah bersumpah untuk tidak menggauli istrinya sampai masa tertentu, sedangkan ia tidak mau membayar kaffarah sumpah agar ia dapat bergaul dengan istrinya. Tindakannya itu memudaratkan

  4. Haram talak itu dilakukan tanpa alasan sedangkan istri dalam keadaan haid atau suci yang dalam masa itu ia telah digauli. (Syarifuddin, 2003:127)

  Perceraian dalam hukum Islam adalah sesuatu perbuatan halal yang mempunyai prinsip dilarang oleh Allah SWT. Berdasarkan hadis Nabi Muhammad saw, sebagai berikut :

  ( ) ﮫﺟ ﺎﻣ ﻦﺑا هاو ر ُق َﻼَﻄﻟا َل َﺎﻌَﺗ ِﷲا َﻰﻟ ِإ ِل َﻼَﺤْﻟ ا ُﺾَﻐْﺑ َأ Artinya : Sesuatu perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah talak atau perceraian. (Riwayat Ibnu Majah, Juz 1).

  Berdasarkan hadis tersebut, menunjukkan bahwa perceraian merupakan alternatif terakhir (pintu darurat) yang dapat dilalui oleh suami istri bila ikatan perkawinan (rumah tangga) tidak dapat dipertahankan keutuhan dan kelanjutannya. Sifat alternatif terakhir dimaksud, berarti sudah ditempuh berbagai cara dan teknik untuk mencari kedamaian di antara kedua belah pihak, baik melalui hakam (arbitrator) dari kedua belah pihak maupun langkah-langkah dan teknik yang diajarkan oleh Al-qur’an dan Al- hadis. (Ali, 2006:73)

  Di dalam Al-qur’an banyak ayat yang berbicara tentang masalah perceraian. Diantaranya ayat-ayat yang menjadi landasan hukum perceraian adalah firman Allah SWT : b Î*sù 3 ¼çnuŽö xî % ¹` ÷ry— yx Å

   «! $# yŠr ß ‰ãn $yJ ŠÉ ) ムb r& !$¨Zsß b Î) !$yèy_ #uŽtItƒ b r& !$yJ ÍköŽn=tæ yy $uZã_ Ÿ x sù $ygs)¯=sÛ đẹỉÉẻ tb qß J n=ôètƒ

  5Qöqs)Ï9 $pkß ]ÍhŠu;ム«! $# Šr ß ß ‰ãn y7 ù=Ï?ur

  3 Artinya :

  "kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua),

  Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain. kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui". (Qs. Al-Baqarah ayat 230) B.

Rukun dan Syarat Talak (Perceraian)

  Rukun talak ialah unsur pokok yang harus ada dalam talak dan terwujudnya talak bergantung ada dan lengkapnya unsur-unsur dimaksud.

  Rukun talak ada empat, yaitu : 1. Suami.

  Suami adalah yang memiliki hak talak dan yang berhak menjatuhkannya, selain suami tidak berhak menjatuhkannya. Oleh karena talak itu bersifat menghilangkan ikatan perkawinan, maka talak tidak mungkin terwujud kecuali setelah nyata adanya akad perkawinan yang sah.

  2. Istri Masing-masing suami hanya berhak menjatuhkan talak terhadap istrinya sendiri, tidak dipandang jatuh talak yang dijatuhkan terhadap istri orang lain. Untuk sahnya talak, pada istri yang ditalak disyaratkan kedudukan istri yang ditalak itu harus berdasarkan atas akad perkawinan yang sah dan istri itu masih tetap berada dalam perlindungan kekuasaan suami. Istri yang menjalani masa iddah talak raj’i dari suaminya oleh hukum islam dipandang masih berada dalam perlindungan kekuasaan suami, karenanya bila dalam masa itu suami menjatuhkan talak lagi, dipandang jatuh talaknya sehingga menambah jumlah talak yang dijatuhkan dan mengurangi hak talak yang dimiliki suami.

  3. Shighat talak Shighat talak ialah kata-kata yang diucapkan oleh suami terhadap istrinya yang menunjukkan talak, baik yang sarih (jelas) maupun yang kinayah (sindiran), baik berupa ucapan lisan, tulisan, dan isyarat bagi suami tuna wicara.

  4. Qashdu (kesengajaan) Artinya bahwa dengan ucapan talak itu memang dimaksudkan oleh yang mengucapkannya untuk talak, bukan untuk maksud lain

  (Ghazaly, 2003:201-204).

  Dalam ilmu fiqh (Depag, 1985:235) untuk sahnya talak, suami yang menjatuhkan talak disyaratkan :

  1. Berakal, suami yang gila tidak sah menjatuhkan talak. Dimaksudkan dengan gila dalam hal ini ialah hilang akal atau rusak akal karena sakit.

  2. Baligh, tidak dipandang jatuh talak yang dinyatakan oleh orang yang

  3. Atas kemauannya sendiri, dimaksudkan dengan atas kemauannya sendiri dalam hal ini ialah adanya kehendak pada diri suami untuk menjatuhkan talak itu dan dilakukan atas pilihan sendiri, bukan karena dipaksa orang lain.

C. Sebab-sebab dan Macam Perceraian

  Perceraian dapat terjadi karena penyebab yang beragam, di antaranya adalah sebagaimana yang dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 113 disebutkan ada tiga hal yang menjadi sebab putusnya perkawinan, yaitu:

  1. Kematian

  2. Perceraian

  3. Atas putusan pengadilan (Sudarsono, 2005:116) Dalam hal ini, penulis akan berusaha menguraiakan sebab-sebab putusnya perkawinan yaitu :

  1. Kematian Kematian sebagai salah satu alasan sebab putusnya perkawinan adalah jika salah satu pihak baik suami atu istri meninggal dunia maka dengan sendirinya perkawinan akan putus (Nuruddin & Tarigan, 2006:216). Apabila pihak suami atau istri yang masih hidup ingin menikah lagi maka bisa saja, asalkan telah memenuhi segala persyaratan yang telah ditentukan dalam hukum Islam.

  2. Perceraian Sebagai mana ketentuan dari Undang-Undang Perkawinan

  pasal 39 ayat 1 disebutkan bahwa “perceraian hanya dapat dilakukan

  di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak”

  (Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Pasal 39 ayat 1).

  3. Putusan pengadilan Dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Pasal 39 dinyatakan bahwa : a. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.

  b. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.

  c. Tatacara perceraian di depan sidang pengadilan diatur dalam peraturan perundangan-undangan tersendiri. ( Ali, 2006:74) Berkaitan dengan pasal di atas maka selanjutnya dijelaskan mengenai penyebab terjadinya perceraian yakni pada Putusan Presiden

  No 9 Tahun 1975 Pasal 19 dinyatakan perceraian dapat terjadi karena alasan-alasan berikut : a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemandat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disebuhkan. b. Salah satu pihak meninggalakan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.

  c. Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

  d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.

  e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri.

  f. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. (Muhammad, 1993:109-110)

  Selanjutnya dijelaskan pula dalam Kompilasi Hukum Islam mengenai sebab-sebab terjadinya perceraian yang termaktub dalam pasal 116 yang berbunyi :

  a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemandat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disebuhkan.

  b. Salah satu pihak meninggalakan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.

  c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.

  e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri.

  f. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

  g. Suami melanggar taklik talak

  h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga. (Nuruddin & Tarigan, 2006:221- 222)

  Macam Perceraian

  Putusnya perkawinan dalam hal ini berarti berakhirnya hubungan suami istri. Putusnya perkawinan itu ada dalam beberapa bentuk tergantung dari segi siapa sebenarnya yang berkehendak untuk putusnya perkawinan itu. Dalam hal ini ada empat kemungkinan :

  1. Putusnya perkawinan atas kehendak Allah sendiri melalui matinya salah seorang suami istri. Dengan kematian itu dengan sendirinya berakhir pula hubungan perkawinan.

  2. Putusnya perkawinan atas kehendak si suami oleh alasan tertentu dan dinyatakan kehendaknya itu dengan ucapan tertentu.

  Perceraian dalam bentuk ini disebut talak.

  3. Putusnya perkawinan atas kehendak si istri karena si istri melihat sesuatu yang menghendaki putusnya perkawinan sedangkan si suami tidak berkehendak untuk itu. Kehendak untuk putusnya perkawinan yang disampaiakan si istri ini dengan membayar uang ganti rugi diterima oleh suami dan dilanjutkan dengan ucapanya untuk memutus perkawianan itu. Putusnya perkawinan dengan cara ini disebut khulu’.

  4. Putusnya perkawinan atas kehendak hakim sebagai pihak ketiga setelah melihat adanya sesuatu pada suami atau pada istri yang mendadak tidak dapatnya hubungan perkawinan itu dilanjutkan. Putusnya perkawinan dalam bentuk ini disebut fasakh. (Syarifuddin, 2006:197)

  Selain itu ada pula hal-hal yang menyebabkan hubungan suami istri tidak dapat dilakukan, namun tidak memutuskan hubungan perkawinan itu secara syara’. Terhentinya hubungan perkawianan dalam hal ini ada dalam tiga bentuk :

  1. Suami tidak boleh menggauli istrinya karena ia telah menyamakan istrinya dengan ibunya. Ia dapat meneruskan hubungan suami istri bila si suami telah membayar kafarah. Terhentinya perkawinan dalam bentuk ini disebut zhihar.

  2. Suami tidak boleh menggauli istrinya karena ia telah bersumpah untuk tidak menggauli istrinya dalam masa-masa namun perkawinan tetap utuh. Terhentinya hubungan perkawinan dalam bentuk ini disebut ila’.

  3. Suami tidak boleh menggauli istrinya karena ia telah menyatakan sumpah atas kebenaran tuduhannya terhadap istrinya yang berbuat zina, sampai selesai proses li’an dan perceraian di muka hakim. Terhentinya perkawinan dalam bentuk ini disebut

  li’an . (Syarifuddin, 2006:198)

  Dalam hal ini, perkawinan tidaklah putus namun yang terhenti hanyalah hubungan suami istri. Namun ada satu pengecualian yaitu tentang masalah li’an setelah diputus oleh pengadilan maka perceraian akan putus untuk selama-lamanya.

  Ditinjau dari segi waktu dijatuhkan talak oleh suami, maka talak dibagi menjadi dua macam, yaitu:

  1. Talak Sunni Talak sunni yaitu talak yang dalam pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan agama, yaitu seseorang mentalak istrinya yang telah dicampurinya itu dengan sekali talak dimasa suci dan istrinya itu belum ia sentuh lagi selama masa suci itu. (Depag, 1985:227)

  2. Talak Bid’i Talak bid’i yaitu talak yang dijatuhkan tidak sesuai atau bertentangan dengan agama. Maksudnya talak yang dijatuhkan pada waktu istri dalam keadaan suci, tetapi sudah dicampuri pada

  3. Talak la sunni wala bid’i Talak la sunni wala bid’i yaitu talak yang tidak termasuk kategori talak sunni dan tidak pula termasuk kategori talak bid’i.

  Maksudnya, talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah dikumpuli dan talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah haid atau istri yang telah lepas haid serta talak yang dijatuhkan ketika istri sedang hamil.

  Ditinjau dari segi ucapan atau lafadz yang digunakan, talak terbagi dua macam :

  1. Talak sharih Talak sharih yaitu talak dengan mempergunakan kata-kata yang jelas dan tegas. Maksudnya kata-kata yang keluar dari mulut suami itu tidak ragu-ragu lagi bahwa ucapanya itu untuk memutuskan hubungan perkawinannya. Misalnya, kata-kata suami: