Segmentasi Tepi Citra CT Scan Paru paru
Segmentasi Tepi Citra CT Scan Paru-paru Menggunakan Metode
Chain Code dan Operasi Morfologi
Masfran, Ananda dan Erwin Setyo Nugroho
Program Studi Teknik Informatika, Jurusan Komputer, Politeknik Caltex Riau
Jalan Umban Sari no.1, Rumbai, Pekanbaru, Riau, 28265
(E-mail: [email protected], [email protected], [email protected] )
Abstract— Image segmentation is an important topic in
digital image processing and can be found in various field of
images research. One of them is medical image
segmentation in the medical field. Edge of image
segmentation of lung CT scan is an alternative step in
medical lung images processing, which the result can be
continued to be used to detect the presence of nodules that
are useful as an auxiliary parameter in detecting lung
disease like cancer. In this study, edge of image
segmentation of lung CT scan is using chain code and
mathematical morphology operations. The function of chain
code in this study is to detect edge of lung in CT image,
whereas the morphology operations are used to
enhancement the shape of image. This study showed that
the use of chain code and morphological operations can
provide a smooth edge of lung CT scan image segmentation.
The smooth detail on the edge of the lung CT scan can
provide important information such as the boundary of an
areas or object within the image. Mathematical morphology
operations haven’t been success applied to all images, the
percentage of success is 76.6% and percentage of success to
eliminate noise in lung CT images is equal to 86.7%.
Keywords: Image Segmentation; Lung CT-Scan; Chain
Code; Mathematical Morphology.
I.
PENDAHULUAN
Segmentasi citra merupakan topik penting dalam
pengolahan citra digital dan dapat ditemukan dalam
berbagai bidang riset citra. Salah satunya adalah
segmentasi citra medis di bidang kedokteran. Tujuan
yang ingin dicapai dalam segmentasi adalah untuk
menentukan objek yang spesifik atau sebuah area dalam
citra untuk pencocokan atau identifikasi. Dalam citra
medis identifikasi dari objek atau area yang diinginkan
dapat menyediakan informasi yang berguna untuk
diagnosis dan perawatan penyakit.
Citra medis yang akan disegmentasi pada penelitian
ini adalah citra CT scan paru-paru. Pemilihan paru-paru
sebagai objek yang akan disegmentasi adalah karena
tingginya jumlah kematian yang disebabkan oleh
penyakit paru-paru yaitu kanker paru-paru. Menurut data
tahun 2008 dari situs resmi WHO (World Health
Organization), kanker paru-paru adalah penyebab
kematian paling besar diantara jenis kanker lainnya yaitu
sebesar 1,4 juta kematian. Bandingkan dengan jenis
kanker lainnya seperti: kanker perut (740000 kematian),
kanker hati (700000 kematian), kanker kolorektal
(610000 kematian) dan kanker payudara (460000
kematian) [1].
Penelitian yang melibatkan segmentasi citra CT scan
pada paru-paru sudah pernah dilakukan sebelumnya.
Samuel, dkk memperkenalkan algoritma rolling ball
untuk segmentasi paru-paru. Pada tahap awal, digunakan
teknik gray-level thresholded untuk segementasi dada
dari latar belakang dan kemudian paru-paru dari dada.
Pada tahap selanjutnya algoritma rolling ball diterapkan
untuk segmentasi kontur paru-paru untuk menghindari
hilangnya nodul juxtapleural, yaitu nodul yang berbentuk
bulat telur atau lonjong [2]. Shiying, dkk Menyajikan
suatu metode otomatis untuk segmentasi paru-paru dalam
citra CT scan. Metode ini memiliki tiga langkah utama.
Pertama paru-paru diekstrak dari citra CT scan dengan
gray-scale thresholding. Kemudian paru-paru kiri dan
kanan dipisahkan dengan mengidentifikasi anterior (lebih
dekat ke depan) dan persimpangan posterior (lrbih dekat
ke belakang) dengan pemrograman dinamis. Akhirnya,
sebuah rangkaian operasi morfologi digunakan untuk
memperhalus batas yang tidak beraturan di sepanjang
mediastinum untuk memperoleh hasil agar konsisten
dengan yang diperoleh melalui analisis secara manual,
dimana hanya arteri paru-paru paling sentral dikeluarkan
dari wilayah paru-paru [3]. Saleem, dkk menyajikan
suatu metodologi untuk segmentasi paru-paru yang
akurat. Mereka mengatasi masalah segmentasi paru-paru
dalam dua langkah utama. Pada langkah pertama,
wilayah paru-paru di ekstrasi dari latar belakang dan dada
dari citra CT scan menggunakan algoritma region
growing. Pada langkah kedua, wilayah paru-paru
diperhalus menggunakan algoritma k-means clustering
yang dimodifikasi dari algoritma adaptive border
marching [4]. Ananda menggunakan metode Max-Tree
untuk membentuk pohon segmentasi sebagai representasi
nodul paru-paru di CT scan. Kemudian attribute filters
digunakan pada proses pruning tree untuk segmentasi
kontruksi Max-Tree [5].
Perbedaaan penelitian ini dengan penelitian yang
dibicarakan sebelumnya adalah pada kemampuan untuk
mempertegas tepi citra dari citra yang berbeda. Pada
penelitian ini, segmentasi citra CT yang dilakukan
menggunakan metode chain code dan operasi morfologi.
Penggunaan chain code sebelumnya pernah digunakan
untuk penelitian citra medis, hanya saja dalam kasus
klasifikasi objek pada citra medis [6].
II.
METODE CHAIN CODE DAN MORFOLOGI
MATEMATIKA
A. Median Filter
Perbaikan kualitas citra salah satunya adalah
pengurangan
derau
dapat
dilakukan
dengan
pentapisan/operasi spatial (filtering). Pada proses
pentapisan, nilai pixel baru umumnya dihitung
berdasarkan piksel tetangga. Median filter merupakan
salah satu dari tapis Non-linear.
Median filter
menghitung nilai dari setiap piksel baru, yaitu nilai piksel
pada pusat koordinat kernel dengan nilai tengah (median)
dari piksel di dalam kernel. Untuk ukuran kernel m baris
dan n kolom maka banyaknya piksel dalam kernel adalah
(m x n). Akan lebih baik ukuran kernel adalah bilangan
ganjil karena piksel pada posisi tengahnya lebih pasti
diperoleh, yaitu piksel pada posisi (m x n +1)/2. Semua
piksel tetangga harus diurut sebelum menentukan piksel
pada posisi tengah [7].
B. Penandaan Komponen terhubung
Piksel p adalah adjacent (berbatasan) ke piksel q jika
keduanya terhubung (pengertian terhubung tergantung
pada jenis keterhubungan yang digunakan). Dua
himpunan bagian citra S1 dan S2 adalah adjacent jika
beberapa piksel pada S1 adalah adjacent ke beberapa
piksel pada S2.
Suatu jalur dari piksel p dengan koordinat (x,y) ke
piksel q dengan koordinat (s,t) adalah suatu urutan atau
deretan dari piksel yang berbeda (distinct pixel) dengan
koordinat (x0, y0), (x1, y1), …, (xn, yn) dengan (x0, y0) =
(x, y) dan (xn, yn) = (s,t) adalah adjacent ke (xi-1, yi-1), 1
≤i ≥ n, dan n menyatakan panjang dari jalur.
Jika p dan q adalah piksel pada suatu himpunan
bagian citra S maka p adalah terhubung ke q dalam S bila
ada suatu jalur dalam S yang menghubungkan p ke q.
Untuk setiap piksel p dalam S, sekumpulan piksel dalam
S yang terhubung ke p disebut dengan komponen
terhubung (connected component) dari S. Sekarang
menjadi jelas bahwa dua piksel dari komponen terhubung
adalah saling terhubung satu dengan yang lainnya dan
komponen terhubung berbeda (distinct connected
component) adalah tidak saling terhubung (disjoin).
Penandaan komponen terhubung memeriksa suatu
citra dan mengelompokkan setiap piksel ke dalam suatu
komponen terhubung menurut aturan keterhubungan (4,
8, atau m-connectivity). Setiap komponen terhubung
yang saling tidak terhubung (disjoin) pada suatu citra
akan diberi tanda (label) berbeda. Memisahkan dan
memberikan tanda pada setiap komponen terhubung
maupun tidak terhubung pada suatu citra memegang
peranan sentral pada beberapa aplikasi analisis citra
secara otomatis.
Penandaan komponen terhubung dilakukan dengan
memeriksa suatu citra, piksel per piksel (dari kiri ke
kanan dan atas ke bawah) untuk mengidentifikasi area
piksel terhubung yaitu suatu area dari piksel berbatasan
yang memiliki nilai intensitas sama atau nilai intensitas
berada dalam suatu himpunan V (pada citra biner V =
{1}, pada citra keabuan himpunan V disesuaikan dengan
kebutuhan). Penandaan komponen terhubung dapat
dilakukan pada citra biner maupun citra keabuan [7].
C. Iterasi Threshold
Salah satu metode segmentasi berbasis cluster adalah
metode iterasi. Metode iterasi adalah bentuk khusus dari
K-means di mana K = 2. Metode iterasi dimulai dengan
memilih nilai batas (threshold) secara sembarang
(perkiraan) sebagai nilai awal, lalu secara iterasi nilai
tersebut diperbaiki berdasarkan sebaran nilai intensitas
citra yang bersangkutan. Nilai threshold yang baru
diharapkan akan menghasilkan pemisahan yang lebih
baik dari citra sebelumnya. Langkah-langkah dalam
menentukan nilai batas T dalam metode iterasi adalah
sebagai berikut :
• Pilih nilai T awal, biasanya dipakai nilai ratarata dari intensitas citra.
• Segmentasi citra menjadi dua daerah, misalnya
R1 dan R2 dengan menggunakan nilai T awal
sebelumnya.
• Hitung nilai rata-rata intensitas pada daerah R1
dan R2. Kedua nilai rata-rata tersebut berturutturut disebut r1 dan r2.
• Hitung nilai T baru dengan rumus T = (r1 +
r2)/2.
• Ulang langkah 2 sampai 4 sampai nilai T
tercapai. Nilai T dikatakan telah tercapai bila
nilai T tidak mengalami perubahan nilai T lagi
[7].
D. Chain Code
Chain code (kode rantai) pertama kali diperkenalkan
untuk merepresentasikan kurva digital oleh Herbert
Freeman [8]. Karena itu chain code disebut juga dengan
Freeman code, sesuai dengan nama pencetus idenya.
Menurut Freeman, skema coding untuk struktur garis
harus memenuhi 3 syarat, yaitu : (1) menjaga informasi
penting agar tidak hilang, (2) memungkinkan untuk
disimpan dan ditampilkan lagi dengan mudah dan (3)
mempermudah dalam melakukan pengoperasian atau
pengolahan yang diperlukan
Chain code digunakan untuk menggambarkan batas
obyek atau jumlah piksel yang berada dalam satu obyek.
Batas obyek direpresentasikan dengan piksel-piksel yang
saling terhubung dan memiliki nilai yang sama. Chain
code mendeskripsikan sebuah obyek dengan segmen
garis yang berurutan berdasarkan arah prioritas
penelusuran yang telah ditetapkan. Arah dari tiap segmen
direpresentasikan dengan angka tertentu. Elemen pertama
pada sebuah urutan harus memberikan informasi
mengenai posisinya sehingga rekonstruksi area atau
perhitungan luas dapat dilakukan. Chain code berjalan
dengan menelusuri piksel-piksel pada citra berdasarkan
prioritas arah yang telah ditentukan. Sebuah chain code
bisa terdiri dari 4 arah mata angin atau 8 arah mata angin
seperti pada gambar 1 [9].
Gambar 1. Chain code arah 4 mata angin dan 8 mata angin [8]
chain code umumnya telah diterima dalam
pengolahan citra digital karena menawarkan sejumlah
keuntungan. Diantaranya adalah kelebihan untuk dapat
mencari nilai dari keliling dan luas dari sebuah objek dari
chain code. Selain itu, chain code juga dapat digunakan
untuk memperhalus kontur dalam pengurangan derau [8].
E. Matematika Morfologi
Matematika Morfologi (Mathematics Morphology)
adalah sebuah metode untuk analisa citra yang didasarkan
pada teori dasar matematika yaitu teori himpunan,
dimana citra diasumsikan tersusun dari himpunan piksel
[10].
Operasi morfologi menggunakan dua input himpunan
yaitu suatu citra (pada umumnya citra biner) dan suatu
kernel. Khusus dalam morfologi, istilah kernel biasa
disebut dengan structuring elements (elemen pembentuk
struktur). SE merupakan suatu matrik dan pada umumnya
berukuran kecil. Elemen dari SE dapat bernilai 1, 0, don’t
care. Nilai don’t care biasanya ditandai dengan nilai
elemen dikosongkan atau diberi tanda silang.
Ada dua operasi dasar morfologi yaitu dilasi dan
erosi. Kedua operasi dasar tersebut menjadi basis untuk
membuat berbagai operasi morfologi yang sangat
berguna untuk pengolahan citra digital, seperti opening,
closing, hit and miss transform, thinning, dan thickening
[7]. Operasi dilasi A dengan B dapat dinyatakan sebagai
berikut :
D(A, B) = A ⊕ B = { x : Bx ∩ A ≠ ϕ }
(1)
Operasi erosi dapat dinyatakan sebagai berikut :
E(A, B) = A Θ B = { x : Bx ⊆ X}
III.
(2)
PERANCANGAN DAN PEMBAHASAN
Tahap-tahap yang dilakukan pada penelitian ini
dapat diilustrasikan pada blok diagram gambar 2.
Input citra CT scan paruparu
Perbaikan kualitas citra
Pengurangan derau citra
Ekstrasi objek paru-paru
Menghilangkan latar dari
citra
Deteksi tepi citra dengan
chain code
Gambar 2. Blok diagram sistem
Tahap awal penelitian ini adalah menyediakan citra
CT scan paru-paru Langkah berikutnya adalah
melakukan median filter. Median filter ini dilakukan
dengan tujuan untuk mengurangi noise yang ada. Dengan
mengurangi jumlah noise akan menghasilkan citra
dengan kualitas yang lebih baik untuk melakukan proses
selanjutnya.
Tahap selanjutnya adalah menghilangkan latar
belakang citra. Langkah-langkahnya antara lain:
mengubah citra masukan menjadi citra biner. Pengubahan
citra menjadi citra biner menggunakan metode iterasi
threshold. Selanjutnya bagian objek citra biner yang
menyentuh border dihilangkan, sehingga menyisakan
bagian paru-paru saja. Teknik Connected component
labeling digunakan untuk mengetahui objek yang
menyentuh border citra. Setelah itu tepi citra objek paruparu diperhalus menggunakan operasi morfologi opening.
Opening merupakan proses erosi citra baru kemudian
diikuti proses dilasi citra. Persamaan opening dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Opening = A ο B = (A Θ B) ⊕ B
(3)
Proses opening selain memperhalus tepi objek pada
citra juga dapat menghilangkan noise
pada citra.
Langkah selanjutnya adalah untuk menghilangkan atau
menutup lubang yang terdapat pada bagian objek paruparu dengan operasi morfologi closing. Closing
merupakan kebalikan dari opening, yaitu proses dilasi
citra diikuti proses erosi citra. Persamaannya dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Closing = A • B = (A ⊕ B) Θ B
(4)
Tahap berikutnya deteksi tepi citra. Langkah awal
pada tahap ini adalah menetapkan piksel awal. Piksel awal
dapat dicari dengan iterasi nilai piksel citra. Iterasi
dilakukan dari sudut kiri atas citra dan berhenti setelah
menemukan piksel bernilai 1. Piksel tersebut kemudian
dijadikan sebagai piksel awal. Setelah itu, dilakukan
pencarian piksel tetangga. Piksel tetangga ditelusuri
berdasarkan arah jarum jam. Begitu piksel tetangga
ditemukan lokasi nilai dari piksel sebelumnya disimpan
dan diberi nilai arah chain code 8 mata angin. Kemudian
posisi berpindah ke piksel tetangga yang ditemukan
sebelumnya dan melakukan pencarian terhadap piksel
tetangga lagi sampai kembali ke posisi piksel awal.
Berikutnya ekstrasi bagian paru-paru yang dilakukan
menggunakan citra mask dan citra asli. Citra mask
merupakan citra biner hasil penutupan lubang dengan
operasi morfologi closing. Citra mask dengan nilai piksel
satu atau berwarna putih akan menampilkan piksel dari
citra asli, sedangkan citra mask dengan nilai piksel nol
atau berwarna hitam nilai pikselnya tetap.
Kemudian tahap terakhir adalah perbaikan kualitas
citra, yaitu memperjelas atau mempertajam spons pada
paru-paru yang berbentuk jaringan dengan operasi
morfologi. Operasi morfologi yang digunakan adalah
operasi tophat. Operasi morfologi tophat sendiri
merupakan perbedaan antara citra dengan opening dari
citra itu sendiri yang dirumuskan dalam persamaan
berikut :
Tophat = A – (A ο B)
IV.
pada gambar 4. Secara visual terlihat citra biner dengan
median filter menghasilkan derau yang lebih sedikit
dibanding kan dengan citra biner tanpa melakukan
median filter.
(5)
HASIL DAN DISKUSI
Pada penelitian ini, citra CT scan paru-paru
disegmentasi bagian tepinya menggunakan metode chain
code dan operasi morfologi. Pengujian dari metode ini
dicoba pada slice gambar CT scan paru-paru dari data
citra medis umum yang bebas digunakan yaitu Lung
Image Database Consortium of National Cancer Institute
[11]. Berikut adalah beberapa sampel gambar yang telah
diujikan.
Gambar 4. Citra biner dengan median filter dan tanpa median
filter
Tahapan berikutnya adalah mengubah citra menjadi
citra biner dengan metode iterasi threshold. Dengan
metode ini, nilai threshold pada citra didapat secara
otomatis. Iterasi threshold dapat mengubah citra menjadi
citra biner dengan baik, dimana objek paru-paru dapat
tersegmentasi dengan bagian lain yang berada disekitar
objek paru-paru. Hasil citra setelah dilakukan iterasi
threshold dapat dilihat pada gambar 4.
Tahapan selanjutnya adalah membuang atau
menghilangkan objek yang menyentuh border dari citra.
Teknik Connected component labeling digunakan untuk
mengetahui objek tersebut. Pada gambar CT scan setelah
objek yang menyentuh border dihilangkan, maka bagian
yang tampak adalah bagian paru-paru kanan dan kiri.
Selain itu, pada gambar 5 terdapat beberapa objek kecil
yang tersisa. Objek-objek tersebut merupakan objek yang
bukan merupakan objek yang menyentuh tepi atau border
dari citra atau merupakan bagian yang terpisah dan bukan
merupakan objek yang terhubung ke objek yang
menyentuh tepi atau border pada citra. Objek tersebut
menjadi noise pada citra tersebut. Akan tetapi, tidak
semua citra hasil pengujian memiliki noise pada tahapan
ini. Hal ini dapat dilihat dari 10 buah citra yang diujikan,
9 dari 10 buah citra memiliki noise.
Gambar 3. Hasil pengujian pada beberapa sampel CT Scan Paru
Proses pengolahan citra yang pertama dilakukan
adalah pengurangan derau. Pengurangan derau dilakukan
dengan median filter. Median filter penting dilakukan
sebelum kita melanjutkan ke proses pengolahan citra
selanjutnya. Dengan melakukan proses pengurangan
derau, maka proses citra selanjutnya akan menghasilkan
kualitas yang lebih baik. Median filter cocok digunakan
untuk citra yang memiliki noise salt and pepper. Seperti
halnya pada citra CT scan paru-paru yang akan dijadikan
citra biner, maka median filter cocok untuk mengurangi
noise pada citra ini. Hasil citra biner dengan pengurangan
derau median filter dan tanpa median filter dapat dilihat
Gambar 5. Citra biner tanpa objek menyentuh border
Apabila diamati citra biner pada gambar 4 yang telah
dilakukan pengurangan derau dengan median filter
sebelumnya dengan citra pada gambar 5, maka dapat
dilihat derau yang terdapat pada gambar 5 merupakan
objek yang terpisah atau tidak terhubung dengan objek
yang menyentuh tepi atau border dari citra.
Tahapan berikutnya adalah penghalusan tepi citra
menggunakan operasi morfologi opening. Morfologi
opening dalam proses ini menggunakan structuring
elements disk dengan ukuran 3x3 sebanyak dua kali. Hal
ini dikarenakan karena apabila hanya sekali, maka noise
yang dihilangkan lebih kecil atau juga tidak bisa
menghilangkan noise dengan ukuran yang lebih besar.
Bentuk structuring elements disk memberikan efek tepi
citra yang lebih halus. selain memperhalus tepi citra
operasi morfologi opening juga dapat menghilangkan
noise yang tersisa pada tahapan sebelumnya. Ukuran
structuring
elements
yang
diberikan
dapat
menghilangkan noise yang berukuran kecil. Hasil
pengujian pada tahapan ini dapat dilihat pada gambar 6
berikut.
Proses selanjutnya adalah deteksi tepi dengan
metode chain code. Tepi citra yang didapat hasil ini
disimpan dalam sebuah matriks mapping dan tampak
seperti pada gambar 8. Tepi objek yang didapat pada
gambar 8 ada dua yaitu bagian tepi objek paru-paru
kanan dan kiri. Tepi yang didapat memberikan hasil yang
tampak halus di sepanjang kontur objek paru-paru.
Metode ini memberikan hasil dari tepi citra dengan objek
tertutup seperti sebuah rantai, sesuai dengan namanya
chain code yang berarti kode rantai dalam bahasa
Indonesia.
Gambar 8. Citra hasil deteksi tepi
Gambar 6. Citra setelah dilakukan opening
Tahapan berikutnya penutupan lubang pada objek
paru-paru menggunakan operasi morfologi closing.
Morfologi closing menggunakan structuring elements
square dan diamond dengan ukuran sepuluh. Ukuran
structuring elements yang digunakan setelah diujikan
dapat menutupi lubang dengan baik pada sebagian besar
citra CT scan paru. Akan tetapi, pada citra lainnya ukuran
structuring elements yang digunakan terlalu besar
sehingga bagian paru-paru kanan dan kiri menyatu. Hal
ini dapat menyebabkan atau memberikan informasi yang
salah. Adapula citra yang lubangnya tidak tertutup
dengan baik karena ukuran structuring elements dianggap
terlalu kecil. Hal ini dapat menghilangkan sebagian besar
informasi yang penting pada citra. Hasil citra pada
tahapan ini yang berhasil dapat dilihat pada citra gambar
7 yang telah diujikan.
Citra yang telah melalui tahapan ini memberikan
citra bagian objek paru berwarna putih atau bernilai biner
1. Hasil citra ini menampakkan secara jelas mana bagian
dari objek paru-paru kanan dan kiri. Setelah selesai
memprosesan citra pada tahap ini, tahap selanjutnya
adalah deteksi tepi dari objek paru-paru pada citra.
Gambar 7. Citra setelah dilakukan closing
Tahapan berikutnya adalah ekstrasi paru-paru yang
hasilnya tampak seperti pada gambar 9. Pada tahap ini
digunakan citra mask dari tahapan penutupan lubang
sebelumnya. Jadi hasil ekstrasi citra sangat tergantung
dari citra mask yang dihasilkan. Tepat atau tidaknya
objek yang tersegmentasi dan tampak dari hasil ekstrasi
dipengaruhi oleh proses operasi morfologi closing
sebelumnya.
Citra 9. Citra hasil ekstrasi
Tahapan selanjutnya adalah memperjelas atau
mempertajam spons pada paru-paru yang berbentuk
jaringan dengan operasi morfologi tophat. Jenis
structuring elements yang digunakan adalah disk
sebanyak dua kali untuk memberikan efek penajaman
yang tidak menghilangkan bagian sponsnya, karena
apabila terlalu kecil maka spons paru-paru yang
dihasilkan akan sangat halus atau bahkan tidak tampak.
Hasil pengujian dapat dilihat pada gambar 10.
Dari hasil pengujian tersebut dapat kita lihat secara
visual bahwa tepi yang diperoleh sangat halus. Selain itu
gambar latar dari citra juga dapat dihilangkan sehingga
focus mata lebih tertuju ke bagian paru-paru.
V.
Gambar 10. Citra hasil tophat
Uji coba dilakukan terhadap 30 buah citra yang
berbeda dari 3 pasien dengan masing-masing pasien 10
buah citra. Berdasarkan hasil pengujian yang didapat
terdapat 7 buah citra yang paru-paru kanan dan kiri
menyatu seperti tampak pada gambar 11, sebagai akibat
dari pengggunaan ukuran structuring elements pada
operasi morfologi closing yang terlalu besar. Sehingga
mendapatkan error sebesar 23.3%. Berdasarkan hasil
pengamatan citra CT paru-paru yang bagian paru-paru
kanan dan kirinya menyatu adalah citra yang objek paruparu kanan dan kirinya memiliki jarak yang sangat
berdekatan seperti tampak pada gambar 12, sehingga
pada proses operasi morfologi closing kedua objek
tersebut menyatu.
KESIMPULAN DAN STUDI PENGEMBANGAN
Penggunaan metode chain code dan operasi morfologi
dalam segmentasi tepi citra CT scan paru-paru
mendapatkan hasil dengan visual deteksi tepi yang halus
dan tidak mereduksi bagian bagian dalam citra CT
sehingga tepi objek yang menjadi tujuan menjadi lebih
tegas dibanding dengan keadaan citra aslinya yang masih
terdapat objek objek rongga dada lainnya dari hasil
pengambilan gambar asli CT Scan Paru-paru. Hasil citra
pada penelitian ini kedepannya dapat digunakan sebagai
langkah alternative pemrosesan citra medis paru-paru,
yaitu untuk mendeteksi adanya nodul yang berguna
sebagai parameter pembantu dalam mendeteksi ada atau
tidaknya penyakit di paru-paru, seperti kanker.
PENGHARGAAN
Terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam
penelitian ini yaitu penyedia data CT scan Lung Image
Database Consortium of National Cancer Institute dan
kepada Politeknik Caltex Riau khususnya untuk program
studi Teknik Informatika.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
Gambar 11. Citra hasil yang bagian paru-paru kanan dan kiri
menyatu
Gambar 12. Citra CT asli paru-paru yang bagian paru-parunya
berdekatan
Selain itu terdapat 4 buah citra yang masih
terdapat derau diluar objek paru-paru. Dengan demikian
error yang dihasilkan oleh derau sebesar 13.3 % yang
didapat dari ujicoba 30 buah citra. Citra CT hasil yang
masih memiliki derau tersebut tampak seperti pada
gambar 13.
Gambar 13. Citra hasil yang masih memiliki derau
World Health Organization. (Oktober 2011). Cancer. Diambil 8
Desember
2011
dari
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs297/en/index.html
[2] Armato, Samuel G., Giger, Maryellen L., Moran, Catherine J.,
Blackburn, James T.,
Doi, Kunio., Macmahon, Heber.
(1999). Imaging & Therapeutic Technology. Computerized
Detection of Pulmonary Nodules on CT Scans. hal.1303-1311.
[3] Hu, Shiying., Hoffman, Eric A. and Reinhardt, Joseph M. (2001).
IEEE Transactions on Medical Imaging. Automatic Lung
Segmentation for Accurate Quantitation of Volumetric X-Ray CT
Images. 20(6), hal.490-498.
[4] Iqbal, Saleem,. Iqbal, Khalid. (2011). International Journal of
Academic Research.
Lungs
Segmentation
for
ComputerAided Diagnosis. 3(5), hal.161-166.
[5] Ananda. (2012). Segmentasi Nodul pada Citra Computed
Tomography Paru-Paru
Menggunakan Max-Tree dan Atribute
Filters. Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
[6] Bertalya, Prihandoko, Kusuma, Tb. Maulana. (2008). Seminar
Ilmiah Ilmu Komputer
Nasional. Klasifikasi Citra X-Ray
Menggunakan Kode Freeman.
[7] Putra, Darma. (2010). Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta:
Penerbit ANDI.
[8] Shabab, Walid., Al-Otum, Hazem and Al-Ghoul, Farouq. (2009).
The International
Arab
Journal
of
Information
Technology. A Modified Chain Code Algorithm for
Object
Segmentation and Contour Tracing. 6(3), hal.250-257.
[9] Gonzalez, Rafael C. dan Woods, Richard E. (2002). Digital Image
Processing ( 2nd ed ). New Jersey: Prentice Hall.
[10] Dougherty, Geoff. (2009). Digital Image Processing for Medical
Applications. Unites
States of America: Cambridge
University Press.
[11] Lung Images Database Consortium, National Cancer Institute,
http://imaging.nci.nih.gov/.
Chain Code dan Operasi Morfologi
Masfran, Ananda dan Erwin Setyo Nugroho
Program Studi Teknik Informatika, Jurusan Komputer, Politeknik Caltex Riau
Jalan Umban Sari no.1, Rumbai, Pekanbaru, Riau, 28265
(E-mail: [email protected], [email protected], [email protected] )
Abstract— Image segmentation is an important topic in
digital image processing and can be found in various field of
images research. One of them is medical image
segmentation in the medical field. Edge of image
segmentation of lung CT scan is an alternative step in
medical lung images processing, which the result can be
continued to be used to detect the presence of nodules that
are useful as an auxiliary parameter in detecting lung
disease like cancer. In this study, edge of image
segmentation of lung CT scan is using chain code and
mathematical morphology operations. The function of chain
code in this study is to detect edge of lung in CT image,
whereas the morphology operations are used to
enhancement the shape of image. This study showed that
the use of chain code and morphological operations can
provide a smooth edge of lung CT scan image segmentation.
The smooth detail on the edge of the lung CT scan can
provide important information such as the boundary of an
areas or object within the image. Mathematical morphology
operations haven’t been success applied to all images, the
percentage of success is 76.6% and percentage of success to
eliminate noise in lung CT images is equal to 86.7%.
Keywords: Image Segmentation; Lung CT-Scan; Chain
Code; Mathematical Morphology.
I.
PENDAHULUAN
Segmentasi citra merupakan topik penting dalam
pengolahan citra digital dan dapat ditemukan dalam
berbagai bidang riset citra. Salah satunya adalah
segmentasi citra medis di bidang kedokteran. Tujuan
yang ingin dicapai dalam segmentasi adalah untuk
menentukan objek yang spesifik atau sebuah area dalam
citra untuk pencocokan atau identifikasi. Dalam citra
medis identifikasi dari objek atau area yang diinginkan
dapat menyediakan informasi yang berguna untuk
diagnosis dan perawatan penyakit.
Citra medis yang akan disegmentasi pada penelitian
ini adalah citra CT scan paru-paru. Pemilihan paru-paru
sebagai objek yang akan disegmentasi adalah karena
tingginya jumlah kematian yang disebabkan oleh
penyakit paru-paru yaitu kanker paru-paru. Menurut data
tahun 2008 dari situs resmi WHO (World Health
Organization), kanker paru-paru adalah penyebab
kematian paling besar diantara jenis kanker lainnya yaitu
sebesar 1,4 juta kematian. Bandingkan dengan jenis
kanker lainnya seperti: kanker perut (740000 kematian),
kanker hati (700000 kematian), kanker kolorektal
(610000 kematian) dan kanker payudara (460000
kematian) [1].
Penelitian yang melibatkan segmentasi citra CT scan
pada paru-paru sudah pernah dilakukan sebelumnya.
Samuel, dkk memperkenalkan algoritma rolling ball
untuk segmentasi paru-paru. Pada tahap awal, digunakan
teknik gray-level thresholded untuk segementasi dada
dari latar belakang dan kemudian paru-paru dari dada.
Pada tahap selanjutnya algoritma rolling ball diterapkan
untuk segmentasi kontur paru-paru untuk menghindari
hilangnya nodul juxtapleural, yaitu nodul yang berbentuk
bulat telur atau lonjong [2]. Shiying, dkk Menyajikan
suatu metode otomatis untuk segmentasi paru-paru dalam
citra CT scan. Metode ini memiliki tiga langkah utama.
Pertama paru-paru diekstrak dari citra CT scan dengan
gray-scale thresholding. Kemudian paru-paru kiri dan
kanan dipisahkan dengan mengidentifikasi anterior (lebih
dekat ke depan) dan persimpangan posterior (lrbih dekat
ke belakang) dengan pemrograman dinamis. Akhirnya,
sebuah rangkaian operasi morfologi digunakan untuk
memperhalus batas yang tidak beraturan di sepanjang
mediastinum untuk memperoleh hasil agar konsisten
dengan yang diperoleh melalui analisis secara manual,
dimana hanya arteri paru-paru paling sentral dikeluarkan
dari wilayah paru-paru [3]. Saleem, dkk menyajikan
suatu metodologi untuk segmentasi paru-paru yang
akurat. Mereka mengatasi masalah segmentasi paru-paru
dalam dua langkah utama. Pada langkah pertama,
wilayah paru-paru di ekstrasi dari latar belakang dan dada
dari citra CT scan menggunakan algoritma region
growing. Pada langkah kedua, wilayah paru-paru
diperhalus menggunakan algoritma k-means clustering
yang dimodifikasi dari algoritma adaptive border
marching [4]. Ananda menggunakan metode Max-Tree
untuk membentuk pohon segmentasi sebagai representasi
nodul paru-paru di CT scan. Kemudian attribute filters
digunakan pada proses pruning tree untuk segmentasi
kontruksi Max-Tree [5].
Perbedaaan penelitian ini dengan penelitian yang
dibicarakan sebelumnya adalah pada kemampuan untuk
mempertegas tepi citra dari citra yang berbeda. Pada
penelitian ini, segmentasi citra CT yang dilakukan
menggunakan metode chain code dan operasi morfologi.
Penggunaan chain code sebelumnya pernah digunakan
untuk penelitian citra medis, hanya saja dalam kasus
klasifikasi objek pada citra medis [6].
II.
METODE CHAIN CODE DAN MORFOLOGI
MATEMATIKA
A. Median Filter
Perbaikan kualitas citra salah satunya adalah
pengurangan
derau
dapat
dilakukan
dengan
pentapisan/operasi spatial (filtering). Pada proses
pentapisan, nilai pixel baru umumnya dihitung
berdasarkan piksel tetangga. Median filter merupakan
salah satu dari tapis Non-linear.
Median filter
menghitung nilai dari setiap piksel baru, yaitu nilai piksel
pada pusat koordinat kernel dengan nilai tengah (median)
dari piksel di dalam kernel. Untuk ukuran kernel m baris
dan n kolom maka banyaknya piksel dalam kernel adalah
(m x n). Akan lebih baik ukuran kernel adalah bilangan
ganjil karena piksel pada posisi tengahnya lebih pasti
diperoleh, yaitu piksel pada posisi (m x n +1)/2. Semua
piksel tetangga harus diurut sebelum menentukan piksel
pada posisi tengah [7].
B. Penandaan Komponen terhubung
Piksel p adalah adjacent (berbatasan) ke piksel q jika
keduanya terhubung (pengertian terhubung tergantung
pada jenis keterhubungan yang digunakan). Dua
himpunan bagian citra S1 dan S2 adalah adjacent jika
beberapa piksel pada S1 adalah adjacent ke beberapa
piksel pada S2.
Suatu jalur dari piksel p dengan koordinat (x,y) ke
piksel q dengan koordinat (s,t) adalah suatu urutan atau
deretan dari piksel yang berbeda (distinct pixel) dengan
koordinat (x0, y0), (x1, y1), …, (xn, yn) dengan (x0, y0) =
(x, y) dan (xn, yn) = (s,t) adalah adjacent ke (xi-1, yi-1), 1
≤i ≥ n, dan n menyatakan panjang dari jalur.
Jika p dan q adalah piksel pada suatu himpunan
bagian citra S maka p adalah terhubung ke q dalam S bila
ada suatu jalur dalam S yang menghubungkan p ke q.
Untuk setiap piksel p dalam S, sekumpulan piksel dalam
S yang terhubung ke p disebut dengan komponen
terhubung (connected component) dari S. Sekarang
menjadi jelas bahwa dua piksel dari komponen terhubung
adalah saling terhubung satu dengan yang lainnya dan
komponen terhubung berbeda (distinct connected
component) adalah tidak saling terhubung (disjoin).
Penandaan komponen terhubung memeriksa suatu
citra dan mengelompokkan setiap piksel ke dalam suatu
komponen terhubung menurut aturan keterhubungan (4,
8, atau m-connectivity). Setiap komponen terhubung
yang saling tidak terhubung (disjoin) pada suatu citra
akan diberi tanda (label) berbeda. Memisahkan dan
memberikan tanda pada setiap komponen terhubung
maupun tidak terhubung pada suatu citra memegang
peranan sentral pada beberapa aplikasi analisis citra
secara otomatis.
Penandaan komponen terhubung dilakukan dengan
memeriksa suatu citra, piksel per piksel (dari kiri ke
kanan dan atas ke bawah) untuk mengidentifikasi area
piksel terhubung yaitu suatu area dari piksel berbatasan
yang memiliki nilai intensitas sama atau nilai intensitas
berada dalam suatu himpunan V (pada citra biner V =
{1}, pada citra keabuan himpunan V disesuaikan dengan
kebutuhan). Penandaan komponen terhubung dapat
dilakukan pada citra biner maupun citra keabuan [7].
C. Iterasi Threshold
Salah satu metode segmentasi berbasis cluster adalah
metode iterasi. Metode iterasi adalah bentuk khusus dari
K-means di mana K = 2. Metode iterasi dimulai dengan
memilih nilai batas (threshold) secara sembarang
(perkiraan) sebagai nilai awal, lalu secara iterasi nilai
tersebut diperbaiki berdasarkan sebaran nilai intensitas
citra yang bersangkutan. Nilai threshold yang baru
diharapkan akan menghasilkan pemisahan yang lebih
baik dari citra sebelumnya. Langkah-langkah dalam
menentukan nilai batas T dalam metode iterasi adalah
sebagai berikut :
• Pilih nilai T awal, biasanya dipakai nilai ratarata dari intensitas citra.
• Segmentasi citra menjadi dua daerah, misalnya
R1 dan R2 dengan menggunakan nilai T awal
sebelumnya.
• Hitung nilai rata-rata intensitas pada daerah R1
dan R2. Kedua nilai rata-rata tersebut berturutturut disebut r1 dan r2.
• Hitung nilai T baru dengan rumus T = (r1 +
r2)/2.
• Ulang langkah 2 sampai 4 sampai nilai T
tercapai. Nilai T dikatakan telah tercapai bila
nilai T tidak mengalami perubahan nilai T lagi
[7].
D. Chain Code
Chain code (kode rantai) pertama kali diperkenalkan
untuk merepresentasikan kurva digital oleh Herbert
Freeman [8]. Karena itu chain code disebut juga dengan
Freeman code, sesuai dengan nama pencetus idenya.
Menurut Freeman, skema coding untuk struktur garis
harus memenuhi 3 syarat, yaitu : (1) menjaga informasi
penting agar tidak hilang, (2) memungkinkan untuk
disimpan dan ditampilkan lagi dengan mudah dan (3)
mempermudah dalam melakukan pengoperasian atau
pengolahan yang diperlukan
Chain code digunakan untuk menggambarkan batas
obyek atau jumlah piksel yang berada dalam satu obyek.
Batas obyek direpresentasikan dengan piksel-piksel yang
saling terhubung dan memiliki nilai yang sama. Chain
code mendeskripsikan sebuah obyek dengan segmen
garis yang berurutan berdasarkan arah prioritas
penelusuran yang telah ditetapkan. Arah dari tiap segmen
direpresentasikan dengan angka tertentu. Elemen pertama
pada sebuah urutan harus memberikan informasi
mengenai posisinya sehingga rekonstruksi area atau
perhitungan luas dapat dilakukan. Chain code berjalan
dengan menelusuri piksel-piksel pada citra berdasarkan
prioritas arah yang telah ditentukan. Sebuah chain code
bisa terdiri dari 4 arah mata angin atau 8 arah mata angin
seperti pada gambar 1 [9].
Gambar 1. Chain code arah 4 mata angin dan 8 mata angin [8]
chain code umumnya telah diterima dalam
pengolahan citra digital karena menawarkan sejumlah
keuntungan. Diantaranya adalah kelebihan untuk dapat
mencari nilai dari keliling dan luas dari sebuah objek dari
chain code. Selain itu, chain code juga dapat digunakan
untuk memperhalus kontur dalam pengurangan derau [8].
E. Matematika Morfologi
Matematika Morfologi (Mathematics Morphology)
adalah sebuah metode untuk analisa citra yang didasarkan
pada teori dasar matematika yaitu teori himpunan,
dimana citra diasumsikan tersusun dari himpunan piksel
[10].
Operasi morfologi menggunakan dua input himpunan
yaitu suatu citra (pada umumnya citra biner) dan suatu
kernel. Khusus dalam morfologi, istilah kernel biasa
disebut dengan structuring elements (elemen pembentuk
struktur). SE merupakan suatu matrik dan pada umumnya
berukuran kecil. Elemen dari SE dapat bernilai 1, 0, don’t
care. Nilai don’t care biasanya ditandai dengan nilai
elemen dikosongkan atau diberi tanda silang.
Ada dua operasi dasar morfologi yaitu dilasi dan
erosi. Kedua operasi dasar tersebut menjadi basis untuk
membuat berbagai operasi morfologi yang sangat
berguna untuk pengolahan citra digital, seperti opening,
closing, hit and miss transform, thinning, dan thickening
[7]. Operasi dilasi A dengan B dapat dinyatakan sebagai
berikut :
D(A, B) = A ⊕ B = { x : Bx ∩ A ≠ ϕ }
(1)
Operasi erosi dapat dinyatakan sebagai berikut :
E(A, B) = A Θ B = { x : Bx ⊆ X}
III.
(2)
PERANCANGAN DAN PEMBAHASAN
Tahap-tahap yang dilakukan pada penelitian ini
dapat diilustrasikan pada blok diagram gambar 2.
Input citra CT scan paruparu
Perbaikan kualitas citra
Pengurangan derau citra
Ekstrasi objek paru-paru
Menghilangkan latar dari
citra
Deteksi tepi citra dengan
chain code
Gambar 2. Blok diagram sistem
Tahap awal penelitian ini adalah menyediakan citra
CT scan paru-paru Langkah berikutnya adalah
melakukan median filter. Median filter ini dilakukan
dengan tujuan untuk mengurangi noise yang ada. Dengan
mengurangi jumlah noise akan menghasilkan citra
dengan kualitas yang lebih baik untuk melakukan proses
selanjutnya.
Tahap selanjutnya adalah menghilangkan latar
belakang citra. Langkah-langkahnya antara lain:
mengubah citra masukan menjadi citra biner. Pengubahan
citra menjadi citra biner menggunakan metode iterasi
threshold. Selanjutnya bagian objek citra biner yang
menyentuh border dihilangkan, sehingga menyisakan
bagian paru-paru saja. Teknik Connected component
labeling digunakan untuk mengetahui objek yang
menyentuh border citra. Setelah itu tepi citra objek paruparu diperhalus menggunakan operasi morfologi opening.
Opening merupakan proses erosi citra baru kemudian
diikuti proses dilasi citra. Persamaan opening dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Opening = A ο B = (A Θ B) ⊕ B
(3)
Proses opening selain memperhalus tepi objek pada
citra juga dapat menghilangkan noise
pada citra.
Langkah selanjutnya adalah untuk menghilangkan atau
menutup lubang yang terdapat pada bagian objek paruparu dengan operasi morfologi closing. Closing
merupakan kebalikan dari opening, yaitu proses dilasi
citra diikuti proses erosi citra. Persamaannya dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Closing = A • B = (A ⊕ B) Θ B
(4)
Tahap berikutnya deteksi tepi citra. Langkah awal
pada tahap ini adalah menetapkan piksel awal. Piksel awal
dapat dicari dengan iterasi nilai piksel citra. Iterasi
dilakukan dari sudut kiri atas citra dan berhenti setelah
menemukan piksel bernilai 1. Piksel tersebut kemudian
dijadikan sebagai piksel awal. Setelah itu, dilakukan
pencarian piksel tetangga. Piksel tetangga ditelusuri
berdasarkan arah jarum jam. Begitu piksel tetangga
ditemukan lokasi nilai dari piksel sebelumnya disimpan
dan diberi nilai arah chain code 8 mata angin. Kemudian
posisi berpindah ke piksel tetangga yang ditemukan
sebelumnya dan melakukan pencarian terhadap piksel
tetangga lagi sampai kembali ke posisi piksel awal.
Berikutnya ekstrasi bagian paru-paru yang dilakukan
menggunakan citra mask dan citra asli. Citra mask
merupakan citra biner hasil penutupan lubang dengan
operasi morfologi closing. Citra mask dengan nilai piksel
satu atau berwarna putih akan menampilkan piksel dari
citra asli, sedangkan citra mask dengan nilai piksel nol
atau berwarna hitam nilai pikselnya tetap.
Kemudian tahap terakhir adalah perbaikan kualitas
citra, yaitu memperjelas atau mempertajam spons pada
paru-paru yang berbentuk jaringan dengan operasi
morfologi. Operasi morfologi yang digunakan adalah
operasi tophat. Operasi morfologi tophat sendiri
merupakan perbedaan antara citra dengan opening dari
citra itu sendiri yang dirumuskan dalam persamaan
berikut :
Tophat = A – (A ο B)
IV.
pada gambar 4. Secara visual terlihat citra biner dengan
median filter menghasilkan derau yang lebih sedikit
dibanding kan dengan citra biner tanpa melakukan
median filter.
(5)
HASIL DAN DISKUSI
Pada penelitian ini, citra CT scan paru-paru
disegmentasi bagian tepinya menggunakan metode chain
code dan operasi morfologi. Pengujian dari metode ini
dicoba pada slice gambar CT scan paru-paru dari data
citra medis umum yang bebas digunakan yaitu Lung
Image Database Consortium of National Cancer Institute
[11]. Berikut adalah beberapa sampel gambar yang telah
diujikan.
Gambar 4. Citra biner dengan median filter dan tanpa median
filter
Tahapan berikutnya adalah mengubah citra menjadi
citra biner dengan metode iterasi threshold. Dengan
metode ini, nilai threshold pada citra didapat secara
otomatis. Iterasi threshold dapat mengubah citra menjadi
citra biner dengan baik, dimana objek paru-paru dapat
tersegmentasi dengan bagian lain yang berada disekitar
objek paru-paru. Hasil citra setelah dilakukan iterasi
threshold dapat dilihat pada gambar 4.
Tahapan selanjutnya adalah membuang atau
menghilangkan objek yang menyentuh border dari citra.
Teknik Connected component labeling digunakan untuk
mengetahui objek tersebut. Pada gambar CT scan setelah
objek yang menyentuh border dihilangkan, maka bagian
yang tampak adalah bagian paru-paru kanan dan kiri.
Selain itu, pada gambar 5 terdapat beberapa objek kecil
yang tersisa. Objek-objek tersebut merupakan objek yang
bukan merupakan objek yang menyentuh tepi atau border
dari citra atau merupakan bagian yang terpisah dan bukan
merupakan objek yang terhubung ke objek yang
menyentuh tepi atau border pada citra. Objek tersebut
menjadi noise pada citra tersebut. Akan tetapi, tidak
semua citra hasil pengujian memiliki noise pada tahapan
ini. Hal ini dapat dilihat dari 10 buah citra yang diujikan,
9 dari 10 buah citra memiliki noise.
Gambar 3. Hasil pengujian pada beberapa sampel CT Scan Paru
Proses pengolahan citra yang pertama dilakukan
adalah pengurangan derau. Pengurangan derau dilakukan
dengan median filter. Median filter penting dilakukan
sebelum kita melanjutkan ke proses pengolahan citra
selanjutnya. Dengan melakukan proses pengurangan
derau, maka proses citra selanjutnya akan menghasilkan
kualitas yang lebih baik. Median filter cocok digunakan
untuk citra yang memiliki noise salt and pepper. Seperti
halnya pada citra CT scan paru-paru yang akan dijadikan
citra biner, maka median filter cocok untuk mengurangi
noise pada citra ini. Hasil citra biner dengan pengurangan
derau median filter dan tanpa median filter dapat dilihat
Gambar 5. Citra biner tanpa objek menyentuh border
Apabila diamati citra biner pada gambar 4 yang telah
dilakukan pengurangan derau dengan median filter
sebelumnya dengan citra pada gambar 5, maka dapat
dilihat derau yang terdapat pada gambar 5 merupakan
objek yang terpisah atau tidak terhubung dengan objek
yang menyentuh tepi atau border dari citra.
Tahapan berikutnya adalah penghalusan tepi citra
menggunakan operasi morfologi opening. Morfologi
opening dalam proses ini menggunakan structuring
elements disk dengan ukuran 3x3 sebanyak dua kali. Hal
ini dikarenakan karena apabila hanya sekali, maka noise
yang dihilangkan lebih kecil atau juga tidak bisa
menghilangkan noise dengan ukuran yang lebih besar.
Bentuk structuring elements disk memberikan efek tepi
citra yang lebih halus. selain memperhalus tepi citra
operasi morfologi opening juga dapat menghilangkan
noise yang tersisa pada tahapan sebelumnya. Ukuran
structuring
elements
yang
diberikan
dapat
menghilangkan noise yang berukuran kecil. Hasil
pengujian pada tahapan ini dapat dilihat pada gambar 6
berikut.
Proses selanjutnya adalah deteksi tepi dengan
metode chain code. Tepi citra yang didapat hasil ini
disimpan dalam sebuah matriks mapping dan tampak
seperti pada gambar 8. Tepi objek yang didapat pada
gambar 8 ada dua yaitu bagian tepi objek paru-paru
kanan dan kiri. Tepi yang didapat memberikan hasil yang
tampak halus di sepanjang kontur objek paru-paru.
Metode ini memberikan hasil dari tepi citra dengan objek
tertutup seperti sebuah rantai, sesuai dengan namanya
chain code yang berarti kode rantai dalam bahasa
Indonesia.
Gambar 8. Citra hasil deteksi tepi
Gambar 6. Citra setelah dilakukan opening
Tahapan berikutnya penutupan lubang pada objek
paru-paru menggunakan operasi morfologi closing.
Morfologi closing menggunakan structuring elements
square dan diamond dengan ukuran sepuluh. Ukuran
structuring elements yang digunakan setelah diujikan
dapat menutupi lubang dengan baik pada sebagian besar
citra CT scan paru. Akan tetapi, pada citra lainnya ukuran
structuring elements yang digunakan terlalu besar
sehingga bagian paru-paru kanan dan kiri menyatu. Hal
ini dapat menyebabkan atau memberikan informasi yang
salah. Adapula citra yang lubangnya tidak tertutup
dengan baik karena ukuran structuring elements dianggap
terlalu kecil. Hal ini dapat menghilangkan sebagian besar
informasi yang penting pada citra. Hasil citra pada
tahapan ini yang berhasil dapat dilihat pada citra gambar
7 yang telah diujikan.
Citra yang telah melalui tahapan ini memberikan
citra bagian objek paru berwarna putih atau bernilai biner
1. Hasil citra ini menampakkan secara jelas mana bagian
dari objek paru-paru kanan dan kiri. Setelah selesai
memprosesan citra pada tahap ini, tahap selanjutnya
adalah deteksi tepi dari objek paru-paru pada citra.
Gambar 7. Citra setelah dilakukan closing
Tahapan berikutnya adalah ekstrasi paru-paru yang
hasilnya tampak seperti pada gambar 9. Pada tahap ini
digunakan citra mask dari tahapan penutupan lubang
sebelumnya. Jadi hasil ekstrasi citra sangat tergantung
dari citra mask yang dihasilkan. Tepat atau tidaknya
objek yang tersegmentasi dan tampak dari hasil ekstrasi
dipengaruhi oleh proses operasi morfologi closing
sebelumnya.
Citra 9. Citra hasil ekstrasi
Tahapan selanjutnya adalah memperjelas atau
mempertajam spons pada paru-paru yang berbentuk
jaringan dengan operasi morfologi tophat. Jenis
structuring elements yang digunakan adalah disk
sebanyak dua kali untuk memberikan efek penajaman
yang tidak menghilangkan bagian sponsnya, karena
apabila terlalu kecil maka spons paru-paru yang
dihasilkan akan sangat halus atau bahkan tidak tampak.
Hasil pengujian dapat dilihat pada gambar 10.
Dari hasil pengujian tersebut dapat kita lihat secara
visual bahwa tepi yang diperoleh sangat halus. Selain itu
gambar latar dari citra juga dapat dihilangkan sehingga
focus mata lebih tertuju ke bagian paru-paru.
V.
Gambar 10. Citra hasil tophat
Uji coba dilakukan terhadap 30 buah citra yang
berbeda dari 3 pasien dengan masing-masing pasien 10
buah citra. Berdasarkan hasil pengujian yang didapat
terdapat 7 buah citra yang paru-paru kanan dan kiri
menyatu seperti tampak pada gambar 11, sebagai akibat
dari pengggunaan ukuran structuring elements pada
operasi morfologi closing yang terlalu besar. Sehingga
mendapatkan error sebesar 23.3%. Berdasarkan hasil
pengamatan citra CT paru-paru yang bagian paru-paru
kanan dan kirinya menyatu adalah citra yang objek paruparu kanan dan kirinya memiliki jarak yang sangat
berdekatan seperti tampak pada gambar 12, sehingga
pada proses operasi morfologi closing kedua objek
tersebut menyatu.
KESIMPULAN DAN STUDI PENGEMBANGAN
Penggunaan metode chain code dan operasi morfologi
dalam segmentasi tepi citra CT scan paru-paru
mendapatkan hasil dengan visual deteksi tepi yang halus
dan tidak mereduksi bagian bagian dalam citra CT
sehingga tepi objek yang menjadi tujuan menjadi lebih
tegas dibanding dengan keadaan citra aslinya yang masih
terdapat objek objek rongga dada lainnya dari hasil
pengambilan gambar asli CT Scan Paru-paru. Hasil citra
pada penelitian ini kedepannya dapat digunakan sebagai
langkah alternative pemrosesan citra medis paru-paru,
yaitu untuk mendeteksi adanya nodul yang berguna
sebagai parameter pembantu dalam mendeteksi ada atau
tidaknya penyakit di paru-paru, seperti kanker.
PENGHARGAAN
Terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam
penelitian ini yaitu penyedia data CT scan Lung Image
Database Consortium of National Cancer Institute dan
kepada Politeknik Caltex Riau khususnya untuk program
studi Teknik Informatika.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
Gambar 11. Citra hasil yang bagian paru-paru kanan dan kiri
menyatu
Gambar 12. Citra CT asli paru-paru yang bagian paru-parunya
berdekatan
Selain itu terdapat 4 buah citra yang masih
terdapat derau diluar objek paru-paru. Dengan demikian
error yang dihasilkan oleh derau sebesar 13.3 % yang
didapat dari ujicoba 30 buah citra. Citra CT hasil yang
masih memiliki derau tersebut tampak seperti pada
gambar 13.
Gambar 13. Citra hasil yang masih memiliki derau
World Health Organization. (Oktober 2011). Cancer. Diambil 8
Desember
2011
dari
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs297/en/index.html
[2] Armato, Samuel G., Giger, Maryellen L., Moran, Catherine J.,
Blackburn, James T.,
Doi, Kunio., Macmahon, Heber.
(1999). Imaging & Therapeutic Technology. Computerized
Detection of Pulmonary Nodules on CT Scans. hal.1303-1311.
[3] Hu, Shiying., Hoffman, Eric A. and Reinhardt, Joseph M. (2001).
IEEE Transactions on Medical Imaging. Automatic Lung
Segmentation for Accurate Quantitation of Volumetric X-Ray CT
Images. 20(6), hal.490-498.
[4] Iqbal, Saleem,. Iqbal, Khalid. (2011). International Journal of
Academic Research.
Lungs
Segmentation
for
ComputerAided Diagnosis. 3(5), hal.161-166.
[5] Ananda. (2012). Segmentasi Nodul pada Citra Computed
Tomography Paru-Paru
Menggunakan Max-Tree dan Atribute
Filters. Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
[6] Bertalya, Prihandoko, Kusuma, Tb. Maulana. (2008). Seminar
Ilmiah Ilmu Komputer
Nasional. Klasifikasi Citra X-Ray
Menggunakan Kode Freeman.
[7] Putra, Darma. (2010). Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta:
Penerbit ANDI.
[8] Shabab, Walid., Al-Otum, Hazem and Al-Ghoul, Farouq. (2009).
The International
Arab
Journal
of
Information
Technology. A Modified Chain Code Algorithm for
Object
Segmentation and Contour Tracing. 6(3), hal.250-257.
[9] Gonzalez, Rafael C. dan Woods, Richard E. (2002). Digital Image
Processing ( 2nd ed ). New Jersey: Prentice Hall.
[10] Dougherty, Geoff. (2009). Digital Image Processing for Medical
Applications. Unites
States of America: Cambridge
University Press.
[11] Lung Images Database Consortium, National Cancer Institute,
http://imaging.nci.nih.gov/.