TUGAS PSIKOLOGI AGAMA peran kecerdasan
NAMA
: MUHAMMAD IKHSAN BAHARUDDIN
NIM
: 1571042018
TUGAS INDIVIDU
TENTANG RUANG LINGKUP KAJIAN PSIKOLOGI AGAMA
Ruang Lingkup Kajian Psikologi Agama
Ruang Lingkup kajian Psikologi Agama mencakup gejala-gejala kejiwaan
dalam kaitannya dengan realisasi keagamaan (amaliah) dan mekanisme antara
keduanya. Zakiah Daradjat membagi objek psikologi agama membahas tentang
kesadaran agama (religious counciousness) dan pengalaman agama (religious
experience). Kesadaran agama, setiap aspek agama yang hadir dalam pikiran
(aspek mental) dari aktivitas agama.
Pengalaman agama berarti unsur perasaan dalam kesadaran beragama,
yaitu perasaan yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan
(amaliah).
Dengan kata lain bahwa psikologi agama mempelajari kesadaran agama
pada seseorang yang pengaruhnya terlihat dalam kelakuan dan tindakan agama
yang dialami seseorang dalam hidupnya.
Menurut Zakiyah Daradjat, ruang lingkup yang menjadi lapangan kajian
psikologi agama mencakup.
1. Berbagai macam emosi yang menjalar di luar kesadaran yang ikut serta dalam
kehidupan beragama manusia. Contoh : perasaan tenang, pasrah dan menyerah.
2. Bagaimana perasaan dan pengalaman seseorang secara individual terhadap
Tuhannya. Contoh: kelegaan batin.
3. Mempelajari, meneliti, dan menganalisis pengaruh kepercayaan akan adanya
hidup sesudah mati (akhirat) pada setiap orang.
4. Meneliti dan mempelajari kesadaran dan perasaan orang terhadap kepercayaan
yang berhubungan dengan surga dan neraka serta dosa dan pahala yang turut
memberi pengaruh terhadap sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan.
5. Meneliti dan mempelajari bagaimana pengaruh penghayatan seseorang terhadap
ayat-ayat suci. Semua itu tercakup dalam kesadaran beragama (religious
counsciousness) dan pengalaman agama (religious experience ).
Tim peneliti Universitas California pada tahun 1997 menemukan GodSpot dalam otak manusia. God-Spot berisikan konsep tentang Tuhan, ruh, dan
jiwa yang telah dialami manusia. Kesadaran beragama mencakup kemampuan
manusia mengenal Tuhan, mengakui Tuhan, mengingkari Tuhan, taat dan tidak
taat kepada ajaran agama.
Kesadaran beragama pada manusia ada tiga golongan:
1) Panteisme, menurutnya semesta alam, termasuk manusia merupakan sebagian
dari Allah.
2) Politeisme, menurutnya terdapat banyak Allah, di mana alam semesta
mempunyai segi-segi yang berbeda yang kesemuanya mencerminkan kekuatan
ilahi.
3) Monoteisme, Allah itu satu dan tidak dapat dibagi kemuliaannya, jangan
dicampur dengan hal dunia. Pengalaman beragama adalah perasaan yang
muncul dalam diri seseorang setelah menjalankan ajaran agama. Pengalaman
beragama disebut juga pengalaman spiritual, pengalaman suci, atau
pengalaman mistik. Pengalaman tersebut berisikan pengalaman individual yang
dialami seseorang ketika dia berhubungan dengan Tuhan.
James menyatakan pengalaman beragama memiliki 4 (empat) karakteristik yaitu:
1) bersifat temporal dan terjadi dalam waktu yang singkat.
2) tidak dapat digambarkan dengan kata-kata.
3) seseorang mendapatkan pelajaran yang sangat berharga dari pengalamannya.
4) terjadi tanpa kontrol individu ketika dia melakukan sebuah ajaran agama. Para
ahli Psikologi Agama menyatakan banyak kejadian yang dapat menghadirkan
pengalaman agama antara lain: meditasi, shalat, berdoa, depresi, mati suri, dan
pengalaman sufistik.
Ruang Lingkup Psikologi Agama: Menurut Islam
Di dalam ajaran Islam, khususnya Tasawuf, ada tiga hirarki pengalaman
beragama Islam seseorang.
Pertama, tingkatan syariah. Syariah berarti aturan atau undang-undang,
yakni aturan yang dibuat oleh pembuat aturan (Allah dan Rasul-Nya) untuk
mengatur kehidupan orang-orang mukallaf baik hubungannya dengan Allah
(hablumin Allah) maupun hubungannya dengan sesama manusia (hablum min alNas). Tataran syariat berarti kualitas amalan lahir formal yang ditetapkan dalam
ajaran agama melalui al-Qur’an dan Sunnah. Amalan tersebut dijadikan
beban/tanggung jawab yang harus dilaksanakan, sehingga amalan lebih didorong
sebagai penggugur kewajiban. Dalam tataran ini, pengamalan agama bersifat top
down yakni bukan sebagai kebutuhan tapi sebagai tuntutan dari atas (syari) ke
bawah (mukallaf). Tuntutan itu dapat berupa tuntutan untuk dilaksanakan atau
tuntutan untuk ditinggalkan. Seseorang dalam tataran ini, pengamalan agamanya
karena didorong oleh kebutuhan berhubungan dengan Allah, bukan semata-mata
karena mentaati perintah Tuhan.
Kedua, tingkat tarikat yaitu pengamalan ajaran agama sebagai jalan atau
alat untuk mengarahkan jiwa dan moral. Dalam tataran ini, seseorang menyadari
bahwa ajaran agama yang dilaksanakannya bukan sematamata sebagai tujuan tapi
sebagai alat dan metode untuk meningkatkan moral. Contoh, Puasa Ramadan
tidak hanya dipandang sebagai kewajiban tapi juga disadari sebagai media untuk
mencapai tujuan yang lebih tinggi yaitu sikap bertaqwa. Demikian juga tuntutantuntutan syariah lainnya disadari sebagai proses untuk mencapai tujuan moral.
Ketiga, tingkatan hakikat yang berarti realitas, senyatanya, dan
sebenarnya. Dalam tasawuf yang nyata dan yang sebenarnya adalah Allah yang
Maha Benar (al-Haq). Pada tingkat hakikat berarti dimana seseorang telah
menyaksikan Allah swt dengan mata hatinya. Pemahaman lain dari hakikat adalah
bahwa hakikat merupakan inti dari setiap tuntutan syariat. Berbeda dengan syariat
yang menganggap perintah sebagai tuntutan dan beban maka dalam tataran
hakikat perintah tidak lagi menjadi tuntutan dan beban tapi berubah menjadi
kebutuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Bahril. (2009). Psikologi Islam. Buku Daras. Pekanbaru: UIN Sultan
Syarif Kasim.
Hidayat, Bahril. (2014). Psikologi Islam. Buku Daras. Pekanbaru: UIN Sultan
Syarif Kasim.
Lubis, B. H., & Nashori, F. (2002). Dialektika psikologi dan pandangan Islam.
Unri Press.
Daradjat, Zakiah. (1995). Kesehatan Mental. Jakarta: Gunung Agung.
Daradjat, Zakiah. (1989). Psikologi Agama. Jakarta: Bulan Bintang.
Daradjat, Zakiah. (1999). Perkembangan Psikologi Agama dan Pendidikan Islam
di Indonesia. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah bekerjasama dengan Logos
Wacana Ilmu.
Jalaluddin. (2001). Psikologi Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sitorus, M. (2011). Psikologi Agama. Medan: Perdana Publishing.
: MUHAMMAD IKHSAN BAHARUDDIN
NIM
: 1571042018
TUGAS INDIVIDU
TENTANG RUANG LINGKUP KAJIAN PSIKOLOGI AGAMA
Ruang Lingkup Kajian Psikologi Agama
Ruang Lingkup kajian Psikologi Agama mencakup gejala-gejala kejiwaan
dalam kaitannya dengan realisasi keagamaan (amaliah) dan mekanisme antara
keduanya. Zakiah Daradjat membagi objek psikologi agama membahas tentang
kesadaran agama (religious counciousness) dan pengalaman agama (religious
experience). Kesadaran agama, setiap aspek agama yang hadir dalam pikiran
(aspek mental) dari aktivitas agama.
Pengalaman agama berarti unsur perasaan dalam kesadaran beragama,
yaitu perasaan yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan
(amaliah).
Dengan kata lain bahwa psikologi agama mempelajari kesadaran agama
pada seseorang yang pengaruhnya terlihat dalam kelakuan dan tindakan agama
yang dialami seseorang dalam hidupnya.
Menurut Zakiyah Daradjat, ruang lingkup yang menjadi lapangan kajian
psikologi agama mencakup.
1. Berbagai macam emosi yang menjalar di luar kesadaran yang ikut serta dalam
kehidupan beragama manusia. Contoh : perasaan tenang, pasrah dan menyerah.
2. Bagaimana perasaan dan pengalaman seseorang secara individual terhadap
Tuhannya. Contoh: kelegaan batin.
3. Mempelajari, meneliti, dan menganalisis pengaruh kepercayaan akan adanya
hidup sesudah mati (akhirat) pada setiap orang.
4. Meneliti dan mempelajari kesadaran dan perasaan orang terhadap kepercayaan
yang berhubungan dengan surga dan neraka serta dosa dan pahala yang turut
memberi pengaruh terhadap sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan.
5. Meneliti dan mempelajari bagaimana pengaruh penghayatan seseorang terhadap
ayat-ayat suci. Semua itu tercakup dalam kesadaran beragama (religious
counsciousness) dan pengalaman agama (religious experience ).
Tim peneliti Universitas California pada tahun 1997 menemukan GodSpot dalam otak manusia. God-Spot berisikan konsep tentang Tuhan, ruh, dan
jiwa yang telah dialami manusia. Kesadaran beragama mencakup kemampuan
manusia mengenal Tuhan, mengakui Tuhan, mengingkari Tuhan, taat dan tidak
taat kepada ajaran agama.
Kesadaran beragama pada manusia ada tiga golongan:
1) Panteisme, menurutnya semesta alam, termasuk manusia merupakan sebagian
dari Allah.
2) Politeisme, menurutnya terdapat banyak Allah, di mana alam semesta
mempunyai segi-segi yang berbeda yang kesemuanya mencerminkan kekuatan
ilahi.
3) Monoteisme, Allah itu satu dan tidak dapat dibagi kemuliaannya, jangan
dicampur dengan hal dunia. Pengalaman beragama adalah perasaan yang
muncul dalam diri seseorang setelah menjalankan ajaran agama. Pengalaman
beragama disebut juga pengalaman spiritual, pengalaman suci, atau
pengalaman mistik. Pengalaman tersebut berisikan pengalaman individual yang
dialami seseorang ketika dia berhubungan dengan Tuhan.
James menyatakan pengalaman beragama memiliki 4 (empat) karakteristik yaitu:
1) bersifat temporal dan terjadi dalam waktu yang singkat.
2) tidak dapat digambarkan dengan kata-kata.
3) seseorang mendapatkan pelajaran yang sangat berharga dari pengalamannya.
4) terjadi tanpa kontrol individu ketika dia melakukan sebuah ajaran agama. Para
ahli Psikologi Agama menyatakan banyak kejadian yang dapat menghadirkan
pengalaman agama antara lain: meditasi, shalat, berdoa, depresi, mati suri, dan
pengalaman sufistik.
Ruang Lingkup Psikologi Agama: Menurut Islam
Di dalam ajaran Islam, khususnya Tasawuf, ada tiga hirarki pengalaman
beragama Islam seseorang.
Pertama, tingkatan syariah. Syariah berarti aturan atau undang-undang,
yakni aturan yang dibuat oleh pembuat aturan (Allah dan Rasul-Nya) untuk
mengatur kehidupan orang-orang mukallaf baik hubungannya dengan Allah
(hablumin Allah) maupun hubungannya dengan sesama manusia (hablum min alNas). Tataran syariat berarti kualitas amalan lahir formal yang ditetapkan dalam
ajaran agama melalui al-Qur’an dan Sunnah. Amalan tersebut dijadikan
beban/tanggung jawab yang harus dilaksanakan, sehingga amalan lebih didorong
sebagai penggugur kewajiban. Dalam tataran ini, pengamalan agama bersifat top
down yakni bukan sebagai kebutuhan tapi sebagai tuntutan dari atas (syari) ke
bawah (mukallaf). Tuntutan itu dapat berupa tuntutan untuk dilaksanakan atau
tuntutan untuk ditinggalkan. Seseorang dalam tataran ini, pengamalan agamanya
karena didorong oleh kebutuhan berhubungan dengan Allah, bukan semata-mata
karena mentaati perintah Tuhan.
Kedua, tingkat tarikat yaitu pengamalan ajaran agama sebagai jalan atau
alat untuk mengarahkan jiwa dan moral. Dalam tataran ini, seseorang menyadari
bahwa ajaran agama yang dilaksanakannya bukan sematamata sebagai tujuan tapi
sebagai alat dan metode untuk meningkatkan moral. Contoh, Puasa Ramadan
tidak hanya dipandang sebagai kewajiban tapi juga disadari sebagai media untuk
mencapai tujuan yang lebih tinggi yaitu sikap bertaqwa. Demikian juga tuntutantuntutan syariah lainnya disadari sebagai proses untuk mencapai tujuan moral.
Ketiga, tingkatan hakikat yang berarti realitas, senyatanya, dan
sebenarnya. Dalam tasawuf yang nyata dan yang sebenarnya adalah Allah yang
Maha Benar (al-Haq). Pada tingkat hakikat berarti dimana seseorang telah
menyaksikan Allah swt dengan mata hatinya. Pemahaman lain dari hakikat adalah
bahwa hakikat merupakan inti dari setiap tuntutan syariat. Berbeda dengan syariat
yang menganggap perintah sebagai tuntutan dan beban maka dalam tataran
hakikat perintah tidak lagi menjadi tuntutan dan beban tapi berubah menjadi
kebutuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Bahril. (2009). Psikologi Islam. Buku Daras. Pekanbaru: UIN Sultan
Syarif Kasim.
Hidayat, Bahril. (2014). Psikologi Islam. Buku Daras. Pekanbaru: UIN Sultan
Syarif Kasim.
Lubis, B. H., & Nashori, F. (2002). Dialektika psikologi dan pandangan Islam.
Unri Press.
Daradjat, Zakiah. (1995). Kesehatan Mental. Jakarta: Gunung Agung.
Daradjat, Zakiah. (1989). Psikologi Agama. Jakarta: Bulan Bintang.
Daradjat, Zakiah. (1999). Perkembangan Psikologi Agama dan Pendidikan Islam
di Indonesia. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah bekerjasama dengan Logos
Wacana Ilmu.
Jalaluddin. (2001). Psikologi Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sitorus, M. (2011). Psikologi Agama. Medan: Perdana Publishing.