ANALISIS PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM TERHADAP PUTUSAN BEBAS PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN KORBAN ANAK (Studi Putusan No: 51/Pid.Sus/2016/PN.Kbu)

  

ABSTRAK

ANALISIS PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM TERHADAP PUTUSAN

BEBAS PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN KORBAN ANAK

(Studi Putusan No:51/Pid.Sus/2016/PN.Kbu)

Oleh

  

Rima Ayu Safitri, Heni Siswanto, Rini Fathonah

Email

  Pengadilan sebagai pilar utama dalam penegakan hukum dan keadilan serta proses pembangunan peradaban bangsa. Putusan hakim merupakan aspek penting dan diperlukan untuk menyelesaikan perkara pidana.Pencabulan merupakan salah satu bentuk tindak pidana yang terjadi didalam kehidupan sosial.Pada tanggal

  23Februari 2016 terdakwa Febri Anggara alias Angga umur 25 tahun telah melakukan tindak pidana pencabulan terhadap seorang pelajar SMA berinisial Si (17). Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah yang menjadi dasar pertimbangan hukum Hakim dalam menjatuhkan putusan bebas terhadap pelaku tindak pidana pencabulan terhadap anak, apakah putusan yang dijatuhi oleh Hakim telah memenuhi rasa keadilan.Jenis penelitian yang digunakan menggunakan pendekatan masalah yaitu pendekatan secara yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan masalah yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan, teori-teori, dan konsep-konsep yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara Studi Kepustakaan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif.Berdasarkan hasil penlitian dan pembahasan diketahui bahwa dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana pencabulan terhadap anak dalam putusan No:51/Pid.Sus/2016.PN.Kbu, berdasarkan fakta-fakta dan bukti yang sah di persidangan terdakwa tidak memenuhi salah satu unsur dari pasal yang didakwakan oleh JPU sehingga hakim memutus bebas terdakwa.Bahwa putusan yang diatuhi oleh Hakim belum memenuhi keadilan yang berdasarkan keadilan secara subtantif yang didasarkan padanilai-nilai yang lahir dari sumber hukum yang responsif sesuai hati nurani.Berdasarkan simpulan diatas, maka penulis menyarankan Hakim yang menangani tindak pidana pencabulan di masa yang akan datang untuk lebih cermat dan tepat dalam menjatuhkan putusan.

  Kata kunci: putusan hakim, pencabulan, anak.

  

ABSTRACT

AN ANALYSIS OF JUDGES’ CONSIDERATIONS AGAINTS

PERPETRATOR OF OBSCENITY ON CHILDREN

(A Judge Study No. 51/Pid.Sus/2016/PN.Kbu)

  By Rima Ayu Safitri, Heni Siswanto, Rini Fathonah

  Email: Courts play an important role as the main pillars in law enforcement and justice system and in the process of establishing national civilization. The judges' decision is an important and necessary aspect to resolve a criminal case. Obscenity is one form of criminal acts occured in social life. On February 23, 2016 the defendant Febri Anggara alias Angga aged 25 (twenty five) has committed a criminal offense against a high school student with initials Si (17). The problem in this research was the basic considerations of the judges in imposing a free decision against the perpetrator of obscenity on children, and whether or not the verdict has fulfilled the sense of justice yet. The approach used in this research was normative approach. It is an approach based on legislation, theories, and concepts related to the issues of study. The data collection technique in this research was done through library research. The data were then analyzed qualitatively. Based on the result and the discussion of the research, it is found that the basis of judges' consideration in imposing punishment against the perpetrator of obscenity on children in the decision No. 51/ Pid.Sus/2016.PN.Kbu, in accordance with the facts and valid evidence during the trial, the defendant did not meet one element of the articles charged by the prosecutor so that the judges freed the defendant. The judges' verdict has not fulfilled the substantive of justice which based on values born out of a responsive legal source according to the conscience. Based on the above conclusions, the author suggest and expect that the judge handling future criminal acts of obscenity to be more precise and accurate in handling the verdict.

  Keywords: judges’ decision, obscenity, children.

I. PENDAHULUAN

  Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum, segala sesuatu hal tidak terlepas dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila suatu kegiatan atau perbuatan melanggar ketentuan peraturan maka si pelanggarnya akan dikenakan suatu sanksi menurut peraturan yang dilanggarnya. Hukum pada dasarnya memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, karena hukum bukan hanya menjadi parameter untuk keadilan, keteraturan, ketentraman dan ketertiban, tetapi juga untuk menjamin adanya kepastian hukum.

  dengan keadilan,. Setiap hukum yang dilaksanakan ada tuntutan untuk keadilan, maka hukum tanpa keadilan akan sia-sia sehingga hukum tidak lagi berharga di hadapan masyarakat, hukum bersifat objektif berlaku bagi semua orang, sedangkan keadilan bersifat subjektif, maka menggabungkan antara hukum dan keadilan itu bukan merupakan suatu hal yang gampang. Sesulit apapun hal ini harus dilakukan demi kewibawaan negara dan peradilan, karena hak-hak dasar hukum itu adalah hak-hak yang diakui oleh peradilan.

  penegakan hukum dan keadilan serta proses pembangunan peradaban bangsa. Tegaknya hukum dan keadilan serta penghormatan terhadap keluhuran nilai kemanusiaan menjadi prasyarat tegaknya martabat dan integritas 1 Andi Hamzah. 2001.Bunga Rampai Hukum

  Pidana dan Acara Pidana .Jakarta. Ghalia Indonesia.hlm. 14. 2 Agus Santoso. 2012.Hukum, Moral & Keadilan. Jakarta. Kencana Prenada Media

  negara.Dan hakim sebagai aktor utama atau figur sentral dalam proses peradilan senantiasa dituntut untuk mengasah kepekaan nurani, memelihara integritas, kecerdasan moral dan meningkatkan profesionalisme. Wewenang dan tugas hakim yang yang tinggi, sehingga putusan pengadilan yang diucapkan dengan

  irah-irah

  “Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” menunjukan kewajiban menegakan hukum, kebenaran dan keadilan itu wajib dipertanggungjawabkan.

  3 Tindak pidana sebagai fenomena sosial

1 Hukum sangat erat hubungannya

  bukan merupakan hal yang terjadi secara tidak sengaja atau hanya kebetulan belaka, karena pada dasarnya pelaku tindak pidana melakukan tindakan melawan hukum tersebut dipicu oleh berbagai faktor penyebab.Tindak pidana merupakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang dan patut dipidana sesuai dengan kesalahannya sebagaimana dirumuskan dalam Undang-Undang..

  4 Pencabulan merupakan salah satu

  bentuk tindak pidana yang terjadi didalam kehidupan sosial. Salah satu perkara tindak pidana pencabulan dalam putusan Nomor: 51/Pid.Sus/2016/PN. Kbu dengan terdakwa Febri Anggara alias Angga Bin Heri Nugroho 25 (dua puluh lima) tahun yang melakukan Tindak Pidana Pencabulan terhadap anak di Kotabumi, Lampung Utara. Jaksa Penutut Umum menyatakan terdakwa Febri Anggara Alias Angga 3 Jimly Asshidiqie.2014.Peradilan Etika dan Etika Konstitusi. Jakarta. Sinar Grafika. hlm.

2 Pengadilan sebagai pilar utama dalam

  158. 4 Andi Hamzah. 2001.Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana .Jakarta. Ghalia Bin Heri Nugroho terbukti bersalah melakukan tindak pidana “Persetubuhan terhadap Anak dibawah Umur” sebagaimana terdakwa telah didakwa oleh penuntut umum dengan dakwaan alternatif ke 2 melanggar Pasal 81 ayat (2) UU RI No 35 Tahun 2014 tentang 2002 tentang Perlindungan Anak.

  Terdakwa telah ditutut oleh Jaksa Penuntut Umum dengan dakwaan yang berbentuk alternatif dengan dakwaan Kesatu Pasal 81 ayat (1) Jo Pasal 76D UU No 35 Tahun 2014 Perlindungan Anak atau Kedua melanggar Pasal 81 ayat (2) UU No 35 Tahun 2014 Perlindungan Anak atau Ketiga melanggar Pasal 82 ayat (1) Jo Pasal

  76E UU No

  35 Tahun 2014 Perlindungan Anak. Jaksa penuntut umum menuntut agar majelis hakim menjatuhakan pidana terhadap Terdakwa berupa pidana penjara selama 11 (sebelas) tahun dan pidana denda sebesar Rp60.000.000.000,00- (enam puluh juta) subsidair 2 (dua) bulan kurungan. Majelis Hakim menjatuhkan putusan terhadap terdakwa yaitu menyatakan terdakwa Febri Anggara Alias Angga Bin Heri Nugroho tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan yang didakwakan oleh Jaksa Penutut Umum kepadanya, membebaskan terdakwa, memerintahkan terdakwa dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan ini diucapkan, memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabat, memerintahkan agar terdakwa dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan ini diucapkan.

  Putusan hakim ini sangat jauh berbeda dengan dakwaan yang disampaikan oleh Jaksa Penutut Umum (JPU). Pelaku tindak pidana pencabulan seharusnya mendapatkan hukuman paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun sesuai dengan ketentuan Pasal 81 ayat (1) UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, tetapi pada bebas Febri Anggara alias Angga Bin Heri Nugroho dari segala tuntutan hukum atas dakwaan tindak pidana pencabulan terhadap anak dalam putusan Nomor 51/Pid.Sus/2016/PN.Kbu.

  Kesenjangan yang terjadi dalam putusan tersebut mengakibatkan tidak terpenuhinya hak anak sebagai korban. Perlindungan terhadap anak untuk mendapatkan perlakuan dan kesempatan yang sesuai dengan kebutuannya dalam berbagai bidang kehidupan, sehingga dalam melaksanakan upaya perlindungan terhadap hak anak oleh pemerintah harus didasarkan pada prinsip Hak Asasi Manusia yaitu penghormatan, pemenuhan dan perlindungan atas hak anak. secara substantif telah diatur didalam Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

  5 Putusan hakim ini selain berdampak

  terhadap anak dapat juga berdampak pada timbulnya pandangan negatif masyarakat terhadap hakim dan pengadilan.Pandangan negatif masyarakat terhadap hakim dapat dihindari dengan memutus perkara secara adil dan teliti, sehingga tidak menimbulkan kesenjangan terhadap suatu putusan. 5 LPM Bursa UNISNU Jepara, Upaya

  Perlindungan Hukum bagi Anak sebagai Korban Kekerasan Seksual , diakses dari http;/www.lpmbursa.com, pada tanggal 28 Memperhatikan latar belakang yang telah diuraikan, terjadi kesenjangan antara putusan hakim dengan dakwan yang di dakwa oleh jaksa penuntut umum, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan membuat skripsi dengan judul “ Analisis Pelaku Tindak Pidana Pencabulan Korban Anak (Studi Kasus Perkara No : 51/Pid.Sus/2016/PN.Kbu)”.

  Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan sebelumnya, maka penulis dapat merumuskan permasalahan yaitu: a.

  Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hukum Hakim dalam menjatuhkan putusan bebas terhadap pelaku tindak pidana pencabulan terhadap anak? b. Apakah putusan yang dijatuhi oleh

  Hakim telah memenuhi rasa keadilan subtantif? Jenis penelitian yang digunakan menggunakan pendekatan masalah yaitu pendekatan secara yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan masalah yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan, teori-teori, dan konsep-konsep yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara Studi Kepustakaan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif.

  Berdasarkan hasil penelitian penjatuhan putusan oleh Majelis hakim adalah berdasarkan pertimbangan- pertimbangan hukum yang ada dengan melihat dari sudut pandang hakim dalam menilai, menyikapi serta memberi pandangan terhadap kasus sendiri.

  Hakim memberikan keputusannya mengenai hal-hal sebagai berikut:

  6 1.

  Keputusan mengenai peristiwanya, yaitu apakah terdakwa telah melakukan perbuatan yang dituduhkan kepadanya, dan kemudian 2. Keputusan mengenai hukumannya, yaitu apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa itu merupakan suatu tindak pidana dan apakah terdakwa bersalah dan dapat dipidana, dan akhirnya

  3. Keputusan mengenai pidannya, apabila terdakwa memang dapat dipidana. Lazimnya, dalam praktik peradilan pada putusan hakim sebelum pertimbangan- pertimbangan hukum dibuktikan dan di pertimbangkan maka hakim terlebih dahulu akan menarik fakta-fakta dalam persidangan yang timbul dan merupakan konklusi kumulatif dari keterangan para saksi, keterangan terdakwa dan barang bukti yang diajukan dan diperiksa di persidangan. Fakta-fakta yang terungkap ditingkat penyidikan hanyalah berlaku sebagai hasil pemeriksaan sementara (voor

  onderzoek), sedangkan fakta-fakta yang

II. PEMBAHASAN A. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Bebas Terhadap Pelaku Tindak Pidana pencabulan dalam Putusan No: 51/Pid.Sus/2016/PN.KBU

  terungkap dalam pemeriksaan sidang (gerechielijk onderzoek) yang menjadi

  6 Sudarto. 2006. Kapita Selekta Hukum Pidana. dasar-dasar pertimbangan bagi putusan pengadilan.

  Umum dengan dakwaan yang berbentuk alternatif, sehingga Majelis Hakim dengan memperhatikan fakta-fakta mempertimbangkan terlebih dahulu dakwaan alternatif Kesatu sebagaimana diatur dalam Pasal 81 ayat (1) jo Pasal

  76D UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 64 KUHP, yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut: 1.

  Setiap Orang; 2. Melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain; 3. Sebagai suatu perbuatan berlanjut;

  Majelis Hakim berpendapat persetubuhan adalah peraduan antara kemaluan laki-laki dan perempuan dimana kemaluan laki-laki masuk kedalam kemaluan perempuan meskipun tidak sampai terjadi ejekulasi atau mengeluarkan air mani pada diri laki-laki tersebut. berdasarkan fakta- fakta hukum yang ditemukan di dalam persidangan bahwa setelah mengobrol sebentar dengan saudara Aan, Saksi Korban meminjam kamar saudara Aan dengan alasan untuk berdandan dan minta ditemani Terdakwa karena takut sendirian, kemudian anak saksi Korban dan Terdakwa masuk ke kamar saudara Aan kemudian di dalam kamar tersebut Terdakwa menyetubuhi saksi Korban dengan cara Terdakwa mencium bibir anak saksi Korban, memegang payudaranya kemudian memasukkan alat kelaminnya (penisnya) kedalam kelamin (vagina) anak saksi Korban. 7 Harun M Husein. 2005. Surat dakwaan teknik penyusan, fungsi dan permasalahan .

  Terdakwa juga pernah melakukan hubungan suami istri dengan anak saksi Korban ketika berada di Jalan Desa Tanjung Arum Desa Trimodadi Kecamatan Abung Selatan Kabupaten Lampung Utara dalam mobil L300 sekitar bulan Desember 2015, Terdakwa “Mau gak saya ajakin gituan lagi”, dan anak saksi Korban menjawab, “Disini?”, lalu Terdakwa berkata, “Iya, disini kan sepi jalannya”, dan anak saksi Korban menjawab, “Ya udah”, dan pada saat itu anak saksi Korban membuka celananya sendiri dan Terdakwa juga kemudian Terdakwa memasukkan alat kelamin (penis) Terdakwa kedalam alat kelamin (Vagina) anak saksi Korban, kemudian yang ketiga kalinya Terdakwa menyetubuhi anak saksi Saksi Korban di akhir bulan Desember 2015 di dalam mobil L300 yang saat itu sedang melintas di Jalan Desa Kemalo Abung Kabupaten Lampung Utara.

7 Terdakwa telah didakwa oleh Penuntut

  Berdasarkan keterangan anak saksi Saksi Korban dan keterangan Terdakwa dihubungkan dengan Surat Visum Et Repertum dari Rumah Sakit Hi. Muhammad Yusuf Nomor: 001/VER/RS HMY/II/2016 tanggal 9 Maret 2016 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Hj. Sri Haryati, M.Kes dan diketahui dr. I Wayan Surya Wibowo, MMR bahwa Terdakwa tidak melakukan kekerasan ataupun ancaman kekerasan untuk memaksa anak saksi Saksi Korban melakukan persetubuhan dengannya.

  Berdasarkan fakta-fakta di persidangan Terdakwa tidak memenuhi unsur “Melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain” sehingga dengan tidak terpenuhinya salah satu untur pasal ini maka Majelis Hakim tidak akan mempertimbangkan lagi unsur ketiga dalam dakwaan kesatu Penuntut Umum tersebut. Majelis Hakim akan mempertimbang- kan dakwaan alternatif kedua sebagaimana diatur dalam Pasal 81 ayat Perlindungan Anak jo Pasal 64 KUHP, yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut: 1.

  Setiap Orang; 2. Dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain; 3. Sebagai suatu perbuatan berlanjut;

  Majelis Hakim berpendapat persetubuhan adalah peraduan antara kemaluan laki-laki dan perempuan dimana kemaluan laki-laki masuk kedalam kemaluan perempuan meskipun tidak sampai terjadi ejekulasi atau mengeluarkan air mani pada diri laki-laki tersebut. berdasarkan fakta- fakta hukum yang ditemukan di dalam persidangan bahwa setelah mengobrol sebentar dengan saudara Aan, Saksi Korban meminjam kamar saudara Aan dengan alasan untuk berdandan dan minta ditemani Terdakwa karena takut sendirian, kemudian anak saksi Korban dan Terdakwa masuk ke kamar saudara Aan kemudian di dalam kamar tersebut Terdakwa menyetubuhi saksi Korban dengan cara Terdakwa mencium bibir anak saksi Korban, memegang payudaranya kemudian memasukkan alat kelaminnya (penisnya) kedalam kelamin (vagina) anak saksi Korban.

  Terdakwa juga pernah melakukan hubungan suami istri dengan anak saksi Korban ketika berada di Jalan Desa Tanjung Arum Desa Trimodadi Kecamatan Abung Selatan Kabupaten

  Lampung Utara dalam mobil L300 sekitar bulan Desember 2015, Terdakwa berkata kepada anak saksi Korban, “Mau gak saya ajakin gituan lagi”, dan anak saksi Korban menjawab, “Disini?”, lalu Terdakwa berkata, “Iya, disini kan sepi jalannya”, dan anak saksi Korban menjawab, “Ya udah”, dan pada saat itu anak saksi Korban membuka celananya sendiri dan Terdakwa juga kemudian memasukkan alat kelamin (penis) Terdakwa kedalam alat kelamin (Vagina) anak saksi Korban, kemudian yang ketiga kalinya Terdakwa menyetubuhi anak saksi Saksi Korban di akhir bulan Desember 2015 di dalam mobil L300 yang saat itu sedang melintas di Jalan Desa Kemalo Abung Kabupaten Lampung Utara. Berdasarkan keterangan anak saksi Saksi Korban dan keterangan Terdakwa dihubungkan dengan Surat Visum EtRepertum dari Rumah Sakit Hi. Muhammad Yusuf Nomor: 001/VER/RS HMY/II/2016 tanggal 9 Maret 2016 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Hj. Sri Haryati, M.Kes dan diketahui dr. I Wayan Surya Wibowo, MMR bahwa Terdakwa tidak melakukan kekerasan ataupun ancaman kekerasan untuk memaksa anak saksi Saksi Korban melakukan persetubuhan dengannya.

  Berdasarkan fakta-fakta di persidangan Terdakwa tidak memenuhi unsur “dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain” ini tidak terpenuhi dari perbuatan Terdakwa maka Majelis Hakim tidak akan mempertimbangkan unsur ketiga dalam dakwaan kedua Penuntut Umum tersebut. Apabila salah satu unsur tidak terpenuhi atau tidak terbukti yaitu unsure ke- 2(dua) adalah melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, maka dalam hal ini bearti terdakwa haruslah dinyatakan

  pasal 81 ayat (1) jo Pasal 76D UU No

  35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak tersebut tidak dapat terpenuhi oleh perbuatan terdakwa. Dan unsur yang kedua (dua) adalah dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, maka dalam hal ini berarti terdakwa haruslah dinyatakan bebas, dikarenakan salah satu dari unsur

  Pasal 81 ayat (2) UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak tersebut tidak dapat terpenuhi oleh perbuatan terdakwa dan Majelis Hakim tidak akan mempertimbangkan unsur ketiga dalam

  Pasal 82 ayat (1) jo Pasal 76E UU No

  35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Jadi untuk membuktikan bahwa terdakwa tidak bersalah yaitu terdakwa tidak memenuhi salah satu unsure dari pasal yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum.

  Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan bebas terhadap terdakwa menurut penulis yaitu fakta hukum di persidangan, fakta tersebut didapatkan dari segala sesuatu yang terbukti dipersidagan.Jadi hakim dalam menjatuhkan putusan berdasarkan fakta.Jaksa Penuntut Umum dianggap tidak mampu membuktikan dakwaannya, tidak terbukti karena salah satu unsure dakwaan tidak terbukti.Atas dasar hal tersebut diatas, maka hakim menjatuhkan putusan bebas terhadap terdakwa.

  B. Keadilan Subtantif Dalam Putusan Pengadilan Negeri perkara No. 51/Pid.Sus/2016/PN.Kbu

  Bagi kebanyakan orang keadilan adalah prinsip umum, bahwa individu-individu sepantasnya mereka terima. Sebagian menyebutnya dengan istilah legal justice atau keadilan hukum yang merujuk pada pelaksanaan hukum menurut perinsi-prinsip yang dientukan dalam Negara hukum.Ada pula istilah social justice atau keadilan sosial yang didefin isikan sebagai konsepsi- konsepsi umum mengenai social firmness atau keadilan sosial yang mungkin dapat dan mungkin tidak berselisih dengan konsepsi keadilan individu atau keadilan secara umum.

  8 Keadilan hukum (legal justice) adalah

  keadilan berdasarkan hukum dan perundang-undangan, dalam arti hakim hanya memutuskan perkara hanya berdasarkan hukum positif dan peraturan perundang-undangan.Hakim dalam menegakan keadilan hanya sebagai pelaksana undang-undang belaka, hakim tidak perlu mencari sumber-sumber hukum diluar hukum yang tertulis.

  Keadilan moral (moral justice) dan keadilan sosial (social justice) diterapkan hakim dengan pernyataan bahwa : ”hakim harus menggali nilai- nilai hukum yang hidup dalam masyarakat” (Pasal 5 ayat (1) Undang- Undang Nomor 48 tahun 2009). Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat (the living law) yang tentunya sesuai pula atau pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam 8 Agus santoso. 2012.Hukum, moral,& keadilan. masyarakat (social justice). Keadilan yang dimaksudkaan disini bukanlah proseduril, akan tetapi keadilan subtantif yang sesuai dengan hati nurani hakim. Keadilan substantif dimaknai sebagai aturan-aturan hukum substantif, dengan tanpa melihat kesalahan-kesalahan prosedural yang tidak berpengaruh pada hak-hak substantif penggugat. Ini berarti bahwa apa yang secara formal- prosedural benar bisa saja disalahkan secara materiil dan substansinya melanggar keadilan. Dengan kata lain, keadilan substantif bukan berarti hakim harus selalu mengabaikan bunyi undang-undang. Melainkan, dengan keadilan substantif berarti hakim bisa mengabaikan undang-undang yang tidak memberi rasa keadilan, tetapi tetap berpedoman pada formal-prosedural Undang-Undang yang sudah memberi rasa keadilan sekaligus menjamin kepastian hukum.

  Prinsip keadilan subtantif dilihat dalam teori Gustav Radbruch yang mengemukakan suatu putusan yang ideal harus memuat idée des rech, yang meliputi 3 unsur yaitu keadilan (gerechtigkleit), kepastian hukum (rechtsicherheit), dan kemanfaatan (zwechtmassigkeit). Hakim dalam memutuskan suatu perkara, secara kasuistis, selalu dihadapkan pada ketiga asas tersebut, yaitu asas kepastian hukum, asas keadilan dan asas kemaanfaatan.ketiga asas tersebut harus dilaksanakan secara kompromi, yaitu dengan cara menerapkan ketiga-tiganya secara berimbang atau proporsional,

  9

  sehingga tidak perlu mengikuti asas 9 Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo. 1993.Bab-

  bab Tentang Penemuan Hukum . Citra Aditya

  prioritas yang kasuisitas atau sesuai dengan kasus yang dihadapi. Saat hakim menjatuhkan putusan yang lebih dekat mengarah kepada asas kepasstian hukum, maka secara otomatis hakim akan menjauh dari titik menjatuhakanputusan lebih dekat mengarah kepada keadilan, maka secara otomatis pula hakim akan menjauhi titik kepastian hukum. Di sinilah letak batas- batas kebebasan hakim, di mana hakim hanya dapat bergerak di antara 2 (dua) titik pembatas tersebut..

  10 Jika dikaitkan dengan putusan Pengadilan Negeri Kotabumi No.

  51/Pid.Sus/2016/PN.Kbu dalam unsur keadilan Majelis Hakim tidak memutuskan berdasarkan keadilan karena majelis hakim dalam pertimbangannya tidak memenuhi semua alat bukti yang sesuai dengan fakta dan keadaan dalam persidangan dan lebih membela kepentingan terdakwa.Dalam hal ini Majelis Hakim pada putusan Pengadilan Negeri Kotabumi belum menerapkan unsur keadilan yang berdasarkian keadilan secara subtantif yang didasarkan pada nilai-nilai yang lahir dari sumber- sumber hukum yang responsive sesuai hati nurani.

  Unsur yang kedua yaitu kepastian hukum yaitu hukum harus dilaksanakan dan ditegakan secara tegas bagi peristiwa konkret dan tidak boleh ada penyimpangan.Namun, Pada putusan Pengadilan Negeri Kotabumi majelis hakim dalam pertimbangannya telah 10 Lintong O. Siahaan. 2006. Peran Hakim

  Agung Dalam Penemuan Hukum dan Penciptaan Hukum Pada Era Reformasi dan Transformasi . Majalah Hukum Varia Peradilan Tahun ke XXI No. 252 .Ikahi . Jakarta. hlm 65- secara tegas menangani peristiwa yang dihadapkan nya dengan menjatuhkan putusan terhadap terdakwa dengan memberikan putusan bebas.Majelis Hakim dalam pertimbangannya tidak memutuskan secara tegas dan telah melakukan penyimpangan hukum dengan menjatuhkan terdakwa dengan putusan bebas. Unsur yang terakhir yaitu unsur kemanfaatan bergerak di antara 2 (dua) asas keadilan kepastian hukum, dan asas kemanfaatan ini lebih melihat kepada tujuan dan kegunaan dari hukum itu kepada masyarakat.Pada putusan Pengadilan Negeri Kotabumi Hakim tidak memberikan kemanfaatan kepada masyarakat karena majelis hakim dalam perkara ini tidak berdasarkan keadilan dan kepastian hukum dalam memutus perkara yang diajukan kepadannya sehingga majelis hakim membenarkan yang salah dengan memutus terdakwa dengan putusan bebas. Kepastian hukum bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum kepada yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang. Sementara itu masyarakat mengharapkan ada kepastian hukum, karena dengan ada kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan ketertiban hukum.

  Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan harus mempertimbangkan hal- hal yang memberatkan terdakwa bukan hanya dari sisi yang meringankan terdakwa saja, jika kita melihat dari sisi perlindungan anak disini hak-hak anak lah yang terabaikan.Perlindungan anak 11 Sudikno mertokusumo. 1993.Mengenal hukum yang diberikan oleh Negara harus dapat menjamin terpenuhinya hak-hak anak secara optimal demi terwujudnya keadilan dan kesejahteraan bagi anak.Namun, perlindungan yang diberikan hendaknya sesuai dengan asas dan prinsip dasar kemanusiaan serta perlindungan yang diberikan tidaklah melanggar hak-hak orang lain dan juga tidak melanggar hak-hak orang lain dan juga tidak melanggar norma agama sebagai norma yang harus dijunjung tinggi kemurnian ajarannya.

  12 Selanjutnya ketentuan Pasal tersebut,

  memberikan makna kepada hakim sebagai organ utama dalam suatu pengadilan dan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman yang dianggap memahami hukum, untuk menerima, memeriksa, mengadili suatu perkara, sehingga demikian wajib hukumnya bagi hakim untuk menemukan hukumnya dengan menggali hukum yang tidak tertulis untuk memutuskan suatu perkara berdasarkan hukum sebagai seorang yang bijaksana dan bertanggung jawab.

  13 III. PENUTUP

  A. Simpulan

  Berdasarkan hasil penelitian penulis terhadap putusan Pengadilan Negeri Kotabumi Nomor Perkara: 51/Pid.Sus/2016/PN.Kbu yaitu Analisis Dasar Pertimbangan Hukum Hakim dalam Penjatuhan Putusan Bebas Terhadap Pelaku Pencabulan Terhadap 12 Kinkin mulyati. Hak dan kewajiban anak

11 Penulis berpendapat bahwa seharusnya

  menurut udang-undang nomor 23 tahun 2002 dalam prespektif hukum islam. Kinkin- mulyati.blogspot.co.id. pkl 23.56 13 Yudha Bhakti Ardiwisastra. 2000.Penafsiran dan Konstruksi Hukum . Alumni. Bandung. hlm Korban Anak, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut:

  1. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana dalam putusasn No: 51/PidSus/2016/PN.Kbu, didasarkan pada pertimbangan- yuridis dan non-yuridis Dalam putusan ini hakim Pengadilan Negeri Kotabumi Menyatakan Terdakwa Febri Anggara Alias Angga Bin Heri Nugrohotersebut diatas, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan alternatif Kesatu, altenatif Kedua dan alternatif Ketiga Penuntut Umum berdasarkan pertimbangan hakim Terdakwa tidaklah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan sehingga Terdakwa haruslah dibebaskan dari semua dakwaan Penuntut Umum tersebut. Tidak terbuktinya semua unsur-unsur delik yang didakwakan berdasarkan pembuktian fakta-fakta yang terungkap dipersidangan yang di dapat dari saksi-saksi yang dihadirkan di persidangan dan alat- alat bukti. Berdasarkan hasil penelitian penjatuhan putusan oleh majelis hakim adalah berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum yang ada dengan melihat dari sudut pandang hakim dalam menilai, menyikapi serta memberi pandangan terhadap kasus yang sedang ditangani oleh hakim sendiri. Selain itu hakim dalam kasus ini menggunakan teori pendekatan yang digunakan untuk mempertimbangkan penjatuhan putusan pada suatu perkara yaitu teori keseimbangan, yaitu adanya keseimbanagan antar syarat-syarat yang ditentukan undang-undang dan kepentingan pihak yang berkaitan, teori pendekatan keilmuan, yaitu dalam menjatuhakan pidana harus secara sistematik dan penuh kehati-hatian, hukum sehingga putusan yang dijatuhkan dapat dipertanggungjawabkan dan teori

  ratio decindendi

  , yaitu teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar dengan memepertimbangkan segala aspek yang berkaitaan dengan pokok perkara kemudian mencari peraturan perundang-undangan yang relevan.

  2. Putusan Pengadilaan Negeri

  Kotabumi menyatakan terdakwa dengan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pencabulan terhadan anak dan membebaskan terdakwa dari segala dakwaan Jaksa penuntut Umum dengan putusan bebas. Putusan Pengadilan Negeri Nomor. 51/Pid.Sus/2016/PN.Kbu tersebut belum memenuhi unsur keadilan subtantif, karena hakim dalam memutus perkara ini belum cukup tepat dan cermat dalam menjatuhkan putusannnya. Seperti tidak ditemukannya unsur yang memberatkan terdakwa dalam pertimbangan Majelis Hakim, yang dijadikan dasar pertimbangan oleh Majelis Hakim adalah unsur yang meringankan terdakwa saja dan Majelis Hakim hanya lebih banyak mengambil keterangan terdakwa yang sifatnya lebih membela kepentingan terdakwa.

B. Saran

  . Jakarta.Citra Aditya Bakti. Santoso, Agus. 2012. Hukum, Moral &

  No. HP : 082372866181

  11 April 2017)

  28 Oktober) Kinkin mulyati. Hak dan kewajiban anak menurut udang-undang nomor 23 tahun 2002 dalam prespektif hukum islam. http:/www.Kinkin- mulyati.blogspot.co.id, (diakses

   (diakses

  Upaya Perlindungan bagi Anak sebagai Korban Kekerasan Seksual ,

  XXI No. 252 .Jakarta.Ikahi . Sudarto. 2006. Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung. Alumni. Sumber lain: LPM Bursa UNISNU Jepara. 2015.

  Majalah Hukum Varia Peradilan Tahun ke

  Agung Dalam Penemuan Hukum dan Penciptaan Hukum Pada Era Reformasi dan Transformasi .

  Siahaan, Lintong O. 2006. Peran Hakim

  Keadilan, Jakarta. Kencana Prenada Media Group.

  Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di atas, maka penulis memberikan saran sebagai berikut: 1.

  Majelis hakim yang menangani tindak pidana pencabulan di masa lebih konsisten mengemban amanat pemberantasan tindak pidana pencabulan, dengan cara lebih cermat dan tepat dalam menjatuhkan putusan terhadap pihak-pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam terjadinya atau mempermudah terlaksananya tindak pidana tersebut sesuai dengan berat atau ringannya kesalahan yang dilakukan oleh pelaku.

  1993. Bab-bab Tentang

  Mertokusumo, Sudikno dan Pitlo.A.

  dakwaan Tehnik Penyusunan, Fungsi dan Permasalahan.

  Husein, M. Harun. 2005. Surat

  Hukum Pidana dan Acara Pidana, Jakarta.Ghalia Indonesia.

  Hamzah, Andi.2001.Bunga Rampai

  Etika dan Etika Konstitusi, Jakarta. Sinar Grafika.

  Asshidiqie, Jimmly. 2014.Peradilan

  Penafsiran dan Konstruksi Hukum . Bandung. Alumni.

  DAFTAR PUSTAKA Ardiwisastra, Yudha Bhakti. 2000.

  2. Hakim harus memutuskan perkara yang diadilinya semata-mata berdasarkan hukum, kebenaran, serta keadilan yang tidak membedakan individu. Hakim juga harus telah mempertimbangaakn fakta-fakta yang meliputi perkara tersebut, semua fakta dan keadaan yang terungkap dalam pemeriksaan persidangan, yang dapat mempengaruhi pembuktian unsur- unsur, anpa terkecuali, harus dipertimbangkan dengan sebaik dan secermat mungkin agar tidak salah menerapkan hukum atau menerapkan hukum tidak sebagaimana mestinya.

  Penemuan Hukum