ANALISIS ATAS PENCABUTAN IZIN TAMBANG YA

ANALISIS ATAS PENCABUTAN IZIN TAMBANG YANG
BERDAMPAK PADA KERUSAKAN HUTAN JAMBI
Marhara Hasibuan (8111416193)
marharahasibuan@students.unnes.ac.id
Abstrak
Sekitar 400.000 hektar dari total 1 juta hektar atau seperempat luas provinsi
Jambi yang beralih menjadi areal tambang batubara setahun terakhir yang
tidak dikelola oleh pemiliki izinnya. Ironisnya, penghentian usaha itu tanpa
adanya pemulihan lingkungan sehingga areal bekas tambang yang telantar itu
begitu luas. Pencabutan izin usaha terhadap lebih dari 150 perusahaan yang
dilakukan karena perusahaan tidak membayar iuran tetap, tidak
menyampaikan laporan produksi, merusak lingkungan, dan beroperasi tak
sesuai dengan analisis dampak lingkungan. Sejak berlakunya pencabutan IUP,
pengusaha tambang benar-benar berhenti beroperasi. Beberapa tahun
terakhir, harga batubara terus merosot meskipun tahun ini ada kenaikan
harga. Harga batubara anjlok ini disebut-sebut sebagai salah satu alasan
perusahaan melalaikan kewajiban reklamasi lubang-lubang tambang mereka.
Selain soal harga, dalih lahan masih mengandung batubara kerap menjadi
alasan banyak perusahaan mengelak dari tanggung jawab reklamasi. Batubara
dalam tanah tersusun miring berlapis. Keadaan ini, katanya, membuat
pembisnis batubara harus cermat menghitung biaya operasional. Pengusaha

lari dari tanggungjawabnya terhadap lingkungan, akibatnya ekosistem bekas
areal tambang dibiarkan dalam kondisi rusak dan tercemar, kegiatan
perusahaan juga terindikasi tumpang tindih dengan hutan konservasi, inilah
yang menyebabkan permasalahan lingkungan di Jambi sudah
mengkhawatirkan. Kehilangan hutan bukan juga merugikan negara, melainkan
masyarakat disekitar akan menghadapi konflik terhadap satwa-satwa liar yang
masuk keperkampungan warga akibat tidak memiliki suatu wadah atau
habitat.
Kata Kunci : Kerusahan Hutan, Izin Usaha, Amdal, Konservasi.
PENDAHULUAN
Jambi adalah sebuah provinsi di kepulauan Indonesia yang terletak di
pesisir timur di bagian tengah pulau Sumatera. Kota Jambi resmi menjadi
ibukota provinsi Jambi pada tanggal 6 Januari 1957. Sebelumnya, Jambi
berstatus pemerintah daerah otonom kota Madya berdasarkan ketetapan
gubernur Sumatera tanggal 17 Mei 1946.
Provinsi Jambi berbatasan di sebelah Utara dengan Provinsi Riau, di
sebelah Selatan dengan Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Bengkulu, di
sebelah Barat dengan Provinsi Sumatera Barat, di sebelah Timur dengan Selat
Berhala. Provinsi Jambi berdasarkan Undang Undang Nomor 54 Tahun 1999
terdiri dari sembilan kabupaten dan satu kota, yaitu Kabupaten Kerinci,

Kabupaten Merangin, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Batang Hari,
Kabupaten Muaro Jambi, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Kabupaten Tanjung
Jabung Barat, Kabupaten Tebo, Kabupaten Bungo, dan Kota Jambi.

Ada banyak sekali peninggalan kebudayaan di Provinsi Jambi seperti
kompleks Percandian Muaro Jambi, sentra batik Jambi, Museum Provinsi Jambi,
Museum Negeri Jambi, dan Cagar Alam Geopark serta masih banyak lagi.
Namun dibalik segala macam keindahan tersebut, Provinsi Jambi juga
mengalami berbagai permasalahan lingkungan yang pelik. Salah satu
permasalahannya adalah kondisi hutan di provinsi Jambi semakin
memprihatinkan. Kerusakan hutan yang cukup parah terjadi di areal PT.
Restorasi Ekosistem Indonesia (REKI) yang terletak di kabupaten Batanghari. Di
kabupaten ini PT. REKI memiliki dan mengelola serta merehabilitasi lahan
konsesi seluas 46.385 hektar. Namun dari total luas konsesi yang dimiliki oleh
PT REKI tersebut 17.000 hektar kawasan sudah dirambah oleh masyarakat.
Berdasarkan data yang dimiliki oleh Komunitas Konservasi Indonesia
WARSI (KKI WARSI) telah terjadi penyusutan luasan hutan Jambi sebesar 1,1
juta hektar dalam 2 dekade terakhir. Saat ini luas hutan Jambi diperkirakan
hanya tinggal 1,3 juta hektar. Perkebunan sawit dan Hutan Tanaman Industri
(HTI) memiliki andil besar dalam mengurangi luasan hutan Jambi. Saat ini total

luas perkebunan sawit Jambi telah mencapai 819.237 hektar (Dinas
Perkebunan Jambi tahun 2010). Selain itu permasalahan yang juga terjadi
adalah sama dengan yang terjadi di kota-kota lain seperti banjir, polusi, dan
pencemaran lingkungan. Mengingat banyaknya permasalahan yang dihadapi
oleh Prov Jambi maka dibutuhkan solusi-solusi cerdas untuk mengatasinya.
Provinsi Jambi kehilangan tutupan hutan seluas 189.125
hektare selama kurun waktu 2012-2016. Hutan itu hilang akibat
deforestasi dan degradasi hutan serta aktivitas tambang emas
ilegal khususnya di wilayah Jambi bagian barat. Manager
Komunikasi Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi Rudi Syaf
mengatakan dari interpretasi yang dilakukan Warsi pada 2012
total hutan Jambi masih 1.159.559 hektare, namun pada 2016
luasnya menjadi 970.434 hektare. "Berdasarkan interpretasi
Lansat 8 yang dilakukan Unit Geographic Information System KKI
Warsi, dalam rentang tahun 2012 ke 2016 Jambi kehilangan
tutupan hutan sebesar 189.125 hektare. Hal ini setara dengan
delapan kali lapangan bola per jam," kata Rudi. Hilangnya
tututan hutan ini telah menyebabkan bencana ekologis di
wilayah Jambi khususnya wilayah barat, itu dilihat dengan
tingginya intensitas banjir dan longsor yang terjadi.

Sejak berlakunya pencabutan ratusan IUP, pengusaha tambang benarbenar berhenti beroperasi. Namun, penghentian usaha itu bersamaan dengan
anjloknya harga batubara dunia. Kesempatan yang diberikan pemerintah bagi
pengusaha untuk memulihkan areal pertambangan agar mereka diizinkan
untuk kembali beroperasi ternyata tidak dilaksanakan. Akibatnya ekosistem
bekas areal tambang dibiarkan rusak dan tercemar. Maraknya penambangan
emas dibagian hulu juga memperparah sedimentasi sejumlah sungai yang
memicu timbulnya bencana banjir dan longsor. Perusahaan-perusahaan
tambang di Jambi memang sudah seharusnya mendapatkan sanksi pencabutan
izin usaha. Salah satu pelanggaran terhadap lingkungan adalah tidak adanya
memiliki AMDAL atau UKL – UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin usaha dan / atau
kegiatan. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan ( AMDAL ) yang dalam bahasa
Inggris diistilahkan dengan Environmental Impact Assesment, telah luas dan
digunakan oleh banyak negara sebagai suatu instrumen hukum lingkungan
untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan akibat dari suatu kegiatan

atau usaha. AMDAL adalah suatu studi yang mendalam tentang dampak
negatif dari suatu kegiatan.1
Melihat potensi hutan Jambi ynag telah lama ini terbengkalai dan
terancam keberadaanya, dapat menimbulkan kkhawatiran terhadap kerusakankerusakan dimasa yang akan datang, untuk itu dalam penulisan ini adapun

rumusan masalah yang akan dibahas adalah bagaimana tata kelola hutan
Jambi, kajian mengenai perizinan tambang batubara terhadap kerusakan hutan
Jambi, serta bagaimana solusi untuk memecahkan masalah tersebut.
PEMBAHASAN
1. Tata kelola Hutan Jambi
Provinsi Jambi memiliki kawasan hutan seluas 2,18 Ha atau sekitar
42,73% dari keseluruhan luas daratan provinsi jambi (Kementrian
Kehutanan,2011). Luasan hutan primer dan sekunder yang tersisa secara
berurutan kurang lebih sebesar 285 rb Ha & 1 jt ha dan sebagian besar
kawasan hutan yang masih berupa tutupan hutan berada di kawasan suaka
alam dan kawasan pelestarian alam (Kementrian Kehutanan 2012).keberadaan
hutan di Jambi punya makna konservasi yang strategis baik di level nasional
maupun internasional. Hal tersebut disebabkan oleh keberadaan 4 kawasan
taman nasional sepertihalnya: Taman nasional kerinci seblat (TNKS) yang
ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan peradaban dunia, Taman Nasional
Berbak yang merupakan lokasi lahan basah konvensi Ramsar dengan bentang
alam hutan rawa gambut yg terluas di Asia Tenggara, Taman Nasional Bukit
Dua Belas, dan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh. Potensi yang dimiliki tersebut
tidak lantas menjadikan pengelolaan hutan di jambi berlangsung mulus tanpa
hambatan. Sama sepertihalnya kawasan hutan di provinsi lainnya. Hutan di

jambi juga mengalami permasalahan "standar" yaitu tekanan terhadap lahan
hutan. Data kementrian kehutanan (2011) menyebutkan bahwa laju degradasi
hutan di jambi pada periode 2006-2009 mencapai 9,4 ribu Ha/tahun. Tekanan
terhadap lahan hutan (terutama konversi lahan hutan menjadi perkebunan) di
Jambi dapat dikatakan "wajar" terjadi secara masif di Jambi. Data dari RPJMD
Jambi 2011-2015 menunjukkan bahwa sektor perkebunan mengalami
pertumbuhan yang cukup pesat mencapai 9,17 %/tahun dari 1,5 M di
thn 2004 sd 2,3 M di tahun 2009. Kondisi tersebut juga diikuti laju peningkatan
luas areal perkebunan kelapa sawit (PKS) yang mencapai 16,74 % dari semula
422,89 ribu ha tahun 2006 menjadi 493,67 ribu ha d tahun 2009.
Pembahasan ini cenderung menekankan pada sudut pandang
kelembagaan dalam upaya penyelesaian masalah tata kelola kehutanan di
Indonesia pada umumnya dan Jambi secara khusus. Bagaimana pengelolaan
hutan dari aspek sosial? Pengelolaan hutan bersama masyarakat contohnya
hutan desa di Sungai Beras. Hutan Desa Sungai Beras ini SK mentrinya keluar
tahun 2014. Hutan ini berada di hutan lindung gambut Sungai Buluh.
Masyarakat desa Sungai Beras ini "memanfaatkan" kawasan lindung untuk
perkebunan dengan komoditas utama kelapa sawit, pinang dan kelapa. Salah
satu capaian keberhasilan dari adanya program hutan desa Sungai Beras
adalah selama 2 tahun sejak ditetapkan SK mentri tidak terjadi upaya

pembukaan lahan di kawasan hutan lindung. Bahkan pada tahun 2015 di
1 Sukanda Husin, 2009, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, cetakan kedua, Sinar Grafika,
Jakarta hlm 96.

kawasan tersebut tidak terjadi kebakaran hutan. Berbeda dengan hutan desa
Sinar Wajo (relatif bersebelahan dengan hutan desa Sungai Beras) dan waktu
pemberian SK-nya sama (2014). Apabila merujuk pada P 49/2008 yang direvisi
menjadi P 89/2014 tentang hutan desa, aktor utama yang menjadi ujung
tombak dari pengelolaan hutan desa adalah lembaga pengelola hutan desa.
Kenapa kedua desa bersebelahan itu berbeda kondisinya? Hal ini terkait akses
dan property right. Dua konsep ini berbeda (kontras) meskipun sama-sama
berbicara tentang pengambilan manfaat dari sumber daya hutan. Akses lebih
berbicara terkait kapasitas, dimana Ribot & Peluso menyatakam bahwa access
is ability. Contohnya sebelum adanya SK hutan desa, masyarakat dengan
mudahnya masuk ke hutan lindung dan membuka lahan, karena secara
kapasitas memungkinkan (ability). Faktor lain adalah lokasi
dekat/berdampingan, kebutuhan mendesak, dan adanya tenaga. Akan tetapi
ketika berbicara property maka kita akan berbicara hak (right). Dengan
pemberian/penegasan status kawasan hutan desa itu bagi masyarakat seperti
halnya pisau bermata dua, kesempatan sekaligus pembatasan. Kesempatannya

adalah dapat memanfaatkan hutan lindung secara legal. Apabila didasarkan
pada UU 41/99 Pasal 4, maka hutan dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya itu merupakan public property yang pengambilan keputusan
produksi dan pemanfaatannya seharusnya didasarkan pada keputusan
bersama/collective action. Disinilah kenapa lembaga itu memainkan peranan
penting dalam pengelolaan hutan. Apabila pengelolaan hutan Jambi tidak
dapat dimaksimalkan dengan baik, maka akan berdampak pada konsekuensi
yang muncul adalah masalah penyediaan lahan bagi aktivitas sosial dan
ekonomi masyarakat.2
Setiap proses, jalinan, pertumbuhan dan hubungan yang berkaitan
dengan makhluk hidup terutama manusia selalu memiliki fungsi, kedudukan
dan peranan yang berkaitan dengan lingkungannya. Oleh karena itu dalam
membahas masalah yang berhubungan tentang lingkungan, khusunya dalam
hukum lingkungan, harus diperhatikan konsep yang dikenal dengan ekologi.
Alam adalah fasilitas yang disediakan oleh Tuhan untuk mengenal penciptanya
sekaligus pencipta manusia sebagai komponen alam di dalamnya.3 Untuk itu,
sudah sepatutnya dilakukan suatu tindakan tata kelola yang bermutu dan
berkelanjutan terhadap hutan Jambi yang dalam beberap tahun belakangan ini
mengalami masalah dalam hal konservasinya karena maraknya bekas tambang
yang tidak lagi diurus sehingga menyebabkan kerusahakan terhadap hutanhutan di Jambi.

2. Perizinan Tambang Batubara terhadap kerusakan Hutan Jambi
Sekitar 1 juta hektare kawasan hutan lindung dan konservasi di Provinsi
Jambi rusak akibat usaha pertambangan batu bara. Kabupaten Sarolangun dan
Bungo mendominasi pemberian izin usaha pertambangan (IUP) bermasalah
tersebut. pemberian rekomendasi sehingga turunnya izin minerba pada
sepuluh tahun terakhir di kawasan hutan lindung dan hutan konservasi itu
dilaksanakan secara masif, dikeluarkan setahun sebelum dan sesudah
pelaksanaan pemilihan kepala daerah.

2 Ruchyat Deni Djakapermana,2012. Reklamasi Pantai Sebagai Alternatif
Pengembangan Kawasan, hlm. 1.
3 R.M. Gatot P. Soemartono. Mengenai Hukum Lingkungan Indonesia,
(Jakarta:Sinar Grafika,1991), hlm 1

Ini membuktikan adanya permainan antara bupati dan pengusaha.
Berdasarkan hasil temuan kita, setiap satu IUP, bupati mengeluarkan
rekomendasi menerima upeti dari para pengusaha. Jumlah suap itu jauh lebih
kecil bila dibandingkan data dari pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI.
Menurut data KPK, diduga para kepala daerah menerima suap mencapai Rp 1015 miliar setiap rekomendasi IUP dikeluarkan.
Total IUP di Provinsi Jambi mencapai 398 IUP, yang bermasalah 198 IUP, karena

berada di kawasan hutan lindung dan tumpang tindih. IUP bermasalah itu
didominasi Kabupaten Bungo--dari 70 IUP, sebanyak 51 IUP bermasalah; dan
diikuti Kabupaten Sarolangun--dari 83 IUP, sebanyak 47 IUP bermasalah.
Menurut data KPK, lokasi IUP berada di kawasan hutan seluas 480.502,47
hektare. Dengan rincian hutan konservasi 6.300,22 hektare (sembilan unit),
hutan lindung 63.662,22 hektare (lima unit), hutan produksi 410.540,03
hektare (124 unit), dan area penggunaan lain 597.830,07 hektare. Perusahaan
yang memiliki IUP di kawasan hutan lindung di Provinsi jambi antara lain PT AT
(TBK) seluas 5.664,13 hektare, PT DIP 281,48 hektare, PT JG 49.969,13 hektare,
PT SB (Persero) 671,81 hektare, PT TPC 7.075,67 hektare, dengan total
mencapai 63.662,22 hektare.
Dari 398 IUP di wilayah Jambi, terdapat 38 pelaku usaha tanpa NPWP,
bahkan ada beberapa di antaranya tidak mencantumkan alamat kantor.
Kabupaten Sarolangun juga mendominasi masalah tata ruang serta kurang
bayar PNBP Rp 3.201.446.072 dan US$ 9.373.817.
Bupati Sarolangun Cek Endra mengaku pusing dengan kondisi ini. "Saya
dijadikan pusing akibat kondisi ini, bukan tidak mungkin saya akan mencabut
IUP yang bermasalah dan tidak memperpanjang izinnya," katanya.
IUP itu muncul saat Bupati Sarolangun masih dijabat Hasan Basri Agus,
saat ini menjabat Gubernur Jambi. Namun Cek Endra diisukan diam-diam juga

memiliki IUP batu bara di kawasan Desa Panti, Kecamatan Bathin VIII,
Kabupaten Sarolangun, bekerja sama dengan seorang pengusaha di daerah itu.
Menanggapi hal ini, Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral Kabupaten
Sarolangun M. Haris tidak membantahnya. Namun dia mengatakan sesuai akta
perusahaan atas nama Thamrin (pengusaha lokal) dan secara hukum tidak ada
kaitan.
Perizinan usaha ini memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap
kondisi hutan Jambi. Pemberian izin usaha ini memang menjadi suatu hal yang
lumrah diberbagai daerah di Indonesia yang memiliki potensi sumber daya
alam yang besar. Hal ini dapat memicu permainan kewenangan jabatan
dikalangan pemerintah daerah terkait. Sehingga para pejabat pemerintah
terkait tidak lagi mempermasalahkan mengenai dampak lingkungan. Padahal
secara jelas tertulis didalam UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan
Pengelolaan Lingkungan Hidup mengatur secara keseluruhan tentang
lingkungan hidup. Dalam UU No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang mengatur lingkungan hidup dalam lingkup
daerah terdapat pada BAB IX tentang tugas dan wewenang pemerintah dan
pemerintah daerah Pasal 63. Sedangkan pada pasal lainnya lebih mengacu
pada lingkungan hidup secara keseluruhan tentang penanganan yang
dilakukan pemerintah pusat dalam menjalankan tugas dan kewajibannya dalam
memelihara dan melindungi lingkungan hidup mulai dari daratan, lautan dan
udara berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.
Adanya masalah dalam internal suatu perushaan atau yang dapat
disebut tidak sehat maupun nakal mendorong Pemerintah melakukan suatu
pencabutan izin usaha. Sementara ijin usaha ini sangat berpengaruh terhadap



pola pengembangan hutan. Perusahaan dengan dicabutnya ijin tersebut
menyebabkan mereka menolak untuk menata kembali hutan yang telah
dijadikan tambang. Akibatnya, konservasi yang seharusnya dilakukan sesuai
dengan analisis dampak lingkungan menjadi tidak terlaksana.
Telah dikatan dimuka bahwa hutan merupakan salah satu sumber
kekayaan alam yang perlu dilindungi dan dilestarikan, karena hutan memiliki
manfaat yang besar dalam menjaga keseimbangan hidup. Manfaat hutan itu
diantaranya sebagai pengatur kadar tanah, penampung air, pencegah
terjadinya banjir dan erosi, melindungi margasatwa, penyedia oksigen sebagai
nafas hidup bagi manusia, pendukung lingkungan yang sehat dan dapat
dijadikan sebagai sumber devisa negara dengan pemanfaatan yang maksimal,
serta sebagai upaya kesejahteraan masyarakat.4 Pemanfaatan hutan secara
terus-menerus tanpa adanya perbaikan tentunya akan merusak citra hutan
yang memiliki banyak manfaat seperti yang telah disebutkan dimuka tadi.
Permasalahan hutan ini memang menjadi suatu masalah yang sering terjadi di
Indonesia sehingga melalui Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 Tentang
Pencegahan Pembalakan Liar dan Penyerobotan Hutan, banyak masyarakat
kecil yang justru dislahakan, sementara pemegang saham besar yang bermain
dalam bisnis hutan ataupun perkebunan lolos ataupun dengan mudahnya lari
dari tanggungjawabnya sebagai masyarakat hukum.
Masalah inilah yang sudah sepatutnya diselesaikan pemerintah khususnya
pemerintah daerah Jambi untuk segera menindak lanjuti kasus kerusakan
hutan di Jambi yang dalam kurun waktu 5 tahun hampir menyentuh 1 juta
hektar lahan hiutan habis akibat aktivitas pertambangan. Sungguh ironis
memang apabila Jambi yang dulunya memiliki kawasan hutan yang luas yang
ditempati oleh satwa-satwa liar yang hidup didalmnya, sekarang telah
mengungsi kewilayah manusia yang menyebabkan adanya konflik antara
hewan dan juga manusia. Tentunya hal tersebut meresahkan warga. Konflik
tersebut dapat menyebabkan manusia membunuh hewan langka yang telah
dilindungi pemerintah, begitu juga sebaliknya para hewan liar dapat melukai
manusia karena merasa terganggu oleh kehadiran manusia. Apabila masalah
hutan Jambi tidak segera dihijaukan kembali, danmpaknya terhadap kehidupan
yang akan datang akan juga terasa, mengingat hutan berpengaruh terhadap
kehidupan planet ini. Memang Tidak bisa dipungkiri bahwa kerusakan hutan
terjadi setiap hari, informasi tersebut seringkali kita dapatkan dari berbagai
macam media seperti televisi, internet, radio, dan media-media lainnya.
Padahal kita tahu semua bahwa keberadaan hutan sangatlah penting bagi
kehidupan didunia ini dianataranya sebagai paru-paru dunia, mengendalikan
bencana alam, rumah bagi flora fauna, dan masih banyak lagi.5 Dan dibawah
ini akan dijelaskan secara singkat dampak kerusakan hutan bagi kehidupan
dimuka bumi ini. Ketahuilah bahwa dampak kerusakan hutan sangatlah
merugikan bagi kehidupan. Oleh sebab itu kita harus bisa menjaga dan
melindungi hutan kita dari keruskan. Dan dibawah ini adalah beberapa dampak
kerusakan hutan bagi kehidupan didunia:
Semakin lama hutan semakin gundul dan ini tentunya merugikan.

4 Yudistira Rusydi, “Penegakan Hukum Pidana Terhadap pencurian kayu hutan di kabupaten Musi Banyu Asin
”, Pandecta, Vol.6 NO.1, UNNES: 2011. 41

5Otto Soemarwoto,1994, Ekologi, lingkungan hidup, dan pembangunan, cetakan
keenam, Djambatan Jakarta.

















Hutan yang gundul bisa menjadi sebab terjadinya banjir pada musim
hujan.
Keruskan hutan dapat menjadikan peristiwa kekeringan dimusim
kemarau.
Hilangnya potensi keuntungan negara dari pendapatan hasil hutan.
Matinya berbagai jenis flora dan fauna yang habitatnya dihutan.
Menjadi sebab terjadinya fenomena perubahan iklim dan pemanasan
global.
Membuat kerusakan ekosistem bagi yang ada didarat maupun dilaut.
Secara tidak langsung hal ini menjadi sebab musabab kemiskinan.
Nah itulah pembahasan singkat mengenai penyebab kerusakan hutan serta
dampaknya bagi kehidupan dimuka bumi ini. Setelah mengetahui dampaknya
yang begitu merugikan semoga bisa membuat kita semakin bersemangat
untuk menjaga, mencintai, dan melestarikan hutan yang ada disekitar kita agar
terhindar dari kerusakan. Dan semoga informasi ini bisa bermanfaat untuk
kamu semua.
Ketahuilah bahwa fungsi hutan aatlah penting bagi kita manusia dan kehidupan
lainnya yang ada dimuka bumi ini. Namun banyak orang yang kurang bahkan
tidak sadar akan hal ini, terbukti dengan semkian maraknya illegal logging,
deforestasi, pembakaran hutan, dan yang lainnya. Dan tulisan kali ini akan
memperlihatkan betapa pentingnya fungsi hutan bagi kehidupan manusia dan
makhluk lainnya. Bilamana kita menyadari akan pentingnya fungsi hutan bagi
kehidupan manusia dan yang lainnya dimuka bumi ini, tentu kita akan matimatian menjaga dan melestarikan hutan yang ada dibumi ini. Oleh sebab itu
saya akan cantumkan slide yang menjelaskan pentingnya fungsi atau manfaat
hutan bagi kehidupan kita sebagai manusia dan makhluk lainnya, langsung
saja disimak informasinya berikut. hutan memiliki fungsi yang begitu penting
dimuka bumi ini, tidak hanya untuk manusia saja melainkan juga untuk
makhluk hidup yang lainnya. Dan inilah beberapa fungsi hutan yang bisa kita
ambil informasinya dari slide diatas:
Sebagai paru-paru dunia.
Mengurangi polusi udara.
Tempat penyimpanan air.
Mencegah banjir dan erosi.
Rumah bagi flora dan fauna.
Tempat rekreasi.
Sumber pendapatan negara.
Mungkin hanya sekilas tulisan mengenai betapa pentingnya fungsi hutan bagi
kehidupan dimuka bumi ini. Hutan menjadi suatu hal yang vital bagi kehidupan
manusia apabila dikelola dengan baik dan disempurnakan melalui mekanisme
yang tepat terhadap perkembangan zaman yang semakin mengeksploitasi
seluruh kekayaan alam.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kondisi hutan Jambi menjadi suatu permasalahan yang cukup serius
dalam kasus-kasus pelanggaran perhutani. Kondisi hutan yang berkurang
hampir 1 juta hektar seharusnya sudah membuat pemerintah mendapat suatu
kecaman dari berbagai pihak. Masalah pencabutan perizinan perusahaan
tambang menjadi faktor utama yang menyebabkan terjadinya kerusahakan
pada hutan Jambi. Sudah 158 ijin usaha yang dicabut dan 31 usaha tambang
dihentikan sementara kegiatannya oleh Dinas energi dan Sumber Daya Mineral

Provinsi Jambi. Luas hutan dari 2,4 juta hektar pada 1990 berkurang menjadi
1,4 juta hektar pada 2000. Penurunan luas hutan itu sebesar 29,66 persen dari
luas Jambi. Muncul konflik satwa dengan manusia disebabkan oleh habitat
satwa semakin sempit akibat pembukaan hutan oleh perusahaan perkayuan,
pembuatan kebun sawit skala besar dan pertambangan. Maraknya
penambangan emas di hulu juga mempengaruhi ekosistem perairan di sungai.
Dalam kondisi kerusahakan hutan sebagai penopang kehidupan dibumi
ini, solusi yang seharusnya dilakukan adalah untuk segera melakukan tata
kelola hutan jambi dengan baik lagi melalui konservasi dan penghijauan
kembali lahan-lahan bekas tambang yang telah dilepaskan oleh para
pengusaha-pengusaha tambang batubara.
DAFTARA PUSTAKA
Husin, Sukanda. Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia. Cetakan
kedua. Jakarta, Sinar
Grafika, 2009.
Deni, Ruchyat. Reklamasi Pantai Sebagai Alternatif Pengembangan
Kawasan. Jakarta, Djakapermana, 2010.
Soemartono, R.M. Mengenai Hukum Lingkungan Indonesia. Jakarta,
Sinar
Grafika, 1991.
Rusydi, Yudistira. “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pencurian
Kayu Hutan Dikabupaten Musi Banyu Asin”. Pandecta, no.1 (2011) :
41.
Soemarwoto, Otto. Ekologi, Lingkungan Hidup, dan pembangunan.
Cetakan keenam. Jakarta, Djambatan, 1994.