Pemodelan Runtut Waktu Linier Aktivitas

Warta LAPAN, Vol. 3, No. 1 Maret 2001. ISSN: 0126-9754

Pemodelan Runtut Waktu Linier Aktivitas Matahari
dan Prediksi Siklus Maksimum ke-23
Buldan Muslim

Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi
Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN
Email : bldn@lycos.com
Abstrak
Pemodelan aktivitas matahari telah dibuat menggunakan autoregresi (AR) linier dari data runtut waktu
bilangan sunspot tahunan. Berdasarkan kriteria Akaike’s Information Criterion (AIC) telah didapat AR linier
orde 9. Model tersebut telah digunakan untuk prediksi matahari maksimum ke-23 dari siklus yang sedang
berjalan. Model sederhana ini kelihatan lebih akurat dari pada model jaringan syaraf tiruan untuk prediksi
aktivitas matahari beberapa tahun ke depan.
Abstract
Modeling of solar activity have been made using linear autoregression (AR) of time series data of
yearly sunspot number. Based of Akaike’s Information Criterion (AIC) it has been obtained 9th order of linear
AR. The model has been used for solar maximum 23th prediction of current cycles. This simple model seems
rather accurate to neural network model for several years ahead prediction of solar activity.
1.


Pendahuluan
Aktivitas matahari memiliki siklus sekitar 11 tahun. Aktivitas tersebut antara lain direpresentasikan oleh

bilangan sunspot. Periode aktif dengan banyak sunspot diketahui sebagai matahari maksimum, sementara periode
tenang dengan hanya beberapa sunspot disebut matahari minimum. Sebagaimana bilangan sunspot bertambah
dalam suatu siklus, frekuensi terjadinya dan intensitas daerah aktif di matahari dan badai matahari juga
bertambah. Pada saat matahari maksimum akan terjadi flare yang lebih sering dan lebih kuat dibandingkan pada
saat matahari minimum, sehingga gangguan medan magnet bumi pada matahari maksimum juga semakin besar.
Apabila medan magnet bumi terganggu maka ionosfer juga akan terganggu. Gangguan ionosfer yang tingkat
gangguannya sebanding dengan aktivitas matahari antara lain adalah spread F dan sintilasi ionosfer, yang dapat
menyebabkan fading pada sinyal gelombang radio yang dipantulkan atau melewati ionosfer. Sehingga prediksi

Warta LAPAN, Vol. 3, No. 1 Maret 2001. ISSN: 0126-9754

komunikasi HF secara konvensional akan sulit diterapkan dengan akurasi yang tinggi pada saat tersebut. Oleh
karena itu kondisi matahari maksimum perlu diketahui lebih awal dengan melakukan prediksi kapan akan terjadi
pada siklus ke-23 yang sedang berjalan sekarang ini.
Tingkat aktivitas matahari sebagaimana direfleksikan dalam variasi bilangan sunspot merupakan suatu
gejala yang kompleks. Satu hal yang sangat menarik dalam fenomena ini yaitu belum adanya teori yang dapat

memprediksi bilangan sunspot secara akurat. Maka sampai sekarang penelitian tentang model aktivitas matahari
dan prediksi matahari maksimum masih terus diteliti dan dikembangkan. Baru baru ini telah ada beberapa metode
prediksi aktivitas matahari tahunan yang digunakan untuk prediksi matahari maksimum siklus ke-23 dengan hasil
yang bervariasi. Misalnya dengan metode prekursor. Dalam metode tersebut digunakan indek geomagnet saat
matahari minimum karena parameter tersebut memiliki korelasi yang tinggi dengan nilai siklus maksimum
berikutnya. Dengan metode ini Schatten dan Myers (1996) telah memprediksi siklus ke-23 akan mencapai
puncaknya pada tahun 2000 dengan bilangan sunspots rata-rata tahunan 138. Selain itu ada model jaringan syaraf
tiruan sebagaimana telah dibuat oleh Kulkarni dkk. (1997) yang menghasilkan prediksi matahari maksimum
siklus ke-23 akan terjadi pada tahun 2000 dengan sunspots tahunan sebesar 144. Dalam makalah ini penulis
menggunakan data runtut waktu sunspots tahunan untuk pembuatan model AR linier aktivitas matahari dan
menggunakannya untuk prediksi matahari maksimum siklus ke-23.
Pada bab 2 dijelaskan model AR linier dan penentuan ordenya menggunakan kriteria AIC. Bab 3
menerangkan tentang data yang digunakan dan metodenya. Hasil dan pembahasan diberikan pada bab 4.
2.

Model AR Linier

2.1 Representasi model
Jika ada data runtut waktu yt maka model AR linier berbentuk


y t  a 0  a1 y (t 1)  a 2 y (t  2)    a p y (t  p )  ε t

(2-1)

dengan a0 adalah konstanta yang mewakili rata-rata seluruh data, (a1,…ap) adalah koefisien model AR, dan  t
adalah galat atau eror dari model AR orde p.
2.2 Estimasi model

Warta LAPAN, Vol. 3, No. 1 Maret 2001. ISSN: 0126-9754

Jika ada sampel y1, y2,…, yt dan sampel sebelumnya y-p+1, yp,…,y0 , maka persamaan (2-1) dapat
diperkirakan menggunakan kuadrat terkecil. Dengan mendefinisikan Y  [ y1 y 2  y T ] maka persamaan (2-1)
dapat ditulis dalam bentuk

Y  β Z ε

dengan

(2-2)


 yt 


Yt     ,
 yt  p 1 



β  [ a 0 a1 a 2  a p ] ,
X 
Z   1 ,
X

X1  [1 11] ,
X  [ X 0 X1  XT 1 ] ,

X t 1

 yt 1 



  .
 yt  p 



Maka estimasi kuadrat terkecil dari  dapat diungkapkan sebagai

 

βˆ  YZ T ZZT

1

,

(2-3)

dan estimasi untuk Y adalah


ˆ  βˆ Z ,
Y

(2-4)

dan deviasi atau residu adalah

ˆ .
= YY
2.3 Penentuan orde

(2-5)

Warta LAPAN, Vol. 3, No. 1 Maret 2001. ISSN: 0126-9754

Untuk menentukan orde p dari model AR yang paling cocok dapat dilakukan dengan memilih orde
berdasarkan kriteria AIC. Jika k adalah jumlah variabel runtut waktu, T adalah jumlah data yang diperkirakan
maka AIC dapat diungkapkan sebagai (Akaike, 1974)

 1

AIC = log det
 T



 T
t 1 t t

T

 2
2
  pk ,
T


(2-6)

dengan det (.) adalah determinan, log (.) adalah nilai logaritma alami. Dalam pemodelan ini hanya ada satu
variabel runtut waktu yaitu bilangan sunspot tahunan. Maka k sama dengan satu. Untuk orde mulai dari 1 sampai

50, nilai AIC dihitung untuk masing-masing orde tersebut. Model AR yang terbaik adalah orde AR yang
memiliki nilai AIC yang paling kecil.
3.

Data dan Metode
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah rata-rata tahunan bilangan sunspot dari tahun 1855

sampai 2000 (ftp.ngdc.noaa.gov). Tahun sebelumnya tidak digunakan karena rata-rata tahunan yang diperoleh
kurang riil dapat digunakan. Untuk pemodelan digunakan tahun 1855 sampai 1996 sedangkan data tahun 1997
sampai 2000 digunakan untuk pengujian model.
Menggunakan model AR yang ordenya ditentukan berdasarkan kriteria AIC dilakukan prediksi aktivitas

Warta LAPAN, Vol. 3, No. 1 Maret 2001. ISSN: 0126-9754

matahari 10 tahun ke depan. Hasil prediksi juga akan dibandingkan dengan hasil prediksi yang telah
dilakukan oleh Kulkarni dkk. (1997) menggunakan model jaringan syaraf tiruan.
Setelah orde AR ditentukan berdasarkan data sebelumnya dan setelah koefisien autoregresi diestimasi
kemudian dapat dilakukan predikasi h tahap ke depan secara iteratif menggunakan model AR (p) dalam struktur
AR(1). Persamaan model AR(p) dapat disusun kembali menjadi




y t  a 0  a1

a2

 ap



 y (t 1) 

y
 (t  2)  ,
  


 y (t  p ) 

(3-3)


yang dalam struktur orde 1, AR(1) berbentuk

 y(t )  a0  a1 a2
 y
   
 (t 1)   0   1 0
     0 0 1

   
 y(t  p  2)      
 y(t  p 1)   0   0 0

   

a p 1 a p   y(t 1) 


0
0   y (t  2) 

0
0    ,


0
0   y(t  p 1) 

0   y(t  p ) 
 1




(3-4)

Pada persamaan (3-2) sisi kanan jika diterapkan untuk data runtut waktu yang terakhir maka akan memberikan
prediksi yt+1, yang dapat ditulis sebagai

 y(t 1)  a0  a1 a2
 y    
t

  0  1 0
     0 0 1

   
 y(t  p 1)      
 y(t  p )   0   0 0

   

a p 1 a p   yt 


0
0   y (t 1) 
0
0    .


0
0   y(t  p  2) 

0   y(t  p 1) 
 1




(3-5)

Persamaan (3-2) dapat ditulis dalam bentuk

Yt  C  AY t 1

(3-6)

dan persamaan (3-3) dapat diungkapkan sebagai

ˆ  C  AY
Y
t 1
t
sehingga prediksi h tahap ke depan dapat ditulis sebagai

(3-7)

Warta LAPAN, Vol. 3, No. 1 Maret 2001. ISSN: 0126-9754

ˆ
ˆ
Y
t  h  C  AYt  h 1 ,

(3-8)

dengan h = 1,…, 10, berarti prediksi dilakukan sampai 10 tahun ke depan.
Keluaran proses prediksi tahap pertama sesuai dengan persamaan (3-7) selanjutnya dapat digunakan
sebagai masukan untuk prediksi berikutnya sehingga dapat diperoleh prediksi 10 tahap ke depan secara iteratif
sebagaimana diungkapkan pada persamaan (3-8) yang proses komputasi prediksi model AR orde p dilakukan
menggunakan model AR dalam struktur orde satu.
4.

Hasil dan Pembahasan
Untuk aktivitas matahari tahunan menggunakan kriteria AIC diperoleh AR orde 9 seperti ditunjukkan

pada Gambar 4-1. Pada gambar tersebut nilai AIC terkecil jatuh pada orde 9. Maka estimasi dilakukan untuk AR
orde 9. Dengan menggunakan persamaan (2-3) diperoleh model AR(9) sebagai berikut
yt = 6.3239 + 1.0307yt  1  0.1930yt  2  0.3209yt  3 + 0.1745yt  4  0.0720 yt  5
+ 0.0423yt6 + 0.0164yt7  0.1661yt8 + 0.3855yt9

(4-1)

Nilai AIC untuk orde AR yang berbeda

7
6
5

AIC

4
3
2
1
0

0

10

20

30

Orde AR

40

50

60

Gambar 4-1 Nilai AIC untuk orde 1 sampai 50.
Gambar 4-2 menunjukkan estimasi model AR(9) yang diperoleh dari data sunspot tahunan mulai tahun 1855
sampai 1996. Pada gambar tersebut hanya diperlihatkan mulai tahun ke 131 (1985) terhitung dari tahun 1855.
Data sunspots digambarkan dengan tanda bintang, model AR(9) digambarkan dengan garis penuh dan prediksi 10
tahun ke depan dari tahun ke 143 - 152 (1997-2006) digambarkan dengan garis putus-putus. Prediksi 10 tahun ke
depan dilakukan dengan cara iterasi menggunakan persamaan (3-8). Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa

Warta LAPAN, Vol. 3, No. 1 Maret 2001. ISSN: 0126-9754

hasil prediksi empat tahun ke depan yang dilakukan secara iteratif akurasinya cukup baik dengan rata-rata
kesalahan 14.6 % sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4-1. Tabel tersebut juga menampilkan perbandingan

200

Prediksi 10 tahun ke depan
Data sunspot
Model AR(9)

180

Bilangan sunspots R

160
140
120
100
80
60
40
20
0

132

134

136

138
140
142
144
Tahun ke (Mulai 1855)

146

148

150

152

Gambar 4-2. Model AR(9), pengamatan dan prediksi bilangan sunspot tahunan
hasil prediksi

AR(9) dengan

hasil prediksi yang dilakukan oleh Kulkarni dkk (1997) menggunakan

menggunakan model jaringan syaraf tiruan waktu tunda yang prediksi 10 tahap ke depan dilakukan secara iteratif
juga menggunakan data yang sama pula. Perbandingan eror antara hasil prediksi dengan data pengamatan antara
kedua metode menunjukkan bahwa metode AR(9) ternyata sedikit lebih akurat. Kurang akuratnya model jaringan
syaraf tiruan untuk prediksi sunspot mungkin disebabkan oleh arsitektur jaringan yang dibentuk kurang baik
sehingga akurasinya kalah dibandingkan model AR linier. Atau mungkin dalam penentuan variabel masukan
belum tepat. Dalam model jaringan syaraf tiruan tersebut telah digunakan tiga data sebagai masukan dengan data
yang satu dengan data sebelumnya memiliki waktu tunda 4 tahun. Bisa juga fungsi aktivasi yang digunakan
kurang tepat.

Warta LAPAN, Vol. 3, No. 1 Maret 2001. ISSN: 0126-9754

Tabel 4-1 PERBANDINGAN ANTARA DATA PENGAMATAN SUNSPOT TAHUNAN,
PREDIKSI AR(9) DAN PREDIKSI MODEL JARINGAN SYARAF TIRUAN.
AR (9)

Pengamatan
Prediksi

Model Jaringan Neural
Eror

Prediksi

Eror

Warta LAPAN, Vol. 3, No. 1 Maret 2001. ISSN: 0126-9754

1997

21.5

25.9

4.4 (20 %)

24.6

3.1 (14.4 %)

1998

64.3

70.5

6.2 (9.6 %)

77.0

12.6 (19.6 %)

1999

93.3

106.7

13.4 (14 %)

128.2

34.9 (37.4 %)

2000

119.6

137.3

17.7(14.8%)

144.1

24.5(20.5%)

2001

137.0

134.7

2002

114.0

100.8

2003

76.7

65.0

2004

44.4

40.0

2005

19.4

21.3

2006

Rata-rata

9.0

10.4 (14.6 %)

17.9

18.8 (23.0 %)

TABEL 4-2. PERBANDINGAN HASIL PREDIKSI MATAHARI MAKSIMUM SIKLUS KE-23
Tahun

AR(9)

Metode prekursor

Model jaringan syaraf tiruan

Data Pengamatan

2000

137.3

138

144

119.6

Eror

14.8 %

15.4 %

20.5 %

Pada Tabel 4-1 ditunjukkan pula bahwa prediksi AR(9) siklus maksimum ke-23 terjadi pada tahun 2000
dengan bilangan sunspot rata-rata 137.3, yang berarti 12.9 % lebih rendah dari siklus maksimum ke 22 yang
mencapai maksimum pada tahun 1989 dengan rata-rata bilangan sunspot 157.6. Hasil prediksi AR(9) ini sesuai
dengan hasil

Schatten dan Myers (1996) menggunakan metode prekursor yang memprediksi matahari

maksimum akan terjadi pada tahun 2000 dengan nilai sunspots rata-rata tahunan sebesar 138. Sementara Kane
(1997) memberikan nilai yang lebih tinggi yaitu 177.

Kemudian pada tahun 2001 diperkirakan matahari masih sangat aktif karena hanya turun 0.2 % dari nilai
sunspot matahari maksimum. Perbandingan hasil prediksi matahari maksimum siklus ke-23 menggunakan model

Warta LAPAN, Vol. 3, No. 1 Maret 2001. ISSN: 0126-9754

AR linier dengan beberapa metode yang telah dibuat oleh peneliti lainnya menunjukkan bahwa prediksi AR(9)
paling akurat dibandingkan metode lainnya sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4-2.
5.

Kesimpulan
Model linier AR orde 9 telah diperoleh menggunakan kriteria AIC. Prediksi matahari maksimum

menggunakan model AR (9) linier berdasarkan data bilangan sunspot tahunan dari tahun 1855 sampai 1996
memberikan hasil siklus matahari akan mencapai maksimum tahun 2000 dengan bilangan sunspot tahunan
sebesar 137.3. Kemudian pada tahun 2001 diperkirakan aktivitas matahari masih sangat tinggi karena baru turun
sekitar 0.2 % dari nilai maksimumnya. Maka dari itu disarankan agar pengamatan matahari, mesosfer, ionosfer,
dan termosfer bawah pada tahun 2000 – 2001 dilakukan secara kontinu agar kejadian ganggguan geomagnet ,
ionosfer dan

atmosfer atas yang bersumber dari aktivitas matahari dapat diungkap lebih jelas sehingga

pelayanan prediksi gangguan komunikasi radio yang disebabkan oleh buruknya cuaca antariksa dapat secara
maksimal berguna bagi masyarakat pengguna komunikasi radio yang propagasinya melewati atau dipantulkan
oleh ionosfer.
Penelitian selanjutnya yang dapat dilakukan adalah membuat model gabungan antara model AR linier
dengan model jaringan syaraf tiruan dan dengan menambahkan indek geomagnet sebagai masukan dalam model
untuk mendapatkan akurasi yang lebih baik.
Daftar Rujukan
Akaike, H., 1974, A New Look at the Statistical Model Identification, IEEE Transaction on Automatic Control,
AC-19, 716-723.
Kane R. P., 1997, A Preliminary Esstimate of the Size of the Coming Solar Cycle 23, Based on Ohl’s Precurser
Method, Geophys. Res. Lett., 24, 1899-1902.
Kulkarni, D. R., Pandya, A. S., Parikh, J. C., 1997, Modeling and predicting sunspot activity – state space
recontstruction + artificial neural network methods, Geophs. Res. Lett., 25, 457.
Schatten K., and Myers D. J., 1996, Solar Activity Forecast for Solar Cycle 23, Geophys. Res. Lett., 23, 605-608,

Dokumen yang terkait

UJI EFEKTIVITAS BENZALKONIUM KLORIDA KONSENTRASI 0,001% DENGAN pH 5 (Terhadap Aktivitas Bakteri Staphylococcus aureus)

10 193 21

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Aktivitas dakwah santri di pondok pesaantren qotrum nada cipayung

2 49 114

Hubungan Kuantitatif Struktur Aktifitas Senyawa Nitrasi Etil P -Metoksisinamat Terhadap Aktivitas Anti Tuberkulosis Melalui Pendekatan Hansch Secara Komputasi

1 34 82

Pengaruh Iradiasi Gamma pada Aktivitas Antibakteri Kombinasi Ekstrak Etanol Temu Putih (Curcuma zedoaria (Christm.) Roscoe.) dan Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) terhadap Bacillus subtilis ATCC 6633 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923

1 34 73

Modifikasi Struktur Senyawa Etil Pmetoksisinamat Melalui Proses Nitrasi- Esterifikasi dengan 1-Butanol Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi

3 34 113

Esterifikasi Senyawa Hasil Nitrasi Asam pmetoksisinamat menggunakan 1-propanol Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi

1 57 76

Tinjauan Aktivitas Pengiriman Pada PT. Coca-Cola Distribution Indonesia-Sales Center Bandung Metro

5 49 43

Analisis Modal Kerja Dengan Menggunakan Rasio Aktivitas Pada PT. Semen Gersik Persero TBK

0 9 1

Penggunaan Metode Diskusi Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Negeri 1 Pasar Baru Kecamatan Kedondong Kabupaten Pesawaran Tahun Pelajaran 2011-2012

4 103 122