ANALISIS ARAH PERGERAKAN FLUIDA LAPANGAN
ANALISIS ARAH PERGERAKAN FLUIDA LAPANGAN
PANAS BUMI LAHENDONG DENGAN METODE 4D
MICROGRAVITY
Emi Ulfiana1, Ayun Ria Ainun1, Puji Ariyanto2
1
Program Studi Geofisika, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
2
Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
Jl. Perhubungan I No. 5 Pondok Betung, Tangerang Selatan, 15221
Email : [email protected]
Abstrak
Proses eksplorasi panas bumi dilakukan dengan mengekstraksi fluida. Fluida yang terekstrasi ke
permukaan tidak hanya berupa uap, namun juga air, sehingga dilakukan pemisahan. Pada proses
pemisahan tersebut, uap akan dijadikan sebagai sumber energi pembangkit listrik tenaga panas bumi
(PLTP), sedangkan air akan dikembalikan ke dalam tanah melalui sumur injeksi. Apabila ekstraksi
fluida lebih besar dari yang diinjeksikan, maka akan terjadi pengurangan massa di bawah permukaan,
sehingga berpotensi terjadinya subsidence atau amblesan. Mengatasi masalah ini, tujuan dari penelitian
ini adalah monitoring pergerakan fluida di bawah permukaan, sehingga dapat menjadi dasar dalam
pengambilan keputusan mengenai injeksi terkait kondisi fluida di dalam reservoir. Objek penelitian
adalah PLTP Lahendong. Penelitian ini menggunakan metode 4D microgravity dengan ketelitian
hingga mikroGal. Digunakannya metode 4D microgravity dalam penelitian ini terkait dengan
perubahan massa akibat ekstraksi fluida bernilai sangat kecil. Prinsip dari metode 4D microravity
adalah dilakukannya pengukuran di titik yang sama namun pada waktu atau periode yang berbeda.
Sehingga dengan hal tersebut, perubahan nilainya dapat dibandingkan dengan jelas. Analisis data
menghasilkan sebuah simpulan bahwa pergerakan fluida lapangan panas bumi Lahendong cenderung
ke arah barat daya yang merupakan zona sumur - sumur produksi.
Kata Kunci: Energi panas bumi, subsidence, 4D microgravity
PENDAHULUAN
Indonesia berada pada zona pertemuan tiga
lempeng tektonik utama, yakni Eurasia, IndoAustralia
dan
Pasifik.
Hal
tersebut
menyebabkan Indonesia termasuk dalam jalur
“ring of fire” dan memiliki jumlah gunung
berapi terbanyak di dunia. Jalur gunung api
yang membentang dari barat hingga timur
Indonesia merupakan salah satu penyebab
Indonesia memiliki potensi sumber panas bumi
yang begitu besar, hingga setara dengan 40%
potensi panas bumi yang ada di dunia
berdasarkan data Kementerian ESDM pada
tahun 2013.
Energi panas bumi terjadi akibat adanya
magma yang dekat ke permukaan, sehingga
memanaskan fluida di atasnya, dan selanjutnya
dapat dimanfaatkan menjadi salah satu sumber
Ulfiana, dkk.
1
pembangkit listrik. Salah satu pembangkit listrik
tenaga panas bumi (PLTP) di Indonesia yang
telah beroperasi sejak tahun 2001 ialah PLTP
Lahendong yang terletak di Sulawesi Utara [1].
Berdasarkan data dari Ditjen EBTKE
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
tahun 2012, litologi Lahendong tersusun oleh
batuan basalt tholeiitic berumur Tersier hasil
dari erupsi gunung api yang masih aktif hingga
kini, yaitu gunung Soputan, Mahawu, dan
Lokon [2]. Keadaan litologi ini menandakan
daerah Lahendong merupakan daerah dengan
aktifitas magma yang aktif, terutama dengan
munculnya manifestasi sumber air panas akibat
magmatisme silisik pada kedalaman dangkal.
Dengan kondisi seperti ini, maka wilayah
Lahendong dapat dijadikan sebagai salah satu
lapangan eksplorasi geotermal.
Energi geotermal adalah energi yang relatif
lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan
sumber energi lainnya, termasuk energi minyak
bumi yang bersumber dari fosil. Energi yang
minim emisi gas rumah kaca ini tidak
menghasilkan limbah serta material beracun.
Sehingga energi ini dapat menjadi energi
alternatif terbarukan yang tetap dapat menjaga
lingkungan Indonesia tetap bersih dan tidak
tercemar [3].
Geotermal memiliki banyak keunggulan
dibanding alternatif pembangkit listrik lainnya,
yaitu ramah lingkungan, bersifat terbarukan
karena fluida yang dimanfaatkan dapat
diinjeksikan kembali ke dalam reservoir,
bersifat lokal dan dapat dimanfaatkan secara
langsung sehingga
dapat
meningkatkan
kemakmuran daerah sekitar lapangan geotermal,
pasokan stabil (tidak tergantung dengan pasar
dunia), dan teknologi produksi dan pemanfaatan
relatif sederhana. Namun disamping keunggulan
yang dimiliki, geotermal juga berpotensi
menyebabkan terjadinya subsidence di daerah
sekitar
lapangan
eksplorasi,
sehingga
pembangunan PLTP banyak mendapat kecaman
dari masyarakat sekitar [4].
Subsidence atau amblesan terjadi apabila
ekstraksi fluida tidak seimbang dengan injeksi
fluida, sehingga terjadi pengurangan pun
kekosongan massa di bawah permukaan yang
menyebabkan tanah di atasnya turun. Mengatasi
masalah ini, maka perlu dilakukan monitoring
pergerakan fluida di bawah permukaan,
sehingga potensi terjadinya amblesan dapat
diminimalisasi [5]. Dengan terkontrolnya
potensi
amblesan,
diharapkan
mampu
mengubah pandangan negatif masyarakat
terhadap pemanfaatan sumber energi geotermal,
sehingga kedepannya potensi geotermal
Indonesia
dapat
dimanfaatkan
dengan
maksimal. Daerah penelitian mencakup PLTP
Lahendong, dengan koordinat 1º14’24” LU 1º17’24” LU dan 124º45’00” BT - 124º51’36”
BT.
LANDASAN TEORI
Gambar 1. Skema proses produksi-injeksi
geothermal (sumber: www3.epa.gov)
Secara garis besar, PLTP memanfaatkan uap
dari sumur produksi untuk menggerakkan turbin
penghasil listrik. Uap dari sumur produksi
berasal dari pemanasan fluida di dalam bumi
yang diekstraksikan ke atas permukaan. Proses
ekstraksi ini tidak hanya mengeluarkan uap,
namun juga fluida cair yang kemudian
diinjeksikan kembali ke bawah permukaan
Ulfiana, dkk.
2
melalui sumur injeksi. Karena terjadi
pemanasan dan pengambilan uap secara terusmenerus, maka fluida di bawah permukaan akan
berkurang hingga menyebabkan terjadinya
pengurangan pun kekosongan massa di bawah
permukaan. Daerah yang seharusnya terisi oleh
fluida akan kosong, sehingga berpotensi
terjadinya amblesan tanah di atasnya. Untuk
mencegah amblesan, maka perlu dilakukan
tindakan preventif, misalnya injeksi fluida baru
ke daerah yang kosong. Salah satu metode
untuk mengetahui keadaan fluida di dalam
reservoir ialah metode 4D microgravity.
4D Microgravity adalah salah satu metode
yang memanfaatkan data nilai gravitasi dengan
komponen yang keempat adalah komponen
waktu. Konsep dari metode ini ialah
membandingkan nilai gravity di satu tempat
pada waktu yang berbeda untuk melihat
perubahan
nilai
gravitasinya.
Dengan
memisalkan t1 adalah waktu yang lebih lama
dan t2 adalah waktu yang lebih baru, maka 4D
microgravity dapat dirumuskan sebagai berikut:
∆�
, , ,� = � , , ,�
......(1)
− � , , ,�
∆� = Perubahan nilai percepatan gravitasi
(mGal)
= Lintang (m)
y
= Bujur (m)
z
= Kedalaman (m)
t
= Waktu (s)
Keterangan:
�=�
�
�2
......(2)
g = Percepatan gravitasi (mGal)
G = Konstanta universal gaya berat (6.67 × 10-11
m3kg-1s-2)
m = benda bermassa m (kg)
r = jarak benda dari pusat kedua benda (m)
Berdasarkan rumus di atas, diperoleh
kesimpulan bahwa nilai percepatan gravitasi
berbanding lurus dengan massa, sehingga
prinsip ini dapat dijadikan acuan untuk
mendeteksi ada atau tidaknya fluida di bawah
permukaan bumi.
METODE PENELITIAN
Keterangan:
x
injeksi. Sedangkan nilai
∆� yang negatif
mengindikasikan adanya pengurangan massa
dari t1 ke t2. Prinsip ini di dasarkan pada hukum
Newton tentang gravitasi yang dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Suatu tempat memiliki nilai gravity yang
lebih besar apabila di tempat itu terdapat massa
yang tidak dimiliki oleh tempat lain, dalam hal
geothermal massa tersebut ialah fluida di
reservoir. Apabila ∆� memiliki nilai positif, hal
itu mengindikasikan bahwa nilai t2 lebih besar
daripada t1, yang berarti pada t2 telah dilakukan
Data gravitasi yang digunakan pada
penelitian ini adalah data dari satelit GRACE
(Gravity Recovery And Climate Experiment)
yang memperhitungkan topografi tempat. Data
yang diperoleh dalam bentuk SBA (Simple
Bouguer Anomali), sehingga tidak perlu
dilakukan koreksi medan, drift, tidal, lintang,
dan topografi. Pengambilan data dibatasi pada
koordinat kawasan lapangan Geotermal
Lahendong, yaitu 1º14’24” LU - 1º17’24” LU
dan 124º45’00” BT - 124º51’36” BT, dalam
kurun waktu Juni 2011 sampai Juli 2012.
Gambar 1 memperlihatkan denah lapangan
geotermal Lahendong. LHD-7 adalah sumur
reinjeksi. LHD-5, LHD-13 dan LHD-24 adalah
sumur produksi. sumur monitoring adalah LHD6, sedangkan LHD-1 dan LHD-4 merupakan
sumur abandon[6].
Ulfiana, dkk.
3
Gambar 1. Denah lapangan Geotermal Lahendong [6]
.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dari penelitian ini terlihat dari hasil perbandingan antarhari pada bulan Juni 2011, Januari
2012, dan Juli 2012. Secara berturut-turut, diperlihatkan sebagai berikut:
mGal
Ü
Gambar 2. Anomali gravitasi bulan Januari 2012 – Juni 2011
mGal
Ü
Gambar 3. Anomali gravitasi bulan Juli 2012 – Januari 2012
Ulfiana, dkk.
4
Pada gambar 2, anomali gravitasi di arah
timur laut menunjukkan angka yang lebih
rendah dibandingkan nilai anomali gravitasi di
arah barat daya. Hal ini disebabkan karena
adanya massa yang lebih banyak di arah barat
daya dibandingkan di arah timur laut. Adanya
massa yang lebih rendah di daerah sekitar sumur
injeksi dan lebih tinggi di daerah sekitar sumur
produksi
menandakan
adanya
kegiatan
ekstraksi, sehingga fluida bergerak ke arah
sumur-sumur produksi. Kegiatan ekstraksi
fluida ini menarik fluida dari sumur injeksi,
sehingga terjadi penurunan massa di sekitar
sumur injeksi.
Pada gambar 3, anomali gravitasi
menunjukkan angka yang sebaliknya. Di arah
timur laut yang merupakan letak sumur injeksi,
nilai anomali gravitasi lebih besar dibandingkan
dengan nilai anomali gravitasi di arah barat
daya. Hal ini menandakan adanya kegiatan
injeksi fluida, yang berakibat menambah massa
pada area sekitar sumur injeksi. Penambahan
massa ini berbanding lurus dengan nilai anomali
gravitasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa
pada bulan Juli 2012 dilakukan kegiatan injeksi
fluida.
anomali gravity akibat keberadaan fluida di
suatu tempat.
KESIMPULAN
Monitoring pergerakan fluida lapangan panas
bumi Lahendong dapat dilakukan dengan
menggunakan metode 4D microgravity.
Penelitian
dengan
4D
microgravity
menunjukkan saat ekstraksi fluida, nilai gravity
semakin mengecil dari arah timur laut tempat
sumur injeksi berada, dan meningkat ke arah
barat daya tempat sumur-sumur produksi. Nilai
gravity yang semakin mengecil dapat menjadi
indikasi bahwa terjadi kekosongan massa di
bawah permukaan, sehingga perlu segera
dilakukan injeksi fluida untuk mencegah
amblesan.
DAFTAR PUSTAKA
Handbook Of Energy & Economic
Indonesia , Kementerian ESDM, 2011.
Statistics
Of
Lestari, Intan, dan Muh. Sarkowi. Analisis Struktur
Patahan Daerah Panasbumi Lahendong-Tompaso
Sulawesi Utara berdasarkan Data Second Vertical
Derivative (SVD) Anomali Gayaberat , 2013.
Setiawan, Sigit. Energi Panas Bumi dalam Kerangka
MP3EI: Analisis terhadap Prospek, Kendala, dan
Dukungan Kebijakan, 2013.
Torge, Wolfgang. Gravimetry. 1989.
Glowacka, Ewa, dkk. Subsidence In Cerro Prieto
Geotermal Field, Baja California, Mexico, 2000.
Gambar 4. Kurva nilai g rata-rata dalam waktu 1 hari
Gambar 4 menampilkan perbandingan nilai g
secara keseluruhan. Nilai anomali gravity pada
bulan Januari 2012 menunjukkan nilai yang
paling kecil dibanding bulan Juni 2011 dan Juli
2012. Hal ini dapat menjadi studi kasus yang
baik dalam mengidentifikasi perubahan nilai
Alfiah, Suzi. Penilaian Risiko Keselamatan dan
Kesehatan Kerja pada Kegiatan Operasi dan Produksi
PT Pertamina Geotermal Energy Area Lahendong Tahun
2012, 2012.
Abdillah, Mu’thi. Evaluasi Penurunan Produksi Sumur di
Lapangan Panas Bumi X, 2008.
Ulfiana, dkk.
5
PANAS BUMI LAHENDONG DENGAN METODE 4D
MICROGRAVITY
Emi Ulfiana1, Ayun Ria Ainun1, Puji Ariyanto2
1
Program Studi Geofisika, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
2
Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
Jl. Perhubungan I No. 5 Pondok Betung, Tangerang Selatan, 15221
Email : [email protected]
Abstrak
Proses eksplorasi panas bumi dilakukan dengan mengekstraksi fluida. Fluida yang terekstrasi ke
permukaan tidak hanya berupa uap, namun juga air, sehingga dilakukan pemisahan. Pada proses
pemisahan tersebut, uap akan dijadikan sebagai sumber energi pembangkit listrik tenaga panas bumi
(PLTP), sedangkan air akan dikembalikan ke dalam tanah melalui sumur injeksi. Apabila ekstraksi
fluida lebih besar dari yang diinjeksikan, maka akan terjadi pengurangan massa di bawah permukaan,
sehingga berpotensi terjadinya subsidence atau amblesan. Mengatasi masalah ini, tujuan dari penelitian
ini adalah monitoring pergerakan fluida di bawah permukaan, sehingga dapat menjadi dasar dalam
pengambilan keputusan mengenai injeksi terkait kondisi fluida di dalam reservoir. Objek penelitian
adalah PLTP Lahendong. Penelitian ini menggunakan metode 4D microgravity dengan ketelitian
hingga mikroGal. Digunakannya metode 4D microgravity dalam penelitian ini terkait dengan
perubahan massa akibat ekstraksi fluida bernilai sangat kecil. Prinsip dari metode 4D microravity
adalah dilakukannya pengukuran di titik yang sama namun pada waktu atau periode yang berbeda.
Sehingga dengan hal tersebut, perubahan nilainya dapat dibandingkan dengan jelas. Analisis data
menghasilkan sebuah simpulan bahwa pergerakan fluida lapangan panas bumi Lahendong cenderung
ke arah barat daya yang merupakan zona sumur - sumur produksi.
Kata Kunci: Energi panas bumi, subsidence, 4D microgravity
PENDAHULUAN
Indonesia berada pada zona pertemuan tiga
lempeng tektonik utama, yakni Eurasia, IndoAustralia
dan
Pasifik.
Hal
tersebut
menyebabkan Indonesia termasuk dalam jalur
“ring of fire” dan memiliki jumlah gunung
berapi terbanyak di dunia. Jalur gunung api
yang membentang dari barat hingga timur
Indonesia merupakan salah satu penyebab
Indonesia memiliki potensi sumber panas bumi
yang begitu besar, hingga setara dengan 40%
potensi panas bumi yang ada di dunia
berdasarkan data Kementerian ESDM pada
tahun 2013.
Energi panas bumi terjadi akibat adanya
magma yang dekat ke permukaan, sehingga
memanaskan fluida di atasnya, dan selanjutnya
dapat dimanfaatkan menjadi salah satu sumber
Ulfiana, dkk.
1
pembangkit listrik. Salah satu pembangkit listrik
tenaga panas bumi (PLTP) di Indonesia yang
telah beroperasi sejak tahun 2001 ialah PLTP
Lahendong yang terletak di Sulawesi Utara [1].
Berdasarkan data dari Ditjen EBTKE
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
tahun 2012, litologi Lahendong tersusun oleh
batuan basalt tholeiitic berumur Tersier hasil
dari erupsi gunung api yang masih aktif hingga
kini, yaitu gunung Soputan, Mahawu, dan
Lokon [2]. Keadaan litologi ini menandakan
daerah Lahendong merupakan daerah dengan
aktifitas magma yang aktif, terutama dengan
munculnya manifestasi sumber air panas akibat
magmatisme silisik pada kedalaman dangkal.
Dengan kondisi seperti ini, maka wilayah
Lahendong dapat dijadikan sebagai salah satu
lapangan eksplorasi geotermal.
Energi geotermal adalah energi yang relatif
lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan
sumber energi lainnya, termasuk energi minyak
bumi yang bersumber dari fosil. Energi yang
minim emisi gas rumah kaca ini tidak
menghasilkan limbah serta material beracun.
Sehingga energi ini dapat menjadi energi
alternatif terbarukan yang tetap dapat menjaga
lingkungan Indonesia tetap bersih dan tidak
tercemar [3].
Geotermal memiliki banyak keunggulan
dibanding alternatif pembangkit listrik lainnya,
yaitu ramah lingkungan, bersifat terbarukan
karena fluida yang dimanfaatkan dapat
diinjeksikan kembali ke dalam reservoir,
bersifat lokal dan dapat dimanfaatkan secara
langsung sehingga
dapat
meningkatkan
kemakmuran daerah sekitar lapangan geotermal,
pasokan stabil (tidak tergantung dengan pasar
dunia), dan teknologi produksi dan pemanfaatan
relatif sederhana. Namun disamping keunggulan
yang dimiliki, geotermal juga berpotensi
menyebabkan terjadinya subsidence di daerah
sekitar
lapangan
eksplorasi,
sehingga
pembangunan PLTP banyak mendapat kecaman
dari masyarakat sekitar [4].
Subsidence atau amblesan terjadi apabila
ekstraksi fluida tidak seimbang dengan injeksi
fluida, sehingga terjadi pengurangan pun
kekosongan massa di bawah permukaan yang
menyebabkan tanah di atasnya turun. Mengatasi
masalah ini, maka perlu dilakukan monitoring
pergerakan fluida di bawah permukaan,
sehingga potensi terjadinya amblesan dapat
diminimalisasi [5]. Dengan terkontrolnya
potensi
amblesan,
diharapkan
mampu
mengubah pandangan negatif masyarakat
terhadap pemanfaatan sumber energi geotermal,
sehingga kedepannya potensi geotermal
Indonesia
dapat
dimanfaatkan
dengan
maksimal. Daerah penelitian mencakup PLTP
Lahendong, dengan koordinat 1º14’24” LU 1º17’24” LU dan 124º45’00” BT - 124º51’36”
BT.
LANDASAN TEORI
Gambar 1. Skema proses produksi-injeksi
geothermal (sumber: www3.epa.gov)
Secara garis besar, PLTP memanfaatkan uap
dari sumur produksi untuk menggerakkan turbin
penghasil listrik. Uap dari sumur produksi
berasal dari pemanasan fluida di dalam bumi
yang diekstraksikan ke atas permukaan. Proses
ekstraksi ini tidak hanya mengeluarkan uap,
namun juga fluida cair yang kemudian
diinjeksikan kembali ke bawah permukaan
Ulfiana, dkk.
2
melalui sumur injeksi. Karena terjadi
pemanasan dan pengambilan uap secara terusmenerus, maka fluida di bawah permukaan akan
berkurang hingga menyebabkan terjadinya
pengurangan pun kekosongan massa di bawah
permukaan. Daerah yang seharusnya terisi oleh
fluida akan kosong, sehingga berpotensi
terjadinya amblesan tanah di atasnya. Untuk
mencegah amblesan, maka perlu dilakukan
tindakan preventif, misalnya injeksi fluida baru
ke daerah yang kosong. Salah satu metode
untuk mengetahui keadaan fluida di dalam
reservoir ialah metode 4D microgravity.
4D Microgravity adalah salah satu metode
yang memanfaatkan data nilai gravitasi dengan
komponen yang keempat adalah komponen
waktu. Konsep dari metode ini ialah
membandingkan nilai gravity di satu tempat
pada waktu yang berbeda untuk melihat
perubahan
nilai
gravitasinya.
Dengan
memisalkan t1 adalah waktu yang lebih lama
dan t2 adalah waktu yang lebih baru, maka 4D
microgravity dapat dirumuskan sebagai berikut:
∆�
, , ,� = � , , ,�
......(1)
− � , , ,�
∆� = Perubahan nilai percepatan gravitasi
(mGal)
= Lintang (m)
y
= Bujur (m)
z
= Kedalaman (m)
t
= Waktu (s)
Keterangan:
�=�
�
�2
......(2)
g = Percepatan gravitasi (mGal)
G = Konstanta universal gaya berat (6.67 × 10-11
m3kg-1s-2)
m = benda bermassa m (kg)
r = jarak benda dari pusat kedua benda (m)
Berdasarkan rumus di atas, diperoleh
kesimpulan bahwa nilai percepatan gravitasi
berbanding lurus dengan massa, sehingga
prinsip ini dapat dijadikan acuan untuk
mendeteksi ada atau tidaknya fluida di bawah
permukaan bumi.
METODE PENELITIAN
Keterangan:
x
injeksi. Sedangkan nilai
∆� yang negatif
mengindikasikan adanya pengurangan massa
dari t1 ke t2. Prinsip ini di dasarkan pada hukum
Newton tentang gravitasi yang dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Suatu tempat memiliki nilai gravity yang
lebih besar apabila di tempat itu terdapat massa
yang tidak dimiliki oleh tempat lain, dalam hal
geothermal massa tersebut ialah fluida di
reservoir. Apabila ∆� memiliki nilai positif, hal
itu mengindikasikan bahwa nilai t2 lebih besar
daripada t1, yang berarti pada t2 telah dilakukan
Data gravitasi yang digunakan pada
penelitian ini adalah data dari satelit GRACE
(Gravity Recovery And Climate Experiment)
yang memperhitungkan topografi tempat. Data
yang diperoleh dalam bentuk SBA (Simple
Bouguer Anomali), sehingga tidak perlu
dilakukan koreksi medan, drift, tidal, lintang,
dan topografi. Pengambilan data dibatasi pada
koordinat kawasan lapangan Geotermal
Lahendong, yaitu 1º14’24” LU - 1º17’24” LU
dan 124º45’00” BT - 124º51’36” BT, dalam
kurun waktu Juni 2011 sampai Juli 2012.
Gambar 1 memperlihatkan denah lapangan
geotermal Lahendong. LHD-7 adalah sumur
reinjeksi. LHD-5, LHD-13 dan LHD-24 adalah
sumur produksi. sumur monitoring adalah LHD6, sedangkan LHD-1 dan LHD-4 merupakan
sumur abandon[6].
Ulfiana, dkk.
3
Gambar 1. Denah lapangan Geotermal Lahendong [6]
.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dari penelitian ini terlihat dari hasil perbandingan antarhari pada bulan Juni 2011, Januari
2012, dan Juli 2012. Secara berturut-turut, diperlihatkan sebagai berikut:
mGal
Ü
Gambar 2. Anomali gravitasi bulan Januari 2012 – Juni 2011
mGal
Ü
Gambar 3. Anomali gravitasi bulan Juli 2012 – Januari 2012
Ulfiana, dkk.
4
Pada gambar 2, anomali gravitasi di arah
timur laut menunjukkan angka yang lebih
rendah dibandingkan nilai anomali gravitasi di
arah barat daya. Hal ini disebabkan karena
adanya massa yang lebih banyak di arah barat
daya dibandingkan di arah timur laut. Adanya
massa yang lebih rendah di daerah sekitar sumur
injeksi dan lebih tinggi di daerah sekitar sumur
produksi
menandakan
adanya
kegiatan
ekstraksi, sehingga fluida bergerak ke arah
sumur-sumur produksi. Kegiatan ekstraksi
fluida ini menarik fluida dari sumur injeksi,
sehingga terjadi penurunan massa di sekitar
sumur injeksi.
Pada gambar 3, anomali gravitasi
menunjukkan angka yang sebaliknya. Di arah
timur laut yang merupakan letak sumur injeksi,
nilai anomali gravitasi lebih besar dibandingkan
dengan nilai anomali gravitasi di arah barat
daya. Hal ini menandakan adanya kegiatan
injeksi fluida, yang berakibat menambah massa
pada area sekitar sumur injeksi. Penambahan
massa ini berbanding lurus dengan nilai anomali
gravitasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa
pada bulan Juli 2012 dilakukan kegiatan injeksi
fluida.
anomali gravity akibat keberadaan fluida di
suatu tempat.
KESIMPULAN
Monitoring pergerakan fluida lapangan panas
bumi Lahendong dapat dilakukan dengan
menggunakan metode 4D microgravity.
Penelitian
dengan
4D
microgravity
menunjukkan saat ekstraksi fluida, nilai gravity
semakin mengecil dari arah timur laut tempat
sumur injeksi berada, dan meningkat ke arah
barat daya tempat sumur-sumur produksi. Nilai
gravity yang semakin mengecil dapat menjadi
indikasi bahwa terjadi kekosongan massa di
bawah permukaan, sehingga perlu segera
dilakukan injeksi fluida untuk mencegah
amblesan.
DAFTAR PUSTAKA
Handbook Of Energy & Economic
Indonesia , Kementerian ESDM, 2011.
Statistics
Of
Lestari, Intan, dan Muh. Sarkowi. Analisis Struktur
Patahan Daerah Panasbumi Lahendong-Tompaso
Sulawesi Utara berdasarkan Data Second Vertical
Derivative (SVD) Anomali Gayaberat , 2013.
Setiawan, Sigit. Energi Panas Bumi dalam Kerangka
MP3EI: Analisis terhadap Prospek, Kendala, dan
Dukungan Kebijakan, 2013.
Torge, Wolfgang. Gravimetry. 1989.
Glowacka, Ewa, dkk. Subsidence In Cerro Prieto
Geotermal Field, Baja California, Mexico, 2000.
Gambar 4. Kurva nilai g rata-rata dalam waktu 1 hari
Gambar 4 menampilkan perbandingan nilai g
secara keseluruhan. Nilai anomali gravity pada
bulan Januari 2012 menunjukkan nilai yang
paling kecil dibanding bulan Juni 2011 dan Juli
2012. Hal ini dapat menjadi studi kasus yang
baik dalam mengidentifikasi perubahan nilai
Alfiah, Suzi. Penilaian Risiko Keselamatan dan
Kesehatan Kerja pada Kegiatan Operasi dan Produksi
PT Pertamina Geotermal Energy Area Lahendong Tahun
2012, 2012.
Abdillah, Mu’thi. Evaluasi Penurunan Produksi Sumur di
Lapangan Panas Bumi X, 2008.
Ulfiana, dkk.
5