BAB I PENDAHULUAN - Makalah Korupsi

BAB I PENDAHULUAN Sering kita mendengar kata yang satu ini, yaitu “KORUPSI”, korupsi

  ada disekeliling kita, mungkin terkadang kita tidak menyadari itu. Korupsi bisa terjadi dirumah, sekolah, masyarakat, maupun diinstansi tertinggi dan dalam pemerintahan. Mereka yang melakukan korupsi terkadang menganggap remeh hal yang dilakukan itu. Hal ini sangat menghawatirkan, sebab bagaimana pun, apabila suatu organisasi dibangun dari korupsi akan dapat merusaknya.

  Dari kenyataan diatas dapat ditarik dua kemungkinan melakukan korupsi, yaitu ;

  1. Metode yang digunakan oleh pendidik belum sesuai dengan kenyataannya, sehingga pelajaran yang diajarkan tidak dapat dicerna secara optimal oleh anak didik.

  2. Kita sering menganggap remeh bahkan malas untuk mempelajari hal ini , karena kurangnya motivasi pada diri sendiri, sehingga sering sekali berasumsi “untuk apa mempelajari “ padahal itu sangat penting untuk diketahui agar tahu hak dan kewajiban kita untuk Negara ini.

BAB II PEMBAHASAN A. PENGERTIAN KORUPSI Korupsi berasal dari bahasa Latin: corruptio dari kata kerja

  corrumpere = busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) menurut Transparency International adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.

  Dari segi hukum korupsi mempunyai arti ;

  a. Melawan hukum

  b. Menyakahgunakan kekuasaan

  c. Memperkaya diri

  d. Merugikan keuangan Negara Menurut perspektif hukum, pengertian korupsi secara gambling dijelaskan dalam UU No 31 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana. Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN).

  • Korupsi yaitu menyelewengkan kewajiban yang bukan hak kita.
  • Kolusi ialah perbuatan yang jujur, misalnya memberikan pelican agar kerja mereka lancar, namun memberikannya secara sembunyi-senbunyi.
  • Nepotisme adalah mendahulukan orang dalam atau keluarga dalam menempati suatu jabatan.

  Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencangkup unsur-unsur sebagai berikut;

  • Perbuatan melawan hukum
  • Penyalahgunaan kewenangan
  • Merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, diantaranya:
  • memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);
  • penggelapan dalam jabatan;
  • pemerasan dalam jabatan;
  • ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara); • menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara). Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.

B. CONTOH KASUS KORUPSI

  Contoh Kasus Korupsi Yang Paling Mudah Dalam Kehidupan Sehari- hari.

  • Nyogok agar lulus Pegawai Negeri Sipil (PNS)

  Hal yang demikian ini merupakan contoh koupsi yang paling sering terjadi setiap tahunnya. Mereka lebiah baik menjual sawah, lading, kebun, atau rumah hanya untuk menyogok agar dirinya biasa lulus menjadi PNS. Hanya orang-orang yang masih berpaham primitifah yang mau melakukan hal smacam itu. mereka tidak sadar bahwa gajinya itu adalah dari uangnya sendiri.

  • Nyogok agar lulus Tes Masuk Sekolah SD, SMP, SMA, maupun Perguruan Tinggi.

C. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KORUPSI

  Ada beberapa sebab terjadinya praktek korupsi. Singh (1974) menemukan dalam penelitiannya bahwa penyebab terjadinya tindak pidana korupsi di India adalah kelemahan moral (41,3%), tekanan ekonomi (23,8%), hambatan struktur administrasi (17,2 %), hambatan struktur sosial (7,08 %). Sementara itu Merican (1971) menyatakan sebab-sebab terjadinya tindak pidana korupsi adalah sebagai berikut : a. Peninggalan pemerintahan kolonial.

  b. Kemiskinan dan ketidaksamaan.

  c. Gaji yang rendah.

  d. Persepsi yang populer.

  e. Pengaturan yang bertele-tele.

  f. Pengetahuan yang tidak cukup dari bidangnya. Di sisi lain Ainan (1982) menjelaskan beberapa sebab terjadinya tindak pidana tindak pidana korupsi yaitu : a. Perumusan perundang-undangan yang kurang sempurna.

  b. Administrasi yang lamban, mahal, dan tidak luwes.

  c. Tradisi untuk menambah penghasilan yang kurang dari pejabat pemerintah dengan upeti atau suap.

  d. Dimana berbagai macam tindak pidana tindak pidana korupsi dianggap biasa, tidak dianggap bertentangan dengan moral, sehingga orang berlomba untuk korupsi. e. Di India, misalnya menyuap jarang dikutuk selama menyuap tidak dapat dihindarkan. suapan dan korupsi, kecuali mengganggap telah berlebihan harta dan kekayaannya.

  g. Manakala orang tidak menghargai aturan-aturan resmi dan tujuan organisasi pemerintah, mengapa orang harus mempersoalkan korupsi. Dari pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sebab-sebab terjadinya tindak pidana korupsi adalah sebagai berikut : a. Gaji yang rendah, kurang sempurnanya peraturan perundang- undangan, administrasi yang lamban dan sebagainya.

  b. Warisan pemerintahan kolonial.

  c. Sikap mental pegawai yang ingin cepat kaya dengan cara yang tidak halal, tidak ada kesadaran bernegara, tidak ada pengetahuan pada bidang pekerjaan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah.

  d. Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.

  e. Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah

  f. Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal.

  g. Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.

  h. Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama". i. Lemahnya ketertiban hukum. j. Lemahnya profesi hukum. k. Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa. l. Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil. m. Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian yang cukup ke pemilihan umum. atau "sumbangan kampanye".

D. DAMPAK DAN AKIBAT DARI KORUPSI

  Berikut beberapa dampak dan akibat yang ditimbulkan dari pelanggaran dan penyalahgunaan wewenang dengan seseorang melakukan korupsi, Menyatakan bahwa akibat-akibat tindak pidana korupsi adalah :

  1. Pemborosan sumber-sumber, modal yang lari, gangguan terhadap penanaman modal, terbuangnya keahlian, bantuan yang lenyap.

  2. Ketidakstabilan, revolusi sosial, pengambilan alih kekuasaan oleh militer, menimbulkan ketimpangan sosial budaya.

  3. Pengurangan kemampuan aparatur pemerintah, pengurangan kapasitas administrasi, hilangnya kewibawaan administrasi.

  4. Berkurangnya kepercayaan terhadap pemerintahan.

  5. Berkurangnya kewibawaan pemerintah dalam masyarakat.

  6. Menurunya pendapatan Negara.

  7. Hukum tidak lagi dihormati. Dalam pendapat Selanjutnya Mc Mullan (1961) mengatakan bahwa akibat tindak tindak pidana tindak pidana korupsi adalah ketidak efisienan, ketidakadilan, rakyat tidak mempercayai pemerintah, memboroskan sumber-sumber negara, tidak mendorong perusahaan untuk berusaha terutama perusahaan asing, ketidakstabilan politik, pembatasan dalam kebijaksanaan pemerintah dan tidak represif.

  Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan akibat-akibat tindak pidana tindak pidana korupsi diatas adalah sebagai berikut :

  1. Tata ekonomi seperti larinya modal keluar negeri, gangguan terhadap perusahaan, gangguan penanaman modal.

  3. Tata politik seperti pengambil alihan kekuasaan, hilangnya bantuan luar negeri, hilangnya kewibawaan pemerintah, ketidakstabilan politik.

  4. Tata administrasi seperti tidak efisien, kurangnya kemampuan administrasi, hilangnya keahlian, hilangnya sumber-sumber negara, keterbatasan kebijaksanaan pemerintah, pengambilan tindakan-tindakan represif. Secara umum akibat tindak pidana tindak pidana korupsi adalah merugikan negara dan merusak sendi-sendi kebersamaan serta memperlambat tercapainya tujuan nasional seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

E. PENJATUHAN PIDANA TERHADAP KORUPTOR

  Berdasarkan ketentuan UU No. 31 Tahun 1999 juga UU No. 20 tahun 2001, jenis penjatuhan pidana yang dapat dilakukan hakim terhadap terdakwa tindak pidana korupsi adalah sebagai berikut.

  a. Pidana Mati : Dapat dipidana mati karena kepada setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, yang dilakukan dalam keadaan tertentu.Pidana penjara : Seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Dalam UU 31 Tahun 1999 Pasal 2 ayat 1.

  b. Pidana Penjara : Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perkonomian Negara. (Pasal 2 ayat 1)

  2. Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak satu Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara (Pasal 3)

  3. Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta) bagi setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi. (Pasal 21)

  4. Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) bagi setiap orang sebagaimana dimaksud dalam pasal 28, pasal 29, pasal 35, dan pasal 36.

  c. Pidana Tambahan : Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana dimana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut. banyaknya sama dengan harta yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.

  3. Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun.

  4. Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada terpidana.

  5. Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

  6. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka terpidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak memenuhi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai ketentuan undang- undang nomor 31 tahun 1999 jo undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.

F. UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI

  Tindak pidana korupsi tidak dapat dibiarkan berjalan begitu saja kalau suatu negara ingin mencapai tujuannya, karena kalau dibiarkan secara terus menerus, maka akan terbiasa dan menjadi subur dan akan menimbulkan sikap mental pejabat yang selalu mencari jalan pintas yang mudah dan menghalalkan segala cara (the end justifies the means). Untuk itu, tindak pidana tindak pidana korupsi perlu ditanggulangi secara tuntas dan bertanggung jawab.

  Ada beberapa upaya penggulangan tindak pidana tindak pidana korupsi yang ditawarkan para ahli yang masing-masing memandang memberikan langkah-langkah untuk menanggulangi tindak pidana tindak pidana korupsi sebagai berikut : a. Membenarkan transaksi yang dahulunya dilarang dengan menentukan sejumlah pembayaran tertentu.

  b. Membuat struktur baru yang mendasarkan bagaimana keputusan dibuat.

  c. Melakukan perubahan organisasi yang akan mempermudah masalah pengawasan dan pencegahan kekuasaan yang terpusat, rotasi penugasan, wewenang yang saling tindih organisasi yang sama, birokrasi yang saling bersaing, dan penunjukan instansi pengawas adalah saran-saran yang secara jelas diketemukan untuk mengurangi kesempatan korupsi.

  d. Bagaimana dorongan untuk tindak pidana tindak pidana korupsi dapat dikurangi ? dengan jalan meningkatkan ancaman.

  e. Tindak pidana korupsi adalah persoalan nilai. Nampaknya tidak mungkin keseluruhan tindak pidana tindak pidana korupsi dibatasi, tetapi memang harus ditekan seminimum mungkin, agar beban tindak pidana tindak pidana korupsi organisasional maupun tindak pidana korupsi sestimik tidak terlalu besar sekiranya ada sesuatu pembaharuan struktural, barangkali mungkin untuk mengurangi kesempatan dan dorongan untuk tindak pidana korupsi dengan adanya perubahan organisasi. Cara yang diperkenalkan oleh Caiden di atas membenarkan (legalized) tindakan yang semula dikategorikan kedalam tindak pidana korupsi menjadi tindakan yang legal dengan adanya pungutan resmi. Di lain pihak, celah-celah yang membuka untuk kesempatan tindak pidana korupsi harus segera ditutup, begitu halnya dengan struktur organisasi haruslah membantu kearah pencegahan korupsi, misalnya tanggung jawab pimpinan dalam pelaksanaan pengawasan melekat, dengan tidak lupa meningkatkan ancaman hukuman kepada pelaku-pelakunya.

  Kartono (1983) menyarankan penanggulangan tindak pidana korupsi sebagai berikut : a. Adanya kesadaran rakyat untuk ikut memikul tanggung jawab untuk melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial, dengan bersifat acuh tak acuh.

  b. Menanamkan aspirasi nasional yang positif, yaitu mengutamakan kepentingan nasional.

  c. Para pemimpin dan pejabat memberikan teladan, memberantas dan menindak korupsi.

  d. Adanya sanksi dan kekuatan untuk menindak, memberantas dan menghukum tindak korupsi.

  e. Reorganisasi dan rasionalisasi dari organisasi pemerintah, melalui penyederhanaan jumlah departemen, beserta jawatan dibawahnya.

  f. Adanya sistem penerimaan pegawai yang berdasarkan “achievement” dan bukan berdasarkan sistem “ascription”.

  g. Adanya kebutuhan pegawai negeri yang non-politik demi kelancaran administrasi pemerintah.

  h. Menciptakan aparatur pemerintah yang jujur. i. Sistem budget dikelola oleh pejabat yang mempunyai tanggung jawab etis tinggi, dibarengi sistem kontrol yang efisien. j. Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan perorangan yang mencolok dengan pengenaan pajak yang tinggi.

BAB III PENUTUP KESIMPULAN Dari pembahasan seputar korupsi, dapat diberi kesimpulan yaitu;

  1. Korupsi ialah perilaku yang buruk yang tidak legal dan tidak wajar untuk memperkaya diri.

  2. Korupsi dinilai dari sudut manapun ia tetap suatu pelangaran.

  3. Korupsi mengakibatkan kurangnya pendapatan Negara dan kurangnya kepercayaan terhadap pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA

  

  Exle Drenis, Cristos Kotsogionms, Steve mc cariston (2004)

  

  

http://agusthutabarat.wordpress.com/2009/11/06/tindak-pidana-korupsi-di-

  

indonesia-tinjauan-uu-no-31-tahun-1999-jo-uu-no-20-tahun-2001-tentang-

pemberantasan-tindak-pidana-korupsi/