View of TINJAUAN ALINEMEN VERTIKAL PADA JALAN LINGKAR NAGREG

  TINJAUAN ALINEMEN VERTIKAL PADA JALAN LINGKAR NAGREG

  Oleh: Samun Haris & Yuanita

  Abstrak

  Sejak dioperasikannya Jalan Lingkar Nagreg di Kabupaten Bandung, acapkali ditemukan adanya permasalahan pada jalan tersebut terutama pada geometriknya yang berkaitan dengan alinemen vertikal, antara lain terjadi peristiwa insidentil kendaraan angkutan berat yang tidak dapat mendaki dengan sempurna. Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi tingkat kenyamanan dari ruas Jalan Lingkar Nagreg tersebut, khususnya di lokasi rawan kejadian yaitu pada Sta. 3+065 dan di Sta. 4+012, berpedoman kepada Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota Nomor 38/T/BM1997. Hasil evaluasi menyimpulkan ditemukan permasalahan yang berpotensi akan sering timbul sehubungan kelandaian jalan yang berada pada kisaran 10% yang secara faktual dipandang belum dapat mengakomodasi secara optimal ketentuan alinemen vertikalnya.

  Kata Kunci: Jalan Lingkar Nagreg, Aspek Geometrik, Kelandaian

  PENDAHULUAN

  Jalan adalah prasarana transportasi darat, memiliki peranan penting dalam melayani distribusi baik orang maupun barang terutama dalam mendukung aktivitas ekonomi. Perjalanan diharapkan dapat terselenggara secara aman, cepat, lancar, dan dengan biaya yang murah yang dapat terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. Setiap jalan dengan fungsi tertentu harus dibangun dengan dimensi tertentu untuk mengakomodir jumlah dan beban kendaraan yang akan melaluinya dengan kecepatan tertentu.

  Jalan Nagreg merupakan jalan antar kota di lintas tengah Provinsi Jawa Barat yang yang menghubungkan ruas jalan Cileunyi–Nagreg dengan Ruas Jalan Nagreg yang menuju arah ke Kabupaten Garut dan yang menuju arah ke Kabupaten Taikmalaya serta arah tujuan ke daerah Jawa Tengah.. Pembangunan baru Jalan Lingkar Nagreg di Kabupaten Bandung bertujuan untuk memberikan kelancaran, keamanan, dan kenyamanan bagi para pengguna jalan serta diharapkan dapat meningkatkan aktivitas perekonomian masyarakat. Berdasarkan catatan kejadian di lapangan, beberapa permasalahan acapkali terjadi pada jalan tersebut berkaitan alinemen vertikal sehubungan dengan kelandaian jalan yang ada, khususnya pada Sta 3+065 dan Sta 4+012, sehingga perlu dilakukan langkah evaluasi kesesuaiannya dengan ketentuan normatif dalam Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota Nomor 038/T/BM/1997.

  KEPUSTAKAAN

  Klasifikasi jalan menurut fungsi jalan terbagi atas: (1) jalan arteri; (2) jalan kolektor; dan (3) jalan lokal (Pemerintah Republik Indonesia, 2006). Klasifikasi jalan menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan jalan untuk menerima beban lalu lintas yang dinyatakan dalam Muatan Sumbu Terberat (MST) dalam satuan ton (Ditjen Bina Marga, 1990). Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar kemiringan medan yang diukur tegak lurus garis kontur, sedangkan keseragaman kondisi medan yang diproyeksikan harus mempertimbangkan keseragaman kondisi medan menurut rencana trase jalan. Kendaraan rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius putarnya dipakai sebagai acuan dalam perencanaan geometrik, dikelompokkan ke dalam 3 kategori: (1) kendaraan Kecil, diwakili oleh mobil penumpang; (2) kendaraan Sedang, diwakili oleh truk 3 as tandem atau oleh bus besar 2 as; (3) Kendaraan Besar, diwakili oleh truk- semi-trailer.

  Volume Lalu Lintas Harian Rencana (VLHR) adalah prakiraan volume lalu lintas harian pada akhir tahun rencana. Lalu lintas dinyatakan dalam Equivalen Mobil Penumpang (EMP)/hari. Volume Jam Rencana (VJR) adalah prakiraan volume lalu lintas pada jam sibuk tahun rencana lalu lintas, dinyatakan dalam EMP/jam, VJR digunakan untuk menghitung jumlah lajur jalan dan fasilitas lalu lintas lainnya yang diperlukan. Kecepatan rencana kendaraan atau V

  d

  ht

  Jarak pandang henti terdiri atas 2 elemen jarak, yaitu: (a) Jarak tanggap (J

  ) adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap pengemudi untuk menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat adanya halangan di depan. Setiap titik di sepanjang jalan harus memenuhi jarak pandang henti. Jarak pandang henti diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 cm dan tinggi halangan 15 cm diukur dari permukaan jalan.

  h

  Jarak pandang henti (J

  yaitu jarak pandang yang dibutuhkan untuk dapat mendahului kendaraan lain yang berada pada lajur jalannya dengan menggunakan lajur arah yang berlawanan.

  yaitu jarak pandang yang dibutuhkan untuk menghentikan kendaraannya; (b) Jarak pandang mendahului atau J

  R

  h

  Keamanan dan kenyamanan pengemudi kendaraan untuk dapat melihat dengan jelas dan menyadari situasinya pada saat mengemudi, sangat tergantung pada jarak yang dapat dilihat dari tempat kedudukannya. Panjang jalan di depan kendaraan yang masih dapat dilihat dengan jelas diukur dari titik kedudukan pengemudi disebut jarak pandang, yaitu suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi pada saat mengemudi sedemikian sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan yang membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk menghindari bahaya tersebut dengan aman. Berdasarkan kegunaannya jarak pandang dapat dibedakan atas: (a) Jarak pandang henti atau J

  suatu segmen jalan dapat diturunkan dengan syarat bahwa penurunan tersebut tidak lebih dari 20 km/jam.

  R

  V R untuk masing masing fungsi jalan ditetapkan secara normatif. Untuk kondisi medan yang sulit, V

  pada suatu ruas jalan adalah kecepatan yang dipilih sebagai dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan- bergerak dengan aman dan nyaman..

  ), adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak pengemudi melihat suatu halangan yang menyebabkan ia harus berhenti sampai saat pengemudi menginjak rem; dan (b) Jarak

  • J

  • d
  • d
  • d

  ; d

  2

  T

  

R

  = 0,278 V

  2

  2

  = jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kembali ke lajur semula (m): d

  "; d

  .T !

  VR – m

  waktu tanggap (m): 0,278

  1 = jarak yang ditempuh selama

  d

  3

  3

  = jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan yang datang dari arah berlawanan setelah proses mendahului selesai (m): d

  ; T2= waktu kendaraan berada di jalur lawan (detik): ∞ 6,56 + 0,048 V

  Alinemen Vertikal

  ; m= perbedaan kecepatan dari kendaraan yang mendahului dan kendaraan yang didahului (biasanya diambil 10 – 15 km/jam).

  R

  2,052 + 0,0036 V

  ; a= percepatan rata-rata (km/jam/detik); ∞

  R

  R

  = antara 30 – 90; d

  = waktu reaksi tanggap (detik): ∞ 2,12 + 0,026 V

  1

  T

  2 (m).

  = jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang dari arah berlawanan, yang besarnya diambil sama dengan 2/3 d

  4

  4

  3

  2

  ; fp = koefisien gesek memanjang perkerasan jalan aspal, ditetapkan 0,35-0,55. Persamaan dapat disederhanakan menjadi: (a) Untuk jalan datar: J

  pengereman (J

  hr

  ), adalah jarak yang dibutuhkan untuk menghentikan kendaraan sejak pengemudi menginjak rem sampai kendaraan berhenti. Jarak pandang henti dalam satuan meter, dapat dihitung dengan rumus: J

  h

  = J

  ht

  hr

  =

  V R ,

  T +

  VR , F

  V R = kecepatan rencana (km/jam);

  T = waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik; g = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/det

  2

  h

  l

  T +

  = d

  

d

  ) adalah jarak yang memungkinkan suatu kendaraan mendahului kendaraan lain di depannya dengan aman sampai kendaraan tersebut kembali ke lajur semula. Jarak pandang mendahului diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 cm dan tinggi halangan adalah 105 cm. Formulasi jarak pandang ( m): J

  d

  ; L = landai jalan dalam %. Jarak pandang mendahului (J

  V R P L

  R

  = 0,278 V

  = 0,278 V

  h

  ; (b) Untuk jalan dengan kelandaian tertentu: J

  V R P

  T +

  R

  Alinemen vertikal adalah perencanaan elevasi sumbu jalan pada setiap titik yang ditinjau atau berupa profil memanjang. Pada perencanaan alinemen vertikal akan ditemui kelandaian positif yang berupa tanjakan dan kelandaian negatif yang berupa turunan, sehingga kombinasinya berupa lengkung cembung dan lengkung cekung. Di samping kedua lengkung tersebut, ditemui pula kelandaian = 0 atau datar. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh keadaan topografi yang dilalui rute jalan rencana. Untuk menghitung dan merencanakan lengkung vertikal, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) Karakteristik Kendaraan pada Kelandaian. Hampir seluruh kendaraan penumpang dapat berjalan baik dengan kelandaian 7% – 8% tanpa ada perbedaan dibandingkan pada bagian datar. Pengamatan menunjukkan bahwa untuk mobil penumpang pada kelandaian 3% hanya sedikit sekali pengaruhnya dibandingkan dengan jalan datar. Sedangkan truk, kelandaian akan lebih besar pengaruhnya; (2) Kelandaian maksimum, ditentukan untuk berbagai variasi kecepatan rencana dimaksudkan agar kendaraan penuh, mampu bergerak dengan dapat bergerak terus tanpa kehilangan kecepatan tidak kurang dari separuh kecepatan yang berarti. Kelandaian kecepatan semula tanpa harus maksimum (Tabel 1) didasarkan pada menggunakan gigi rendah. kecepatan truk yang bermuatan

  Tabel 1 Kelandaian Maksimum yang Diizinkan V (km/jam) 120 110 100

  80

  60

  50 40 <40

  R Kelandaian

  3

  3

  4

  5

  8

  9

  10

  10 Maksimum (%) Pada jalan yang menggunakan kerb Panjang kritis suatu kelandaian pada tepi perkerasannya, perlu dibuat diperlukan sebagai batasan panjang kelandaian minimum 0,5% untuk kelandaian maksimum (Tabel 2) agar keperluan kemiringan saluran pengurangan kecepatan kendaraan samping, karena kemiringan tidak lebih dari separuh V . Lama

  R

  melintang jalan dengan kerb hanya perjalanan pada panjang kritis tidak cukup untuk mengalirkan air ke lebih dari satu menit. samping.

  Tabel 2 Panjang Kelandaian Maksimum (Sumber : Ditjen Bina Marga, 1997) Kecepatan pada awal Kelandaian (%) tanjakan (km/jam)

  4

  5

  6

  7

  8

  9

  10

  80 630 460 360 270 230 230 200 60 320 210 160 120 110

  90

  80 Lengkung vertikal direncanakan untuk merubah secara bertahap perubahan dari dua macam kelandaian arah memanjang jalan pada setiap lokasi yang diperlukan. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi goncangan akibat

  Gambar 1 Tipikal Lengkung

  perubahan kelandaian dan

  Vertikal Berbentuk Parabola

  menyediakan jarak pandang henti

  (Sumber: Hendarsin, 2000)

  yang cukup, untuk keamanan dan kenyamanan.

  Persamaan untuk lengkung simetris yang digunakan: Lengkung vertikal terdiri dari dua L . L .

  ! ! x = =

  jenis yaitu lengkung cembung dan

  # A !

  lengkung cekung. Tipikal lengkung L . L .

  ! ! y = = vertikal seperti pada Gambar 1.

  ! # A x = jarak dari titik P ke titik yang

  ditinjau pada Sta. (m);

  = perbedaan elevasi antara titik P

  y

  dan titik yang ditinjau pada Sta (m);

  L= panjang lengkung vertikal parabola, yang merupakan jarak proyeksi dari titik P dan titik Q, (Sta); g = kelandaian tangen titik P

  1

  (%); g = kelandaian tangen titik Q (%); (g ± g ) = A = perbedaan

  1

2 Cembung Untuk J < L

  h aljabar untuk kelandaian (%). (Sumber: Hendarsin, 2000)

  Kelandaian menaik atau pendakian diberi tanda (+), sedangkan kelandaian menurun atau penurunan diberi tanda (−). Ketentuan pendakian atau penurunan ditinjau dari kiri: Ev

  A . L

  = Untuk : x= ½ L y= Ev

  %&amp;&amp; Gambar 3 Lengkung Vertikal Cembung Untuk J &gt; L h Lengkung Vertikal Cembung (Sumber: Hendarsin, 2000)

  Ketentuan tinggi untuk lengkung Panjang lengkung vertikal cembung cembung sebagaimana Tabel 3.

  (L), sebagaimana Gambar 2 dan Gambar 3, yang diperoleh dari rumus

  Tabel 3 Ketentuan Tinggi Untuk

  berdasarkan J pada umunya akan

  d Jenis Jarak Pandang

  menghasilkan L lebih panjang

  (Sumber : Ditjen Bina Marga,

  daripada jika menggunakan rumus

  1997)

  berdasarkan J . Untuk menghemat

  h h 1 (m) h 2 (m) biaya L dapat ditentukan dengan Untuk Jarak

  Tinggi Tinggi

  rumus berdasarkan J dengan

  h Pandang Mata Obyek

  konsekuensi kendaraan pada daerah

  Henti (J ) 1,05 0,15 h

  lengkung cembung tidak dapat

  Mendahului (J ) 1,05 1,05 d mendahului kendaraan di depannya.

  Lengkung Vertikal Cekung

  a. :

  h

  Panjang L, berdasarkan J 2 Tidak ada dasar yang dapat

  A . J h

  J &lt; L, maka : L =

  h

  digunakan untuk menentukan panjang

  399

  lengkung cekung vertikal (L),

  399

  J &gt; L, maka : L = 2 J −

  h h

  sebagaimana Gambar 4 dan Gambar

  A

  5, akan tetapi ada empat kriteria sebagai pertimbangan yang dapat b. :

  d

  Panjang L, berdasarkan J 2 digunakan, yaitu : (a) Jarak sinar

  A . J d

  J &lt; L, maka : L =

  d

  lampu besar dari kendaraan; (b)

  840

  Kenyamanan pengemudi; (c)

  840

  J &gt; L, maka : L = 2 J − Ketentuan drainase; (d) Penampilan

  d d A secara umum. g 14 = 1,0000% PVI 14 g 15 = -11,000% PLV 14 x x PTV 14 Y A Y B PPV 14 EV Lv

  Jh = + =

  Gambar 6 Lengkung Vertikal PPV

  Jarak pandang henti

  = 0,200 m

  = 0,800 m; X= × Lv = × 53,333 = 13,333 m; Y= =

  = 0,6 × 40 = 24 m; (b) Berdasarkan syarat drainase: Lv= 40 × A = 40 × 12 = 480 m; (c) Berdasarkan syarat pengurangan goncangan: Lv= = = 53,333 m; diambil nilai Lv yang efisien= 53,333 m; Ev= =

  R

  = +1,000% − (−11,000%) = +12,000% (Lv Cembung) Menghitung Panjang Lengkung Vertikal: (a) Berdasarkan syarat keluwesan bentuk: L= 0,6 × V

  15

  14

  = +1,000% A= g

  14

  = −11,000%; g

  15

  = 40 km/jam; g

  14 Data: V R

  (Gambar 6) adalah sebagai berikut:

  14

  Perhitungan PPV

  14 .

  Sta. 3+065 merupakan titik yang berada pada kelandaian sebesar −11,000% dengan mendekati PPV

  DATA DAN PEMBAHASAN

  • METODE PENELITIAN
  • (X ×g

  Penelitian yang dilakukan adalah bersifat kausal komparatif terhadap data-data yang diperoleh dari Kantor Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu Perencanaan Dan Pengawasan Jalan Nasional Provinsi Jawa Barat, yaitu berupa data teknik pendukung geometrik yang menunjukkan keadaan langsung dari ruas Jalur Lingkar Nagreg, dan informasi lisan mengenai kejadian di lokasi terkait dari Kantor Kepolisian Sektor Nagreg. Penelitian ini dilakukan dengan beberapa metode perhitungan geometrik jalan raya berupa alinemen vertikal. Metode evaluasi berpedoman kepada Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota Nomor 38/T/BM/1997

  h

  &gt; L, maka : L = 2 J

  h

  3,5J 120 A.J

  &lt; L, maka : L = h 2 h

  h

  Tinggi lampu besar kendaraan = 0,60 m dan sudut bias = 1º, sehingga diperoleh hubungan praktis: J

  Gambar 4 Lengkung Vertikal Cekung Untuk J h &lt; L (Sumber: Hendarsin, 2000) Gambar 5 Lengkung Vertikal Cekung Untuk J h &gt; L (Sumber: Hendarsin, 2000)

  • J
    • – g

  • –Y

  • 844,933 m Elevasi PPV

  • – Ev=

  1 + d 2 + d 3 + d 4 = 23,036 +

  14

  14

  14

  )

  A

  = +845,000 + (13,333×0,01) – 0,200 = +845,000 + 0,133 – 0,200 =

  • 845,000 – 0,800 = +844,200 m Elevasi Y

  B

  = Elevasi PPV

  14

  A

  = elevasi PPV

  14

  − (X ×g

  = elevasi PPV

  • –Y
    • 843,333 m Elevasi PTV

  14

  Elevasi Y

  ) = +845,000 + (½ 53,333 × 0,01) =+845,000+ 0,267=+845,267 m

  14

  )

  = elevasi PPV

  14

  Elevasi PLV

  Elevasi Lengkung Vertikal

  = 340,398 m L &gt; Lv → 340,398 &gt; 53,333. Maka perlu dipasang rambu dilarang mendahului.

  1

  6 &amp;

  = (2×210,199) x

  3

  6 &amp;

  94,298 + 30 + 62,865 = 210,199 m Jd &gt; Lv → 210,199 &gt; 53,333 m. L = 2Jd x

  15

  14

  B

  )= +845,000−(½ 53,333× 0,11) = +845,000–2,933=+842,067 m

  = +845,000 − (13,333×0,11) – 0,200 = +845,000 – 1,467 – 0,200 =

  = elevasi PPV

  14

  − (½ Lv×g

  15

2 T

  Stasioning

  • X =
  • ½ Lv = (3+025,000) + ½ 53,333 = (3+025,000) + 26,667 = 3+051,667 Sta Y

  = Sta PTV

  PTV 20 PPV 20 g 15 = -11,000% PVI 20 EV Y A g 14 = -0,500% PLV 20 Y B x

  20 Lv x

  Gambar 7 Lengkung Vertikal PPV

  (Gambar 7) adalah sebagai berikut:

  20

  Perhitungan PPV

  20 .

  − X = (3+051,667) – 13,333 = 3+065,000 Sta. 4+012 merupakan titik yang berada pada kelandaian sebesar −11,000% dengan mendekati PPV

  14

  B

  Sta PPV

  14

  = Sta PPV

  14

  = ⅔ × 94,298 = 62,865 m Jd= d

  14

  = Sta PLV

  A

  (3+025,000) − ½ 53,333 = (3+025,000) – 26,667 = 2+998,333 Sta Y

  14 = Sta PPV 14 − ½ Lv =

  = 3+025,000 Sta PLV

  14

  (2+998,333) + 13,333 = 3+011,666 Sta PTV

  = 30 m; d

  2

  = 0,278 × T

  3

  ; d

  2

  × T

  R

  = 0,278 × V

  2

  2; ; d

  &lt;,= !

  : ;

  9

  08

  ×

  1

  1

  4

  d

  1 + d 2 + d 3 + d 4;

  Jd = d

  Jarak pandang mendahului

  = 64,547 m; L &gt; Lv → 64,547 &gt; 53,333. Tidak aman.

  66

  1 , , 7

  =

  66

  3,45

  L =

  2 = 27,8 + 18,527 = 46,327 m; Jh &lt; Lv → 46,327 &lt; 53,333 m.

  &amp; , &amp;, #&amp;,&amp;1

  = '0,278 , 40 , 2,5/ +

  = antara 30 – 100 m; d

  = ⅔ × d

  = ⅔ × d

  08

  4

  3

  = 0,278 × 40 × 8,48 = 94,298 m; d

  2

  × T

  R

  = 0,278 × V

  2

  2 = 23,036 m d

  ,16 , ,1

  2= 0,278 × 3,16 × 040 : 10

  &lt;,=

!

  : ;

  9

  ×

  1

  1

  = 0,278 × T

  1

  ) = 2,052 + (0,0036 × 40) = 2,196 detik m = antara 10 – 15 km/jam, diambil 10 km/jam d

  R

  A = 2,052 + (0,0036 × V

  ) = 6,56 + (0,048 × 40) = 8,48 detik

  R

  = 6,56 + (0,048 × V

  2

  T

  ) = 2,12 + (0,026 × 40) = 3,16 detik

  R

  = 2,12 + (0,026 × V

  • (½ Lv ×g
  • – g

  − (½ Lv ×g

  = 0,278 × 40 × 8,48 = 94,298 m; d

  2 = 23,036 m; d

  2

  = 0,278 × V

  R

  × T

  2

  3

  2= 0,278 × 3,16 × 040 : 10

  = 30 m; d

  4

  = ⅔ × d

  2

  = ⅔ × 94,298 = 62,865 m Jd= d

  1

  ,16 , ,1

  &lt;,= !

  • d
  • d
  • d

  3

  )

  20

  = elevasi PPV

  20

  = +774,500 − (12,778×0,11) – 0,184 = +774,500 – 1,405 – 0,184 =

  B

  21

  : ;

  1

  = 0,278 × T

  1

  ×

  08

  9

  2

  4

  • (½ Lv ×g

  • ?
  • 774,628 m Elevasi Y

  • (X ×g

  B

  A

  = +774,500 + (12,778×0,005) – 0,184 = +774,500 + 0,064 – 0,184 =

  20

  = Elevasi PPV

  20

  )

  = elevasi PPV

  20

  • –Y

  • 774,380 m Elevasi PPV

  • – Ev=

  • 774,500 – 0,735 = 773,765 m Elevasi Y
  • 772,911 m Elevasi PTV

  • –Y
    • d
    • d
    • d

  21

  = 23,036 + 94,298 + 30 + 62,865 = 210,199 m Jd &gt; Lv → 210,199 &gt; 51,111 m.

  = 340,398 m L &gt; Lv → 340,398 &gt; 51,111. Maka perlu dipasang rambu dilarang mendahului.

  L = 2Jd x

  6 &amp;

  3

  = (2×210,199) x

  6 &amp;

  1

  Elevasi Lengkung Vertikal

  = elevasi PPV

  Elevasi PLV

  20

  = elevasi PPV

  20

  20

  ) = +774,500 + (½ 51,111 × 0,005) = +774,500 + 0,128 =

  A

  20

  = antara 30 – 100 m; d

  ) = +774,500 − (½ 51,111 × 0,11) = +774,500–2,811=+771,689 m

  =

  , T/

  Jh= '0,278 , V R

  Jarak pandang henti

  = 0,184 m

  11, ,1 ,77% &amp;&amp;, 1,111

  =

  3,B &amp;&amp;,@ A

  × 51,111 = 12,778 m Y=

  1

  × Lv =

  1

  = 0,735 m; X=

  11, , 1,111 %&amp;&amp;

  %&amp;&amp;

  2= '0,278 , 40 , 2,5/ +

  3,@ A

  = 51,111 m; diambil nilai Lv yang efisien= 51,111 m Ev=

  &amp; ,11, &amp;

  =

  ? ,3 &amp;

  = 0,6 × 40 = 24 m; (b) Berdasarkan syarat drainase: Lv= 40 × A = 40 × 11,5 = 460 m; (c) Berdasarkan syarat pengurangan goncangan: Lv =

  R

  = +0,500% − (−11,000%) = +11,500% (Lv Cembung) Menghitung panjang Lengkung Vertikal: (a) Berdasarkan syarat keluwesan bentuk: Lv= 0,6 × V

  21

  20

  A= g

  21 = −11,000%; g 20 = +0,500%

  V R = 40 km/jam; g

  Data:

  E , FG H

  &amp; , &amp;, #&amp;,&amp;1

  = ⅔ × d

  

1

  4

  − (X ×g

  3

  d

  2

  × T

  2 = 0,278 × V R

  2; d

  &lt;,= !

  : ;

  9

  08

  ×

  = 0,278 × T

  2 = 27,8 + 18,527 = 46,327 m; Lv &lt; Jh → 46,327 &lt; 51,111 L =

  1

  d

  4;

  3

  2

  1

  Jd= d

  Jarak pandang mendahului

  = 64,547 m; L &gt; Lv → 64,547 &gt; 51,111. Tidak aman.

  66

  1 , , 7

  =

  66

  3,45

  20

2 T

  ) = 2,052 + (0,0036 × 40) = 2,196 detik m = antara 10 – 15 km/jam, diambil 10 km/jam d

  Stasioning

  − ½ Lv = (4+000,000) − ½ 51,111= (4+000,000) – 25,555 = 3+974,445

  20

  = Sta PPV

  20

  = 4+000,000 Sta PLV

  20

  Sta PPV

  1

  R

  = 2,12 + (0,026 × V

  R

  ) = 2,12 + (0,026 × 40) = 3,16 detik Sta Y = Sta PLV + X = 2.

  T

  2

  = 6,56 + (0,048 × V

  ) = 6,56 + (0,048 × 40) = 8,48 detik a = 2,052 + (0,0036 × V

  R

  A

20 Direktorat Jenderal Bina Marga,

  (3+974,445) + 12,778 = 3+987,223 1990, Panduan Penentuan Sta PTV = Sta PPV + ½ Lv = Klasifikasi Fungsi Jalan Di

  20

  20

  • (4+000,000) ½ 51,111= Wilayah Perkotaan Nomor (4+000,000) + 25,5 = 4+025,555 010/T/BNKT/1990 , Badan Sta Y B = Sta PTV

  20 − X = Penerbit Pekerjaan Umum, (4+025,555) – 12,778 = 4+012,777 Jakarta.

  SIMPULAN 3.

  Direktorat Jenderal Bina Marga, Hasil evaluasi alinemen vertikal pada

  2000, Dokumen Perencanaan lokasi rawan kejadian

  Jalan Lingkar Nagreg , Kantor

  ketidaknyamanan kendaraan angkutan Satuan Kerja Non Vertikal berat pada jalan lingkar Nagreg Tertentu Perencanaan Dan menyimpulkan: Pengawasan Jalan Nasional Provinsi Jawa Barat, Bandung.

  1. di Sta. 3+065

14 Pada PPV

  perbedaan kelandaian adalah sebesar +12,000% (cembung) dengan panjang lengkung 480 m.

  4. Hendarsin, Shirley L., 2000, Jarak pandang henti 46,327 m

  Penuntun Praktis Perencanaan

  dan jarak pandang mendahului

  Teknik Jalan Raya , Politeknik

  210,199 m; Negeri Bandung Jurusan Teknik 2. di Sta. 4+012 Sipil, Bandung.

20 Pada PPV

  perbedaan kelandaian adalah sebesar +11,500% (cembung)

  5. dengan panjang lengkung 460 m. Pemerintah Republik Indonesia,

  2006, Peraturan Pemerintah Jarak pandang henti 46,327 m

  Nomor 34 Tahun 2006 Tentang

  dan jarak pandang mendahului Jalan , Sekretariat Negara, Jakarta. 210,199 m.

  Dari hasil evaluasi tergambarkan adanya permasalahan yang terjadi pada kedua lengkung vertikal tersebut

RIWAYAT PENULIS

  yang didasarkan pada perbedaan

  Samun Haris, Praktisi Pekerjaan

  kelandaian yang melebihi ketentuan Umum Kebinamargaan serta Dosen normatif, yaitu adanya perbedaan Teknik Sipil kelandaian yang melebihi 10%.

  Yuanita, Perencana Jalan pada DAFTAR PUSTAKA

  Konsultan Perencanaan.

1. Direktorat Jenderal Bina Marga,

  1997, Tata Cara Perencanaan

  Geometrik Jalan Antar Kota Nomor 038/T/BM/1997 , Badan

  Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta.