Esterifikasi Senyawa Hasil Nitrasi Asam pmetoksisinamat menggunakan 1-propanol Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi

(1)

ESTERIFIKASI SENYAWA HASIL NITRASI ASAM

P

-METOKSISINAMAT MENGGUNAKAN 1-PROPANOL

SERTA UJI AKTIVITAS SEBAGAI ANTIINFLAMASI

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi

AZIZ IQBAL IRAQIA

NIM : 1111102000014

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JULI 2015


(2)

(3)

(4)

(5)

Nama : Aziz Iqbal Iraqia Program Studi : Strata-1 Farmasi

Judul Skripsi : Esterifikasi Senyawa Hasil Nitrasi Asam p -metoksisinamat menggunakan 1-propanol Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi.

Etil p-metoksisinamat (EPMS) merupakan senyawa isolat kencur (Kaemferia galanga Linn.) yang memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi. Esterifikasi senyawa hasil nitrasi asam p-metoksisinamat telah dilakukan untuk mendapatkan senyawa baru dengan menggunakan 1-propanol sebagai pereaksi. Reaksi ini menggunakan katalis asam sulfat pekat dan diiradiasi microwave menghasilkan propil 4-metoksi 6-nitrosinamat dengan rendemen sebesar 13,7 %. Uji Aktivitas sebagai antiinflamasi denganBovine Serum Albumin(BSA) menggunakan metode denaturasi protein. Uji ini dilakukan dengan membandingkan senyawa etil p -metoksisinamat, propil 4-metoksi 6-nitrosinamat, dan natrium diklofenak sebagai standar. Senyawa propil 4-metoksi 6-nitrosinamat memiliki presentase inhibisi denaturasi protein sebesar 34,37% pada konsentrasi 0,1 ppm, 26,86% pada konsentrasi 1 ppm, 14,73% ppm pada konsentrasi 10 ppm dan -18,37%. Aktivitas antiinflamasi senyawa hasil esterifikasi menurun dengan adanya peningkatan konsentrasi.

Kata kunci : etil p-metoksisinamat, hidrolisi, nitrasi, esterfikasi, antinflamasi.


(6)

Nama : Aziz Iqbal Iraqia Program Studi : Bachelor of Pharmacy

Judul Skripsi : Esterification of p-Methoxycinnamate Acid Nitration Result Compound Using 1-Propanol and Determination of Antiinflammatory Activity

Ethylp-methoxycinnamate (EPMC) is a compound which is isolated from kencur (Kaemferia galanga Linn.) and has anti-inflammatory activity. Esterification process of p-methoxycinnamate acid nitration result compound has been done to obtain a new compound by using 1-propanol as reagent. Concentrated sulfuric acid were using as a catalyst for the reaction through radiation process bv using microwave and produced propyl-4-methoxy 6-nitrocinnamate with a yield of 13.7%. The anti-inflammatory activity performed in in vitro using inhibiton denaturation process of Bovine Serum Albumin (BSA) method by comparing ethyl p-methoxycinnamate, propyl-4-methoxy 6-nitrocinnamate, and sodium diclofenac as standart. Propyl-4-methoxy 6-nitrocinnamate has protein denaturation inhibiton percentage of 34,37% at 0,1 ppm, 26,86% at 10 ppm, 14,73% at 1 ppm, -18,37% at 0,1 ppm. The anti-inflammatory activity of esterification compund is decreased in the presence of increasing concentration

Kata kunci : Ethyl p-methoxycinnamate, hydrolysis, nitration, esterification, anti-inflammatory.


(7)

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis ucapkan

kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini hingga selesai. Penulisan skripsi yangberjudul “Esterifikasi Senyawa Hasil Nitrasi Asamp-metoksisinamat Menggunakan 1-propanol Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi” bertujuan

untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pada kesempatan ini, penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada: 1. Ismiarni Komala, Ph.D., Apt dan Supandi, M.Si., Apt selaku dosen

pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, waktu, tenaga, saran, dan dukungan dalam penelitian ini.

2. Dr. Arief Sumantri, SKM, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Yardi, Ph.D., Apt., selaku Kepala Program Studi Farmasi dan Nelly Suryani,

Ph.D., Apt., selaku Sekretaris Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan banyak motivasi, bantuan, serta ilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis.

4. Lina Elfita, M.Si., Apt dan Puteri Amelia, M.Farm., Apt selaku dewan penguji yang telah banyak memberikan bimbingan, saran, dan dukungan dalam penelitian ini.

5. Seluruh dosen di Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, atas ilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis.


(8)

Muawanah yang selalu memberikan kasih sayang, doa yang tak pernah terputus dan dukungan baik moril maupun materil.

7. Kakakku tersayang Rizqi Muhammad Saputra dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan doa, semangat, dan dukungan hingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.

8. Seluruh keluarga besar Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kesempatan, dan kemudahan untuk melakukan penelitian serta dukungan yang amat besar.

9. Muhammad Reza, Rhesa Ramadhan, dan Muhammad Haidar Ali atas segala pengertian, semangat, perhatian, dan bantuannya.

10. Teman-teman seperjuangan BSA : Reza, Sutar, Ali, Nova, Indah, Indri,dan Mida serta teman-teman di lab PHA yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian.

11. Teman-teman seperjuangan farmasi 2011 yang telah memberikan pengalaman serta memori yang tak terlupakan.

12. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan hingga terwujudnya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya, dan ilmu farmasi pada khususnya. Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis dalam penelitian ini.

Ciputat, 1 Juli 2015


(9)

(10)

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ...vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... x

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup... 3

1.3 Tujuan Penelitian... 3

1.4 Manfaat Penelitian... 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA... 5

2.1 Senyawa Etilp-metoksisinamat ... 5

2.2 Reaksi Hidrolisis ... 6

2.3 Reaksi Nitrasi ... 8

2.4 Reaksi Esterifikasi ... 9

2.5 Spesifikasi 1-propanol, Asam nitrat dan Asam Sulfat... 11

2.5.1 1-Propanol ... 11

2.5.2 Asam Nitrat ... 11

2.5.3 Asam Sulfat... 11

2.6 Kromatografi ... 12


(11)

2.7.1 Spektofotometri IR... 16

2.7.2 Spektrofotometri UV-Vis... 17

2.7.3 Spektrofotometri Resonansi Magnetik... 18

2.8 Uji Antiinflamasi ... 19

BAB 3. METODE PENELITIAN... 21

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 21

3.1.1 Tempat ... 21

3.1.2 Waktu ... 21

3.2 Alat dan Bahan ... 21

3.2.1 Alat... 21

3.2.2 Bahan ... 21

3.3 Prosedur Penelitian ... 22

3.3.1 Modifikasi Asamp-metoksisinamat ... 22

3.3.2 Pemisahan dengan Kromatografi Kolom (Fraksinasi)... 23

3.4 Identifikasi Senyawa ... 23

3.5 UjiIn vitroAntiinflamasi ... 24

3.5.1 Pembuatan Reagen untuk Uji Antiinflamasi... 24

3.5.2 Pengujian Aktvitas Senyawa Hasil Modifikasi... 24

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1 Modifikasi Struktur Senyawa etilp-metoksisinamat... 26

4.1.1 Reaksi Hidrolisis Etilp-metoksisinamat... 27

4.1.2 Reaksi Nitrasi APMS (Asamp-metoksisinamat)... 28

4.1.3 Reaksi Esterifikasi Senyawa Hasil Nitrasi APMS... 30

4.2 Identifikasi Senyawa Hasil Modifikasi ... 32

4.2.1 Senyawa Hasil Hidrolisis Etilp-metoksisinamat... 33

4.2.2 Senyawa Nitrasi Asamp-metoksisinamat... 34

4.2.3 Esterifikasi Senyawa Hasil Nitrasi... 35

4.3 Pengujian Aktivitas Antiinflamasi dan Hubungan Struktur Aktivitas Senyawa Hasil Modifikasi...40

BAB 5. KESIMPULAN ... 41

5.1 Kesimpulan... 41

5.2 Saran ... 41


(12)

Gambar 2.1 Struktur etilp-metoksisinamat... 5

Gambar 2.2 Jalur asam sikhimat dalam biosintesa fenilpropanoid untuk menghasilkan etil p-metoksisinamat (Bangun, 2011)... 6

Gambar 2.3 Prinsip Reaksi Hidrolisis ... 7

Gambar 2.4 Mekanisme Reaksi Hidrolisis pada Ester... 7

Gambar 2.5 Mekanisme Reaksi Hidrolisis Ester dengan Katalis Basa... 8

Gambar 2.6 Mekanisme reaksi nitrasi dengan HNO3dan H2SO4pada senyawa aromatik ... 8

Gambar 2.7 Skema kromatografi lapis tipis... 15

Gambar 4.1 Mekanisme hidrolisis EPMS menjadi APMS... 28

Gambar 4.2 KLT senyawa asamp-metoksisinamat ... 28

Gambar 4.3 Mekanisme nitrasi APMS ... 29

Gambar 4.4 KLT senyawa hasil nitrasi asamp-metoksisinamat... 30

Gambar 4.5 Mekanisme esterifikasi hasil nitrasi APMS... 30

Gambar 4.6 Senyawa esterifikasi sebelum dipisahkan dengan kromatografi kolom ... 31

Gambar 4.7 Hasil KLT senyawa esterifikasi murni ... 31

Gambar 4.8 Hasil KLT senyawa menggunakan eluen heksan : etil ... 32

Gambar 4.9 Senyawa hasil hidrolisis etilp-metoksisinamat ... 33


(13)

Gambar 4.12 Hasil kromatografi GCMS senyawa hasil nitrasi ... 35

Gambar 4.13 Senyawa esterifikasi hasil nitrasi ... 35

Gambar 4.14 Spektrum IR Senyawa Hasil Modifikasi ... 36

Gambar 4.15 Senyawa etilp-metoksisinamat... 37


(14)

Tabel 4.1 Daftar daerah spektrum IR senyawa esterfikasi hasil nitrasi...36 Tabel 4.2Data Pergeseran Kimia (δ) Spektrum1H NMR dan13C NMR

Senyawa EPMS dan Senyawa Hasil Esterifikasi Propanol

(CDCl3,500 MHz)...38


(15)

Lampiran 1: Kerangka Penelitian... 46

Lampiran 2. Skema Identifikasi Senyawa Hasil Modifikasi... 47

Lampiran 3. Spektrum GCMS Hasil Hidrolisis Etilp-metoksisinamat... 48

Lampiran 4. Spektrum Senyawa Hasil Nitrasi Asam p-metoksisinamat ... 49

Lampiran 5. Spektrum GCMS Senyawa Esterifikasi Hasil Nitrasi Asamp -metoksisinamat...50

Lampiran 6. Spektrum IR Senyawa Esterifikasi...50

Lampiran 7 Spektrum1H NMR dan13C NMR Senyawa Esterifikasi... .51

Lampiran 8. Hasil Perhitungan Uji Antiinflamasi... 56


(16)

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pemanfaatan hasil isolasi dari suatu tumbuhan untuk mensintesis senyawa lainnya merupakan sebuah terobosan dalam penemuan senyawa baru. Terdapat banyak sekali tumbuh-tumbuhan di dunia ini yang dapat dimanfaatkan sebagai obat. Munculnya penyakit-penyakit baru dan ketidakmampuan suatu obat untuk menyembuhkan suatu penyakit memicu dilakukannya penelitian untuk menemukan suatu obat yang dapat mencegah atau mengurangi atau bahkan menyembuhkan suatu penyakit. Di negara kita sendiri, yaitu Indonesia, memiliki berbagai macam keanekaragaman hayati terutama tumbuh-tumbuhan. Terdapat 30.000 jenis tumbuhan dari 40.000 jenis tumbuhan di dunia, dan 7.500 jenis diantaranya termasuk tanaman bekhasiat obat (Kotranas, 2006). Dengan banyaknya jenis tumbuhan yang berkhasiat obat, Indonesia berpotensi menjadi penyedia bahan baku tanaman obat.

Secara empirik, kencur (Kaemfera galanga Linn.) berkhasiat sebagai obat untuk batuk, gatal-gatal pada tenggorokan, perut kembung, mual, masuk angin, pegal-pegal, pengompres bengkak/radang, tetanus dan penambah nafsu makan (Miranti, 2009). Sulaiman dkk (2007), menyatakan bahwa rimpang kencur dapat digunakan untuk penyakit hipertensi, rematik, dan asma. Penelitian yang dilakukan Sulaiman dkk (2007) juga melaporkan bahwa ekstrak air daun kencur mempunyai aktivitas antiinflamasi yang diuji pada radang akut yang diinduksi dengan karagenan. (Aliya dkk., 2011)

Kandungan minyak atsiri dari rimpang kencur diantaranya terdiri atas etil p-metoksisinamat 58,47%, isobutil β-2-furilakrilat 30,90%, heksil format 4,78%); derivat monoterpen teroksigenasi (misalnya borneol 0,03% dan kamfer hidrat 0,83%); serta monoterpen hidrokarbon (misalnya kamfen 0,04% dan terpinolen 0,02%) (Sukariet al.,2008).

Etil p-metoksisinamat adalah senyawa turunan asam sinamat yang merupakan senyawa dengan kandungan terbesar pada minyak esensial dari rhizoma tanaman kencur (Kaemferia galanga Linn.). Bermacam-macam


(17)

presentase jumlah kandungan senyawa ini tergantung dari pelarut dan cara ekstraksi yang digunakan. Senyawa ini memiliki aktivitas sebagai analgesik dan anti inflamasi (Sadono & Hasmono, 2001). Asam p-metoksisinamat merupakan hasil dari hidrolisis etil p-metoksisinamat menggunakan katalis basa.

Dalam studi in vitro, EPMS secara non selektif menghambat aktivitas siklooksigenase 1 dan 2 dengan nilai IC50masing-masing 1,12 μ M dan 0,83

μ M. Hasil ini menvalidasi aktivitas anti inflamasi dari Kaemferia galanga

yang diberikan dengan menghambat siklooksigenase 1 dan 2. (Umar et al, 2012).

Telah banyak modifikasi struktur pada AINS salah satunya dengan penambahan gugus nitro. Dikatakan bahwa AINS yang mengandung gugus nitro dapat mengurangi efek iritasi pada lambung dikarenakan gugus nitro dapat mempertahankan aliran darah mukosa lambung dan mencegah melekatnya leukosit ke endotelium vaskuler pada sirkulasi splanknikus (merupakan salah satu peristiwa paling awal setelah pemberian AINS) yang dapat meniadakan gangguan penekanan COX-1 sehingga kerusakan mukosa tidak terjadi. (Halen et al, 2009).

Perubahan asam karboksilat menjadi bentuk esternya pada AINS juga dapat mengurangi efek iritasi lambung karena senyawa AINS dalam bentuk ester akan dengan mudah mengalami hidrolisis enzimatik oleh adanya enzim esterase yang berlimpah di dalam usus halus; karenanya mukosa lambung tidak akan terkena gugus karboksilat bebas yang menyebabkan iritasi lambung (Halen et al, 2009).

Pada penelitian modifikasi flurbiprofen dengan cara esterifikasi menggunakan beberapa pereaksi seperti etanol, metanol, n-propanol, dan sebagainya. Hasilnya bahwa ester propil flubiprofen lebih dapat mengurangi gastrotoksisitas secara signifikan bila dibandingkan dengan bentuk ester etil flurbiprofen. (Mohan,et al., 2007)

Dalam rangka mengeksplorasi hubungan struktur aktivitas senyawa etil p-metoksisinamat sebagai antiinflamasi, maka perlu dilakukan


(18)

penelitian mengenai pengaruh penambahan gugus nitro dan penggantian gugus ester etil dengan gugus propil terhadap aktivitas antiinflamasi EPMS.

Pada penelitian ini dilakukan hidrolisis etil p-metoksisinamat kemudian dilanjutkan dengan proses nitrasi senyawa hasil hidrolisis, selanjutnya dilakukan proses esterifikasi dan kemudian dilakukan pemurnian senyawa sehingga didapat senyawa yang murni. Setelah itu dilakukan uji aktivitas antiinflamasi dengan membandingkan senyawa hasil modifikasi, dengan senyawa etil p-metoksisinamat, dan natrium diklofenak sebagai standar.

Uji antiinflamasi dilakukan secarain vitromenggunakanbovine serum albumin (BSA) dengan melihat efek denaturasi pada BSA. Pengujian ini dipilih karena mudah, menggunakan sedikit sampel, waktu analisa yang cepat dan merupakan uji pendahuluan yang dilakukan sebagai skrining awal aktivitas anti inflamasi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah senyawa asam p-metoksisinamat dapat dimodifikasi dengan penambahan gugus nitro dan dapat diesterifikasi?

2. Bagaimana hubungan struktur senyawa esterifikasi hasil nitrasi asam

p-metoksisinamat terhadap aktivitas antiinflamasi?

1.3 Tujuan Penelitian

a. Memodifikasi struktur asam p-metoksisinamat melalui proses nitrasi dengan asam nitrat dan esterifikasi dengan 1-propanol.

b. Menentukan aktivitas antiinflamasi senyawa yang dihasilkan dari esterifikasi hasil nitrasi asamp-metoksisinamat

1.4 Manfaat Penelitian

a. Mengetahui apakah ada pengaruh modifikasi dengan penambahan gugus nitro dan perubahan ester etil menjadi ester propil dengan aktivitas antiinflamasi yang diharapkan dapat memberikan informasi


(19)

baru mengenai hubungan struktur aktivitas senyawa etil p -metoksisinamat sebagai agen antiinflamasi.

b. Hasil dari penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi untuk proses modifikasi struktur pada senyawa etil p-metoksisinamat dan hubungan struktur-aktivitas terhadap anti inflamasinya.


(20)

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Senyawa Etilp-metoksisinamat

Etil p-metoksisinamat atau C12H14O3 termasuk turunan asam sinamat,

dimana asam sinamat adalah turunan senyawa fenil propanoat. EPMS sebelumnya dimanfaatkan sebagai bahan tabir surya (Windono et al, 1997), namun dewasa ini telah diteliti lebih lanjut bahwa EPMS merupakan senyawa isolat kencur yang memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi non-selektif menghambat COX-1 dan COX-2 secarain vitro(Umaret al., 2012). Senyawa EPMS berbentuk kristal berwarna putih dengan berat molekul 206.24 g/mol dan memiliki titik lebur 55-56oC (Bangun, 2011). Etil p -metoksisinamat merupakan senyawa turunan asam sinamat sehingga biosintesinya termasuk pada jalur sikhimat. (Gambar 1).

Etil p-metoksisinamat termasuk dalam golongan senyawa ester yang mengandung cincin benzena dan gugus metoksi yang bersifat nonpolar dan juga gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat sedikit polar sehingga dalam ekstraksinya dapat menggunakan pelarut-pelarut yang mempunyai variasi kepolaran yaitu etanol, etil asetat, metanol, air, dan heksana.


(21)

Gambar 2.2. Jalur asam sikhimat dalam biosintesa fenilpropanoid untuk menghasilkan etil p-metoksisinamat (Bangun, 2011).

2.2 Reaksi Hidrolisis

Secara general, hidrolisis didefinisikan sebagai transformasi kimia dimana molekul organik berupa RX akan bereaksi dengan air menghasilkan sebuah struktur dengan ikatan kovalen OH seperti dijelaskan pada gambar 2.3. Hidrolisis adalah contoh dari kelas reaksi terbesar dalam reaksi kimia disebut sebagai reaksi perpindahan nukleofilik di mana nukleofil menyerang atom elektrofilik. Proses hidrolitik mencakup beberapa jenis mekanisme reaksi yang dapat didefinisikan oleh jenis pusat reaksi di mana terjadi hidrolisis. Mekanisme Reaksi yang paling sering ditemui subtitusi nukleofilik baik secara


(22)

langsung maupun tidak langsung dan eliminasi-adisi nukleofilik (Larson and Weber, 1994).

Gambar 2.3 Prinsip reaksi hidrolisis (Larson and Weber, 1994).

Reaksi hidrolisis dapat terjadi dengan katalis basa atau asam. Mekanisme reaksi hidrolisis sendiri dikelompokkan berdasarkan tipe reaksi dasar seperti subtitusi nukleofilik, gugus fungsi yang ditransformasikan dengan reaksi substitusi nukleofilik, substitusi asil nukelofilik, gugus fungsi yang ditransformasikan dengan reaksi substitusi asil nukleofilik. Hidrolisis untuk turunan asam karboksilat masuk ke dalam kategori terakhir yakni gugus fungsi yang ditransformasikan dengan reaksi subtitusi asil nukleofilik. Mekanisme hidrolisis pada gambar 2.4 diinisiasi oleh protonasi pada karbonil oksigen. Protonasi menyebabkan keadaan terpolarisasi pada gugus karbonil melepaskan elektron dari karbon sehingga bersifat lebih elektrofilik dan akan menerima penambahan nukleofilik dari air (Larson and Weber, 1994).

Gambar 2.4 Mekanisme reaksi hidrolisis pada ester

Hidrolisis ester dengan katalis basa melalui mekanisme penambahan nukleofilik OH (gambar 2.5) secara langsung kepada gugus karbonil. Hidrolisis


(23)

ester berkatalis basa terjadi karena ion OH merupakan nukleofil yang lebih kuat dibandingkan air (Larson and Weber, 1994).

Gambar 2.5 Mekanisme reaksi hidrolisis ester dengan katalis basa (Larson and Weber, 1994).

2.3 Reaksi Nitrasi

Nitrasi merupakan reaksi subtitiusi atom H pada benzene oleh gugus nitro. Reaksi ini terjadi dengan mereaksikan benzene dengan asam nitrat (HNO3)

pekat dengan bantuan H2SO4 sebagai katalis. Reaksi yang terjadi adalah

sebagai berikut :

Gambar 2.6 Mekanisme reaksi nitrasi dengan HNO3dan H2SO4pada senyawa aromatik

Nitrasi dari benzen awalnya dipengaruhi oleh pembentukan elektrofilik kuat yaitu ion nitronium, yang mana terjadi karena interaksi antara 2 asam kuat yaitu asam sulfat dan asam nitrat. Asam sulfat lebih kuat dan dapat


(24)

memprotonasi asam nitrat pada gugus OH sehingga molekul dari air dapat berpisah. Selanjutnya benzen menyerang muatan positif atom nitrogen dari elektrofil, yang mana ikatan N=O lepas pada waktu yang sama. Hal ini diikuti dengan lepasnya proton untuk menstabilkan gugus aromatis (lynnb, 2012).

Reaksi nitrasi berlangsung dengan penggantian satu atau lebih gugus nitro (-NO2) menjadi molekul yang reaktif. Gugus nitro akan menyerang karbon

membentuk nitro aromatik atau nitro parafin . Jika menyerang nitrogen membentuk nitramin dan bila menyerang oksigen membentuk nitrat ester. Pada proses nitrasi masuknya gugus (-NO2) ke dalam senyawa dapat terjadi

dengan menggantikan kedudukan beberapa atom atau gugus yang ada dalam senyawa. Umumnya nitrasi yang banya dijumpai adalah nitrasi –NO2

menggantikan atom H (Yogo Tri Yulianto, 2010).

Nitrating agent merupakan reaktan elektrofilik, dimana reaksi akan terjadi pada ataom karbon dari cincin aromatik yang mempunyai kepadatan elektron terbesar. Gugus NO2 yang masuk dapat membentuk posisi ortho,

para, dan meta. Jumlah isomer pada produk tergantung pada subtituen ini. Subtituen meta menyebabkan kepadatan elektron menjadi lebih besar dibandingkan subtituen ortho dan para, sehingga yield produk nitrasi akan didominasi isomer meta (Yogo, Tri Yulianto, 2010)

Nitrasi senyawa aromatik merupakan reaksi fundamental dari kepentingan industri besar dan juga senyawa nitro aromatik merupakan kunci dari intermediet organik. Campuran reaksi dari asam nitrat dan asam sulfat digunakan sebagai reagen reaksi nitrasi yang paling umum untuk nitrasi benzen, alkil benzen dan senyawa aromatik yang sedikit reaktif, tetapi senyawa aromatik yang sangat reaktif seperti fenol dan anilin sangatlah mudah untuk teroksidasi (M. Hosseini sarvari et al., 2010)

2.4 Reaksi Esterifikasi

Suatu ester asam karboksilat ialah suatu senyawa yang mengandung gugus


(25)

dibentuk dengan reaksi antara suatu asam karboksilat dan suatu alkohol, dengan suatu reaksi yang disebut reaksi esterifikasi (Fessenden & Fessenden, 1999).

Reaksi esterifikasi bersifat reversible, untuk memperoleh rendemen tinggi dari ester itu, kesetimbangan harus digeser ke arah ester. Satu teknik untuk mencapainya adalah dengan menggunakan salah satu zat pereaksi yang murah yang berlebihan. Teknik lain adalah membuang salah satu produk dari dalam campuran reaksi (Fessenden & Fessenden, 1999).

Beberapa macam metode esterifikasi antara lain : a. Cara Fischer

Jika asam karboksilat dan alkohol dan katalis asam (biasanya HCl atau H2SO4) dipanaskan, terdapat kesetimbangan dengan ester dan

air.

b. Esterifikasi dengan asil halide

Asil halida adalah turunan asam karboksilat yang paling reaktif. Asil klorida lebih murah dibandingkan dengan asil halida lain. Asil halide biasanya dibuat dari asam dengan tionil klorida atau fosfor pentaklorida. (Dinarno, 2009)

c. Esterifikasi antara asam karboksilat denganconjugated diene

Esterifikasi dengan menggunakan asam karboksilat dan conjugated dieneyang tidak disertai oksigen yang disertai katalis asam saat ini juga telah banyak dikembangkan. Hal ini dikarenakan conjugated diene merupakan salah satu bahan yang mudah didapat dan harga yang relative yang lebih murah. Conjugated diene yang sering digunakan yaitu 1,3-butadiene, 2-methyl-1,3-butadiene, 2-chloro-1,3butadiene, 1,3-hexadiene, 2,4-cyclohexadiene dan lainnya. Produk hasil esterifikasi antara asam karboksilat dengan conjugated diene yang banyak dijumpai adalah n-butyl asetat, 2-methyl-2-butenyl butanoate,cyclohexene-3-ylbenzoatedan lainnya (Paulet al, 1977)


(26)

2.5 Spesifikasi 1-propanol, Asam Nitrat, dan Asam Sulfat. 2.5.1 1-Propanol

1-propanol merupakan cairan tidak berwarna bening dengan bau seperti etanol. Merupakan produk sampingan dari sintesis metil alkohol dengan tekanan tinggi dan dalam proses oksidasi propana/butana. Memiliki rumus kimia C3H8O dengan berat molekul 60,09502 g/mol dan massa

jenis 0,8053 g/ml (20oC),. Titik leleh 1-propanol sebesar -127oC dan titk didihnya sebesar 97,2oC. 1-propanol larut dalam air, propilen glikol dan larut >10% dala aseton, benzene, eter, dan etanol.

2.5.2 Asam Nitrat

Asam nitrat adalah suatu asam monobasa yang kuat, yang mudah bereaksi dengan alkali, oksida dan senyawa basa dalam bentuk garam. Asam nitrat merupakan senyawa yang berperan dalam proses nitrasi, yaitu sebagai nitrating agent. Memiliki rumus kimia HNO3 dengan

berat molekul 63,012 g/mol dan massa jenis -41,59 g/ml sedangkan titik didih asam nitrat 83,4 oC. Asam nitrat larut dalam air baik dingin maupun panas. (Kirk Othmer, 1996., Yogo Tri Yulianto, 2010)

2.5.3 Asam Sulfat

Merupakan cairan tidak berwarna, bening, tidak berbau. Asam sulfat diperoleh dengan cara mereaksikan gas sulfur dioksida dan oksigen melalui katalis untuk mengoksidasi sulfur dioksida menjadi sulfur trioksida. Kemudian, sulfur trioksida akan membentuk asam sulfat dengan penambahan air. Memiliki rumus kimia H2SO4 dengan berat

molekul 98,078g/mol dan massa jenis 1,84g/ml sedangkan titik didih asam sulfat 340oC dan titik lelehnya 10,49. Asam sulfat larut dalam air baik dingin maupun panas. (Perry, 1999., Yogo Tri Yulianto, 2010)


(27)

2.6 Kromatografi

Kromatografi didefinisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi deferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah satu di antaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan di dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanya perbedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan muatan ion. Deangan demikian, masing-masing zat dapat diidentifikasi atau ditetapkan dengan metode analitik (Departemen Kesehatan, 1995).

Teknik kromatografi umum membutuhkan zat terlarut terdistribusi diantara dua fase, satu diantaranya diam (fase diam), yang lainnya bergerak (fase gerak). Fase gerak membawa zat terlarut melalui media, hingga terpisah dari zat terlarut lainnya, yang tereluasi lebih awal atau lebih akhir. Umumnya zat terlarut dibawa melewati media pemisah oleh aliran suatu pelarut berbentuk cairan atau gas yang disebut eluen. Fase diam dapat bertindak sebagai zat penjerap, seperti halnya penjerap alumina yang diaktifkan, silika gel, dan resin penukar ion, atau dapat bertindak melarutkan zat terlarut sehingga terjadi partisi antara fase diam dan fase gerak. Dalam proses terakhir ini suatu lapisan cairan pada suatu penyangga yang inert berfungsi sebagai fase diam (Departemen Kesehatan,1995).

Jenis-jenis kromatografi yang bermanfaat dalam analisis kualitatif dan kuantitatif yang digunakan dalam penetapan kadar dan pengujian Farmakope Indonesia adalah Kromatografi Kolom, Kromatografi Gas, Kromatografi Kertas, Kromatografi Lapis Tipis, dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis umumnya lebih bermanfaat untuk tujuan identifikasi, karena mudah dan sederhana. Kromatografi kolom memberikan pilihan fase diam yang lebih luas dan berguna untuk pemisahan masing-masing senyawa secara kuantitatif dari suatu campuran (Departemen Kesehatan,1995).


(28)

2.6.1 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan yang memisahkan, yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah berupa larutan ditotolkan berupa bercak atau pita (awal). Setelah pelat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan). Selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan (dideteksi) (Stahl Egon dalam Khoirunni’mah, 2013).

Diantara berbagai jenis teknik kromatografi, kromatografi lapis tipis adalah yang paling banyak digunakan untuk analisis obat di laboratorium farmasi. Metode ini hanya memerlukan investasi kecil untuk perlengkapan dan menggunakan waktu yang singkat untuk menyelesaikan analisis (15-60 menit), memerlukan jumlah cuplikan yang sangat sedikit (kira-kira 0,1 g). Selain itu, hasil palsu yang disebabkan oleh komponen sekunder tidak mungkin terjadi, kebutuhan ruangan minimum, dan penanganannya sederhana (Stahl Egon dalam

Khoirunni’mah, 2013).

Ditotolkan Larutan uji dan Larutan baku, menurut cara yang tertera pada masing-masing monografi dengan jarak antara lebih kurang 1,5 cm dan lebih kurang 2 cm dari tepi bawah lempeng, dan dibiarkan mengering (tepi bawah lempeng adalah bagian lempeng yang pertama kali dilalui oleh alat membuat lapisan pada waktu melapiskan zat penjerap). Ketika bekerja dengan lempeng, gangguan fisik harus terhindarkan dari zat penjerap (Departemen kesehatan, 1995).

Diberikan tanda pada jarak 10 cm hingga 15 cm di atas titik penotolan. Lempeng diempatkan pada rak penyangga, hingga tempat penotolan terletak di sebelah bawah,dan dimasukkan rak ke dalam bejana kromatografi. Pelarut dalam bejana harus mencapai tepi bawah lapisan penjerap, tetapi titik penotolan jangan sampai terendam. Bejana diletakkan tertutup pada tempatnya, dan sistem dibiarkan hingga pelarut


(29)

merambat 10 cm hingga 15 cm di atas titik penotolan, umumnya diperlukan waktu lebih kurang 15 menit hingga 1 jam. Lempeng dikeluarkan dari bejana ,dibuat tanda batas rambat pelarut, dikeringkan lempeng di udara,dan diamati bercak mula- mula dengan cahaya ultraviolet gelombang pendek (254 nm) dan kemudian dengan cahaya ultraviolet gelombang panjang (366 nm). Diukur dan dicatat jarak tiap bercak dari titik penotolan serta catat panjang gelombang untuk tiap bercak yang diamati. Harga Rf ditentukan untuk bercak utama. Jika diperlukan, bercak disemprot dengan pereaksi yang ditentukan, diamati dan kromatogram zat uji dibandingkan dengan kromatogram baku pembanding (Departemen kesehatan, 1995).

Jarak pengembangan senyawa kromatogram dinyatakan dengan angka Rf atau hRf. Angka Rf berjarak antara 0,00 dan 1,00 dan hanya dapat ditentukan dua desimal. hRf ialah angka Rf dikalikan faktor 100 (h), menghasilkan nilai berjangka 0 sampai 100 Jika dipilih 10 cm sebagai jarak pengembangan, maka jarak rambat suatu senyawa (titik awal-pusat bercak dalam cm) x 10 menghasilkan angka hRf Tetapi, karena angka Rf merupakan fungsi sejumlah faktor, angka ini harus dianggap sebagai petunjuk saja. Inilah yang menjadi alasan mengapa angka hRf lah, misalnya hRf 60-70, yang dicantumkan untuk menunjukan letak suatu senyawa pada kromatogram. (Stahl Egon, 1985)

Rf =

Jika keadaan luar, misalnya kelembaban atmosfer yang tidak cukup atau penjerap yang sifatnya agak menyimpang, menghasilkan kromatogram yang secara umum menunjukan angka Rf dari berbagai komponen lebih rendah atau lebih tinggi, maka sistem pelarut harus diganti dengan yang lebih sesuai. Jika angka hRf lebih tinggi daripada hRf yang dinyatakan, kepolaran pelarut harus dikurangi; jika angka hRf lebih rendah, komponen polar pelarut harus dinaikkan. Ini dapat dilakukan dengan cara sederhana, misalnya pada pengaturan sistem benzena-kloroform atau kloroform-metanol. (Stahl Egon, 1985)


(30)

Gambar 2.7 Skema kromatografi lapis tipis

2.6.2 Kromatografi Kolom

Alat-alat yang diperlukan untuk kromatografi kolom sangat sederhana, terdiri dari tabung kromatografi dan sebuah batang pemampat yang diperlukan untuk memadatkan wol kaca atau kapas pada dasar tabung jika diperlukan, serta untuk memadatkan zat penjerap atau campuran zat penjerap dan air secara merata di dalam tabung. Kadang-kadang digunakan cakram kaca berpori yang melekat pada dasar tabung untuk menyangga isinya. Tabung berbentuk silinder dan terbuat dari kaca, kecuali bila dalam monografi, disebutkan terbuat dari bahan lain. Sebuah tabung mengalir dengan diameter yang lebih kecil untuk mengeluarkan cairan yang menyatu dengan tabung atau disambung melalui suatu sambungan anti bocor pada ujung bawah tabung utama (Departemen kesehatan, 1995).

Ukuran kolom bervariasi; kolom yang umum digunakan dalam analisis farmasi mempunyai diameter dalam antara 150 mm hingga 400 mm, tidak termasuk tabung pengalir. Tabung pengalir, umumnya berdiameter dalam antara 3 mm hingga 6 mm,dapat dilengkapi dengan sebuah kran untuk mengatur laju aliran pelarut yang melalui kolom dengan teliti. Batang pemampat merupakan suatu batang silinder, melekat kuat pada sebuah tangkai yang terbuat dari plastik, kaca, baja tahan karat, atau aluminium, kecuali bila dinyatakan lain dalam


(31)

monografi. Tangkai batang pemampat biasanya mempunyai diameter yang lebih kecil dari kolom dan panjang minimal 5 cm melebihi panjang efektif kolom, batang mempunyai diameter lebih kurang 1 mm lebih kecil dari diameter dalam kolom (Departemen kesehatan, 1995).

Zat penjerap atau fase diam (bisa berupa aluminium oksida yang telah diaktifkan, silika gel, tanah diatome terkalsinasi, atau tanah silika yang dimurnikan untuk kromatografi) dalam keadaan kering atau dalam campuran dengan air, dimampatkan ke dalam tabung kromatografi kaca atau kuarsa. Zat uji yang dilarutkan dalam sejumlah kecil pelarut, dituangkan ke dalam kolom dan dibiarkan mengalir ke dalam zat penjerap. Zat berkhasiat diadsorpsi dari larutan secara kuantitatif oleh bahan penjerap berupa pita sempit pada permukaan atas kolom. Dengan penambahan pelarut lebih lanjut melalui kolom, oleh gaya gravitasi atau dengan memberikan tekanan, masing-masing zat bergerak turun dalam kolom dengan kecepatan tertentu, sehingga terjadi pemisahan dan diperoleh kromatogram (Departemen Kesehatan,1995).

2.7 Spektrofotometri

Spektrofotometri merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektrofotometri serapan ultraviolet, cahaya tampak, inframerah dan serapan atom (Departemen Kesehatan,1995).

2.7.1 Spektrofotometri IR

Spektrofotometri Infra Merah merupakan alat untuk merekam spektrum di daerah inframerah yang terdiri dari suatu sistem optik dengan kemampuan menghasilkan cahaya monokromatik di daerah 4000 cm-1 hingga 625 cm-1 (lebih kurang 2,5 πm hingga 16 πm) dan

suatu metode untuk mengukur perbandingan intensitas perbandingan cahaya yang ditransmisikan cahaya datang. Spektrum IR digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi (Departemen Kesehatan, 1995).

Hampir semua senyawa yang memiliki ikatan kovalen, baik organik maupun anorganik, menyerap berbagai frekuensi radiasi


(32)

elektromagnetik di wilayah inframerah dari spektrum elektromagnetik. Wilayah ini terletak pada panjang gelombang yang berkisar dari sekitar 400 sampai 800 nm (Paviaet al.2008).

2.7.2 Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometri serap merupakan pengukuran interaksi antara radiasi elektromagnetik panjang gelombang tertentu yang sempit dan mendekati monokromatik, dengan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa molekul selalu mengabsorbsi cahaya elektromagnetik jika frekuensi cahaya tersebut sama dengan frekuensi getaran dari molekul tersebut. Elektron yang terikat dan elektron yang tidak terikat akan tereksitasi pada suatu daerah frekuensi yang sesuai dengan cahaya ultraviolet dan cahaya tammpak (UV-Vis) (Rothet al.,1994).

Spektrum absorbsi daerah ini adalah sekitar 220 nm sampai 880 nm dan dinyatakan sebagai spektrum elektron. Suatu spektrum ultraviolet meliputi daerah bagian ultraviolet (190-380 nm), spektrum Vis (Visible)bagian sinar tampak (380-780 nm).

Pengukuran dengan alat spektrofotometer UV-Vis didasarkan pada hubungan antara berkas radiasi elektromagnetik yang ditransmisikan (diteruskan) atau yang diabsorbsi dengan tebalnya cuplikan dengan konsentrasi dari komponen penyerap. Hubungan tersebut dinyatakan dalam Hukum Lambert-Beer (Sastroamidjojo, 1985) :

Keterangan : (a) Daya Serap (b) Tebal Kuvet (c) Konsentrasi larutan (A) Serapan


(33)

Instrumentasi dari spektrofotometer UV-Vis ini dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Suatu sumber energi cahaya yang berkesinambungan yang meliputi daerah spektrum yang mana alat tersebut dirancang untuk beroperasi.

2. Suatu monokromator, yakni sebuah piranti untuk memencilkan pita sempit panjang gelombang dari spektrum lebar yang dipancarkan oleh sumber cahaya.

3. Suatu wadah untuk sampel (dalam hal ini digunakan kuvet). 4. Suatu detektor, yang berupa transduser yang merubah energi

cahaya menjadi suatu isyarat listrik.

5. Suatu amplifier (pengganda) dan rangkaian yang merubah energi cahaya menjadi suatu isyarat listrk.

6. Suatu sistem baca dimana diperagakan besarnya isyarat listrik yang ditangkap.

2.7.3 Spektrofotometri Resonansi Magnetik

Resonansi magnetik nuklir (NMR) adalah metode spektroskopi yang bahkan lebih penting bagi ahli kimia organik dari spektroskopi inframerah. Banyak inti dapat dipelajari dengan teknik NMR, tapi hidrogen dan karbon yang paling umum tersedia. Jika spektroskopi inframerah (IR) digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi, NMR memberikan informasi mengenai jumlah atom magnetis yang berbeda dari jenis yang dipelajari.

NMR dapat menentukan jumlah masing-masing jenis yang berbeda dari inti hidrogen serta memperoleh informasi mengenai sifat dasar dari lingkungan terdekat dari masing-masing jenis. Informasi yang sama dapat ditentukan untuk inti karbon. Kombinasi IR dan data NMR seringkali cukup untuk menentukan secara benar struktur molekul yang tidak diketahui (Paviaet al., 2008).


(34)

Instrumen NMR terdiri atas komponen-komponen sebagai berikut (Willardet al., 1988) :

1. Magnet untuk memisahkan energi spin nuklir.

2. Paling tidak terdapat dua saluran frekuensi radio, satu untuk stabilisasi medan/frekuensi dan satu untuk memberikan frekuensi radio untuk energi penyinaran. Yang ketiga dapat digunakan untuk masing-masing inti yang akan dipisahkan.

3. Probe sampel yang mengandung kumparan untuk kopling sampel dengan bidang frekuensi radio.

4. Detektor untuk memproses sinyal NMR.

5. Generator (Sweep Generator) untuk menyapu bersih baik medan magnet maupun frekuensi radio melalui frekuensi resonansi sampel.

6. Rekorder untuk menampillkan spektrum

2.8 Uji Antiinflamasi

Inflamasi merupakan respon imun tubuh yang secara umum terjadi karena adanya stimulus. Hal itu bisa dikarenakan oleh bakteri, misalnya kontaminasi bakteri pada luka. Inflamasi juga dapat terjadi ketika sistem kekebalan tubuh berjuang melawan sesuatu dan terkadang memunculkan efek berbahaya (IQWiQ, 2010).

Beberapa metode in vitro dapat digunakan dalam mengetahui potensi atau aktivitas antiinflamasi dari suatu obat, kandungan kimia dan preparat herbal. Teknik-teknik yang bisa digunakan antara lain adalah pelepasan fosforilasi oksidatif (ATP biogenesis terkait dengan respirasi), penghambatan denaturasi protein, stabilisasi membran eritrosit, stabilisasi membran lisosomal, tes fibrinolitik dan agregasi trombosit (Oyedapo et al., 2010). Selain itu uji antiinflamasi secara in vitro juga bisa dilakukan dengan melihat efek inhibisi pada siklooksigenase menggunakan kit khusus uji skrining siklooksigenase (Umaret al., 2012).


(35)

Dalam pengembangan AINS, prinsip denaturasi dalam uji antiinflamasi sering digunakan seperti pada uji antiinflamasi dengan albumin telur (Chandra, 2012) dan uji dengan bovine serum albumin (BSA) (Williams et al., 2008). Denaturasi protein pada jaringan adalah salah satu penyebab penyakit inflamasi dan artritis. Produksi dari antigen-auto pada penyakit artritis dapat mengakibatkan denaturasi protein secarain vivo. Oleh karena itu, penggunaan suatu agen tertentu yang bisa mencegah denaturasi protein akan bermanfaat pada pengembangan obat antiinflamasi (Chatterjeeet al., 2012).

Indometasin, ibufenak, asam flufenamik dan asam salisilat memiliki kemampuan dalam mencegah denaturasi BSA yang dipanaskan pada pH patologis yakni 6,2-6,5. Pada uji BSA, jika senyawa sampel menghambat denaturasi dengan persen inhibisi >20% maka dianggap memiliki aktivitas antiinflamasi dan layak untuk dikembangkan lebih lanjut. (Williams et al., 2008).


(36)

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

3.1.1 Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia, Laboratorium Penelitian I, Laboratorium Penelitian II dan Laboratorium Kimia Obat Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.

3.1.2 Waktu

Penelitian ini dimulai pada bulan Februari 2015 sampai bulan Juni 2015.

Alat Dan Bahan 3.2.1 Alat

Spektrofotometri ¹H-NMR dan 13C-NMR (500 MHz, JEOL), spektrofotometer UV-Vis (HITACHI), vacuum rotary evaporator

(SB-1000 Eyela), digital water bath (SB-100 Eyela), GCMS (Agilent Technologies), microwave oven ( SAMSUNG, 250 watt, 50 Hz),

spektrofotometri IR, lemari pendingin, Plat aluminium TLC silica gel

60 F254 (Merck), oven, timbangan analitik, penangas, statif, alat-alat gelas, termometer, mikropipet, batang pengaduk, pinset, pengaduk magnetik, kertas saring, kapas, alumunium foil, vial uji, botol, pH indikator.

3.2.2 Bahan

Senyawa etil p-metoksisinamat yang merupakan hasil isolasi dari kencur (Kaempferia galanga L.), 1-propanol (Merck), Asam nitrat 65%, Asam sulfat pekat, natrium diklofenak (Sigma-Aldrich), natrium sulfat (Merck), natrium hidroksida (Merck), asam klorida 15%, silika gel 60 (Merck), dan Bovine Serum Albumin (Sigma-Aldrich). Pelarut dan bahan pembantu lain : aquades, etil asetat, n-heksan, etanol 95% dan TBS (Sigma-Aldrich).


(37)

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Modifikasi Asamp-metoksisinamat a. Hidrolisis EPMS

Sebanyak 1,5 gram (0,0375 mol) NaOH dilarutkan dengan etanol pro analisis dalam gelas kimia, kemudian dipanaskan diatas

hot platesambil diaduk menggunakanmagnetic stirerhingga larut. Setelah itu ditambahkan senyawa Etil p-metoksisinamat sebanyak 5 gram (0,024mol) ke dalamnya, pemanasan dijaga pada suhu 55˚С

sampai 60˚C. Hasil reaksi ditambahkan aquades dan HCl 15%,

kemudian difiltrasi, filtrat yang didapat ditambahkan kembali HCl 15%. Apabila masih terdapat endapan putih, filtrat kemudian disaring. Prosedur ini dilakukan berulang kali hingga tidak ada lagi endapan putih yang terbentuk. Residu yang dihasilkan merupakan senyawa hasil hidrolisis, kemudian dikeringkan (Mufidah, 2014)

b. Nitrasi

Sebanyak 2,5 gram APMS (0,014 mol) dalam erlenmeyer ditambahkan dengan 10 ml asam nitrat 65% (0,22 mol) bersuhu -15oC kemudian diiradiasi microwave 450 W selama 2 menit yang sebelumnya diletakkan di dalam beaker glass yang berisi es. Setelah itu ditambahkan dengan akuades lalu disaring, setelah itu diambil residunya yang berwarna kuning (Boseet al, 2006)

c. Esterifikasi

Sebanyak 500 mg hasil nitrasi APMS ditambahkan dengan 1-propanol 50 ml aduk menggunakan pengaduk magnetik dan larutan dipanaskan hingga larut. Kemudian larutan tersebut ditambahkan dengan 0,2 ml asam sulfat pekat, dimasukan kedalam beaker glass yang berisi air dan diiradiasi dengan microwave dengan daya 300 W selama 30 menit. Kemudian hasil iradiasi tersebut dipartisi menggunakan pelarut heksan dan air, diambil fraksi heksannya (bagian atas), lalu di uapkan hingga pekat. Lalu, hasil yang pekat


(38)

tersebut ditambahkan dengan heksan hingga menjadi padat. Setelah itu dilakukan pemurnian dengan menggunakan kolom kromatografi dengan pelarut heksan dan etil. (Guang Li, 2009)

3.3.2 Pemisahan dengan Kromatografi Kolom (Fraksinasi)

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan kromatografi kolom yang mengacu pada metode yang digunakan Waters (1985). Silika gel 60 digunakan sebagai fase diam. Sedangkan fase gerak yang digunakan menggunakan sistem fase gerak dengan polaritas bertingkat. Masing-masing fraksi yang telah dipisahkan, dimonitor profilnya melalui KLT menggunakan plat TLC Silica gel60 F254 (E-merck) dengan fase diam silika gel dan fase gerak n-heksana:etil asetat (Hidayati, 2012).

3.4 Identifikasi Senyawa

a. Identifikasi Organoleptis

Senyawa yang didapat baik senyawa murni etil p-metoksisinamat maupun senyawa hasil modifikasi kemudian diidentifikasi warna, bentuk dan juga bau.

b. Identifikasi senyawa menggunakan FTIR

Sedikit sampel padat (kira-kira 1 - 2 mg), kemudian ditambahkan bubuk KBr murni (kira-kira 200 mg) dan diaduk hingga rata. Kemudian sampel (pelet KBr yang terbentuk) diambil dan kemudian ditempatkan dalam tempat sampel pada alat spektroskopi inframerah untuk dianalisis (Hidayati, 2012).

c. Identifikasi Senyawa Menggunakan GCMS

Kolom yang digunakan adalah HP-5MS (30 m × 0,25 mm ID × 0,25 µm); suhu awal 70oC selama 2 menit, dinaikkan ke suhu 285oC dengan kecepatan 20oC/min selama 20 menit. Suhu MSD 285oC. Kecepatan aliran 1,2 mL/min dengan split 1:100. Parameter scanning dilakukan dari massa paling rendah yakni 35 sampai paling tinggi 550 (Umar et al, 2012).


(39)

d. Identifikasi senyawa menggunakan1H-NMR dan13C-NMR

Sedikit sampel padat (kira-kira 10 mg), kemudian dilarutkan dalam pelarut kloroform bebas proton (khusus NMR), setelah dilarutkan kemudian dimasukkan ke dalam tabung khusus NMR untuk kemudian dianalisis.

3.5 UjiIn vitroAntiinflamasi(Williamset al., 2008)

3.5.1 Pembuatan Reagen untuk Uji Antiinflamasi

a. Larutan TBS (Tris Buffer Saline)pH 6.5

Sebanyak 1,21 g Trisbasedan 8,7 g NaCl dilarutkan dalam 1000 mL aquades. Kemudian adjust pH sampai 6,3 menggunakan asam asetat glasial (Mohan, 2003) .

b. Penyiapan variat konsentrasi Na Diklofenak

Pembuatan larutan induk sebesar 10000 ppm Na diklofenak dengan pelarut metanol. Kemudian dilakukan pengenceran menjadi 1000, 100, 10, dan 1 ppm.

c. Penyiapan variat konsentrasi EPMS dan senyawa propil 4-metoksi 6-nitrosinamat (sampel).

Pembuatan larutan induk sebesar 10000 ppm baik senyawa EPMS maupun senyawa propil 4-metoksi 6-nitrosinamat dengan pelarut metanol. Kemudian dilakukan pengenceran menjadi 1000, 100, 10 dan 1 ppm.

d. Pembuatan BSA 0,2 % (w/v)

Sebanyak 0.2 g BSA dilarutkan dalam TBS 100 mL (Williamset al.,2008).

3.5.2 Pengujian Aktivitas Senyawa Hasil Modifikasi Terhadap Denaturasi BSA :

a.

Pembuatan Larutan Uji (EPMS dan propil 4-metoksi 6-nitrosinamat)

Larutan Uji (5 mL) terdiri dari 50 µL larutan sampel yang kemudian ditambah dengan BSA hingga volume 5 mL sehingga


(40)

didapatkan variat konsentrasi menjadi 100, 10, 1, dan 0.1 ppm. b. Pembuatan Larutan Kontrol Positif

Larutan kontrol positif (5 mL) terdiri dari 50 µL larutan natrium diklofenak yang kemudian ditambah dengan BSA hingga volume 5 mL sehingga didapatkan variat konsentrasi menjadi 100, 10, 1, dan 0.1 ppm.

c. Pembuatan Larutan Kontrol Negatif.

Larutan kontrol negatif (5 mL) terdiri dari 50 µL methanol yang kemudian ditambah dengan BSA hingga volume 5 mL. Setiap larutan di atas dipanaskan selama 5 menit pada suhu 73˚C.

Lalu didinginkan dan diukur turbiditasnya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm.

Persentase inhibisi dari denaturasi atau presipitasi BSA dikalkulasikan dengan rumus berikut


(41)

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Modifikasi Struktur Senyawa etilp-metoksisinamat

Telah banyak dilaporkan bahwa AINS mempunyai efek samping yang merugikan pada lambung. Oleh karena itu dilakukan modifikasi untuk mengurangi efek merugikan dari AINS. Penambahan gugus NO pada struktur etil p-metoksisinamat dapat mengurangi iritasi lambung akibat AINS dengan cara mempertahankan aliran darah mukosa lambung dan mencegah melekatnya leukosit ke endotelium vaskuler pada sirkulasi splanknikus (merupakan salah satu peristiwa paling awal setelah pemberian AINS) yang dapat meniadakan gangguan penekanan COX-1 sehingga kerusakan mukosa tidak terjadi. (Halen et al, 2009).

Perubahan asam karboksilat menjadi bentuk esternya pada AINS juga dapat mengurangi efek iritasi lambung karena senyawa AINS dalam bentuk ester akan dengan mudah mengalami hidrolisis enzimatik oleh adanya enzim esterase yang berlimpah di dalam usus halus; karenanya mukosa lambung tidak akan terkena gugus karboksilat bebas yang menyebabkan iritasi lambung. Pada penelitian modifikasi flurbiprofen dengan cara esterifikasi menggunakan beberapa pereaksi seperti etanol, metanol, n-propanol, dan sebagainya. Hasilnya dapat dismpulkan bahwa ester propil flubiprofen \dapat mengurangi gastrotoksisitas lebih baik bila dibandingkan dengan bentuk ester etil flurbiprofen. (Mohan,et al., 2007)

Etil p-metoksisinamat (EPMS) memiliki aktivitas antiinflamasi dengan mekanisme kerja non selektif menghambat COX-1 atau COX-2 (Umar et al, 2012). Berdasarkan hal tersebut, dalam rangka untuk meningkatkan aktivitas antiinflamasi maka perlu penambahan gugus NO pada gugus aromatis EPMS dan penggantian gugus etil dengan propil pada gugus esternya sebagai upaya untuk meningkatkan efikasi aktivitas antiinflamasi.

Pada uji pendahuluan, reaksi nitrasi langsung dilakukan pada senyawa EPMS. Didapat beberapa senyawa EPMS ternitrasi yang memiliki


(42)

kepolaran yang sama sehingga sulit untuk dipisahkan menggunakan kromatografi kolom. Oleh karena itu perlu dilakukan metode lain yaitu dengan cara menghidrolisis terlebih dahulu EPMS menjadi Asam p -metoksisinamat (APMS), lalu dilakukan proses nitrasi APMS, kemudian diubah lagi menjadi bentuk esternya namun dalam bentuk ester propil menggunakan 1-propanol.

4.1.1 Reaksi Hidrolisis etilp-metoksisinamat

Pada reaksi ini, NaOH sebagai katalis ditimbang sebanyak 1,5 gram (0,0375 mol) dan dilarutkan dalam etanol p.a sebanyak 125 ml kemudian diaduk menggunakan pengaduk magnetik dan dipanaskan untuk mempercepat pelarutan. Setelah larut , kemudian sebanyak 5 gram EPMS (0,024 mol) ditambahkan ke dalam larutan dan dipanaskan dengan suhu 600C selama 5 jam. Selama reaksi, dilakukan monitoring suhu karena reaksi hidrolisis EPMS berlangsung pada suhu 60-700C dan reaksi sampai mendapatkan spot yang menandakan bahwa telah terjadi perubahan dari EPMS menajdi APMS yang dapat dilihat pada gambar 4.2. Setelah proses reaksi telah selelsai dilakukan, dicuci menggunakan akuades. Kemudian ditambahkan HCl 15% hingga pH 4, hal ini bertujuan untuk mengikat Na+dan membentuk garam yang larut air sedangkan residu yang didapat merupakan hasil hidrolisis APMS. Mekanisme reaksi hidrolisis etil p-metoksisinamat dapat dilihat pada gambar 4.1.


(43)

Gambar 4.1 Mekanisme hidrolisis EPMS menjadi APMS

Persen rendemen dari hasil reaksi hidrolisis etil p-metoksisinamat yaitu :% rendemen : , × 100% = 85,74 %

Gambar 4.2 KLT senyawa asamp-metoksisinamat demgan eluen heksan : etil (4: 1)

4.1.2 Reaksi Nitrasi APMS (Asamp-metoksisinamat)

Nitrasi merupakan reaksi subtitusi atom H pada benzene oleh gugus nitro. Reaksi ini dilakukan dengan menggunakan asam nitrat sebagai agen penitrasi dan asam sulfat sebagai agen pengkatalis. Tujuan dari reaksi ini yaitu untuk mengganti gugus H pada benzene menjadi gugus nitro. Sehingga terjadi penambahan gugus nitro pada benzene pada senyawa hasil hidrolisis etil p-metoksisinamat.

Asam

p-metoksisinamat

Etil


(44)

Untuk mempercepat proses nitrasi EPMS, digunakan teknik cold microwave. Cold microwave merupakan teknik dimana reaksi dipercepat menggunakan iradiasi microwave tetapi sebelumnya reagen yang akan digunakan didinginkan hingga suhu -300C. Keuntungan teknik ini yaitu waktu reaksi yang sangat cepat dibandingkan dengan pemanasan secara tradisional. Dengan teknik ini, reaksi yang memakan waktu berjam-jam dapat dipercepat hanya dalam hitungan menit. Pada reaksi ini, asam nitrat harus didinginkan terlebih dahulu sebelum direaksikan (Bose,2006).

Gambar 4.3 Mekanisme nitrasi APMS

Pada reaksi nitrasi ini, sebanyak 2,5 gram senyawa APMS (0,014 mol) ditambahkan dengan asam nitrat 65% (0,22 mol) bersuhu -150C dalam labu erlenmeyer kemudian diletakkan kedalam beaker glass yang berisi dengan es dan diiradiasi dengan microwave 450 watt selama 2 menit. Setelah reaksi selesai dilakukan, hasil reaksi tersebut ditambahkan akuades kemudian disaring dan diambil residunya. Residu yang didapat merupakan senyawa padat berwarna kuning sebanyak 2,066 gram. Hasil reaksi kemudian dilihat menggunakan KLT yang dapat dilihat pada gambar 4.4


(45)

Gambar 4.4 KLT senyawa hasil nitrasi asamp-metoksisinamat dengan eluen heksan : etil (3:2)

4.1.3 Reaksi Esterifikasi Senyawa Hasil Nitrasi APMS (Asam p-metoksisinamat)

Suatu ester asam karboksilat ialah suatu senyawa yang mengandung gugus –CO2R dengan R dapat berbentuk alkil maupun aril. Suatu ester

dapat dibentuk dengan reaksi antara suatu asam karboksilat dan suatu alkohol, dengan suatu reaksi yang disebut reaksi esterifikasi (Fessenden & Fessenden, 1999).

Gambar 4.5 Mekanisme Esterifikasi Hasil Nitrasi APMS

Pada reaksi ini, dilakukan dengan melarutkan 500 mg senyawa hasil nitrasi APMS dengan 1-propanol sebanyak 50 ml dalam labu erlenmeyer. Kemudian aduk menggunakan pengaduk magnetik dan dipanaskan hinggal larut sempurna. Setelah itu, ditambahkan katalis Asam sulfat pekat (0,2 ml, 4 mmol) dan diradiasi menggunakan microwave dengan daya 300 watt selama 30 menit yang sebelumnya senyawa dimasukkan kedalam beaker glass yang berisi air. Setelah reaksi selesai, senyawa hasil reaksi dipartisi menggunakan heksan dan


(46)

akuades untuk memisahkan senyawa hasil reaksi dan asam yang tersisa. Kemudain diiambil fraksi heksannya dan hasil yang didapat dipisahkan menggunakan kromatografi kolom yang dimulai dengan menggunakan pelarut heksan 100% kemudian dilanjutkan menggunakan heksan : etil asetat (90 : 10). Didapatkan kristal berwarna kuning. Lalu dilakukan pengecekan menggunakan KLT menggunakan pelarut heksan : etil (4 :1) setiap hasil dari kromatografi kolom (Gambar 4.7)

Gambar 4.6 KLT senyawa esterifikasi sebelum dipisahkan dengan kromatografi kolom, eluen heksan : etil (4:1). (E=EPMS, A=APMS, N=Nitrasi APMS, H=Hasil esterifikasi)

Gambar 4.7 Hasil KLT senyawa esterifikasi murni, eluen heksan : etil (4: 1)

Hasil senyawa teresterifikasi didapatkan persen rendemen yaitu : % rendemen = ,


(47)

4.2 Identifikasi Senyawa Hasil Modifikasi

Identifikasi senyawa hasil modifikasi dimulai dengan membandingkan nilai Rf seluruh senyawa melalui KLT menggunakan eluen heksan : etil asetat dengan perbandingan 4 : 1 (lihat gambar 4.8). Nilai Rf yang di dapat adalah sebagai berikut :

• Etil p-metoksisinamat = 0,65

• Senyawa Hasil hidrolisis = 0,125

• Senyawa Nitrasi = 0,2

• Senyawa nitrasi yang teresterifikasi = 0,3

Berdasarkan nilai Rf dapat diketahui tingkat kepolaran dari senyawa modifikasi. Nilai Rf etil p-metoksisinamat memiliki nilai tertinggi dimana senyawa tersebut memiliki polaritas yang rendah. Pada senyawa hasil hidrolisis, nilai Rf nya lebih kecil dikarenakan memiliki polaritas yang tinggi dikarenakan terjadi pengurangan C pada gugus karbonil dan adanya gugus –OH yang terdapat pada senyawa tersebut. Selanjutnya, untuk senyawa hasil nitrasi memiliki Rf 0,205 dimana nilainya lebih tinggi dari senyawa hasil hidrolisis yang menandakan polaritanya lebih rendah dari pada senyawa hasil hidrolisis. Pada senyawa esterifikasi hasil nitrasi menunjukkan polaritas yang lebih rendah dari pada senyawa hasil nitrasi.

Gambar 4.8 Hasil KLT senyawa menggunakan eluen heksan : etil asetat (4:1)

Etilp-metoksisinamat

Senyawa hasil hidrolisis EPMS

Senyawa hasil esterifikasi

Senyawa hasil nitrasi


(48)

4.2.1 Senyawa Hasil Hidrolisis Etilp-metoksisinamat

Senyawa hasil hidrolisis etil p-metoksisinamat berupa serbuk berwarna putih dan tidak berbau.

Gambar 4.9 Senyawa Hasil Hidrolisis Etilp-metoksisinamat

Pengukuran titik leleh dilakukan menggunakan alat melting point “smp 10” dan didapatkan rentang titik leleh senyawa hasil hidrolisisi etil p-metoksisinamat yaitu 172-174oC.

Identifikasi senyawa hasil hidrolisis dilakukan dengan mencocokan senyawa hasil reaksi dengan senyawa hasil reaksi yang dilakukan oleh mufidah (2014) baik dari nilai Rf, titik leleh, sampai fragmentasi GCMS nya. Dari interpretasi GCMS menunjukkan bahwa senyawa hasil hidrolisis muncul pada waktu retensi 9,649 yang memiliki berat molekul 178,0 dan memiliki fragmentasi massa pada 161; 133; 117; 89; dan 63 (Lihat lampiran 3 ). Adapun fragmentasi GCMS hasil hidrolisis EPMS sebagai berikut :


(49)

Dari hasil titik leleh, nilai Rf dan hasil GCMS, hasil yang didapat ternyata sama dengan hasil yang dilakukan oleh Mufidah (2014). Sehingga senyawa hasil hidrolisis etil p-metoksisinamat adalah asam

p-metoksisinamat.

Gambar 4.10 Struktur senyawa asam p-metoksisinamat.

4.2.2 Senyawa Nitrasi Asam p-metoksisinamat

Gambar 4.11 Senyawa Hasil Nitrasi Asamp-metoksisinamat

Elusidasi struktur senyawa hasil nitrasi APMS menggunakan GCMS. Dari data kromatogram GCMS, terlihat bahwa terdapat berbagai macam data kromatogram yang menunjukan bahwa terdapat banyaknya reaksi samping hasil nitrasi APMS.


(50)

Gambar 4.12 Hasil kromatogram GCMS senyawa hasil nitrasi

4.2.3 Esterifikasi Senyawa Hasil Nitrasi

Senyawa hasil esterifikasi nitrasi asam p-metoksisinamat memiliki bentuk kristal dengan warna kuning pucat dan memiliki bau yang lemah.

Gambar 4.13 Senyawa esterifikasi hasil nitrasi

Pengukuran titik leleh dilakukan menggunakan alat melting point.

Rentang titik leleh senyawa hasil reaksi esterifikasi nitro asam p-metoksisinamat yaitu 85-890C

Elusidasi struktur senyawa A yaitu senyawa esterifikasi hasil nitrasi asam p-metoksisinamat dilakukan dengan analisa menggunakan IR, GCMS, dan 1H NMR. Penafsiran spektrum IR senyawa A esterifikasi hasil nitrasi asam p-metoksisinamat (Gambar 4.14) dari berbagai bilangan gelombang absorbsi gugus fungsi yang spesifik ditunjukan dalam tabel 4.1 yaitu ditemukan pada bilangan gelombang v 2892,38


(51)

cm-1adalah serapan spesifik vibrasi ulur ikatan antar atom C-H. Adanya gugus aromatik juga ditunjukkan dengan adanya C=C pada bilangan gelombang v 1624,13 cm-1. Ditemukannya bilangan gelombang 1530,58 untuk gugus N-O menunjukkan bahwa proses nitrasi telah berhasil dilakukan.

Pada bilangan gelombang 1700,32 cm-1 terdapat C=O merupakan serapan spesifik vibrasi ulur dari gugus C=O karbonil. Pada bilangan gelombang 1270,18 cm-1menunjukkan serapan terdapat serapan vibrasi C-O dan tidak ditemukannya bilangan gelombang 3500-3650 cm-1 untuk gugus OH menunjukkan bahwa telah terjadi reaksi esterifikasi dimana asam karboksilat diubah menjadi ester.

Gambar 4.14 Spektrum IR Senyawa Hasil Modifikasi

Tabel 4.1 Daftar daerah spektrum IR senyawa esterfikasi hasil nitrasi Ikatan Daerah Absorbsi (v, cm-1)

C-H 2892,38

C-O 1270,18

N-O 1530,58

C=C (Aril) 1624,13

C=O 1700,32

Ester (COOR) 2300-2000

500 750 1000 1250 1500 1750 2000 2500 3000 3500 4000 1/cm 40 50 60 70 80 90 %T 2892. 38 2846. 09 1700. 32 1624. 13 1530. 58 1462. 11 1355. 05 1270. 18 1177. 59 1077. 29 1012. 67 947. 09 nitropropilPMS


(52)

Hasil interpretasi GCMS menunjukkan bahwa senyawa hasil reaksi muncul pada waktu retensi 12,409 dan memiliki berat molekul 265,0 dengan fragmentasi massa pada 265; 223; 206; 178; 130; 102; 79; 63; 41,1 (Lihat Lampiran 5 ). Adapun fragmentasi yang terjadi pada senyawa hasil reaksi adalah sebagai berikut :

Data analisa spektrum IR dan interpretasi GCMS kemudian dikonfirmasi kembali dengan menggunakan analisa yang terkahir yaitu

1

H NMR dan 13C NMR. Interpretasi analisa NMR berupa nilai

pergeseran kimia (δ) dalam satuan ppm (Pavia et al., 2008). Untuk hasil

analisa senyawa esterifikasi dengan1H NMR dan13C NMR (Lampiran 7) ditunjukkan pada tabel 4.2 dan panduan stuktur pada gambar 4.15

Gambar 4.15 Senyawa Etilp-metoksisinamat

1 2 3 4 5 6 7

8 9 10

11

12

13 14

15 12


(53)

Tabel 4.2 Data Pergeseran Kimia (δ) Spektrum1H NMR dan13C NMR Senyawa EPMS (Hasali ,2013 dan Mufidah, 2014)) dan Senyawa Hasil Esterifikasi Propanol (CDCl3,500 MHz).

N o.

Pergeseran Kimia (δ, ppm)

Senyawa Esterifikasi Posi si

Etip-metoksisinamat

13

C NMR 1H NMR 13C NMR 1H NMR 1 166,755 1 167,55

-2 119,111 6,39 (d, 1H,J=16,2) 2 116,28 6,31 (d, 1H,J=15,6) 3 141,660 7,6 (d, 1H,J=16,7) 3 144,13 7,65(d,1H,J=16,25) 4 127,362 4 127.65

5 133,676 5 130,19 6,90 (d, 2H,J=9,05) 6 114,018 8,01 (d, 1H,J=2,5) 8 114,77 7,47 (d, 2H,J=8,45) 7 154,145 7 161,29

-8 114,018 7,68 (d,d,1HJ=1,9;8,4) 8 114,77 7,47 (d, 2H,J=8,45) 9 125,120 7,1 (d, 1H,J= 8,45) 9 130,19 6,90 (d, 2H,J=9,05) 11 56,931 3,34 (s, 3H) 11 55,89 3,82 (s, 3H)

14 66,536 4,17 (t, 2H,J=13,6) 14 60,77 4,25 (q, 2H,J=7,15) 15 22,211 1,72 (m, 2HJ=14,3) 15 14,60 1,33 (t,3H,J=7,15) 16 10,613 0,98 (t, 3H,J=7,1) - -

-Interpretasi NMR pada penelitian ini dilakukan dengan membandingkan hasil interpretasi NMR pada senyawa etil p -metoksisinamat pada penelitian mufidah (2014) dan Hasali (2013). Spektrum1H NMR memberikan sinyal pada pergeseran kimia 0,98 ppm (3H) berbentuk triplet, 1,72 ppm berbentuk multiplet berjumlah enam dan memiliki 2H yang menunjukan bahwa spektrum tersebut merpakan gugus CH2dan gugus disampingnya berjumlah 5H yaitu CH2 dan CH3.

Pada 4,17 ppm berbentuk triplet (2H) yang dimana pada sinya ini terbentuk lebihdownfielddikarenakan adanya ikatan oksigen. Spektrum

1

H NMR memberikan sinyal pada pergeseran kimia 3,34 (3H) berbentuk singlet. Sinyal ini juga muncul lebih downfield dikarenakan adanya ikatan dengan oksigen (-OCH3, metoksi). Pergeseran kimia 6,39


(54)

pergeseran kimia 7,6 ppm (1H) yang juga berbentuk doublet, dengan rentang nilai konstanta kopling yang hampir sama 16,2 dan 16,7 Hz. Bentuk dari sinyal ini adalah olefin dengan proton berkonfigurasitrans. Kemudian pada pergeseran kimia 7,1 ppm (1H), 7,68 ppm (1H) dan 8,01 ppm (1H) merupakan proton-proton dari benzen yang tersubstitusi. Pola sinyal pada pergeseran kimia 7,68 ppm menunjukan bahwa 1 proton terkopling secara ortho dengan 1 proton pada sinyal 7,1 yang memiliki nilai konstanta kopling sebesar 8,45 Hz. Dan terkopling secara

metha dengan 1 proton pada sinyal 8,01 ppm yang memiliki konstanta kopling sebesar 2,5 Hz.

Berdasarkan data interpretasi IR, GCMS, 1H NMR dan 13C NMR, senyawa hasil esterifikasi dari nitrasi asam p-metoksisinamat adalah propil 4-metoksi 6-nitrosinamat.

Gambar 4.16 Senyawa propil 4-metoksi 6-nitrosinamat

4.3 Pengujian Aktivitas Antiinflamasi dan Hubungan Struktur Aktivitas Senyawa Hasil Modifikasi.

Uji inhibisi denaturasi Bovine Serum Albumin (BSA) dengan konsentrasi uji 50-0,035 ppm yang dapat memberikan % inhibisi >20% dianggap memiliki aktivitas antiinflamasi yang potensial (Williams et al, 2008).

Pada uji antiinflamasi ini dilakukan dengan melihat efek penghambatan denaturasi pada protein. Uji ini dilakukan dengan membandingkan etil

p-metoksisinamat , senyawa hasil esterifikasi dan natrium diklofenak sebagai Standar.


(55)

Tabel 4.3 Hasil Uji antiinflamasi EPMS dan Propil 4-metoksi 6-nitrosinamat

No. Sampel Konsentrasi (ppm) % inhibisi

1.

Etilp-metoksisinamat

0,1 30,90 1 36,47 10 46,77 100 54,93 2. Natrium Diklofenak 0,1 1,59 1 2,99 10 24,93 100 93,43 3.

Propil 4-metoksi 6-nitro sinamat

0,1 34,37

1 26,86

10 14,73

100 -18,37

Berdasarkan tabel diatas, aktivitas senyawa propil 4-metoksi 6-nitro sinamat berkurang seiring dengan kenaikan konsentrasi. Pada konsentrasi 0,1 dan1 ppm, terlihat senyawa masih memiliki aktivitas, namun pada konsentrasi 10 dan 100 ppm, aktivitasnya berkurang dan tidak aktif karena hasilnya kurang dari 20% inhibisi denaturasi protein.

Tujuan digantinya gugus etil menjadi propil bertujuan untuk mengurangi efek gastrotoksisitas pada obat-obatan golongan AINS seperti EPMS. Menurut Mohsan pada percobaannya terhadap flurbiprofen dapat disimpulkan bahwa modifikasi propil flurbiprofen dapat mengurangi gastrotoksisitas yang lebih baik daripada modifikasi etil flurbiprofen.

Namun subtitusi propil pada gugus ester menyebabkan aktivitas EPMS menurun. Hal ini menunjukan bahwa gugus etil pada senyawa EPMS merupakan gugus farmakofor dimana apabila terjadi pergantian pada gugus tersebut dapat menurunkan aktivitasnya sebagai antiinflamasi.


(56)

KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan

1. Modifikasi struktur pada senyawa etil p-metoksisinamat berhasil dilakukan melalu proses hidrolisis menjadi asam p-metoksisinamat, kemudian dilakukan nitrasi menggunakan asam nitrat, lalu dilanjutkan dengan esterifikasi menggunakan 1-propanol membentuk senyawa propil 4-metoksi 6-nitrosinamat dengan rendemen sebesar 13,7%.

2. Senyawa propil 4-metoksi 6-nitrosinamat memiliki presentase inhibisi denaturasi protein sebesar 34,37% pada konsentrasi 0,1 ppm, 26,86% pada konsentrasi 1 ppm, 14,73% ppm pada konsentrasi 10 ppm dan -18,37%. Pada konsentrasi 0,1 ppm dan 1 ppm, senyawa propil 4-metoksi 6-nitrosinamat aktif sebagai antinflamasi. Namun pada konsentrasi pada konsentrasi 10 ppm dan 100 ppm, senyawa propil 4-metoksi 6-nitrosinamat tidak aktif sebagai antiinflamasi.

3. Aktivitas antiinflamasi senyawa hasil esterifikasi menurun dengan adanya peningkatan konsentrasi.

5.2 Saran

1. Perlunya dilakukan analisa spektroskopi HMBC (Heteronuclear Multiple-Bond Correlation) dan HSQC (Heteronuclear Single-Quantum Correlation) untuk menentukan posisi gugus nitro pada gugus aromatis etilp-metoksisinamat dengan tepat.

2. Perlu dilakukan uji in vivo pada senyawa hasil modifikasi untuk penelitian lebih lanjut


(57)

Al-Swayeh, O.A.; R.H. Clifford; P.del Soldato; P.K. Moore. 2000. A Comparison of the Anti-inflammatory and Anti-nociceptive Activity of Nitroaspirin and Aspirin.British Journal of Pharmacology343-350.

Bangun, Robijanto. 2011. Semi Sintesis N,N-Bis(2-Hidroksietil)-3-(4-Metoksifenil) Akrilamida Dari Etil P-Metoksisinamat Hasil Isolasi Rimpang Kencur (Kaempferia Galanga, L) Melalui Amidasi Dengan Dietanolamin.Medan:Universitas Sumetra Utara.

Barus, Rosbina. 2009. Amidasi Etil p-Metoksi Sinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia Galanga, Linn). Medan: Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

Chandra, Sangita. 2012. Evaluation of in vitro anti-inflammatory activity of coffee against the denaturation of protein. Asian Pacific Journal of Tropical BiomedicineS178-S180.

Chatterjee, Priyanka; Sangita Chandra; Protapaditya Dey; Sanjib Bhattacharya. 2012. Evaluation of Anti-Inflammatory Effects of Green Tea and Black Tea : A Comparative in vitro Study.J. Adv. Pharm Technol Res Vol 3 (2) 136-138.

Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope IndonesiaLa Edisi IV. Jakarta. Farmakologi dan Terapi UI. 2007. Departemen Farmakologi dan Terapeutik

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta

Halen, Parmeshwari K.; Prashant R. Murumkar; Rajani Giridhar; Mange Ram Yadav. 2009. Prodrug Designing of NSAIDs. Mini-Reviews in Medicinal Chemistry, 9, 124-139.

Hasali, Nor Hazwani Mohd., Omar, Muhammad Nor., Zuberdi, Ahmad Muzammil., AlFarra, Helmi Yousif. 2013. Biotransformation of ethyl p-methoxycinnamate from Kaempferia galanga L. Using Aspergillus niger.

International Journal of Biosciences : ISSN: 2220-6655. Vol. 3, No. 7, p. 148-155.


(58)

IQWiG (Institute for Quality and Efficiency in Health Care). 2010. Pubmed Health via http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0009852/ Diakses pada tanggal 9 Februari 2014.

K. Bose, Ajay; Subhendu N. Ganguly; Maghar S. Manhas; Sheetal Rao; Jeffrey Speck; Uri Pekelny; Esteban Pombo-Villars. 2006. Microwave promoted rapid nitration of phenolic compounds with calcium nitrate. USA : Tetrahedron letters elsivier.

Kalgutkar, Amit S.; Brenda C.; Scott W. R.; Alan B. M.; Kevin R. K.; Rory P. R.; Lawrence J. M.. 1999. Biochemically based design of cyclooxygenase-2 (COX-2) inhibitors: Facile conversion of nonsteroidal antiinflammatory drugs to potent and highly selective COX-2 inhibitors. J. Med . Chem. 2000, 43 , 2860-2870.

Khoirunni’mah, Zulfa. 2012. Modifikasi Stuktur Senyawa Metil Sinamat Melalui Proses Nitrasi Serta Uji BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) Terhadap Senyawa Hasil Modifikasi. Jakarta: UIN Syaif Hidayatullah.

Larson, Richard A.; Eric J. Weber. 1994. Reaction Mechanisms In Environmental Organic Chemistry. LewisPublisher : United States of America

Mufidah, Syarifatul. 2014. Modifikasi Struktur Senyawa Etil p-metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galanga Linn.) Melalui Proses Nitrasi dan Hidrolisis Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Muller, H; Ullmann's Encyclopedia of Industrial Chemistry 7th ed. (2008). NY, NY: John Wiley & Sons; Sulfuric Acid and Sulfur Trioxide. Online Posting Date: June 15, 2000.

Nurhayati, Umi. 2010. Modifikasi Struktur Etilp-Metoksisinamat Hasil Isolasi Dari Rimpang Kencur (Kaempferia Gatanga Linn) Menggunakan Pereaksi Pemecah Eter.Universitas Negeri Yogyakarta.

Olah, George A.; Subhash C. Narang; Judith A.Olah; Koop Lammertsma. 1982. Recent aspects of nitration : New Preparative Methods and Mechanism studies (A Review).Proc. Natl. Acad. Sci. USAVol. 79 4487-4494.

Oyedapo, O.O.; B.A Akinpeu; K.F. Akinwunmi; M.O Adeyinka; F.O Sipeolu. 2010. Red Blood Cell Membrane Stabilizing Potentials of Extracts of


(59)

Lantana camara and Its Fractions. International Journal of Plant Phsyiology and BioChemistryVol. 2(4) 46-51.

Pavia, Donald L.; Gary M.Lampman; George S.Kriz; James R. Vyvyan. 2008. Introduction to Spectroscopy Fourth Edition. Brooks/Cole Cengage Learning. USA.

Qandil, Amjad M. 2012. Prodrugs of Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drugs (NSAIDs), More Than Meets the Eye : A Critical Review. International Journal of Molecular Sciences17244-17274.

Roth, H.J. et al. 1994. Analisis Farmasi, cetakan kedua diterjemahkan oleh Sardjono Kisman dan Slamet Ibrahim. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Rukmana, Rahmat. 1994. Kencur. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Cetakan ke-13. Sastroamidjojo, Hardjono. 1985. Spektroskopi Edisi I. Liberty. Yogyakarta. Siswandono, Soekardjo Bambang. 2000. Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga

University Press.

Stahl, Egon. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Sukari, M. A., N. W. M. Sharif, A. L. C. Yap, S. W. Tang, B. K. Neoh, M. Rahmani, G. C. L. Ee, Y. H. Taufiq-Yap, and U. K. Yusuf. 2008.

Chemical Constituens Variation of Essential Oils from Rhizomes of Four Zingiberaceae Species. The Malaysian J. Anal, Sci., 12:3, 638-644

Taufikurohmah, T.; Rusmini; Nurhayati. 2008. Pemilihan Pelarut Optimasi Suhu Pada Isolasi Senyawa Etil Para Metoksi Sinamat (EPMS) Dari Rimpang Kencur Sebagai Bahan Tabir Surya Pada Industri Kosmetik.

Umar, Muhammad I.; Mohd Zaini Asmawi; Amirin Sadikun; Item J. Atangwho 1; Mun Fei Yam; Rabia Altaf; Ashfaq Ahmed. 2012. Bioactivity-Guided Isolation of Ethyl-p-methoxycinnamate, an Anti-inflammatory Constituent, from Kaempferia galanga L. Extracts. Molecules, 17, 8720-8734.


(60)

USDA (United States Department of Agriculture). Natural Resource Conservation Service. Akses online via http://plants.usda.gov/ (Diakses pada tanggal 02 Januari 2015).

Vittalrao, Amberkar Monhabu; Tara Shanbag; Meena Kumari K; K.L Bairy; Smita Shenoy. 2011. Evaluation of Antiinlammatory and analgesic activities of alcoholic extract of Kaempeferia Galangan in rats. Indian

J.PhysiolPharmacol55 (1) : 13-24.

Wahjo Dyatmiko, Mulya H.S, Achmad Fuad, Anik SB (1995) , Validasi Analisis etyl p-metoksisinamat secara densitometer dalam standarisasi produk jadi yang mengandung ekstrak etanol dari rimpang kencur (Kaempferia Galanga L), Laporan Penelitian SPP/DPP Lembaga Penelitian Unair. Willard, Hobart H.; Lynne L. Merritt, Jr.; John A. Dean; Frank A. Settle, Jr. 1988.

Instrumental Methods of Analysis Seventh Edition.Wadsworth Publishing Company. California.

Williams, LAD; A.O Connar; L. Latore; O Dennis; S. Ringer; J.A Whittaker; J Conrad; B.Vogler; H Rosner; W Kraus. 2008. The In Vitro Anti-denaturation Effects Induced by Natural Product and Non-steroidal Compounds in Heat Treated (Immunogenic) Bovine Serum Albumin is Proposed as a Screening Assay for the Detection of Anti-inflammatory compounds, without the Use of Animals, in the Early Stages of The Drug Discovery Process.West Indian Medical Journal57 (4):327.

Windono, Tri; Jany; Widji Suratri. 1997. Aktivitas Tabir Matahari Etil p-metoksisinamat yang Diisolasi dari Rimpang Kencur. Warta Tumbuhan Obat Indonesia Volume 3 No.4.

Yulianto, Yogo Tri. 2010. Prarancangan Pabrik Nitrobenzen dai Benzen dan Asam Campuran dengan Proses Kontinyu Kapasitas 120.000 Ton/Tahun. Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta.


(61)

Lampiran 1.Kerangka Penelitian

Senyawa Hasil Nitrasi

IDENTIFIKAS

Uji Invitro Antiinflamasi

Menggunakan metode denaturasi protein pada Bovine Serum Albumin(BSA). Etilp-metoksisinamat

Asam

p-metoksisinamat

Kromatografi

Spektrofotometri 1. Kromatogfrai

Lapis Tipis 2.Kromatografi Kolom 3. GCMS 1. Spektrofotometri IR

2.1H-NMR 3.13C-NMR

Reaksi Hidrolisis Senyawa Hasil Esterifikasi Reaksi Esterifikasi emnggunakan 1-propanol dan diiradiasi microwave


(62)

Lampiran 2 Skema Identifikasi Senyawa Hasil Modifikasi EPMS

Senyawa Hasil

Modifikasi

Kromatografi

Kromatografi

Lapis TIPIS

Kromatografi

Kolom

Fraksi-Fraksi

Senyawa Hasil

Analisis Data

1H-NMR dan

13

C-NMR

Spektrofotometer IR

Pemisahan Senyawa Hasil

Modifikasi

Identifikasi Menggunakan

Instrumentasi


(63)

(64)

(65)

Lampiran 5. Spektrum GCMS Senyawa Esterifikasi Hasil Nitrasi Asamp -metoksisinamat


(66)

Lampiran 6. Spektrum IR Senyawa Esterifikasi 500 750 1000 1250 1500 1750 2000 2500 3000 3500 4000 1/cm 40 50 60 70 80 90 %T 2892. 38 2846. 09 1700. 32 1624. 13 1530. 58 1462. 11 1355. 05 1270. 18 1177. 59 1077. 29 1012. 67 947. 09 nitropropilPMS


(67)

(68)

(69)

(70)

(71)

(72)

Lampiran 8. Hasil Perhitungan Uji Antiinflamasi Hasil % Inhibisi Etilp-metoksisinamat

Kons

KN = 1,002 KN = 0,205

% INHIBISI Mean SD Mean±SD

I II III

0,1 0,675 0,673 0,149 32,6 32,8 27,3 30,9 3,119 30,9±3,119

1 0,602 0,596 0,146 39,9 40,5 29 36,467 6,473 36,467±6,473

10 0,557 0,593 0,114 44,4 40,8 44,3 46,767 4,862 46,767±4,862


(73)

Hasil % Inhibisi Senyawa Hasil Esterifikasi

Konsentrasi A B C Rata-Rata SD

0,1 31,91 38,72 32,47 34,36667 3,086749

1 21,3 28,31 30,98 26,86333 4,082094

10 14,45 15,01 14,73 0,28


(74)

Hasil % Inhibisi Natrium Diklofenak

Konsentrasi (ppm) % inhibisi SD

0,1 1,590 0,36

1 2,990 0,76

10 24,930 1,84


(75)

Lampiran 9. Diagram Hasil Uji Antiinflamasi

-40 -20 0 20 40 60 80 100

0,1 1 10 100

EPMS

NA DIKLOFENAK PMNS


(76)

(1)

(2)

Lampiran 8. Hasil Perhitungan Uji Antiinflamasi Hasil % Inhibisi Etilp-metoksisinamat

Kons

KN = 1,002 KN = 0,205

% INHIBISI Mean SD Mean±SD

I II III

0,1 0,675 0,673 0,149 32,6 32,8 27,3 30,9 3,119 30,9±3,119

1 0,602 0,596 0,146 39,9 40,5 29 36,467 6,473 36,467±6,473

10 0,557 0,593 0,114 44,4 40,8 44,3 46,767 4,862 46,767±4,862


(3)

Konsentrasi A B C Rata-Rata SD

0,1 31,91 38,72 32,47 34,36667 3,086749

1 21,3 28,31 30,98 26,86333 4,082094

10 14,45 15,01 14,73 0,28


(4)

Hasil % Inhibisi Natrium Diklofenak

Konsentrasi (ppm) % inhibisi SD

0,1 1,590 0,36

1 2,990 0,76

10 24,930 1,84


(5)

-40 -20 0 20 40 60 80 100

0,1 1 10 100

EPMS

NA DIKLOFENAK PMNS


(6)