BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DAN GROUP INVESTIGATION (GI) PADA MATERI SEGITIGA DAN SEGIEMPAT DITINJAU DARI ADVERSITY QUOTIENT (AQ) SMP NEGERI SE-KABUPATEN TULANG BAWA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan tolak ukur berkembanganya suatu negara. Negara
dikatakan maju jika bidang pendidikannya selalu berkembang. Pendidikan yang baik akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, yang mampu mengikuti perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan. Kualitas sumber daya manusia salah satunya dipengaruhi oleh kemampuan dalam memahami matematika. Menurut Masykur dan Fathani (2007:43), kedudukan matematika dalam ilmu pengetahuan adalah sebagai ilmu dasar. Untuk dapat berkembang di dunia sains, teknologi, atau disiplin ilmu lainnya, langkah awal yang harus ditempuh adalah menguasai ilmu dasarnya yaitu matematika. Sejalan dengan hal tersebut, mata pelajaran matematika perlu diajarkan kepada peserta didik mulai dari tingkat sekolah dasar untuk membekali mereka kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif, serta kemampuan bekerja sama, (Daryanto, 2012: 240). Kompetensi tersebut diperlukan supaya peserta didik dapat memiliki kemampuan mencari, mengelola, dan memanfaatkan informasi. Kemampuan tersebut bisa diperoleh peserta didik jika peserta didik dapat melakukan pembelajaran dengan baik dan memahaminya, sehingga peserta didik dapat mengaplikasikan ilmu matematika ke dalam kehidupan sehari-hari. Apabila kemampuan tersebut dapat dikuasai oleh peserta didik maka pembelajaran dikatakan berhasil.
Keberhasilan belajar peserta didik dipengaruhi oleh beberapa faktor, dapat berasal dari diri peserta didik sendiri maupun dari guru sebagai pendidik. Faktor yang berasal dari guru diantaranya kemampuan dalam merancang pembelajaran yang mampu menumbuhkan motivasi belajar peserta didik, menciptakan suasana belajar yang menarik dan menyenangkan. Namun pada kenyataannya, peserta didik masih menganggap matematika sebagai mata pelajaran yang menakutkan sehingga susah untuk dipahami. Hal ini terjadi karena pendidik belum mampu mengemas pembelajaran matematika ke dalam pembelajaran yang lebih menyenangkan yang mampu menarik perhatian peserta didik. Sehingga membuat prestasi belajar peserta didik tidak sesuai dengan yang diharapkan. Melihat hasil Ujian Akhir Nasional pada tahun pelajaran 2013/2014 menunjukkan nilai mata pelajaran matematika masih rendah. Rendahnya prestasi belajar peserta didik pada mata pelajaran matematika juga dialami oleh peserta didik SMP di kota Lampung kabupaten Tulang Bawang Barat. Materi pokok segitiga dan segiempat merupakan salah satu materi yang memperoleh persentase kecil pada ujian nasional tahun pelajaran 2013/2014.
Tabel 1.1 Persentase Penguasaan Materi UN SMP/MTS TahunPelajaran2013/2014
No Urut Kemampuan Yang Diuji Kota/ Kab. (%)
1 Menggunakan konsep operasi hitung dan sifat-sifat bilangan, perbandingan, bilangan berpangkat, aritmatika sosial, barisan bilangan, serta penggunaannya dalam pemecahan masalah.
74,67
2 Memahami operasi bentuk aljabar, konsep persamaan dan pertidaksamaan linier, persamaan garis, himpunan, relasi, fungsi, sistem persamaan linier, serta penggunaannya dalam pemecahan masalah.
72,50
3 Memahami konsep kesebangunan, sifat dan unsur bangun datar, serta konsep hubungan antar sudut dan/atau garis, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah.
61,67
4 Memahami konsep dalam statistika, serta menerapkannya dalam pemecahan masalah.
65,66 Berdasar Tabel 1.1 tersebut diketahui bahwa persentase penguasaan materi bangun datar masih kecil dibanding materi yang lain. Materi ini merupakan materi dasar peserta didik untuk memahami materi pada tingkatan lebih lanjut, jika peserta didik kurang memahami materi ini maka akan sulit untuk memahami materi yang berkaitan dengan bangun ruang pada kelas selanjutnya.
Penggunaan model pembelajaran langsung, dapat menjadi salah satu faktor rendahnya nilai UN pada mata pelajaran matematika. Hal ini dikarenakan pada model pembelajaran langsung guru lebih dominan sehingga peserta didik lebih bersifat pasif. Peserta didik menerima apa yang disampaikan oleh guru dan melaksanakan apa yang diperintah oleh guru. Pembelajaran langsung hanya mentransfer stimulus dari guru kepada peserta didik, kurang adanya komunikasi peserta didik dengan peserta didik lainnya ataupun peserta didik dengan gurunya. Hal tersebut menyebabkan peserta didik berada pada keadaan bosan dan tidak memiliki semangat untuk belajar matematika. Suatu pembelajaran akan lebih berarti apabila peserta didik bereksperimen sendiri daripada mendengarkan ceramah guru (Tuan, 2010: 66). Dalam kelas diskusi peserta didik mendapatkan waktu dan kesempatan yang lebih banyak untuk memperjelas pemahaman, (Walshaw dan Anthony, 2009). Khususnya pembelajaran matematika, hendaknya guru menggunakan model dimana peserta didik berpartisipasi dalam diskusi untuk memecahkan masalah matematika yang dipelajari (Goos, 2004: 259). Salah satu model yang dimaksud adalah model pembelajaran kooperatif. Hasil penelitian Tran (2012), menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif mengedepankan interaksi sosial, meningkatkan aktivitas, ingatan dan prestasi peserta didik. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang menyimpulkan pembelajaran kooperatif bermanfaat untuk meningkatkan partisipasi peserta didik dalam memahami materi (Smith-Stoner dan Molle, 2010), hal tersebut dikarenakan dalam model pembelajaran kooperatif peserta didik saling bekerja sama dalam kelompok dan setiap peserta didik aktif dalam proses pembelajaran (Simsek, 2012). Penerapan model pembelajaran kooperatif mengacu pada paham konstruktivisme, dimana peserta didik dituntut untuk belajar secara mandiri. Penelitian Doymus (2007) menyimpulkan pembelajaran yang didasarkan pada pembelajaran kooperatif secara signifikan menghasilkan prestasi lebih baik daripada menggunakan pembelajaran tradisional. Selain itu hasil penelitian Awofala, et. Al (2012) menyimpulkan bahwa hasil post tes dengan pembelajaran kooperatif lebih baik daripada pembelajaran individual. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang tepat untuk meningkatkan prestasi belajar peserta didik adalah Numbered Heads
Together (NHT). Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together
selanjutnya disebut NHT adalah model yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk saling memberikan ide-ide dan pertimbangan yang paling tepat. Ciri khas yang utama dari NHT adalah penomoran. Maksud dari pemberian nomor yaitu setiap anak mendapatkan nomor tertentu, dan setiap nomor mandapatkan kesempatan yang sama untuk menunjukkan kemampuan mereka dalam menjawab pertanyaan. Peserta didik tidak hanya memahami konsep namun bisa berinteraksi dengan temannya, berani mengungkapkan pendapat, tidak ada peserta didik yang dominan di dalam kelompok. Kelebihan dari NHT diantaranya, meningkatkan prestasi peserta didik, memperdalam pemahaman peserta didik, menyenangkan peserta didik dalam belajar, mengembangkan sikap positif peserta didik, mengembangkan rasa percaya diri peserta didik, mengembangkan rasa saling memiliki. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Daeka (2014) menyimpulkan ba pembelajaran kooperatif tipe NHT sama baiknya dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dan lebih baik daripada model
Selain NHT, model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation yang selanjutnya disebut GI juga dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik. GI adalah model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan investigasi atau pemecahan masalah secara berkelompok. Model pembelajaran kooperatif tipe GI ini melibatkan peserta didik sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Model pembelajaran kooperatif tipe ini menuntut para peserta didik untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok (group process skills). Dalam model pembelajaran kooperatif tipe GI guru mengidentifikasi topik dan membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen, merencanakan tugas yang akan dipelajari, melaksanakan investigasi, menyiapkan laporan akhir, mempresentasikan laporan akhir, dan evaluasi (Slavin, 2005: 218). Adapun kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe GI Pembelajaran berpusat pada peserta didik, sehingga peserta didik berperan aktif, peserta didik dilatih untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi, melatih peserta didik untuk menumbuhkan kemampuan berpikir mandiri. Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan GI diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar matematika. Model pembelajarann kooperatif diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik dan mengatasi permasalahan yang ada dalam proses pembelajaran.
Selain karena kurang sesuainya model pembelajaran yang digunakan, rendahnya prestasi belajar peserta didik juga bisa dipengaruhi oleh kemampuan peserta didik dalam merespon materi yang disampaikan oleh guru. Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Azizah (2013) yang menyimpulkan bahwa prestasi belajar peserta didik dipengaruhi oleh kemampuan peserta didik dalam merespon materi yang disampaikan guru. Hal sama juga dikatakan oleh Rahayu (2014), yang menyatakan bahwa selain model pembelajaran, prestasi belajar peserta didik juga dipengaruhi oleh Adversity Quotient (AQ). Dengan demikian guru seharusnya mengetahui kemampuan peserta didik dalam marespon materi yang diberikan atau mengerjakan soal, mengatasi masalah yang dihadapi. Supaya guru bisa menentukan model pembelajaran yang tepat untuk digunakan dalam proses pembelajaran.
Kemampuan seseorang dalam merespon suatu masalah dikenal dengan
Adversity Quotient (AQ). Dimana AQ adalah suatu ukuran untuk mengetahui
respon seseorang terhadap kesulitan (Stoltz, 2000: 9). Kemampuan seseorang dalam merespon suatu masalah dikenal dengan Adversity Quotient (AQ). Dimana AQ adalah suatu ukuran untuk mengetahui respon seseorang terhadap kesulitan (Stoltz, 2000: 9). Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan, rendahnya prestasi belajar matematika dikarenakan peserta didik kurang berperan aktif dalam proses pembelajaran, kurang bersemangat dalam belajar matematika, kurang tepatnya model pembelajaran dan kemampuan peserta didik dalam merespon atau menyelesaikan soal Adversity Quotients (AQ).
Untuk meminimalisasi rendahnya prestasi belajar matematika peserta didik diperlukan inovasi dalam pembelajaran, maka penelitian ini akan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT, GI dan model pembelajaran langsung yang ditinjau dari AQ peserta didik. Supaya permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini tidak terlalu komplek maka perlu diberikan batasan-batasan permasalahan. Penelitian dilakukan pada peserta didik SMP Negeri kelas VII semester genap pada materi segitiga dan segiempat se-kabupaten Tulang Bawang Barat Tahun Pelajaran 2014/2015. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe NHT, GI dan model pembelajaran langsung dimana dari data yang diperoleh pada penelitian-penelitian sebelumnya disimpulkan bahwa pembelajaran matematika dengan model pembelajaran tersebut menghasilkan prestasi yang berbeda.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manakah model pembelajaran yang menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik, model pembelajaran kooperatif tipe NHT, model pembelajaran kooperatif tipe GI, atau model pembelajaran langsung?
2. Manakah prestasi belajar matematika peserta didik yang lebih baik, peserta didik dengan AQ climbers, campers atau quitters?
3. Pada masing-masing model pembelajaran, manakah yang mempunyai prestasi belajar matematika lebih baik, peserta didik dengan AQ climbers, campers atau quitters?
4. Pada masing-masing AQ, manakah yang menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik, model pembelajaran kooperatif tipe NHT, model pembelajaran kooperatif tipe GI atau model pembelajaran langsung? C.
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain untuk:
1. Mengetahui model pembelajaran yang menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik, model pembelajaran kooperatif tipe NHT, model pembelajaran kooperatif tipe GI atau model pembelajaran langsung.
2. Mengetahui prestasi belajar matematika yang lebih baik, peserta didik dengan AQ climbers, campers atau quitters.
3. Mengetahui pada masing-masing model pembelajaran, AQ mana yang mempunyai prestasi belajar matematika lebih baik, peserta didik dengan AQ
climbers, campers atau quitters.
4. Mengetahui pada masing-masing AQ, model mana yang menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik, model pembelajaran kooperatif tipe NHT, model pembelajaran kooperatif tipe GI atau model pembelajaran langsung.
D.
Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah ada, maka manfaat penelitian ini sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis Sebagai bahan referensi untuk pertimbangan penelitian selanjutnya dan menghasilkan pengetahuan lebih terperinci tentang model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan GI untuk meningkatkan prestasi belajar matematika.
2. Manfaat praktis
a. Bagi peserta didik 1) Meningkatkan keaktivan peserta didik .
2) Meningkatkan motivasi peserta didik dalam mengikuti pembelajaran matematika. 3) Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT dan GI dalam pembelajaran matematika dapat membantu dan mempermudah peserta didik dalam memahami konsep matematika.
b. Bagi guru matematika Sebagai alternatif dalam mengatasi kesulitan peserta didik dalam pembelajaran matematika, yaitu dengan memilih model pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran sesuai dengan AQ peserta didik. Sehingga konsep matematika dapat dipahami oleh peserta didik secara tepat dan efektif.