T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Sekolah Di Sekolah Dasar Negeri Kedongori ecamatan Dempet Demak T2 BAB II

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manajemen Berbasis Sekolah
2.1.1 Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan
dari School Based Management (SBM) disebutkan oleh
Bank Dunia (2007:2) SBM is the decentralization of
authority from the central government to the school level
(well, 2005). MBS adalah pelimpahan wewenang dari
pemerintah pusat kepada sekolah. Dornseif (1996: 1)
mendefinisikan:
“SBM describes a collection of practices in which more people
at the school level make decisions for the school. It often begins
with decentralisation; a delegation of certain powers from the
central office to the school, that may include any range of
power from a few, limited areas to nearly everything”.

Artinyabahwa

manajemen


berbasis

sekolah

adalah

serangkaian kegiatan yang melibatkan banyak orang
(pihak)

pada

suatu

sekolah

dalam

pembuatan

keputusan. MBS dimulai dengan desentralisasi, delegasi

kekuatan tertentu dari pusat ke sekolah yang meliputi
jangkauan kekuasaan dari yang kecil, yang terbatas
sampai yang mencakup semua kebijakan.
MaknaMBS disampaikan oleh Mulyasa (2007:24)
sebagai paradigma baru pendidikan yang memberikan
otonomi

luas

masyarakat)
nasional.

pada

dalam

Otonomi

tingkat


kerangka
diberikan

sekolah

(pelibatan

kebijakan

pendidikan

agar

sekolah

leluasa

mengelola sumber daya dan sumber dana dengan
8


mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan,
serta

lebih

tanggap

terhadap

kebutuhan

setempat.

Pelibatan masyarakat dimaksudkan agar lebih bisa
memahami, membantu

dan

mengontrol


pengelolaan

pendidikan.
Pengertian

MBS

disampaikan

oleh

Cook

(2007:129) “…SBM is an increase in decision-making
at the school level. This is in distinction decisionmaking at the government level (national or local) or at
the level of the classroom teacher”.
Manajemen berbasis sekolah adalah peningkatan
peran pengambilan keputusan pada tingkat sekolah.
MBS


terkait

pembedaan

wewenang

pengambilan

keputusan pada tingkap pemerintah baik pusat maupun
daerah juga pada tingkat guru kelas.
Rohiat (2009:47) menyampaikan bahwa MBS dapat
diartikan sebagai model pengelolaan yang memberikan
otonomi, fleksibilitas kepada sekolah, mendorong secara
langsung partisipasi warga sekolah dan masyarakat,
meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan
pemerintah dan peraturan perundangan.
Dari pendapat tentang definisi MBS diatas dapat
disimpulkan bahwa MBS adalah pemberian otonomi
lebih luas kepada sekolah agar dapat mengelola dan
mengerahkan semua sumberdaya dan sumber dana,

penetapan kebutuhan sesuai prioritas dan kemampuan,
untuk mencapai tujuan sekolah.
Esensi

MBS

adalah

otonomi

sekolah

dan

pengambilan keputusan partisipatif untuk mencapai
sasaran mutu sekolah. Otonomi dapat diartikan sebagai
9

kewenangan/kemadirian,
mengatur


dan

yaitu

mengurus

kemandirian
dirinya

dalam

sendiri

dan

merdeka/tidak tergantung.
Jadi otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah
untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga
sekolah menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi

sekolah, sesuai dengan peraturan perundang-undangan
pendidikan nasional yang berlaku. (Depdiknas, 2000: 9).
Pengambilan keputusan partisipatif adalah suatu
cara untuk mengambil keputusan melalui penciptaan
lingkungan yang terbuka dan demokratik, di mana warga
sekolah (guru, siswa, karyawan, orang tua dan tokoh
masyarakat) didorong untuk terlibat langsung dalam
proses pengambilan keputusan yang dapat berkontribusi
terhadap pencapaian tujuan sekolah.
2.2 Tujuan MBS
Manajemen
mendirikan

berbasis

atau

sekolah

bertujuan


memberdayakan

sekolah

untuk
melalui

pemberian kewenangan (otonomi) kepada sekolah dan
mendorong

sekolah

untuk

melakukan

pengambilan

keputusan secara partisipatif. Secara rinci tujuan MBS

disampaiakan oleh Rohiat (2009:50-51) adalah:
1. Meningkatkan

mutu

sekolah.

Peningkatan

diperoleh melalui otonomi yang lebih besar pada
sekolah agar lebih inisiatif dan kreatif.
2. Sekolah
sekolah

dapat

memanfaatkan

secara

sumber

optimal

daya
melalui

keluwesan/fleksibilitas.
10

3. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan,
ancaman dan tantangan sendiri.
4. Sekolah lebih mengetahui kebutuhannya.
5. Keputusan yang diambil sekolah lebih sesuai
dengan kebutuhan sekolah.
6. Penggunaan sumber daya lebih efektif dan efisien
karena adanya kontrol oleh warga sekolah.
7. Tercapainya

transparansi

dan

akuntabilitas

sekolah.
8. Tanggung jawab yang lebih besar oleh sekolah
dalam mewujudkan kualitas pendidikan.
9. Persaingan sehat antar sekolah melalui inovasiinovasi pendidikan.
10. Sekolah dapat merespon aspirasi masyarakat dan
lingkungan.
Kajian tentang keefektifan pendidikan harus dilihat
secara sistemik mulai dari masalah input, proses, output
dan

outcome

(Mulyasa,

Komponen-komponen

2007:85).

MBS

yang

Keefektifan
di

monitor

MBS
dan

dievaluasi dalam implementasi MBS menurut Rohiat
(2009:79) yaitu:
1)

Konteks

Konteks adalah eksternalitas sekolah berupa
demand dan support yang berpengaruh pada input
sekolah. Dengan kata lain, konteks sama artinya
dengan kebutuhan. Dengan demikian, evaluasi
konteks berarti evaluasi tentang kebutuhan. Yang
termasuk
konteks
antara
lain:
permintaan
pendidikan,
dukungan
masyarakat
terhadap
pendidikan, kebijakan pemerintah, status sosialekonomi masyarakat, keadaan geografis, dan lain-lain.

11

Alat yang tepat untuk melakukan evaluasi konteks
adalah needs assesment.
2)

Input

Input adalah segala sesuatu yang harus tersedia dan
siap karena dibutuhkan untuk berlangsungnya
proses. Input ini dapat berupa barang dan perangkatperangkat lunak (ide dan harapan). Secara garis besar
input dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu
harapan, sumber daya dan input manajemen. Yang
termasuk input, antara lain: visi, misi, tujuan,
sasaran sekolah, sumber daya sekolah,
manajemen berbasis sekolah, dan sebagainya.
3)

siswa,

Proses

Adalah berubahnya sesuatu menjadi adi sesuatu
yang lain. Dalam MBS sebagai sistem, proses terdiri
dari:
proses
pengambilan
pengelolaan
kelembagaan,

keputusan,
proses
proses
pengelolaan

program, proses belajar mengajar, dan proses evaluasi
sekolah.
4)
Output
Adalah hasil nyata dari pelaksanaan program MBS.
Hasil

nyata

tersebut

dapat

berupa

academic

achievement maupun non academic achievement.
Fokus evaluasi pada output adalah mengevaluasi
sejauh mana sasaran yang diharapkan (kualitas,
kuantitas, waktu) telah dicapai program MBS.
5)

Out come

Out come adalah hasil MBS jangka panjang, yang
berbeda dengan output yang hanya mengukur hasil
MBS sesaat/ jangka pendek. Karena itu, fokus
evaluasi outcome adalah pada dampak MBS jangka
panjang, baik dampak terhadap individu maupun
sosial. Yang termasuk dalam outcome antara lain:
manfaat

sekolah

jangka

panjang

terutama

menyangkut
pendidikan
lanjut,
penghasilan,
pengembangan karir, kesempatan untuk berkembang,

12

dan sebagainya. Untuk melakukan evaluasi ini, pada
umumnya digunakan analisis biaya manfaat.

2.3

Ruang Lingkup Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen berbasis sekolah merupakan strategi

untuk mewujudkan sekolah yang efektif dan produktif.
Manajemen berbasis sekolah merupakan paradigma baru
manajemen pendidikan, yang memberikan otonomi luas
pada sekolah, dan pelibatan masyarakat dalam kerangka
kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar
sekolah leluasa mengelola sumber daya, sumber dana,
sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai prioritas
kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan
setempat (Mulyasa, 2007: 33).
Manajemen
tentang

berbasis

pengambilan

diletakkan

pada

sekolah

adalah

keputusan

posisi

yang

suatu

pendidikan

paling

dekat

ide
yang

dengan

pembelajaran, yakni sekolah. Pemberdayaan sekolah
dengan
samping

memberikan

otonomi

menunjukkan

yang

sikap

lebih

tanggap

besar,

di

pemerintah

terhadap tuntutan masyarakat juga merupakan sarana
peningkatan

efisiensi,

mutu,

dan

pemerataan

pendidikan. Penekanan aspek-aspek tersebut sifatnya
situasional dan kondisional sesuai dengan masalah yang
dihadapi

dan

politik

yang

dianut

pemerintah.

Manajemen berbasis sekolah merupakan salah satu
wujud reformasi pendidikan yang memberikan otonomi
kepada sekolah untuk mengatur kehidupan sesuai
dengan potensi, tuntutan, dan kebutuhannya. Otonomi
dalam manajemen merupakan potensi bagi sekolah
13

untuk meningkatkan kinerja para tenaga kependidikan,
menawarkan partisipasi langsung kelompok-kelompok
terkait

dan

meningkatkan

pemahaman

masyarakat

terhadap pendidikan. Menurut Made Pidarta (2004: 3),
manajemen

merupakan

proses

mengintegrasikan

sumber-sumber yang tidak berhubungan menjadi sistem
total

untuk

menyelesaikan

suatu

tujuan.

Yang

dimaksud sumber di sini ialah mencakup orang-orang,
alat-alat, media, bahan-bahan, uang, dan sarana.
Semuanya diarahkan dan dikoordinasi agar terpusat
dalam rangka menyelesaikan tujuan. Menurut Mulyasa
(2007: 35) karakteristik manajemen berbasis sekolah
antara lain:
a. Pemberian Otonomi Luas Kepada Sekolah
Manajemen berbasis sekolah memberikan otonomi
luas kepada sekolah, disertai seperangkat tanggung
jawab.

Dengan

tanggung

jawab

adanya

otonomi

pengelolaan

yang

memberikan

sumber

daya

dan

pengembangan strategi sesuai dengan kondisi setempat,
sekolah

dapat

lebih

memberdayakan

tenaga

kependidikan guru agar lebih berkonsentrasi pada tugas
utamanya

mengajar.

Sekolah

sebagai

lembaga

pendidikan diberi kewenangan dan kekuasaan yang luas
untuk mengembangkan program-program manajemen
berbasis

sekolah

dan

pembelajaran

sesuai

dengan

kondisi dan kebutuhan peserta didik sesuai tuntutan
masyarakat.
b. Partisipasi Masyarakat dan Orang Tua
Dalam manajemen berbasis sekolah, pelaksanaan
program-program

sekolah

didukung

oleh

partisipasi
14

masyarakat dan orang tua peserta didik yang tinggi.
Orang tua peserta didik dan masyarakat tidak hanya
mendukung sekolah melalui bantuan keuangan, tetapi
melalui

komite

sekolah

dan

dewan

pendidikan

merumuskan serta mengembangkan program-program
yang dapat meningkatkan kualitas sekolah. Masyarakat
dan orang tua menjalin kerja sama untuk membantu
sekolah sebagai nara sumber berbagai kegiatan sekolah
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
c. Kepemimpinan Yang Demokratis dan Profesional
Dalam manajemen berbasis sekolah, pelaksanaan
program-program

sekolah

didukung

oleh

adanya

kepemimpinan sekolah yang demokratis dan profesional.
Kepala sekolah dan guru-guru sebagai tenaga pelaksana
inti program sekolah merupakan orang-orang yang
memiliki kemampuan dan integritas profesional. Kepala
sekolah adalah manajer pendidikan profesional yang
direkrut komite sekolah untuk mengelola segala kegiatan
sekolah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan.
d. Team Work Yang Kompak dan Transparan
Dalam manajemen berbasis sekolah, keberhasilan
program-program sekolah didukung oleh kinerja team
work yang kompak dan transparan dari berbagai pihak
yang terlibat dalam pendidikan di sekolah. Keberhasilan
manajemen berbasis sekolah merupakan hasil sinergi
dari kolaborasi tim yang kompak dan transparan.
Menurut Mulyasa (2003: 24) manajemen berbasis
sekolah merupakan paradigma baru pendidikan, yang
memberikan
(pelibatan

otonomi

masyarakat)

luas

pada

dalam

tingkat

kerangka

sekolah
kebijakan
15

pendidikan nasional.

Otonomi diberikan agar sekolah

leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan
mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan,
serta

lebih

tanggap

terhadap

kebutuhan

setempat.

Pelibatan masyarakat dimaksudkan agar mereka lebih
memahami,

membantu dan

mengontrol

pengelolaan

pendidikan.
Manajemen berbasis sekolah merupakan salah satu
wujud dari reformasi pendidikan yang menawarkan
kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang
lebih baik dan memadai bagi para peserta didik. Otonomi
dalam manajemen merupakan potensi bagi sekolah
untuk meningkatkan kinerja para staf, menawarkan
partisipasi langsung kelompok-kelompok yang terkait,
dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap
pendidikan.
Sejalan dengan jiwa dan semangat desentralisasi
serta otonomi dalam bidang pendidikan, kewenangan
sekolah juga berperan dalam menampung konsensus
umum yang menyakini
keputusan seharusnya

bahwa

sedapat mungkin

dibuat oleh mereka

yang

memiliki akses paling baik terhadap informasi setempat,
yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan kebijakan
dan yang terkena akibat-akibat dari kebijakan tersebut.
Menurut Mulyasa (2003: 25) manajemen berbasis
sekolah merupakan salah satu upaya pemerintah untuk
mencapai

keunggulan

masyarakat

bangsa

dalam

penguasaan ilmu dan teknologi, yang dinyatakan dalam
GBHN.

Hal

tersebut

diharapkan

dapat

dijadikan

landasan dalam pengembangan pendidikan di Indonesia
16

yang berkualitas dan berkelanjutan, baik secara makro,
meso, maupun mikro. Manajemen berbasis sekolah yang
ditandai

dengan

otonomi

sekolah

dan

pelibatan

masyarakat merupakan respons pemerintah terhadap
gejala-gejala yang muncul di masyarakat, bertujuan
untuk meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan
pendidikan. Peningkatan efisiensi, antara lain, diperoleh
melalui keleluasaan mengelola sumberdaya partisipasi
masyarakat dan penyederhanaan birokrasi. Sementara
peningkatan mutu dapat diperoleh, antara lain, melalui
partisipasi orang tua terhadap sekolah, fleksibilitas
pengelolaan

sekolah

dan

kelas,

peningkatan

profesionalisme guru dan kepala sekolah, berlakunya
sistem insentif serta disinsentif.
Manajemen sekolah pada hakekatnya mempunyai
pengertian

yang

hampir

sama

dengan

manajemen

pendidikan. Ruang lingkup di bidang kajian menajemen
sekolah juga merupakan ruang lingkup dan bidang
kajian menajamen pendidikan.
Komponen-komponen yang harus dikelola dengan
baik dalam rangka MBS, menurut Mulyasa (2003: 42),
adalah sebagai berikut:
a. Manajemen

Manajemen

berbasis

sekolah

dan

Program Pengajaran
Manajemen berbasis sekolah dan programpengajaran
merupakan bagian dari MBS.

Manajemen manajemen

berbasis sekolah dan program pengajaran mencakup
kegiatan

perencanaan,

manajemen

berbasis

pelaksanaan,
sekolah.

dan

penlilaian

Perencanaan

dan

pengembangan manajemen berbasis sekolah nasional
17

pada

umumnya

telah

dilakukan

oleh

Departemen

Pendidikan Nasional pada tingkat pusat. Karena itu level
sekolahyang

paling

penting

adalah

bagaimana

merealisasikan dan menyesuaikan manajemen berbasis
sekolah tersebut dengan kegiatan pembelajaran.
b. Manajemen Tenaga Kependidikan
Manajemen tenaga kependidikan atau manajemen
personalia

pendidikan

bertujuan

untuk

mendayagunakan tenaga kependidikan secara efektif dan
efisien untuk mencapai

hasil yang optimal, namun

tetap dalam kondisi yang menyenangkan. Sehubungan
dengan itu, fungsi personalia yang harus dilaksanakan
pimpinan, adalah menarik, mengembangkan, menggaji,
dan memotivasi personil guna mencapai tujuan sistem,
membantuanggota mencapai posisi dan standar perilaku,
memaksimalkan

perkembangan

karier

tenaga

kependidikan, serta menyelaraskan tujuan individu dan
organisasi
c. Manajemen Kesiswaan
Mulyasa (2003: 45) manajemen kesiswaan atau
manejemen kemuridan (peserta didik) merupakan salah
satu bidang operasional MBS. Manajemen kesiswaan
adalah penataan dan pengaturan teradap kegiatan yang
berkaitan dengan peserta didik, mulai masuk sampai
dengan keluarnya peserta didik tersebut dari suatu
sekolah. Manajemen kesiswaan bukan hanya berbentuk
pencatatan data peserta didik, melainkan meliputi aspek
yang lebih luas yang secara operasional dapat membantu
upaya pertumbuhan dan perkembangan peserta didik
melalui proses pendidikan di sekolah.
18

Manajemen kesiswaan bertujuan untuk mengatur
berbagai kegiatan dalam bidang kesiswaan agar kegiatan
pembelajaran di sekolah dapat berjalan lancar, tertib dan
teratur, serta mencapai tujuan pendidikan sekolah.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut bidang manajemen
kesiswaan sedikitnya memiliki tiga tugas utama yang
harus diperhatikan, yaitu penerimaan murid baru,
kegiatan

kemajuan

belajar,

serta

bimbingan

dan

pembinaan disiplin.
d. Manajemen Sarana dan Prasana Pendidikan
Mulyasa
peralatan

(2003:

dan

dipergunakan

49)

sarana

perlengkapan
dan

pendidikan

yang

menunjang

secara

proses

adalah

langsung

pendidikan,

khususnya proses belajar mengajar, seperti gedung,
ruang kelas, meja kursi, serta alat-alat dan media
pengajaran. Adapun yang dimaksud dengan prasarana
pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung
menunjang

jalannya

proses

pengajaran, seperti halaman,

pendidikan

atau

kebun, taman sekolah,

jalan menuju sekolah, tetapi jika dimanfaatkan

secara

langsung untuk proses belajar mengajar, seperti taman
sekolah untuk
sebagai

pengajaran

biologi, halaman

sekaligus lapangan

olah raga,

sekolah

komponen

tersebut merupakan sarana pendidikan.
Manajemen

sarana

dan

prasarana

pendidikan

bertugas mengatur dan menjaga sarana dan prasarana
pendidikan agar dapat memberikan kontribusi secara
optimal dan berarti pada jalannya proses pendidikan.
Kegiatan pengelolaan ini meliputi kegiatan perencanaan,
19

pengadaan, pengawasan, penyimpanan inventarisasi dan
penghapusan serta penataan.
2.4 Pengertian Evaluasi Program
Evaluasi

merupakan

mengumpulkan
tentang

serta

berharganya

implementasi
masukan

dan

bagi

proses

menyajikan
kewajaran

danpak

informasi
tujuan,

suatu

pembuatan

menggambar,
eskritif

rancangan

program

keputusan,

sebagai
melayani

kebutuhan mempertanggungjawabkan dan pemahaman
terhadap

fenomena.

Sanders

&

Sullins

(2006:

1)

mengungkapkan bahwa “program evaluation is the
process of systematically determining the quality of
program and how it can be improve” yang dapat diartikan
bahwa

evaluasi

program

merupakan

upaya

yang

sistematik untuk menetukan kualitas suatu program
agar program tersebut dapat ditingkatkan.
Evaluasi berasal dari kata evaluation artinya nilai atau
penilaian. Definisi dari kamus Oxford AS “Evaluasi
adalah suatu upaya untuk menentukan nilai atau
jumlah”. Sedangkan menurut Suchman (1961) dalam
Arikunto (2008:1) memandang evaluasi sebagai sebuah
proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa
kegiatan

yang

direncanakan

untuk

mendukung

tercapainya tujuan”. Lebih lanjut Stufflebeam (1971)
menjelaskan

pengertian

evaluasi

adalah

“proses

penggambaran, pencarian, dan pemberian informasi
yang sangat bermanfaat bagi pengambil keputusan
dalam

menentukan

alternatif

keputusan”

(Arikunto,

2008:2).
20

evaluasi

mengalami

perkembangan

sesuai

dengan

masanya. Pada masa awal, evaluasi sering diartikan
sebagai upaya untuk menilai hasil belajar, berdasarkan
bahwa pendidikan merupakan upaya memberikan suatu
perlakuan pembelajaran kepada peserta didik. Namun,
seiring perkembangannya pengertian evaluasi bukan
hanya menilai hasil belajar saja melainkan penilaian
terhadap proses dan hasil belajar karena terdapat faktorfaktor lain yang mendukung keberhasilan pencapaian
hasil belajar siswa, seperti kondisi fisik dan psikis siswa,
kapasitas guru, sarana prasarana pendukung di sekolah,
serta lingkungan pembentuk sekitarnya.
Istilah program diartikan sebagai “rencana”, dalam
pengertian yang lebih praktis program adalah “suatu unit
atau kesatuan kegiatan, maka program merupakan
sebuah sistem, yaitu rangkaian kegiatan yang dilakukan
bukan hanya satu kali tetapi berkesinambungan
Ada beberapa macam model evaluasi, dalam penelitian ini
model

yang

digunakan

dikembangkan

oleh

adalah

Stufflebeam.

model

CIPP

yang

CIPP

merupakan

sebuah singkatan dari huruf awal empat

buah kata,

yaitu: Context, Input, Process, dan Product, sehingga bila
disingkat menjadi Model CIPP.
Model CIPP adalah model evaluasi yang memandang
program yang dievaluasi sebagai sebuah sistem. Seperti
layaknya

suatu

pendekatan

beberapa

kelebihan

dan

ilmu,

kelemahan

CIPP

memiliki

seperti

yang

disampaikan Pradinata (2012), kelebihan evaluasi model
CIPP antara lain:
21

a. CIPP memiliki pendekatan yang holistik dalam
evaluasi, bertujuan memberikan gambaran yang
sangat detail dan luas terhadap suatu proyek, mulai
dari konteksnya hingga saat proses implementasi.
b. CIPP memiliki potensi untuk bergerak di wilayah
evaluasi formatif dan summatif. Sehingga sama
baiknya dalam membantu melakukan perbaikan
selama program berjalan, maupun
informasi final.

memberikan

Namun demikian, dalam pembuatan keputusan yang
diartikan

sebagai

mengkonseptualisasikan

sejumlah

proses keputusan yang meliputi kesadaran, desain,
pilihan, dan aksi, perlu diperhatikan peranan-peranan
yang dimainkan oleh evaluator.
Diantaranya
untuk

adalah

memonitor

sebuah

mengidentifikasi

kebutuhan

dan

program

kesempatan

mengidentifikasi konsep-konsep, alternatif permasalahan
untuk dipecahkan dalam penyesuaian kebutuhan atau
penggunaan

kesempatan-kesempatan

menilai

pernyataan permasalan alternative dari kedudukan nilai
yang

berada

dan

menilai

apakah

permasalahan

membutuhkan perubahan dan informasi mana yang
dapat disediakan untuk menuntun aktifitas-aktifitas
perubahan.
2.5 Penelitian relevan
Abdul Hafid (2011) Dosen Universitas Negeri Makasar
dalam

jurnalnya

mengemukakan

bahwa

untuk

melaksanakan Manajemen Berbasis Sekolah yang baik di
perlukan perubahan kultur dan Figur pada sekolah

22

sehingga sekolah benar-benar siap dalam melaksanakan
manajemen berbasis sekolah.
Manajemen

berbasis

sekolah

merupakan

model

pengeloaan sekolah yang bertumpu pada tiga pilar utama
yaitu,manajemen pengeloaan sekolah secara transparan
dan akuntabel, peran serta masyarakat dan stakholder
serta

pembelajaran

aktif,kreatif,efektif

dan

menyenangkan.
Penelitian

berikutnya

oleh

Suraya

(

2009

)

Tesis

Pascasarjana Universitas Lambung Mangkurat.
Implementasi Monitoring Dan Evaluasi Manajemen
Berbasis Sekolah di MTsNAwayan Kabupaten Balangan
Seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah, dengan
diberlakukannya Undang-Undang nomor 22 tentang
pemerintahan daerah, jika sebelumnya segala sesuatu
serba sentralistik, maka sekarang semua urusan tidak
terkecuali

bidang

pendidikan

diserahkan

kepada

daerah.Begitu juga di Kabupaten Balangan otonomi
daerah

memberikan

kewenangan

dan

keleluasaan

mengatur dan mengelola sekolah sesuai dengan keadaan
sekolah.
Adanya Manajemen Berbasis Sekolah adalah model
manajemen yang memberikan otonomi kepada sekolah
dan menekankan keputusan bersama dari semua warga
sekolah dan masyarakat untuk mengelola sekolah dalam
rangka meningkatkan mutu pendidikan berdasarkan
kebijakan

pendidikan

nasional,

untuk

itu

juga

diperlukan Implementasi Monitoring dan evaluasi.
Manajemen Berbasis Sekolah yang merupakan sistem
dan bagian integral dari pengelolaan pendidikan, dengan
23

implementasi monitoring dan evaluasi dapat diketahui
tingkat kemajuan pendidikan di sekolah, dimana dari
hasil implementasi monitoring dan evaluasi ini dipakai
sebagai bahan masukan untuk penyempurnaan dalam
penyelenggaraan pendidikan di MTsN Awayan Kabupaten
Balangan.
2.6 Kerangka Pikir

Kepala Sekolah

Guru

Otonomi
Daerah

Manajemen Berbasis
Sekolah

Evaluasi
1.
2.
3.
4.

1. Perencanaan
2. Pelaksanaan
3. Pengawasan

Otonomi
sekolah
dalam
pendidikan

Masyarakat

Context
Input
Proses
product

komite

24

Uraian diatas asas desentralisasi yaitu pelimpahan
pemerintahan

pusat

kepada

pemerintah

daerah

memberikan otonomi kepada sekolah untuk mengelola
manajemen
manajemen

pendidikan.otonomi
berbasis

sekolah

sekolah
.dalam

yaitu
hal

ini

perencanaan,pelaksaan,pengawasan di Sekolah Dasar
Kedongori 1 yang melibatkan komponen sekolah kepala
sekolah,guru serta komite akan di evaluasi dengan CIPP (
Contecx, input,proses,product ).

25

Dokumen yang terkait

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL AGRIBISNIS PERBENIHAN KENTANG (Solanum tuberosum, L) Di KABUPATEN LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

27 309 21

ANALISIS PENGARUH MANAJEMEN LABA TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (Studi Empiris Pada Perusahaan Property dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)

47 440 21

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) TERHADAP SIKAP MASYARAKAT DALAM PENANGANAN KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Di Wilayah RT 05 RW 04 Kelurahan Sukun Kota Malang)

45 393 31

PENGALAMAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA DENGAN GANGGUAN JIWA (SKIZOFRENIA) Di Wilayah Puskesmas Kedung Kandang Malang Tahun 2015

28 256 11

STUDI PENGGUNAAN SPIRONOLAKTON PADA PASIEN SIROSIS DENGAN ASITES (Penelitian Di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

13 140 24

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Peningkatan keterampilan menyimak melalui penerapan metode bercerita pada siswa kelas II SDN Pamulang Permai Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014

20 223 100

Upaya mengurangi kecemasan belajar matematika siswa dengan penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya: sebuah studi penelitian tindakan di SMP Negeri 21 Tangerang

26 227 88