A. PENDAHULUAN - KONSEPSI POTENSI MANUSIA (di Tinjau dari Perspektif Islam)

  

KONSEPSI POTENSI MANUSIA

(

di Tinjau dari Perspektif Islam)

  

Oleh : Imam Faqih

Abstrak

  Potensi manusia menurut pendidikan Islam adalah manusia telah dibekali dengan potensi dasar berupa jasmani (pendengaran, penglihatan), akal, ruh yang masih perlu pengembangan untuk bekal hidupnya semenjak kelahirannya. Perkembangan ini dipengaruhi oleh lingkungan keluarga masyarakat, sekolah. Proses pengembangan ini akan berlangsung seumur hidup dan bertujuan untuk menghambakan diri kepada Allah SWT. Jadi potensi dasar tersebut dipengaruhi oleh lingkungan (faktor eksternal). Dalam proses pengembangan potensi pendidikan Islam juga meletakkan prinsip kebebasan dan demokrasi yang memungkinkan manusia untuk berkreasi mengembangkan potensinya, akan tetapi kebebasan ini terikat dengan norma atau aturan yang berlaku di lingkungan masyarakatnya dan norma agama.

  Kata Kunci : Potensi, akal, ruh, lingkungan A.

   PENDAHULUAN

  Negara-negara berkembang mengadopsi sistem pendidikan dari luar seringkali mengalami kesulitan untuk berkembang. Cara dan sistem pendidikan yang ada sering menjadi sasaran kritik dan kecaman karena seluruh daya guna sistem pendidikan tersebut diragukan.

  Jika kita terus melangkah dengan cara mengemas pendidikan, pembelajaran dan belajar seperti sekarang ini, kita akan bertemu dengan peserta didik yang cenderung bertindak kekerasan, pemaksaan kehendak, dan pemerkosaan nilai-nilai kemanusiaan. Masalah yang dihadapi bangsa Indonesia sekarang ini merupakan ekspresi dari keadaan di atas. Masalah- masalah tersebut tidak tumbuh dari keadaan yang biasa, seperti masalah politik, hukum, sosial, ekonomi, kepercayaan dan lain-lain. Banyak usaha telah dilakukan untuk menata dan menstruktur kembali pola kehidupan masyarakat, namun hasil yang didapat belum seperti yang diharapkan.

  1 Prilaku manusia Indonesia selama ini sudah terjangkit virus

  keseragaman. Hal ini disebabkan oleh orientasi pendidikan kita cenderung memperlakukan peserta didik berstatus sebagai obyek, guru sebagai pemegang otoritas tertinggi keilmuan dan indoktrinator. Orientasi pendidikan yang kita pergunakan itu menyebabkan praktek pendidikan kita mengisolir diri dari kehidupan riil yang ada di luar sekolah. Proses belajar mengajar didominasi oleh tuntutan untuk menghafalkan dan menguasai pelajaran sebanyak mungkin guna menghadapi ujian atau tes dimana pada kesempatan

  2

  tersebut anak didik harus mengeluarkan apa yang telah dihafalkan , sehingga anak didik tercerabut dari realitas sosialnya.

  Sistem pendidikan yang dianut bukan lagi suatu upaya pencerdasan kehidupan bangsa agar mampu mengenal realitas diri dan dunia nya, melainkan suatu upaya perbuatan kesadaran yang disengaja dan terencana yang menutup proses perubahan dan perkembangan. Teori stimulus-respon yang sudah bertahun-tahun dianut dan digunakan dalam kegiatan pembelajaran, tampak sekali mendukung sistem pendidikan di atas. Teori ini

  3 mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif.

  Aliran progresivisme yang mempengaruhi sistem pendidikan di Indonesia merupakan sebuah aliran pendidikan yang lahir dari kandungan masyarakat barat yang tentu saja memiliki basis ontologis dan epistimologis khas barat (sekuler) dan belum tentu sesuai dengan masyarakat timur (Islam). Akan tetapi kita tidak bisa terlepas dari pengaruh filsafat pendidikan modern yang banyak dijadikan rujukan dalam pengambilan kebijakan di bidang pendidikan diantaranya pada awal orde baru dikembangkan model sekolah pembangunan (masih pilot proyek), dalam proses belajar mengajar dikembangkan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), kemudian CBSA dan Sistem Kredit Semester (SKS). Di era reformasi salah satu upaya reformasi pendidikan ialah diberlakukannya Kurikulum Berbasis

4 Kompetensi (KBK).

  Dengan membanjirnya ideologi-ideologi pendidikan kontemporer barat yang hampir semua berlatar filsafat pendidikan sekuler yakni 2 Zamroni, Paradigma Pendidikan Nasional, (Yogyakarta: Bayu Indra Grafika, 2000) .

  36 3 liberalisme dan pragmatisme dan pengaruhnya di negeri kita cukup besar, apakah tidak seyogyanya Islam yang syarat nilai transendental, universal dan memenuhi hajat hidup manusia dapat mewarnai ideologi pendidikan barat tersebut, salah satunya adalah progresivisme John Dewey yang dapat disintesakan dengan konsep potensi manusia.

  Di dalam benturan peradaban sebagai dampak globalisasi, terjadi pergumulan ideologi dunia. Islam sebagai agama dunia yang sarat dengan nilai-nilai universal dan transcendental yang diyakini oleh pemeluknya sebagai kebenaran mutlak seharusnya dapat ditawarkan sebagai paradigma ideologi dalam rangka membangun peradaban alternatif.

  Maka dari itu di tengah-tengah munculnya semangat Islam progresif saat ini yang berorientasi Islam liberal dan humanis perlu adanya acuan yang bertolak dari nilai-nilai dasar Islam yang sejatinya sangat humanis, sehingga semangat Islam progresivisme tidak kehilangan akar akidahnya.

B. PENGERTIAN POTENSI ATAU FITRAH MANUSIA

  Sebelum memberikan definisi dari fitrah manusia perlu diketahui proses penciptaan manusia yang dapat dilihat pada surat al-Mukminun ayat 12-14 yang berbunyi:

  21

  21 Artinya: "Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal )dari tanah ,kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan)dalam tempat yang kokoh (rahim),kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, laku segumpal darah itu kami jadikan daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging, .kemudian kami jadikan dia

  5 ". makhluk yang (berbentuk) lain

  Jika dilihat dari proses kejadian diatas maka dapat disimpulkan bahwa proses kejadian manusia secara fisik setelah Melalui berbagai evolusi tersebut, kemudian lahir menjadi makhluk yang berbentuk lain, yang menurut istilah al Quran di sebut sebagai khalqan akhar. Menurut ibnu katsir yang di maksud " tsumma ansya'naahu khalqan akhar " adalah kemudian Tuhan meniupkan ruh ke dalam diri manusia sehingga ia bergerak dan menjadi makhluk lain(berbeda dengan sebelumnya) yang memiliki pendengaran,

  6 penglihatan, indera yang menangkap pengertian, gerakan dan sebagainya.

  ada lima tahap yaitu :1) nutfah. 2) 'alaqoh 3) mudlghah atau pembentuk

  7 organ-organ penting 4) 'idham (tulang) 5) lahm (daging).

  Hal ini telah di isyaratkan oleh Allah dalam al Quran surat al-Sajdah ayat 9 yang berbunyi:

  9 Artinya: "Kemudian dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam

  

(tubuh) nya roh (ciptaan) nya dan dia menjadikan bagi kamu pendengaran,

  8

penglihatan dan hati (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur ". (Q.S. Al-

  Sajdah: 9) Apabila di lihat dari paparan di atas tentang proses penciptaan manusia dapat di katakan bahwa manusia diciptakan Allah dalam struktur yang paling baik diantara makhluk Allah yang lain. Struktur manusia terdiri dari unsur jasmaniah dan rohaniah yang di dalamnya mengandung seperangkat kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan berkembang, dalam psikologi disebut potensialitas atau disposisi sedangkan dalam Islam di sebut fitrah.

  Fitrah berasal dari kata fathara yang sepadan dengan kata khalaqa dan ansya'a digunakan dalam Al-Qur'an untuk menunjukkan pengertian mencipta sesuatu yang sebelumnya belum ada dan masih merupakan pola dasar (blue print) yang perlu penyempurnaan. Kata-kata yang biasanya digunakan dalam Al-Qur'an untuk menunjukkan bahwa Allah menyempurnakan pola dasar ciptaan-Nya atau melengkapi ciptaan itu adalah kata ja'ala yang artinya

  6 7 Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir III, (Beirut: Dar al-Fikr), 241

  menjadikan, yang diletakkan dalam satu ayat setelah kata khalaqa dan ansya'a

  9

  perwujudan dan penyempurnaan selanjutnya diserahkan manusia. Misalnya:

  03 Artinya:

  "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah);

  

(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah

itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi

  10 kebanyakan manusia tidak mengetahui .". (QS. Ar-Ruum: 30)

10 Artinya: katakanlah: " dialah yang menciptakan kamu dan

  

menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati " (tetapi) amat

  11 sedikit kamu bersyukur . (Qs. al-Mulk: 23)

  Dari kedua ayat tersebut dapat di pahami bahwa:

  Pertama , penciptaan manusia yang menggunakan kata khalaqa dan

  ansya'a merupakan pernyataan pendahuluan yang belum final. Penciptaan baru lengkap dan sempurna setelah diikuti kata ja'ala.

  Kedua , penciptaan yang menggunakan kata fathara berarti penciptaan yang sudah final, manusia tinggal melaksanakan atau mewujudkannya. Ketiga , pernyataan Allah setelah kata ja'ala menunjukkan potensi

  dasar yang merupakan bagian integral dari fitrah manusia seperti pendengaran, penglihatan, akal pikiran sebagai SDM, berbangsa bangsa dan

  12 bersuku-suku sebagai potensi sosial.

  Ayat di atas menghubungkan makna fitrah dengan agama Allah (din). Hubungan fitrah dengan din tidak bertentangan, malah sebaliknya saling melengkapi keduanya.

  Selain pengertian di atas mengenai hakekat makna fitrah, ada pengertian yang lebih rinci yang berasal dari surat al a'raf ayat 172 yang berbunyi: 9 10 Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, 41 11 Departemen Agama RI, Al Quran dan Terjemahnya, 645

  271

  Artinya: "Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak

  

Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa

mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka

menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan

yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:

"Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap

  13 ini (keEsaan Tuhan)". (QS. Al-A'raf: 172)

  Ayat di atas membuktikan bahwa Allah menjanjikan kepada manusia agar mengakui Allah sebagai tuannya dan sesembahanNya. Namun kapan dan bagaimana perjanjian itu dibuat?

  Satu tafsiran mengatakan, bahwa Allah mengeluarkan keturunan anak Adam dari sulbi Bapak-Bapak mereka. Sedang tafsir lain menunjukkan yang dimaksud dengan anak cucu Adam adalah dari Adam itu sendiri. tafsiran pertama, melukiskan ayat sama untuk mendukung pandangannya, yakni ayat yang mengatakan "dari sulbi mereka" bukan "dari sulbinya". Secara implisit ini mengatakan termasuk juga selain Adam. Tafsiran kedua, menjelaskan adanya hadits-hadits Nabi yang menunjukkan Adam sendirilah yang digambarkan berkesinambungan. Sebagian mengakui bahwa keturunan manusia menerima Islam setelah melukiskan keturunannya. Maka, menurut mereka, fitrah itu berarti Islam sedangkan penafsiran lainnya membatasi makna fitrah kepada tauhid.

  Dua penafsiran fitrah di atas sudah jelas, namun kedua penafsiran itu membentuk penafsiran ketiga yang agaknya berbeda pandangannya. Fitrah menurut penafsiran ketiga ini adalah bentuk yang diberikan kepada manusia pada saat penciptaannya dahulu. Adapun manusia harus mengarahkan fitrah itu kepada iman billah. Pandangan ini didasarkan kepada alasan Al-Qur'an. Ibnu Qayyum menyelipkan sebuah pernyataan: manusia menerima Islam itu adalah sama dengan jalan yang ditempuh seorang anak kecil yang menerima dan mengakui ibunya. Sesuai dengan pandangan ini, manusia bukanlah sudah muslim semenjak lahirnya, melainkan telah dibekali potensi-potensi yang memungkinkannya menjadi muslim.

  Ketiga penafsiran di atas nampaknya berselisih pendapat mengenai bagaimana Allah menjadikan manusia diberi ketentuan baik bergantung kepada pengakuan ke-Esaan-Nya. Sekalipun demikian, tingkah laku dan perbuatan yang dihasilkan ternyata tidak ada bedanya. Kesamaan ketiga penafsiran itu menunjukkan bahwa manusia mempunyai kecenderungan beragama. Sebab-sebab yang mengarahkan manusia untuk tidak beriman kepada Allah itu terjadi di luar dirinya, bukan berasal dari kondisi di dalam

  14 dirinya.

  Dalil-dalil lainnya yang dapat diinterpretasikan untuk mengarahkan fitrah diantaranya:

1. QS. An-Nahl: 78

  77 Artinya:

  "Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan

  tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran,

  15 penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. ". (QS. An-Nahl: 78)

  Menurut Dr. Muhammad Fadhil al-Dimyati, firman Allah di atas menjadi petunjuk bahwa kita harus melakukan usaha pendidikan aspek eksternal (mempengaruhi dari luar diri anak didik). Dengan kemampuan yang ada pada diri anak didik yang dipengaruhi oleh faktor eksternal yang bersumber dari fitrah itulah maka pendidikan secara operasional bersifat hidayah (menunjukkan).

  Dalam surat al-Alaq ayat 3-4 dinyatakan oleh Allah sebagai berikut:

  1

14 Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur'an,

  (Jakarta: Rineka Cipta, 1994). 58-60

  Artiya: "Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar

  16 (manusia) dengan perantaraan kalam. ". (QS. Al-Alaq: 3-4)

  Ayat tersebut juga menunjukkan bahwa manusia tanpa melalui belajar, niscaya tidak akan dapat mengetahui segala sesuatu yang ia butuhkan bagi kelangsungan hidupnya di dunia dan akhirat.

  Pengaruh dari luar manusia terhadap fitrah sebagaimana terdapat dalam sabda Nabi SAW riwayat Abu Hurairah dapat disimpulkan sebagai berikut:

  Artinya: "Tidaklah anak dilahirkan kecuali dilahirkan atas dasar fitrah, maka

  kedua orang tuanyalah yang menjadikannya sebgai Yahudi atau Nasrani dan

  17 majusi ." (HR. Abu Hurairah)

  Fitrah dalam hadits tersebut diartikan sebagai faktor pembawaan sejak lahir yang bisa dipengaruhi oleh lingkungan, bahkan ia tak akan dapat berkembang sama sekali bila tanpa adanya pengaruh lingkungan.

  Dari interpretasi tentang fitrah di atas, meskipun fitrah dapat dipengaruhi oleh lingkungan, namun kondisi fitrah tersebut tidak lah netral terhadap pengaruh tersebut. Dengan kata lain, bahwa dalam proses perkembangannya, terjadi interaksi (saling mempengaruhi) antara fitrah dan lingkungan sekitar, sampai akhir hayat manusia.

2. QS. Asy-Syams ayat 7-10

  23

  7 Artinya:

  "Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah

  mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan

  16 17 Departemen Agama RI, Al Quran Dan Terjemahnya, 1079

  18

sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. ". (QS. Asy-Syams: 7-

  10) Atas dasar ayat tersebut di atas bahwa dalam fitrah, manusia telah diberi kemampuan untuk memilih jalan yang benar dari yang salah. Berfikir benar dan sehat merupakan kemampuan fitrah yang dapat dikembangkan melalui pendidikan dan latihan.

  Sejalan dengan interpretasi tersebut, kita dapat mengatakan bahwa pengaruh faktor lingkungan yang sengaja adalah pendidikan dan latihan berproses interaktif dengan kemampuan fitrah manusia.

  Dalam pendidikan Islam, hidayah Allah menjadi sumber spiritual sebagai penentu keberhasilan terakhir dari proses ikhtiariah manusia dalam

  19 pendidikan.

  Jika kita perhatikan berbagai pandangan para ulama dan ilmuwan slam yang telah memberikan makna terhadap istilah fitrah maka dapat diambil kesimpulan bahwa fitrah adalah suatu kemampuan dasar perkembangan manusia yang dianugerahkan Allah kepada manusia, komponen-komponen potensial fitrah tersebut adalah: a.

  Kemampuan dasar untuk beragama Islam (ad-dinul qayyimah), dimana faktor iman merupakan inti beragama manusia. Muhammad Abduh, Ibnu Qayyim, Abu A'la al-Maududi berpendapat sama bahwa fitrah mengandung kemampuan asali untuk beragama Islam, karena Islam adalah agama fitrah atau identik dengan fitrah. sedangkan Al-Fikry lebih menekankan para peranan hereditas dari Bapak Ibu yang menentukan keberagamaan anaknya. Faktor keturunan psikologis orang tua merupakan salah satu aspek dari kemampuan dasar manusia itu.

  b.

  Muwahib (bakat) dan qabiliyat (tendensi atau kecenderungan) yang mengacu kepada keimanan kepada Allah. Dengan demikian, fitrah mengandung komponen psikologis yang berupa keimanan tersebut. Karena iman bagi seorang mukmin merupakan élan vitale (daya penggerak utama)

  18 dalam dirinya yang memberi semangat untuk selalu mencari kebenaran hakiki dari Allah.

  c.

  Naluri dan kewahyuan (revilasi). Menurut Prof. Dr. Hasan Langgulung, fitrah dapat dilihat dari dua segi, yakni: pertama, segi naluri, dan yang kedua, dapat dilihat dari segi wahyu Tuhan yang diturunkan kepada Nabi-Nabi-Nya. Jadi, potensi manusia dan agama wahyu itu merupakan satu hal yang tampak dalam dua sisi; ibarat nya mata uang logam yang mempunyai dua sisi yang sama. Mata uang itulah kita ibaratkan fitrah.

  Pof. Dr. Langgulung memandang bahwa sifat-sifat Tuhan (asma al- husna) merupakan potensi yang masing-masing berdiri sendiri. tetapi bila dikombinasikan akan timbul sifat-sifat atau potensi manusia yang jumlahnya

  20 berjuta-juta macam.

  d.

  Kemampuan dasar untuk beragama secara umum, tidak hanya sebatas pada agama Islam. Dengan kemampuan ini manusia dapat dididik menjadi beragama Yahudi, Nasrani atau Majusi. Namun lebih dari pada itu tidak mungkin manusia terdidik menjadi atheis. Pendapat ini diikuti oleh banyak ulama Islam yang berfaham mu'tazilah antara lain Ibnu Sina dan Ibnu Khaldun.

  e.

  Dalam fitrah, tidak ada komponen psikologis apapun, karena fitrah diartikan sebagai kondisi jiwa yang suci, bersih yang terbuka kepada pengaruh eksternal, yang dalam hal ini pada wilayah pendidikan. Kemampuan untuk mengadakan reaksi atau respon (jawaban) terhadap

  21 pengaruh dari luar tidak terdapat dalam fitrah.

  Adapun diantara aspek-aspek fitrah yang saling mempengaruhi antara satu aspek dengan aspek lainnya ialah: a.

  Fitrah adalah faktor kemampuan dasar perkembangan manusia yang dibawa sejak lahir. Hal itu berpusat pada potensi dasar untuk berkembang.

20 Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan, (Jakarta: Bintang Ilmu,

  1998) , 36 b.

  Potensi dasar tersebut berkembang secara menyeluruh (integral) yang menggerakkan seluruh aspek-aspeknya secara mekanistik satu sama lain saling mempengaruhi menuju ke arah tujuan tertentu.

  c.

  Aspek-aspek fitrah merupakan komponen dasar yang bersifat dinamis, responsive terhadap pengaruh lingkungan sekitar, termasuk pengaruh pendidikan. Komponen dasar tersebut meliputi: 1.

  Bakat, yang bisa dikategorikan sebagai suatu kemampuan pembawaan yang potensial mengacu pada perkembangan kemampuan ilmiah dan keahlian dalam berbagai bidang.

  2. Insting atau gharizah, adalah kemampuan berbuat tanpa melalui proses belajar.

  3. Nafsu dan dorongan-dorongannya. Dalam tasawuf dikenal adanya nafsu-nafsu lawwamah yang mendorong ke arah perbuatan mencela, nafsu amarah yang mendorong ke arah perbuatan merusak, nafsu birahi (eros) yang mendorong ke arah perbuatan seksual, nafsu mutmainnah yang mendorong ke arah ketaatan kepada Tuhan.

  4. Karakter atau tabiat manusia merupakan kemampuan psikologis yang terbawa sejak kelahirannya.

  5. Hereditas atau keturunan 6.

  Intuisi, adalah kemampuan psikologis untuk menerima ilham

22 Tuhan.

C. POTENSI YANG DIMILIKI MANUSIA

  Sebelum membahas tentang potensi yang di miliki manusia penulis ingin mengantarkanya terlebih dahulu dengan penjelasan tentang hakekat manusia menurut Islam, yaitu: 1.

  Manusia Sebagai Makhluk Jasmani Dan Rohani Jasad manusia asal mulanya dari tanah, setelah berproses menjadi bentuk manusia dalam Al-Qur'an disebut basyar yakni makhluk fisik biologis. Kebaikan dan kesempurnaannya itu dapat ditinjau dari susunan organ tubuh manusia, terutama susunan syaraf otaknya yang berfungsi sebagai adaptasi dan koordinasi dari semua rangsangan yang diterima oleh panca indera.

  Setelah pembentukan fisik mendekati sempurna dalam bentuk janin, Allah meniupkan rohnya kepada manusia, maka sejak itu pula makhluk itu benar-benar menjadi makhluk jasmani dan rohani yang mulia sehingga para malaikat pun diperintahkan untuk tunduk kepada manusia.

  Adapun tanda-tanda kemuliaan itu tampak dalam tujuan penciptaan yang diberikan dari berbagai sumber daya yang merupakan kelengkapan kehidupan sekitar. Namun semua itu merupakan potensi yang baru bisa berarti setelah dikembangkan, diaktualisasikan melalui proses pendidikan.

  2. Manusia Makhluk Yang Suci Ketika Lahir Manusia di katakan sebagai makhluk yang suci ketika lahir di karenakan ruh manusia berasal dari zat yang maha suci (al-qudus), karena itu manusia sejak lahir sudah memiliki model kesucian dan anak yang lahir tidak membawa dosa turunan.

  Menurut konsep Islam tidak ada seorangpun yang memikul dosa orang lain, disamping itu pula manakala dikaitkan dengan kekhalifahan Nabi Adam diturunkan ke bumi bukan dengan membawa dosa tetapi membawa hikmah besar dalam rangka merealisasikan kekhalifahannya di bumi.

  Meskipun manusia suci ketika lahir bukan berarti ia tidak memiliki potensi apa-apa akan tetapi telah dibekali potensi dasar yang masih perlu di kembangkan sehingga Pandangan yang menyamakan fitrah dengan teori "tabula rasa" nya John Locke, yang menyatakan bahwa manusia lahir tanpa membawa bakat atau potensi apapun perlu diluruskan. karena Menurut Islam justru dengan fitrah itulah manusia memiliki potensi dasar, bahkan dilengkapi dengan sumber daya manusia, meskipun semuanya masih tergantung pada proses pengembangannya.

  3. Manusia Makhluk Etis Religius

  Sebagai makhluk yang suci ketika lahir manusia dibekali fitrah beragama, ia akan selalu dibimbing Tuhan kepada agama yang sesuai fitrahnya yaitu agama tauhid. Agama tauhid ini tidak terbatas pada Islam saja akan tetapi juga termasuk agama-agama yang lain. Oleh karena itu manusia yang tidak beragama tauhid merupakan penyimpangan atas fitrahnya.

  Selain dibekali fitrah beragama manusia juga dibekali fitrah bermoral mendorongnya untuk selalu berkomitmen terhadap nilai-nilai dan norma yang berlaku. Maka dari itu manusia yang paling jahat sekalipun akan lebih suka pada orang yang memiliki etika daripada yang tidak beretika, walaupun dirinya tidak mampu melakukannya.

  Dalam Islam naluri etik (fitrah bermoral) tidak dapat dipisahkan dengan naluri beragama (fitrah beragama) karena Etika moral atau akhlak merupakan esensi dari agama. Sedangkan Islam sebagai agama fitrah tidak hanya sesuai dengan naluri keberagamaan manusia tetapi juga sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan fitrahnya, termasuk sumber daya manusianya sehingga akan membawanya kepada keutuhan dan

  23 kesempurnaan pribadinya.

  Berdasarkan pada hakekat manusia di atas dapat dikatakan bahwa manusia sejak lahir memiliki potensi. Berkaitan dengan potensi yang di miliki manusia Al-Qur'an memperkenalkan dua kata kunci untuk memahami manusia secara komperehensif. Kedua kata kunci tersebut adalah kata al insan dan al basyar. Kata insan yang bentuk jamaknya al nas dari segi semantik berasal dari kata anasa yang mempunyai arti melihat, mengetahui minta izin. Atas dasar ini kata tersebut mengandung petunjuk adanya kaitan substansial antara manusia dengan kemampuan nalar, yakni dengan penalaran nya itu manusia dapat mengambil pelajaran dari apa yang di lihat nya , ia dapat pula mengetahui apa yang benar dan apa yang salah, dan terdorong untuk meminta izin sesuatu yang bukan milik nya.pengertian ini menunjukkan adanya potensi untuk dapat di didik pada diri manusia (makhluk yang dapat di beri pelajaran atau pendidikan).

  Selanjutnya kata insan jika di lihat dari asal katanya nasiya yang berarti lupa, menunjukkan adanya kaitan yang erat antara manusia dengan kesadaran dirinya. Sedangkan di lihat dari asal kata al uns atau anisa dapat berarti jinak. Kata al insan dan al insi keduanya dapat berasal dari satu kata anisa, akan tetapi dalam Al-Qur'an kata al insi selamanya di pakai bersamaan dengan kata al-jinni, sehingga al jinni dapat dapat diartikan sebagai lawan dari kata anisa (jinak). Oleh karena itu makhluk jin dapat di

  24 katakan sebagai makhluk buas.

  Dari beberapa pengertian di atas dapat di peroleh pengertian bahwa manusia pada dasarnya jinak, dapat menyesuaikan diri dengan realitas hidup dan lingkungan yang ada. Manusia memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan yang terjadi dalam kehidupannya, baik perubahan sosial maupun perubahan alamiah. Manusia menghargai tata

  25 aturan etik, sopan santun, dan sebagai makhluk yang berbudaya.

  Adapun kata al-basyr di pakai untuk menyebut semua makhluk, baik laki-laki atau perempuan, individual maupun kolektif. Pemakaian kata basyar di beberapa tempat dalam alQuran seluruhnya memberikan pengertian bahwa yang di maksud dengan kata tersebut adalah anak Adam yang biasa makan dan berjalan di pasar-pasar, dan di dalam pasar-pasar itu mereka saling bertemu atas dasar persamaan. Dengan demikian kata basyar selalu mengacu kepada manusia dari aspek lahiriyah nya yang berupa bentuk tubuh, kebutuhan tubuh dan kondisi tubuh.

  Dengan demikian manusia dalam pengertian basyar ini tergantung sepenuhnya pada alam. Pertumbuhan dan perkembangan fisiknya tergantung pada apa yang dimakan dan diminumnya. Sedangkan manusia dalam pengertian insan mempunyai pertumbuhan dan perkembangan yang sepenuhnya tergantung pada kebudayaan termasuk di dalamnya adalah pendidikan.26

  24 25 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), 81-82 Musa Asy,ari, Manusia Pembentuk Kebudayaan Dalam Al-Qur,an, (Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam, 1992), 20

  Dari beberapa uraian di atas dapat di peroleh gambaran yang jelas, bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki kelengkapan jasmani dan rohani. Dengan kelengkapan jasmaninya, ia dapat melaksanakan tugas- tugas yang memerlukan dukungan fisik. Sedangkan dengan kelengkapan rohaninya ia dapat melaksanakan tugas-tugas yang memerlukan dukungan mental. Selanjutnya agar kedua unsur tersebut dapat berfungsi dengan baik dan produktif, maka perlu di bina dan di berikan bimbingan. Dalam hubungan ini pendidikan amat memegang peranan yang amat penting. Secara garis besarnya potensi tersebut terdiri atas empat potensi utama yang secara fitrah sudah dianugerahkan Allah kepadanya, yaitu : a.

  Hidayat al-Ghariziyat (potensi naluriah) Dorongan ini merupakan dorongan primer yang berfungsi untuk memelihara keutuhan dan kelanjutan hidup manusia. Dorongan tersebut di antaranya:

  Pertama , insting untuk memelihara diri seperti makan, minum,

  penyesuaian tubuh terhadap lingkungan dan sebagainya. Kemudian dorongan yang kedua, yaitu untuk mempertahankan diri. Bentuk dorongan ini dapat berupa nafsu marah, bertahan, atau menghindar dari gangguan yang mengancam, baik yang berasal sesama makhluk maupun dari lingkungan alam. Adapun dorongan yang ketiga , berupa dorongan untuk mengembangkan jenis, dorongan ini berupa naluri seksual. macam dorongan tersebut melekat pada diri manusia secara

  Ketiga

  fitrah dan di peroleh tanpa melalui proses belajar. Karena itu dorongan ini di sebut dorongan naluriah atau dorongan instinktif.

  b.

  Hidayat al-Hassiyat (potensi inderawi) Potensi inderawi erat kaitannya dengan peluang manusia untuk mengenal sesuatu diluar dirinya.melalui alat indera yang dimilikinya, manusia dapat mengenal suara, cahaya, warna, rasa, bau dan aroma maupun bentuk sesuatu. Jadi indera berfungsi sebagai media yang menghubungkan manusia dengan dunia di luar dirinya.

  Potensi inderawi yang umum di kenal terdiri atas indera penglihat, pencium, peraba, pendengar dan perasa. c.

  Hidayat al-aqliyyat (potensi akal) Jika kedua hidayat diatas di miliki oleh setiap makhluk hidup baik manusia maupun hewan, maka hidayat al-aqliyat hanya dianugerahkan Allah kepada manusia. Adanya potensi ini menyebabkan manusia dapat meningkatkan dirinya melebihi makhluk-makhluk lain ciptaan Allah.

  Potensi akal memberi kemampuan kepada manusia untuk memahami simbol-simbol, hal-hal yang abstrak, membandingkan antara yang salah dan benar.selain itu juga mendorong manusia berkreasi dan berinovasi dalam menciptakan kebudayaan serta peradaban.manusia.

  d.

  Hidayat al-Diniyyat (potensi keagamaan) Di dalam diri manusia sejak lahir sudah ada potensi keagamaan yaitu berupa dorongan untuk mengabdi kepada sesuatu yang dianggapnya memiliki kekuasaan yang lebih tinggi. Dorongan untuk mengabdi ini terimplementasi dalam berbagai macam unsur emosi seperti perasaan kagum, perasaan ingin

  27 di lindungi, perasaan takut, perasaan bersalah dan lain-lain.

  Keempat potensi tersebut terangkum dalam potensi dasar manusia yaitu : jasmani, akal nafs dan ruh. Hidayat al gharizziyat dan hassiyat terdapat dalam diri manusia sebagai makhluk biologis (basyr dan nafs). Sedangkan hidayat al aqliyah (akal), dan hidayat al diniyyat termuat dalam ruh. Potensi yang bersifat fitrah ini tampaknya memang menandai karakteristik dasar kehidupan manusia pada umumnya.

D. CARA MENGEMBANGKAN POTENSI MANUSIA

  Dalam uraian di atas, potensi yang dimiliki manusia diistilahkan dengan fitrah. Potensi atau fitrah yang dimiliki manusia pada hakekatnya merupakan kemampuan dasar manusia yang meliputi kemampuan mempertahankan kelestarian hidupnya, kemampuan rasional maupun spiritual. Hanya saja, kemampuan tersebut masih bersifat embrio. Untuk itu diperlukan berbagai potensi tersebut secara aktif. Upaya efektif untuk maksud tersebut adalah melalui media pendidikan.

  Pendidikan dalam prespektif pendidikan Islam merupakan sarana untuk membantu peserta didik dalam upaya mengangkat, mengembangkan, dan mengarahkan potensi pasif yang dimilikinya menjadi potensi aktif yang dapat teraktualisasi dalam kehidupannya secara maksimal. Dimensi ini memberi pengertian bahwa dalam konteks ini pendidikan bukan sarana yang berfungsi sebagai indoktrinasi pembentukan corak dan warna kepribadian peserta didik sebagaimana yang diinginkan oleh pendidik atau sistem pendidikan yang ada. Akan tetapi, pendidikan berfungsi sebagai fasilitator berkembangnya potensi peserta didik secara aktif sesuai dengan sunatullah-

  28 Nya masing-masing dan utuh, baik potensi fisik maupun psikis.

  Disisi lain, setelah keseluruhan dimensi potensi tersebut mampu dimunculkan secara aktif dan dinamis, maka pendidikan harus mampu menjadi alat kontrol, baik sebagai kekuatan moral religius maupun moral sosial terhadap dinamika kekuatan perkembangan potensi yang dimiliki peserta didik. Dengan kekuatan kontrol ini, pendidikan akan dapat meredam dan meminimalisir faktor-faktor yang dapat mempengaruhi potensi peserta didik out of system dari nilai-nilai moral religius maupun sosial kehidupan manusia di muka bumi. Oleh karena itu dengan kekuatan yang ada dalam potensi manusia menjadikan manusia menjadi wakil Allah (Khalifah Allah) dimuka bumi. Dengan akalnya, manusia mampu mengelola dan memanfaatkan alam semesta untuk kelangsungan hidupnya dan mampu membaca dan mengenali atribut-atribut Ilahiyah. Namun, karena manusia tidak menciptakan atribut-atribut tersebut dan bersifat tidak sempurna sebagaimana kesempurnaan Allah, maka kepada manusia diturunkan agama untuk menuntun manusia agar berada di jalan tuhannya, mengenal atribut- atribut Ilahiyah, dan sekaligus tunduk pada aturan-aturan universal-Nya yang Agung.

  Untuk itu didalam pandangan pendidikan Islam, agar potensi manusia mampu teraktualisasi sesuai dengan nilai-nilai ilahiyah, maka pada dasarnya pendidikan berfuingsi sebagai stimulasi bagj perkembangan dan pertumbuhan 28 potensi manusia seoptimal mungkin ke arah penyempurnaan dirinya, baik sebagai abdi maupun sebagai khalifah di bumi.

  Agar dapat terlaksananya tugas tugas manusia sebagai makhluk individu sebagai abdi dan mahluk sosial sebagai khalifah di bumi,maka proses pendidikan Islam harus mampu menyentuh kedua dimensi manusia secara padu dan harmonis, yaitu dengan jalan mengembangkan dan memenuhi kebutuhan kedua dimensi peserta didik.

  Implikasi dari pernyataan diatas memberikan nuansa bahwa wacana pendidikan Islam merupakan sarana bagi pengembangan potensi manusia seoptimal mungkin. Dengan demikian, manusia sangat memerlukan pendidikan, baik formal, informal, maupun non formal.

  Maka dari itu pengembangan berbagai potensi manusia dapat dilakukan dengan kegiatan belajar, yaitu melalui institusi-institusi belajar yang dimaksud tidak harus melalui pendidikan di sekolah saja, tetapi juga dapat dilakukan diluar sekolah, baik dalam keluarga maupun masyarakat, dan

  29 lewat institusi sosial yang ada.

  Dari pemaparan diatas dapat diketahui akan potensi manusia menurut pendidikan Islam adalah manusia telah dibekali dengan potensi dasar berupa jasmani (pendengaran, penglihatan), akal, ruh yang masih perlu pengembangan untuk bekal hidupnya semenjak kelahirannya.

  Pengembangan ini dipengaruhi oleh lingkungan keluarga masyarakat, sekolah. Proses pengembangan ini akan berlangsung seumur hidup dan bertujuan untuk menghambakan diri kepada Allah SWT. Jadi potensi dasar tersebut dipengaruhi oleh lingkungan (faktor eksternal). Dalam proses pengembangan potensi pendidikan Islam juga meletakkan prinsip kebebasan dan demokrasi yang memungkinkan manusia untuk berkreasi mengembangkan potensinya, akan tetapi kebebasan ini terikat dengan norma atau aturan yang berlaku di lingkungan masyarakatnya dan norma agama.

DAFTAR PUSTAKA

  Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 2005 Zamroni, Paradigma Pendidikan Nasional, Yogyakarta: Bayu Indra Grafika,

  2000 Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Pelajar, 2005 Departemen Agama RI, Al Qur'an Dan Terjemahannya, Surabaya:Mahkoa,1990 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, Bandung: Rosdakarya, 2002 Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur'an,

  Jakarta: Rineka Cipta, 1994 Al Imam Zainuddin Ahmad Bin abdul Latif Az Zabidi Terjemah Cecep Samsul

  Hari, Ringkasan shahih al bukhori, Bandung: Mizan, 1997 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2003 Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan, Jakarta: Bintang

  Ilmu, 1998 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005 Musa Asy,ari, Manusia Pembentuk Kebudayaan Dalam Al-Qur,an, Yogyakarta:

  Lembaga Studi Filsafat Islam, 1992 Abuddin nata, filsafat pendidikan Islam, Jakarta; logos wacana ilmu, 1997 Samsul Nizar, Dasar-Dasar Pemkiran Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media

  Pratama, 2001 Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Trigendakarya, 1993

Dokumen yang terkait

A. PENDAHULUAN - TANAH PERTANIAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

0 0 8

PENDEKATAN INTEGRALISTIK PENDIDIKAN AGAMA PADA SEKOLAH (Reformulasi Filsafat Pendidikan Islam) Oleh: Rima Umaimah Abstrak - PENDEKATAN INTEGRALISTIK PENDIDIKAN AGAMA PADA SEKOLAH (Reformulasi Filsafat Pendidikan Islam)

0 0 13

Key Word : Metode, Tren, Modern, Al- Qur`ân Pendahuluan - METODOLOGI DAN TREN TAFSIR MODERN

0 1 24

Kata kunci: Epistemologi, Manajemen, Pendidikan Islam, al-Qur‟an PENDAHULUAN - LANDASAN EPISTEMOLOGIS MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM DALAM AL-QUR’AN DAN HADIT

0 0 28

OPTIMASI SUMBER KARBON DAN KONDISI FERMENTASI PRODUKSI SELULOSA OLEH STRAIN BAKTERI Acetobacter lovaniensis (MGA 6, SLK 1) Risa Umami Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Mataram Abstrak - View of Optimasi Sumber Karbon Dan Kondisi Fermentasi Produksi

0 0 13

Kata kunci: kompensasi, motivasi, kinerja. Pendahuluan - Kompensasi Sebagai Motivator Dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan

0 0 15

Kata kunci: Pendekatan dakwah, Rahmatan Lil „Alamin, Materi PAI PENDAHULUAN - PENDEKATAN DAKWAH RAHMATAN LIL ‘ALAMIN DALAM STUDI MATERI PA

0 0 14

Kata kunci: Kinerja Sumber Daya Manusia, Komitmen, Disiplin, Motivasi A. PENDAHULUAN - PENINGKATAN KINERJA SUMBER DAYA MANUSIA MELALUI MOTIVASI, DISIPLIN DAN KOMITMEN

1 3 10

Kata Kunci: Nalar Politik Arab, Abed Al-Jabiri A. PENDAHULUAN - KONSEP NALAR POLITIK ARAB MENURUT MUHAMMAD ABED AL-JABIRI

0 0 12

A. PENDAHULUAN - PENGEMBANGAN LAYANAN INFORMASI KARIR BERBASIS AJARAN ISLAM UNTUK MENINGKATKAN ASPIRASI KARIR SISWA DI SMAN 1 NGADIROJO

0 0 10