Pemanfaatan Sekam Padi Sebagai Energi Al
Pemanfaatan Sekam Padi Sebagai Energi Alternatif untuk
Efisiensi Unit Pengolahan Gabah Beras BULOG dalam
Mendukung Kegiatan Pengadaan Beras Dalam Negeri
Energi alternatif adalah istilah yang merujuk kepada semua energi yang dapat
digunakan yang bertujuan untuk menggantikan bahan bakar konvensional tanpa
akibat yang tidak diharapkan dari hal tersebut. Umumnya, istilah ini digunakan
untuk mengurangi penggunaan bahan bakar hidrokarbon yang mengakibatkan
kerusakan lingkungan akibat emisi karbon dioksida yang tinggi, yang berkontribusi
besar terhadap pemanasan global berdasarkan Intergovernmental Panel on Climate
Change. Selama beberapa tahun, apa yang sebenarnya dimaksud sebagai energi
alternatif telah berubah akibat banyaknya pilihan energi yang bisa dipilih yang
tujuan yang berbeda dalam penggunaannya. 1
Disamping untuk mendapatkan sumber energi baru, usaha yang terus menerus
dilakukan dalam rangka mengurangi emisi CO2 guna mencegah terjadinya
pemanasan global telah mendorong penggunaan energi biomasa sebagai pengganti
energi bahan bakar fosil seperti minyak bumi dan batu bara. Bahan bakar biomasa
merupakan energi paling awal yang dimanfaatkan manusia dan dewasa ini
menempati urutan keempat sebagai sumber energi yang menyediakan sekitar 14%
kebutuhan energi dunia.
Prospek Energi dari Sekam Padi
Aplikasi Teknologi Fluidized Bed Combustion
Seperti halnya sekam padi, biomasa mengkonsumsi CO2 selama proses
pertumbuhan dan dalam jumlah yang sama akan dilepas selama proses konversi
energi, sehingga biomasa dikenal sebagai energi bebas CO2. Energi terbaharukan
yang bersumber dari sekam padi telah lama dilirik penggunaannya dan bahkan
telah dikonversi menjadi listrik di beberapa negara seperti China dan India. Salah
satu alasan kenapa bahan bakar sekam padi masih jarang dipakai sebagai sumber
energi yaitu karena kekurang-cukupan informasi tentang karakteristik dan emisi
yang dihasilkannya. Artikel pendek ini berisikan bahasan singkat tentang prospek
sekam padi dijadikan energi dengan memakai teknologi fluidized bed combustion
(FBC).
1. Energi potensial pada sekam padi
Sekam padi adalah salah satu sumber energi biomasa yang dipandang penting
untuk menanggulangi krisis energi belakangan ini khususnya di daerah pedesaan.
Ketersediaan sekam padi di hampir 75 negara di dunia diperkirakan sekitar 100 juta
ton dengan energi potensial berkisar 1,2 x 109 GJ/tahun dan mempunyai nilai kalor
rata-rata 15 MJ/kg 1]. Indonesia sebagai negara agraris mempunyai sekitar 60.000
mesin penggiling padi yang tersebar di seluruh daerah dengan kisaran produksi
sekam padi 15 juta ton per tahun. Untuk kapasitas besar, beberapa mesin
penggiling padi mampu memproduksi 10-20 ton sekam padi per hari.
Tidak seperti sumber bahan bakar fosil, ketersedian energi sekam padi tidak hanya
jumlahnya berlimpah tetapi juga merupakan energi terbaharukan. Beberapa sumber
energi biomasa mempunyai kendala akan
besarnya biaya investasi untuk pengumpulan, transportasi dan penyimpanan. Akan
tetapi untuk energi sekam padi, biaya-biaya diatas relatif lebih kecil karena
lokasinya sudah terkonsentrasi pada pabrik-pabrik penggilingan padi. Jika suatu
teknologi tersedia, bahan bakar sekam padi ini akan bisa dikonversi menjadi energi
thermal untuk kebutuhan tenaga listrik di daerah pedesaan.
2. Sifat dan karakteristik sekam padi
Dibandingkan bahan bakar fosil, sifat dan karakteristik bahan bakar biomasa lebih
kompleks serta memerlukan persiapan dan pemrosesan yang lebih khusus. Sifat
dan karakteristik meliputi berat jenis yang kecil sekitar 122 kg/m3, jumlah abu hasil
pembakaran yang tinggi dengan temperatur titik lebur abu yang rendah. Abu hasil
pembakaran berkisar antara 16-23% dengan kandungan silika senbesar 95%2]. Titik
lebur yang rendah disebabkan oleh kandungan alkali dan alkalin yang relatif tinggi.
Kandungan uap air (moisture) pada biomasa umumnya lebih tinggi dibandingkan
bahan bakar fosil, akan tetapi kandungan uap air pada sekam padi relatif sedikit
karena sekam padi merupakan kulit padi yang kering sisa proses penggilingan.
Sekam padi mempunyai panjang sekitar 8-10 mm dengan lebar 2-3 mm dan tebal
0,2 mm.
Karakteristik lain yang dimiliki bahan bakar sekam padi adalah kandungan zat
volatil yang tinggi (high-volatile matter) yaitu zat yang mudah menguap.
Kandungan zat volatilnya berkisar antara 60-80% dimana bahan bakar fosil hanya
mempunyai 20-30% untuk jenis batu bara medium. Energi konversi yang dihasilkan
lebih banyak berasal dari zat volatil ini dibandingkan dengan bara api (solid residue)
biomasa 3].
Uap air adalah komponen zat volatil pertama yang muncul sesaat setelah
temperatur mencapai 100oC untuk rentang temperatur operasi sampai 900oC.
Selanjutnya, komponen H2, CO, dan CO2 akan terbentuk bersamaan dengan
formasi hidrokarbon dalam jumlah yang banyak seperti CH4 sampai tar. Biasanya,
jelaga (soot) akan terbentuk selama proses divolitisasi dimana elemen N dan S akan
muncul dalam bentuk NH3, HCn, CH3CN, H2S, COS dan CS2. Kalau terjadi
ketidaksempurnaan pembakaran sebagai akibat cepatnya evolusi zat volatile akan
mengakibatkan deposisi tar, formasi dioxin di backpass dan atmosfir seperti NOx,
CO, SO2 dan N2O 4].
3. Teknologi Fluidized Bed Combustion
Teknologi fluidized bed combustion (FBC) adalah salah satu teknologi terbaik untuk
menkonversi sekam padi menjadi listrik karena mempunyai keunggulan
mengkonversi berbagai jenis bahan bakar baik sampah, limbah, biomasa ataupun
bahan bakar fosil berkalori rendah. FBC mempunyai temperatur pengoperasian
antara 800-900oC sehingga merupakan teknologi yang ramah lingkungan. Teknologi
ini telah diperkenalkan sejak abad keduapuluhan dan telah diaplikasikan dalam
banyak sektor industri dan pada tahun-tahun belakangan ini telah diaplikasikan
untuk mengkonversi biomasa menjadi energi. Efisiensi pembakaran yang lebih
tinggi bisa diperoleh dari teknologi FBC dibandingkan dengan sistem pembakaran
konvensional karena perpindahan panas yang sangat bagus di dalam sistem.
Pada proses pengkoversian energi dengan teknologi FBC, awalnya ruang bakar
dipanasi secara eksternal sampai mendekati temperatur operasi. Material
hamparan (bed material) fluidisasi yang lumrah dipakai untuk mengabsorbi panas
adalah pasir silika. Pasir silika dan bara api bahan bakar bercampur dan mengalami
turbulensi di dalam ruang bakar sehingga keseragaman temperatur sistem menjadi
terjaga. Pada temperatur yang tinggi dengan media transfer panas pasir silika akan
mampu memberi garansi konversi energi yang cepat dengan kondisi temperatur
isothermal. Selanjutnya, dengan bidang kontak panas yang luas disertai turbulensi
partikel fluidisasi yang cepat menyebabkan FBC teknologi bisa diaplikasikan untuk
mengkonversi segala jenis bahan bakar bahkan dengan ukuran yang tidak seragam
seperti bahan bakar sekam padi. Gambar skematik FBC bisa dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Skematik diagram FBC untuk bahan bakar sekam padi
Kwalitas fluidisasi adalah faktor paling utama yang mempengaruhi efisiensi sistem
FBC. Umumnya, sekam padi sangat sulit difuidisasi mengingat bentuknya yang
silindris, berupa butiran dan berlapis. Beberapa penelitian untuk mengkontrol
kwalitas fluidisasi telah dilakukan dengan merubah kecepatan masuk fluidisasi pada
limit tertentu sesuai dengan besarnya ukuran partikel pentransfer panas yang
digunakan.
4. Peningkatan performansi FBC sekam padi
Bila bahan bakar sekam padi dimasukkan pada ruang pembakaran FBC, evolusi zat
volatil akan terjadi sangat cepat. Ini dikarenakan oleh tingginya laju perpindahan
panas oleh material hamparan di dalam ruang bakar sehingga zat volatil hanya
berevolusi di sekitar tempat pemasukan bahan bakar (fuel feed point). Karena
ketidakcukupan oksigen di bagian atas ruang bakar (freeboard) maka pembakaran
sempurna sering tidak terwujud. Formasi hidrokarbon sering terjadi dan diantisipasi
akan memunculkan dioksin pada gas buang. Evolusi volatil secara lokal juga
menyebabkan temperatur sangat tinggi di sembarang tempat pada ruang bakar
dan kondisi ini akan menyebabkan formasi NOx.
Keseragaman temperatur pada sistem pembakaran adalah hal yang sangat penting
untuk menjaga kestabilan pembakaran disamping berguna untuk mengurangi emisi
dari polutan seperti hidrokarbon dan NOx sebagai akibat hasil pembakaran yang
tidak sempurna. Untuk mecapai hal tersebut, usaha-usaha telah banyak dilakukan
oleh beberapa peneliti seperti: menurunkan temperatur operasi dan mengurangi
kecepatan gas fluidisasi untuk memperkecil laju pemanasan selama pembakaran 4];
mengontrol volume pemasukan bahan bakar supaya fluktuasi evolusi zat volatil
menjadi menurun 5]; memasang penyekat (baffle) di ruang atas reaktor agar
pencampuran udara dengan zat volatil meningkat 6].
Cara lain untuk menghindari hal tersebut yaitu dengan menggunakan partikel yang
berpori seperti pasir alumina sebagai pengganti pasir silika yang biasa digunakan
sebagai media partikel yang difluidisasi7,8,9]. Dengan menggunakan media berpori
maka hidrokarbon akan tertangkap pada pori-pori partikel seperti terlihat pada
gambar 2.
Gambar 2. Hidrokarbon (HC) terperangkap di dalam pori sebagai karbon deposit
Karbon yang tertangkap akan terfluidisasi bersama material hamparan ke seluruh
ruang reaktor sehingga terjadi pencampuran yang baik yang menyebabkan formasi
stoikimetrik dan temperatur pengoperasian pada reaktor menjadi seragam. Hal ini
akan mengakibatkan dioksin dan emisi menjadi berkurang dan juga mampu
meningkatkan konversi karbon menjadi energi sehinga efisiensi sistem meningkat.
Konversi karbon lebih banyak terjadi ketika pasir alumina MS yang berpori dipakai
sebagai material hamparan dibandingkan pasir silika QS seperti ditunjukkan pada
gambar 3.
Gambar 3. Perbandingan konversi karbon pada MS dengan QS
Keutamaan lain dari penggunaan partikel berpori adalah untuk menghindari
penggumpalan/aglomerasi antara abu hasil pembakaran dengan partikel pasir silika
yang biasa digunakan sebagai media pentransfer panas. Aglomerasi terjadi karena
bahan bakar biomasa mengandung alkalin yang bisa bersenyawa dengan silika
membentuk ikatan yang kalium silikat. Aglomerasi harus dihindari karena akan
mengganggu fluidisasi dan bahkan pada kejadian paling buruk akan menyebabkan
sistem berhenti secara mendadak. Tabel 1 menunjukkan aglomerasi tidak terjadi
dan jumlah karbon yang terbakar lebih banyak bila menggunakan pasir alumina
yang berpori MS dibandingkan dengan pasir silika QS8].
Table 1. Total jumlah karbon yang terbakar dan aglomerasi yang terjadi
5. Kesimpulan
Kegiatan komersial Perum Bulog, pada umumnya terkonsentrasi pada usaha
penguatan tugas publik. Misalnya, pengembangan UPGB (unit pengolahan
gabah/beras) yang akan diarahkan ke processing modern, survey dan pemeliharaan
kualitas, optimalisasi penggunaan aset serta pelaksanaan tugas yang dibebankan
Pemerintah. Kegiatan komersial diusahakan tidak jauh dari itu dan diupayakan
terkait erat dengan pengembangan pangan suatu daerah.
Khusus tentang kegiatan komersial, Bulog dapat memanfaatkan peluang terhadap
perubahan teknologi dan pemanfaatan energy alternatif di masa mendatang. Bulog
dapat ikut serta membangun sektor industri pangan, serta memodernisasi
pengolahan dan pascapanen. Oleh karena itu, peran Bulog ke depan diarahkan
untuk memperkokoh industri pangan yang mampu mendorong pembangunan
perdesaan.
Teknologi FBC telah banyak diaplikasikan dan terbukti sangat efektif untuk
menkonversi biomasa, limbah dan sampah menjadi energi yang bersih dan ramah
lingkungan. FBC berbahan bakar sekam padi bisa ditingkatkan performansinya salah
satunya dengan menggunakan pasir alumina berpori yang berfungsi untuk
meningkatkan jumlah karbon yang terbakar sehingga efisiensi meningkat dan juga
untuk menghindari aglomerasi.
Daftar Pustaka
M. Fang, L. Yang, G. Chen, Z. Shi, Z. Luo, K. Cen, Experimental study on rice husk
combustion in a CFB. Fuel Processing Technology 85;2004:1273-82.
E. Natarajan, A. Nordin, A.N. Rao, Overview of combustion and gasification of rice
husk in fluidized bed reactors. Biomass and Bioenergy 1998;14( 5-6):533-546.
T. Ogada, J .Werther, Combustion characteristics of wet sludge in a fluidized bed:
release and combustion of the volatiles. Fuel 1996;75:617–626.
N. Fujiwara, M. Yamamoto, T. Oku, K. Fujiwara, S. Ishii, CO reduction by mild
fluidization for municipal waste incinerator. In: Proc. of 1st SCEJ Symposium on
Fluidization. Tokyo, Japan: SCEJ; 1995.p.51-5.
K. Koyama, M. Suyari, F. Suzuki, M. Nakajima, Combustion technology of
municipal fluidized bed technology. In: Proc. of 1st SCEJ Symposium on Fluidization.
Tokyo, Japan: SCEJ; 1995.p.56-63.
T. Izumiya, K. Baba, J. Uetani, H. Hiura, M. Furuta, Experimental study of
combustion and gas flow at freeboard of fluidized combustion chamber for
municipal waste. In: Proc. of 3rd SCEJ Symposium on Fluidization. Nagoya, Japan:
SCEJ; 1997.p.210-5.
H.J. Franke, T. Shimizu, A. Nishio, H. Nishikawa, M. Inagaki, W. Ibashi,
Improvement of carbon burn-up during fluidized bed incineration of plastic by using
porous bed materials. Energy & Fuels 1999;13:773-7.
T. Shimizu, T. Nemoto, H. Tsuboi, T. Shimoda and S. Ueno, Rice husk combustin in
A FBC using porous bed material, In: Proc of 18th”International Conference of FBC,
Canada 2005.
I. N. S. Winaya, T. Shimizu, Y. Nonaka, K. Yamagiwa, Model of combustion and
dispersion of carbon-loaded solids prepared by capacitance effect during bubbling
fluidized bed combustion. Fuel 2007;article in press.
Efisiensi Unit Pengolahan Gabah Beras BULOG dalam
Mendukung Kegiatan Pengadaan Beras Dalam Negeri
Energi alternatif adalah istilah yang merujuk kepada semua energi yang dapat
digunakan yang bertujuan untuk menggantikan bahan bakar konvensional tanpa
akibat yang tidak diharapkan dari hal tersebut. Umumnya, istilah ini digunakan
untuk mengurangi penggunaan bahan bakar hidrokarbon yang mengakibatkan
kerusakan lingkungan akibat emisi karbon dioksida yang tinggi, yang berkontribusi
besar terhadap pemanasan global berdasarkan Intergovernmental Panel on Climate
Change. Selama beberapa tahun, apa yang sebenarnya dimaksud sebagai energi
alternatif telah berubah akibat banyaknya pilihan energi yang bisa dipilih yang
tujuan yang berbeda dalam penggunaannya. 1
Disamping untuk mendapatkan sumber energi baru, usaha yang terus menerus
dilakukan dalam rangka mengurangi emisi CO2 guna mencegah terjadinya
pemanasan global telah mendorong penggunaan energi biomasa sebagai pengganti
energi bahan bakar fosil seperti minyak bumi dan batu bara. Bahan bakar biomasa
merupakan energi paling awal yang dimanfaatkan manusia dan dewasa ini
menempati urutan keempat sebagai sumber energi yang menyediakan sekitar 14%
kebutuhan energi dunia.
Prospek Energi dari Sekam Padi
Aplikasi Teknologi Fluidized Bed Combustion
Seperti halnya sekam padi, biomasa mengkonsumsi CO2 selama proses
pertumbuhan dan dalam jumlah yang sama akan dilepas selama proses konversi
energi, sehingga biomasa dikenal sebagai energi bebas CO2. Energi terbaharukan
yang bersumber dari sekam padi telah lama dilirik penggunaannya dan bahkan
telah dikonversi menjadi listrik di beberapa negara seperti China dan India. Salah
satu alasan kenapa bahan bakar sekam padi masih jarang dipakai sebagai sumber
energi yaitu karena kekurang-cukupan informasi tentang karakteristik dan emisi
yang dihasilkannya. Artikel pendek ini berisikan bahasan singkat tentang prospek
sekam padi dijadikan energi dengan memakai teknologi fluidized bed combustion
(FBC).
1. Energi potensial pada sekam padi
Sekam padi adalah salah satu sumber energi biomasa yang dipandang penting
untuk menanggulangi krisis energi belakangan ini khususnya di daerah pedesaan.
Ketersediaan sekam padi di hampir 75 negara di dunia diperkirakan sekitar 100 juta
ton dengan energi potensial berkisar 1,2 x 109 GJ/tahun dan mempunyai nilai kalor
rata-rata 15 MJ/kg 1]. Indonesia sebagai negara agraris mempunyai sekitar 60.000
mesin penggiling padi yang tersebar di seluruh daerah dengan kisaran produksi
sekam padi 15 juta ton per tahun. Untuk kapasitas besar, beberapa mesin
penggiling padi mampu memproduksi 10-20 ton sekam padi per hari.
Tidak seperti sumber bahan bakar fosil, ketersedian energi sekam padi tidak hanya
jumlahnya berlimpah tetapi juga merupakan energi terbaharukan. Beberapa sumber
energi biomasa mempunyai kendala akan
besarnya biaya investasi untuk pengumpulan, transportasi dan penyimpanan. Akan
tetapi untuk energi sekam padi, biaya-biaya diatas relatif lebih kecil karena
lokasinya sudah terkonsentrasi pada pabrik-pabrik penggilingan padi. Jika suatu
teknologi tersedia, bahan bakar sekam padi ini akan bisa dikonversi menjadi energi
thermal untuk kebutuhan tenaga listrik di daerah pedesaan.
2. Sifat dan karakteristik sekam padi
Dibandingkan bahan bakar fosil, sifat dan karakteristik bahan bakar biomasa lebih
kompleks serta memerlukan persiapan dan pemrosesan yang lebih khusus. Sifat
dan karakteristik meliputi berat jenis yang kecil sekitar 122 kg/m3, jumlah abu hasil
pembakaran yang tinggi dengan temperatur titik lebur abu yang rendah. Abu hasil
pembakaran berkisar antara 16-23% dengan kandungan silika senbesar 95%2]. Titik
lebur yang rendah disebabkan oleh kandungan alkali dan alkalin yang relatif tinggi.
Kandungan uap air (moisture) pada biomasa umumnya lebih tinggi dibandingkan
bahan bakar fosil, akan tetapi kandungan uap air pada sekam padi relatif sedikit
karena sekam padi merupakan kulit padi yang kering sisa proses penggilingan.
Sekam padi mempunyai panjang sekitar 8-10 mm dengan lebar 2-3 mm dan tebal
0,2 mm.
Karakteristik lain yang dimiliki bahan bakar sekam padi adalah kandungan zat
volatil yang tinggi (high-volatile matter) yaitu zat yang mudah menguap.
Kandungan zat volatilnya berkisar antara 60-80% dimana bahan bakar fosil hanya
mempunyai 20-30% untuk jenis batu bara medium. Energi konversi yang dihasilkan
lebih banyak berasal dari zat volatil ini dibandingkan dengan bara api (solid residue)
biomasa 3].
Uap air adalah komponen zat volatil pertama yang muncul sesaat setelah
temperatur mencapai 100oC untuk rentang temperatur operasi sampai 900oC.
Selanjutnya, komponen H2, CO, dan CO2 akan terbentuk bersamaan dengan
formasi hidrokarbon dalam jumlah yang banyak seperti CH4 sampai tar. Biasanya,
jelaga (soot) akan terbentuk selama proses divolitisasi dimana elemen N dan S akan
muncul dalam bentuk NH3, HCn, CH3CN, H2S, COS dan CS2. Kalau terjadi
ketidaksempurnaan pembakaran sebagai akibat cepatnya evolusi zat volatile akan
mengakibatkan deposisi tar, formasi dioxin di backpass dan atmosfir seperti NOx,
CO, SO2 dan N2O 4].
3. Teknologi Fluidized Bed Combustion
Teknologi fluidized bed combustion (FBC) adalah salah satu teknologi terbaik untuk
menkonversi sekam padi menjadi listrik karena mempunyai keunggulan
mengkonversi berbagai jenis bahan bakar baik sampah, limbah, biomasa ataupun
bahan bakar fosil berkalori rendah. FBC mempunyai temperatur pengoperasian
antara 800-900oC sehingga merupakan teknologi yang ramah lingkungan. Teknologi
ini telah diperkenalkan sejak abad keduapuluhan dan telah diaplikasikan dalam
banyak sektor industri dan pada tahun-tahun belakangan ini telah diaplikasikan
untuk mengkonversi biomasa menjadi energi. Efisiensi pembakaran yang lebih
tinggi bisa diperoleh dari teknologi FBC dibandingkan dengan sistem pembakaran
konvensional karena perpindahan panas yang sangat bagus di dalam sistem.
Pada proses pengkoversian energi dengan teknologi FBC, awalnya ruang bakar
dipanasi secara eksternal sampai mendekati temperatur operasi. Material
hamparan (bed material) fluidisasi yang lumrah dipakai untuk mengabsorbi panas
adalah pasir silika. Pasir silika dan bara api bahan bakar bercampur dan mengalami
turbulensi di dalam ruang bakar sehingga keseragaman temperatur sistem menjadi
terjaga. Pada temperatur yang tinggi dengan media transfer panas pasir silika akan
mampu memberi garansi konversi energi yang cepat dengan kondisi temperatur
isothermal. Selanjutnya, dengan bidang kontak panas yang luas disertai turbulensi
partikel fluidisasi yang cepat menyebabkan FBC teknologi bisa diaplikasikan untuk
mengkonversi segala jenis bahan bakar bahkan dengan ukuran yang tidak seragam
seperti bahan bakar sekam padi. Gambar skematik FBC bisa dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Skematik diagram FBC untuk bahan bakar sekam padi
Kwalitas fluidisasi adalah faktor paling utama yang mempengaruhi efisiensi sistem
FBC. Umumnya, sekam padi sangat sulit difuidisasi mengingat bentuknya yang
silindris, berupa butiran dan berlapis. Beberapa penelitian untuk mengkontrol
kwalitas fluidisasi telah dilakukan dengan merubah kecepatan masuk fluidisasi pada
limit tertentu sesuai dengan besarnya ukuran partikel pentransfer panas yang
digunakan.
4. Peningkatan performansi FBC sekam padi
Bila bahan bakar sekam padi dimasukkan pada ruang pembakaran FBC, evolusi zat
volatil akan terjadi sangat cepat. Ini dikarenakan oleh tingginya laju perpindahan
panas oleh material hamparan di dalam ruang bakar sehingga zat volatil hanya
berevolusi di sekitar tempat pemasukan bahan bakar (fuel feed point). Karena
ketidakcukupan oksigen di bagian atas ruang bakar (freeboard) maka pembakaran
sempurna sering tidak terwujud. Formasi hidrokarbon sering terjadi dan diantisipasi
akan memunculkan dioksin pada gas buang. Evolusi volatil secara lokal juga
menyebabkan temperatur sangat tinggi di sembarang tempat pada ruang bakar
dan kondisi ini akan menyebabkan formasi NOx.
Keseragaman temperatur pada sistem pembakaran adalah hal yang sangat penting
untuk menjaga kestabilan pembakaran disamping berguna untuk mengurangi emisi
dari polutan seperti hidrokarbon dan NOx sebagai akibat hasil pembakaran yang
tidak sempurna. Untuk mecapai hal tersebut, usaha-usaha telah banyak dilakukan
oleh beberapa peneliti seperti: menurunkan temperatur operasi dan mengurangi
kecepatan gas fluidisasi untuk memperkecil laju pemanasan selama pembakaran 4];
mengontrol volume pemasukan bahan bakar supaya fluktuasi evolusi zat volatil
menjadi menurun 5]; memasang penyekat (baffle) di ruang atas reaktor agar
pencampuran udara dengan zat volatil meningkat 6].
Cara lain untuk menghindari hal tersebut yaitu dengan menggunakan partikel yang
berpori seperti pasir alumina sebagai pengganti pasir silika yang biasa digunakan
sebagai media partikel yang difluidisasi7,8,9]. Dengan menggunakan media berpori
maka hidrokarbon akan tertangkap pada pori-pori partikel seperti terlihat pada
gambar 2.
Gambar 2. Hidrokarbon (HC) terperangkap di dalam pori sebagai karbon deposit
Karbon yang tertangkap akan terfluidisasi bersama material hamparan ke seluruh
ruang reaktor sehingga terjadi pencampuran yang baik yang menyebabkan formasi
stoikimetrik dan temperatur pengoperasian pada reaktor menjadi seragam. Hal ini
akan mengakibatkan dioksin dan emisi menjadi berkurang dan juga mampu
meningkatkan konversi karbon menjadi energi sehinga efisiensi sistem meningkat.
Konversi karbon lebih banyak terjadi ketika pasir alumina MS yang berpori dipakai
sebagai material hamparan dibandingkan pasir silika QS seperti ditunjukkan pada
gambar 3.
Gambar 3. Perbandingan konversi karbon pada MS dengan QS
Keutamaan lain dari penggunaan partikel berpori adalah untuk menghindari
penggumpalan/aglomerasi antara abu hasil pembakaran dengan partikel pasir silika
yang biasa digunakan sebagai media pentransfer panas. Aglomerasi terjadi karena
bahan bakar biomasa mengandung alkalin yang bisa bersenyawa dengan silika
membentuk ikatan yang kalium silikat. Aglomerasi harus dihindari karena akan
mengganggu fluidisasi dan bahkan pada kejadian paling buruk akan menyebabkan
sistem berhenti secara mendadak. Tabel 1 menunjukkan aglomerasi tidak terjadi
dan jumlah karbon yang terbakar lebih banyak bila menggunakan pasir alumina
yang berpori MS dibandingkan dengan pasir silika QS8].
Table 1. Total jumlah karbon yang terbakar dan aglomerasi yang terjadi
5. Kesimpulan
Kegiatan komersial Perum Bulog, pada umumnya terkonsentrasi pada usaha
penguatan tugas publik. Misalnya, pengembangan UPGB (unit pengolahan
gabah/beras) yang akan diarahkan ke processing modern, survey dan pemeliharaan
kualitas, optimalisasi penggunaan aset serta pelaksanaan tugas yang dibebankan
Pemerintah. Kegiatan komersial diusahakan tidak jauh dari itu dan diupayakan
terkait erat dengan pengembangan pangan suatu daerah.
Khusus tentang kegiatan komersial, Bulog dapat memanfaatkan peluang terhadap
perubahan teknologi dan pemanfaatan energy alternatif di masa mendatang. Bulog
dapat ikut serta membangun sektor industri pangan, serta memodernisasi
pengolahan dan pascapanen. Oleh karena itu, peran Bulog ke depan diarahkan
untuk memperkokoh industri pangan yang mampu mendorong pembangunan
perdesaan.
Teknologi FBC telah banyak diaplikasikan dan terbukti sangat efektif untuk
menkonversi biomasa, limbah dan sampah menjadi energi yang bersih dan ramah
lingkungan. FBC berbahan bakar sekam padi bisa ditingkatkan performansinya salah
satunya dengan menggunakan pasir alumina berpori yang berfungsi untuk
meningkatkan jumlah karbon yang terbakar sehingga efisiensi meningkat dan juga
untuk menghindari aglomerasi.
Daftar Pustaka
M. Fang, L. Yang, G. Chen, Z. Shi, Z. Luo, K. Cen, Experimental study on rice husk
combustion in a CFB. Fuel Processing Technology 85;2004:1273-82.
E. Natarajan, A. Nordin, A.N. Rao, Overview of combustion and gasification of rice
husk in fluidized bed reactors. Biomass and Bioenergy 1998;14( 5-6):533-546.
T. Ogada, J .Werther, Combustion characteristics of wet sludge in a fluidized bed:
release and combustion of the volatiles. Fuel 1996;75:617–626.
N. Fujiwara, M. Yamamoto, T. Oku, K. Fujiwara, S. Ishii, CO reduction by mild
fluidization for municipal waste incinerator. In: Proc. of 1st SCEJ Symposium on
Fluidization. Tokyo, Japan: SCEJ; 1995.p.51-5.
K. Koyama, M. Suyari, F. Suzuki, M. Nakajima, Combustion technology of
municipal fluidized bed technology. In: Proc. of 1st SCEJ Symposium on Fluidization.
Tokyo, Japan: SCEJ; 1995.p.56-63.
T. Izumiya, K. Baba, J. Uetani, H. Hiura, M. Furuta, Experimental study of
combustion and gas flow at freeboard of fluidized combustion chamber for
municipal waste. In: Proc. of 3rd SCEJ Symposium on Fluidization. Nagoya, Japan:
SCEJ; 1997.p.210-5.
H.J. Franke, T. Shimizu, A. Nishio, H. Nishikawa, M. Inagaki, W. Ibashi,
Improvement of carbon burn-up during fluidized bed incineration of plastic by using
porous bed materials. Energy & Fuels 1999;13:773-7.
T. Shimizu, T. Nemoto, H. Tsuboi, T. Shimoda and S. Ueno, Rice husk combustin in
A FBC using porous bed material, In: Proc of 18th”International Conference of FBC,
Canada 2005.
I. N. S. Winaya, T. Shimizu, Y. Nonaka, K. Yamagiwa, Model of combustion and
dispersion of carbon-loaded solids prepared by capacitance effect during bubbling
fluidized bed combustion. Fuel 2007;article in press.