Kualitas Air dan Pencemaran (1)
KUALITAS DAN BEBAN PENCEMARAN PERAIRAN WADUK
GAJAH MUNGKUR
1
Peni Pujiastuti, 2Bagus Ismail, dan 3Pranoto
1
2
Prodi Analis Kimia Fakultas Teknik Universitas Setia Budi
Prodi Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Setia Budi
3
Prodi MIPA Kimia Universitas Sebelas Maret
Abstrak
WGMWonogiri (WGM) mempunyai masalah pencemaran perairan, penurunan
kualitas perairan, penurunan debit air dan pendangkalan waduk. Diperlukan usaha pencegahan dan pengendalian yang terpadu agar pencemaran dan sedimentasi dapat dikendalikan, sehingga fungsi utama waduk dapat dijaga kelangsungannya. Sumber timbulan limbah di WGM dari berbagai aktivitas penduduk di sempadan waduk, seperti permukiman,
perhotelan, pertanian dan peternakan, serta kegiatan di badan perairan waduk seperti budidaya ikan dengan teknik karamba jaring apung (KJA) mempunyai potensi menurunkan
kualitas perairan.
Metode penelitian ini adalah penelitian deskriptif laboratoris. Penelitian ini akan
memberikan gambaran dalam bentuk peta kualitas air dan beban pencemaran di Waduk
Gajah Mungkur. Penelitian dilakukan terhadap parameter isika, kimia, biologi, menggunakan alat-alat gelas laboratorium sesuai SNI 06-2421-1991 dan SNI 06-2413-1991.
Pengambilan sampel air mengacu SNI 6989.59:2008 dan SNI 6989.57:2008. Sampling
lebih diarahkan pada lokasi KJA, tengah waduk, DAS dan pusat-pusat kegiatan penduduk
sebagai sumber aliran limbah yang masuk ke perairan waduk seperti pertanian, peternakan, perhotelan, restoran dan DAS sebanyak tujuh ulangan dengan interval 1 bulan.
Prosedur dan analisis parameter berdasarkan Standar Nasional Indonesia yang berlaku
dan PP Nomor 82 tahun 2001 tentang baku mutu air kelas II dan III.
Terdapat beberapa parameter kualitas perairan WGM yang diteliti melampaui baku
mutu air kelas dua dan tiga PP Nomor 82 tahun 2001 yaitu TSS, DO, BOD, COD, Coliform dan Total coliform. Beban pencemaran yang berasal dari exogenous activity masuk
ke wilayah perairan WGM paling besar adalah TSS yang berasal semua DAS terutama
dari DAS Keduang sebesar 891,71 ton/th. Sedangkan dari indigenous activity berupa
limbah pakan ikan dari budidaya ikan dalam KJA, dengan beban pencemaran Nitrogen
81.963,51 ton/th dan Pospor 28.501,71 ton/th..
Kata Kunci: WGM, kualitas perairan, Beban pencemaran.
perlu memperoleh perhatian dari berbagai pihak. Hal ini disebabkan beragamnya
sumber pencemar yang masuk dan terakumulasi di waduk, antara lain berasal dari
kegiatan produktif maupun non produktif
di upland (lahan atas) dari permukiman
dan dari kegiatan yang berlangsung di badan perairan waduk sendiri. Jenis bahan
59
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013
Pendahuluan
Indonesia memiliki lebih dari
500 waduk, namum status kondisi sebagian besar sudah sangat memprihatinkan
akibat pencemaran (Sumarwoto, et al.,
2004). Pencemaran yang terjadi di perairan
waduk, merupakan masalah penting yang
Kualitas Dan Beban Pencemaran
Perairan Waduk Gajah Mungkur
Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
dan Pranoto
pencemar utama yang masuk ke perairan
waduk terdiri terdiri dari beberapa macam,
antara lain limbah organik dan anorganik,
residu pestisida, sedimen dan bahan-bahan
lainnya.
Sumber timbulan limbah di
WGM dari berbagai aktivitas penduduk
di sempadan waduk, seperti permukiman,
perhotelan, pertanian dan peternakan, serta
kegiatan di badan perairan waduk seperti
budidaya ikan dengan teknik karamba jaring apung (KJA). Usaha KJA meningkat dari tahun 1997 berjumlah 185 petak
menjadi 231 petak (Bappeda, 2007), 1164
petak (Pujiastuti, 2010) dan telah menyebar ke zona wisata, suaka serta zona bebas
(Sudarmono, 2006). Limbah pakan ikan
yang menumpuk bertahun-tahun, telah
menurunkan kualitas air antara lain derajad
keasaman air (Pujiastuti, 2003), cadangan
oksigen terlarut, meningkatkan kandungan
N-NO2 dan N-NH3 (Simarmata, 2008), menaikkan tingkat kerusakan bagian-bagian
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)
yang dilewati seperti sistem cooler, turbin,
dan lain-lain (Sumarna, 2005), merusak
kehidupan biota air (Pujiastuti, 2003),
maupun merusak tanaman yang dialiri
(Pujiastuti, 2009)
Fenomena tersebut menunjukkan
bahwa pencemaran yang terjadi di WGM
semakin mengkhawatirkan karena dapat
mengancam fungsi waduk.
WGM mempunyai masalah
pencemaran perairan, penurunan kualitas
perairan, penurunan debit air dan pendangkalan waduk (Pujiastuti, 2003). Diperlukan usaha-usaha pencegahan dan pengendalian yang terpadu agar pencemaran dan
sedimentasi dapat dikendalikan, sehingga
fungsi utama waduk dapat dijaga kelangsungannya.
Sumber pencemaran diperkirakan berasal dari aliran beban limbah dari
kegiatan masyarakat yang berlangsung di
indigenous (badan air waduk) dan exogenous (luar danau). KJA merupakan sumber
60
limbah yang berasal dari kegiatan di badan
air. Budidaya ikan dalam KJA akan memberikan buangan berupa pakan yang tidak
termakan dan feses ke badan air, hal ini
dapat menurukan kualitas perairan waduk
(Pujiastuti, 2003). Selain itu, penurunan
kualitas perairan waduk juga disebabkan
oleh limbah yang berasal dari luar waduk,
seperti limbah domestik, limbah kegiatan pertanian dan peternakan yang berada
disekitar waduk.
Kegiatan perikanan yang tidak ramah lingkungan seperti KJA yang melebihi
daya dukung lingkungan maupun penggunaan pakan ikan akan meninggalkan sisa
pakan yang menumpuk didasar perairan
selama bertahun-tahun. Hal ini menimbulkan pengkayaan unsur hara dan mempercepat eutroikasi yang ditandai dengan
berkembangnya tanaman air seperti enceng
gondok, azola (Pujiastuti, 2003). Keadaan
ini dapat menyebabkan sejumlah masalah
penting dalam penggunaan air (Connel dan
Miller, 1995). Kenaikan populasi tanaman
dapat menyebabkan penurunan kandungan
oksigen terlarut dalam air karena adanya
tanaman yang mati dan pembusukan oleh
jasad renik. Hal ini dapat menurunkan kecocokan daerah tersebut sebagai habitat
beberapa spesies ikan dan makhluk hidup
lainnya. Peningkatan kekeruhan dan warna
yang terjadi selama eutroikasi menyebabkan air tidak sesuai untuk rumah tangga
atau sulit dikelola sampai memenuhi baku
mutu air minum.
Mempelajari latar belakang diatas maka dalam penelitian ini dirumuskan
masalah sebagai berikut:
Bagaimanakah kualitas air yang masuk
keperairan WGM melalui sungai berdasarkan baku mutu air kelas dua dan tiga PP
No. 82 tahun 2001.
Bagaimana kualitas air buangan kegiatan
penduduk yang masuk ke perairan WGM
berdasarkan baku mutu air kelas dua dan
tiga PP No. 82 tahun 2001.
Berapakah beban pencemaran yang masuk
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013
Kualitas Dan Beban Pencemaran
Perairan Waduk Gajah Mungkur
keperairan WGM?
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kualitas air dan beban pencemaran yang
masuk keperairan WGM
Metode Penelitian
Metode penelitian ini adalah penelitian Deskriptif laboratoris. Penelitian ini
akan memberikan gambaran dalam bentuk
peta kualitas air dan beban pencemaran
di Waduk Gajah Mungkur. Penelitian dilakukan terhadap parameter isika, kimia,
biologi.
Bahan dan Alat Penelitian, Pada penelitian ini menggunakan alat-alat gelas
laboratorium sesuai SNI 06-2421-1991
dan SNI 06-2413-1991 tentang parameterparameter isika & kimia air, yaitu: Alat
pengambil sampel air berupa: water sampler, jerigen plastik 5 liter untuk tiap titik
sampling. Alat yang digunakan untuk analisis parameter isika, kimia & biologi adalah pH meter, thermometer, AAS, buret,
Erlenmeyer, volume pipet, neraca analitis,
cawan penguap, mufle furnace, desikator,
oven, DO meter, botol Winkler. Sedangkan
bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah larutan campuran Kalium-merkuri
sulfat, larutan asam sulfat pekat-perak sulfat, indicator feroin, serbuk ammonium sulfat, larutan baku kalium dikromat 0,025N,
asam sulfat pekat, air suling, serbuk asam
sulfamat, NaCl, K2Cr2O7, AgNO3, air suling.
Lokasi Penelitian adalah perairan WGM
yang memiliki luas 8800 ha . Lokasi berjarak 5 km dari pusat Pemerintahan Kabupaten Wonogiri, mempunyai aliran seluas
1350 km2 dengan sumber air masuk dari
DAS Keduang, DAS Bengawan Solo, DAS
Alang Unggahan, DAS Wiroko, dan DAS
Temon. Dari aliran DAS tersebut dapat
mencapai luas permukaan perairan waduk
sekitar 88 km2 pada saat air tinggi dan 38
Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
dan Pranoto
km2 saat air rendah, kedalaman rata-rata
8,5 m dan kedalaman tertinggi 38 berada
diatas permukaan DAM.
Jenis & Sumber Data, Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data
primer dan data sekunder. Data primer yang
berupa pengukuran kondisi isik, kimia dan
biologi perairan waduk diperoleh di lapangan dan sebagian dari hasil analisis di laboratorium Kimia Air Universitas Setia Budi.
Data sekunder berasal dari hasil analisis
laboratorium terhadap parameter kualitas
air waduk yang dilakukan oleh Perum Jasa
Tirta (PJT). Data sekunder diperoleh dari
berbagai sumber seperti hasil penelitian
terdahulu, hasil studi pustaka, laporan serta
dokumen dari berbagai instansi yang berhubungan dengan topik yang diteliti.
Pelaksanaan Penelitian:
Teknik Penentuan Titik Penarikan sampel air waduk mengacu prinsip pengelolaan dan pengambilan sampel lingkungan
(Anwar Hadi, 2005) dan Standar Nasional
Indonesia No. 6989.59:2008 tentang metode pengambilan contoh air limbah dan
SNI 6989.57:2008 tentang pengambilan
contoh air permukaan. Penentuan lokasi
& titik pengambilan sampel di perairan
waduk ditetapkan secara purporsive (sengaja) dengan alat bantu GPS. Pengambilan
sampel air lebih diarahkan pada pusat-pusat
kegiatan penduduk sebagai sumber aliran
limbah yang masuk ke perairan waduk
seperti permukiman, pertanian, perhotelan
(pariwisata), Restoran serta lokasi kegiatan
KJA. Penentuan titik-titik pengambilan
sampel air di sungai dengan pertimbangan
bahwa lokasi pengambilan sampel diduga
sebagai aliran limbah cair dari berbagai
kegiatan aktivitas penduduk yang mengalir
ke perairan waduk. Selanjutnya ditentukan
titik pengambilan sampel air, yaitu satu di
DAS dan satu lagi di perairan waduk dengan jarak 100 m dari DAS.
Pengambilan sampel air di waduk dilaku-
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013
61
Kualitas Dan Beban Pencemaran
Perairan Waduk Gajah Mungkur
Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
dan Pranoto
kan sebanyak 7 (tujuh) kali dengan interval
waktu sebulan. Pengambilan sampel air dilakukan pada kedalaman 0 m (permukaan),
2 m dan 10 m yang dilakukan secara komposit. Pada masing-masing titik sampling
diambil secara representatif sesuai aturan
SNI 6989.59:2008 dan 6989.57:2008 sebanyak 5 liter dengan menggunakan water
sampler dan jerigen plastik 5 liter.Kemudian sampel di bawa ke laboratorium Air
& Limbah Universitas Setia Budi untuk
analisis parameter-parameter isika, kimia
dan mikrobiologi.
Prosedur Analisis Sifat Fisika
Air Waduk mengacu SNI 06-2413-1991,
prosedur analisis COD mengacu SNI 066989.2-2004, prosedur analisis oksigen
terlarut mengacu pada SNI 06-6989.142004, prosedur analisis BOD mengacu
SNI 06-2503.2-1991,prosedur analisis TSS
mengacu SNI 06-6989.3-2004, prosedur
analisis N-NO2 mengacu SNI 06-6989.9204,prosedur analisis N-NH3 mengacu
SNI 06-6989.30-2005, prosedur analisis
Coliform mengacu SNI 19-3957-1995,
prosedur analisis Total Coliform mengacu
SNI 06-4158-1996.
Sumber dan Beban Pencemaran Perairan Waduk.
Pengumpulan data untuk mengidentiikasi sumber-sumber limbah yang
masuk ke perairan waduk dilakukan melalui wawancara dan dari data sekunder.
Data beban limbah yang masuk ke perairan
waduk melalui sungai diperoleh melalui
pengukuran konsentrasi parameter beban
limbah pada setiap DAS yang mengalir ke
waduk, sedangkan pengumpulan data beban limbah dari KJA, restoran, peternakan
dan hotel diperoleh melalui data analisis
lab, wawancara dan data sekunder.
Analisis data.
Analisis parameter isika, kimia &
mikrobiologi perairan waduk dilakukan
berdasarkan Standar Nasional Indonesia
62
terkait dan memperbandingkan dengan PP
Nomor 82 tahun 2001 tentang baku mutu
air kelas II dan III (KLH, 2004).
Analisis Beban Penceman. Analisis beban pencemaran yang berasal dari luar
danau (darat) dilakukan dengan perhitungan secara langsung di DAS yang menuju
WGM. Cara perhitungan beban pencemaran ini didasarkan atas pengukuran debit
sungai dan konsentrasi limbah di muara
sungai berdasarkan persamaan (Mitsch &
Goesselink, 1993 dalam Marganof 2007):
BP = Q x C
Keterangan:
BP = beban pencemaran pertahun (ton/tahun)
Q = debit sungai (m3/detik)
C = konsentrasi limbah (mg/liter)
Untuk mengkonversi beban limbah ke
dalam ton/tahun dikalikan dengan 10-6 x
3600 x 24 x 360.
Analisis data besarnya beban limbah yang
berasal dari kegiatan KJA dilakukan dengan metode pendugaan total bahan organik
(Marganof 2007) dengan persamaan:
O = TU x TFW
Keterangan:
O
= total output bahan organik partikel
TU = total pakan yang tidak dikonsumsi
TFW = total limbah feses
Hasil Dan Pembahasan
Hasil penelitian kondisi eksisting
WGM, meliputi kualitas perairan WGM
dari segi kimia, isika dan mikrobiologi.
Pembahasan kualitas air didasarkan pada
analisis data laboratorium terhadap beberapa parameter isika, kimia dan mikrobiologi yang dibandingkan dengan baku
mutu air kelas dua dan tiga PP Nomor 82
tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran. Untuk
mendapatkan gambaran selama beberapa
tahun maka digunakan pula data sekunder
yang diperoleh dari berbagai sumber sep-
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013
Kualitas Dan Beban Pencemaran
Perairan Waduk Gajah Mungkur
Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
dan Pranoto
erti hasil penelitian terdahulu, hasil studi
pustaka, laporan serta dokumen dari berbagai instansi yang berhubungan dengan
topik yang diteliti.
Kualitas Air Wgm
Air WGM sesuai peruntukkannya dimanfaatkan untuk budidaya ikan, air baku
air minum oleh PDAM Wonogiri, Energi
yang memutar turbin PLTA, Irigasi pertanian daerah hilir dan Pariwisata. Untuk itu
penilaian kualitas air didasarkan pada PP
Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium tehadap beberapa parameter isika
pada air waduk yang berjarak 100 meter
dari DAS, dari aktivitas eksogenous maupun indigenous terhadap beberapa parameter isika, kimia dan mikrobiologi adalah
sebagai berikut:
Suhu
Suhu air mempunyai pengaruh
yang nyata terhadap proses pertukaran atau
metabolisme makhluk hidup. Selain mempengaruhi proses pertukaran zat, suhu juga
berpengaruh terhadap kadar oksigen yang
terlarut adalam air, juga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan nafsu makan ikan.
Dalam berbagai hal suhu berfungsi sebagai
syarat rangsangan alam yang menentukan
beberapa proses seperti migrasi, bertelur,
metabolisme, dan lain sebagainya. Diperairan lokasi budidaya ikan sistem karamba
mempunyai kisaran suhu antara 27 - 30°C.
Ikan dapat tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 25- 32°C, tetapi dengan perubahan suhu yang mendadak dapat membuat
ikan stress.
Berdasarkan hasil pemantauan
peneliti selama 7 bulan dari bulan April
2010 sampai Oktober 2010 diperoleh ratarata suhu perairan pada titik sampling karamba jaring apung 31,2° C, titik sampling
di tengah-tengah waduk 30°C. Suhu air
waduk yang berjarak 100 m dari DAS
Gambar 1. Sebaran suhu perairan
WGM
Keduang 31,20°C, DAS Bengawan Solo
30,40°C, DAS Alang Unggahan 30,20°C,
DAS Wiroko 30,70°C, DAS Temon. Dengan demikian kisaran suhu di lokasi budidaya ikan di Waduk Serbaguna Wonogiri
masih sesuai untuk budidaya ikan.
Jika dibandingkan dengan Baku Mutu Kualitas Air pada PP Nomor 82 tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran, maka seluruh titik
sampling pada air WGM masih memenuhi
kualitas suhu air normal alamiah ± 3 ºC.
Kekeruhan
Kekeruhan diartikan sebagai intensitas kegelapan di dalam air yang disebabkan oleh bahan-bahan yang melayang.
Kekeruhan perairan umumnya disebabkan
oleh adanya partikel-partikel suspensi seperti tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik terlarut, bakteri, plankton dan organisme
lainnya. Kekeruhan perairan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap
dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang
terdapat dalam air. Kekeruhan yang terjadi pada perairan tergenang seperti waduk
lebih banyak disebabkan oleh bahan tersuspensi berupa koloid dan parikel-partikel
halus.
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013
63
Kualitas Dan Beban Pencemaran
Perairan Waduk Gajah Mungkur
Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
dan Pranoto
Kekeruhan digunakan untuk menyatakan
derajat kegelapan di dalam air yang disebabkan oleh bahan-bahan yang melayang.
Kekeruhan mempengaruhi penetrasi cahaya matahari yang masuk ke badan perairan, sehingga dapat menghalangi proses
fotosintesis dan produksi primer perairan.
Kekeruhan biasanya terdiri dari partikel
anorganik yang berasal dari erosi dari DAS
dan resuspensi sedimen di dasar waduk.
Kekeruhan memiliki korelasi positif dengan padatan tersuspensi, yaitu semakin
tinggi nilai kekeruhan maka semakin tinggi
pula nilai padatan tersuspensi (Marganof,
2007).
Gambar 2. Sebaran Kekeruhan
Perairan WGM
Hasil
pengamatan
terhadap
kekeruhan pada beberapa titik sampling
berkisar antara 9-245 NTU. Nilai kekeruhan terendah 9 NTU terdapat pada titik
sampling tengah waduk, hal ini menunjukkan sedikitnya padatan tersuspensi pada
lokasi tersbut, sedangkan nilai tertinggi 245
NTU terdapat pada titik sampling waduk
yang berjarak 100m dari DAS Keduang,
hal ini dikarenakan banyaknya padatan tersuspensi berupa sedimen yang dibawa oleh
air sungai DAS Keduang.
Kecerahan
Kecerahan merupakan ukuran
transparansi perairan yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi
64
disk (Effendi, 2003). Kecerahan perairan
sangat dipengaruhi oleh keberadaan padatan tersuspensi, zat-zat terlarut, partikelpartikel dan warna air. Pengaruh kandungan lumpur yang dibawa oleh aliran sungai
dapat mengakibatkan tingkat kecerahan
air waduk menjadi rendah, sehingga dapat
menurunkan nilai produktivitas perairan.
Parameter kecerahan dapat untuk
mengetahui sampai dimana proses asimilasi dapat berlangsung di dalam air. Air yang
tidak terlampau keruh dan tidak terlampau
jernih baik untuk kehidupan ikan. Kekeruhan yang baik adalah kekeruhan yang
disebabkan oleh jasad renik atau plankton. Hasil pemeriksaan laboratorium nilai
kecerahan WGM dari tahun 1995 – 1999
berkisar antara 98,2 – 102 cm, tahun 2002
sebesar 84 cm (Pujiastuti, 2003), 82,2 cm
(Pujiastuti, 2009) dan pada penelitian ini
berkisar antara 40-82 cm.
Nilai kecerahan pada perairan
WGM dan lokasi budidaya ikan karamba
jaring apung mengalami penurunan. Hal
ini mungkin disebabkan oleh akumulasi
pakan ikan dan sedimentasi air waduk akibat erosi di daerah hulu. Nilai kecerahan
yang baik untuk pemeliharaan ikan adalah
antara 98,2 – 102 cm.
TSS
Total Suspended Solid (TSS)
suatu contoh air adalah jumlah bobot bahan yang tersuspensi dalam suatu volume
air tertentu, dengan satuan mg perliter
(Sastrawijaya, 2000). Padatan tersuspensi
terdiri dari komponen terendapkan, bahan melayang dan komponen tersuspensi
koloid. Padatan tersuspensi mengandung
bahan anorganik dan bahan organik. Bahan
anorganik antara lain berupa liat dan butiran pasir, sedangkan bahan organik berupa
sisa-sisa tumbuhan dan padatan biologi
lainnya seperti sel alga, bakteri dan sebagainya (Marganof, 2007), dapat pula berasal dari kotoran hewan, kotoran manusia,
lumpur dan limbah industri (Sastrawijaya,
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013
Kualitas Dan Beban Pencemaran
Perairan Waduk Gajah Mungkur
Gambar 3.Sebaran Nilai TSS Perairan
WGM
2000).
Zat padat tersuspensi pada baku mutu air
kelas dua dipersyaratkan maksimal 50
mg/l, kelas tiga dipersyaratkan maksimal 400 mg/l. Hasil analisis laboratorium
adalah 241 mg/l (Pujiastuti, 2009), Tengah waduk berkisar antra 26,3-76,0 (PJT,
2010). Pada penelitian ini TSS pada titik
sampling berkisar antara 24-228 mg/L. Padatan terlarut di tengah WGM 24 mg/L
dan dibeberapa lokasi masih dibawah baku
mutu, sedangkan air waduk yang berjarak
100m dari DAS Keduang, DAS Bengawan
Solo dan DAS Alang Unggahan tidak memenuhi syarat.
Nilai total padatan terlarut yang
didapatkan pada penelitian ini lebih rendah dari nilai total padatan tersuspensi. Hal
ini menggambarkan bahwa padatan yang
masuk ke perairan WGM lebih banyak
yang berbentuk padatan yang ukurannya
besar (padatan tersuspensi), atau padatan
yang terdapat di perairan WGM lebih didominasi oleh padatan yang berasal dari
lumpur.
Warna
Warna air mempunyai hubungan
dengan kualitas perairan. Warna perairan
dipengaruhi oleh adanya padatan terlarut
dan padatan tersupensi (Sastrawijaya,
Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
dan Pranoto
2000). Hasil pengukuran nilai warna perairan di WGM berkisar antara 3-65 unit PtCo.
Nilai ini menggambarkan bahwa perairan
WGM dari DAS Keduang dan DAS Alang
Unggahan melebihi nilai perairan alami
yang digunakan sebagai sumber air baku
air minum, yaitu 10 unit PtCo. Berdasarkan WHO (1992), yang mensyaratkan nilai
warna untuk air minum maksimal 15 unit
PtCo, maka perairan WGM masih layak
digunakan sebagai sumber air baku air
minum. Nilai warna perairan ini diduga
ada kaitannya dengan masuknya limbah
organik dan anorganik yang berasal dari
kegiatan KJA dan permukiman penduduk
di sekitar perairan danau. Kondisi ini juga
dapat meningkatkan blooming pertumbuhan itoplankton dari ilum Cyanophyta
(Marganof, 2007).
Derajad Keasaman (pH)
Derajat keasaman merupakan
gambaran jumlah atau aktivitas ion hidrogen dalam perairan Derajad keasaman
menunjukkan suasana air tersebut apakah
masih asam ataukah basa. Secara umum
nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkat keasaman atau kebasaan suatu
perairan. Perairan dengan nilai pH = 7
adalah netral, pH < 7 dikatakan kondisi
perairan bersifat asam, sedangkan pH > 7
dikatakan kondisi perairan bersifat basa
(Effendi, 2003). Adanya karbonat, bikarbonat dan hidroksida akan menaikkan kebasaan air, sementara adanya asam-asam
mineral bebas dan asam karbonat menaikkan keasaman suatu perairan. Sejalan
dengan pernyataan tersebut Mahida (1993)
menyatakan bahwa limbah buangan industri dan rumah tangga dapat mempengaruhi
nilai pH perairan.
Derajad keasaman mempunyai
pengaruh yang besar terhadap tumbuhtumbuhan dan hewan air, sehingga sering
dipergunakan sebagai petunjuk untuk untuk menyatakan baik buruknya keadaan
air sebagai lingkungan hidup biota air.
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013
65
Kualitas Dan Beban Pencemaran
Perairan Waduk Gajah Mungkur
Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
dan Pranoto
Data yang diperoleh selama kurun waktu
1995-2003, keasaman air WGM sekitar 7,5
- 8,4 (Pujiastuti, 2003). Derajad keasamana
daerah inlet berkisar 7,13 - 7,48 dan zona
budidaya ikan karamba adalah 7,7 (Pujiastuti, 2009). Rata-rata pH air WGM 6,7-8.0
(PJT,2009). Pada penelitian ini rata-rata pH
air WGM berkisar antara 6,7-7,67. Sebarab
pH perairan WGM pada penelitian ini disajikan dalam gambar 4.
Perairan yang baik untuk budidaya ikan adalah perairan dengan derajat
keasaman 6 - 8,7 (Suhaili Asmawi, 1984).
PP. No. 82 tahun 2001 mensyaratkan kualitas air kelas II dan III berkisar antara 6-9.
Sehingga perairan WGM masih sesuai untuk sumber air PDAM, PLTA dan budidaya
ikan.
Oksigen Terlarut
Oksigen merupakan salah satu
gas terlarut di perairan alami dengan kadar bervariasi yang dipengaruhi oleh suhu,
salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosir. Selain diperlukan untuk kelangsungan
hidup organisme di perairan, oksigen juga
diperlukan dalam proses dekomposisi senyawa-senyawa organik menjadi senyawa
anorganik. Sumber oksigen terlarut terutama berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer. Difusi oksigen ke dalam air
terjadi secara langsung pada kondisi stagnant (diam) atau karena agitasi (pergolakan
massa air) akibat adanya gelombang atau
angin (Marganof, 2007). Kandungan oksigen terlarut menunjukkan jumlah oksigen
yang terlarut di dalam air. Adanya oksigen
yang terlarut dalam air secara mutlak terutama dalam air permukaan. Dalam hubungannya dengan pencemaran limbah pakan
ikan dalam KJA dan limbah domestic, pengukuran oksigen terlarut merupakan dasar
pengukuran BOD. Sebaran oksigen terlarut
perairan WGM disajikan pada gambar 5.
Berdasarkan PP 82 tahun 2001,
golongan kelas II sebagai air baku air minum minimum 4 mg/L dan kelas III minimum 3 mg/L. Hasil pemeriksaan laborato66
rium pada tahun 1995 - 1999 menunjukkan
Gambar 4. Sebaran nilai pH perairan
WGM
angka 5,3 - 7,5 mg/l dan tahun 2002 menunjukkan angka 6,1 mg/l (Pujiastuti, 2003).
Penelitian Pujiastuti (2009) menunjukkan
kandungan paling rendah 5,9 mg/l di zona
pertanian dan paling tinggi 7,3 mg/l di zona
inlet PLTA, sedangkan di zona budidayapun kandungan oksigen terlarut 6,1 mg/l.
Sebaran oksigen terlarut pada penelitian
ini antara 4,46 – 7,70 mg/L. Kualitas air
WGM mengalami tren yang menurun dari
tahun ke tahun. Oksigen terlarut air waduk
pada titik sampling air waduk pada100 meter dari DAS Wiroko dan KJA tidak memenuhi baku mutu air pada semua kelas I.
Kandungan oksigen terlarut ini memberikan gambaran bahwa secara umum perairan WGM sudah tercemar oleh bahan organik yang mudah terurai dari limbah cair
hotel dan restoran disekitar WGM.
Biological Oxygen Demand
BOD (Biological Oxygen Demand) merupakan salah satu indikator
pencemaran organik pada suatu perairan.
Bahan organik akan distabilkan secara biologis dengan melibatkan mikroba melalui
sistem oksidasi aerobik atau anaerobik,
maka jumlah oksigen yang dibutuhkan
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013
Kualitas Dan Beban Pencemaran
Perairan Waduk Gajah Mungkur
Gambar 5. Sebaran nilai DO perairan
WGM
oleh mikroorganisme untuk memecah
(mendegradasi) bahan buangan organik
yang ada di dalam perairan tersebut dinamakan dengan BOD (Wardhana, 2001).
Oksidasi aerobik dapat menyebabkan
penurunan kandungan oksigen terlarut di
perairan sampai pada tingkat terendah bahkan anaerob, sehingga dalam hal ini baketri
yang bersifat anaerob akan menggantikan
peran dari bakteri yang bersifat aerobik
dalam mengoksidasi bahan organik dengan
cara oksidasi anaerobik. Perairan dengan
nilai BOD5 tinggi mengindikasikan bahwa
bahan pencemar yang ada dalam perairan
tersebut juga tinggi, yang menunjukkan
semakin besarnya bahan organik yang terdekomposisi menggunakan sejumlah oksigen di perairan. Adapun sebaran nilai ratarata BOD5 di perairan WGM diperlihatkan
pada gambar 6.
PP 82 tahun 2001 mensyaratkan BOD
maksimal 3 mg/L air kelas II dan 6 mg/L
pada air kelas III. Nilai BOD pada perairan WGM berkisar pada 3,89-8,89 mg/L.
Perairan WGM sudah tercemar oleh bahan organik mudah terurai dan tidak layak
dipergunakan sebagai sumber air baku air
minum, namun masih dapat dipergunakan
untuk kegiatan budidaya ikan KJA.
Chemycal Oxygen Demand (COD)
Nilai COD menunjukkan banyaknya oksigen yang diperlukan oleh oksi-
Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
dan Pranoto
dator kalium dikromat untuk mengoksidasi
zat-zat organik yang terkandung dalam air
limbah menjadi karbondioksida dan uap
air. Nilai COD merupakan ukuran bagi
pencemaran air oleh zat-zat organik yang
secara alamiah dapat tidak dapat dioksidasi
melalui proses mikrobiologi dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut
dalam air. Bakteri dapat mengoksidasi zat
organik menjadi CO2 dan H2O. Kalium
dikromat dapat mengoksidasi lebih banyak
lagi, sehingga manghasilkan nilai COD
yang lebih tinggi dari BOD air yang sama
(Sastrawijaya, 2000).
Dari hasil analisis kualitas air
perairan WGM menunjukkan bahwa nilai
COD perairan berkisar antara 14,27–38,83
mg/l, dengan nilai rata-rata 26,48 mg/l.
Gambar 7 memperlihatkan bahwa nilai
COD perairan waduk lebih tinggi dari nilai
Gambar 6. Sebaran nilai BOD5 perairan WGM
COD DAS. Hal ini menunjukkan bahwa
pada perairan waduk terjadi penumpukan
bahan organik yang berasal dari kegiatan
di badan perairan danau (KJA). Nilai COD
yang tinggi ditemukan pada perairan sekitar DAS Keduang, DAS Bengawan Solo,
Restoran dan kegiatan KJA, Peternakan.
Berdasarkan baku mutu air kelas
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013
67
Kualitas Dan Beban Pencemaran
Perairan Waduk Gajah Mungkur
Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
dan Pranoto
II < 25 mg/ dan kelas III untuk 2400
sel/100ml. Sedangkan Total Coliform
berkisar antara 1100 - >2400 sel/100ml.
Perairan WGM telah terjadi pencemaran
bakteri yang berasal dari feses ikan, feses
manusia dan kotoran hewan.
Beban Pencemaran Wgm
Beban pencemaran pada hakikatnya adalah jumlah massa pencemar dalam
badan air pada periode tertentu. Beban
pencemaran (BP) adalah konsentrasi bahan
pencemar (C) dikalikan kapasitas aliran air
(Q) yang mengandung bahan pencemar.
Artinya adalah jumlah berat pencemar
dalam satuan waktu tertentu, misalnya
kg/hari, maka beban pencemaran yang
diijinkan masuk kedalam badan air dapat
dihitung, yakni mengalikan konsentrasi parameter baku mutu dengan debit air nyata
pada sungai.
Penghitungan beban pencemaran bertujuan
untuk mengetahui dan mengidentiikasi
sumber pencemaran, jenis pencemar dan
besarnya beban pencemar yang masuk ke
perairan waduk. Analisis beban pencemaran pada penelitian ini digunakan pendekatan perhitungan berdasarkan beban limbah cair yang masuk melalui sungai dari
parameter organik (BOD & COD), erosi
(TSS) dan zat hara (Nitrogen dan pospat).
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013
Kualitas Dan Beban Pencemaran
Perairan Waduk Gajah Mungkur
Gambar 12. Sebaran Fecal Coliform
dan Total Coliform Perairan WGM
Kegiatan diluar (excogenous activity)
WGM
WGM mendapatkan aliran limbah berasal
dari kegiatan masyarakat disekitar waduk,
seperti restoran, peternakan, pertanian,
hotel dan aliran limbah dari kegiatan penduduk yang mengalir ke waduk melalui
aliran DAS. Ada lima DAS yang menjadi
focus penelitian ini yaitu DAS Keduang,
DAS Bengawan Solo, DAS Alang Unggahan, DAS Wiroko da DAS Temon. Sebaran
beban pencemaran dari exogenous activity
disajikan pada gambar 13.
Hasil pengukuran menunjukkan
beban pencemar yang paling besar masuk
keperairan WGM adalah TSS yang berasal
dari DAS Keduang dengan sumbangan beban pencemar 291,84 ton/th. DAS membawa sedimen akibat erosi tanah yang ada
disekitarnya pada saat hujan dengan total
beban pencemaran akibat sedimen ini adalah 891,71 ton/th. Beban pencemaran organic yang ditunjukkan dengan pendekatan
BOD dan COD menempati urutan kedua
sebagai penyumbang pencemar ke perairan
WGM.
Kegiatan di dalam WGM (indogenous
activity)
Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
dan Pranoto
Kegiatan yang berlangsung di dalam perairan WGM adalah budidaya ikan
dalam karamba jaring apung (KJA). Usaha KJA WGM meningkat dari tahun 1997
berjumlah 185 petak menjadi 231 petak
(Pujiastuti, 2003), menurut pengamatan
lapangan jumlah KJA berjumlah 1186
petak. Kepemilikan KJA didominasi oleh
PT. Aquafarm, dengan sistem pemberian
pakan adalah setiap pagi dan sore hari. Setiap petak KJA berisi ± 100 ekor ikan dengan berat rata-rata 1 – 1,5 kg/ikan.
KJA mengembangkan ikan nila
merah dan karper yang mendapat pakan
berupa pellet, yang diberikan secara di
tabur. Kandungan gisi pellet ikan CP 788
adalah mengandung protein 26-28%, lemak
3–5%, serat 4-6%, abu 5-8% dan kadar air
Gambar 13. Beban pencemaran dari
aktivitas di luar perairan WGM
11-13% (PT Central Pangan Pertiwi). Pada
saat survei lapangan jumlah pakan yang
diberikan dihitung terlebih dahulu dengan
memperhitungkan jumlah populasi yang
ada. Dengan padat tebar sebesar 214,4 kg
benih yang ditebar, pemberian pakan 3%
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013
71
Kualitas Dan Beban Pencemaran
Perairan Waduk Gajah Mungkur
Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
dan Pranoto
dari berat total biomass ikan yaitu sebesar
6,4 kg pakan perhari. Frekuensi pemberian
pakan setiap hari antara jam 12 00 – 13. 00
WIB, dan sore hari jam 17.00-18.00 WIB
(Pujiastuti P., 2003). Untuk menentukan
jumlah pakan yang di berikan pada waktu
selanjutnya perlu dilakukan sampling ikan,
misalnya diperoleh berat rata-rata ikan
sebesar 93 gram per ekor, ikan yang disampling sejumlah 4-8 ekor, pemberian pakan
selanjutnya meningkat menjadi 17,08 kg/
hari. Pada sampling yang ke tiga atau pada
tujuh minggu pemeliharaan diperoleh berat
ikan rata-rata 138 gram/ekor. Dari data hasil sampling selain dapat ditentukan jumlah pakan yang akan diberikan juga dapat
menentukan perkembangan berat ikan selama pemeliharaan. Pola pemberian pakan
yang dilakukan selama puluhan tahun ini
sedikit banyak dapat merubah kualitas air
waduk Gadjah Mungkur Wonogiri.
Berdasarkan hasil survai jumlah
KJA yang terdapat di perairan WGM sebanyak 1186 petak yang dipasang pada seluruh kawasan zona budidaya WGM. Pada
KJA tersebut dibudidayakan ikan nila merah dan karper dengan padat tebar 214,4 kg
benih yang ditebar /unit KJA dan berat ikan
rata-rata 100 gram/ekor. Dengan demikian
jumlah ikan di dalam KJA tersebut sebanyak 25.427.840 ton. Menurut Marganof
(2007), rata-rata jumlah pakan yang diberikan untuk ikan nila merah dan karper untuk
satu unit KJA adalah 50 kg/hari. Jumlah
pakan yang dibutuhkan untuk 1 unit KJA
selama satu periode pemeliharaan adalah
4,500 ton. Adapun lama waktu untuk satu
periode pemeliharaan (saat mulai menebar
sampai panen) dibutuhkan waktu tiga bulan. Dengan demikian jumlah pakan yang
diberikan untuk 1186 unit KJA di WGM
dalam satu kali panen adalah 5.337.000 ton
atau 21.348.000 ton per tahun.
Petani KJA menggunakan pakan
(pellet) dengan kandungan protein 18%.
Untuk menentukan kandungan nitrogen dan
fosfor yang terdapat dalam pakan, dilaku72
kan dengan perkalian antara jumlah pakan
(JP) yang diberikan dengan konstanta pakan (N = 4,86% dan P = 0,26%) (Nastiti et
al., 2001 dalam Marganof, 2007). Dengan
demikian, jumlah nitrogen dan fosfor yang
terkandung dalam pakan yang diberikan
pada kegiatan KJA di WGM adalah N =
1.037.512,8 ton dan P= 55.504,8 ton. Dari
pakan yang diberikan tersebut hanya 70%
yang dimakan oleh ikan, dan sisanya sebanyak 30% akan lepas ke badan perairan
waduk sebagai bahan pencemar atau limbah (Rachmansyah, 2004; Syandri, 2006
dalam Marganof, 2007). Sementara itu,15–
30% dari nitrogen (N) dan fosfor (P) dalam
pakan akan diretensikan dalam daging ikan
dan selebihnya terbuang ke badan perairan
danau (Beveridge, 1987; Avnimelech, 2000
dalam Marganof, 2007)). Dengan demikian dapat ditentukan jumlah beban limbah
nitrogen (N) dan fosfor (P) dari kegiatan
KJA yang masuk ke badan perairan WGM
yaitu nitrogen sebesar 819.635,1 ton per
tahun, dan fosfor sebesar 43.848,79 ton per
tahun.
Beban limbah yang masuk ke
badan perairan WGM tersebut, menurut
Midlen dan Redding (2000) dalam Marganof (2007) yang berada dalam keadaan
terlarut adalah 10% fosfor (P) atau sebesar
4.384,879 ton dan 65% nitrogen (N) atau
sebesar 532.762,8 ton, yang berada dalam bentuk partikel adalah 65% fosfor (P)
28.501,71 ton dan 10 % nitrogen (N) atau
sebesar 81.963,51 ton. Sisa pakan dalam
bentuk partikel ini akan mengendap menjadi sedimen di dasar perairan WGM.
Kesimpulan
Terdapat beberapa parameter
kualitas perairan WGM yang melampaui
baku mutu air kelas dua dan tiga PP Nomor
82 tahun 2001 yaitu:
TSS pada DAS Keduang, DAS Bengawan
Solo, DAS Alang Unggahan dan DAS Temon.
DO pada semua area perairan yang diteliti.
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013
Kualitas Dan Beban Pencemaran
Perairan Waduk Gajah Mungkur
BOD pada semua area perairan yang diteliti.
COD pada hampir semua wilayah perairan
WGM yang diteliti, kecuali tengah waduk
dan lokasi 100 m dari DAS: Temon, Alang
dan Wiroko.N-NO2 pada semua wilayah
perairan yang diteliti
P-PO4 pada semua wilayah WGM kecuali
lokasi di tengah-tengah waduk.
Fecal Coliform pada DAS Bengawan
Solo, peternakan, KJA dan tengah-tengah
WGM.
Total Coliform pada KJA, peternakan,
pertanian, DAS Bengawan Solo dan DAS
DAS Keduang.
Beban pencemaran yang berasal dari exogenous activity masuk ke wilayah perairan WGM paling besar adalah TSS yang
berasal semua DAS terutama dari DAS
Keduang sebesar 891,71 ton/th. Sedangkan dari indigenous activity berupa limbah pakan ikan dari budidaya ikan dalam
KJA, dengan beban pencemaran Nitrogen
81.963,51 ton/th dan Pospor 28.501,71 ton/
th.
Saran
Pemerintah dalam hal ini PJT hendaknya secara periodik memantau kualitas
WGM dengan memperluas area sampling.
Data kualitas perairan WGM dari tahun ke
tahun dan kondisi eksisting dapat digunakan untuk membuat model pengendalian
pencemaran perairan di WGM, sehingga
diperoleh sebuah kebijakan pengendalian
pencemaran perairan WGM
Daftar Pustaka
Asmika harnalis, 2006, Kajian Keterkaitan
Antara Cadangan Oksigen dengan
Beban Masukan Bahan Organik di
Waduk Ir.H. Juanda, http://www.
damandiri.or.id/ile/asmikaharnalisimarmataipb.pdf
Bappeda, 2007, Neraca Kualitas Ling-
Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
dan Pranoto
kungan Hidup Daerah Kabupaten
Wonogiri, Bappeda Kabupaten
Wonogiri.
Bapedal, 1994, Standar Nasional Indonesia “Pengujian Kualitas Air Sumber dan Limbah Cair”, Jakarta:
Direktorat Pengembangan Laboratorium Rujukan dan Pengolahan
Data, Badan Pengendali Dampak
Lingkungan.
Brahmana, S.S., Suyatno., S. Bahri dan R.
Fanshury, 2002, Pencemaran Air
dan Eutroikasi Waduk Karangkates
dan Upaya Penanggulangannya,
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pengairan 16 (49):73-81.
Daniel H. Ndahawali, 2000, Dampak Budidaya Ikan Terhadap Pencemaran Perairan, Laporan Peneliian
Program Pasca Sarjana Prodi Ilmu
Lingkungan Universitas Indonesia.
Dinas Perikanan & Kelautan, 2007, Laporan Tahunan. Dinas Perikanan &
Kelautan Kabupaten Wonogiri
Eriyanto, 2003, Ilmu system;Apa dan Bagaimana. Centre for System Studies
and Development (CSSD) Indonesia, Jakarta.
Haryadi, S. 2003. Pencemaran daerah
aliran sungai (DAS). Di dalam
Manajemen Bioregional Jabodetabek : Tantangan dan Harapan.
Workshop Pengembangan Konsep
Bioregional Sebagai Dasar Pengelolaan Kawasan Secara Berkelanjutan. Bogor, 4-5 November 2002.
Pusat Penelitian Biologi LIPI. Bogor. pp. 165-172
Haryani, G.S. 2004. Menuju Pemanfaatan
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013
73
Kualitas Dan Beban Pencemaran
Perairan Waduk Gajah Mungkur
Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
dan Pranoto
sumberdaya perairan darat berkesinambungan: permasalahan dan
solusinya. Di dalam Peran Strategis
Data dan Informasi Sumberdaya
Periran Darat dalam Pembangunan Nasional. Seminar Nasional
dan Limnologi. Bogor, 28 Juli 2004.
LIPI. pp. 15-22
Hasan Z., 1993, Pengaruh Kegiatan Budidaya Ikan dalam Jaring Apung Terhadap Tingkat Kesuburan Perairan
dan Komunitas Fitoplankton di
Waduk Saguling Jawa Barat, Tesis
Program Pasca Sarjana IPB.
Ika, 2008, Kliping Lainnya WALHI Kalsel “
Ikan Waduk Tercemar Merkuri, klipinglainnya.blogspot.com/2008/02/
ika.
Indonesia Power, 2001, Beban di Hulu
Ancam Kondisi Waduk, Majalah
Bulanan Indonesia Power edisi Mei
Tahun 2001.
Kaslan A. Thohir, 1991, Butir-butir Tata
Lingkungan, Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Koesitranata, N.A., S. Nuntapotidec, Supatanasikasem, and A. Ittharatana,
1989. Report of the Assesment of
Pollution from Land-Base source
and their Impact on the Enviroment.
Ofiser of National envoromental
Board (ONEB), Thailand.
Kompas, 2009, 13.000 Ton Ikan Karamba
Maninjau Mati, Terbit 7-8 Januari 2009, http://kadaikopi.carpediem123.com/?p=750)
[KLH] Kementrian Lingkungan Hidup,
2004, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun
2004 tentang Pengelolaan Kualitas
74
Air dan Pengendaian Pencemaran
Air. Kementrian Lingkungan Hidup,
Jakarta.
Marganof, 2007, Model Pengendalian
Pencemaran Perairan Di Danau
Maninjau Sumatra Barat, Laporan
hasil penelitian Sekolah Pasca Sarjana IPB Bogor, http://www.damandiri.or.id/ile/marganoipb.
Mahbud, B., 1990, PenilaianPencemaran
Air dengan Indeks. Jurnal Penelitian & Pengembangan Pengairan
17:10-17.
Mitsch, W.J. and J.G. Gosselink, 1994, Wet
Land, In Water Quality Prevention,
Identiication and Management of
Diffuse Pollution. Van Nostrand
Reinhold, New York.
Pujiastuti, P., (2003) Dampak Budidaya
Ikan Dalam Karamba Jaring Apung
Terhadap Perkembangan Biota Air
Lokal di WGM, Prosiding Seminar
Nasional Unika Soegijopranoto Semarang, ISBN 979-8366-61-1i,
Pujiastuti, P., (2004) Pengembangan
Wilayah Ekosistem Daerah Tangkapan WGM, Perpustakaan USB,
Surakarta.
Pujiastuti, P., (2009) Deteksi Dini Dampak
Berantai Budidaya Ikan KJA Terhadap Nilai Manfaat WGM., Fakultas Teknik Universitas Setia Budi
Surakarta.
Satari, G. 2001. Pengelolaan dan pemanfaatan danau dan waduk. Di dalam
Pengelolaan dan Pemanfaatan Danau dan Waduk. Proseding Semiloka
Nasional. Universitas Padjadjaran
Bandung. Bandung. pp. 3-41- 3-47.
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013
Kualitas Dan Beban Pencemaran
Perairan Waduk Gajah Mungkur
Sudarmono, 2006, Budidaya Karamba
Apung Serta Peranannya Bagi
Pendapatan Pemilik Karamba di
Perairan Waduk Gadjah Mungkur
Kabupaten Wonogiri, jtptums-gdlS1-2006-sudarmonoe-3004-ums
Digital Library-GDL4.0
Sihotang B., 2009, Dampak Pencemaran
Keramba Jaring Apung (KJA) PT.
Aquafarm Nusantara, Up load Minggu, 01 Februari 2009 14:07 http://
www.benss.co.cc/lingkunganhidup-sda/134-penelitian-dampakpencemaran-keramba-jaringapung-kja-pt-aquafarm-nusantara.
Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
dan Pranoto
Sumarna, 2005, Harus Ada Perbaikan
Pembangkit (laporan utama), Majalah Bulanan Indonesia Power
edisi 3 tahun 2005.
Wisnu A.W., 2001, Dampak Pencemaran
Lingkungan, Yogyakarta: Penerbit
Andi.
[WHO] World Health Organization, 1993,
Rapid Assesment of Sources of Air,
Water, and Land Pollution. Genewa,
Switzerland
Soemarno, 2003, Pendekatan & Pemodelan Sistem, MK Pemodelan, Program Pasca Sarjana Universitas
Brawijaya, Malang, http://images.
soemarno.multply.com
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013
75
GAJAH MUNGKUR
1
Peni Pujiastuti, 2Bagus Ismail, dan 3Pranoto
1
2
Prodi Analis Kimia Fakultas Teknik Universitas Setia Budi
Prodi Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Setia Budi
3
Prodi MIPA Kimia Universitas Sebelas Maret
Abstrak
WGMWonogiri (WGM) mempunyai masalah pencemaran perairan, penurunan
kualitas perairan, penurunan debit air dan pendangkalan waduk. Diperlukan usaha pencegahan dan pengendalian yang terpadu agar pencemaran dan sedimentasi dapat dikendalikan, sehingga fungsi utama waduk dapat dijaga kelangsungannya. Sumber timbulan limbah di WGM dari berbagai aktivitas penduduk di sempadan waduk, seperti permukiman,
perhotelan, pertanian dan peternakan, serta kegiatan di badan perairan waduk seperti budidaya ikan dengan teknik karamba jaring apung (KJA) mempunyai potensi menurunkan
kualitas perairan.
Metode penelitian ini adalah penelitian deskriptif laboratoris. Penelitian ini akan
memberikan gambaran dalam bentuk peta kualitas air dan beban pencemaran di Waduk
Gajah Mungkur. Penelitian dilakukan terhadap parameter isika, kimia, biologi, menggunakan alat-alat gelas laboratorium sesuai SNI 06-2421-1991 dan SNI 06-2413-1991.
Pengambilan sampel air mengacu SNI 6989.59:2008 dan SNI 6989.57:2008. Sampling
lebih diarahkan pada lokasi KJA, tengah waduk, DAS dan pusat-pusat kegiatan penduduk
sebagai sumber aliran limbah yang masuk ke perairan waduk seperti pertanian, peternakan, perhotelan, restoran dan DAS sebanyak tujuh ulangan dengan interval 1 bulan.
Prosedur dan analisis parameter berdasarkan Standar Nasional Indonesia yang berlaku
dan PP Nomor 82 tahun 2001 tentang baku mutu air kelas II dan III.
Terdapat beberapa parameter kualitas perairan WGM yang diteliti melampaui baku
mutu air kelas dua dan tiga PP Nomor 82 tahun 2001 yaitu TSS, DO, BOD, COD, Coliform dan Total coliform. Beban pencemaran yang berasal dari exogenous activity masuk
ke wilayah perairan WGM paling besar adalah TSS yang berasal semua DAS terutama
dari DAS Keduang sebesar 891,71 ton/th. Sedangkan dari indigenous activity berupa
limbah pakan ikan dari budidaya ikan dalam KJA, dengan beban pencemaran Nitrogen
81.963,51 ton/th dan Pospor 28.501,71 ton/th..
Kata Kunci: WGM, kualitas perairan, Beban pencemaran.
perlu memperoleh perhatian dari berbagai pihak. Hal ini disebabkan beragamnya
sumber pencemar yang masuk dan terakumulasi di waduk, antara lain berasal dari
kegiatan produktif maupun non produktif
di upland (lahan atas) dari permukiman
dan dari kegiatan yang berlangsung di badan perairan waduk sendiri. Jenis bahan
59
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013
Pendahuluan
Indonesia memiliki lebih dari
500 waduk, namum status kondisi sebagian besar sudah sangat memprihatinkan
akibat pencemaran (Sumarwoto, et al.,
2004). Pencemaran yang terjadi di perairan
waduk, merupakan masalah penting yang
Kualitas Dan Beban Pencemaran
Perairan Waduk Gajah Mungkur
Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
dan Pranoto
pencemar utama yang masuk ke perairan
waduk terdiri terdiri dari beberapa macam,
antara lain limbah organik dan anorganik,
residu pestisida, sedimen dan bahan-bahan
lainnya.
Sumber timbulan limbah di
WGM dari berbagai aktivitas penduduk
di sempadan waduk, seperti permukiman,
perhotelan, pertanian dan peternakan, serta
kegiatan di badan perairan waduk seperti
budidaya ikan dengan teknik karamba jaring apung (KJA). Usaha KJA meningkat dari tahun 1997 berjumlah 185 petak
menjadi 231 petak (Bappeda, 2007), 1164
petak (Pujiastuti, 2010) dan telah menyebar ke zona wisata, suaka serta zona bebas
(Sudarmono, 2006). Limbah pakan ikan
yang menumpuk bertahun-tahun, telah
menurunkan kualitas air antara lain derajad
keasaman air (Pujiastuti, 2003), cadangan
oksigen terlarut, meningkatkan kandungan
N-NO2 dan N-NH3 (Simarmata, 2008), menaikkan tingkat kerusakan bagian-bagian
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)
yang dilewati seperti sistem cooler, turbin,
dan lain-lain (Sumarna, 2005), merusak
kehidupan biota air (Pujiastuti, 2003),
maupun merusak tanaman yang dialiri
(Pujiastuti, 2009)
Fenomena tersebut menunjukkan
bahwa pencemaran yang terjadi di WGM
semakin mengkhawatirkan karena dapat
mengancam fungsi waduk.
WGM mempunyai masalah
pencemaran perairan, penurunan kualitas
perairan, penurunan debit air dan pendangkalan waduk (Pujiastuti, 2003). Diperlukan usaha-usaha pencegahan dan pengendalian yang terpadu agar pencemaran dan
sedimentasi dapat dikendalikan, sehingga
fungsi utama waduk dapat dijaga kelangsungannya.
Sumber pencemaran diperkirakan berasal dari aliran beban limbah dari
kegiatan masyarakat yang berlangsung di
indigenous (badan air waduk) dan exogenous (luar danau). KJA merupakan sumber
60
limbah yang berasal dari kegiatan di badan
air. Budidaya ikan dalam KJA akan memberikan buangan berupa pakan yang tidak
termakan dan feses ke badan air, hal ini
dapat menurukan kualitas perairan waduk
(Pujiastuti, 2003). Selain itu, penurunan
kualitas perairan waduk juga disebabkan
oleh limbah yang berasal dari luar waduk,
seperti limbah domestik, limbah kegiatan pertanian dan peternakan yang berada
disekitar waduk.
Kegiatan perikanan yang tidak ramah lingkungan seperti KJA yang melebihi
daya dukung lingkungan maupun penggunaan pakan ikan akan meninggalkan sisa
pakan yang menumpuk didasar perairan
selama bertahun-tahun. Hal ini menimbulkan pengkayaan unsur hara dan mempercepat eutroikasi yang ditandai dengan
berkembangnya tanaman air seperti enceng
gondok, azola (Pujiastuti, 2003). Keadaan
ini dapat menyebabkan sejumlah masalah
penting dalam penggunaan air (Connel dan
Miller, 1995). Kenaikan populasi tanaman
dapat menyebabkan penurunan kandungan
oksigen terlarut dalam air karena adanya
tanaman yang mati dan pembusukan oleh
jasad renik. Hal ini dapat menurunkan kecocokan daerah tersebut sebagai habitat
beberapa spesies ikan dan makhluk hidup
lainnya. Peningkatan kekeruhan dan warna
yang terjadi selama eutroikasi menyebabkan air tidak sesuai untuk rumah tangga
atau sulit dikelola sampai memenuhi baku
mutu air minum.
Mempelajari latar belakang diatas maka dalam penelitian ini dirumuskan
masalah sebagai berikut:
Bagaimanakah kualitas air yang masuk
keperairan WGM melalui sungai berdasarkan baku mutu air kelas dua dan tiga PP
No. 82 tahun 2001.
Bagaimana kualitas air buangan kegiatan
penduduk yang masuk ke perairan WGM
berdasarkan baku mutu air kelas dua dan
tiga PP No. 82 tahun 2001.
Berapakah beban pencemaran yang masuk
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013
Kualitas Dan Beban Pencemaran
Perairan Waduk Gajah Mungkur
keperairan WGM?
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kualitas air dan beban pencemaran yang
masuk keperairan WGM
Metode Penelitian
Metode penelitian ini adalah penelitian Deskriptif laboratoris. Penelitian ini
akan memberikan gambaran dalam bentuk
peta kualitas air dan beban pencemaran
di Waduk Gajah Mungkur. Penelitian dilakukan terhadap parameter isika, kimia,
biologi.
Bahan dan Alat Penelitian, Pada penelitian ini menggunakan alat-alat gelas
laboratorium sesuai SNI 06-2421-1991
dan SNI 06-2413-1991 tentang parameterparameter isika & kimia air, yaitu: Alat
pengambil sampel air berupa: water sampler, jerigen plastik 5 liter untuk tiap titik
sampling. Alat yang digunakan untuk analisis parameter isika, kimia & biologi adalah pH meter, thermometer, AAS, buret,
Erlenmeyer, volume pipet, neraca analitis,
cawan penguap, mufle furnace, desikator,
oven, DO meter, botol Winkler. Sedangkan
bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah larutan campuran Kalium-merkuri
sulfat, larutan asam sulfat pekat-perak sulfat, indicator feroin, serbuk ammonium sulfat, larutan baku kalium dikromat 0,025N,
asam sulfat pekat, air suling, serbuk asam
sulfamat, NaCl, K2Cr2O7, AgNO3, air suling.
Lokasi Penelitian adalah perairan WGM
yang memiliki luas 8800 ha . Lokasi berjarak 5 km dari pusat Pemerintahan Kabupaten Wonogiri, mempunyai aliran seluas
1350 km2 dengan sumber air masuk dari
DAS Keduang, DAS Bengawan Solo, DAS
Alang Unggahan, DAS Wiroko, dan DAS
Temon. Dari aliran DAS tersebut dapat
mencapai luas permukaan perairan waduk
sekitar 88 km2 pada saat air tinggi dan 38
Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
dan Pranoto
km2 saat air rendah, kedalaman rata-rata
8,5 m dan kedalaman tertinggi 38 berada
diatas permukaan DAM.
Jenis & Sumber Data, Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data
primer dan data sekunder. Data primer yang
berupa pengukuran kondisi isik, kimia dan
biologi perairan waduk diperoleh di lapangan dan sebagian dari hasil analisis di laboratorium Kimia Air Universitas Setia Budi.
Data sekunder berasal dari hasil analisis
laboratorium terhadap parameter kualitas
air waduk yang dilakukan oleh Perum Jasa
Tirta (PJT). Data sekunder diperoleh dari
berbagai sumber seperti hasil penelitian
terdahulu, hasil studi pustaka, laporan serta
dokumen dari berbagai instansi yang berhubungan dengan topik yang diteliti.
Pelaksanaan Penelitian:
Teknik Penentuan Titik Penarikan sampel air waduk mengacu prinsip pengelolaan dan pengambilan sampel lingkungan
(Anwar Hadi, 2005) dan Standar Nasional
Indonesia No. 6989.59:2008 tentang metode pengambilan contoh air limbah dan
SNI 6989.57:2008 tentang pengambilan
contoh air permukaan. Penentuan lokasi
& titik pengambilan sampel di perairan
waduk ditetapkan secara purporsive (sengaja) dengan alat bantu GPS. Pengambilan
sampel air lebih diarahkan pada pusat-pusat
kegiatan penduduk sebagai sumber aliran
limbah yang masuk ke perairan waduk
seperti permukiman, pertanian, perhotelan
(pariwisata), Restoran serta lokasi kegiatan
KJA. Penentuan titik-titik pengambilan
sampel air di sungai dengan pertimbangan
bahwa lokasi pengambilan sampel diduga
sebagai aliran limbah cair dari berbagai
kegiatan aktivitas penduduk yang mengalir
ke perairan waduk. Selanjutnya ditentukan
titik pengambilan sampel air, yaitu satu di
DAS dan satu lagi di perairan waduk dengan jarak 100 m dari DAS.
Pengambilan sampel air di waduk dilaku-
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013
61
Kualitas Dan Beban Pencemaran
Perairan Waduk Gajah Mungkur
Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
dan Pranoto
kan sebanyak 7 (tujuh) kali dengan interval
waktu sebulan. Pengambilan sampel air dilakukan pada kedalaman 0 m (permukaan),
2 m dan 10 m yang dilakukan secara komposit. Pada masing-masing titik sampling
diambil secara representatif sesuai aturan
SNI 6989.59:2008 dan 6989.57:2008 sebanyak 5 liter dengan menggunakan water
sampler dan jerigen plastik 5 liter.Kemudian sampel di bawa ke laboratorium Air
& Limbah Universitas Setia Budi untuk
analisis parameter-parameter isika, kimia
dan mikrobiologi.
Prosedur Analisis Sifat Fisika
Air Waduk mengacu SNI 06-2413-1991,
prosedur analisis COD mengacu SNI 066989.2-2004, prosedur analisis oksigen
terlarut mengacu pada SNI 06-6989.142004, prosedur analisis BOD mengacu
SNI 06-2503.2-1991,prosedur analisis TSS
mengacu SNI 06-6989.3-2004, prosedur
analisis N-NO2 mengacu SNI 06-6989.9204,prosedur analisis N-NH3 mengacu
SNI 06-6989.30-2005, prosedur analisis
Coliform mengacu SNI 19-3957-1995,
prosedur analisis Total Coliform mengacu
SNI 06-4158-1996.
Sumber dan Beban Pencemaran Perairan Waduk.
Pengumpulan data untuk mengidentiikasi sumber-sumber limbah yang
masuk ke perairan waduk dilakukan melalui wawancara dan dari data sekunder.
Data beban limbah yang masuk ke perairan
waduk melalui sungai diperoleh melalui
pengukuran konsentrasi parameter beban
limbah pada setiap DAS yang mengalir ke
waduk, sedangkan pengumpulan data beban limbah dari KJA, restoran, peternakan
dan hotel diperoleh melalui data analisis
lab, wawancara dan data sekunder.
Analisis data.
Analisis parameter isika, kimia &
mikrobiologi perairan waduk dilakukan
berdasarkan Standar Nasional Indonesia
62
terkait dan memperbandingkan dengan PP
Nomor 82 tahun 2001 tentang baku mutu
air kelas II dan III (KLH, 2004).
Analisis Beban Penceman. Analisis beban pencemaran yang berasal dari luar
danau (darat) dilakukan dengan perhitungan secara langsung di DAS yang menuju
WGM. Cara perhitungan beban pencemaran ini didasarkan atas pengukuran debit
sungai dan konsentrasi limbah di muara
sungai berdasarkan persamaan (Mitsch &
Goesselink, 1993 dalam Marganof 2007):
BP = Q x C
Keterangan:
BP = beban pencemaran pertahun (ton/tahun)
Q = debit sungai (m3/detik)
C = konsentrasi limbah (mg/liter)
Untuk mengkonversi beban limbah ke
dalam ton/tahun dikalikan dengan 10-6 x
3600 x 24 x 360.
Analisis data besarnya beban limbah yang
berasal dari kegiatan KJA dilakukan dengan metode pendugaan total bahan organik
(Marganof 2007) dengan persamaan:
O = TU x TFW
Keterangan:
O
= total output bahan organik partikel
TU = total pakan yang tidak dikonsumsi
TFW = total limbah feses
Hasil Dan Pembahasan
Hasil penelitian kondisi eksisting
WGM, meliputi kualitas perairan WGM
dari segi kimia, isika dan mikrobiologi.
Pembahasan kualitas air didasarkan pada
analisis data laboratorium terhadap beberapa parameter isika, kimia dan mikrobiologi yang dibandingkan dengan baku
mutu air kelas dua dan tiga PP Nomor 82
tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran. Untuk
mendapatkan gambaran selama beberapa
tahun maka digunakan pula data sekunder
yang diperoleh dari berbagai sumber sep-
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013
Kualitas Dan Beban Pencemaran
Perairan Waduk Gajah Mungkur
Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
dan Pranoto
erti hasil penelitian terdahulu, hasil studi
pustaka, laporan serta dokumen dari berbagai instansi yang berhubungan dengan
topik yang diteliti.
Kualitas Air Wgm
Air WGM sesuai peruntukkannya dimanfaatkan untuk budidaya ikan, air baku
air minum oleh PDAM Wonogiri, Energi
yang memutar turbin PLTA, Irigasi pertanian daerah hilir dan Pariwisata. Untuk itu
penilaian kualitas air didasarkan pada PP
Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium tehadap beberapa parameter isika
pada air waduk yang berjarak 100 meter
dari DAS, dari aktivitas eksogenous maupun indigenous terhadap beberapa parameter isika, kimia dan mikrobiologi adalah
sebagai berikut:
Suhu
Suhu air mempunyai pengaruh
yang nyata terhadap proses pertukaran atau
metabolisme makhluk hidup. Selain mempengaruhi proses pertukaran zat, suhu juga
berpengaruh terhadap kadar oksigen yang
terlarut adalam air, juga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan nafsu makan ikan.
Dalam berbagai hal suhu berfungsi sebagai
syarat rangsangan alam yang menentukan
beberapa proses seperti migrasi, bertelur,
metabolisme, dan lain sebagainya. Diperairan lokasi budidaya ikan sistem karamba
mempunyai kisaran suhu antara 27 - 30°C.
Ikan dapat tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 25- 32°C, tetapi dengan perubahan suhu yang mendadak dapat membuat
ikan stress.
Berdasarkan hasil pemantauan
peneliti selama 7 bulan dari bulan April
2010 sampai Oktober 2010 diperoleh ratarata suhu perairan pada titik sampling karamba jaring apung 31,2° C, titik sampling
di tengah-tengah waduk 30°C. Suhu air
waduk yang berjarak 100 m dari DAS
Gambar 1. Sebaran suhu perairan
WGM
Keduang 31,20°C, DAS Bengawan Solo
30,40°C, DAS Alang Unggahan 30,20°C,
DAS Wiroko 30,70°C, DAS Temon. Dengan demikian kisaran suhu di lokasi budidaya ikan di Waduk Serbaguna Wonogiri
masih sesuai untuk budidaya ikan.
Jika dibandingkan dengan Baku Mutu Kualitas Air pada PP Nomor 82 tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran, maka seluruh titik
sampling pada air WGM masih memenuhi
kualitas suhu air normal alamiah ± 3 ºC.
Kekeruhan
Kekeruhan diartikan sebagai intensitas kegelapan di dalam air yang disebabkan oleh bahan-bahan yang melayang.
Kekeruhan perairan umumnya disebabkan
oleh adanya partikel-partikel suspensi seperti tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik terlarut, bakteri, plankton dan organisme
lainnya. Kekeruhan perairan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap
dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang
terdapat dalam air. Kekeruhan yang terjadi pada perairan tergenang seperti waduk
lebih banyak disebabkan oleh bahan tersuspensi berupa koloid dan parikel-partikel
halus.
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013
63
Kualitas Dan Beban Pencemaran
Perairan Waduk Gajah Mungkur
Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
dan Pranoto
Kekeruhan digunakan untuk menyatakan
derajat kegelapan di dalam air yang disebabkan oleh bahan-bahan yang melayang.
Kekeruhan mempengaruhi penetrasi cahaya matahari yang masuk ke badan perairan, sehingga dapat menghalangi proses
fotosintesis dan produksi primer perairan.
Kekeruhan biasanya terdiri dari partikel
anorganik yang berasal dari erosi dari DAS
dan resuspensi sedimen di dasar waduk.
Kekeruhan memiliki korelasi positif dengan padatan tersuspensi, yaitu semakin
tinggi nilai kekeruhan maka semakin tinggi
pula nilai padatan tersuspensi (Marganof,
2007).
Gambar 2. Sebaran Kekeruhan
Perairan WGM
Hasil
pengamatan
terhadap
kekeruhan pada beberapa titik sampling
berkisar antara 9-245 NTU. Nilai kekeruhan terendah 9 NTU terdapat pada titik
sampling tengah waduk, hal ini menunjukkan sedikitnya padatan tersuspensi pada
lokasi tersbut, sedangkan nilai tertinggi 245
NTU terdapat pada titik sampling waduk
yang berjarak 100m dari DAS Keduang,
hal ini dikarenakan banyaknya padatan tersuspensi berupa sedimen yang dibawa oleh
air sungai DAS Keduang.
Kecerahan
Kecerahan merupakan ukuran
transparansi perairan yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi
64
disk (Effendi, 2003). Kecerahan perairan
sangat dipengaruhi oleh keberadaan padatan tersuspensi, zat-zat terlarut, partikelpartikel dan warna air. Pengaruh kandungan lumpur yang dibawa oleh aliran sungai
dapat mengakibatkan tingkat kecerahan
air waduk menjadi rendah, sehingga dapat
menurunkan nilai produktivitas perairan.
Parameter kecerahan dapat untuk
mengetahui sampai dimana proses asimilasi dapat berlangsung di dalam air. Air yang
tidak terlampau keruh dan tidak terlampau
jernih baik untuk kehidupan ikan. Kekeruhan yang baik adalah kekeruhan yang
disebabkan oleh jasad renik atau plankton. Hasil pemeriksaan laboratorium nilai
kecerahan WGM dari tahun 1995 – 1999
berkisar antara 98,2 – 102 cm, tahun 2002
sebesar 84 cm (Pujiastuti, 2003), 82,2 cm
(Pujiastuti, 2009) dan pada penelitian ini
berkisar antara 40-82 cm.
Nilai kecerahan pada perairan
WGM dan lokasi budidaya ikan karamba
jaring apung mengalami penurunan. Hal
ini mungkin disebabkan oleh akumulasi
pakan ikan dan sedimentasi air waduk akibat erosi di daerah hulu. Nilai kecerahan
yang baik untuk pemeliharaan ikan adalah
antara 98,2 – 102 cm.
TSS
Total Suspended Solid (TSS)
suatu contoh air adalah jumlah bobot bahan yang tersuspensi dalam suatu volume
air tertentu, dengan satuan mg perliter
(Sastrawijaya, 2000). Padatan tersuspensi
terdiri dari komponen terendapkan, bahan melayang dan komponen tersuspensi
koloid. Padatan tersuspensi mengandung
bahan anorganik dan bahan organik. Bahan
anorganik antara lain berupa liat dan butiran pasir, sedangkan bahan organik berupa
sisa-sisa tumbuhan dan padatan biologi
lainnya seperti sel alga, bakteri dan sebagainya (Marganof, 2007), dapat pula berasal dari kotoran hewan, kotoran manusia,
lumpur dan limbah industri (Sastrawijaya,
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013
Kualitas Dan Beban Pencemaran
Perairan Waduk Gajah Mungkur
Gambar 3.Sebaran Nilai TSS Perairan
WGM
2000).
Zat padat tersuspensi pada baku mutu air
kelas dua dipersyaratkan maksimal 50
mg/l, kelas tiga dipersyaratkan maksimal 400 mg/l. Hasil analisis laboratorium
adalah 241 mg/l (Pujiastuti, 2009), Tengah waduk berkisar antra 26,3-76,0 (PJT,
2010). Pada penelitian ini TSS pada titik
sampling berkisar antara 24-228 mg/L. Padatan terlarut di tengah WGM 24 mg/L
dan dibeberapa lokasi masih dibawah baku
mutu, sedangkan air waduk yang berjarak
100m dari DAS Keduang, DAS Bengawan
Solo dan DAS Alang Unggahan tidak memenuhi syarat.
Nilai total padatan terlarut yang
didapatkan pada penelitian ini lebih rendah dari nilai total padatan tersuspensi. Hal
ini menggambarkan bahwa padatan yang
masuk ke perairan WGM lebih banyak
yang berbentuk padatan yang ukurannya
besar (padatan tersuspensi), atau padatan
yang terdapat di perairan WGM lebih didominasi oleh padatan yang berasal dari
lumpur.
Warna
Warna air mempunyai hubungan
dengan kualitas perairan. Warna perairan
dipengaruhi oleh adanya padatan terlarut
dan padatan tersupensi (Sastrawijaya,
Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
dan Pranoto
2000). Hasil pengukuran nilai warna perairan di WGM berkisar antara 3-65 unit PtCo.
Nilai ini menggambarkan bahwa perairan
WGM dari DAS Keduang dan DAS Alang
Unggahan melebihi nilai perairan alami
yang digunakan sebagai sumber air baku
air minum, yaitu 10 unit PtCo. Berdasarkan WHO (1992), yang mensyaratkan nilai
warna untuk air minum maksimal 15 unit
PtCo, maka perairan WGM masih layak
digunakan sebagai sumber air baku air
minum. Nilai warna perairan ini diduga
ada kaitannya dengan masuknya limbah
organik dan anorganik yang berasal dari
kegiatan KJA dan permukiman penduduk
di sekitar perairan danau. Kondisi ini juga
dapat meningkatkan blooming pertumbuhan itoplankton dari ilum Cyanophyta
(Marganof, 2007).
Derajad Keasaman (pH)
Derajat keasaman merupakan
gambaran jumlah atau aktivitas ion hidrogen dalam perairan Derajad keasaman
menunjukkan suasana air tersebut apakah
masih asam ataukah basa. Secara umum
nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkat keasaman atau kebasaan suatu
perairan. Perairan dengan nilai pH = 7
adalah netral, pH < 7 dikatakan kondisi
perairan bersifat asam, sedangkan pH > 7
dikatakan kondisi perairan bersifat basa
(Effendi, 2003). Adanya karbonat, bikarbonat dan hidroksida akan menaikkan kebasaan air, sementara adanya asam-asam
mineral bebas dan asam karbonat menaikkan keasaman suatu perairan. Sejalan
dengan pernyataan tersebut Mahida (1993)
menyatakan bahwa limbah buangan industri dan rumah tangga dapat mempengaruhi
nilai pH perairan.
Derajad keasaman mempunyai
pengaruh yang besar terhadap tumbuhtumbuhan dan hewan air, sehingga sering
dipergunakan sebagai petunjuk untuk untuk menyatakan baik buruknya keadaan
air sebagai lingkungan hidup biota air.
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013
65
Kualitas Dan Beban Pencemaran
Perairan Waduk Gajah Mungkur
Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
dan Pranoto
Data yang diperoleh selama kurun waktu
1995-2003, keasaman air WGM sekitar 7,5
- 8,4 (Pujiastuti, 2003). Derajad keasamana
daerah inlet berkisar 7,13 - 7,48 dan zona
budidaya ikan karamba adalah 7,7 (Pujiastuti, 2009). Rata-rata pH air WGM 6,7-8.0
(PJT,2009). Pada penelitian ini rata-rata pH
air WGM berkisar antara 6,7-7,67. Sebarab
pH perairan WGM pada penelitian ini disajikan dalam gambar 4.
Perairan yang baik untuk budidaya ikan adalah perairan dengan derajat
keasaman 6 - 8,7 (Suhaili Asmawi, 1984).
PP. No. 82 tahun 2001 mensyaratkan kualitas air kelas II dan III berkisar antara 6-9.
Sehingga perairan WGM masih sesuai untuk sumber air PDAM, PLTA dan budidaya
ikan.
Oksigen Terlarut
Oksigen merupakan salah satu
gas terlarut di perairan alami dengan kadar bervariasi yang dipengaruhi oleh suhu,
salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosir. Selain diperlukan untuk kelangsungan
hidup organisme di perairan, oksigen juga
diperlukan dalam proses dekomposisi senyawa-senyawa organik menjadi senyawa
anorganik. Sumber oksigen terlarut terutama berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer. Difusi oksigen ke dalam air
terjadi secara langsung pada kondisi stagnant (diam) atau karena agitasi (pergolakan
massa air) akibat adanya gelombang atau
angin (Marganof, 2007). Kandungan oksigen terlarut menunjukkan jumlah oksigen
yang terlarut di dalam air. Adanya oksigen
yang terlarut dalam air secara mutlak terutama dalam air permukaan. Dalam hubungannya dengan pencemaran limbah pakan
ikan dalam KJA dan limbah domestic, pengukuran oksigen terlarut merupakan dasar
pengukuran BOD. Sebaran oksigen terlarut
perairan WGM disajikan pada gambar 5.
Berdasarkan PP 82 tahun 2001,
golongan kelas II sebagai air baku air minum minimum 4 mg/L dan kelas III minimum 3 mg/L. Hasil pemeriksaan laborato66
rium pada tahun 1995 - 1999 menunjukkan
Gambar 4. Sebaran nilai pH perairan
WGM
angka 5,3 - 7,5 mg/l dan tahun 2002 menunjukkan angka 6,1 mg/l (Pujiastuti, 2003).
Penelitian Pujiastuti (2009) menunjukkan
kandungan paling rendah 5,9 mg/l di zona
pertanian dan paling tinggi 7,3 mg/l di zona
inlet PLTA, sedangkan di zona budidayapun kandungan oksigen terlarut 6,1 mg/l.
Sebaran oksigen terlarut pada penelitian
ini antara 4,46 – 7,70 mg/L. Kualitas air
WGM mengalami tren yang menurun dari
tahun ke tahun. Oksigen terlarut air waduk
pada titik sampling air waduk pada100 meter dari DAS Wiroko dan KJA tidak memenuhi baku mutu air pada semua kelas I.
Kandungan oksigen terlarut ini memberikan gambaran bahwa secara umum perairan WGM sudah tercemar oleh bahan organik yang mudah terurai dari limbah cair
hotel dan restoran disekitar WGM.
Biological Oxygen Demand
BOD (Biological Oxygen Demand) merupakan salah satu indikator
pencemaran organik pada suatu perairan.
Bahan organik akan distabilkan secara biologis dengan melibatkan mikroba melalui
sistem oksidasi aerobik atau anaerobik,
maka jumlah oksigen yang dibutuhkan
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013
Kualitas Dan Beban Pencemaran
Perairan Waduk Gajah Mungkur
Gambar 5. Sebaran nilai DO perairan
WGM
oleh mikroorganisme untuk memecah
(mendegradasi) bahan buangan organik
yang ada di dalam perairan tersebut dinamakan dengan BOD (Wardhana, 2001).
Oksidasi aerobik dapat menyebabkan
penurunan kandungan oksigen terlarut di
perairan sampai pada tingkat terendah bahkan anaerob, sehingga dalam hal ini baketri
yang bersifat anaerob akan menggantikan
peran dari bakteri yang bersifat aerobik
dalam mengoksidasi bahan organik dengan
cara oksidasi anaerobik. Perairan dengan
nilai BOD5 tinggi mengindikasikan bahwa
bahan pencemar yang ada dalam perairan
tersebut juga tinggi, yang menunjukkan
semakin besarnya bahan organik yang terdekomposisi menggunakan sejumlah oksigen di perairan. Adapun sebaran nilai ratarata BOD5 di perairan WGM diperlihatkan
pada gambar 6.
PP 82 tahun 2001 mensyaratkan BOD
maksimal 3 mg/L air kelas II dan 6 mg/L
pada air kelas III. Nilai BOD pada perairan WGM berkisar pada 3,89-8,89 mg/L.
Perairan WGM sudah tercemar oleh bahan organik mudah terurai dan tidak layak
dipergunakan sebagai sumber air baku air
minum, namun masih dapat dipergunakan
untuk kegiatan budidaya ikan KJA.
Chemycal Oxygen Demand (COD)
Nilai COD menunjukkan banyaknya oksigen yang diperlukan oleh oksi-
Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
dan Pranoto
dator kalium dikromat untuk mengoksidasi
zat-zat organik yang terkandung dalam air
limbah menjadi karbondioksida dan uap
air. Nilai COD merupakan ukuran bagi
pencemaran air oleh zat-zat organik yang
secara alamiah dapat tidak dapat dioksidasi
melalui proses mikrobiologi dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut
dalam air. Bakteri dapat mengoksidasi zat
organik menjadi CO2 dan H2O. Kalium
dikromat dapat mengoksidasi lebih banyak
lagi, sehingga manghasilkan nilai COD
yang lebih tinggi dari BOD air yang sama
(Sastrawijaya, 2000).
Dari hasil analisis kualitas air
perairan WGM menunjukkan bahwa nilai
COD perairan berkisar antara 14,27–38,83
mg/l, dengan nilai rata-rata 26,48 mg/l.
Gambar 7 memperlihatkan bahwa nilai
COD perairan waduk lebih tinggi dari nilai
Gambar 6. Sebaran nilai BOD5 perairan WGM
COD DAS. Hal ini menunjukkan bahwa
pada perairan waduk terjadi penumpukan
bahan organik yang berasal dari kegiatan
di badan perairan danau (KJA). Nilai COD
yang tinggi ditemukan pada perairan sekitar DAS Keduang, DAS Bengawan Solo,
Restoran dan kegiatan KJA, Peternakan.
Berdasarkan baku mutu air kelas
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013
67
Kualitas Dan Beban Pencemaran
Perairan Waduk Gajah Mungkur
Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
dan Pranoto
II < 25 mg/ dan kelas III untuk 2400
sel/100ml. Sedangkan Total Coliform
berkisar antara 1100 - >2400 sel/100ml.
Perairan WGM telah terjadi pencemaran
bakteri yang berasal dari feses ikan, feses
manusia dan kotoran hewan.
Beban Pencemaran Wgm
Beban pencemaran pada hakikatnya adalah jumlah massa pencemar dalam
badan air pada periode tertentu. Beban
pencemaran (BP) adalah konsentrasi bahan
pencemar (C) dikalikan kapasitas aliran air
(Q) yang mengandung bahan pencemar.
Artinya adalah jumlah berat pencemar
dalam satuan waktu tertentu, misalnya
kg/hari, maka beban pencemaran yang
diijinkan masuk kedalam badan air dapat
dihitung, yakni mengalikan konsentrasi parameter baku mutu dengan debit air nyata
pada sungai.
Penghitungan beban pencemaran bertujuan
untuk mengetahui dan mengidentiikasi
sumber pencemaran, jenis pencemar dan
besarnya beban pencemar yang masuk ke
perairan waduk. Analisis beban pencemaran pada penelitian ini digunakan pendekatan perhitungan berdasarkan beban limbah cair yang masuk melalui sungai dari
parameter organik (BOD & COD), erosi
(TSS) dan zat hara (Nitrogen dan pospat).
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013
Kualitas Dan Beban Pencemaran
Perairan Waduk Gajah Mungkur
Gambar 12. Sebaran Fecal Coliform
dan Total Coliform Perairan WGM
Kegiatan diluar (excogenous activity)
WGM
WGM mendapatkan aliran limbah berasal
dari kegiatan masyarakat disekitar waduk,
seperti restoran, peternakan, pertanian,
hotel dan aliran limbah dari kegiatan penduduk yang mengalir ke waduk melalui
aliran DAS. Ada lima DAS yang menjadi
focus penelitian ini yaitu DAS Keduang,
DAS Bengawan Solo, DAS Alang Unggahan, DAS Wiroko da DAS Temon. Sebaran
beban pencemaran dari exogenous activity
disajikan pada gambar 13.
Hasil pengukuran menunjukkan
beban pencemar yang paling besar masuk
keperairan WGM adalah TSS yang berasal
dari DAS Keduang dengan sumbangan beban pencemar 291,84 ton/th. DAS membawa sedimen akibat erosi tanah yang ada
disekitarnya pada saat hujan dengan total
beban pencemaran akibat sedimen ini adalah 891,71 ton/th. Beban pencemaran organic yang ditunjukkan dengan pendekatan
BOD dan COD menempati urutan kedua
sebagai penyumbang pencemar ke perairan
WGM.
Kegiatan di dalam WGM (indogenous
activity)
Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
dan Pranoto
Kegiatan yang berlangsung di dalam perairan WGM adalah budidaya ikan
dalam karamba jaring apung (KJA). Usaha KJA WGM meningkat dari tahun 1997
berjumlah 185 petak menjadi 231 petak
(Pujiastuti, 2003), menurut pengamatan
lapangan jumlah KJA berjumlah 1186
petak. Kepemilikan KJA didominasi oleh
PT. Aquafarm, dengan sistem pemberian
pakan adalah setiap pagi dan sore hari. Setiap petak KJA berisi ± 100 ekor ikan dengan berat rata-rata 1 – 1,5 kg/ikan.
KJA mengembangkan ikan nila
merah dan karper yang mendapat pakan
berupa pellet, yang diberikan secara di
tabur. Kandungan gisi pellet ikan CP 788
adalah mengandung protein 26-28%, lemak
3–5%, serat 4-6%, abu 5-8% dan kadar air
Gambar 13. Beban pencemaran dari
aktivitas di luar perairan WGM
11-13% (PT Central Pangan Pertiwi). Pada
saat survei lapangan jumlah pakan yang
diberikan dihitung terlebih dahulu dengan
memperhitungkan jumlah populasi yang
ada. Dengan padat tebar sebesar 214,4 kg
benih yang ditebar, pemberian pakan 3%
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013
71
Kualitas Dan Beban Pencemaran
Perairan Waduk Gajah Mungkur
Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
dan Pranoto
dari berat total biomass ikan yaitu sebesar
6,4 kg pakan perhari. Frekuensi pemberian
pakan setiap hari antara jam 12 00 – 13. 00
WIB, dan sore hari jam 17.00-18.00 WIB
(Pujiastuti P., 2003). Untuk menentukan
jumlah pakan yang di berikan pada waktu
selanjutnya perlu dilakukan sampling ikan,
misalnya diperoleh berat rata-rata ikan
sebesar 93 gram per ekor, ikan yang disampling sejumlah 4-8 ekor, pemberian pakan
selanjutnya meningkat menjadi 17,08 kg/
hari. Pada sampling yang ke tiga atau pada
tujuh minggu pemeliharaan diperoleh berat
ikan rata-rata 138 gram/ekor. Dari data hasil sampling selain dapat ditentukan jumlah pakan yang akan diberikan juga dapat
menentukan perkembangan berat ikan selama pemeliharaan. Pola pemberian pakan
yang dilakukan selama puluhan tahun ini
sedikit banyak dapat merubah kualitas air
waduk Gadjah Mungkur Wonogiri.
Berdasarkan hasil survai jumlah
KJA yang terdapat di perairan WGM sebanyak 1186 petak yang dipasang pada seluruh kawasan zona budidaya WGM. Pada
KJA tersebut dibudidayakan ikan nila merah dan karper dengan padat tebar 214,4 kg
benih yang ditebar /unit KJA dan berat ikan
rata-rata 100 gram/ekor. Dengan demikian
jumlah ikan di dalam KJA tersebut sebanyak 25.427.840 ton. Menurut Marganof
(2007), rata-rata jumlah pakan yang diberikan untuk ikan nila merah dan karper untuk
satu unit KJA adalah 50 kg/hari. Jumlah
pakan yang dibutuhkan untuk 1 unit KJA
selama satu periode pemeliharaan adalah
4,500 ton. Adapun lama waktu untuk satu
periode pemeliharaan (saat mulai menebar
sampai panen) dibutuhkan waktu tiga bulan. Dengan demikian jumlah pakan yang
diberikan untuk 1186 unit KJA di WGM
dalam satu kali panen adalah 5.337.000 ton
atau 21.348.000 ton per tahun.
Petani KJA menggunakan pakan
(pellet) dengan kandungan protein 18%.
Untuk menentukan kandungan nitrogen dan
fosfor yang terdapat dalam pakan, dilaku72
kan dengan perkalian antara jumlah pakan
(JP) yang diberikan dengan konstanta pakan (N = 4,86% dan P = 0,26%) (Nastiti et
al., 2001 dalam Marganof, 2007). Dengan
demikian, jumlah nitrogen dan fosfor yang
terkandung dalam pakan yang diberikan
pada kegiatan KJA di WGM adalah N =
1.037.512,8 ton dan P= 55.504,8 ton. Dari
pakan yang diberikan tersebut hanya 70%
yang dimakan oleh ikan, dan sisanya sebanyak 30% akan lepas ke badan perairan
waduk sebagai bahan pencemar atau limbah (Rachmansyah, 2004; Syandri, 2006
dalam Marganof, 2007). Sementara itu,15–
30% dari nitrogen (N) dan fosfor (P) dalam
pakan akan diretensikan dalam daging ikan
dan selebihnya terbuang ke badan perairan
danau (Beveridge, 1987; Avnimelech, 2000
dalam Marganof, 2007)). Dengan demikian dapat ditentukan jumlah beban limbah
nitrogen (N) dan fosfor (P) dari kegiatan
KJA yang masuk ke badan perairan WGM
yaitu nitrogen sebesar 819.635,1 ton per
tahun, dan fosfor sebesar 43.848,79 ton per
tahun.
Beban limbah yang masuk ke
badan perairan WGM tersebut, menurut
Midlen dan Redding (2000) dalam Marganof (2007) yang berada dalam keadaan
terlarut adalah 10% fosfor (P) atau sebesar
4.384,879 ton dan 65% nitrogen (N) atau
sebesar 532.762,8 ton, yang berada dalam bentuk partikel adalah 65% fosfor (P)
28.501,71 ton dan 10 % nitrogen (N) atau
sebesar 81.963,51 ton. Sisa pakan dalam
bentuk partikel ini akan mengendap menjadi sedimen di dasar perairan WGM.
Kesimpulan
Terdapat beberapa parameter
kualitas perairan WGM yang melampaui
baku mutu air kelas dua dan tiga PP Nomor
82 tahun 2001 yaitu:
TSS pada DAS Keduang, DAS Bengawan
Solo, DAS Alang Unggahan dan DAS Temon.
DO pada semua area perairan yang diteliti.
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013
Kualitas Dan Beban Pencemaran
Perairan Waduk Gajah Mungkur
BOD pada semua area perairan yang diteliti.
COD pada hampir semua wilayah perairan
WGM yang diteliti, kecuali tengah waduk
dan lokasi 100 m dari DAS: Temon, Alang
dan Wiroko.N-NO2 pada semua wilayah
perairan yang diteliti
P-PO4 pada semua wilayah WGM kecuali
lokasi di tengah-tengah waduk.
Fecal Coliform pada DAS Bengawan
Solo, peternakan, KJA dan tengah-tengah
WGM.
Total Coliform pada KJA, peternakan,
pertanian, DAS Bengawan Solo dan DAS
DAS Keduang.
Beban pencemaran yang berasal dari exogenous activity masuk ke wilayah perairan WGM paling besar adalah TSS yang
berasal semua DAS terutama dari DAS
Keduang sebesar 891,71 ton/th. Sedangkan dari indigenous activity berupa limbah pakan ikan dari budidaya ikan dalam
KJA, dengan beban pencemaran Nitrogen
81.963,51 ton/th dan Pospor 28.501,71 ton/
th.
Saran
Pemerintah dalam hal ini PJT hendaknya secara periodik memantau kualitas
WGM dengan memperluas area sampling.
Data kualitas perairan WGM dari tahun ke
tahun dan kondisi eksisting dapat digunakan untuk membuat model pengendalian
pencemaran perairan di WGM, sehingga
diperoleh sebuah kebijakan pengendalian
pencemaran perairan WGM
Daftar Pustaka
Asmika harnalis, 2006, Kajian Keterkaitan
Antara Cadangan Oksigen dengan
Beban Masukan Bahan Organik di
Waduk Ir.H. Juanda, http://www.
damandiri.or.id/ile/asmikaharnalisimarmataipb.pdf
Bappeda, 2007, Neraca Kualitas Ling-
Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
dan Pranoto
kungan Hidup Daerah Kabupaten
Wonogiri, Bappeda Kabupaten
Wonogiri.
Bapedal, 1994, Standar Nasional Indonesia “Pengujian Kualitas Air Sumber dan Limbah Cair”, Jakarta:
Direktorat Pengembangan Laboratorium Rujukan dan Pengolahan
Data, Badan Pengendali Dampak
Lingkungan.
Brahmana, S.S., Suyatno., S. Bahri dan R.
Fanshury, 2002, Pencemaran Air
dan Eutroikasi Waduk Karangkates
dan Upaya Penanggulangannya,
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pengairan 16 (49):73-81.
Daniel H. Ndahawali, 2000, Dampak Budidaya Ikan Terhadap Pencemaran Perairan, Laporan Peneliian
Program Pasca Sarjana Prodi Ilmu
Lingkungan Universitas Indonesia.
Dinas Perikanan & Kelautan, 2007, Laporan Tahunan. Dinas Perikanan &
Kelautan Kabupaten Wonogiri
Eriyanto, 2003, Ilmu system;Apa dan Bagaimana. Centre for System Studies
and Development (CSSD) Indonesia, Jakarta.
Haryadi, S. 2003. Pencemaran daerah
aliran sungai (DAS). Di dalam
Manajemen Bioregional Jabodetabek : Tantangan dan Harapan.
Workshop Pengembangan Konsep
Bioregional Sebagai Dasar Pengelolaan Kawasan Secara Berkelanjutan. Bogor, 4-5 November 2002.
Pusat Penelitian Biologi LIPI. Bogor. pp. 165-172
Haryani, G.S. 2004. Menuju Pemanfaatan
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013
73
Kualitas Dan Beban Pencemaran
Perairan Waduk Gajah Mungkur
Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
dan Pranoto
sumberdaya perairan darat berkesinambungan: permasalahan dan
solusinya. Di dalam Peran Strategis
Data dan Informasi Sumberdaya
Periran Darat dalam Pembangunan Nasional. Seminar Nasional
dan Limnologi. Bogor, 28 Juli 2004.
LIPI. pp. 15-22
Hasan Z., 1993, Pengaruh Kegiatan Budidaya Ikan dalam Jaring Apung Terhadap Tingkat Kesuburan Perairan
dan Komunitas Fitoplankton di
Waduk Saguling Jawa Barat, Tesis
Program Pasca Sarjana IPB.
Ika, 2008, Kliping Lainnya WALHI Kalsel “
Ikan Waduk Tercemar Merkuri, klipinglainnya.blogspot.com/2008/02/
ika.
Indonesia Power, 2001, Beban di Hulu
Ancam Kondisi Waduk, Majalah
Bulanan Indonesia Power edisi Mei
Tahun 2001.
Kaslan A. Thohir, 1991, Butir-butir Tata
Lingkungan, Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Koesitranata, N.A., S. Nuntapotidec, Supatanasikasem, and A. Ittharatana,
1989. Report of the Assesment of
Pollution from Land-Base source
and their Impact on the Enviroment.
Ofiser of National envoromental
Board (ONEB), Thailand.
Kompas, 2009, 13.000 Ton Ikan Karamba
Maninjau Mati, Terbit 7-8 Januari 2009, http://kadaikopi.carpediem123.com/?p=750)
[KLH] Kementrian Lingkungan Hidup,
2004, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun
2004 tentang Pengelolaan Kualitas
74
Air dan Pengendaian Pencemaran
Air. Kementrian Lingkungan Hidup,
Jakarta.
Marganof, 2007, Model Pengendalian
Pencemaran Perairan Di Danau
Maninjau Sumatra Barat, Laporan
hasil penelitian Sekolah Pasca Sarjana IPB Bogor, http://www.damandiri.or.id/ile/marganoipb.
Mahbud, B., 1990, PenilaianPencemaran
Air dengan Indeks. Jurnal Penelitian & Pengembangan Pengairan
17:10-17.
Mitsch, W.J. and J.G. Gosselink, 1994, Wet
Land, In Water Quality Prevention,
Identiication and Management of
Diffuse Pollution. Van Nostrand
Reinhold, New York.
Pujiastuti, P., (2003) Dampak Budidaya
Ikan Dalam Karamba Jaring Apung
Terhadap Perkembangan Biota Air
Lokal di WGM, Prosiding Seminar
Nasional Unika Soegijopranoto Semarang, ISBN 979-8366-61-1i,
Pujiastuti, P., (2004) Pengembangan
Wilayah Ekosistem Daerah Tangkapan WGM, Perpustakaan USB,
Surakarta.
Pujiastuti, P., (2009) Deteksi Dini Dampak
Berantai Budidaya Ikan KJA Terhadap Nilai Manfaat WGM., Fakultas Teknik Universitas Setia Budi
Surakarta.
Satari, G. 2001. Pengelolaan dan pemanfaatan danau dan waduk. Di dalam
Pengelolaan dan Pemanfaatan Danau dan Waduk. Proseding Semiloka
Nasional. Universitas Padjadjaran
Bandung. Bandung. pp. 3-41- 3-47.
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013
Kualitas Dan Beban Pencemaran
Perairan Waduk Gajah Mungkur
Sudarmono, 2006, Budidaya Karamba
Apung Serta Peranannya Bagi
Pendapatan Pemilik Karamba di
Perairan Waduk Gadjah Mungkur
Kabupaten Wonogiri, jtptums-gdlS1-2006-sudarmonoe-3004-ums
Digital Library-GDL4.0
Sihotang B., 2009, Dampak Pencemaran
Keramba Jaring Apung (KJA) PT.
Aquafarm Nusantara, Up load Minggu, 01 Februari 2009 14:07 http://
www.benss.co.cc/lingkunganhidup-sda/134-penelitian-dampakpencemaran-keramba-jaringapung-kja-pt-aquafarm-nusantara.
Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
dan Pranoto
Sumarna, 2005, Harus Ada Perbaikan
Pembangkit (laporan utama), Majalah Bulanan Indonesia Power
edisi 3 tahun 2005.
Wisnu A.W., 2001, Dampak Pencemaran
Lingkungan, Yogyakarta: Penerbit
Andi.
[WHO] World Health Organization, 1993,
Rapid Assesment of Sources of Air,
Water, and Land Pollution. Genewa,
Switzerland
Soemarno, 2003, Pendekatan & Pemodelan Sistem, MK Pemodelan, Program Pasca Sarjana Universitas
Brawijaya, Malang, http://images.
soemarno.multply.com
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013
75