Chapter II Penggunaan Aplikasi Sistem Resapan Biopori Terhadap Aliran Drainase Untuk Mengatasi Banjir Di Kecamatan Banda Sakti Kabupaten Aceh Utara
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Siklus Hidrologi
Siklus hidrologi (Gambar 2. 1) adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti
dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer dengan matahari sebagai wali utama
dalam proses tersebut. Komponen utama dari siklus hidrologi adalah kondensasi,
presipitasi, infiltrasi, limpasan permukaan (run off), evaporasi dan transpirasi.
Gambar 2. 1 Siklus Hidrologi (USGS)
Untuk menjaga siklus hidrologi agar komponen utamanya dapat bekerja
sebagaimana mestinya, maka perlu dipertahankan kesetimbangan melalui proses
pengisian air hujan dengan meresapkannya ke dalam pori-pori/rongga tanah, batuan
atau yang disebut dengan upaya konservasi air. Prinsip dasar konservasi air adalah
mencegah atau meminimalkan air yang hilang sebagai aliran permukaan dan
menyimpannya semaksimal mungkin ke dalam tubuh bumi. Atas dasar prinsip ini
maka curah hujan yang berlebihan pada musim hujan tidak dibiarkan mengalir ke
Universitas Sumatera Utara
6
laut tetapi ditampung dalam suatu wadah yang memungkinkan air kembali meresap
ke dalam tanah (groundwater recharge) melalui pemanfaatan air hujan dengan cara
membuat lubang resapan biopori.
2.2
Konsep Umum Infiltrasi
Infiltrasi dimaksudkan sebagai proses masuknya air ke bawah permukaan
tanah. Ini merupakan bagian yang sangat penting dalam daur hidrologi maupun
dalam proses pengalih ragaman hujan menjadi aliran sungai. Pada saat air hujan jatuh
kepermukaan tanah, sebagian air tersebut tertahan di cekungan-cekungan, sebagian
air mengalir sebagai aliran permukaan (surface run off) dan sebagian lainnya
meresap kedalam tanah. Saat hujan mencapai permukaan lahan maka akan terdapat
bagian hujan yang mengisi ruang kosong (void) dalam tanah yang terisi udara sampai
mencapai kapasitas lapang (field capacity) dan berikutnya bergerak ke bawah secara
gravitasi akibat berat sendiri dan bergerak terus ke bawah (perlocation) ke dalam
daerah jenuh (saturated zone) yang terdapat di bawah permukaan air tanah (Rusli,
2008).
2.2.1
Pengertian infiltrasi
Pengertian infiltrasi (infiltration) sering dicampuradukkan untuk kepentingan
praktis dengan pengertian perkolasi (percolation). Infiltrasi adalah proses aliran air
(umumnya berasal dari curah hujan) masuk ke dalam tanah. Perkolasi merupakan
proses kelanjutan aliran air yang berasal dari infiltrasi ke tanah yang lebih dalam dan
merupakan proses aliran air dalam tanah secara vertikal akibat gaya berat. Memang
keduanya saling berpengaruh akan tetapi hendaknya secara teoritis pengertian
keduanya dibedakan.
Universitas Sumatera Utara
7
Secara skematis, keterikatan infiltrasi dengan perkolasi dapat dijelaskan
dengan sketsa pada suatu gambar. Pada Gambar 2. 2. a yaitu skema formasi tanah
dengan lapisan atas mempunyai laju infiltrasi besar, akan tetapi lapisan bawah
mempunyai laju perkolasi rendah. Sebaliknya, pada Gambar 2. 2. b yaitu lapisan atas
dengan laju infiltrasi kecil sedangkan laju perkolasi pada lapisan bawah tinggi. Pada
kasus pertama (Gambar 2. 2. b), meskipun laju perkolasi tinggi, akan tetapi laju
infiltrasi yang memberikan masukan air dari permukaan terbatas. Oleh sebab itu,
dalam keadaan seimbang, dua keadaan ini lebih ditentukan oleh laju infiltrasi.
Demikian pula sebaliknya (Gambar 2. 2. a), laju perkolasi yang rendah menentukan
keadaan seluruhnya.
(a)
(b)
Gambar 2. 2 Skema Infiltrasi dan Perlokasi pada Dua Lapis Tanah:
a) Infiltrasi Besar dengan Perlokasi Kecil dan
b) Infiltrasi Kecil dengan Perlokasi Besar.
Dalam kaitan ini terdapat dua pengertian tentang kuantitas infiltrasi, yaitu:
a) Kapasitas Infiltrasi adalah laju infiltrasi maksimum untuk suatu jenis tanah
tertentu. Kapasitas infiltrasi terjadi ketika intensitas hujan melebihi kemampuan
tanah dalam menyerap kelembaban tanah. Sebaliknya apabila intensitas hujan
lebih kecil dari pada kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan laju
curah hujan.
Universitas Sumatera Utara
8
b) Laju Infiltrasi adalah laju infiltrasi nyata suatu jenis tanah tertentu. Laju
infiltrasi umumnya dinyatakan dalam satuan yang sama dengan satuan intensitas
curah hujan, yaitu millimeter per jam (mm/jam). Air infiltrasi yang tidak kembali
lagi ke atmosfer melalui proses evapotranspirasi akan menjadi air tanah untuk
seterusnya mengalir ke sungai disekitar.
2.2.2
Proses Infiltrasi
Salah satu proses yang berkaitan dengan distribusi air hujan yang jatuh ke
permukaan bumi adalah infiltrasi. Infiltrasi merupakan proses masuk atau
meresapnya air dari atas permukaan tanah ke dalam bumi. Jika air hujan meresap ke
dalam tanah maka kadar lengas tanah meningkat hingga mencapai kapasitas lapang.
Pada kondisi kapasitas lapang air yang masuk menjadi perkolasi dan mengisi
daerah yang lebih rendah energi potensialnya sehingga mendorong terjadinya aliran
antara (interflow) dan aliran bawah permukaan lainnya (base flow). Air yang berada
pada lapisan air tanah jenuh dapat pula bergerak ke segala arah (ke samping dan ke
atas) dengan gaya kapiler atau dengan bantuan penyerapan oleh tanaman melalui
tudung akar.
Proses infiltrasi sangat ditentukan oleh waktu. Jumlah air yang masuk
kedalam tanah dalam suatu periode waktu disebut laju infiltrasi. Laju infiltrasi pada
suatu tempat akan semakin kecil seiring kejenuhan tanah oleh air. Pada saat tertentu
laju infiltrasi menjadi tetap. Nilai laju inilah yang kemudian disebut laju perkolasi.
Ketika air hujan jatuh di atas permukaan tanah, tergantung pada kondisi
biofisik permukaan tanah, sebagian atau seluruh air hujan tersebut akan mengalir
masuk ke dalam tanah melalui pori-pori permukaan tanah.
Universitas Sumatera Utara
9
Proses mengalirnya air hujan ke dalam tanah disebabkan oleh tarikan gaya
gravitasi dan gaya kapiler tanah. Di bawah pengaruh gaya gravitasi air hujan
mengalir vertikal kedalam tanah, sedangkan pada gaya kapiler bersifat mengalirkan
air tersebut tegak lurus keatas, ke bawah, dan kearah horizontal (lateral). Gaya
kapiler bekerja nyata pada tanah dengan pori-pori yang relativ kecil.
2.2.3
Faktor yang Mempengaruhi Infiltrasi
Perpindahan air dari atas ke dalam permukaan tanah baik secara vertikal
maupun secara horizontal disebut infiltrasi. Banyaknya air yang terinfiltrasi dalam
satuan waktu disebut laju infiltrasi. Besarnya laju infiltrasi (f ) dinyatakan dalam
mm/jam atau mm/hari. Laju infiltrasi akan sama dengan intensitas hujan (I), bila laju
infiltrasi tersebut lebih kecil dari daya infiltrasinya. Jadi f ≤ fp dan f ≤ I (Soemarto,
1999).
Infiltrasi berubah-ubah sesuai dengan intensitas curah hujan. Akan tetapi
setelah mencapai limitnya, banyaknya infiltrasi akan berlangsung terus sesuai dengan
kecepatan absorbsi setiap tanah. Pada tanah yang sama kapasitas infiltrasinya
berbeda-beda, tergantung dari kondisi permukaan tanah, struktur tanah, tumbuhtumbuhan dan lain-lain. Di samping intensitas curah hujan, infiltrasi berubah-ubah
karena dipengaruhi oleh kelembaban tanah dan udara yang terdapat dalam tanah
(Maryono, 2004).
Beberapa faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi laju infiltrasi
adalah sebagai berikut:
1. Tinggi genangan air di atas permukaan tanah dan tebal lapisan tanah yang jenuh.
2. Kadar air atau lengas tanah
Universitas Sumatera Utara
10
3. Pemadatan tanah oleh curah hujan
4. Penyumbatan pori tanah mikro oleh partikel tanah halus seperti bahan endapan
dari partikel liat
5. Pemadatan tanah oleh manusia dan hewan akibat traffic line oleh alat olah
6. Struktur tanah
7. Kondisi perakaran tumbuhan baik akar aktif maupun akar mati (bahan organik)
8. Proporsi udara yang terdapat dalam tanah
9. Topografi atau kemiringan lahan Intensitas hujan
10. Kekasaran permukaan tanah
11. Kualitas air yang akan terinfiltrasi
12. Suhu udara tanah dan udara sekitar
Apabila
semua
faktor-faktor
di
atas
dikelompokkan,
maka
dapat
dikategorikan menjadi dua faktor utama yaitu:
1. Faktor yang mempengaruhi air untuk tinggal di suatu tempat sehingga air
mendapat kesempatan untuk terinfiltrasi (oppurtunity time).
2. Faktor yang mempengaruhi proses masuknya air ke dalam tanah. Selain dari
beberapa faktor yang menentukan infiltrasi di atas terdapat pula sifat-sifat khusus
dari tanah yang menentukan dan membatasi kapasitas infiltrasin (Arsyad, 1989).
Diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Ukuran pori
Laju masuknya hujan ke dalam tanah ditentukan terutama oleh ukuran pori dan
susunan pori-pori besar. Pori yang demikian itu dinamakan pori aerasi, oleh
karena pori-pori mempunyai diameter yang cukup besar yang memungkinkan air
keluar dengan cepat sehingga tanah beraerasi baik.
Universitas Sumatera Utara
11
b. Kemantapan pori
Kapasitas infiltrasi hanya dapat terpelihara jika porositas semula tetap tidak
terganggu selama waktu tidak terjadi hujan.
c. Kandungan air
Laju infiltrasi terbesar terjadi pada kandungan air yang rendah dan sedang.
d. Profil tanah
Sifat bagian lapisan suatu profil tanah juga menentukan kecepatan masuknya air
ke dalam tanah. Ketika air hujan jatuh di atas permukaan tanah, maka proses
infiltrasi tergantung pada kondisi biofisik permukaan tanah, sebagian atau seluruh
air hujan tersebut akan mengalir masuk ke dalam tanah melalui pori-pori
permukaan tanah. Proses mengalirnya air hujan ke dalam tanah disebabkan oleh
tarikan gaya gravitasi dan gaya kapiler tanah. Oleh karena itu, infiltrasi juga
biasanya disebut sebagai aliran air yang masuk ke dalam tanah sebagai akibat
gaya kapiler dan gravitasi. Laju air infiltrasi yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi
dibatasi oleh besarnya diameter pori-pori tanah. Tanah dengan pori-pori jenuh air
mempunyai kapasitas lebih kecil dibandingkan dengan tanah dalam keadaan
kering (Asdak, 2002).
Di bawah pengaruh gaya gravitasi, air hujan mengalir vertical kedalam tanah
melalui profil tanah. Dengan demikian, mekanisme infiltrasi melibatkan tiga proses
yang tidak saling mempengaruhi (Asdak, 2002):
1. Proses masuknya air hujan melalui pori-pori permukaan tanah.
2. Tertampungnya air hujan tersebut di dalam tanah.
3. Proses mengalirnya air tersebut ke tempat lain (bawah, samping dan atas).
Universitas Sumatera Utara
12
Pengukuran laju infiltrasi dapat dilakukan pada permukaan tanah, pada
kedalam tertentu, pada lahan kosong atau pada lahan bervegetasi. Walaupun satuan
infiltrasi serupa dengan konduktivitas hidraulik, terdapat perbedaan antara keduanya.
Hal itu tidak bisa secara langsung dikaitkan kecuali jika kondisi batas hidraulik
diketahui, seperti kemiringan hidraulik dan aliran air lateral atau jika dapat
diperkirakan. Laju infiltrasi memiliki kegunaan seperti studi pembuangan limbah
cair, evaluasi potensi lahan tanki septik, efisiensi pencucian dan drainase, kebutuhan
irigasi, penyebaran air dan imbuhan air tanah, dan kebocoran saluran atau bendungan
dan kegunaan lainnya (Kirkby, 1971).
2.2.4
Pengaruh Tekstur Tanah Terhadap Laju Infiltrasi
Jumlah dan ukuran pori yang menentukan adalah jumlah pori-pori yang
berukuran besar. Makin banyak pori-pori besar maka kapasitas infiltrasi makin besar
pula. Atas dasar ukuran pori tersebut, liat kaya akan pori halus dan miskin akan pori
besar. Sebaliknya fraksi pasir banyak mengandung pori besar dan sedikit pori halus.
Dengan demikian kapasitas infiltrasi pada tanah-tanah pasir jauh lebih besar daripada
tanah liat.
Tanah-tanah yang bertekstur kasar menciptakan struktur tanah yang ringan.
Sebaliknya tanah-tanah yang terbentuk atau tersusun dari tekstur tanah yang halus
menyebabkan terbentuknya tanah-tanah yang bertekstur berat. Tanah dengan struktur
tanah yang berat mempunyai jumlah pori halus yang banyak dan miskin akan pori
besar. Sebaliknya tanah yang ringan mengandung banyak pori besar dan sedikit pori
halus.
Dengan demikian kapasitas infiltrasi dari kedua jenis tanah tanah tersebut
akan berbeda pula, yaitu tanah yang berstruktur ringan kapasitas infiltrasinya akan
Universitas Sumatera Utara
13
lebih besar dibandingkan dengan tanah-tanah yang berstruktur berat (Saifuddin,
1986).
Menurut Susanto (2008), laju infiltrasi berbeda menurut jenis tanahnya
seperti pada Tabel 2. 1 berikut ini.
Tabel 2. 1 Tekstur Tanah dengan Kecepatan Infiltrasi
Kecepatan Infiltrasi (cm/jam)
Kriteria
25.00 – 50.00
Sangat Cepat
12.50 – 25.00
Cepat
7.50 – 15.00
Sedang
0.50 – 2.50
Lambat
< 0.50
Sangat Lambat
Setiap jenis tanah mempunyai laju infiltrasi karakteristik yang berbeda, yang
bervariasi dari yang sangat tinggi sampai yang sangat rendah. Jenis tanah berpasir
umumnya cenderung mempunyai laju infiltrasi yang tinggi, akan tetapi tanah liat
sebaliknya, cenderung mempunyai laju infiltrasi yang rendah. Untuk satu jenis tanah
yang sama dengan kepadatan yang berbeda mempunyai laju infiltrasi yang berbeda
pula. Makin padat suatu kondisi tanah, maka makin kecil pula laju infiltrasinya,
begitu juga sebaliknya, makin renggang suatu kondisi butir-butir tanah, maka laju
infiltrasinya akan semakin besar pula.
Kelembaban tanah yang selalu berubah-ubah setiap saat juga berpengaruh
terhadap laju infiltrasi. Makin tinggi kadar air dalam tanah, maka laju infiltrasi tanah
tersebut makin kecil.
Pengaruh tanaman di atas permukaan tanah terdapat dua pengaruh, yaitu
berfungsi sebagai penghambat aliran di permukaan tanah sehingga kesempatan untuk
berinfiltrasi akan semakin besar, sedangkan yang kedua adalah sistem akarakaran
Universitas Sumatera Utara
14
yang dapat lebih menggemburkan struktur tanahnya sehingga laju infiltrasi dapat
menjadi cepat. Maka makin baik tutup tanaman yang ada, laju infiltrasi cenderung
lebih tinggi.
Kemiringan lahan memberikan pengaruh yang kecil terhadap infiltrasi,
walaupun begitu, terdapat perbedaan infiltrasi antara lahan datar dengan lahan
miring. Infiltrasi pada lahan datar akan lebih besar daripada lahan miring.
Penambahan bahan kimia dalam tanah ada dua jenis. Pertama, dimaksudkan
untuk memperkuat formasi agregat tanah, sehingga struktur tanah menjadi
diperbaiki. Akibatnya bukan saja infiltrasi yang meningkat, tetapi juga pergerakan air
di dalam tanah (perkolasi). Kedua, dimaksud untuk melapisi permukaan tanah agar
air yang mengalir diatasnya lancar, hal ini biasanya digunakan untuk saluran
drainase. Pada kondisi ini infiltrasi bisa dikatakan tidak terjadi sama sekali. Apabila
permukaan tanah tertutup oleh suatu bahan seperti beton, batako, dan sebagainya,
maka areal tanah tersebut tidak bisa berinfiltrasi sama sekali.
Sifat transmisi lapisan tanah tergantung pada lapisan-lapisan dalam tanah.
Lapisan tanah dibedakan 4 horizon (Soesanto, 2008):
1. Horizon A, yang teratas, sebagian bahan organik tanaman.
2. Horizon B, merupakan akumulasi dari bahan koloidal A, ketebalan permeabilitas
sangat menentukan laju infiltrasi.
3. Horizon C, kadang-kadang disebut sub soil, terbentuk dari pelapukan bahan induk.
4. Horizon D, merupakan bahan induk (bed rock).
Universitas Sumatera Utara
15
2.2.5
Arti Pentingnya Infiltrasi
Infiltrasi mempunyai arti penting terhadap beberapa hal berikut :
a. Proses limpasan (run off)
Daya infiltrasi menentukan banyaknya air hujan yang dapat diserap kedalam
tanah. Makin besar daya infiltrasi, perbedaan antara intensitas hujan dengan daya
infiltrasi menjadi makin kecil. Akibatnya limpasan permukaannya makin kecil,
sehingga debit puncaknya juga akan lebih kecil.
b. Pengisian lengas tanah (soil moisture) dan air tanah
Pengisian lengas tanah dan air tanah penting untuk tujuan pertanian. Akar
tanaman menembus zone tidak jenuh dan menyerap air yang diperlukan untuk
evapotranspirasi dari zona tidak jenuh. Pengisian kembali lengas tanah sama
dengan selisih antara infiltrasi dan perkolasi (jika ada). Pada permukaan air tanah
yang dangkal dalam lapisan tanah yang berbutir tidak begitu besar, pengisian
kembali lengas tanah ini dapat pula diperoleh dari kenaikan kapiler air tanah.
2.2.6
Perhitungan Infiltrasi dan Laju Infiltrasi
Penentukan besarnya infiltrasi dapat dilakukan dengan melalui tiga cara
(Harto, 1993), yaitu:
1. Menentukan perbedaan volume air hujan buatan dengan volume air larian pada
percobaan
laboratorium
menggunakan
simulasi
hujan
buatan
(Rainfall
Simulator ).
2. Menggunakan alat Single/Double Ring Infiltrometer (metode pengukuran
lapangan).
Universitas Sumatera Utara
16
3. Teknik pemisahan hidrograf aliran dari data aliran air hujan (metode separasi
hidrograf).
Singh (1989), menyajikan beberapa model infiltrasi yang telah diusulkan dan
digunakan pada kebanyakan analisa hidrologi dan hidraulik yang berkaitan dengan
sistem keairan. Model-model tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dua kelas,
yakni:
a) Model empiris.
Model empiris menyatakan kapasitas infiltrasi sebagai fungsi waktu. Dimana
kadar lengas tanah memiliki sifat dinamis terhadap waktu, sehingga laju infiltrasi
ditentukan oleh kondisi lengas tanah mula-mula saat proses infiltrasi mulai
terjadi. Adapun model-model empiris infiltrasi diantaranya adalah Model
Kostiakov, Model Horton, Model Holtan dan Model Overton.
b) Model konseptual.
Model infiltrasi selain model empiris adalah model konseptual yang
menganalogikan proses infiltrasi sebagai faktor terinterasi dengan aspek
hidrologi lain. Beberapa model konseptual adalah Model SCS, Model HEC,
Model Philip, dan Model Hidrograf.
Pada penelitian ini, dalam perhitungan laju infiltrasi menggunakan model
empiris yaitu metode Horton. Metode perhitungan ini dilakukan setelah data-data
pengukuran infiltrasi di lapangan menggunakan alat single ring infiltrometer telah
didapatkan.
Universitas Sumatera Utara
17
2.2.7
Pengukuran Infiltrasi di Lapangan
Pada penelitian ini dijelaskan cara mengukur laju infiltrasi di lapangan
dengan menggunakan alat single ring infiltrometer.
Single ring infiltrometer dalam bentuk yang paling sederhana terdiri atas
tabung baja yang ditekankan ke dalam tanah. Permukaan tanah di dalam tabung diisi
air. Tinggi air dalam tabung akan menurun, karena proses infiltrasi. Kemudian
banyaknya air yang ditambahkan untuk mempertahankan tinggi air dalam tabung
tersebut harus diukur.
Makin kecil diameter tabung makin besar gangguan akibat aliran ke samping
di bawah tabung. Dengan cara ini infiltrasinya dapat dihitung dari banyaknya air
yang ditambahkan kedalam tabung sebelah dalam per satuan waktu.
Gambar 2.3 Single Ring Infitrometer
Selain menggunakan alat single ring infiltrometer , pengukuran laju infiltrasi
di lapangan dapat juga diukur dengan cara berikut:
a. Testplot
Pengukuran infiltrasi dengan infiltrometer hanya dapat dilakukan terhadap luasan
yang kecil saja, sehingga sukar untuk mengambil kesimpulan terhadap besarnya
infiltrasi bagi daerah yang lebih luas. Untuk mengatasi hal ini dipilih tanah datar
Universitas Sumatera Utara
18
yang dikelilingi tanggul dan digenangi air. Daya infiltrasinya didapat dari
banyaknya air yang ditambahkan agar permukaannya konstan. Jadi testplot
sebenarnya adalah infiltrometer yang berskala besar.
b. Lysimeter
Lysimeter merupakan alat pengukur berupa tangki beton yang ditanam dalam
tanah diisi tanah dan tanaman yang sama dengan sekelilingnya, dilengkapi dengan
fasilitas drainage dan pemberian air.
Setelah data-data pengukuran infiltrasi di lapangan menggunakan alat single
ring infiltrometer telah didapatkan, selanjutnya pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan rumus metode Horton (Harto, 1993).
b. Metode Horton
Model Horton adalah salah satu model infiltrasi yang terkenal dalam
hidrologi. Model Horton menjelaskan bahwa kapasitas infiltrasi berkurang seiring
dengan bertambahnya waktu hingga mendekati nilai yang konstant. Dinyatakan
bahwa penurunan kapasitas infiltrasi lebih dikontrol oleh faktor yang beroperasi di
permukaan tanah dibanding dengan proses aliran di dalam tanah. Faktor yang
berperan untuk pengurangan laju infiltrasi seperti penutupan retakan tanah oleh
koloid tanah dan pembentukan kerak tanah, penghancuran struktur permukaan lahan
dan pengangkutan partikel halus dipermukaan tanah oleh tetesan air hujan (Achmad,
2011). Model Horton dapat dinyatakan secara matematis mengikuti persamaan
berikut:
f = fc + (f0 – fc) x e-kt
............................................................... (2.1)
Universitas Sumatera Utara
19
dimana:
f
= laju infiltrasi nyata (cm/jam)
fc
= laju infiltrasi tetap (cm/jam)
f0
= laju infiltrasi awal (cm/jam)
k
= konstanta geofisik
t
= waktu ( t )
e
= 2.718281820
Gambar 2.3 Kurva laju infiltrasi Horton
Rumus Horton ditransposisikan sebagai berikut:
f = fc + (f0 – fc) x e-kt
....................................... (2.2)
Kemudian persamaan tersebut di log-kan menjadi:
log
= log
−
− � log
............................................ (2.3)
Atau,
−
log
−
− log
−
= −� log
............................................ (2.4)
=
log
=
log
atau,
[log
. log
−
−
− log
+
log
−
. log
]
............................................ (2.5)
−
............................................ (2.7)
Universitas Sumatera Utara
20
Persamaan diatas sama dengan persamaan:
=
=
+�
log
� = log
�=
log
............................................ (2.8)
............................................ (2.9)
−
.......................................... (2.10)
−
.......................................... (2.11)
Dengan demikian persamaan ini dapat diwakilkan dalam sebuah garis lurus
yang mempunyai nilai=
log
. Bentuk dari garis lurus persamaan tersebut di
perlihatkan dalam di bawah ini.
Waktu (t)
=
� log
Log (fo-fc)
Gambar 2.4 Hubungan t dan log ( fo-fc )
Universitas Sumatera Utara
21
2.3
Permeabilitas Tanah
Permeabilitas adalah cepat lambatnya air merembes ke dalam tanah baik
melalui pori makro maupun pori mikro baik ke arah horizontal maupun vertikal.
Tanah adalah kumpulan partikel padat dengan rongga yang saling berhubungan.
Rongga ini memungkinkan air dapat mengalir di dalam partikel melalui rongga dari
satu titik yang lebih tinggi ke titik yang lebih rendah. Sifat tanah yang
memungkinkan air melewatinya pada berbagai laju alir tertentu disebut permeabilitas
tanah. Sifat ini berasal dari sifat alami granular tanah, meskipun dapat dipengaruhi
oleh faktor lain (seperti air terikat di tanah liat). Jadi, tanah yang berbeda akan
memiliki permeabilitas yang berbeda.
Koefisien permeabilitas terutama tergantung pada ukuran rata-rata pori yang
dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel, bentuk partikel dan struktur tanah. Secara
garis besar, makin kecil ukuran partikel, makin kecil pula ukuran pori dan makin
rendah koefisien permeabilitasnya. Berarti suatu lapisan tanah berbutir kasar yang
mengandung butiran-butiran halus memiliki harga k yang lebih rendah dan pada
tanah ini koefisien permeabilitas merupakan fungsi angka pori. Kalau tanahnya
berlapis-lapis permeabilitas untuk aliran sejajar lebih besar dari pada permeabilitas
untuk aliran tegak lurus. Lapisan permeabilitas lempung yang bercelah lebih besar
dari pada lempung yang tidak bercelah (unfissured).
Universitas Sumatera Utara
22
Menurut Braja M. Das (1993), harga korfisien rembesan (k) untuk tiap-tiap
tanah berbeda-beda, diantaranya:
Tabel 2.2 Harga-harga koefisien permebilitas tanah
K
Jenis Tanah
(cm/detik)
Kerikil bersih
1,0-100
Pasir kasar
1,0-0,01
Pasir halus
0,01-0,001
Lanau
0,001-0,00001
Lempung
Kurang dari 0,000001
Sumber : Braja M. Das, 1985
(ft/detik)
2,0-200
2,0-0,02
0,02-0,002
0,002-0,00002
Kurang dari 0,000002
Permeabilitas juga merupakan pengukuran hantaran hidraulik tanah. Hantaran
hidraulik tanah timbul adanya pori kapiler yang saling bersambungan dengan satu
dengan yang lain. Secara kuantitatif hantaran hidraulik jenuh dapat di artikan sebagai
kecepatan bergeraknya suatu cairan pada media berpori dalam keadaan jenuh. Dalam
hal ini sebagai cairan adalah air dan sebagai media pori adalah tanah. Penetapan
hantaran hidraulik didasarkan pada hukum Darcy. Dalam hukum ini tanah dianggap
sebagai kelompok tabung kapiler halus dan lurus dengan jari-jari yang seragam.
Sehingga gerakan air dalam tabung tersebut di anggap mempunyai kecepatan yang
sama.
Unuk mencari harga koefisien permeabilitas (k) suatu tanah dapat
menggunakan pengujian di laboratorium maupun pengujian di lapangan. Untuk
pengujian di laboratorium dapat dilakukan dengan cara berikut:
a. Pengujian tinggi energi tetap (Constand Head Permeability Test)
b. Pengujian tinggi energi jatuh (Falling Head Permeability Test)
c. Penelitian secara tidak langsung dari pengujian konsolidasi
d. Pengujian kapiler horizontal
Universitas Sumatera Utara
23
Sedangkan untuk menentukan koefisien permeabilitas di lapangan dapat
dilakukan dengan cara berikut:
a. Uji pemompaan (Pumping Test)
b. Uji perkolasi (Auger Hole Test)
Uji koefisien permeabilitas tanah yang dilakukan di laboratorium, yaitu :
a.
Constand Head Permeability Test
Percobaan ini dilakukan dengan pemberian tegangan tetap. Sampel tanah
yang dipakai adalah tanah yang memiliki daya rembes besar, misalnya pasir. Untuk
menentukan nilai k, kita langsung mengukur banyaknya air yang masuk dan keluar
dari tanah tersebut dalam jangka waktu tertentu.
Setelah data-data hasil percobaan dicatat, kemudian koefisien rembesan
dihitung dengan turunan rumus:
=
�
�
.................................................................. (2.12)
= �. �. � ≈ � �� .
.................................................................. (2.13)
=
.................................................................. (2.14)
�
Maka,
�=
�
.�
�.ℎ.
Dimana :
Q
A
t
i
ℎ �
�
.................................................................. (2.15)
= volume air yang dikumpulkan,
= luas penampang sampel,
= waktu
= gradien hidraulik
Universitas Sumatera Utara
24
Gambar 2.5 Alat Constand Head Permeability Test
b. Constand Head Permeability Test
Untuk percobaan ini, tegangan yang diberikan terhadap contoh tanah tidak
tetap. Sampel yang dipakai adalah tanah yang daya rembesnya kecil, misalnya
lempung. Air yang masuk ke sampel tanah melalui pipa yang berdiameter kecil.
Untuk menentukan nilai k dilakukan dengan mengukur penurunan ketinggian air
pada pipa tersebut sehingga tegangan air tidak tetap.
Universitas Sumatera Utara
25
Gambar 2.6 Skema Falling Head Permeability Test
Jumlah air yang mengalir pada waktu melalui contoh tanah pada waktu (t) yaitu:
=
. ℎ
.................................................................. (2.16)
�. �
Debit masuk (Qi) = Debit keluar (Qo)
ℎ
�
∫
� = −�
=
=
� �
�
=
� �
�
−
� �
�
ℎ
.................................................................. (2.17)
ℎ
ℎ
.................................................................. (2.18)
ℎ
− ∫ℎ
ln ℎ − ℎ
ℎ
ℎ
.................................................................. (2.19)
.................................................................. (2.20)
Universitas Sumatera Utara
26
=
� �
�
=
.
�=
.
.................................................,,,,............. (2.21)
log
� �
log ℎ
� �
log
�
Maka,
�
Dimana :
Q
A
t
k
2.4.
ℎ
ℎ
log
ℎ
.................................................................. (2.22)
ℎ
.................................................................. (2.23)
ℎ
= volume air yang dikumpulkan,
= luas penampang sampel,
= waktu
= koefisien permeabilitas
Analisis Hidrologi
Dalam Perencanaan berbagai macam bangunan air, seperti persoalan drainase
dan bangunan pengendalian banjir diperlukan analisa hidrologi khususnya masalah
hujan sebagai sumber air yang akan dialirkan pada sistem drainase dan limpasan
sebagai akibat tidak mampunya sistem drainase mengalirkan ke tempat pembuangan
akhir. Desain hidrologi diperlukan untuk mengetahui debit pengaliran. Dalam
menentukan dimensi penampang dari berbagai bangunan pengairan misalnya saluran
drainase diperlukan suatu penentuan besar debit rencana. Untuk itu perlu diketahui
faktor-faktor yang digunakan untuk menganalisa debit rencana:
2.4.1. Data Curah Hujan
Hujan merupakan komponen yang penting dalam analisa hidrologi
perencanaan debit untuk menentukan dimensi saluran drainase. Penentuan hujan
rencana dilakukan dengan analisa frekuensi terhadap data curah hujan harian
maksimum tahunan, dengan lama pengamatan sekurang-kurangnya 10 tahun.
Universitas Sumatera Utara
27
2.4.2. Analisa Frekuensi Curah Hujan
Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi dan empat
jenis distribusi yang paling banyak digunakan dalam bidang hidrologi adalah :
- Distribusi Normal
- Distribusi Log Normal
- Distribusi Log Person III
- Distribusi Gumbel
Dalam statistik dikenal beberapa parameter yang berkaitan dengan analisis
data yang meliputi rata-rata, simpangan baku, koefisien variasi dan koefisien
skewness (kecondongan atau kemencengan).
Tabel 2.3. Parameter Statistik yang Penting
Parameter
Rata-rata
Simpangan Baku
(Standar deviasi)
Sampel
̅ =
= [
Koefisien Variasi
Koefisien Skewness
−
∑
�=
∑ �� − �̅ ]
�=
�� =
�=
�
�
∑�= �� − �̅
−
−
Populasi
�=�
∞
= ∫�
−∞
�
�
� = {� [ � − � ]}
�� =
�=
/
�
�
�[ � − � ]
�
(Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 34)
Universitas Sumatera Utara
28
2.4.2.1. Distribusi Normal
Distribusi normal atau kurva normal disebut juga distribusi Gauss. Fungsi
densitas peluang normal PDF (Probability Density Function) yang paling dikenal
adalah bentuk bell dan dikenal sebagai distribusi normal. PDF (Probability Density
Function) distribusi normal dapat dituliskan dalam bentuk rata-rata dan simpangan
bakunya, sebagai berikut :
=
Dimana: P(X)
X
μ
Xσ
�√ �
�� [−
�−�
�
] − ∞ ≤ � ≤ ∞……..…...........…….……..(2.24)
= fungsi densitas peluang normal (ordinat kurva normal)
= variable acak kontinu
= rata – rata nilai
= simpangan baku dari nilai X
Dalam pemakaian praktis, umumnya rumus tersebut tidak digunakan secara
langsung karena telah dibuat tabel untuk keperluan perhitungan, dan juga dapat
didekati dengan :
=
�− ̅
……………………………………………….......................(2.25)
Dimana: XT = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dalam periode ulang T
Tahunan
X = nilai rata-rata hitung variat
S = deviasi standar nilai variat
KT = faktor frekuensi (nilai variabel reduksi Gauss)
Nilai faktor frekuansi (KT), umumnya sudah tersedia dalam tabel untuk
mempermudah perhitungan, seperti ditunjukkan dalam tabel berikut, biasa disebut
sebagai tabel nilai variabel reduksi Gauss (Variabel reduced Gauss)
Universitas Sumatera Utara
29
Tabel 2.4. Nilai Variabel Reduksi Gauss
No
Periode Ulang, T
Peluang
KT
(tahun)
1
1,001
0,999
-3.05
2
1,005
0,995
-2,58
3
1,010
0,990
-2,33
4
1,050
0,950
-1,64
5
1,110
0,900
-1,28
6
1,250
0,800
-0,84
7
1,330
0,750
-0,67
8
1,430
0,700
-0,52
9
1,670
0,600
-0,25
10
2,000
0,500
0
11
2,500
0,400
0,25
12
3,330
0,300
0,52
13
4,000
0,250
0,67
14
5,000
0,200
0,84
15
10,000
0,100
1,28
16
20,000
0,050
1,64
17
50,000
0,020
2,05
18
100,000
0,010
2,33
19
200,000
0,005
2,58
20
500,000
0,002
2,88
21
1,000,000
0,001
3,09
(Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 37)
2.4.2.2. Distribusi Log Normal
Jika variabel Y = Log X terdistribusi secara normal, maka X dikatakan
mengikuti distribusi Log Normal. PDF (Probability Density Function) untuk
distribusi Log Normal dapat dituliskan dalam bentuk rata-rata dan simpangan
bakunya, sebagai berikut :
=
�√ �
�� [−
−��
��
]……………………….............…...........(2.26)
= log …………………………………………………….…….......(2.27)
Universitas Sumatera Utara
30
Dimana : P(X) = peluang log normal
X
= nilai varian pengamatan
μY = nilai rata-rata populasi Y
σY = deviasi standar nilai variat Y
Dengan persamaan yang dapat didekati :
= ̅+
=
�− ̅
…………………...………….........………..……….…(2.28)
……………………………..……………….....…..…...….(2.29)
Dimana: YT = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang Ttahunan
Y = nilai rata-rata hitung variat
S = deviasi standar nilai variat
KT = faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang Y
2.4.2.3 Distribusi Log Person III
Pada situasi tertentu, walaupun data yang diperkirakan mengikuti distribusi
sudah konversi kedalam bentuk logaritmis, ternyata kedekatan antara data dan teori
tidak cukup kuat untuk menjustifikasi pemakaian distribusi log normal.
Salah satu distribusi dari serangkaian distribusi yang sikembangkan person
yang menjadi perhatian ahli sumber daya air adalah Log-Person Type III (LP III).
Tiga parameter penting dalam Log-Person Type III yaitu harga rata-rata, simpangan
baku dan koefisien kemencengan. Yang menarik adalah jika koefisien kemencengan
sama dengan nol maka perhitungan akan sama dengan log Normal.
Berikut ini langkah-langkah penggunaan distribusi Log-Person Type III :
- Ubah data kedalam bentuk logaritmis, X = Log X
- Hitung harga rata-rata :
Universitas Sumatera Utara
31
�
∑
log ̅ = �=
log
…………………....….....………….........……..........(2.30)
- Hitung harga simpangan baku :
-
= [
∑�
�=
� �− � ̅
−
]
.
……………………….……................….....(2.31)
Hitung koefisien kemencengen :
�=
∑�
�=
� �− � ̅
−
−
………………………….…….…….................(2.31)
- Hitung logaritma hujan atau banjir periode ulang T dengan rumus :
log XT = log X + K.S………………………………………….……...(2.32)
K adalah variable standar (standardized variable) untuk X yang besarnya
tergantung koefisien kemencengan G. dicantumkan pada Tabel 2.4
Universitas Sumatera Utara
32
Tabel 2.5. Nilai K untuk distribusi Log Person III
Interval Kejadian (Recurrence Interval), Tahun (Periode Ulang)
10,101 12,500
2
5
10
25
50
100
Koef
Persentase Peluang Terlampaui (Percent Chance Of Being Exceeded)
99
80
50
20
10
4
2
1
3.0
-0.667 -0.636 -0.396 0.420
1,180
2,278
3,152
2.8
-0.714 -0.666 -0.384 0.460
1,210
2,275
3,144
2.6
-0.769 -0.696 -0.368 0.499
1,238
2,267
3,071
2.4
-0.832 -0.725 -0.351 0.537
1,262
2,256
3,023
2.2
-0.905 -0.752 -0.330 0.574
1,284
2,240
2,970
2.0
-0.990 -0.777 -0.307 0.609
1,302
2,219
2,192
1.8
-1.087 -0.799 -0.282 0.643
1,318
2,193
2,848
1.6
-1.197 -0.817 -0.254 0.675
1,329
2,163
2,780
1.4
-1.318 -0.832 -0.225 0.705
1,337
2,128
2,076
1.2
-1.449 -0.844 -0.195 0.732
1,340
2,087
2,626
1.0
-1.588 -0.852 -0.164 0.758
1,340
2,043
2,542
0.8
-1.733 -0.856 -0.132 0.780
1,336
1,993
2,453
0.6
-1.880 -0.857 -0.099 0.800
1,328
1,939
2,359
0.4
-2.029 -0.855 -0.066 0.516
1,317
1,880
2,261
0.2
-2.178 -0.850 -0.033 0.830
1,301
1,818
2,159
0.0
-2.326 -0.842 0.000
0.842
1,282
1,715
2,051
-0.2 -2.472 -0.830 0.033
0.850
1,258
1,680
1,945
-0.4 -2.615 -0.816 0.066
0.855
1,231
1,606
1,834
-0.6 -2.755 -0.800 0.099
0.857
1,200
1,528
1,720
-0.8 -2.891 -0.780 0.132
0.856
1,166
1,448
1,606
-1.0 -3.022 -0.758 0.164
0.852
1,086
1.366
1,492
-1.2 -2.149 -0.732 0.195
0.844
1,086
1,282
1,379
-1.4 -2.271 -0.705 0.225
0.832
1,041
1,198
1,270
0.817
0.994
1,116
1,166
-1.6 -2.238 -0.675 0.254
-1.8 -3.499 -0.643 0.282
0.799
0.945
1,035
1,069
-2.0 -3.605 -0.609 0.307
0.777
0.895
0.959
0.980
-2.2 -3.705 -0.574 0.330
0.752
0.844
0.888
0.900
-2.4 -3.800 -0.532 0.351
0.725
0.795
0.823
0.823
-2.6 -3.889 -0.490 0.368
0.696
0.747
0.764
0.768
-2.8 -3.973 -00469 0.384
0.666
0.702
0.712
0.714
-3.0 -7.051 -0.420 0.696
0.636
0.666
0.666
0.666
(Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 43)
4,051
3,973
2,889
3,800
3,705
3,605
3,499
3,388
3,271
3,149
3,022
2,891
2,755
2,615
2,472
2,326
2,178
2,028
1,880
1,733
1,588
1,449
1,318
1,197
1,087
0.990
0.905
0.832
0.796
0.714
0.667
Universitas Sumatera Utara
33
2.4.2.4. Distribusi Gumbel
Gumbel menggunakan harga ekstrim untuk menunjukkan bahwa untuk
setiap data merupakan data exponential. Jika jumlah populasi yang terbatas dapat
didekati dengan persamaan :
= ̅+
…………………………………..………....…..……..…...(2.33)
Dimana : ̅ = harga rata-rata sample
S = nilai varian pengamatan X
Faktor probabilitas K untuk harga-harga ekstrim Gumbel dapat dinyatakan
dalam
=
�
− �
�
……………………………………..………..…....….......…(2.34)
Dimana : Yn
Sn
= reduced mean yang tergantung jumlah sample/data ke-n
= reduced standard deviation, yang juga tergantung pada jumlah
sample/data ke-n
YTr = reduced variated, yang dapat dihitung dengan persamaan berikut
ini:
= − ln {−ln
Tr −
Tr
}
……………………………..………………...(2.35)
Tabel 2.6 : Standard Deviasi (Yn), Tabel 2.7 : Reduksi Variat (YTr) dan
Tabel 2.8 : Reduksi Standard Deviasi (Sn) berikut mencantumkan nilai-nilai Variabel
Reduksi menurut Gauss untuk menyelesaikan persamaan 2.34
Universitas Sumatera Utara
34
Tabel 2.6. Standar Deviasi (Yn) untuk Distribusi Gumbel
No
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
20
30
40
50
60
70
80
90
10
0
0.4952
0.5236
0.5362
0.5436
0.5486
0.5521
0.5548
0.5569
05586
0.5600
0.4996
0.5252
0.5371
0.5442
0.5489
0.5524
0.5550
0.5570
0.5587
0.5602
0.5035
0.5268
0.5380
0.5448
0.5493
0.5527
0.5552
0.5572
0.5589
0.5603
0.5070
0.5283
0.5388
0.5453
0.5497
0.5530
0.5555
0.5574
0.5591
0.5604
0.5100
0.5296
0.5396
0.5458
0.5501
0.5533
0.5557
0.5576
0.5592
0.5606
0.5128
0.5309
0.5403
0.5463
0.5504
0.5535
0.5559
0.5578
0.5593
0.5607
0.5157
0.5320
0.5410
0.5468
0.5508
0.5538
0.5561
0.5580
0.5595
0.5608
0.5181
0.5332
0.5418
0.5473
0.5511
0.5540
0.5563
0.5581
0.5596
0.5609
0.5202
0.5343
0.5424
0.5477
0.5515
0.5543
0.5565
0.5583
0.5598
0.5510
0.5220
0.5353
0.5346
0.5481
0.5518
0.5545
0.5567
0.5585
0.5599
0.5611
(Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan )
Tabel 2.7. Reduksi Variat (YTR) sebagai fungsi Periode Ulang Gumbel
Periode
Reduced
Periode
Reduced
Ulang, TR
Variate, YTR
Ulang, TR
Variate, YTR
(Tahun)
(Tahun)
(Tahun)
(Tahun)
2
0.3668
100
4.6012
5
1.5004
200
5.2969
10
2.251
250
5.5206
20
2.9709
500
6.2149
25
3.1993
1000
6.9087
50
3.9028
5000
8.5188
75
4.3117
10000
9.2121
(Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan )
Tabel 2.8. Reduksi Standard Deviasi (Sn) untuk Distribusi Gumbel
No
10
20
30
40
50
60
70
80
90
10
0
1
2
3
4
5
6
7
8
0.94
0.96
0.99
0.99 1.00 1.020 1.03 1.04 1.049
1.06
1.06
1.07
1.08 1.08 1.091 1.09 1.10 1.104
1.11
1.11
1.11
1.12 1.12 1.128 1.13 1.13 1.136
1.14
1.14
1.14
1.14 1.14 1.151 1.15 1.15 1.157
1.10
1.16
1.16
1.16 1.16 1.168 1.16 1.17 1.172
1.17
1.17
1.17
1.17 1.17 1.180 1.18 1.18 1.183
1.18
1.18
1.18
1.18 1.18 1.189 1.19 1.19 1.192
1.19
1.19
1.19
1.19 1.19 1.197 1.19 1.19 1.199
1.20
1.20
1.20
1.20 1.20 1.203 1.20 1.20 1.205
1.20
1.20
1.20
1.20 1.20 1.208 1.20 1.20 1.209
(Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan )
9
1.056
1.108
1.138
1.159
1.173
1.184
1.193
1.200
1.206
1.209
Universitas Sumatera Utara
35
2.4.3.
Intensitas Curah Hujan
Intensitas curah hujan adalah besar curah hujan selama satu satuan waktu
tertentu. Besarnya intensitas hujan berbeda-beda tergantung dari lamanya curah
hujan dan frekuensi kejadiannya. Intensitas hujan diperoleh dengan cara melakukan
analisa data hujan baik secara statistik maupun secara empiris. Metode yang dipakai
dalam perhitungan intensitas curah hujan adalah Metode Mononobe yaitu apabila
data hujan jangka pendek tidak tersedia yang ada hanya data hujan harian. Persamaan
umum yang dipergunakan untuk menghitung hubungan antara intensitas hujan T jam
dengan curah hujan maksimum harian sebagai berikut :
�=
/
………………………………………………….........…(2.36)
Dimana : I
= Intensitas Hujan (mm/jam)
R24 = Curah hujan maksimum harian (selama 24 jam) (mm)
t
= lamanya hujan (jam)
Dengan menggunakan persamaan diatas intensitas curah hujan untuk
berbagai nilai waktu konsentrasi dapat ditentukan dari besar data curah hujan harian
(24) jam.
2.4.4.
Koefisien Limpasan
Limpasan merupakan gabungan antara aliran permukaan, aliran-aliran yang
tertunda pada cekungan-cekungan dan aliran permukaan (surface flow). Dalam
perencanaan drainase bagian air hujan yang menjadi perhatian adalah aliran
permukaan (surface runoff), sedangkan untuk pengendalian banjir tidak hanya aliran
permukaan tetapi limpasan (runoff).
Universitas Sumatera Utara
36
Tabel 2.9. Koefisien Limpasan Berdasarkan Tata Guna Lahan untuk
Metode Rasional,McGuen, 1989
Deskripsi Daerah
Perdagangan
Koefisien
0.70-0.95
Sifat Permukaan
Jalan
Koefisien
Daerah Kota/dekat
• Permukiman
• Rumah tinggal
• Kompleks
• Permukiman
Apartemen
Industri
Industri ringan
0.50 – 0.70
0.30 – 0.50
0.40 – 0.60
0.25 – 0.40
0.50 – 0.70
0.50 – 0.80
• Aspal
• Beton
• Batu bata
• Batu kerikil
Jalan raya dan trotoir
Atap
Lapangan rumput
Tanah berpasir
0.70 – 0.95
0.80 – 0.95
0.70 – 0.85
0.15 – 0.35
0.70 – 0.85
0.75 – 0.95
0.005 – 010
Industri berat
Taman, kuburan
Lapangan bermain
Daerah halaman KA
Daerah tidak terawatt
0.60 – 0.90
0.10 - 0.25
0.10 – 0.25
0.20 – 0.40
0.10 – 0.3
• Kemiringan 2
• Rata-rata 2-7
• Curam (7
Lapangan rumput
Tanah keras
Kemiringan 2
• Rata-rata 2-7
• Curam (7
0.10 – 0.15
0.15 – 0.20
0.13 – 0.17
0.18 – 0.22
0.25 – 0.35
(Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan )
2.4.5.
Koefisien Limpasan
Intensitas curah hujan adalah besar curah hujan selama satu satuan waktu
tertentu. Besarnya intensitas hujan berbeda-beda tergantung dari lamanya curah
hujan dan frekuensi kejadiannya. Intensitas hujan diperoleh dengan cara melakukan
analisa data hujan baik secara statistik maupun secara empiris. Metode yang dipakai
dalam perhitungan intensitas curah hujan adalah Metode Mononobe yaitu apabila
data hujan jangka pendek tidak tersedia yang ada hanya data hujan harian. Persamaan
umum yang dipergunakan untuk menghitung hubungan antara intensitas hujan T jam
dengan curah hujan maksimum harian sebagai berikut :
�=
/
……………………………………………….............…(2.33)
Universitas Sumatera Utara
37
Dimana : I
= Intensitas Hujan (mm/jam)
R24 = Curah hujan maksimum harian (selama 24 jam) (mm)
t
= lamanya hujan (jam)
Dengan menggunakan persamaan diatas intensitas curah hujan untuk
berbagai nilai waktu konsentrasi dapat ditentukan dari besar data curah hujan harian
(24) jam.
2.4.6.
Koefisien Limpasan
Limpasan merupakan gabungan antara aliran permukaan, aliran-aliran yang
tertunda pada cekungan-cekungan dan aliran permukaan (surface flow). Dalam
perencanaan drainase bagian air hujan yang menjadi perhatian adalah aliran
permukaan (surface runoff), sedangkan untuk pengendalian banjir tidak hanya aliran
permukaan tetapi limpasan (runoff).
2.4.7.
Debit Rencana
Perhitungan debit rencana untuk saluran drainase di daerah perkotaan dapat
dilakukan dengan menggunakan rumus Rasional. Debit rencana hendaknya
ditetapkan tidak terlalu kecil untuk menjaga agar jangan terlalu sering terjadi
ancaman perusakan bangunan atau daerah sekitarnya banjir. Pemilihan atas metode
yang digunakan untuk menghitung besarnya debit aliran permukaan dalam satuan
internasional adalah Metode Rasional sebagai berikut :
= ,
Dimana : Qp
C
I
A
�. �. �.……………...........…………………..…...………...….(2.34)
= Debit rencana (m3/dtk)
= Koefisien aliran Permukaan
= Intensitas Hujan (mm/jam)
= Luas daerah Pengaliran (Ha).
Universitas Sumatera Utara
38
Tabel 2.10 Koefisien aliran untuk metode rasional
Koefisien aliran C = Ct + Cs + Cv
Topografi, Ct
Tanah, Cs
Vegetasi, Cv
Datar (1%)
0.03 Pasir dan gravel
0.04 Hutan
Bergelombang
0.08 Lempung berpasir 0.08 Pertaian
(1-10%)
Perbukitan
0.16 Lempung dan
0.16 Padang rumput
(10-15%)
lanau
Pegunungan
0.26 Lapisan batu
0.26 Tanpa tanaman
(>20%)
Sumber : Hassing, 1995 dalam Wismarini, 2011
2.4.8.
0.04
0.11
0.21
0.28
Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi suatu daerah aliran sungai adalah waktu yang diperlukan
oleh air hujan yang jatuh, untuk mengalir dari titik terjauh sampai ketempat keluaran
daerah aliran sungai (titik kontrol), setelah tanah menjadi jenuh dan depresi-depresi
kecil terpenuhi. Dalam hal ini diasumsikan bahwa bila durasi hujan sama dengan
waktu konsentrasi, maka setiap bagian daerah aliran sungai secara serentak telah
menyumbangkan aliran terhadap titik kontrol. Salah satu metode untuk
memperkirakan waktu konsentrasi adalah dengan rumus yang dikembangkan oleh
Kirpich (1940) yang ditulis sebagai berikut :
�=
.
�
�
.
…………………...…………..………..................(2.35)
Dimana : Tc = Waktu Konsentrasi (jam)
L = Panjang saluran (km)
S = Kemiringan rata-rata saluran
Waktu konsentrasi dapat juga dihitung dengan membedakannya menjadi
dua komponen yaitu waktu yang diperlukan air untuk mengalir dipermukaan lahan
sampai saluran terdekat (to) dan waktu perjalanan dari pertama masuk saluran
sampai titik keluaran td sehingga Tc = to + td.
Universitas Sumatera Utara
39
=[ � .
=
�
�
� �
√
]
.
…………………….…...……...................….(2.36)
…………………………………………..….….……...............(2.37)
Dimana: to = inlet time ke saluran terdekat (menit)
td = conduit time sampai ke tempat pengukuran (menit)
n = angka kekasaran manning
S = kemiringan lahan (m)
L = panjang lintasan aliran diatas permukaan lahan (m)
Ls = panjang lintasan aliran didalam saluran/sungai (m)
V = kecepatan aliran didalam saluran (m/detik)
2.5.
Analisis Kapasitas Tampung Saluran Drainase
Perhitungan besarnya kapasitas tampung saluran drainase, dapat dilakukan
dengan
cara
perhitungan
unsur-unsur
geometris
saluran
drainase,
yang
perumusannya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.11. Unsur-Unsur Geometris Penampang Saluran
(sumber : Ven Te Chow, 1959)
( Sumber : Ven Te Chow, 1959)
Universitas Sumatera Utara
40
2.6.
Lubang Resapan Biopori
2.6.1
Pengertian
Lubang resapan biopori adalah lubang silindris yang dibuat secara vertikal ke
dalam tanah dengan diameter 10 cm dan kedalaman 100 cm atau kurang jika air
tanah dangkal. Selanjutnya agar organisme tanah bisa bekerja membentuk biopori,
lubang yang sudah dibuat tersebut diisi dengan sampah organik sebagai makanan
organisme tanah. Pengisian sampah tersebut diatur sedemikian rupa sehingga tidak
terlalu padat agar tersedia ukup oksigen untuk mendukung organisme tanah
pembentuk biopori. Dinamakan biopori karena memanfaatkan aktivitas fauna tanah
atau akar tanaman (bio) yang membentuk lubang-lubang terowongan kecil (pore) di
dalam tanah.
2.6.2
Manfaat Lubang Resapan Biopori
Lubang resapan biopori dapat dikatakan sebagai suatu rekayasa teknik
konservasi air, berupa lubang yang dibuat dengan kedalaman tertentu dan diisi
dengan bahan-bahan organik. Fungsi utama dari lubang resapan biopori ini adalah
pintu masuk air hujan yang turun ke bumi dan meresapkannya ke dalam tanah
dengan mengisi pori-pori yang ada di dalam lubang. Sementara itu, manfaat yang
dapat diperoleh dari pembuatan lubang resapan biopori di antaranya adalah (Sibarani
dan Bambang, 2009):
1. Memelihara cadangan air tanah.
2. Mencegah terjadi keamblesan (subsidence) dan keretakan tanah.
3. Menghambat intrusi air laut.
4. Mengubah sampah organik menjadi kompos.
5. Meningkatkan kesuburan tanah.
Universitas Sumatera Utara
41
6. Menjaga keanekaragaman hayati dalam tanah.
7. Mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh adanya genangan air seperti demam
berdarah, malaria, kaki gajah.
8. Mengurangi masalah pembuangan sampah yang mengakibatkan pencemaran udara
dan perairan.
9. Mengurang emisi gas rumah kaca (CO2 dan metan).
10. Mengurangi banjir, longsor, dan kekeringan.
2.6.3 Cara Kerja Lubang Resapan Biopori
Pada lubang resapan biopori,mikroba yang berada di sekitar lubang
penampang biopori akan tertarik dengan aroma sampah yang ada di dalam lubang
penampang. Aktivitas mikroba tersebut mengakibatkan terbentuknya lubang-lubang
halus di sekitar lubang penampang. Lubang-lubang halus inilah yang disebut
Biopori. Ketika hujan, air akan memenuhi lubang penampang. Kemudian air akan
menyebar ke segala arah melalui lubang-lubang kecil. Dengan demikian air yang
terserap lebih banyak, dan resiko terjadinya banjir pun dapat diperkecil. Ketersediaan
air tanah juga tercukupi
Gambar 2.7. Lubang Resapan Biopori
Sumber : Biopori.com
Universitas Sumatera Utara
42
Tujuan utama dari lubang resapan biopori adalah memperbesar masuknya air
ke dalam akuifer tanah sebagai air resapan (infiltrasi). Dengan demikian, air akan
lebih banyak masuk ke dalam tanah dan mengisi pori-pori yang terbentuk dan sedikit
yang mengalir sebagai aliran permukaan (run-off.
2.6.4 Konstruksi Lubang Resapan Biopori
Lubang resapan biopori dibuat pada permukaan tanah dengan ketentuanketentuan yang telah ditetapkan oleh peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
No.12 Tahun 2009. Tahapan-tahapan pembuatan lubang resapan biopori diantaranya:
a. membuat lubang silindris ke dalam tanah dengan diameter 10 cm, kedalaman
100 cm atau tidak melampaui kedalaman air tanah. Jarak pembuatan lubang
resapan biopori antara 50 – 100 cm;
b. memperkuat mulut atau pangkal lubang dengan menggunakan:
1. paralon dengan diameter 10 cm, panjang minimal 10cm; atau
2. adukan semen selebar 2 – 3 cm, setebal 2 cmdisekeliling mulut lubang.
c. mengisi lubang LRB dengan sampah organik yang berasaldari dedaunan,
pangkasan rumput dari halaman atausampah dapur; dan
d. menutup lubang resapan biopori dengan kawat saringan.
Pemeliharaan juga perlu dilakukan dalam pembuatan dan pemanfaatan lubang
resapan biopori secara berkelanjutan, pemeliharaan dilakukan dengan:
a. mengisi sampah organik kedalam lubang resapan biopori;
b. memasukkan sampah organik secara berkala pada saatterjadi penurunan
volume sampah organik pada lubangresapan biopori; dan/atau
c. mengambil sampah organik yang ada dalam lubang resapanbiopori setelah
menjadi kompos diperkirakan 2 – 3 bulantelah terjadi proses pelapukan.
Universitas Sumatera Utara
43
Secara spesifik j
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Siklus Hidrologi
Siklus hidrologi (Gambar 2. 1) adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti
dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer dengan matahari sebagai wali utama
dalam proses tersebut. Komponen utama dari siklus hidrologi adalah kondensasi,
presipitasi, infiltrasi, limpasan permukaan (run off), evaporasi dan transpirasi.
Gambar 2. 1 Siklus Hidrologi (USGS)
Untuk menjaga siklus hidrologi agar komponen utamanya dapat bekerja
sebagaimana mestinya, maka perlu dipertahankan kesetimbangan melalui proses
pengisian air hujan dengan meresapkannya ke dalam pori-pori/rongga tanah, batuan
atau yang disebut dengan upaya konservasi air. Prinsip dasar konservasi air adalah
mencegah atau meminimalkan air yang hilang sebagai aliran permukaan dan
menyimpannya semaksimal mungkin ke dalam tubuh bumi. Atas dasar prinsip ini
maka curah hujan yang berlebihan pada musim hujan tidak dibiarkan mengalir ke
Universitas Sumatera Utara
6
laut tetapi ditampung dalam suatu wadah yang memungkinkan air kembali meresap
ke dalam tanah (groundwater recharge) melalui pemanfaatan air hujan dengan cara
membuat lubang resapan biopori.
2.2
Konsep Umum Infiltrasi
Infiltrasi dimaksudkan sebagai proses masuknya air ke bawah permukaan
tanah. Ini merupakan bagian yang sangat penting dalam daur hidrologi maupun
dalam proses pengalih ragaman hujan menjadi aliran sungai. Pada saat air hujan jatuh
kepermukaan tanah, sebagian air tersebut tertahan di cekungan-cekungan, sebagian
air mengalir sebagai aliran permukaan (surface run off) dan sebagian lainnya
meresap kedalam tanah. Saat hujan mencapai permukaan lahan maka akan terdapat
bagian hujan yang mengisi ruang kosong (void) dalam tanah yang terisi udara sampai
mencapai kapasitas lapang (field capacity) dan berikutnya bergerak ke bawah secara
gravitasi akibat berat sendiri dan bergerak terus ke bawah (perlocation) ke dalam
daerah jenuh (saturated zone) yang terdapat di bawah permukaan air tanah (Rusli,
2008).
2.2.1
Pengertian infiltrasi
Pengertian infiltrasi (infiltration) sering dicampuradukkan untuk kepentingan
praktis dengan pengertian perkolasi (percolation). Infiltrasi adalah proses aliran air
(umumnya berasal dari curah hujan) masuk ke dalam tanah. Perkolasi merupakan
proses kelanjutan aliran air yang berasal dari infiltrasi ke tanah yang lebih dalam dan
merupakan proses aliran air dalam tanah secara vertikal akibat gaya berat. Memang
keduanya saling berpengaruh akan tetapi hendaknya secara teoritis pengertian
keduanya dibedakan.
Universitas Sumatera Utara
7
Secara skematis, keterikatan infiltrasi dengan perkolasi dapat dijelaskan
dengan sketsa pada suatu gambar. Pada Gambar 2. 2. a yaitu skema formasi tanah
dengan lapisan atas mempunyai laju infiltrasi besar, akan tetapi lapisan bawah
mempunyai laju perkolasi rendah. Sebaliknya, pada Gambar 2. 2. b yaitu lapisan atas
dengan laju infiltrasi kecil sedangkan laju perkolasi pada lapisan bawah tinggi. Pada
kasus pertama (Gambar 2. 2. b), meskipun laju perkolasi tinggi, akan tetapi laju
infiltrasi yang memberikan masukan air dari permukaan terbatas. Oleh sebab itu,
dalam keadaan seimbang, dua keadaan ini lebih ditentukan oleh laju infiltrasi.
Demikian pula sebaliknya (Gambar 2. 2. a), laju perkolasi yang rendah menentukan
keadaan seluruhnya.
(a)
(b)
Gambar 2. 2 Skema Infiltrasi dan Perlokasi pada Dua Lapis Tanah:
a) Infiltrasi Besar dengan Perlokasi Kecil dan
b) Infiltrasi Kecil dengan Perlokasi Besar.
Dalam kaitan ini terdapat dua pengertian tentang kuantitas infiltrasi, yaitu:
a) Kapasitas Infiltrasi adalah laju infiltrasi maksimum untuk suatu jenis tanah
tertentu. Kapasitas infiltrasi terjadi ketika intensitas hujan melebihi kemampuan
tanah dalam menyerap kelembaban tanah. Sebaliknya apabila intensitas hujan
lebih kecil dari pada kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan laju
curah hujan.
Universitas Sumatera Utara
8
b) Laju Infiltrasi adalah laju infiltrasi nyata suatu jenis tanah tertentu. Laju
infiltrasi umumnya dinyatakan dalam satuan yang sama dengan satuan intensitas
curah hujan, yaitu millimeter per jam (mm/jam). Air infiltrasi yang tidak kembali
lagi ke atmosfer melalui proses evapotranspirasi akan menjadi air tanah untuk
seterusnya mengalir ke sungai disekitar.
2.2.2
Proses Infiltrasi
Salah satu proses yang berkaitan dengan distribusi air hujan yang jatuh ke
permukaan bumi adalah infiltrasi. Infiltrasi merupakan proses masuk atau
meresapnya air dari atas permukaan tanah ke dalam bumi. Jika air hujan meresap ke
dalam tanah maka kadar lengas tanah meningkat hingga mencapai kapasitas lapang.
Pada kondisi kapasitas lapang air yang masuk menjadi perkolasi dan mengisi
daerah yang lebih rendah energi potensialnya sehingga mendorong terjadinya aliran
antara (interflow) dan aliran bawah permukaan lainnya (base flow). Air yang berada
pada lapisan air tanah jenuh dapat pula bergerak ke segala arah (ke samping dan ke
atas) dengan gaya kapiler atau dengan bantuan penyerapan oleh tanaman melalui
tudung akar.
Proses infiltrasi sangat ditentukan oleh waktu. Jumlah air yang masuk
kedalam tanah dalam suatu periode waktu disebut laju infiltrasi. Laju infiltrasi pada
suatu tempat akan semakin kecil seiring kejenuhan tanah oleh air. Pada saat tertentu
laju infiltrasi menjadi tetap. Nilai laju inilah yang kemudian disebut laju perkolasi.
Ketika air hujan jatuh di atas permukaan tanah, tergantung pada kondisi
biofisik permukaan tanah, sebagian atau seluruh air hujan tersebut akan mengalir
masuk ke dalam tanah melalui pori-pori permukaan tanah.
Universitas Sumatera Utara
9
Proses mengalirnya air hujan ke dalam tanah disebabkan oleh tarikan gaya
gravitasi dan gaya kapiler tanah. Di bawah pengaruh gaya gravitasi air hujan
mengalir vertikal kedalam tanah, sedangkan pada gaya kapiler bersifat mengalirkan
air tersebut tegak lurus keatas, ke bawah, dan kearah horizontal (lateral). Gaya
kapiler bekerja nyata pada tanah dengan pori-pori yang relativ kecil.
2.2.3
Faktor yang Mempengaruhi Infiltrasi
Perpindahan air dari atas ke dalam permukaan tanah baik secara vertikal
maupun secara horizontal disebut infiltrasi. Banyaknya air yang terinfiltrasi dalam
satuan waktu disebut laju infiltrasi. Besarnya laju infiltrasi (f ) dinyatakan dalam
mm/jam atau mm/hari. Laju infiltrasi akan sama dengan intensitas hujan (I), bila laju
infiltrasi tersebut lebih kecil dari daya infiltrasinya. Jadi f ≤ fp dan f ≤ I (Soemarto,
1999).
Infiltrasi berubah-ubah sesuai dengan intensitas curah hujan. Akan tetapi
setelah mencapai limitnya, banyaknya infiltrasi akan berlangsung terus sesuai dengan
kecepatan absorbsi setiap tanah. Pada tanah yang sama kapasitas infiltrasinya
berbeda-beda, tergantung dari kondisi permukaan tanah, struktur tanah, tumbuhtumbuhan dan lain-lain. Di samping intensitas curah hujan, infiltrasi berubah-ubah
karena dipengaruhi oleh kelembaban tanah dan udara yang terdapat dalam tanah
(Maryono, 2004).
Beberapa faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi laju infiltrasi
adalah sebagai berikut:
1. Tinggi genangan air di atas permukaan tanah dan tebal lapisan tanah yang jenuh.
2. Kadar air atau lengas tanah
Universitas Sumatera Utara
10
3. Pemadatan tanah oleh curah hujan
4. Penyumbatan pori tanah mikro oleh partikel tanah halus seperti bahan endapan
dari partikel liat
5. Pemadatan tanah oleh manusia dan hewan akibat traffic line oleh alat olah
6. Struktur tanah
7. Kondisi perakaran tumbuhan baik akar aktif maupun akar mati (bahan organik)
8. Proporsi udara yang terdapat dalam tanah
9. Topografi atau kemiringan lahan Intensitas hujan
10. Kekasaran permukaan tanah
11. Kualitas air yang akan terinfiltrasi
12. Suhu udara tanah dan udara sekitar
Apabila
semua
faktor-faktor
di
atas
dikelompokkan,
maka
dapat
dikategorikan menjadi dua faktor utama yaitu:
1. Faktor yang mempengaruhi air untuk tinggal di suatu tempat sehingga air
mendapat kesempatan untuk terinfiltrasi (oppurtunity time).
2. Faktor yang mempengaruhi proses masuknya air ke dalam tanah. Selain dari
beberapa faktor yang menentukan infiltrasi di atas terdapat pula sifat-sifat khusus
dari tanah yang menentukan dan membatasi kapasitas infiltrasin (Arsyad, 1989).
Diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Ukuran pori
Laju masuknya hujan ke dalam tanah ditentukan terutama oleh ukuran pori dan
susunan pori-pori besar. Pori yang demikian itu dinamakan pori aerasi, oleh
karena pori-pori mempunyai diameter yang cukup besar yang memungkinkan air
keluar dengan cepat sehingga tanah beraerasi baik.
Universitas Sumatera Utara
11
b. Kemantapan pori
Kapasitas infiltrasi hanya dapat terpelihara jika porositas semula tetap tidak
terganggu selama waktu tidak terjadi hujan.
c. Kandungan air
Laju infiltrasi terbesar terjadi pada kandungan air yang rendah dan sedang.
d. Profil tanah
Sifat bagian lapisan suatu profil tanah juga menentukan kecepatan masuknya air
ke dalam tanah. Ketika air hujan jatuh di atas permukaan tanah, maka proses
infiltrasi tergantung pada kondisi biofisik permukaan tanah, sebagian atau seluruh
air hujan tersebut akan mengalir masuk ke dalam tanah melalui pori-pori
permukaan tanah. Proses mengalirnya air hujan ke dalam tanah disebabkan oleh
tarikan gaya gravitasi dan gaya kapiler tanah. Oleh karena itu, infiltrasi juga
biasanya disebut sebagai aliran air yang masuk ke dalam tanah sebagai akibat
gaya kapiler dan gravitasi. Laju air infiltrasi yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi
dibatasi oleh besarnya diameter pori-pori tanah. Tanah dengan pori-pori jenuh air
mempunyai kapasitas lebih kecil dibandingkan dengan tanah dalam keadaan
kering (Asdak, 2002).
Di bawah pengaruh gaya gravitasi, air hujan mengalir vertical kedalam tanah
melalui profil tanah. Dengan demikian, mekanisme infiltrasi melibatkan tiga proses
yang tidak saling mempengaruhi (Asdak, 2002):
1. Proses masuknya air hujan melalui pori-pori permukaan tanah.
2. Tertampungnya air hujan tersebut di dalam tanah.
3. Proses mengalirnya air tersebut ke tempat lain (bawah, samping dan atas).
Universitas Sumatera Utara
12
Pengukuran laju infiltrasi dapat dilakukan pada permukaan tanah, pada
kedalam tertentu, pada lahan kosong atau pada lahan bervegetasi. Walaupun satuan
infiltrasi serupa dengan konduktivitas hidraulik, terdapat perbedaan antara keduanya.
Hal itu tidak bisa secara langsung dikaitkan kecuali jika kondisi batas hidraulik
diketahui, seperti kemiringan hidraulik dan aliran air lateral atau jika dapat
diperkirakan. Laju infiltrasi memiliki kegunaan seperti studi pembuangan limbah
cair, evaluasi potensi lahan tanki septik, efisiensi pencucian dan drainase, kebutuhan
irigasi, penyebaran air dan imbuhan air tanah, dan kebocoran saluran atau bendungan
dan kegunaan lainnya (Kirkby, 1971).
2.2.4
Pengaruh Tekstur Tanah Terhadap Laju Infiltrasi
Jumlah dan ukuran pori yang menentukan adalah jumlah pori-pori yang
berukuran besar. Makin banyak pori-pori besar maka kapasitas infiltrasi makin besar
pula. Atas dasar ukuran pori tersebut, liat kaya akan pori halus dan miskin akan pori
besar. Sebaliknya fraksi pasir banyak mengandung pori besar dan sedikit pori halus.
Dengan demikian kapasitas infiltrasi pada tanah-tanah pasir jauh lebih besar daripada
tanah liat.
Tanah-tanah yang bertekstur kasar menciptakan struktur tanah yang ringan.
Sebaliknya tanah-tanah yang terbentuk atau tersusun dari tekstur tanah yang halus
menyebabkan terbentuknya tanah-tanah yang bertekstur berat. Tanah dengan struktur
tanah yang berat mempunyai jumlah pori halus yang banyak dan miskin akan pori
besar. Sebaliknya tanah yang ringan mengandung banyak pori besar dan sedikit pori
halus.
Dengan demikian kapasitas infiltrasi dari kedua jenis tanah tanah tersebut
akan berbeda pula, yaitu tanah yang berstruktur ringan kapasitas infiltrasinya akan
Universitas Sumatera Utara
13
lebih besar dibandingkan dengan tanah-tanah yang berstruktur berat (Saifuddin,
1986).
Menurut Susanto (2008), laju infiltrasi berbeda menurut jenis tanahnya
seperti pada Tabel 2. 1 berikut ini.
Tabel 2. 1 Tekstur Tanah dengan Kecepatan Infiltrasi
Kecepatan Infiltrasi (cm/jam)
Kriteria
25.00 – 50.00
Sangat Cepat
12.50 – 25.00
Cepat
7.50 – 15.00
Sedang
0.50 – 2.50
Lambat
< 0.50
Sangat Lambat
Setiap jenis tanah mempunyai laju infiltrasi karakteristik yang berbeda, yang
bervariasi dari yang sangat tinggi sampai yang sangat rendah. Jenis tanah berpasir
umumnya cenderung mempunyai laju infiltrasi yang tinggi, akan tetapi tanah liat
sebaliknya, cenderung mempunyai laju infiltrasi yang rendah. Untuk satu jenis tanah
yang sama dengan kepadatan yang berbeda mempunyai laju infiltrasi yang berbeda
pula. Makin padat suatu kondisi tanah, maka makin kecil pula laju infiltrasinya,
begitu juga sebaliknya, makin renggang suatu kondisi butir-butir tanah, maka laju
infiltrasinya akan semakin besar pula.
Kelembaban tanah yang selalu berubah-ubah setiap saat juga berpengaruh
terhadap laju infiltrasi. Makin tinggi kadar air dalam tanah, maka laju infiltrasi tanah
tersebut makin kecil.
Pengaruh tanaman di atas permukaan tanah terdapat dua pengaruh, yaitu
berfungsi sebagai penghambat aliran di permukaan tanah sehingga kesempatan untuk
berinfiltrasi akan semakin besar, sedangkan yang kedua adalah sistem akarakaran
Universitas Sumatera Utara
14
yang dapat lebih menggemburkan struktur tanahnya sehingga laju infiltrasi dapat
menjadi cepat. Maka makin baik tutup tanaman yang ada, laju infiltrasi cenderung
lebih tinggi.
Kemiringan lahan memberikan pengaruh yang kecil terhadap infiltrasi,
walaupun begitu, terdapat perbedaan infiltrasi antara lahan datar dengan lahan
miring. Infiltrasi pada lahan datar akan lebih besar daripada lahan miring.
Penambahan bahan kimia dalam tanah ada dua jenis. Pertama, dimaksudkan
untuk memperkuat formasi agregat tanah, sehingga struktur tanah menjadi
diperbaiki. Akibatnya bukan saja infiltrasi yang meningkat, tetapi juga pergerakan air
di dalam tanah (perkolasi). Kedua, dimaksud untuk melapisi permukaan tanah agar
air yang mengalir diatasnya lancar, hal ini biasanya digunakan untuk saluran
drainase. Pada kondisi ini infiltrasi bisa dikatakan tidak terjadi sama sekali. Apabila
permukaan tanah tertutup oleh suatu bahan seperti beton, batako, dan sebagainya,
maka areal tanah tersebut tidak bisa berinfiltrasi sama sekali.
Sifat transmisi lapisan tanah tergantung pada lapisan-lapisan dalam tanah.
Lapisan tanah dibedakan 4 horizon (Soesanto, 2008):
1. Horizon A, yang teratas, sebagian bahan organik tanaman.
2. Horizon B, merupakan akumulasi dari bahan koloidal A, ketebalan permeabilitas
sangat menentukan laju infiltrasi.
3. Horizon C, kadang-kadang disebut sub soil, terbentuk dari pelapukan bahan induk.
4. Horizon D, merupakan bahan induk (bed rock).
Universitas Sumatera Utara
15
2.2.5
Arti Pentingnya Infiltrasi
Infiltrasi mempunyai arti penting terhadap beberapa hal berikut :
a. Proses limpasan (run off)
Daya infiltrasi menentukan banyaknya air hujan yang dapat diserap kedalam
tanah. Makin besar daya infiltrasi, perbedaan antara intensitas hujan dengan daya
infiltrasi menjadi makin kecil. Akibatnya limpasan permukaannya makin kecil,
sehingga debit puncaknya juga akan lebih kecil.
b. Pengisian lengas tanah (soil moisture) dan air tanah
Pengisian lengas tanah dan air tanah penting untuk tujuan pertanian. Akar
tanaman menembus zone tidak jenuh dan menyerap air yang diperlukan untuk
evapotranspirasi dari zona tidak jenuh. Pengisian kembali lengas tanah sama
dengan selisih antara infiltrasi dan perkolasi (jika ada). Pada permukaan air tanah
yang dangkal dalam lapisan tanah yang berbutir tidak begitu besar, pengisian
kembali lengas tanah ini dapat pula diperoleh dari kenaikan kapiler air tanah.
2.2.6
Perhitungan Infiltrasi dan Laju Infiltrasi
Penentukan besarnya infiltrasi dapat dilakukan dengan melalui tiga cara
(Harto, 1993), yaitu:
1. Menentukan perbedaan volume air hujan buatan dengan volume air larian pada
percobaan
laboratorium
menggunakan
simulasi
hujan
buatan
(Rainfall
Simulator ).
2. Menggunakan alat Single/Double Ring Infiltrometer (metode pengukuran
lapangan).
Universitas Sumatera Utara
16
3. Teknik pemisahan hidrograf aliran dari data aliran air hujan (metode separasi
hidrograf).
Singh (1989), menyajikan beberapa model infiltrasi yang telah diusulkan dan
digunakan pada kebanyakan analisa hidrologi dan hidraulik yang berkaitan dengan
sistem keairan. Model-model tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dua kelas,
yakni:
a) Model empiris.
Model empiris menyatakan kapasitas infiltrasi sebagai fungsi waktu. Dimana
kadar lengas tanah memiliki sifat dinamis terhadap waktu, sehingga laju infiltrasi
ditentukan oleh kondisi lengas tanah mula-mula saat proses infiltrasi mulai
terjadi. Adapun model-model empiris infiltrasi diantaranya adalah Model
Kostiakov, Model Horton, Model Holtan dan Model Overton.
b) Model konseptual.
Model infiltrasi selain model empiris adalah model konseptual yang
menganalogikan proses infiltrasi sebagai faktor terinterasi dengan aspek
hidrologi lain. Beberapa model konseptual adalah Model SCS, Model HEC,
Model Philip, dan Model Hidrograf.
Pada penelitian ini, dalam perhitungan laju infiltrasi menggunakan model
empiris yaitu metode Horton. Metode perhitungan ini dilakukan setelah data-data
pengukuran infiltrasi di lapangan menggunakan alat single ring infiltrometer telah
didapatkan.
Universitas Sumatera Utara
17
2.2.7
Pengukuran Infiltrasi di Lapangan
Pada penelitian ini dijelaskan cara mengukur laju infiltrasi di lapangan
dengan menggunakan alat single ring infiltrometer.
Single ring infiltrometer dalam bentuk yang paling sederhana terdiri atas
tabung baja yang ditekankan ke dalam tanah. Permukaan tanah di dalam tabung diisi
air. Tinggi air dalam tabung akan menurun, karena proses infiltrasi. Kemudian
banyaknya air yang ditambahkan untuk mempertahankan tinggi air dalam tabung
tersebut harus diukur.
Makin kecil diameter tabung makin besar gangguan akibat aliran ke samping
di bawah tabung. Dengan cara ini infiltrasinya dapat dihitung dari banyaknya air
yang ditambahkan kedalam tabung sebelah dalam per satuan waktu.
Gambar 2.3 Single Ring Infitrometer
Selain menggunakan alat single ring infiltrometer , pengukuran laju infiltrasi
di lapangan dapat juga diukur dengan cara berikut:
a. Testplot
Pengukuran infiltrasi dengan infiltrometer hanya dapat dilakukan terhadap luasan
yang kecil saja, sehingga sukar untuk mengambil kesimpulan terhadap besarnya
infiltrasi bagi daerah yang lebih luas. Untuk mengatasi hal ini dipilih tanah datar
Universitas Sumatera Utara
18
yang dikelilingi tanggul dan digenangi air. Daya infiltrasinya didapat dari
banyaknya air yang ditambahkan agar permukaannya konstan. Jadi testplot
sebenarnya adalah infiltrometer yang berskala besar.
b. Lysimeter
Lysimeter merupakan alat pengukur berupa tangki beton yang ditanam dalam
tanah diisi tanah dan tanaman yang sama dengan sekelilingnya, dilengkapi dengan
fasilitas drainage dan pemberian air.
Setelah data-data pengukuran infiltrasi di lapangan menggunakan alat single
ring infiltrometer telah didapatkan, selanjutnya pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan rumus metode Horton (Harto, 1993).
b. Metode Horton
Model Horton adalah salah satu model infiltrasi yang terkenal dalam
hidrologi. Model Horton menjelaskan bahwa kapasitas infiltrasi berkurang seiring
dengan bertambahnya waktu hingga mendekati nilai yang konstant. Dinyatakan
bahwa penurunan kapasitas infiltrasi lebih dikontrol oleh faktor yang beroperasi di
permukaan tanah dibanding dengan proses aliran di dalam tanah. Faktor yang
berperan untuk pengurangan laju infiltrasi seperti penutupan retakan tanah oleh
koloid tanah dan pembentukan kerak tanah, penghancuran struktur permukaan lahan
dan pengangkutan partikel halus dipermukaan tanah oleh tetesan air hujan (Achmad,
2011). Model Horton dapat dinyatakan secara matematis mengikuti persamaan
berikut:
f = fc + (f0 – fc) x e-kt
............................................................... (2.1)
Universitas Sumatera Utara
19
dimana:
f
= laju infiltrasi nyata (cm/jam)
fc
= laju infiltrasi tetap (cm/jam)
f0
= laju infiltrasi awal (cm/jam)
k
= konstanta geofisik
t
= waktu ( t )
e
= 2.718281820
Gambar 2.3 Kurva laju infiltrasi Horton
Rumus Horton ditransposisikan sebagai berikut:
f = fc + (f0 – fc) x e-kt
....................................... (2.2)
Kemudian persamaan tersebut di log-kan menjadi:
log
= log
−
− � log
............................................ (2.3)
Atau,
−
log
−
− log
−
= −� log
............................................ (2.4)
=
log
=
log
atau,
[log
. log
−
−
− log
+
log
−
. log
]
............................................ (2.5)
−
............................................ (2.7)
Universitas Sumatera Utara
20
Persamaan diatas sama dengan persamaan:
=
=
+�
log
� = log
�=
log
............................................ (2.8)
............................................ (2.9)
−
.......................................... (2.10)
−
.......................................... (2.11)
Dengan demikian persamaan ini dapat diwakilkan dalam sebuah garis lurus
yang mempunyai nilai=
log
. Bentuk dari garis lurus persamaan tersebut di
perlihatkan dalam di bawah ini.
Waktu (t)
=
� log
Log (fo-fc)
Gambar 2.4 Hubungan t dan log ( fo-fc )
Universitas Sumatera Utara
21
2.3
Permeabilitas Tanah
Permeabilitas adalah cepat lambatnya air merembes ke dalam tanah baik
melalui pori makro maupun pori mikro baik ke arah horizontal maupun vertikal.
Tanah adalah kumpulan partikel padat dengan rongga yang saling berhubungan.
Rongga ini memungkinkan air dapat mengalir di dalam partikel melalui rongga dari
satu titik yang lebih tinggi ke titik yang lebih rendah. Sifat tanah yang
memungkinkan air melewatinya pada berbagai laju alir tertentu disebut permeabilitas
tanah. Sifat ini berasal dari sifat alami granular tanah, meskipun dapat dipengaruhi
oleh faktor lain (seperti air terikat di tanah liat). Jadi, tanah yang berbeda akan
memiliki permeabilitas yang berbeda.
Koefisien permeabilitas terutama tergantung pada ukuran rata-rata pori yang
dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel, bentuk partikel dan struktur tanah. Secara
garis besar, makin kecil ukuran partikel, makin kecil pula ukuran pori dan makin
rendah koefisien permeabilitasnya. Berarti suatu lapisan tanah berbutir kasar yang
mengandung butiran-butiran halus memiliki harga k yang lebih rendah dan pada
tanah ini koefisien permeabilitas merupakan fungsi angka pori. Kalau tanahnya
berlapis-lapis permeabilitas untuk aliran sejajar lebih besar dari pada permeabilitas
untuk aliran tegak lurus. Lapisan permeabilitas lempung yang bercelah lebih besar
dari pada lempung yang tidak bercelah (unfissured).
Universitas Sumatera Utara
22
Menurut Braja M. Das (1993), harga korfisien rembesan (k) untuk tiap-tiap
tanah berbeda-beda, diantaranya:
Tabel 2.2 Harga-harga koefisien permebilitas tanah
K
Jenis Tanah
(cm/detik)
Kerikil bersih
1,0-100
Pasir kasar
1,0-0,01
Pasir halus
0,01-0,001
Lanau
0,001-0,00001
Lempung
Kurang dari 0,000001
Sumber : Braja M. Das, 1985
(ft/detik)
2,0-200
2,0-0,02
0,02-0,002
0,002-0,00002
Kurang dari 0,000002
Permeabilitas juga merupakan pengukuran hantaran hidraulik tanah. Hantaran
hidraulik tanah timbul adanya pori kapiler yang saling bersambungan dengan satu
dengan yang lain. Secara kuantitatif hantaran hidraulik jenuh dapat di artikan sebagai
kecepatan bergeraknya suatu cairan pada media berpori dalam keadaan jenuh. Dalam
hal ini sebagai cairan adalah air dan sebagai media pori adalah tanah. Penetapan
hantaran hidraulik didasarkan pada hukum Darcy. Dalam hukum ini tanah dianggap
sebagai kelompok tabung kapiler halus dan lurus dengan jari-jari yang seragam.
Sehingga gerakan air dalam tabung tersebut di anggap mempunyai kecepatan yang
sama.
Unuk mencari harga koefisien permeabilitas (k) suatu tanah dapat
menggunakan pengujian di laboratorium maupun pengujian di lapangan. Untuk
pengujian di laboratorium dapat dilakukan dengan cara berikut:
a. Pengujian tinggi energi tetap (Constand Head Permeability Test)
b. Pengujian tinggi energi jatuh (Falling Head Permeability Test)
c. Penelitian secara tidak langsung dari pengujian konsolidasi
d. Pengujian kapiler horizontal
Universitas Sumatera Utara
23
Sedangkan untuk menentukan koefisien permeabilitas di lapangan dapat
dilakukan dengan cara berikut:
a. Uji pemompaan (Pumping Test)
b. Uji perkolasi (Auger Hole Test)
Uji koefisien permeabilitas tanah yang dilakukan di laboratorium, yaitu :
a.
Constand Head Permeability Test
Percobaan ini dilakukan dengan pemberian tegangan tetap. Sampel tanah
yang dipakai adalah tanah yang memiliki daya rembes besar, misalnya pasir. Untuk
menentukan nilai k, kita langsung mengukur banyaknya air yang masuk dan keluar
dari tanah tersebut dalam jangka waktu tertentu.
Setelah data-data hasil percobaan dicatat, kemudian koefisien rembesan
dihitung dengan turunan rumus:
=
�
�
.................................................................. (2.12)
= �. �. � ≈ � �� .
.................................................................. (2.13)
=
.................................................................. (2.14)
�
Maka,
�=
�
.�
�.ℎ.
Dimana :
Q
A
t
i
ℎ �
�
.................................................................. (2.15)
= volume air yang dikumpulkan,
= luas penampang sampel,
= waktu
= gradien hidraulik
Universitas Sumatera Utara
24
Gambar 2.5 Alat Constand Head Permeability Test
b. Constand Head Permeability Test
Untuk percobaan ini, tegangan yang diberikan terhadap contoh tanah tidak
tetap. Sampel yang dipakai adalah tanah yang daya rembesnya kecil, misalnya
lempung. Air yang masuk ke sampel tanah melalui pipa yang berdiameter kecil.
Untuk menentukan nilai k dilakukan dengan mengukur penurunan ketinggian air
pada pipa tersebut sehingga tegangan air tidak tetap.
Universitas Sumatera Utara
25
Gambar 2.6 Skema Falling Head Permeability Test
Jumlah air yang mengalir pada waktu melalui contoh tanah pada waktu (t) yaitu:
=
. ℎ
.................................................................. (2.16)
�. �
Debit masuk (Qi) = Debit keluar (Qo)
ℎ
�
∫
� = −�
=
=
� �
�
=
� �
�
−
� �
�
ℎ
.................................................................. (2.17)
ℎ
ℎ
.................................................................. (2.18)
ℎ
− ∫ℎ
ln ℎ − ℎ
ℎ
ℎ
.................................................................. (2.19)
.................................................................. (2.20)
Universitas Sumatera Utara
26
=
� �
�
=
.
�=
.
.................................................,,,,............. (2.21)
log
� �
log ℎ
� �
log
�
Maka,
�
Dimana :
Q
A
t
k
2.4.
ℎ
ℎ
log
ℎ
.................................................................. (2.22)
ℎ
.................................................................. (2.23)
ℎ
= volume air yang dikumpulkan,
= luas penampang sampel,
= waktu
= koefisien permeabilitas
Analisis Hidrologi
Dalam Perencanaan berbagai macam bangunan air, seperti persoalan drainase
dan bangunan pengendalian banjir diperlukan analisa hidrologi khususnya masalah
hujan sebagai sumber air yang akan dialirkan pada sistem drainase dan limpasan
sebagai akibat tidak mampunya sistem drainase mengalirkan ke tempat pembuangan
akhir. Desain hidrologi diperlukan untuk mengetahui debit pengaliran. Dalam
menentukan dimensi penampang dari berbagai bangunan pengairan misalnya saluran
drainase diperlukan suatu penentuan besar debit rencana. Untuk itu perlu diketahui
faktor-faktor yang digunakan untuk menganalisa debit rencana:
2.4.1. Data Curah Hujan
Hujan merupakan komponen yang penting dalam analisa hidrologi
perencanaan debit untuk menentukan dimensi saluran drainase. Penentuan hujan
rencana dilakukan dengan analisa frekuensi terhadap data curah hujan harian
maksimum tahunan, dengan lama pengamatan sekurang-kurangnya 10 tahun.
Universitas Sumatera Utara
27
2.4.2. Analisa Frekuensi Curah Hujan
Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi dan empat
jenis distribusi yang paling banyak digunakan dalam bidang hidrologi adalah :
- Distribusi Normal
- Distribusi Log Normal
- Distribusi Log Person III
- Distribusi Gumbel
Dalam statistik dikenal beberapa parameter yang berkaitan dengan analisis
data yang meliputi rata-rata, simpangan baku, koefisien variasi dan koefisien
skewness (kecondongan atau kemencengan).
Tabel 2.3. Parameter Statistik yang Penting
Parameter
Rata-rata
Simpangan Baku
(Standar deviasi)
Sampel
̅ =
= [
Koefisien Variasi
Koefisien Skewness
−
∑
�=
∑ �� − �̅ ]
�=
�� =
�=
�
�
∑�= �� − �̅
−
−
Populasi
�=�
∞
= ∫�
−∞
�
�
� = {� [ � − � ]}
�� =
�=
/
�
�
�[ � − � ]
�
(Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 34)
Universitas Sumatera Utara
28
2.4.2.1. Distribusi Normal
Distribusi normal atau kurva normal disebut juga distribusi Gauss. Fungsi
densitas peluang normal PDF (Probability Density Function) yang paling dikenal
adalah bentuk bell dan dikenal sebagai distribusi normal. PDF (Probability Density
Function) distribusi normal dapat dituliskan dalam bentuk rata-rata dan simpangan
bakunya, sebagai berikut :
=
Dimana: P(X)
X
μ
Xσ
�√ �
�� [−
�−�
�
] − ∞ ≤ � ≤ ∞……..…...........…….……..(2.24)
= fungsi densitas peluang normal (ordinat kurva normal)
= variable acak kontinu
= rata – rata nilai
= simpangan baku dari nilai X
Dalam pemakaian praktis, umumnya rumus tersebut tidak digunakan secara
langsung karena telah dibuat tabel untuk keperluan perhitungan, dan juga dapat
didekati dengan :
=
�− ̅
……………………………………………….......................(2.25)
Dimana: XT = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dalam periode ulang T
Tahunan
X = nilai rata-rata hitung variat
S = deviasi standar nilai variat
KT = faktor frekuensi (nilai variabel reduksi Gauss)
Nilai faktor frekuansi (KT), umumnya sudah tersedia dalam tabel untuk
mempermudah perhitungan, seperti ditunjukkan dalam tabel berikut, biasa disebut
sebagai tabel nilai variabel reduksi Gauss (Variabel reduced Gauss)
Universitas Sumatera Utara
29
Tabel 2.4. Nilai Variabel Reduksi Gauss
No
Periode Ulang, T
Peluang
KT
(tahun)
1
1,001
0,999
-3.05
2
1,005
0,995
-2,58
3
1,010
0,990
-2,33
4
1,050
0,950
-1,64
5
1,110
0,900
-1,28
6
1,250
0,800
-0,84
7
1,330
0,750
-0,67
8
1,430
0,700
-0,52
9
1,670
0,600
-0,25
10
2,000
0,500
0
11
2,500
0,400
0,25
12
3,330
0,300
0,52
13
4,000
0,250
0,67
14
5,000
0,200
0,84
15
10,000
0,100
1,28
16
20,000
0,050
1,64
17
50,000
0,020
2,05
18
100,000
0,010
2,33
19
200,000
0,005
2,58
20
500,000
0,002
2,88
21
1,000,000
0,001
3,09
(Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 37)
2.4.2.2. Distribusi Log Normal
Jika variabel Y = Log X terdistribusi secara normal, maka X dikatakan
mengikuti distribusi Log Normal. PDF (Probability Density Function) untuk
distribusi Log Normal dapat dituliskan dalam bentuk rata-rata dan simpangan
bakunya, sebagai berikut :
=
�√ �
�� [−
−��
��
]……………………….............…...........(2.26)
= log …………………………………………………….…….......(2.27)
Universitas Sumatera Utara
30
Dimana : P(X) = peluang log normal
X
= nilai varian pengamatan
μY = nilai rata-rata populasi Y
σY = deviasi standar nilai variat Y
Dengan persamaan yang dapat didekati :
= ̅+
=
�− ̅
…………………...………….........………..……….…(2.28)
……………………………..……………….....…..…...….(2.29)
Dimana: YT = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang Ttahunan
Y = nilai rata-rata hitung variat
S = deviasi standar nilai variat
KT = faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang Y
2.4.2.3 Distribusi Log Person III
Pada situasi tertentu, walaupun data yang diperkirakan mengikuti distribusi
sudah konversi kedalam bentuk logaritmis, ternyata kedekatan antara data dan teori
tidak cukup kuat untuk menjustifikasi pemakaian distribusi log normal.
Salah satu distribusi dari serangkaian distribusi yang sikembangkan person
yang menjadi perhatian ahli sumber daya air adalah Log-Person Type III (LP III).
Tiga parameter penting dalam Log-Person Type III yaitu harga rata-rata, simpangan
baku dan koefisien kemencengan. Yang menarik adalah jika koefisien kemencengan
sama dengan nol maka perhitungan akan sama dengan log Normal.
Berikut ini langkah-langkah penggunaan distribusi Log-Person Type III :
- Ubah data kedalam bentuk logaritmis, X = Log X
- Hitung harga rata-rata :
Universitas Sumatera Utara
31
�
∑
log ̅ = �=
log
…………………....….....………….........……..........(2.30)
- Hitung harga simpangan baku :
-
= [
∑�
�=
� �− � ̅
−
]
.
……………………….……................….....(2.31)
Hitung koefisien kemencengen :
�=
∑�
�=
� �− � ̅
−
−
………………………….…….…….................(2.31)
- Hitung logaritma hujan atau banjir periode ulang T dengan rumus :
log XT = log X + K.S………………………………………….……...(2.32)
K adalah variable standar (standardized variable) untuk X yang besarnya
tergantung koefisien kemencengan G. dicantumkan pada Tabel 2.4
Universitas Sumatera Utara
32
Tabel 2.5. Nilai K untuk distribusi Log Person III
Interval Kejadian (Recurrence Interval), Tahun (Periode Ulang)
10,101 12,500
2
5
10
25
50
100
Koef
Persentase Peluang Terlampaui (Percent Chance Of Being Exceeded)
99
80
50
20
10
4
2
1
3.0
-0.667 -0.636 -0.396 0.420
1,180
2,278
3,152
2.8
-0.714 -0.666 -0.384 0.460
1,210
2,275
3,144
2.6
-0.769 -0.696 -0.368 0.499
1,238
2,267
3,071
2.4
-0.832 -0.725 -0.351 0.537
1,262
2,256
3,023
2.2
-0.905 -0.752 -0.330 0.574
1,284
2,240
2,970
2.0
-0.990 -0.777 -0.307 0.609
1,302
2,219
2,192
1.8
-1.087 -0.799 -0.282 0.643
1,318
2,193
2,848
1.6
-1.197 -0.817 -0.254 0.675
1,329
2,163
2,780
1.4
-1.318 -0.832 -0.225 0.705
1,337
2,128
2,076
1.2
-1.449 -0.844 -0.195 0.732
1,340
2,087
2,626
1.0
-1.588 -0.852 -0.164 0.758
1,340
2,043
2,542
0.8
-1.733 -0.856 -0.132 0.780
1,336
1,993
2,453
0.6
-1.880 -0.857 -0.099 0.800
1,328
1,939
2,359
0.4
-2.029 -0.855 -0.066 0.516
1,317
1,880
2,261
0.2
-2.178 -0.850 -0.033 0.830
1,301
1,818
2,159
0.0
-2.326 -0.842 0.000
0.842
1,282
1,715
2,051
-0.2 -2.472 -0.830 0.033
0.850
1,258
1,680
1,945
-0.4 -2.615 -0.816 0.066
0.855
1,231
1,606
1,834
-0.6 -2.755 -0.800 0.099
0.857
1,200
1,528
1,720
-0.8 -2.891 -0.780 0.132
0.856
1,166
1,448
1,606
-1.0 -3.022 -0.758 0.164
0.852
1,086
1.366
1,492
-1.2 -2.149 -0.732 0.195
0.844
1,086
1,282
1,379
-1.4 -2.271 -0.705 0.225
0.832
1,041
1,198
1,270
0.817
0.994
1,116
1,166
-1.6 -2.238 -0.675 0.254
-1.8 -3.499 -0.643 0.282
0.799
0.945
1,035
1,069
-2.0 -3.605 -0.609 0.307
0.777
0.895
0.959
0.980
-2.2 -3.705 -0.574 0.330
0.752
0.844
0.888
0.900
-2.4 -3.800 -0.532 0.351
0.725
0.795
0.823
0.823
-2.6 -3.889 -0.490 0.368
0.696
0.747
0.764
0.768
-2.8 -3.973 -00469 0.384
0.666
0.702
0.712
0.714
-3.0 -7.051 -0.420 0.696
0.636
0.666
0.666
0.666
(Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 43)
4,051
3,973
2,889
3,800
3,705
3,605
3,499
3,388
3,271
3,149
3,022
2,891
2,755
2,615
2,472
2,326
2,178
2,028
1,880
1,733
1,588
1,449
1,318
1,197
1,087
0.990
0.905
0.832
0.796
0.714
0.667
Universitas Sumatera Utara
33
2.4.2.4. Distribusi Gumbel
Gumbel menggunakan harga ekstrim untuk menunjukkan bahwa untuk
setiap data merupakan data exponential. Jika jumlah populasi yang terbatas dapat
didekati dengan persamaan :
= ̅+
…………………………………..………....…..……..…...(2.33)
Dimana : ̅ = harga rata-rata sample
S = nilai varian pengamatan X
Faktor probabilitas K untuk harga-harga ekstrim Gumbel dapat dinyatakan
dalam
=
�
− �
�
……………………………………..………..…....….......…(2.34)
Dimana : Yn
Sn
= reduced mean yang tergantung jumlah sample/data ke-n
= reduced standard deviation, yang juga tergantung pada jumlah
sample/data ke-n
YTr = reduced variated, yang dapat dihitung dengan persamaan berikut
ini:
= − ln {−ln
Tr −
Tr
}
……………………………..………………...(2.35)
Tabel 2.6 : Standard Deviasi (Yn), Tabel 2.7 : Reduksi Variat (YTr) dan
Tabel 2.8 : Reduksi Standard Deviasi (Sn) berikut mencantumkan nilai-nilai Variabel
Reduksi menurut Gauss untuk menyelesaikan persamaan 2.34
Universitas Sumatera Utara
34
Tabel 2.6. Standar Deviasi (Yn) untuk Distribusi Gumbel
No
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
20
30
40
50
60
70
80
90
10
0
0.4952
0.5236
0.5362
0.5436
0.5486
0.5521
0.5548
0.5569
05586
0.5600
0.4996
0.5252
0.5371
0.5442
0.5489
0.5524
0.5550
0.5570
0.5587
0.5602
0.5035
0.5268
0.5380
0.5448
0.5493
0.5527
0.5552
0.5572
0.5589
0.5603
0.5070
0.5283
0.5388
0.5453
0.5497
0.5530
0.5555
0.5574
0.5591
0.5604
0.5100
0.5296
0.5396
0.5458
0.5501
0.5533
0.5557
0.5576
0.5592
0.5606
0.5128
0.5309
0.5403
0.5463
0.5504
0.5535
0.5559
0.5578
0.5593
0.5607
0.5157
0.5320
0.5410
0.5468
0.5508
0.5538
0.5561
0.5580
0.5595
0.5608
0.5181
0.5332
0.5418
0.5473
0.5511
0.5540
0.5563
0.5581
0.5596
0.5609
0.5202
0.5343
0.5424
0.5477
0.5515
0.5543
0.5565
0.5583
0.5598
0.5510
0.5220
0.5353
0.5346
0.5481
0.5518
0.5545
0.5567
0.5585
0.5599
0.5611
(Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan )
Tabel 2.7. Reduksi Variat (YTR) sebagai fungsi Periode Ulang Gumbel
Periode
Reduced
Periode
Reduced
Ulang, TR
Variate, YTR
Ulang, TR
Variate, YTR
(Tahun)
(Tahun)
(Tahun)
(Tahun)
2
0.3668
100
4.6012
5
1.5004
200
5.2969
10
2.251
250
5.5206
20
2.9709
500
6.2149
25
3.1993
1000
6.9087
50
3.9028
5000
8.5188
75
4.3117
10000
9.2121
(Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan )
Tabel 2.8. Reduksi Standard Deviasi (Sn) untuk Distribusi Gumbel
No
10
20
30
40
50
60
70
80
90
10
0
1
2
3
4
5
6
7
8
0.94
0.96
0.99
0.99 1.00 1.020 1.03 1.04 1.049
1.06
1.06
1.07
1.08 1.08 1.091 1.09 1.10 1.104
1.11
1.11
1.11
1.12 1.12 1.128 1.13 1.13 1.136
1.14
1.14
1.14
1.14 1.14 1.151 1.15 1.15 1.157
1.10
1.16
1.16
1.16 1.16 1.168 1.16 1.17 1.172
1.17
1.17
1.17
1.17 1.17 1.180 1.18 1.18 1.183
1.18
1.18
1.18
1.18 1.18 1.189 1.19 1.19 1.192
1.19
1.19
1.19
1.19 1.19 1.197 1.19 1.19 1.199
1.20
1.20
1.20
1.20 1.20 1.203 1.20 1.20 1.205
1.20
1.20
1.20
1.20 1.20 1.208 1.20 1.20 1.209
(Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan )
9
1.056
1.108
1.138
1.159
1.173
1.184
1.193
1.200
1.206
1.209
Universitas Sumatera Utara
35
2.4.3.
Intensitas Curah Hujan
Intensitas curah hujan adalah besar curah hujan selama satu satuan waktu
tertentu. Besarnya intensitas hujan berbeda-beda tergantung dari lamanya curah
hujan dan frekuensi kejadiannya. Intensitas hujan diperoleh dengan cara melakukan
analisa data hujan baik secara statistik maupun secara empiris. Metode yang dipakai
dalam perhitungan intensitas curah hujan adalah Metode Mononobe yaitu apabila
data hujan jangka pendek tidak tersedia yang ada hanya data hujan harian. Persamaan
umum yang dipergunakan untuk menghitung hubungan antara intensitas hujan T jam
dengan curah hujan maksimum harian sebagai berikut :
�=
/
………………………………………………….........…(2.36)
Dimana : I
= Intensitas Hujan (mm/jam)
R24 = Curah hujan maksimum harian (selama 24 jam) (mm)
t
= lamanya hujan (jam)
Dengan menggunakan persamaan diatas intensitas curah hujan untuk
berbagai nilai waktu konsentrasi dapat ditentukan dari besar data curah hujan harian
(24) jam.
2.4.4.
Koefisien Limpasan
Limpasan merupakan gabungan antara aliran permukaan, aliran-aliran yang
tertunda pada cekungan-cekungan dan aliran permukaan (surface flow). Dalam
perencanaan drainase bagian air hujan yang menjadi perhatian adalah aliran
permukaan (surface runoff), sedangkan untuk pengendalian banjir tidak hanya aliran
permukaan tetapi limpasan (runoff).
Universitas Sumatera Utara
36
Tabel 2.9. Koefisien Limpasan Berdasarkan Tata Guna Lahan untuk
Metode Rasional,McGuen, 1989
Deskripsi Daerah
Perdagangan
Koefisien
0.70-0.95
Sifat Permukaan
Jalan
Koefisien
Daerah Kota/dekat
• Permukiman
• Rumah tinggal
• Kompleks
• Permukiman
Apartemen
Industri
Industri ringan
0.50 – 0.70
0.30 – 0.50
0.40 – 0.60
0.25 – 0.40
0.50 – 0.70
0.50 – 0.80
• Aspal
• Beton
• Batu bata
• Batu kerikil
Jalan raya dan trotoir
Atap
Lapangan rumput
Tanah berpasir
0.70 – 0.95
0.80 – 0.95
0.70 – 0.85
0.15 – 0.35
0.70 – 0.85
0.75 – 0.95
0.005 – 010
Industri berat
Taman, kuburan
Lapangan bermain
Daerah halaman KA
Daerah tidak terawatt
0.60 – 0.90
0.10 - 0.25
0.10 – 0.25
0.20 – 0.40
0.10 – 0.3
• Kemiringan 2
• Rata-rata 2-7
• Curam (7
Lapangan rumput
Tanah keras
Kemiringan 2
• Rata-rata 2-7
• Curam (7
0.10 – 0.15
0.15 – 0.20
0.13 – 0.17
0.18 – 0.22
0.25 – 0.35
(Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan )
2.4.5.
Koefisien Limpasan
Intensitas curah hujan adalah besar curah hujan selama satu satuan waktu
tertentu. Besarnya intensitas hujan berbeda-beda tergantung dari lamanya curah
hujan dan frekuensi kejadiannya. Intensitas hujan diperoleh dengan cara melakukan
analisa data hujan baik secara statistik maupun secara empiris. Metode yang dipakai
dalam perhitungan intensitas curah hujan adalah Metode Mononobe yaitu apabila
data hujan jangka pendek tidak tersedia yang ada hanya data hujan harian. Persamaan
umum yang dipergunakan untuk menghitung hubungan antara intensitas hujan T jam
dengan curah hujan maksimum harian sebagai berikut :
�=
/
……………………………………………….............…(2.33)
Universitas Sumatera Utara
37
Dimana : I
= Intensitas Hujan (mm/jam)
R24 = Curah hujan maksimum harian (selama 24 jam) (mm)
t
= lamanya hujan (jam)
Dengan menggunakan persamaan diatas intensitas curah hujan untuk
berbagai nilai waktu konsentrasi dapat ditentukan dari besar data curah hujan harian
(24) jam.
2.4.6.
Koefisien Limpasan
Limpasan merupakan gabungan antara aliran permukaan, aliran-aliran yang
tertunda pada cekungan-cekungan dan aliran permukaan (surface flow). Dalam
perencanaan drainase bagian air hujan yang menjadi perhatian adalah aliran
permukaan (surface runoff), sedangkan untuk pengendalian banjir tidak hanya aliran
permukaan tetapi limpasan (runoff).
2.4.7.
Debit Rencana
Perhitungan debit rencana untuk saluran drainase di daerah perkotaan dapat
dilakukan dengan menggunakan rumus Rasional. Debit rencana hendaknya
ditetapkan tidak terlalu kecil untuk menjaga agar jangan terlalu sering terjadi
ancaman perusakan bangunan atau daerah sekitarnya banjir. Pemilihan atas metode
yang digunakan untuk menghitung besarnya debit aliran permukaan dalam satuan
internasional adalah Metode Rasional sebagai berikut :
= ,
Dimana : Qp
C
I
A
�. �. �.……………...........…………………..…...………...….(2.34)
= Debit rencana (m3/dtk)
= Koefisien aliran Permukaan
= Intensitas Hujan (mm/jam)
= Luas daerah Pengaliran (Ha).
Universitas Sumatera Utara
38
Tabel 2.10 Koefisien aliran untuk metode rasional
Koefisien aliran C = Ct + Cs + Cv
Topografi, Ct
Tanah, Cs
Vegetasi, Cv
Datar (1%)
0.03 Pasir dan gravel
0.04 Hutan
Bergelombang
0.08 Lempung berpasir 0.08 Pertaian
(1-10%)
Perbukitan
0.16 Lempung dan
0.16 Padang rumput
(10-15%)
lanau
Pegunungan
0.26 Lapisan batu
0.26 Tanpa tanaman
(>20%)
Sumber : Hassing, 1995 dalam Wismarini, 2011
2.4.8.
0.04
0.11
0.21
0.28
Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi suatu daerah aliran sungai adalah waktu yang diperlukan
oleh air hujan yang jatuh, untuk mengalir dari titik terjauh sampai ketempat keluaran
daerah aliran sungai (titik kontrol), setelah tanah menjadi jenuh dan depresi-depresi
kecil terpenuhi. Dalam hal ini diasumsikan bahwa bila durasi hujan sama dengan
waktu konsentrasi, maka setiap bagian daerah aliran sungai secara serentak telah
menyumbangkan aliran terhadap titik kontrol. Salah satu metode untuk
memperkirakan waktu konsentrasi adalah dengan rumus yang dikembangkan oleh
Kirpich (1940) yang ditulis sebagai berikut :
�=
.
�
�
.
…………………...…………..………..................(2.35)
Dimana : Tc = Waktu Konsentrasi (jam)
L = Panjang saluran (km)
S = Kemiringan rata-rata saluran
Waktu konsentrasi dapat juga dihitung dengan membedakannya menjadi
dua komponen yaitu waktu yang diperlukan air untuk mengalir dipermukaan lahan
sampai saluran terdekat (to) dan waktu perjalanan dari pertama masuk saluran
sampai titik keluaran td sehingga Tc = to + td.
Universitas Sumatera Utara
39
=[ � .
=
�
�
� �
√
]
.
…………………….…...……...................….(2.36)
…………………………………………..….….……...............(2.37)
Dimana: to = inlet time ke saluran terdekat (menit)
td = conduit time sampai ke tempat pengukuran (menit)
n = angka kekasaran manning
S = kemiringan lahan (m)
L = panjang lintasan aliran diatas permukaan lahan (m)
Ls = panjang lintasan aliran didalam saluran/sungai (m)
V = kecepatan aliran didalam saluran (m/detik)
2.5.
Analisis Kapasitas Tampung Saluran Drainase
Perhitungan besarnya kapasitas tampung saluran drainase, dapat dilakukan
dengan
cara
perhitungan
unsur-unsur
geometris
saluran
drainase,
yang
perumusannya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.11. Unsur-Unsur Geometris Penampang Saluran
(sumber : Ven Te Chow, 1959)
( Sumber : Ven Te Chow, 1959)
Universitas Sumatera Utara
40
2.6.
Lubang Resapan Biopori
2.6.1
Pengertian
Lubang resapan biopori adalah lubang silindris yang dibuat secara vertikal ke
dalam tanah dengan diameter 10 cm dan kedalaman 100 cm atau kurang jika air
tanah dangkal. Selanjutnya agar organisme tanah bisa bekerja membentuk biopori,
lubang yang sudah dibuat tersebut diisi dengan sampah organik sebagai makanan
organisme tanah. Pengisian sampah tersebut diatur sedemikian rupa sehingga tidak
terlalu padat agar tersedia ukup oksigen untuk mendukung organisme tanah
pembentuk biopori. Dinamakan biopori karena memanfaatkan aktivitas fauna tanah
atau akar tanaman (bio) yang membentuk lubang-lubang terowongan kecil (pore) di
dalam tanah.
2.6.2
Manfaat Lubang Resapan Biopori
Lubang resapan biopori dapat dikatakan sebagai suatu rekayasa teknik
konservasi air, berupa lubang yang dibuat dengan kedalaman tertentu dan diisi
dengan bahan-bahan organik. Fungsi utama dari lubang resapan biopori ini adalah
pintu masuk air hujan yang turun ke bumi dan meresapkannya ke dalam tanah
dengan mengisi pori-pori yang ada di dalam lubang. Sementara itu, manfaat yang
dapat diperoleh dari pembuatan lubang resapan biopori di antaranya adalah (Sibarani
dan Bambang, 2009):
1. Memelihara cadangan air tanah.
2. Mencegah terjadi keamblesan (subsidence) dan keretakan tanah.
3. Menghambat intrusi air laut.
4. Mengubah sampah organik menjadi kompos.
5. Meningkatkan kesuburan tanah.
Universitas Sumatera Utara
41
6. Menjaga keanekaragaman hayati dalam tanah.
7. Mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh adanya genangan air seperti demam
berdarah, malaria, kaki gajah.
8. Mengurangi masalah pembuangan sampah yang mengakibatkan pencemaran udara
dan perairan.
9. Mengurang emisi gas rumah kaca (CO2 dan metan).
10. Mengurangi banjir, longsor, dan kekeringan.
2.6.3 Cara Kerja Lubang Resapan Biopori
Pada lubang resapan biopori,mikroba yang berada di sekitar lubang
penampang biopori akan tertarik dengan aroma sampah yang ada di dalam lubang
penampang. Aktivitas mikroba tersebut mengakibatkan terbentuknya lubang-lubang
halus di sekitar lubang penampang. Lubang-lubang halus inilah yang disebut
Biopori. Ketika hujan, air akan memenuhi lubang penampang. Kemudian air akan
menyebar ke segala arah melalui lubang-lubang kecil. Dengan demikian air yang
terserap lebih banyak, dan resiko terjadinya banjir pun dapat diperkecil. Ketersediaan
air tanah juga tercukupi
Gambar 2.7. Lubang Resapan Biopori
Sumber : Biopori.com
Universitas Sumatera Utara
42
Tujuan utama dari lubang resapan biopori adalah memperbesar masuknya air
ke dalam akuifer tanah sebagai air resapan (infiltrasi). Dengan demikian, air akan
lebih banyak masuk ke dalam tanah dan mengisi pori-pori yang terbentuk dan sedikit
yang mengalir sebagai aliran permukaan (run-off.
2.6.4 Konstruksi Lubang Resapan Biopori
Lubang resapan biopori dibuat pada permukaan tanah dengan ketentuanketentuan yang telah ditetapkan oleh peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
No.12 Tahun 2009. Tahapan-tahapan pembuatan lubang resapan biopori diantaranya:
a. membuat lubang silindris ke dalam tanah dengan diameter 10 cm, kedalaman
100 cm atau tidak melampaui kedalaman air tanah. Jarak pembuatan lubang
resapan biopori antara 50 – 100 cm;
b. memperkuat mulut atau pangkal lubang dengan menggunakan:
1. paralon dengan diameter 10 cm, panjang minimal 10cm; atau
2. adukan semen selebar 2 – 3 cm, setebal 2 cmdisekeliling mulut lubang.
c. mengisi lubang LRB dengan sampah organik yang berasaldari dedaunan,
pangkasan rumput dari halaman atausampah dapur; dan
d. menutup lubang resapan biopori dengan kawat saringan.
Pemeliharaan juga perlu dilakukan dalam pembuatan dan pemanfaatan lubang
resapan biopori secara berkelanjutan, pemeliharaan dilakukan dengan:
a. mengisi sampah organik kedalam lubang resapan biopori;
b. memasukkan sampah organik secara berkala pada saatterjadi penurunan
volume sampah organik pada lubangresapan biopori; dan/atau
c. mengambil sampah organik yang ada dalam lubang resapanbiopori setelah
menjadi kompos diperkirakan 2 – 3 bulantelah terjadi proses pelapukan.
Universitas Sumatera Utara
43
Secara spesifik j