Survei dan Pemetaan Unsur Hara N, P, K, dan pH Tanah Pada Lahan Sawah Tadah Hujan di Desa Durian Kecamatan Pantai Labu

  

TINJAUAN PUSTAKA

Karekteristik Lahan Sawah Tadah Hujan

  Lahan sawah tadah hujan adalah lahan sawah yang sumber air pengairannya tergantung atau berasal dari curahan hujan tanpa adanya bangunan- bangunan irigasi permanen. Hasil padi di lahan sawah tadah hujan biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan di lahan kering (gogo), karena air hujan dapat dimanfaatkan dengan lebih baik (tertampung dalam petakan sawah). Lahan sawah tadah hujan umumnya tidak subur (miskin hara), sering mengalami kekeringan, dan petaninya tidak memiliki modal yang cukup, sehingga agroekosistem ini disebut juga sebagai daerah miskin sumber daya (Pirngadi dan Mahkarim, 2006)

  Perubahan kimia yang disebabkan oleh penggenangan tanah sawah sangat

  mempengaruhi dinamika dan ketersediaan hara untuk tanaman padi. Pada saat tanah sawah tergenang, oksigen yang terdapat dalam pori-pori tanah dan air dikonsumsi oleh mikroba tanah, sehingga menyebabkan terjadinya keadaan anaerob. Menurut Prasetyo, dkk (2004) Penggenangan tersebut mengakibatkan perubahan-perubahan kimia tanah sawah antara lain:

  • Penurunan kadar oksigen dalam tanah
  • Penurunan potensial redoks
  • Perubahan pH tanah
  • Reduksi besi (Fe) dan mangan (Mn)
  • Peningkatan suplai dan ketersediaan nitrogen • Peningkatan ketersediaan fosfor.

  Ketersediaan unsur pada tanah sawah berkaitan dengan distribusi oksigen pada lapisan olah. Pada saat tanah digenangi air, pertukaran udara yang terjadi antara tanah, air, dan udara menjadi terhenti dan oksigen dari udara masuk ke dalam tanah melalui genangan air dengan proses difusi. Laju difusi oksigen tersebut adalah sangat rendah, yaitu 10 ribu kali lebih lambat dari pada melalui pori yang berisi udara, sehingga keadaan tanah menjadi anaerob. Oksigen yang terdapat dalam pori-pori tanah dan air dikonsumsi oleh jasad mikro tanah untuk respirasi. Pada saat itu pula, kegiatan mikroba tanah aerob segera diganti oleh mikroba tanah anaerob yang menggunakan energi dari senyawa-senyawa yang

  • - 2- 3+ 4+

  mudah tereduksi seperti NO

  3 , SO4 , Fe , dan Mn . Senyawa-senyawa tersebut 2- 2+ -

  segera direduksi menjadi S (sulfida), NO

  2 (nitrit), dan Mn (mangano), dan 2+ 2+

  Fe (ferro). Pada tanah dengan kadar besi tinggi, ion Fe (ferro) yang larut dalam air dapat meracuni tanaman. Pengaruh positif yang menguntungkan pada sistem sawah, seperti yang dijelaskan oleh adalah terjadinya perubahan pH tanah menjadi sekitar netral (6,5 – 7,50), ketersediaan beberapa unsur hara seperti N, P, K, Fe, Mn, Si, dan Mo. Pengaruh yang merugikan adalah menurunnya kadar S, Zn, Cu

  3-

  yang terikat pada sulfida yang mengendap dan hilangnya NO karena denitrifikasi. pada tanah tereduksi, ketersediaan K menjadi meningkat karena

  2+ 2+ adanya pertukaran ion K di komplek jerapan oleh ion-ion Fe dan Mn . 3+ 2+

  Meningkatnya unsur hara P, disebabkan oleh reduksi ion Fe menjadi ion Fe yang mengakibatkan ikatan Fe-P menjadi lepas (Prasetyo, dkk, 2004).

  Gam mbar 1. Pola d distribusi oksig gen pada tana ah sawah dan b bentuk unsur-u -unsur utama minera al setelah sta abilisasi (Sum mber: Patrick k dan Mikke kelson, 1971, dalam Prasetyo et a al, 2004)

  Pe rubahan sif fat-sifat fisi ik dan kim mia tanah ya ang terus b erlangsung pada tanah saw wah, dicermi inkan juga o oleh peruba ahan sifat m morfologi ta anah, terutam ma di lapisan pe ermukaan. D Dalam kead daan tergen nang, tanah menjadi be erwarna abu u-abu akibat red duksi besi-fe eri (Fe-III) menjadi be esi-fero (Fe- -II). Akan t tetapi pada tanah pasir atau u tanah lai in yang pe ermeabel, w warna redu uksi tersebu ut tidak te erjadi, terkecuali pada peng ggenangan y yang sangat t lama. Di lapisan per rmukaan ho orizon tereduksi tersebut, da alam keada aan tergenan ng ditemuk kan lapisan tipis yang tetap teroksidas si berwarna kecoklatan , karena dif fusi O

  2 dari udara, atau u dari fotosin ntesis algae (Har rdjowigeno , dkk, 2004) ) .

  Ki mia tanah sawah sa angat pent ting hubun ngannya de engan tekn nologi pemupuka an yang efis sien. Aplika asi pupuk b baik jenis, ta akaran, wak ktu maupun n cara pemupuka an harus me empertimba angkan sifat t kimia terse ebut. Sebag gai contoh a adalah pemupuka an nitroge n dimana a jenis, w waktu dan n cara pe emberian harus memperhatikan perubahan perilaku hara nitrogen pada lahan sawah agar pemupukan lebih efisien (Prasetyo, dkk, 2004).

  Unsur Hara Nitrogen (N) Pertanian padi sawah sangat tergantung pada ketersediaan N dalam tanah.

  Nitrogen adalah komponen penting dari asam amino, asam nukleat, nukleotida, dan klorofil. Zat tersebut memicuh pertumbuhan (meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah anakan), meningkatkan luas daun, dan meningkatkan kandungan protein beras. Kekurangan N menyebabkan anakan pada tanaman padi menjadi sedikit, pertumbuhan tanaman menjadi kerdil, daun hijau kekuning-kunungan. Sepanjang periode pertumbuhan, tanaman memerlukan unsur N, namun yang paling banyak diperlukan antara awal sampai pertengahan pembentukan anakan (midtillering) dan tahap awal pembentukan malai. Suplai nitrogen selama proses pemasakan diperlukan untuk memelihara fotosintesis selama pengisian biji dan meningkatkan kadar protein dalam biji (Dobermann and Fairhurst, 2000).

  • Nitrogen diserap tanaman dalam bentuk ammonium (NH

  4 ) dan nitrat

  • (NO ). Pupuk nitrogen yang diberikan pada tanaman padi sawah akan mengalami

  3

  berbagai proses trasformasi. Hal ini menyebabkan pemanfatan pupuk Nitrogen oleh tanaman padi sawah jarang melampaui 30-40%. Menurut Dobermann and Fairhurst (2000), Sekitar 60-70% aplikasi pupuk N kemungkinan hilang dalam bentuk gas N, terutama karena volatelisasi dan Denitrifikasi NO

  3. Proses trasformasi pupuk nitrogen N padah tanah sawah tergantung dari cara

  pemberiannya. Apabila pupuk N diberikan pada tanah sawah dengan cara dibenamkan kelapisan perakaran padi yang bersifat reduktif, maka N akan

  dijumpai dalam bentuk NH

  4 terlarut. Sebagian dari NH 4 terlarut akan teradsorpsi

  (NH teradsorpsi) dan terfiksasi (NH terfiksasi). Teradsorpsi NH dan

  4

  4

  4

  • terfiksasi NH 4 dapat diserap oleh akar padi (Abdulrachman, dkk, 2009).

  Sebagian besar N tanah berupa N organik baik yang terdapat dalam bahan organik tanah maupun fiksasi N oleh mikroba tanah dan hanya sebagian kecil

  • - - +

  (2-5%) berupa N anorganik yaitu NH

  4 dan NO 3 serta sedikit NO 2 . Pada tanah

  tergenang N merupakan hara yang tidak stabil karena adanya proses mineralisasi bahan organik (amonifikasi, nitrifikasi dan denitrifikasi) oleh mikroba tanah tertentu. Pada lapisan atas dimana oksigen masih cukup, proses mineralisasi akan

  • menghasilkan NO 3 . Mineralisasi bahan organik.

  Amonifikasi Denitrifikasi

  N –organik NH

4 NO

  3 O 2 Sedangkan pada lapisan dibawahnya yang sifatnya reduktif (tanpa oksigen) maka

  • asimilasi akan berhenti sampai amonifikasi yaitu terbentuknya NH

  4 . Nitrat

  • (NO ) yang terbentuk di lapisan atas (lapisan oksidasi) sebagian akan berdifusi ke

  3

  lapisan reduksi dan selanjutnya akan terjadi proses denitrifikasi, terbentuknya gas

  • N

  2 O atau N

2 yang hilang ke udara. Selain melalui proses denitrifikasi NO

3 ,

  kehilangan N juga terjadi pada lapisan air yang pH nya tinggi melalui proses +. volatilisasi NH

3 Oleh karena itu pemupukan N harus diberikan ke dalam lapisan

  reduksi dengan beberapa kali pemberian untuk mengurangi kehilangan N sehingga efisiensinya meningkat (Prasetyo, dkk, 2004).

  

Ga ambar 2. Siklu us Nitrogen da an Transforma asi Nitrogen d di

dala am lapisan tanah saw wah (sumber r :

Dob bermann and F Fairhurst, 200 0)

  Se lain Nitroge en dari tana ah, untuk bu udi daya ta naman padi i masa kini yang mengingin nkan produ uksi tinggi, diperlukan n tambahaha an hara Ni itrogen dari i luar yang pada a umumnya a berupa pu upuk buatan n. Oleh kare ena itu pena ambahan ha ara N sangat dip perlukan ap pabila diha arapkn prod duksi yang tinggi. Na amun dem ikian, dalam ken nyatannya p pemupukan N tidak sel lalu mening gkatkan hasi il tanaman, akan tetapi dap pat juga me enurunkan atau tidak memberika an pengaruh h terhadap hasil padi. Perb bedaan resp pon terhad dap pemupu ukan N ini dapat dise ebabkan ad danya kandungan n N yang te erdapat di d dalam tanah . Pada tanah h-tanah yan ng kandunga an N- nya renda ah, pemberi an N dapat t meningkat tkan hasil p padi, sedang gkan pada tanah yang kand dungan N-n nya Tinggi i, pemberia n N tidak meningkatk kan hasil, tetapi bahkan da apat menuru unkan hasil p padi (Abdu ulrachman, d dkk , 2009).

  Un nsur Hara F Fosfor (P) Fungsi utama dari unsur fosfor dalam tanaman padi adalah untuk menyimpan dan mentransfer energi serta mempertahankan integritas membran.

  Unsur P bersifat mobil dalam tanaman dan memicu pembentukan anakan, perkembangan akar, serta mempercepat pembungaan dan pemasakan. Kekurangan unsur P menyebabkan tanaman padi menjadi kerdil, anakan sedikit, dan kualitas gabah rendah karena banyak proporsi gabah hampa (Dobermann and Fairhurst, 2000).

  Pertambahan fosfor ke dalam tanah hanya bersumber dari defosit atau pelapukan batuan dan mineral yang mengandung fosfat seperti mineral apatit.

  Ketersediaan fosfor di dalam tanah sangat tergantung kepada sifat dan ciri bahan induk tanah, serta bagaimana pengelolaan tanah itu oleh manusia. Oleh karena itu kandungan fosfor di dalam tanah hanya bersumber dan ditentukan oleh banyak sedikitnya cadangan mineral fosfor dan tingkat pelapukannya (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

  Unsur hara P diserap oleh tanaman dalam bentuk ion ortho fosfat, terutama

  • 2 -

  H

  2 PO 4 dan HPO

4 . Serapan P oleh akar tanaman hanya melelui mekanisme

  intersepsi akar, difusi dalam jarak pendek (0,02 cm) dan aliran massa, sehingga efisiensi P umumnya sengat rendah hanya sekitar 10-25 % dari jumlah pupuk yang diberikan (Dobermann and Fairhurst, 2000). Pupuk P yang tidak diserap tanaman hanya sedikit yang hilang tercuci bersama air perkolasi. Sejalan dengan waktu, sebagian besar menjadi P nonlabil yang tidak tersedia bagi tanaman, terfiksasi Al-P dan Fe-P pada tanah masam dan sebagai Ca-P paada tanah Alkalis (Abdulrachman, dkk, 2009).

  Menurut Prasetyo, dkk (2004) meningkatnya ketersediaan P pada awal penggenangan disebabkan oleh: (a) Reduksi FePO.2H

  2 O menjadi Fe(PO

4 )2.8H

  2 O 3+ 2+

  (b) Desorpsi akibat reduksi Fe menjadi Fe (c) Hidrolisis FePO

  4 dan AlPO 4 pada tanah masam

  (d) Pelepasan occluded P (P-tersemat) (e) Pertukaran ion.

  Program intensifikasi telah dilaksanakan pemerintah melalui program Bimas, Inmas, Insus dan Supra Insus, sejak akhir tahun enam puluhan. Takaran pupuk N, P dan K yang digunakan cukup tinggi. Sebagai akibat pemupukan fosfat terus menerus dalam jangka waktu lama, diduga pada beberapa lokasi sawah intensifikasi di Jawa telah terjadi akumulasi P dalam tanah, karena sebagian besar pupuk P yang diberikan terikat dalam tanah. Hasil penelitian menunjukkan efisiensi pupuk fosfat pada tanah sawah sangat rendah, hanya sekitar 10-25% dari jumlah pupuk yang diberikan (Dobermann and Fairhurst, 2000). Penelitian status hara P pada lahan sawah intensifikasi dan kalibrasinya telah dilaksanakan oleh Pusat Penelitian Tanah (Puslittan) di Jawa sejak tahun 1987. Hasil evaluasi kebutuhan P untuk padi sawah tahun 1987/1988 selama 2 musim tanam pada lahan intensifikasi, menunjukkan bahwa sebagian besar lahan sawah di Jawa dan Madura yang berstatus P sedang sampai tinggi tidak tanggap terhadap pemupukan fosfat. Takaran pemupukan untuk lahan sawah berstatus P tinggi dan sedang dapat diturunkan masing-masing menjadi 50% dan 75% dari takaran anjuran (Sofyan et al, 2004).

  Status hara tanah dapat dibuat bila telah disusun kriteria klasifikasi status hara berdasarkan hasil-hasil penelitian uji tanah, mulai dari penjajagan hara, studi korelasi kalibrasi sampai penyusunan rekomendasi. Hasil penelitian uji tanah yang telah dilaksanakan Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat (Puslitbangtanak) menunjukkan bahwa penggunaan ekstrak HCl 25% untuk penetapan P potensial mempunyai korelasi yang baik dengan hasil tanaman padi sawah (Nursyamsi, dkk, 1994). Hal ini didukung oleh Supardi, dkk ( 1993) melaporkan dari pemilihan etraksi P tanah sawah, diperoleh HCl 25% sebagai pengekstrak terbaik.

  • 1

  Kadar P dalam tanah 20 mg P

  2 O 5 (100 g) tanah merupakan batas kritis

  untuk tanaman padi sawah. Berdasarkan hasil penelitian ditetapkan bahwa tanah

  • 1 -1

  yang mempunyai kadar <20 mg P O (100 g) , 20 – 40 mg P O (100 g) , dan

  2

  5

  2

  5

  • 1

  >40 mg P

2 O 5 (100 g) tanah termasuk kelas rendah, sedang, dan tinggi (Sofyan et al, 2004).

  Unsur Hara Kalium

  Unsur Kalium merupakan hara ketiga yang dibutuhkan tanaman padi dalam jumlah yang cukup besar setelah N dan P. Sehingga jika kekurangan unsur K maka produksi akan menurun. Unsur K memiliki peranan yang penting dalam tanaman padi, diantaranya adalah berfungsi dalam metabolisme karbohidrat, metabolisme nitrogen dan sitesa protein, menetrelisasi asam asam organik yang penting bagi proses fisiologi, mengatur bebagai aktifitas unsur mineral, mengaktifkan bebagai enzim (invertase, peptase, diatase, dan katalase) mempercepat pertumbuhan jaringan meristematik, mengatur pergerakan stomata, menjaga tekanan turgor dalam tanaman, menambah resisten tanaman terhadap serangan hama dan penyakit. Tanaman yang kekurangan K, ujung daun berubah menjadi kekunin gangejala mulai tampak mulai dari ujung daun kemudian kepinggir daun hingga kebagian dasar daun hingga daun menjadi berwarna coklat.

  (Dobermann and Fairhurst, 2000).

  Sumber Kalium yang terdapat dalam tanah berasal dari pelapukan mineral yang mengandung K seperti mineral mika, biotit atau muskofit. Mineral tersebut apabila terlapuk melepaskan K kelarutan tanah atau terjerapan tanah dalam bentuk K-tukar. Letak Kalium dalam koloid umumnya dalam permukaan dakhil (internal

  2+ 3+ 3+ surface ) yang sering diduduki oleh ion Mg , Fe , Al dan molekul H 2 O.

  Perubahan mineral karena pelepasan K dari mika menjadi montmorilonit sebagai berikut: Mika Hidratmik Ilit Mineral Transisi Vermikulit/Montmorilonit (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

  • Kalium (K) merupakan hara mobil, diserap tanaman dalam bentuk ion K dari larutan tanah. Dalam tanah K yang terdapat dalam larutan tanah berada dalam bentuk keseimbangan dengan K yang diadsorpsi liat. Penurunan Eh akibat

  2+ 2+

  penggenangan akan menghasilkan Fe dan Mn dalam jumlah besar yang dapat menggantikan K yang diadsorpsi liat sehingga K dilepaskan ke dalam larutan dan tersedia bagi tanaman. Oleh sebab itu penggenangan dapat meningkatkan ketersediaan K tanah (Prasetyo, dkk, 2004).

  Hasil penelitian menunjukkan tingkat ketersediaan hara K bervariasi, bergantung pada kedalaman lapisan olah tanah, pemupukan dan pola tanam. K dapat dipertukarkan meningkat pada rase anakan maksimum dan primordial bunga, kemudian menurun pada saat panen. Aplikasi pupuk kandang dan pengembalian sisa tanaman mengurangi kehilangan karena pencucian hara akibat curah hujan, menahan air pada palawija, dan meningkatkan produktivitas tanah. K dapat dipertukarkan dan serapan K oleh tanaman menunjukkan berkorelasi positif pada tahun pertama sampai ketiga, namun tidak ada korelasi pada tahun keempat dan kelima karena curah hujan tinggi (Tirtoutomo, et al, 2000).

  Ketersediaan unsur K dalam tanah mempengaruhi rencana penggunaan pupuk pada budidaya tanaman padi sawah. Karena itu penetapan kandungan unsur K di dalam tanah merupakan kebutuhan pokok dalam menduga respon pertumbuhan tanaman akibat pemupukan K. Untuk mengetahui ketersediaan unsur K di dalam tanah perlu digunakan ekstraksi yang memiliki respon terbaik terhadap serapan K dan produksi tanaman padi. Suyono, dkk (1990) melaporkan bahwa ekstraksi NH

4 OAc 1 N pH 7 merupakan ekstraksi terbaik dalam menduga

  kandungan K tanah pada lahan sawah, karena hampir semua jenis tanah berkolerasi nyata dengan serapan dan hasil gabah tanaman padi.

  

Pembakaran jerami sebelum diberikan ke tanah sawah seperti yang biasa

dilakukan petani dinilai sangat merugikan karena banyak unsur hara yang hilang, salah satunya unsur hara, antara lain C, N, P, K, S, Ca, Mg dan unsur-unsur mikro (Fe, Mn, Zn, Cu). Untuk setiap 1 ton gabah (GKG) dari pertanaman padi dihasilkan 1,5 ton jerami

yang mengandung 9 kg N, 2 kg P, 25 kg K, 2 kg Si, 6 kg Ca dan 2kg Mg

(Makarim, dkk, 2007).

  

Batas kritis K-dd berkisar antara 0,20-0,40 cmol K/kg, bergantung pada

jenis tanaman, tanah, dan lingkungannya. Tanaman sangat respons terhadap pupuk K jika nilai K-dd < 0,20 cmol K/kg, agak respons jika nilai K-dd antara

  

0,20-0,40 cmol K/kg, dan tidak respons jika nilai K-dd > 0,40 cmol K/kg

(Aljabri, 2007). pH Tanah Sawah

  Penggenangan pada tanah sawah mengakibatkan terjadinya peningkatan pH tanah mendekati netral pada tanah masam dan menurunkan pH mendekati netral pada tanah basa/alkalis. Pada saat penggenangan. pH tanah akan menurun selama beberapa hari pertama hingga mencapai titik minimum, setelah beberapa minggu kemudian pH akan meningkat kembali untuk mencapai nilai pH netral yaitu sekitar 6,7–7,2. Penurunan pH awal disebabkan oleh akumulasi CO

  2 dan

  terbentuknya asam organik. Kenaikan pH berikutnya ditentukan oleh, pH awal dari tanah, macam dan kandungan komponen tanah teroksidasi terutama besi dan mangan, serta macam dan kandungan bahan organik (Prasetyo, dkk, 2004). pH tanah pada tanah sawah sangat mempengaruhi ketersedian dari unsur hara terutama unsur P. pada kondisi masam (pH< 5,5) P terfiksasi oleh Al dan Fe membentuk Al-p dan Fe-P, sedang pada kondisi alkalis (pH >6,5) terfiksasi sebagai Ca-P. Bentuk fiksasi P ini bersifat nonlabil (Abdulrachman, dkk, 2009).

  Reaksi kemasaman (pH) air genangan tanah sawah dipengaruhi oleh konsentrasi karban dioksida (CO ) dalam air. Jika kadar CO dalam air berada

  2

  2

  pada titik kesetimbangan dengan kadar CO

  2 di atmosfir, ini berarti pH-nya

  mendekati 7,0 atau mendekati netral. pH larutan tanah pada tanah tereduksi mungkin stabil pada pH antara 6,5 sampai 7,00. Perubahan ini, terutama

  3+ 2+

  disebabkan oleh reduksi besi (Fe menjadi Fe ) atau komponen tanah lainnya

  • yang menghasilkan kelebihan OH pada tanah masam sehingga dapat menetralkan
kemasaman. Peningkatan pH pada tanah masam dapat menguntungkan bagi padi, diantaranya: menekan keracunan alumunium, mangan, besi, karbon dioksida, dan asam organik; meningkatkan ketersediaan P, Si, dan Mo; serta mendukung proses mikroorganisme yang melepaskan berbagai nutrisi (Prasetyo dkk, 2004).

  Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa L)

  Pertumbuhan tanam padi dibagi ke dalam tiga fase: (1) Vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordial); (2) reproduktif (primordial sampai pembungaan), dan (3) pematangan (pembungaan sampai gabah matang). Fase vegetatif merupakan fase pertumbuhan organ-organ vegetatif, seperti pertambahan jumlah anakan, tinggi tanaman, jumlah, bobot dan luas daun. Lama fase ini beragam, yang menyebabkan adanya perbedaan umur tanaman. Fase reprodukrif ditandai dengan :

  a) Memanjangnya beberaparuas teratas batang tanamn

  b) Berkurangnya jumlah anakan (matinya anak tidak produktif

  c) Munculnya daun bendera

  d) Bunting, dan

  e) Pembungaan

  Inisiasi pramodia malai biasanya dimulai 30 hari sebelum heading (keluarnya bunga atau malai) dan waktunya hampir bersamaan dengan perpanjangan ruas- ruas batang, yang terus berlanjut sampai berbunga. Oleh sebab itu stedia reproduktif disebut juga stedia perpanjangan ruas. Di daerah tropis fase reproduktif umumnya 35 hari dan fase pematangan sekitar 30 hari. Perbedaan masa pertumbuhan (umur) hanya di tentukan oleh lamanya fase vegetatif.

  Sebagai contoh IR64 matang dalam waktu 110 hari dengan fase vegetatif 45 hari, sedang IR28 yang matang dalam 130 hari fase vegetatifnya 65 hari (Makarim dan Suhartatik, 2009).

  Penanaman padi dapat dilakukan menanam 2-3 batang bibit padi perrumpun dengan jarak tanam 25 x 25 cm. Jarak penanaman padi akan berpengaruh pada pertumbuhan gulma. Jarak tanam yang dekat akan dapat menekan pertumbuhan gulma sehingga gangguan gulma dapat diperkecil, namun jika jarak tanam terlalu dekat pertumbuhan padi juga akan terhambat (Puspita dkk, 2005).

  Tinggi tanaman adalah sifat baku (keturuhan), adanya perbedaan tinggi suatu varietas disebabkan oleh suatu pengaruh keadaan lingkungan. Bila syarat tumbuh baik, maka tinggi tanaman padi sawah biasanya 80-120 cm. Tanaman padi memiliki pola anakan berganda (anak-beranak). Tanaman pindah (transplanting) dapat menghasilkan sekitar 10-30 anakan sedang tanam sebar langsung hanya menghasilkan anakan sekitar 2-5 (Makarim dan Suhartatik, 2009).

  Pemupukan berimbang, yaitu pemberian berbagai unsur hara dalam bentuk pupuk untuk memenuhi kekurangan hara yang dibutuhkan tanaman berdasarkan tingkat hasil yang ingin dicapai dan hara yang tersedia dalam tanah. Untuk pertumbuhannya, tanaman padi sawah memerlukan suplai hara yang berasal dari berbagai sumber. Untuk setiap ton padi yang dihasilkan dibutuhkan sekitar 14,7 kg N, 2,6 kg P, dan 14,5 kg K/Ha yang diperoleh dari tanah, air irigasi, sisa tanaman atau dari pupuk (organik dan/atau anorganik) yang ditambahkan. (Dobermann and Fairhurst, 2000).

  Sejak dicanangkannya Program Intensifikasi padi sawah, secara umum takaran pemberian pupuk untuk padi sawah berkisar antara 200-250 kg urea/ha, SP-36 100-150 kg/ha dan KCl 75-100 kg/ha (Setyorini dkk, 2004). Rekomendasi pemupukan lahan sawah yang berstatus P rendah, sedang dan tinggi yang dianjurkan adalah 100, 75 dan 50 kg (TSP)/ha/musim/. Lahan sawah yang berstatus hara K rendah direkomendasikan untuk dipupuk 50 kg KCl /ha/ musim, sedangkan yang berstatus sedang dan tinggi tidak perlu diberi pupuk K tetapi jerami dikembalikan ke tanah sebagai sumber bahan organik dan K (Sofyan et al , 2004).

  Tanaman padi memiliki potensi hasil genetik, yaitu hasil tertinggi yang merupakan batas kemampuan suatu varietas padi dalam memproduksi gabah (Produktivitas), yang dapat dicapai hanya pada iklim terbaik dan tanpa ada pembatas dari faktor lingkungan tumbuh tanaman apapun. Hasil padi tertinggi yang pernah dicapai untuk daerah trofik adalah 10-11 ton/Ha, sedangkan didaerah subtrofik dapat mencapai 13-15 t/Ha (Makarim dan Suhartatik, 2009).