NU dan Peningkatan Sumber Daya Manusia
NU DAN PENINGKATAN SUMBER DAYA MANUSIA
OLEH : ZAINUR, ME.Sy (Wakil Sekretaris PWNU Riau & Ketua Prodi Perbankan Syariah
STAILe )
Sebagai suatu organisasi keagamaan yang terbesar di Indonesia dan lahir pada masa
Kebangkitan Nasional mempunyai daya tarik serta peran tersendiri di tengah kemajuan bangsa
ini. Diantara bidang yang menjadi tujuan dari NU adalah agama, politik, social tidak kalah
pentingnya dibidang pendidikan. Diharapkan nantinya persoalan pendidikan di Riau dapat
menjadi suatu pembahasan nantinya pada acara Musyawarah Kerja Wilayah NU VIII tersebut.
Berbicara tentang pendidikan, Nahdlatul Ulama (NU) mempunyai kiprah yang sangat
besar sekali yang sudah dimulai sejak zaman sebelum kemerdekaan, dapat diakui mulai dari
tingkat dasar dan menengah baik dalam bentuk Pondok Pesantren maupun di bidang Madrasah
kemudian dilanjutkan sampai pada perguruan tinggi. Keberadaan Lembaga Pendidikan Ma’arif
dan Rabithah Ma’ahd Islamiyah ditambah dengan Perguruan Tinggi NU menunjukkan adanya
eksistensi lembaga tersebut untuk mencerdaskan anak bangsa, membentuk generasi yang robbani
dan militan jika seandainya lembaga –lembaga tersesebut diberdayakan semaksimal mungkin.
NU memandang pendidikan bukanlah sebatas sebagai suatu hak melainkan kunci bagi suatu
kehidupan baru yang harus dilaksanakan dengan kerjasama Pemerintah, masyarakat dan keluarga
yang ketiganya merupakan komponen dalam melaksanakan pendidikan yang interaktif serta
berpotensi untuk melakukan tanggung jawab dan harmonisasi.
Pasca Muktamar di Makasar tahun 2010 NU mencanangkan gagasan kembali ke
Pasantren, sebagai realisasi mengembalikan Khittah serta jati diri NU yang lahir dan besar di
Pesantren. Pesantren telah membuktikan perannya dalam membangun peradaban nusantara dan
menyumbangkan nilai-nilai yang menjadi basis moral dan etik dalam kehidupan bangsa. Tokohtokoh besar telah lahir di Pesantren, sebelum dan sesudah kemerdekaan, yang telah mengambil
peran dalam kemerdekaan dan pembangunan. Diantaranya adalah KH Ahmad Rifa’I, KH.
Hasyim Asy’ari, merupakan tokoh pergerakan nasional yang mampu menggoncangkan
kekuasaan Belanda, walau tak sekejappun merasakan pendidikan sekolah Belanda. Demikian
juga dengan KH Wahab Hasbullah, KH Wahid Hasyim yang piawai dalam politik sehingga sejak
tahun 1943-an telah menjadi pimpinan Shumubu (Menteri Agama) dan ketua Masyumi serta
menjadi anggota perumus pancasila sebagai dasar negara dan perumus mukaddimah UUD 1945,
sehingga konsep filosofis itu menjadi sangat relegius ketika mendapatkan muatan nilai-nilai
pesantren. Kiai Wahab sendiri yang merupakan politisi ulung menjadi mitra Bung Karno,
terutama dalam menghadapi persoalan kenegaraan, padahal hanya murni dididik di pesantren.
Munculnya resolusi jihad 22 oktober 1945 yang dikeluarkan KH Hasyim Asyari
merupakan keterlibatan pesantren dalam mendirikan Republik ini. Kalangan ulama pesantren
lebih arif dan bergerak cepat dalam membaca perubahan saat itu. Pesantren merupakan khazanah
peradaban nusantara yang elah ada sejak zaman Kapitayan, sebelum hadirnya ulama-ulama besar
seperti Hindu, Budha dan Islam. Pertemuan dengan agama besar tersebut pesantren mengalami
perubahan bentuk dan isi sesuai karakter masing-masing tetapi misi dan risalahnya tidak pernah
berubah, yaitu memberikan muatan nilai spiritual dan moral pada setiap perilaku masyarakat
sehari-hari, baik dalam kegiatan social, ekonomi maupun kenegaraan.
Berawal dari apa yang telah dilakukan oleh para ulama terdahulu yang mampu
membentuk kepribadian yang berilmu, tangguh dan militant,
maka seyogyanya Nahdlatul
Ulama khususnya di Provinsi Riau lebih menciptakan lembaga yang menangani persoalan
pendidikan ini melalui secara umum atau Pondok Pesantren(LP.Ma’aarif dan RMI) benar-benar
dikelola dengan sebaik-baiknya, sehingga akan melahirkan generasi atau kader yang bastatan fil
ilmi wal jism, kuat secara intelektual, spiritual dan fisik. Begitu juga hal nya dengan pelaksanaan
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Pengurus NU hendaknya dimulai dari pesantrenpesantren sehingga memberikan contoh kepada generasi NU terhadap kegiatan yang
dilaksanakan.
OLEH : ZAINUR, ME.Sy (Wakil Sekretaris PWNU Riau & Ketua Prodi Perbankan Syariah
STAILe )
Sebagai suatu organisasi keagamaan yang terbesar di Indonesia dan lahir pada masa
Kebangkitan Nasional mempunyai daya tarik serta peran tersendiri di tengah kemajuan bangsa
ini. Diantara bidang yang menjadi tujuan dari NU adalah agama, politik, social tidak kalah
pentingnya dibidang pendidikan. Diharapkan nantinya persoalan pendidikan di Riau dapat
menjadi suatu pembahasan nantinya pada acara Musyawarah Kerja Wilayah NU VIII tersebut.
Berbicara tentang pendidikan, Nahdlatul Ulama (NU) mempunyai kiprah yang sangat
besar sekali yang sudah dimulai sejak zaman sebelum kemerdekaan, dapat diakui mulai dari
tingkat dasar dan menengah baik dalam bentuk Pondok Pesantren maupun di bidang Madrasah
kemudian dilanjutkan sampai pada perguruan tinggi. Keberadaan Lembaga Pendidikan Ma’arif
dan Rabithah Ma’ahd Islamiyah ditambah dengan Perguruan Tinggi NU menunjukkan adanya
eksistensi lembaga tersebut untuk mencerdaskan anak bangsa, membentuk generasi yang robbani
dan militan jika seandainya lembaga –lembaga tersesebut diberdayakan semaksimal mungkin.
NU memandang pendidikan bukanlah sebatas sebagai suatu hak melainkan kunci bagi suatu
kehidupan baru yang harus dilaksanakan dengan kerjasama Pemerintah, masyarakat dan keluarga
yang ketiganya merupakan komponen dalam melaksanakan pendidikan yang interaktif serta
berpotensi untuk melakukan tanggung jawab dan harmonisasi.
Pasca Muktamar di Makasar tahun 2010 NU mencanangkan gagasan kembali ke
Pasantren, sebagai realisasi mengembalikan Khittah serta jati diri NU yang lahir dan besar di
Pesantren. Pesantren telah membuktikan perannya dalam membangun peradaban nusantara dan
menyumbangkan nilai-nilai yang menjadi basis moral dan etik dalam kehidupan bangsa. Tokohtokoh besar telah lahir di Pesantren, sebelum dan sesudah kemerdekaan, yang telah mengambil
peran dalam kemerdekaan dan pembangunan. Diantaranya adalah KH Ahmad Rifa’I, KH.
Hasyim Asy’ari, merupakan tokoh pergerakan nasional yang mampu menggoncangkan
kekuasaan Belanda, walau tak sekejappun merasakan pendidikan sekolah Belanda. Demikian
juga dengan KH Wahab Hasbullah, KH Wahid Hasyim yang piawai dalam politik sehingga sejak
tahun 1943-an telah menjadi pimpinan Shumubu (Menteri Agama) dan ketua Masyumi serta
menjadi anggota perumus pancasila sebagai dasar negara dan perumus mukaddimah UUD 1945,
sehingga konsep filosofis itu menjadi sangat relegius ketika mendapatkan muatan nilai-nilai
pesantren. Kiai Wahab sendiri yang merupakan politisi ulung menjadi mitra Bung Karno,
terutama dalam menghadapi persoalan kenegaraan, padahal hanya murni dididik di pesantren.
Munculnya resolusi jihad 22 oktober 1945 yang dikeluarkan KH Hasyim Asyari
merupakan keterlibatan pesantren dalam mendirikan Republik ini. Kalangan ulama pesantren
lebih arif dan bergerak cepat dalam membaca perubahan saat itu. Pesantren merupakan khazanah
peradaban nusantara yang elah ada sejak zaman Kapitayan, sebelum hadirnya ulama-ulama besar
seperti Hindu, Budha dan Islam. Pertemuan dengan agama besar tersebut pesantren mengalami
perubahan bentuk dan isi sesuai karakter masing-masing tetapi misi dan risalahnya tidak pernah
berubah, yaitu memberikan muatan nilai spiritual dan moral pada setiap perilaku masyarakat
sehari-hari, baik dalam kegiatan social, ekonomi maupun kenegaraan.
Berawal dari apa yang telah dilakukan oleh para ulama terdahulu yang mampu
membentuk kepribadian yang berilmu, tangguh dan militant,
maka seyogyanya Nahdlatul
Ulama khususnya di Provinsi Riau lebih menciptakan lembaga yang menangani persoalan
pendidikan ini melalui secara umum atau Pondok Pesantren(LP.Ma’aarif dan RMI) benar-benar
dikelola dengan sebaik-baiknya, sehingga akan melahirkan generasi atau kader yang bastatan fil
ilmi wal jism, kuat secara intelektual, spiritual dan fisik. Begitu juga hal nya dengan pelaksanaan
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Pengurus NU hendaknya dimulai dari pesantrenpesantren sehingga memberikan contoh kepada generasi NU terhadap kegiatan yang
dilaksanakan.