BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Helicobacter pylori - Hubungan Peningkatan Kadar Leukosit dan Neutrofil dengan Infeksi H.Pylori di RSU Permata Bunda Medan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Helicobacter pylori

  Pada tahun 1983, Warren (ahli biologi) dan Marshall(ahli klinis) mendiskripsikan Helicobacer pylori. Infeksi kronis H.pylori mengakibatkan proliferasi pada mukosa sel gastric. H.pylori juga bisa memproduksi dan mensekresi beberapa faktor bioaktif yang bisa mengefek sel parietal lambung yang memproduksi HCL dan sel G dan sel D yang menghasilkan gastrin dan somatostatin.(Moayyedi P, Deeks J, et al, 2003) Gambar 2.1: Gambar histologi menunjukkan infeksi H. pylori(Lamina propiria pada lambung ditunjukkan dengan 2 sel mast berposisi atas satu sama lain).

  Sel mast mengalami degranulasi dan melepaskan granul berisi mediator mediator inflamasi.

  Secara morfologi bakteri Helicobacter pylori mempunyai sifat seperti berikut:

  a) Gram negatif, berbentuk spiral (huruf S atau C dengan kurva pendek), dengan lebar 0,5 – 1,0 mikrometer dan panjang 3 mikrometer, dan mempunyai 4 – 6 flagella. Kadang – kadang berbentuk batang kecil atau kokoid berkelompok. b) Bersifat microaerophilic, tumbuh baik dalam suasana lingkungan yang mengandung O 5%, CO2 5 – 10% pada temperatur 37ºC selama 16 – 19 hari

  2

  dalam media agar basa dengan kandungan 7% eritrosit kuda dan dengan pH 6,7 – 8 serta tahan beberapa saat dalam suasana sitotoksin seperti ph 1,5.

  c) Menghasilkan beberapa macam enzim yang bersifat sitotoksin seperti: urease dalam jumlah yang berlebihan, 100x lebih aktif dari yang dihasilkan bakteri proteus vulgaris dan bakteri penghasil urease yang lain. Protease yang diperkirakan merusak lapisan mukus, esterase, Pospolipase A dan C, phospatase.

  d) Menghasilkan VAC

  e) Disamping itu juga mengandung protein somatik sitoksin 120 – 130 kD yang bersifat antigenik yang dapat merusak endotel dan merangsang imun dalam pembentukan Imunoglobulin A, G ( G1, 2, 4 ) dan M.

2.2 Dispepsia

2.2.1. Definisi Dispepsia

  Dispepsia berasal dari bahasa Yunani

  "δυς-" (Dys-), berarti sulit , dan"πέψη" (Pepse),

  berarti pencernaan (Talley etal, 2005). Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejalaklinis yang terdiri dari rasa tidak enak di perut bagian atas yang menetap ataumengalami kekambuhan. Keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada(heartburn) dan regurgitasi asam lambung, kini tidak lagi termasuk dispepsia(Djojoningrat, 2001) Dispepsia merupakan kumpulan gejala atau keluhan yang terdiri dari ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa penuh atau cepat kenyang, dan sendawa. Keluhan ini sangat bervariasi, baik dalam jenis gejala maupun intensitas gejala tersebut dari waktu ke waktu. Dispepsia dapat dibagi kepada 2 jenis:(Djojoningrat, 2001)

  1. Dispepsia organik: bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya. Sindroma dispepsi organik terdapat kelainan yang nyata terhadap organ tubuh misalnya tukak (luka) lambung, usus dua belas jari, radang pankreas, radang empedu dan lain-lain.(Fraser A, Delaney B, 2004)

  2. Dispepsia nonorganik atau dispepsia fungsional atau dispesia nonulkus (DNU): bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsi fungsional tanpa disertai kelainan atau gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi (teropong saluran pencernaan.(Talley NJ, 2004)

  Terdapat beberapa faktor yang bisa menyebabkan dispepsia.Contohnya: keganasan Obat-obatan Anti-inflamasi non–steroid,antibiotic Hepato-bilier Hepatitis,kolelithiasis Pankreas Pankreatitis Penyakit sistemik lain Diabetes mellitus,gagal ginjal,penyakit jantung Gangguan fungsional Dispepsia fungsional,Irritable bowel

  syndrome(IBS)

  Tabel 2.1: Faktor Penyebab Dispepsia (Djojoningrat, 2001)

2.2.2. Patogenesis Infeksi H. pylori

  Mukosa gaster terlindungi sangat baik dari infeksi bakteri, namun H. pylori memiliki kemampuan adaptasi yang sangat baik terhadap lingkungan ekologi lambung, dengan serangkaian langkah unik masuk kedalam mukus, berenang dan orientasi spasial didalammukus, melekat pada sel epitel lambung, menghindar dari respon imun, dan sebagai akibatnya terjadi kolonisasi dan transmisi persisten. (Fiorini G, Vakil N, et al, 2012)

  Setelah memasuki saluran cerna, bakteri H. pylori, harus menghindari aktifitas bakterisidal yang terdapat dalam isi lumen lambung, dan masuk ke lapisan mukosa lambung. Produksi urease sangat penting berperan pada langkah awal infeksi ini. Urease menghidrolisis urea menjadi karbondioksida dan ammonia, sehingga H. pylori mampu bertahan dalam lingkungan yang asam. Motilitas bakteri sangat penting pada kolonisasi, dan flagel H. pylori sangat baik beradaptasi pada lambung. Helicobacter

  

pylori menyebabkan peradangan pada lambung terus - menerus. Respon peradangan

  ini mula – mula terdiri dari penarikan neutrofil, diikuti limfosit T dan B, sel plasma, dan makrofag, bersamaan dengan terjadinya kerusakan sel epitel karena H. pylori sangat jarang menginvasi mukosa lambung, respon pejamu terutama dipicu oleh menempel / melekatnya bakteri pada sel epitel. (Fiorini G, Vakil N, et al, 2012)

  Patogen tersebut dapat terikat pada MHC class dipermukaan sel epitel gaster dan menginduksi terjadinya apoptosis. Urease Helicobacter pyloridan porin juga dapat berperan pada terjadinya ekstravasasi dan kemotaksis neutrofil. (Horiki N, 2009)

  Epitel lambung pasien yang terinfeksi H. pylori meningkatkan kadar IL- 1β,

  IL-2, IL-6, IL-8, dan tumor nekrosis faktor alfa. Diantara semua itu, IL-8, adalah

  

neutrophil-activating chemokine yangpoten yang diekspresikan oleh sel epitel

  gaster, berperan penting. Strain H. pylori yang mengandung cag-PAI menimbulkan respon IL-8 yang jauh lebih kuat dibandingkan strain yang tidak mengandung cag, dan respon ini bergantung pada aktivasi nuclear faktor-kB ( NF-KB ) dan respon ini segera dari faktor transkripsi aktivator protein 1 ( AP-I ). Infeksi Helicobacter pylori merangsang timbulnya respon humoral mukosa dan sistemik.(Horiki N, 2009)

  Produksi antibodi yang terjadi tidak dapat menghilangkan eradikasi infeksi, bahkan menimbulkan kerusakan jaringan . Pada beberapa pasien yang terinfeksi H.

  

pylori timbul respon autoantibodi terhadap H+ / K+ ATP ase sel-sel parietal lambung

  yang berkaitan dengan meningkatnya atrofi korpus gaster. Selama respon imun spesifik, subgrup sel T yang berbeda timbul. Sel – sel ini berpartisipasi dalam proteksi mukosa lambung, dan membantu membedakan antara bakteri patogen dan yang komensal. Sel T- helper immatur (Th 0) yang berdiferensiasi menjadi 2 subtipe fungsional; sel Th-1 mensekresi IL-2, dan interferon gamma; dan Th-2 mensekresi

  IL-4, IL-5 dan IL-10. Sel Th-2 menstimulasi sel B sebagai respon terhadap patogen ekstrasel, sedangkan Th1 sebagai respon terhadap intrasel karena H. pylori tidak bersifat invasif dan merangsang timbulnya respon humoral yang kuat, maka yang diharapkan adalah respon Th-2. Namun timbul paradoks, sel-sel mukosa gaster yang spesifik terhadap H. pylori umumnya justru menunjukkan fenotip. (Fallone, 2009) Gambar 2.2:Patogenesis Infeksi H. pylori (AntoniaR Sepulveda 2007, Helicobacter

  pylori -Associated Active Gastritis, Medscape)

2.2.3. Gejala Klinis

  Karena bervariasinya jenis keluhan dan kuantitas, kualitas pada setiap pasien maka disarankan untuk mengklasifikasi dispepsia menjadi beberapa subtipe berdasarkan pada keluhan yang sering terjadi atau yang dominan. Manifestasi klinis klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan, membagi dispepsia menjadi tiga tipe: Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus-like dyspepsia) dengan gejala:

  b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasida

  c. Nyeri saat lapar

  d. Nyeri episodik (Luther J, 2009)

  Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-likedyspesia), dengan gejala:

  a. Mudah kenyang b.Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasida

  c. Mual

  d. Muntah

  e. Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas)

  f. Rasa tidak nyaman yang bertambah pada saat makan (Jackson L, 2009) Dispepsia nonspesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas) .Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan. Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai dengan sendawa dan suara usus yang keras ( borborigmi ). Pada beberapa penderita, makan dapat memperburuk nyeri pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi (perut kembung). Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau gejala lain yang tidak biasa, maka penderita harus menjalani pemeriksaan. (Greenberg ER, 2009)

2.2.4. Diagnosis

  Tes ini juga dikenali sebagai rapid urease test yang digunakan untuk mendiagnosa

  

H.pylori . Tes CLO berguna untuk mendeteksi H.pylori yang mensekresi enzim urease

  dimana mengkatalis konversi urea menjadi ammonia dan karbon dioksida. Available at: http:// repository.usu.ac.id/handle/123456789/27054 Test CLO dimulai dengan memasukan teropong (scope) kedalam mulut sampai ke lambung. Teropong ini akan digunakan untuk melihat tanda-tanda gejala asing pada lambung dengan melakukan biopsi. Rapid urease test pada CLO dapat menandakan keberadaan dari bakteri tersebut. Jika tesnya positif ini bisa menjadi indikator bahwa sedang terjadi infeksi H. pylori Sensitivitas CLO adalah 90-95% setelah 24 jam. Sensitivitas dan spesifisitas hasil dipengaruhi oleh obat PPI. Jumlah bakteri < 100.000/ µg pada jaringan mempengaruhi sensitivitas dan spesifisitas tes CLO. Available at: http:// repository.usu.ac.id/handle/123456789/27054

  Gambar 2.3: Gambar pemeriksaan CLO.

2.2.5. Penunjang Diagnostik Dispepsia

  1)Pemeriksaan Non Invasif

  a) Serologi Helicobacter pylori Tes serologi merupakan tes yang dapat dilakukan dengan cara cepat, mudah, murah dan non invasif. Metode ini kurang bermanfaat dalam menentukan jumlah H.pylori pada sampel. Pada populasi prevalensi rendah, tes ini merupakan metodologi dini kedua karena nilai prediksi positif yang rendah dan cenderung kearah hasil positif palsu. Available at: http:// repository.usu.ac.id/handle/123456789/27054

  b) Urea breath test Tes yang non invasive, tidak menggunakan bahan radioaktif, hasil cepat, praktis dan tanpa efek samping. Hasilnya bisa didapatkan dalam masa 24 jam. Jika pasien mengkonsumsi inhibitor pompa proton, antibiotik atau senyawa bismuth, maka urea

  

breath test bisa terbatas manfaatnya. Available at: http:// repository.usu.ac.id

  123456789/27054 2) Pemeriksaan Invasif

  a) CLO ( Campylobacter like organism ) Kelebihan tes ini adalah murah, cepat dan tersedia secara luas. Tes ini dibatasi oleh kemungkinan hasil positif palsu dimana terjadi penurunan aktivitas urease yang disebabkan konsumsi antibiotik yang baru, senyawa bismuth, inhibitor pompa proton atau refluks empedu. Available at: http:// repository.usu.ac.id 123456789/27054 b) Patologi anatomi (PA) Evaluasi histologi merupakan standar emas untuk memastikan adanya kuman

  

H.pylori pada lambung. Pengambilan sampel jaringan pada pasien dengan riwayat

  penyakit ulkus peptik bias memberikan diagnosis yang lebih pasti. Kelemahan evaluasi histologi adalah memerlukan endoskopi untuk mendapatkan jaringan. Pada sebagian kasus, teknik pemulasan yang berbeda-beda yang bisa melibatkan waktu pemprosesan yang lebih lama dan biaya yang tinggi. Available at: http:// c) Kultur mikroorganisme (MO) jaringan Pemeriksaan kultur mahal dan mengambil waktu yang lama dan intensif. Kultur tetap memegang peran dalam studi kerentanan terhadap antibiotik dan studi mengenai faktor-faktor pertumbuhan dan metabolisme. Available at: http:// repository.usu.ac.id 123456789/27054

  Tabel 2.2: Diagnostik penunjang invasif dan non invasif (Greenberg ER, 2009)

2.2.6. Morfologi Darah Rutin

  Eritrosit : Eritrosit mempunyai bentuk bikonkaf. Mempunyai diameter 7.2µm. Sel darah merah ditandai dengan warna merah jambu (eosinofilik). Warna yang pucat pada bagian tengah eritrosit menunjukkan ia mempunyai bentuk bikonkaf.

1) Sel Darah Putih: Terdiri dari granulosit dan juga leukosit mononuklear.

  Granulosit terbahagi kepada neutrofil, eosinofil dan juga basofil. Leukosit mononuklear terdiri dari limfosit dan monosit. Protein antigen dari bakteri ekstraselular juga akan mengaktifkan sel Th atau CD4 yang akan memproduksi sitokin dan menyebabkan inflamasi lokal yang akan memperkuat proses fagositosis dan aktivitas dari makrofag dan neutrofil. 2)

  Neutrofil: Neutrofil mempunyai komposisi 40-75% dalam leukosit yang bersirkulasi. Ianya mempunyai lima lobus. Terdapat ikatan antara setiap lobus. Neutrofil berperanan melepaskan granul berisi protein antimikroba apabila terdapat infeksi. Pada gambaran histologi dapat dilihat degranulasi pada mukosa lambung ditandai dengan warna merah. 3) Eosinofil: Eosinofil terdiri dari 1-6% dari jumlah leukosit dalam darah.

  Eosinofil mempunyai ukuran diameter (12-17µm). Eosinofil mudah diidentifikasi karena ia mempunyai granul spesisfik yang besar. Ia ditandai dengan warna merah dengan pewarnaan menggunakan eosin. 4)

  Basofil: Basofil mempunyai populasi yang paling rendah dalam jumlah leukosit dalam darah yaitu 1%. Mempunyai ciri yaitu granul basofilik sitoplasma yang amat besar. Basofil mempunyai ukuran diameter (14-16µm). 5) Monosit: Monosit adalah sel fagositik yang beredar dalam sirkulasi darah.

  Apabila monosit mengalami maturasi menjadi makrofag. Saiz diameternya adalah kira-kira 18µm. Monosit mempunyai sitoplasma basofilik yang besar. 6)

  Limfosit: Limfosit mempunyai nukleus yang bulat dan besar.Ia juga mempunyai sitoplasma yang sedikit. Gambar 2.3: Morfologi darah tepi (Anthony L.Mescher, 2010. Chapter 12, Blood,

  In:Junqueira’s Basic Histology test and atlas, 12th ed. USA:

  McGraw Hill Companies)

2.2.7. Tatalaksana Pengobatan Untuk Infeksi H. pylori

  Pengobatan first-line untuk infeksi H. pylori adalah triple therapy. Menggunakan kombinasi dua antibiotik (klarithromicin dan amoksisilin atau metronidazol) dan

  proton pump inhibitor(PPI) sekurang-kurangnya 7 hari. Pengobatan ini diberikan

  kepada pasien setiap 6 jam. Pengobatan ini mempunyai kadar penyembuhan 80% persen untuk menyembuhkan infeksi H. pylori.(Fennerty MB, 2006) Selain triple therapy terdapat juga Quadruple Therapy untuk mengeradikasi H.

  pylori . Pengobatan ini digunakan karena obat-obatan yang digunakan pada triple therapy mempunyai kadar resistansi yang tinggi terhadap H. pylori. Kombinasi

  primer adalah amoksisilin, rifabutin dan ciprofloksasin disertai Proton pump

  inhibitor(PPI) . Kombinasi ini dinamai dengan singkatan (PARC). (Vakil N, 2006)

Dokumen yang terkait

Hubungan Peningkatan Kadar Leukosit dan Neutrofil dengan Infeksi H.Pylori di RSU Permata Bunda Medan

0 70 50

Penilaian Prestasi Kerja Sebagai Dasar Kebijakan Promosi Pada RSU Permata Bunda Medan

0 26 125

Analisis Struktur Organisasi Dalam Meningkatkan Koordinasi Kerja Pada RSU Permata Bunda Medan

0 33 115

Faktor-Faktor yang Berperan Terhadap Permintaan Pelayanan Kesehatan Terpadu di Klinik Spesialis Bunda dan RSU Permata Bunda (Studi Kasus : Klinik Spesialis Bunda dan RSU Permata Bunda Medan).

0 41 90

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Pola Asuh Keluarga dengan Perilaku Remaja di SMA Negeri 14 Medan

0 0 16

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penatalaksanaan Pelayanan Gawat Darurat 2.1.1. Pengertian - Hubungan Penatalaksanaan Penanganan Gawat Darurat dengan Waktu Tanggap (Respon Time) Keperawatan di Ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Permata Bunda 2014

0 0 26

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Candida - Hubungan Kolonisasi Jamur dengan Peningkatan Risiko Infeksi Jamur Sistemik pada Bayi Berat Lahir Rendah

0 0 13

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DM - Hubungan Pola Makan dan Kepatuhan Minum Obat dengan Kejadian Hiperglikemik pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan di RSU Herna dan RSU Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2013

0 0 40

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perilaku - Karakteristik dan Perilaku Petugas Cleaning Service Mengenai Pengelolaan Limbah Padat Medis Terhadap Risiko Kecelakaan Kerja di RSU Permata Bunda Medan Tahun 2014

0 0 47

BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Teori - Hubungan Peningkatan Kadar Leukosit dan Neutrofil dengan Infeksi H.Pylori di RSU Permata Bunda Medan

0 0 12