KATA PENGANTAR - TULISAN KKK 17 IPTEK BAB SELURUHNYA 11 tambah kurang website

  LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPULIK INDONESIA

KATA PENGANTAR

  Ucapan puji syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena atas rakhmat-Nya maka Kertas Karya Kelompok (KKK) yang berjudul : “Kontribusi Teknologi Dalam Zoning Wilayah Guna Mewujudkan Ketahanan

  

Pangan Dalam Rangka Kemandirian Bangsa” ini dapat diselesaikan dengan

  baik dan tepat pada waktunya. KKK ini dapat diselesaikan berkat dukungan dan kerjasama semua anggota kelompok E, yang berawal dari proses diskusi kelompok yang mendalam dan komprehensif berkaitan dengan perumusan masalah, pokok persoalan, kebijakan, strategi dan upaya, penyusunan alur pikir, pola pikir dan kerangka tulis materi.

  Pada kesempatan ini pula, kami atas nama kelompok E, mengucapkan terima kasih yang tak terhingga serta penghargaan yang tulus kepada Bapak Tutor Pendamping diskusi Kelompok Brigjend. TNI (Purn) Ir. Agus Susarso, M. Eng Sc, MM yang telah memberikan arahan dalam pelaksanaan diskusi masalah ini dan Pembantu Pendamping Lettu Inf Endro Jatmoko, SE, serta kepada rekan- rekan peserta PPRA XLVIII, Lemhannas RI Tahun 2012, yang telah memberikan bantuan dan dorongan baik moral dan semangat, sehingga KKK revisi ini dapat kami selesaikan sebagaimana mestinya.

  Kami sepenuhnya menyadari bahwa tulisan Kertas Kerja Kelompok ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kami sangat berbesar hati untuk menerima saran ataupun masukan untuk dapat lebih menyempurnakannya.

  Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan rakhmat, petunjuk, bimbingan dan perlindungan-Nya kepada kita sekalian dalam pengabdian kepada bangsa dan negara Indonesia. Aaamiiin.

  Jakarta, 17 September 2012 Kelompok “E” DK-17 Ketua, Drs. Zulkarnain

  DAFTAR ISI KONTRIBUSI TEKNOLOGI DALAM ZONING WILAYAH GUNA MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN DALAM RANGKA KEMANDIRIAN BANGSA

  Halaman KATA PENGANTAR ..............................................................................................

  1 DAFTAR ISI ...........................................................................................................

  2 Bab I Pendahuluan.

  1 Umum ..................................................................................

  4 2 Maksud dan Tujuan .............................................................

  6 3 Ruang Lingkup dan Sistimatika ...........................................

  6 4 Metode dan Pendekatan .....................................................

  7 5 Pengertian ...........................................................................

  7 Bab II Landasan Pemikiran.

  6 Umum ..................................................................................

  11 7 Paradigma Nasional ............................................................

  12 8 Peraturan Perundang-undangan .........................................

  14 9 Landasan Teori ...................................................................

  19 10 Tinjauan Pustaka ................................................................

  21 Bab III Kondisi Kontribusi Teknologi Dalam Zoning Wilayah, Implikasi Teknologi Dalam Zoning Wilayah Terhadap Perwujudan Ketahanan Pangan dan Kemandirian Bangsa Serta Permasalahannya.

  11 Umum ..................................................................................

  23 12 Teknologi Dalam Zoning Wilayah Saat Ini ..........................

  23

  13 Implikasi Teknologi Dalam Zoning Wilayah Terhadap Perwujudan Ketahanan Pangan dan Implikasi Perwujudan Ketahanan Pangan Terhadap Kemandirian Bangsa ...........

  27 14 Permasalahan yang Ditemukan ..........................................

  31 Bab IV Pengaruh Perkembangan Lingkungan Strategis 15 Umum ...............................................................................

  34 16 Pengaruh Perkembangan Global ........................................

  34 17 Pengaruh Perkembangan Regional ..................................

  39 18 Pengaruh Perkembangan Nasional .....................................

  39 19 Peluang dan Kendala ..........................................................

  40 Bab V Kondisi Teknologi Dalam Zoning Wilayah yang Dapat Mendukung Perwujudan Ketahanan Pangan dan Kemandirian Bangsa.

  20 Umum .................................................................................

  44

  21 Kontribusi Teknologi Dalam Zoning Wilayah yang Diharapkan .........................................................................

  44

  22 Kontribusi Teknologi Dalam Zoning Wilayah Terhadap

  Perwujudan Ketahanan Pangan dan Kontribusi Perwujudan Ketahanan Pangan Terhadap Kemandirian Bangsa .............................................................................

  45 23 Indikator Keberhasilan ........................................................

  47 Bab VI Konsepsi Kontribusi Teknologi Dalam Zoning Wilayah yang Mampu Mewujudkan Ketahanan Pangan dan Kemandirian Bangsa.

  24 Umum ..............................................................................

  49 25 Kebijakan ............................................................................

  49 26 Strategi ...............................................................................

  49 27 Upaya .................................................................................

  50 Bab VII Penutup.

  28 Kesimpulan ........................................................................

  57 29 Saran .................................................................. ..............

  58 LAMPIRAN : 1. ALUR PIKIR.

  2. POLA PIKIR.

  3. DAFTAR PUSTAKA.

  

KONTRIBUSI TEKNOLOGI DALAM ZONING WILAYAH

GUNA MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN

DALAM RANGKA KEMANDIRIAN BANGSA

  

BAB I

PENDAHULUAN 1. Umum. Teknologi sebagaimana kita ketahui bersama dimaknakan sebagai metode

  ilmiah untuk mencapai tujuan praktis atau ilmu pengetahuan terapan; diartikan juga keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi Dari pemaknaan teknologi yang sederhana ini, dikaitkan dengan zoning wilayah maupun dengan upaya mewujudkan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa maka peran 1 teknologi amatlah penting dan strategis. Teknologi sebagai salah satu modal Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke Tiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2007, hal. 1158.

  untuk memudahkan pencapaian tujuan yang lebih berdaya guna dan berhasil guna (efektif dan efesien) dalam pengelolaan ataupun pemamfaatan zoning wilayah untuk kepentingan suatu pembangunan baik pembangunan secara nasional maupun pembangunan di daerah-daerah provinsi, Kabupaten/ Kota dan pada tingkat Desa. Seperti diketahui juga, secara sederhana zoning dimaknakan sebagai pembagian kawasan kedalam beberapa zona sesuai dengan fungsi dan karakteristik semula atau diarahkan bagi pengembangan fungsi-fungsi lain. Pemaknaan zoning ini berkaitan erat dengan zoning regulation atau peraturan tentang zoning wilayah yang umumnya diartikan sebagai ketentuan yang mengatur tentang klasifikasi, notasi dan kodifikasi zona-zona dasar, peraturan penggunaan, peraturan pembangunan dan berbagai prosedur pelaksanaan pembangunan atau juga dapat didifinisikan ketentuan yang mengatur tentang klasifikasi zona, pengaturan lebih lanjut mengenai pemamfaatan lahan dan prosedur pelaksanaan pembangunan.

  Zoning ini menjadi sangat penting posisinya, karena zoning akan menentukan perencanaan suatu rencana tata ruang wilayah (RTRW). Jadi RTRW merupakan out put dari pada zoning, tetapi bukanlah berarti rencana tata ruang merupakan bagian dari peraturan zonasi. Peraturan zonasi merupakan buku manual bagi para planner (perencana) dalam menyusun rencana suatu wilayah atau kota, ketiadaan zoning dapat membuat rencana kota menjadi bersifat multi tafsir, sehingga bisa dimamfaatkan untuk tujuan yang menyimpang. Zoning merupakan dasar dalam menyiapkan suatu rencana wilayah/ kota yang bersifat operasional dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Dalam prakteknya penataan ruang, peraturan zonasi atau zoning wilayah ini lebih penting kedudukannya ketimbang perencanaan, sehingga ditetapkan sebagai prioritas dalam penyusunannya. Begitu penting peraturan zonasi ini, sehingga dikatakan

  Dalam Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014, salah satu cita-cita luhurnya pembangunan nasional adalah terwujudnya peningkatan kesejahteraan rakyat melalui pembangunanan ekonomi yang berdasarkan kepada keunggulan daya saing, pengelolaan kekayaan sumber daya alam, sumber daya manusia dan budaya bangsa yang didukung penuh oleh kemajuan penguasaan ilmu pengetahuan dan tehnologi. Daya saing ini tentu saja 2 ditujukan kepada kemampuan bangsa dalam persaingan global yang semakin

  

Website , Arti Zoning, diunduh tanggal 14 Agustus 2012, hal. 2. ketat. Oleh karenanya negara-negara industri di dunia berupaya untuk menguasai dan mengembangkan teknologi dengan meningkatkan kegiatan penelitian dan pengembangan (research and development) dalam bidang teknologi manufaktur

  

(manufacturing technology) dan teknologi produk (product technology). Pada

  umumnya negara industri maju menempuh langkah ini dalam rangka meningkatkan daya saing produknya atau paling tidak untuk mempertahankan daya saing produknya ketika dimemasuki pasaran internasional ataupun dalam memasuki pasar internasional (istilahnya technology pushed - production). Sejalan dengan persaingan yang makin ketat antar industri melalui perkembangan teknologi tersebut ternyata sistem perekonomian duniapun mengalami pergeseran menuju kearah terbentuknya sistem ekonomi global.

  Dari pemaknaan teknologi sebagai salah satu modal dalam mencapai suatu tujuan yang praktis atau sebagai ilmu pengetahuan terapan, kemudian dikaitkan dengan kegunaan atau posisi penting zoning wilayah dalam menentukan perencanaan tata ruang wilayah sebagai salah satu dasar perencanaan pembangunan, maka pemamfaatan teknologi ataupun ilmu pengetahuan terapan dalam zoning wilayah sangatlah penting sebagai upaya mempercepat proses pembangunan atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Lebih-lebih apabila hal ini kita kaitkan dengan upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa. Jika dikaitkan dengan salah satu tujuan atau embanan nasional khususnya dalam memajukan kesejahteraan umum atau masyarakat; pemerintah memiliki strategi, program dan kegiatan-kegiatan untuk berupaya menjamin ketersediaan akan pangan bagi masyarakat sampai pada level individu dalam kaitannya dengan ketahanan pangan. Ketersediaan pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya (dalam hal ini diantaranya adalah mutu gizinya), aman, merata dan terjangkau (bisa dibeli masyarakat), tidak bisa tidak haruslah diwujudkan secara berdaulat atau mengutamakan produksi sendiri sebagai bagian dari upaya mewujudkan kemandirian bangsa. Bertitik tolak dari program pemerintah ini maka tulisan kertas karya kelompok ini merumuskan pokok permasalahannya adalah : Bagaimana kontribusi teknologi dalam

  

zoning wilayah guna mewujudkan ketahanan pangan dalam rangka

kemandirian bangsa ?.

2. Maksud dan Tujuan.

  Maksud penulisan naskah ini adalah untuk memberi gambaran tentang pentingnya kontribusi teknologi dalam zoning wilayah guna mewujudkan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa. Sedangkan tujuannya adalah untuk memberikan masukan yang bersifat konseptual strategis dalam upaya memamfaatkan teknologi (ilmu pengetahuan terapan) guna mewujudkan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa.

3. Ruang Lingkup dan Sistimatika.

  Ruang lingkup penulisan naskah ini dibatasi pada kontribusi teknologi ataupun ilmu pengetahuan terapan dalam zoning wilayah guna mewujudkan ketahanan pangan. Tata urut penulisan naskah ini disusun sebagai berikut : a.

  BAB I; Pada bab ini diuraikan secara singkat garis besar latar

  belakang makalah, Maksud dan Tujuan Penulisan, Ruang Lingkup dan Tata Urut serta beberapa Pengertian yang terkait dengan judul penulisan.

  b.

  BAB II; Bab ini membahas dasar-dasar pemikiran yang digunakan

  sebagai landasan dalam menyusun makalah dan digunakan sebagai

  instrumental input dalam pemecahan persoalan berupa paradigma

  nasional yang meliputi Landasan ldiil Pancasila, Landasan UUD Negara RI 1945, Landasan Visional Wawasan Nusantara, dan Landasan Konsepsional Ketahanan Nasional dan Landasan Operasional peraturan perundang-undangan yang terkait serta teori yang relevan dan tinjauan pustaka.

  c.

  BAB III; Pada bab ini dibahas tentang kondisi kontribusi teknologi

  dalam zoning wilayah saat ini, dan implikasinya terhadap mewujudkan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa, serta mengindentifikasi permasalahan yang dihadapi.

  d.

  BAB IV; Pada bab ini diuraikan tentang perkembangan lingkungan

  strategis yang mencakup Lingkungan Global, Lingkungan Regional, dan Lingkungan Nasional, berikut Peluang dan Kendala yang mempengaruhi kontribusi teknologi dalam zoning wilayah guna mewujudkan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa.

  e.

  BAB V; Pada bab ini dibahas tentang kontribusi teknologi dalam

  zoning wilayah yang diharapkan, dan kontribusinya terhadap ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa, serta indikator keberhasilan.

  f.

  BAB VI; Pada Bab ini diuraikan konsepsi mewujudkan kontribusi teknologi atau ilmu pengetahuan terapan guna mewujudkan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa yang berisikan kebijakan yang ditempuh, strategi yang diterapkan dan upaya yang dilakukan.

  g.

BAB VII; Pada Bab ini berisi tentang kesimpulan dari keseluruhan pembahasan dan beberapa saran yang dikemukakan.

  4. Metode dan Pendekatan.

  Dalam penulisan ini metode yang digunakan adalah deskriptif analitis, yakni menyajikan data maupun informasi yang berkaitan dengan materi permasalahan, sekaligus analisis yang didasarkan pada tinjauan kepustakaan (library research), serta menerapkan pendekatan komprehensif integral dan holistik dengan menggunakan pisau analisis Ketahanan Nasional dengan beberapa gatra di dalamnya.

  5. Pengertian.

  Untuk menghindari perbedaan persepsi, dalam naskah ini dicantumkan beberapa pengertian sebagai berikut : a. Pemerintah dalam kamus besar bahasa Indonesia dimaknakan sebagai : (1) sistem menjalankan wewenang dan kekuasaan mengatur kehidupan sosial, ekonomi, dan politik suatu negara atau bagian- bagiannya; (2) sekelompok orang yg secara bersama-sama memikul tanggung jawab terbatas untuk menggunakan kekuasaan; (3) penguasa suatu negara, bagian negara; (4) badan tertinggi yang memerintah suatu Pemerintah

  Pusat , selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik

  Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintah daerah, adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur

  b. Tehnologi adalah metode ilmiah untuk mencapai tujuan praktis; ilmu pengetahuan terapan atau keseluruhan sarana untuk menyediakan

  3 Website diunduh pada tanggal 28 Juni 4 2012.

  ______ UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, Pasal 1 ayat (7) dan (8). barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan

  c. Zoning adalah pembagian kawasan kedalam beberapa zona sesuai dengan fungsi dan karakteristik semula atau diarahkan bagi pengembangan fungsi-fungsi lain. Penggunaan istilah zoning berhubungan erat dengan istilah zona dan zoning regulation. Zona adalah sebagai kawasan atau area yang memiliki fungsi dan karakteristik lingkungan yang spesifik. Zona dalam Kamus Besar Indonesia diartikan : (1) Salah satu dari lima bagian besar permukaan bumi yang dibatasi oleh garis khayal di sekeliling bumi, sejajar dengan khatulistiwa, yaitu satu zona tropik, dua zona sedang dan dua zona kutub; jalur iklim; (2) Daerah yang ditandai dengan kehidupan jenis binatang atau tumbuhan tertentu yang juga ditentukan oleh kondisi tertentu disekitarnya; (3) Daerah dalam kota dengan pembatasan khusus; kawasan industri sama dengan zona Sedangkan zoning regulation diartikan sebagai ketentuan yang mengatur tentang klasifikasi, notasi dan kodifikasi zona-zona dasar, peraturan penggunaan, peraturan pembangunan dan berbagai prosedur pelaksanaan pembangunan atau juga didifinisikan ketentuan yang mengatur tentang klasifikasi zona, pengaturan lebih lanjut mengenai pemamfaatan lahan dan prosedur pelaksanaan pembangunan.

  d. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang adalah susunan pusat- pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.

  Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

  e. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta 5 segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan 6 Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke Tiga, Balai Pustaka, 2007, hal. 1158.

  

Balai Pustaka, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke tiga, Jakarta, 2007, hal. 1281. aspek administratif dan/ atau aspek fungsional. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Kawasan

  perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian,

  termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Kawasan

  perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan

  pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

  f. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman.

  g. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.

  h. Kemandirian diartikan hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa tergantung pada orang lain. Padanan katanya independent, otonom, swasembada, sendiri dan bebas. Dalam pembelajaran “Implementasi Sismennas Dalam Penyelengaraan Negara Guna Mendukung Ketahanan Pangan Dalam Rangka Kemandirian Bangsa” yang disampaikan oleh Mayjend. TNI (Pur) SHM Lerrick, kemandirian bangsa tidak berarti bahwa segala upaya pembangunan diprogramkan dan dianggarkan sendiri tanpa bantuan dari negara lain. Kebutuhan pangan nasional tidaklah mungkin dipenuhi dari dalam negeri saja, tetapi impor pangan tetap dibutuhkan 7 tanpa mengorbankan produk-produk pangan nasional. Kemandirian

  

______ UU No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan, Pasal 1 ayat (1) dan Peraturan

8 Pemerintah No. 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan, Pasal 1 ayat (2).

  

______ Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan,

Pasal 1 ayat (1).

  Bangsa diartikan sebagai kemampuan untuk mewujudkan cita-cita

  berbangsa dan bernegara melalui kerja keras secara mandiri dan mampu berdikari (berdiri di atas kaki sendiri). Suatu bangsa dikatakan mandiri apabila proses penyelenggaraan bernegara diarahkan sepenuhnya bagi kepentingan bangsa itu sendiri dan dilakukan oleh seluruh komponen bangsa secara berdaulat. Bangsa yang mandiri dikatakan jika : (1) Mampu berdiri di atas kekuatan sendiri dengan sumber daya yang dimiliki, (2) Mampu memecahkan persoalan yang dihadapi, (3) Mampu mengembangkan inovasi dan riset di berbagai bidang dan (4) Memiliki keunggulan dan daya saing. Ir. Soekarno (Presiden I R.I), dalam pidato peringatan HUT Kemerdekaan R.I Tahun 1965 menyampaikan konsep

  berdikari atau “berdiri di atas kaki sendiri”. Menurut beliau untuk

  berdikari ada tiga prinsif utama, yaitu (1) Berdaulat dibidang politik, (2)

  Berdikari dalam bidang ekonomi dan (3) Berkepribadian dalam kebudayaan. Ketiga hal ini tidak bisa dipisahkan, saling kait mengkait.

BAB II LANDASAN PEMIKIRAN 6. Umum. Seperti telah disinggung di atas bahwa penggunaan teknologi atau ilmu

  pengetahuan terapan dalam zoning wilayah adalah sebagai salah satu cara agar segala sesuatu yang dijalankan dalam proses pembangunan menjadi lebih efektif dan efesien, teknologi digunakan untuk kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia itu sendiri. Tentu saja penggunaan teknologi maupun ilmu pengetahuan terapan tersebut tidaklah boleh sembarangan, tetapi harus dikaitkan dengan situasi dan kondisi dimana teknologi tersebut akan digunakan. Seperti misalnya secara struktur apakah kapasitas sumber daya manusia (SDM) sudah memadai, apakah sarana dan prasarana lainnya telah mendukung, secara substansi apakah sudah ada landasan operasionalnya atau peraturan perundang-undangannya telah mendukung dan secara kutur apakah budaya masyarakat mendukung atas penggunaan teknplogi tersebut. Khusus masalah penggunaan teknologi dalam 9 Asep Karsidi, M.Sc., Ph.D., Kepala Badan Informasi Geospasial, Bahan Ceramah Ilmiah Pada PPRA XLVIII, Jakarta, 2012. zoning wilayah, menurut penulis tentunya harus juga dikaitkan dengan tujuan dari pada zoning wilayah tersebut, yaitu : (1) Mengatur kepadatan penduduk dan intensitas kegiatan, mengatur keseimbangan dan keserasian peruntukan tanah dan menentukan tindakan atas suatu satuan ruang, (2) Melindungi kesehatan, keamanan dan kesejahteraan masyarakat, (3) Mencegah kesemerawutan, menyediakan pelayanan umum yang memadai serta meningkatkan kualitas hidup, (4) Meminimumkan dampak pembangunan yang merugikan dan (5) Memudahkan pengambilan keputusan secara tidak memihak dan berhasilguna serta mendorong Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka penggunaan teknologi dalam zoning wilayah dalam tatanan kehidupan nasional saat ini dan dalam memperjuangkan kepentingan bangsa dan negara, tentu saja sangatlah dibutuhkan. Dalam operasionalisasinya penggunaan teknologi dalam zoning wilayah tentu saja haruslah berlandaskan pada Pancasila, UUD 1945, Wawasan Nusantara, dan Ketahanan Nasional, yang merupakan empat komponen Paradigma Nasional; serta Rencana Pembangunan Jangka Panjang nasional (RPJPN) 2005-2025, dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sebagai pelaksanaan RPJPN 2005-2025 dalam kurun waktu lima tahun (RPJMN 2010-2014). Oleh karena itu, Paradigma Nasional sangatlah relevan difungsikan sebagai landasan pemikiran dalam upaya penggunaan teknologi dalam zoning wilayah untuk mewujudkan ketahanan pangan. Selain itu, diperlukan peraturan perundang-undangan serta teori dan tinjauan pustaka untuk mendukung kebenaran proses.

7. Paradigma Nasional.

a. Pancasila sebagai Landasan Idiil.

  Sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila memegang peranan penting yang dapat menyadarkan rakyat Indonesia bahwa hakekat hidup pada dasarnya adalah keterkaitan antara manusia dengan Tuhannya, antara sesama manusia dan antara manusia dengan lingkungannya. Pancasila memberikan pemahaman bahwa kodrat manusia ialah sebagai makhluk individu dan sekaligus sebagai makhluk sosial. Dengan demikian, Pancasila merupakan penuntun dan pengikat moral serta norma sikap dan tingkahlaku Bangsa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa 10 dan bernegara.

  Ibid, hal. 5.

  

a. UUD Negara R.I 1945 (Amandemen) sebagai Landasan

Konstitusional.

  UUD Negara RI 1945 merupakan keputusan politik nasional yang dituangkan dalam norma-norma konstitusi dalam rangka menentukan sistem dan pemerintahan negara. Seluruh aspek kehidupan bangsa dan negara dengan demikian tercakup dalam pengaturan yang tertuang dalam perundang-undangan berdasarkan konstitusi. Negara RI bukanlah negara kekuasaan yang dilaksanakan dengan sistem totaliter, karena penyelenggaraan negara didasarkan atas hukum. Dengan demikian, kekuasaan hanya dilaksanakan melalui pengaturan menurut hukum yang berlaku.

  Hukum sebagai pranata sosial disusun bukan untuk kepentingan kekuasaan golongan maupun perorangan, namun untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia agar dapat berfungsi sebagai penjaga ketertiban bagi seluruh rakyat. Sebagai landasan konstitusional UUD Negara RI 1945 merupakan sumber hukum yang menuntun bagaimana penerapan hukum atau pelaksanaan kebijakan yang diantaranya untuk mewujudkan penggunaan teknologi dalam zoning wilayah guna mewujudkan ketahanan pangan maupun sinergitas antar instansi pemerintah guna peningkatan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa.

  c. Wawasan Nusantara sebagai Landasan Visional.

  Wawasan atau cara pandang dalam mencapai tujuan pembangunan nasional adalah Wawasan Nusantara, yang mencakup: perwujudan kepulauan Nusantara sebagai suatu kesatuan politik, kesatuan ekonomi, kesatuan sosial budaya dan kesatuan hankam dalam kaitan dengan ideologi nasional. Wawasan Nusantara merupakan operasionalisasi lebih lanjut dari ideologi nasional dalam memandang diri dan lingkungannya. Keyakinan yang mantap terhadap Pancasila dan UUD Negara RI 1945 merupakan modal dasar dalam pencapaian tujuan nasional. Dengan demikian, sesungguhnya seluruh komponen bangsa seperti birokrat, politisi (supra struktur politik, infra struktur politik) harus berwawasan Nusantara, yaitu memberikan pengakuan dan kesadaran bahwa masyarakat Indonesia adalah manusia yang mendiami kepulauan Nusantara, serta memiliki komitmen menuju kesejahteraan bersama melalui pembangunan nasional di tengah-tengah keanekaragaman. Penerapan tehnologi dalam zoning wilayahpun seharusnyalah juga berwawasan untuk menyatukan Indonesia sebagai sebuah satu kesatuan, bukan sebaliknya terpecah-pecah dan tidak ada integrasinya.

d. Ketahanan Nasional Sebagai Landasan Konsepsional.

  Setiap bangsa dalam rangka mempertahankan kehidupannya, eksistensinya dan untuk mewujudkan tujuan berdasarkan ideologi nasionalnya perlu memiliki pemahaman ideologi nasional, konstitusi, wawasan geopolitik dan dalam implementasinya diperlukan suatu geostrategi. Konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia adalah konsepsi pengembangan kekuatan nasional melalui pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan yang seimbang, serasi, selaras dan berkeadilan dalam seluruh aspek kehidupan secara utuh dan menyeluruh dan terpadu berdasarkan Pancasila, UUD Negara RI 1945 dan Wawasan Nusantara.

  Ketahanan Nasional harus diwujudkan dan dibina secara dini dan terus menerus serta sinergis, mulai dari pribadi, keluarga, lingkungan, daerah dan nasional berdasarkan pemikiran geostrategi yang dirancang dan dirumuskan dengan memperhatikan kondisi bangsa dan geografi Indonesia. Pemikiran tersebut merupakan konsepsi Ketahanan Nasional yang dapat digunakan untuk melandasi penggunaan teknologi yang berkaitan dengan zoning wilayah maupun penataan ruang ataupun geografi Indonesia sebagai wadah untuk melaksanakan pembangunan.

8. Peraturan Perundang-undangan.

a. Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

  UU ini sebagai pengganti dari pada UU sebelumnya yaitu UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, diganti dikarenakan UU penataan ruang yang lama sudah tidak memadai lagi sesuai dengan perkembangan yang ada maupun semakin merosotnya penggunaan ruang sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya. Dikatakan dalam UU No. 26 Tahun 2007 ini bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan berciri Nusantara baik sebagai kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumber daya, perlu ditingkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana, berdaya guna, dan berhasil guna dengan berpedoman pada kaidah penataan ruang sehingga kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga keberlanjutannya demi terwujudnya kesejahteraan umum dan keadilan sosial sesuai dengan landasan konstitusional Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dikatakan juga bahwa UU No. 26 Tahun 2007 ini didasarkan pada perkembangan situasi dan kondisi nasional dan internasional, yang menuntut penegakan prinsip keterpaduan, keberlanjutan, demokrasi, kepastian hukum, dan keadilan dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang yang baik sesuai dengan landasan idiil Pancasila. UU ini dibuat juga sebagai upaya untuk memperkukuh Ketahanan Nasional berdasarkan Wawasan Nusantara dan sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang memberikan kewenangan semakin besar kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penataan ruang, maka kewenangan tersebut perlu diatur demi menjaga keserasian dan keterpaduan antardaerah dan antara pusat dan daerah agar tidak menimbulkan kesenjangan antardaerah. Penataan ruang ini dikatakan juga didasarkan kepada geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berada pada kawasan rawan bencana sehingga diperlukan penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan penghidupan.

  Hal lain yang cukup penting dalam pengaturan UU No. 26 Tahun 2007 ini adalah asas penataan ruang yang diuraikan sebagai berikut : a) keterpaduan; b) keserasian, keselarasan, dan keseimbangan; c) keberlanjutan; d) keberdayagunaan dan keberhasilgunaan; e) keterbukaan; f) kebersamaan dan kemitraan; g) pelindungan kepentingan umum; h) kepastian hukum dan keadilan; dan i) akuntabilitas. Tujuan dari pada penataan ruang dikatakan adalah untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan : a) terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; b) terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan c) terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. Masih ada beberapa peraturan yang berkaitan dengan penataan ruang ini, diantaranya PP No.

  26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan beberapa Peraturan Presiden seperti Perpres No. 13 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera, beberapa Peraturan Menteri seperti Permen PU Nomor : 20/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Tehnis Analisis Aspek Phisik dan Lingkungan, Ekonomi, Sosial Budaya Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang dan Permen PU Nomor : 11/PRT/M/2009 Tentang Pedoman Persetujuan Substansi Dalam Penetapan Rancangan Perda Tentang RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/ Kota beserta rencana rincinya.

  b. Undang-undang Nomor 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Tehnologi. UU ini mengatur masalah lembaga Litbang khususnya yang

  ada di setiap Perguruan Tinggi, Lembaga Litbang yang dibentuk secara khusus, badan usaha dan lembaga penunjang. Walaupun sudah ada UU ini tetapi penerapannya masih sangat minim sekali, apalagi dalam penerapannya untuk zoning wilayah.

  c. Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. UU ini

  mengatur tentang pangan yang pembuatannya didasarkan pada beberapa pasal dalam UUD 1945 (amandemen), yaitu : pasal 5 (1) tentang hak Presiden mengajukan rancangan UU, pasal 20 (1) tentang kekuasaan DPR membentuk UU, pasal 27 (2) tentang hak tiap-tiap warga negara atas pekerjaannya dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dan pasal 33 tentang perekonomian negara disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.

  UU ini bertujuan mengatur, membina dan mengawasi masalah pangan agar : 1) Tersediannya pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi kepentingan kesehatan manusia. 2) Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab; dan 3) Terwujudnya tingkat kecukupan pangan dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

  Undang-undang tentang Pangan dimaksudkan sebagai landasan hukum bagi pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap kegiatan atau proses produksi, peredaran, dan atau perdagangan pangan. Sebagai 11 landasan hukum di bidang pangan, undang-undang ini dimaksudkan ______ UU R.I. Nomor 7 tahun 1996 Tentang Pangan, Pasal 3. menjadi acuan dari berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pangan, baik yang sudah ada maupun yang akan dibentuk.

  d. Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan. PP ini dibuat atas dasar UUD 1945 (amandemen) pasal 5 (2) dan sebagai penjabaran dari UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan.

  Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan nasional untuk membentuk manusia Indonesia yang berkualitas, mandiri, dan sejahtera melalui perwujudan ketersediaan pangan yang cukup, aman, bermutu, bergizi dan beragam serta tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. PP No. 68/ 2002 ini juga mengatur tentang ketersediaan pangan, cadangan pangan nasional, penganekaragaman pangan, pencegahan dan penanggulangan masalah pangan, pengendalian harga, peran pemerintah daerah dan masyarakat. Peran pemerintah daerah dijelaskan sebagai berikut : Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota dan/ atau Pemerintah Desa melaksanakan kebijakan dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan ketahanan pangan diwilayahnya masing-masing, dengan memperhatikan pedoman, norma, standar, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota dan/ atau Pemerintah Desa mendorong keikutsertaan masyarakat dalam penyelenggaraan ketahanan pangan. Dalam mendorong keikutsertaan masyarakat dalam penyelenggara-an ketahanan pangan sebagaimana dimaksud dapat dilakukan dengan : 1) Memberikan informasi dan pendidikan yang berkaitan dengan penyelenggaraan ketahanan pangan; 2) Membantu kelancaran penyelenggaraan ketahanan pangan; 3) Meningkatkan motivasi masyarakat dalam penyeleng-garaan ketahanan pangan; 4) Meningkatkan kemandirian rumah tangga dalam mewujudkan ketahanan pangan.

  e. Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Undang-Undang ini mengatur

  perencanaan jangka panjang untuk kurun waktu 20 tahun, pembangunan jangka menengah untuk kurun waktu 5 tahun, dan pembangunan 12 tahunan Sebagaimana dikemukakan dalam pembelajaran Sismennas

  

Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia, Pokja Bidang Studi Sistem

Manajemen Nasional, Pokok Bahasan : Sistem Manajemen Nasional, Jakarta, 2012.

  UU Sisren Bangnas ini merupakan salah satu ujud dari implementasi Sistem Informasi Nasional atau Simnas dalam Sistem Manajemen Nasional. Dalam UU ini yang berkaitan dengan masalah ruang dikemukakan dalam pasal 31, yaitu Perencanaan Pembangunan Nasional dilaksanakan berdasarkan data dan informasi (spasial dan nonspasial) yang akurat serta dapat dipertanggungjawabkan, yang berarti peran teknologi sangatlah penting dan dibutuhkan dalam zoning wilayah/ penataan ruang.

  

f. Undang-undang No. 17 Tahun 2007 tentang RPJPN. Dalam

  konteks kontribusi tehnologi dalam zoning wilayah guna mewujudkan ketahanan pangan, di dalam RPJMN 2005-2025 memuat tema aspek wilayah/spasial haruslah diintegrasikan ke dalam, dan menjadi bagian, kerangka perencanaan pembangunan di semua tingkatan pemerintahan.

  

g. Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2010 tentang RPJMN 2010-

2014. Di dalam Peraturan Presiden RI Nomor 5 Tahun 2010 tentang

  Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 ditentukan visinya adalah terwujudnya Indonesia yang sejahtera, demokratis dan berkeadilan yang memiliki program aksi sebelas prioritas pembangunan nasional dan tiga prioritas lainnya, dimana prioritas ke-lima adalah ketahanan pangan.

  Peningkatan ketahanan pangan dan lanjutan revitalisasi pertanian untuk mewujudkan kemandirian pangan, peningkatan daya saing produk pertanian, peningkatan pendapatan petani, serta kelestarian lingkungan dan sumber daya alam. Peningkatan pertumbuhan PDB sektor pertanian sebesar 3,7% per tahun dan Indeks Nilai Tukar Petani sebesar 115-120 pada 2014. Oleh karena itu, substansi inti program aksi ketahanan

  

pangan adalah sebagai berikut : 1) Lahan, Pengembangan Kawasan dan

  Tata Ruang Pertanian: Penataan regulasi untuk menjamin kepastian hukum atas lahan pertanian, pengembangan areal pertanian baru seluas 2 juta hektar, penertiban serta optimalisasi penggunaan lahan terlantar; 2) Infrastruktur: Pembangunan dan pemeliharaan sarana transportasi dan angkutan, pengairan, jaringan listrik, serta teknologi komunikasi dan sistem informasi nasional yang melayani daerah-daerah sentra produksi pertanian demi peningkatan kuantitas dan kualitas produksi serta kemampuan pemasarannya; 3) Penelitian dan Pengembangan: Peningkatan upaya

  penelitian dan pengembangan bidang pertanian yang mampu menciptakan benih unggul dan hasil penelitian lainnya menuju kualitas dan produktivitas hasil pertanian nasional yang tinggi; 4)

  Investasi, Pembiayaan, dan Subsidi: Dorongan untuk investasi pangan, pertanian, dan industri perdesaan berbasis produk lokal oleh pelaku usaha dan pemerintah, penyediaan pembiayaan yang terjangkau, serta sistem subsidi yang menjamin ketersediaan benih varietas unggul yang teruji, pupuk, teknologi dan sarana pasca panen yang sesuai secara tepat waktu, tepat jumlah, dan terjangkau; 5) Pangan dan Gizi: Peningkatan kualitas gizi dan keanekaragaman pangan melalui peningkatan pola pangan harapan; 6) Adaptasi Perubahan Iklim: Pengambilan langkah-langkah kongkrit terkait adaptasi dan antisipasi sistem pangan dan pertanian terhadap perubahan iklim.

h. Peraturan Presiden Nomor 83 tahun 2006 tentang Dewan

  Ketahanan Pangan. Untuk lebih mengoptimalkan tugas Dewan

  Ketahanan Pangan serta menyesuaikan fungsi dan tugas Dewan Ketahanan Pangan dengan perkembangan keadaan saat ini, dipandang perlu mengatur Dewan Ketahanan Pangan dimaksud. Perpres No. 83/ 2006 ini mengatur tentang pembentukan, tugas dan susunan organisasi Dewan Ketahanan Pangan. Ketuanya ditentukan adalah Presiden R.I, Ketua Harian adalah Menteri Pertanian dan Sekretaris Dewan adalah Kepala Badan Ketahanan Pangan Kemtan. Anggotanya adalah 18 Kementerian/ Lembaga dan Badan. Diatur juga tentang Sekretariat, kelompok kerja dan struktur Dewan Ketahanan Pangan Provinsi dan Dewan Ketahanan Pangan Kabupaten/ Kota.

9. Landasan Teori.

a. Teori Geografi Preston E. James. Teori ini digunakan karena

  dalam tulisan ini mengangkat masalah ruang atau geografi suatu negara atau pemerintah baik pusat dan daerah yang penggunaannya berdasarkan zoning wilayah maupun peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tata ruang wilayah seperti UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Teori Preston E. James mengatakan “Geography is the mother of science”. Dalam pohon ilmu dikatakan geografi dapat diungkapkan sebagai induk dari segala ilmu pengetahuan. Banyak bidang ilmu pengetahuan selalu mulai dari keadaan muka bumi untuk kemudian beralih pada studi masing-masing.

  

GAMBAR POHON ILMU

PRESTON E. JAMES

SUMBER :

Philosophy / , dikemukakan ulang oleh Drs. Sukendra Martha, M.Sc., MAppSc., Pada kuliah di PPRA XLVIII Lemhannas R.I

  Ini menunjukkan bahwa ruang sebagai sesuatu yang penting bagi kehidupan umat manusia maupun makluk hidup lainnya sebagaimana dikatakan ruang sebagai wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk hidup lainnya melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya.

b. Teori Induced Technological Change. Teori ini berpendapat

  bahwa perubahan teknologi disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi lain, seperti perubahan faktor permintaan dan pertumbuhan (Dixon, 1997: 1518). Dalam teori induced technological change, menurut Ruttan (1997:1520-1526), ada tiga tradisi utama yang mencoba untuk mengkon- frontasikan dampak-dampak perubahan dalam lingkungan ekonomi terhadap perubahan tingkat atau arah perubahan teknologi. Tiga tradisi tersebut, sebagaimana direview oleh Ruttan, adalah sebagai berikut :

  

Pertama, tradisi tarikan permintaan (demand pull), yang menekankan

  pentingnya perubahan permintaan pasar terhadap pengetahuan dan teknologi. Griliches (1957) menunjukkan peran permintaan dalam menentukan waktu dan lokasi penemuan. Schmooker (1962, 1966) menyimpulkan bahwa permintaan lebih penting dalam mendorong penemuan daripada kemajuan ilmu pengetahuan. Kedua, tradisi teori

  pertumbuhan atau ekonomi makro. Tradisi ini muncul dari perdebatan pada

  awal 1960-an mengenai alasan stabilitas dalam pangsa faktor pada kondisi tingkat kenaikan upah yang sangat cepat. Keterbatasan utama dari versi teori pertumbuhan ekonomi adalah batas kemungkinan inovasi (Innovation

  Possibility Frontier) yang tidak masuk akal Menurut Kennedy, bentuk dari Innovation Possibility Frontier tidak tergantung pada bias jalur perubahan