I. PENDAHULUAN - Penulisan Butir Soal,260208

I. PENDAHULUAN

  A. Latar Belakang

  Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 14 tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa salah satu tugas Direktorat Pembinaan SMA - Subdirektorat Pembelajaran adalah melakukan penyiapan bahan kebijakan, standar, kriteria, dan pedoman serta pemberian bimbingan teknis, supervisi, dan evaluasi pelaksanaan kurikulum. Lebih lanjut dijelaskan dalam Permendiknas Nomor 25 tahun 2006 tentang Rincian Tugas Unit Kerja di Lingkungan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah bahwa rincian tugas Subdirektorat Pembelajaran – Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas antara lain melaksanakan penyiapan bahan penyusunan pedoman dan prosedur pelaksanaan pembelajaran, termasuk penyusunan pedoman pelaksanaan kurikulum.

  Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan membawa implikasi terhadap sistem dan penyelenggaraan pendidikan termasuk pengembangan dan pelaksanaan kurikulum. Kebijakan pemerintah tersebut mengamanatkan kepada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah untuk mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.

  Pada kenyataannya dalam melaksanakan KTSP termasuk sistem penilaiannya, banyak pendidik yang masih mengalami kesulitan untuk menyusun tes dan mengembangkan butir soal yang valid dan reliabel. Oleh karena itu, Direktorat Pembinaan SMA membuat berbagai panduan pelaksanaan KTSP yang salah satu di antaranya adalah panduan penyusunan butir soal.

  B. Tujuan

  Tujuan penyusunan panduan ini adalah untuk meningkatkan kemampuan profesional guru khususnya dalam penulisan butir soal. Setelah mempelajari panduan ini diharapkan para guru dapat menyusun kisi-kisi dengan benar dan mengemabngkan butir soal yang valid dan reliabel.

  C. Ruang Lingkup

  Ruang lingkup yang dibahas dalam panduan ini meliputi penilaian berbasis kompetensi, teknik, alat penilaian dan prosedur pengembangan tes, penyusunan kisi-kisi, dan penyusunan butir soal.

II. PENILAIAN BERBASIS KOMPETENSI

  A. Pengertian

  Penilaian berbasis kompetensi merupakan teknik evaluasi yang harus dilakukan guru dalam pembelajaran di sekolah. Teknik dan pelaksanaannya diatur di dalam:

   Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional  Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan  Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi

   Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan

   Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan

  Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar di dalam Standar Isi menjadi fokus perhatian utama dalam penilaian.

  B. Bentuk dan Proses Penilaian

  Untuk mengetahui tingkat pencapaian kompetensi, guru dapat melakukan penilaian melalui tes dan non tes. Tes meliputi tes lisan, tertulis (bentuk uraian, pilihan ganda, jawaban singkat, isian, menjodohkan, benar-salah), dan tes perbuatan yang meliputi: kinerja (performance), penugasan (projek) dan hasil karya (produk). Penilaian non-tes contohnya seperti penilaian sikap, minat, motivasi, penilaian diri, portfolio, life skill. Tes perbuatan dan penilaian non tes dilakukan melalui pengamatan (observasi). Langkah-langkah pengembangan tes meliputi (1) menentukan tujuan penilaian, (2) menentukan kompetensi yang diujikan (3) menentukan materi penting pendukung kompetensi (urgensi, kontinuitas, relevansi, keterpakaian), (4) menentukan jenis tes yang tepat (tertulis, lisan, perbuatan), (5) menyusun kisi-kisi, butir soal, dan pedoman penskoran, (6) melakukan telaah butir soal. Penilaian non tes dilakukan melalui pengamatan dengan langkah-langkah (1) menentukan tujuan penilaian, (2) menentukan kompetensi yang diujikan, (3) menentukan aspek yang diukur, (4) menyusun tabel pengamatan dan pedoman penskorannya, (5) melakukan penelaahan.

  C. Kriteria Bahan Ulangan/Ujian

  Bahan ulangan/ujian yang akan digunakan hendaknya menenuhi dua kriteria dasar berikut ini.

  1. adanya kesesuaian materi yang diujikan dan target kompetensi yang harus dicapai melalui materi yang diajarkan. Hal ini dapat memberikan informasi tentang siapa atau peserta didik mana yang telah mencapai tingkatan pengetahuan tertentu yang disyaratkan sesuai dengan target kompetensi dalam silabus/kurikulum dan dapat memberikan informasi mengenai apa dan seberapa banyak materi yang telah dipelajari peserta didik. Berdasarkan ilmu pengukuran pendidikan, ujian yang bahannya tidak sesuai dengan target kompetensi yang harus dicapai bukan saja kurang memberikan informasi tentang hasil belajar seorang peserta didik, melainkan juga tidak menghasilkan umpan balik bagi penyempurnaan proses belajar-mengajar. 2. bahan ulangan/ujian hendaknya menghasilkan informasi atau data yang dapat dijadikan landasan bagi pengembangan standar sekolah, standar wilayah, atau standar nasional melalui penilaian hasil proses belajar- mengajar.

D. Soal yang Bermutu

  Bahan ujian atau soal yang bermutu dapat membantu pendidik meningkatkan pembelajaran dan memberikan informasi dengan tepat tentang peserta didik mana yang belum atau sudah mencapai kompetensi. Salah satu ciri soal yang bermutu adalah bahwa soal itu dapat membedakan setiap kemampuan peserta didik. Semakin tinggi kemampuan peserta didik dalam memahami materi pembelajaran, semakin tinggi pula peluang menjawab benar soal atau mencapai kompetensi yang ditetapkan. Makin rendah kemampuan peserta didik dalam memahami materi pembelajaran, makin kecil pula peluang menjawab benar soal untuk mengukur pencapaian kompetensi yang ditetapkan. Syarat soal yang bermutu adalah bahwa soal harus sahih (valid), dan handal. Sahih maksudnya bahwa setiap alat ukur hanya mengukur satu dimensi/aspek saja. Mistar hanya mengukur panjang, timbangan hanya mengukur berat, bahan ujian atau soal PKn hanya mengukur materi pembelajaran PKn bukan mengukur keterampilan/kemampuan materi yang lain. Handal maksudnya bahwa setiap alat ukur harus dapat memberikan hasil pengukuran yang tepat, cermat, dan ajeg. Untuk dapat menghasilkan soal yang sahih dan handal, penulis soal harus merumuskan kisi-kisi dan menulis soal berdasarkan kaidah penulisan soal yang baik (kaidah penulisan soal bentuk objektif/pilihan ganda, uraian, atau praktik). Linn dan Gronlund (1995: 47) menyatakan bahwa tes yang baik harus memenuhi tiga karakteristik, yaitu: validitas, reliabilitas, dan usabilitas. Validitas artinya ketepatan interpretasi hasil prosedur pengukuran, reliabilitas artinya konsistensi hasil pengukuran, dan usabilitas artinya praktis prosedurnya. Di samping itu, Cohen dkk. (1992: 28) juga menyatakan bahwa tes yang baik adalah tes yang valid artinya mengukur apa yang hendak diukur. Nitko (1996 : 36) menyatakan bahwa validitas berhubungan dengan interpretasi atau makna dan penggunaan hasil pengukuran peserta didik. Messick (1993: 13) menjelaskan bahwa validitas tes merupakan suatu integrasi pertimbangan evaluatif derajat keterangan empiris yang mendasarkan pemikiran teoritis yang mendukung ketepatan dan kesimpulan berdasarkan pada skor tes. Adapun validitas dalam model Rasch adalah sesuai atau fit dengan model (Hambleton dan Swaminathan, 1985: 73).

  Messick (1993: 16) menyatakan bahwa validitas secara tradisional terdiri dari: (1) validitas isi, yaitu ketepatan materi yang diukur dalam tes; (2) validitas criterion-related, yaitu membandingkan tes dengan satu atau lebih variabel atau kriteria, (3) valitidas prediktif, yaitu ketepatan hasil pengukuran dengan alat lain yang dilakukan kemudian; (4) validitas serentak

  

(concurrent), yaitu ketepatan hasil pengukuran dengan dua alat ukur lainnya

  yang dilakukan secara serentak; (5) validitas konstruk, yaitu ketepatan konstruksi teoretis yang mendasari disusunnya tes. Linn dan Gronlund (1995 : 50) menyatakan hahwa valilitas terdiri dari: (1) konten. (2) test-criterion

  

relationship, (3) konstruk, dan (4) consequences, yaitu ketepatan

  penggunaan hasil pengukuran. Sedangkan menurut Oosterhof (190 : 23) yang mengutip berdasarkan "Standards for Educational and Psychological Testing, 1985" yang didukung oleh Ebel dan Frisbie (1991 : 102-109), serta Popham (1995 : 43) bahwa tipe validitas adalah validitas: (1) content, (2) criterion, dan (3) construction.

  Di samping validitas, informasi tentang reliabilitas tes sangat diperlukan. Nitko (1999 : 62) dan Popham (1995 : 21) menyatakan bahwa reliabilitas berhubungan dengan konsistensi hasil pengukuran. Pernyataan ini didukung oleh Cohen dkk, yaitu bahwa reliabilitas merupakan persamaan dependabilitas atau konsistensi (Cohen dkk : 192 : 132) karena tes yang memiliki konsistensi/reliabilitas tinggi, maka tesnya adalah akurat,

  

reproducible; dan gereralizable terhadap kesempatan testing dan instrumen

  tes yang sama. (Ebel dan Frisbie (1991 : 76). Faktor yang mempengaruhi reliabilitas yang berhubungan dengan tes adalah: (1) banyak butir, (2) homogenitas materi tes, (3) homogenitas karakteristik butir, dan (4) variabilitas skor. Reliabilitas yang berhubungan dengan peserta didik dipengaruhi oleh faktor: (1) heterogenitas kelompok, (2) pengalaman peserta didik mengikuti tes, dan (3) motivasi peserta didik. Sedangkan faktor yang mempengaruhi reliabilitas yang berhubungan dengan administrasi adalah batas waktu dan kesempatan menyontek (Ebel dan Frisbie, 1991: 88-93).

  Linn dan Gronlund menyatakan bahwa metode estimasi dapat dilakukan dengan mempergunakan: (1) metode test-retest, yaitu diberikan tes yang sama dua kali pada kelompok yang sama dengan interval waktu; tujuannya adalah pengukuran stabilitas; (2) metode equivalent form, yaitu diberikan dua tes paralel pada kelompok yang sama dan waktu yang sama; tujuannya adalah pengukuran menjadi ekuivalen; (3) metode test-retest dengan

  

equivalen form, yaitu diberikan dua tes paralel pada kelompok yang sama

  dengan interval waktu; tujuannya adalah pengukuran stabilitas dan ekuivalensi; (4) metode split-half, yaitu diberikan tes sekali, kemudian skor pada butir yang ganjil dan genap dkorelasikan dengan menggunakan rumus

  

Spearman-Brown; tujuannya adalah pengukuran konsistensi internal; (5)

  metode Kuder-Richardson dan koefisien Alfa, yaitu diberikan tes sekali kemudian skor total tes dihitung dengan rumus Kuder-Richardson, tujuannya adalah pengukuran konsistensi internal; (6) metode inter-rater, yaitu diberikan satu set jawaban peserta didik untuk diskor/judgement oleh 2 atau lebih rater; tujuannya adalah pengukuran konsistensi rating. Menurut Popham (1995: 22), reliabilitas terdiri dari 3 jenis yaitu: (1) stabilitas, yaitu konsistensi hasil di antara kesempatan testing yang berbeda, (2) format bergantian (alternate form), yaitu konsistensi hasil di antara dua atau lebih tes yang berbeda, (3) internal konsistensi, yaitu konsistensi melalui suatu pengukuran fungsi butir instrumen. Reliabilitas skor tes dalam teori respon butir adalah penggunaan fungsi informasi tes. Menurut Hambleton dan Swaminathan (1985: 236), pengukuran fungsi informasi tes lebih akurat bila dibandingkan dengan penggunaan reliabilitas karena: (1) bentuknya tergantung hanya pada butir-butir dalam tes, (2) mempunyai estimasi kesalahan pengukuran pada setiap level abilitas. Pernyataan ini didukung oleh Gustafson (1981 : 41), yaitu bahwa konsep reliabilitas dalam model Rasch memerankan bagian subordinate sebab model pengukuran ini diorientasikan pada estimasi kemampuan individu. Untuk meningkatkan validitas dan reliabilitas tes perlu dilakukan analisis butir soal. Kegunaan analisis butir soal di antaranya adalah: (1) dapat membantu para pengguna tes dalam evaluasi atas tes yang diterbitkan, (2) sangat relevan bagi penyusunan tes informal dan lokal seperti kuis, ulangan yang disiapkan guru untuk peserta didik di kelas, (3) mendukung penulisan butir soal yang efektif, (4) secara materi dapat memperbaiki tes di kelas, (5) meningkatkan validitas soal dan reliabilitas (Anastasi dan Urbina, 1997: 172).

III. TEKNIK PENILAIAN DAN PROSEDUR PENGEMBANGAN TES

A. Teknik Penilaian

  Ada beberapa teknik dan alat penilaian yang dapat digunakan pendidik sebagai sarana untuk memperoleh informasi tentang keadaan belajar peserta didik. Penggunaan berbagai teknik dan alat itu harus disesuaikan dengan tujuan penilaian, waktu yang tersedia, sifat tugas yang dilakukan peserta didik, dan banyaknya/jumlah materi pembelajaran yang sudah disampaikan. Teknik penilaian adalah metode atau cara penilaian yang dapat digunakan guru untuk rnendapatkan informasi. Teknik penilaian yang memungkinkan dan dapat dengan mudah digunakan oleh guru, misalnya: (1) tes (tertulis, lisan, perbuatan), (2) observasi atau pengamatan, (3) wawancara.

  1. Teknik penilaian melalui tes

  a. Tes tertulis Tes tertulis adalah tes yang soal-soalnya harus dijawab peserta didik dengan memberikan jawaban tertulis. Jenis tes tertulis secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu: 1) tes objektif, misalnya bentuk pilihan panda, jawaban singkat atau isian, benar salah, dan bentuk menjodohkan; 2) tes uraian, yang terbagi atas tes uraian objektif (penskorannya dapat dilakukan secara objektif) dan tes uraian non-objektif

  (penskorannya sulit dilakukan secara objektif).

  b. Tes lisan Tes lisan yakni tes yang pelaksanaannya dilakukan dengan mengadakan tanya jawab secara langsung antara pendidik dan peserta didik. Tes ini memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya adalah: (1) dapat menilai kemampuan dan tingkat pengetahuan yang dimiliki peserta didik, sikap, serta kepribadiannya karena dilakukan secara berhadapan langsung; (2) bagi peserta didik yang kemampuan berpikirnya relatif lambat sehingga sering mengalami kesukaran dalam memahami pernyataan soal, tes bentuk ini dapat menolong sebab peserta didik dapat menanyakan langsung kejelasan pertanyaan yang dimaksud; (3) hasil tes dapat langsung diketahui peserta didik. Kelemahannya adalah (1) subjektivitas pendidik sering mencemari hasil tes, (2) waktu pelaksanaan yang diperlukan relatif cukup lama.

  c. Tes perbuatan Tes perbuatan yakni tes yang penugasannya disampaikan dalam bentuk lisan atau tertulis dan pelaksanaan tugasnya dinyatakan dengan perbuatan atau unjuk kerja. Penilaian tes perbuatan dilakukan sejak peserta didik melakukan persiapan, melaksanakan tugas, sampai dengan hasil yang dicapainya. Untuk menilai tes perbuatan pada umumnya diperlukan sebuah format pengamatan, yang bentuknya dibuat sedemikian rupa agar pendidik dapat menuliskan angka-angka yang diperolehnya pada tempat yang sudah disediakan. Bentuk formatnya dapat disesuaikan menurut keperluan. Untuk tes perbuatan yang sifatnya individual, sebaiknya menggunakan format pengamatan individual. Untuk tes perbuatan yang dilaksanakan secara kelompok digunakan format tertentu yang sudah disesuaikan untuk keperluan pengamatan kelompok.

  2. Teknik penilaian melalui observasi atau pengamatan Observasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan pendidik untuk mendapatkan informasi tentang peserta didik dengan cara mengamati tingkah laku dan kemampuannya selama kegiatan observasi berlangsung. Observasi dapat ditujukan kepada peserta didik secara perorangan atau kelompok. Dalam kegiatan observasi perlu disiapkan format pengamatan.

  Format pengamatan dapat berisi: (1) perilaku-perilaku atau kemampuan yang akan dinilai, (2) batas waktu pengamatan.

  3. Teknik penilaian melalui wawancara Teknik wawancara pada satu segi mempunyai kesamaan arti dengan tes lisan yang telah diuraikan di atas. Teknik wawancara ini diperlukan pendidik untuk tujuan mengungkapkan atau menanyakan lebih lanjut hal-hal yang kurang jelas informasinya. Teknik wawancara ini dapat pula digunakan sebagai alat untuk menelusuri kesukaran yang dialami peserta didik tanpa ada maksud untuk menilai.

  Setiap teknik penilaian harus dibuatkan instrumen penilaian yang sesuai. Tabel berikut menyajikan teknik penilaian dan bentuk instrumen.

  Tabel 1 . Teknik Penilaian dan Bentuk Instrumen

Teknik Penilaian Bentuk Instrumen

  1• Tes tertulis 1• Tes pilihan: pilihan ganda, benar-salah, menjodohkan dll.

  2• Tes isian: isian singkat dan uraian 1• Tes lisan 1• Daftar pertanyaan

  1• Tes praktik (tes kinerja) 1• Tes identifikasi 2• Tes simulasi 3• Tes uji petik kinerja

  1• Penugasan individual atau kelompok 1• Pekerjaan rumah 2• Projek

  1• Penilaian portofolio 1• Lembar penilaian portofolio 1• Jurnal 1• Buku cacatan jurnal 1• Penilaian diri 1• Kuesioner/lembar penilaian diri 1• Penilaian antarteman 1• Lembar penilaian antarteman

B. Prosedur Pengembangan Tes

  Sebelum menentukan teknik dan alat penilaian, penulis soal perlu menetapkan terlebih dahulu tujuan penilaian dan kompetensi dasar yang hendak diukur. Adapun proses penentuannya secara lengkap dapat dilihat pada bagan berikut ini.

  MENENTUKAN TUJUAN PENILAIAN MEMPERHATIKAN STANDAR KOMPETENSINYA MENENTUKAN KD-NYA (KD1 + KD2 + KD3 DLL) TES NON TES

MENENTUKAN MATERI PENTING/

  • PENDUKUNG KD : UKRK PENGAMATAN/

  OBSERVASI (SIKAP, PORTFOLIO, LIFE SKILLS) TES -

  TEPAT DIUJIKAN SECARA SIKAP

TERTULIS/LISAN?

  DLL - TEPAT TIDAK TEPAT BENTUK BENTUK TES PERBUATAN URAIAN OBJEKTIF

  (PG, ISIAN, DLL) KINERJA - (PERFORMANCE) PENUGASAN - (PROJECT) HASIL KARYA - (PRODUCT) DLL -

  IKUTI KAIDAH PENULISAN SOAL DAN SUSUNLAH PEDOMAN PENSKORANNYA Keterangan: KD = Kompetensi Dasar

KD1 + KD2 = Gabungan antar kompetensi dasar UKRK = Urgensi, Kontinuitas, Relevansi, Keterpakaian Langkah-langkah penting yang dapat dilakukan sebagai berikut.

  1. Menentukan tujuan penilaian. Tujuan penilaian sangat penting karena setiap tujuan memiliki penekanan yang berbeda-beda. Misalnya untuk tujuan tes prestasi belajar, diagnostik, atau seleksi. Contoh untuk tujuan prestasi belajar, lingkup materi/kompetensi yang ditanyakan/diukur disesuaikan seperti untuk kuis/menanyakan materi yang lalu, pertanyaan lisan di kelas, ulangan harian, tugas individu/kelompok, ulangan semester, ulangan kenaikan kelas, laporan kerja praktik/laporan praktikum, ujian praktik.

  2. Memperhatikan standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD).

  Standar kompetensi merupakan acuan/target utama yang harus dipenuhi atau yang harus diukur melalui setiap kompetensi dasar yang ada atau melalui gabungan kompetensi dasar.

  3. Menentukan jenis alat ukurnya, yaitu tes atau non-tes atau mempergunakan keduanya. Untuk penggunaan tes diperlukan penentuan materi penting sebagai pendukung kompetensi dasar. Syaratnya adalah materi yang diujikan harus mempertimbangkan urgensi (wajib dikuasai peserta didik), kontinuitas (merupakan materi lanjutan), relevansi (bermanfaat terhadap mata pelajaran lain), dan keterpakaian dalam kehidupan sehari-hari tinggi (UKRK). Langkah selanjutnya adalah menentukan jenis tes dengan menanyakan apakah materi tersebut tepat diujikan secara tertulis/lisan. Bila jawabannya tepat, maka materi yang bersangkutan tepat diujikan dengan bentuk soal apa, pilihan ganda atau uraian. Bila jawabannya tidak tepat, maka jenis tes yang tepat adalah tes perbuatan: kinerja (performance), penugasan (project), hasil karya (product), atau lainnya.

  4. Menyusun kisi-kisi tes dan menulis butir soal beserta pedoman penskorannya. Dalam menulis soal, penulis soal harus memperhatikan kaidah penulisan soal.

C. Penentuan Materi Penting

  Langkah awal yang harus dilakukan dalam menyiapkan bahan ulangan/ujian adalah menentukan kompetensi dan materi yang akan diujikan. Setelah menentukan kompetensi yang akan diukur, maka langkah berikutnya adalah menentukan materi yang akan diujikan. Penentuan materi yang akan diujikan sangat penting karena di dalam satu tes tidak mungkin semua materi yang telah diajarkan dapat diujikan dalam waktu yang terbatas, misalnya satu atau dua jam. Oleh karena itu, setiap guru harus menentukan materi mana yang sangat penting dan penunjang, sehingga dalam waktu yang sangat terbatas, materi yang diujikan hanya menanyakan materi-materi yang sangat penting saja. Materi yang telah ditentukan harus dapat diukur sesuai dengan alat ukur yang akan digunakan yaitu tes atau non-tes.

  Penentuan materi penting dilakukan dengan memperhatikan kriteria:

  1. Urgensi, yaitu materi secara teoritis mutlak harus dikuasai oleh peserta didik,

  2. Kontinuitas, yaitu materi lanjutan yang merupakan pendalaman dari satu atau lebih materi yang sudah dipelajari sebelumnya,

  3. Relevansi, yaitu materi yang diperlukan untuk mempelajari atau memahami, mata pelajaran lain,

  4. Keterpakaian, yaitu rnateri yang memiliki nilai terapan tinggi dalam kehidupan sehari-hari.

III. PENYUSUNAN KISI-KISI DAN BUTIR SOAL

A. Jenis Perilaku yang Dapat Diukur

  Dalam menentukan perilaku yang akan diukur, penulis soal dapat mengambil atau memperhatikan jenis perilaku yang telah dikembangkan oleh para ahli pendidikan, di antaranya seperti Benjamin S. Bloom, Quellmalz, R.J. Mazano dkk, Robert M. Gagne, David Krathwohl, Norman E. Gronlund dan R.W. de Maclay, Linn dan Gronlund.

  1. Ranah kognitif yang dikembangkan Benjamin S. Bloom adalah: (1) Ingatan di antaranya seperti: menyebutkan, menentukan, menunjukkan, mengingat kembali, mendefinisikan; (2) Pemahaman di antaranya seperti: membedakan, mengubah, memberi contoh, memperkirakan, mengambil kesimpulan; (3) Penerapan di antaranya seperti: menggunakan, menerapkan; (4) Analisis di antaranya seperti: membandingkan, mengklasifikasikan, mengkategorikan, menganalisis; (5) Sintesis antaranya seperti: menghubungkan, mengembangkan, mengorganisasikan, menyusun; (6) Evaluasi di antaranya seperti: menafsirkan, menilai, memutuskan.

  2. Jenis perilaku yang dikembangkan Quellmalz adalah: (1) ingatan, (2) analisis, (3) perbandingan, (4) penyimpulan, (5) evaluasi.

  3. Jenis perilaku yang dikembangkan R. J. Mazano dkk. adalah: (1) keterampilan memusat (focusing skills), seperti: mendefinisikan, merumuskan tujuan, (2) keterampilan mengumpulkan informasi, seperti: mengamati, merumuskan pertanyaan, (3) keterampilan mengingat, seperti: merekam, mengingat, (4) keterampilan mengorganisasi, seperti: membandingkan, mengelompokkan, menata/mengurutkan, menyajikan; (5) keterampilan menganalisis, seperti mengenali: sifat dari komponen, hubungan dan pola, ide pokok, kesalahan; (6) keterampilan menghasilkan keterampilan baru, seperti: menyimpulkan, memprediksi, mengupas atau mengurai; (7) keterampilan memadu (integreting skills), seperti: meringkas, menyusun kembali; (8) keterampilan menilai, seperti: menetapkan kriteria, membenarkan pembuktian.

  4. Jenis perilaku yang dikembangkan Robert M. Gagne adalah: (1) kemampuan intelektual: diskriminasi, identifikasi/konsep yang nyata, klasifikasi, demonstrasi, generalisasi/menghasilkan sesuatu; (2) strategi kognitif: menghasilkan suatu pemecahan; (3) informasi verbal: menyatakan sesuatu secara oral; (4) keterampilan motorist melaksanakan/menjalankan sesuatu; (5) sikap: kemampuan untuk memilih sesuatu. Domain afektif yang dikembangkan David Krathwohl adalah: (1) menerima, (2) menjawab, (3) menilai.

  6. Domain psikomotor yang dikembangkan Norman E. Gronlund dan R.W. de Maclay adalah: (1) persepsi, (2) kesiapan, (3) respon terpimpin, (4) mekanisme; (5) respon yang kompleks, (6) organisasi, (7) karakterisasi

  dari nilai.

  7. Keterampilan berpikir yang dikembangkan Linn dan Gronlund adalah seperti berikut.

  a. Membandingkan - Apa persamaan dan perbedaan antara ... dan...

  • Bandingkan dua cara berikut tentang ....
  • Apa akibat …
  • Manakah pilihan berikut yang kamu pilih, mengapa?
  • Jelaskan mengapa kamu setuju/tidak setuju dengan pernyataan tentang ....
  • Ringkaslah dengan tepat isi …
  • Tulislah sebuah pernyataan yang dapat menjelaskan peristiwa berikut ....
  • Berdasarkan ..., apa yang akan terjadi bila
  • Apa reaksi A terhadap …
  • Apakah hal berikut memiliki ...
  • Lengkapilah cerita ... tentang apa yang akan terjadi bila .... i. Menerapkan - Selesaikan hal berikut dengan menggunakan kaidah ....
  • Tuliskan ... dengan menggunakan pedoman.... j. Analisis - Manakah penulisan yang salah pada paragraf ....
  • Daftar dan beri alasan singkat tentang ciri utama .... k. Sintesis - Tuliskan satu rencana untuk pembuktian ...
  • Tuliskan sebuah laporan ... l. Evaluasi - Apakah kelebihan dan kelemahan ....
  • Berdasarkan kriteria ..., tuliskanlah evaluasi tentang...

  b. Hubungan sebab-akibat - Apa penyebab utama ...

  c. Memberi alasan (justifying)

  d. Meringkas - Tuliskan pernyataan penting yang termasuk ...

  e. Menyimpulkan - Susunlah beberapa kesimpulan yang berasal dari data ....

  f. Berpendapat (inferring)

  g. Mengelompokkan - Kelompokkan hal berikut berdasarkan ....

  h. Menciptakan - Tuliskan beberapa cara sesuai dengan ide Anda tentang ....

  B. Penentuan Perilaku yang Akan Diukur

  Setelah kegiatan penentuan materi yang akan ditanyakan selesai dikerjakan, maka kegiatan berikutnya adalah menentukan secara tepat perilaku yang akan diukur. Perilaku yang akan diukur, pada Kurikulum Berbasis Kompetensi tergantung pada tuntutan kompetensi, baik standar kompetensi maupun

  kompetensi dasarnya. Setiap kompetensi di dalam kurikulum memiliki tingkat keluasan dan kedalaman kemampuan yang berbeda. Semakin tinggi kemampuan/perilaku yang diukur sesuai dengan target kompetensi, maka semakin sulit soal dan semakin sulit pula menyusunnya. Dalam Standar Isi, perilaku yang akan diukur dapat dilihat pada "perilaku yang terdapat pada rumusan kompetensi dasar atau pada standar kompetensi". Bila ingin mengukur perilaku yang lebih tinggi, guru dapat mendaftar terlebih dahulu semua perilaku yang dapat diukur, mulai dari perilaku yang sangat sederhana/mudah sampai dengan perilaku yang paling sulit/tinggi, berdasarkan rumusan kompetensinya (baik standar kompetensi maupun kompetensi dasar). Dari susunan perilaku itu, dipilih satu perilaku yang tepat diujikan kepada peserta didik, yaitu perilaku yang sesuai dengan kemampuan peserta didik di kelas.

  C. Penentuan dan Penyebaran Soal

  Sebelum menyusun kisi-kisi dan butir soal perlu ditentukan jumlah soal setiap kompetensi dasar dan penyebaran soalnya. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh penilaian akhir semester berikut ini.

  Contoh penyebaran butir soal untuk penilaian akhir semester ganjil Jumlah soal tes Jumlah

  No Kompetensi Materi tulis soal

  Dasar Praktik

  PG Uraian 1 1.1 ............ ........... -- 6 --

  3

  1 3 1.3 ............ ........... --

  • 2 1.2 ............ ...........

  4

  1

  4

  5

  1 -- 2.1 ............ ........... 5 2.2 ............ ...........

  8 1 --

  6

  • 6 3.1 ............ ...........

  1 7 3.2 ........... -- ........... -- 2 8 3.3 .......... ...........

  8 -- -- Jumlah soal

  40

  5

  2 D. Penyusunan Kisi-kisi Kisi-kisi (test blue-print atau table of specification) merupakan deskripsi kompetensi dan materi yang akan diujikan. Tujuan penyusunan kisi-kisi adalah untuk menentukan ruang lingkup dan sebagai petunjuk dalam menulis soal. Kisi-kisi dapat berbentuk format atau matriks seperti contoh berikut ini.

  FORMAT KISI-KISI PENULISAN SOAL

  Jenis sekolah : ……………………… Jumlah soal : ……………………… Mata pelajaran : ……………………… Bentuk soal/tes : .................. Kurikulum : ……………………… Penyusun : 1. ………………… Alokasi waktu : ………………………

  2. ………………… Standar Kompetensi Kls/ Materi Indikator Nomor No.

  Kompetensi Dasar smt pokok soal soal Keterangan: Isi pada kolom 2, 3. 4, dan 5 adalah harus sesuai dengan pernyataan yang ada di dalam silabus/kurikulum. Penulis kisi-kisi tidak diperkenankan mengarang sendiri, kecuali pada kolom 6.

  Kisi-kisi yang baik harus memenuhi persyaratan berikut ini.

  1. Kisi-kisi harus dapat mewakili isi silabus/kurikulum atau materi yang telah diajarkan secara tepat dan proporsional.

  2. Komponen-komponennya diuraikan secara jelas dan mudah dipahami.

  3. Materi yang hendak ditanyakan dapat dibuatkan soalnya.

E. Perumusan Indikator Soal

  Indikator dalam kisi-kisi merupakan pedoman dalam merumuskan soal yang dikehendaki. Kegiatan perumusan indikator soal merupakan bagian dari kegiatan penyusunan kisi-kisi. Untuk merumuskan indikator dengan tepat, guru harus memperhatikan materi yang akan diujikan, indikator pembelajaran, kompetensi dasar, dan standar kompetensi. Indikator yang baik dirumuskan secara singkat dan jelas. Syarat indikator yang baik: 1. menggunakan kata kerja operasional (perilaku khusus) yang tepat, 2. menggunakan satu kata kerja operasional untuk soal objektif, dan satu atau lebih kata kerja operasional untuk soal uraian/tes perbuatan, 3. dapat dibuatkan soal atau pengecohnya (untuk soal pilihan ganda). Penulisan indikator yang lengkap mencakup A = audience (peserta didik) , B =

  behaviour (perilaku yang harus ditampilkan), C = condition (kondisi yang

  diberikan), dan D = degree (tingkatan yang diharapkan). Ada dua model penulisan indikator. Model pertama adalah menempatkan kondisinya di awal kalimat. Model pertama ini digunakan untuk soal yang disertai dengan dasar pernyataan (stimulus), misalnya berupa sebuah kalimat, paragraf, gambar, denah, grafik, kasus, atau lainnya, sedangkan model yang kedua adalah menempatkan peserta didik dan perilaku yang harus ditampilkan di awal kalimat. Model yang kedua ini digunakan untuk soal yang tidak disertai dengan dasar pertanyaan (stimulus).

  (1) Contoh model pertama untuk soal menyimak pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.

  Indikator: Diperdengarkan sebuah pernyataan pendek dengan topik "belajar mandiri", peserta didik dapat menentukan dengan tepat pernyataan yang sama artinya.

  Soal : (Soal dibacakan atau diperdengarkan hanya satu kali, kemudian peserta didik memilih dengan tepat satu pernyataan yang sama artinya. Soalnya adalah: "Hari harus masuk kelas pukul 7.00., tetapi dia datang pukul 8.00 pagi hari.") Lembar tes hanya berisi pilihan seperti berikut: a. Hari masuk kelas tepat waktu pagi ini.

  b. Hari masuk kelas terlambat dua jam pagi ini

  c. Hari masuk Kelas terlambat siang hari ini,

  d. Hari masuk Kelas terlambat satu jam hari ini Kunci: d

  (2) Contoh model kedua Indikator: Peserta didik dapat menentukan dengan tepat penulisan tanda baca pada nilai uang.

  Soal : Penulisan nilai uang yang benar adalah ....

  a. Rp 125,-

  b. RP 125,00

  c. Rp125 d. Rp125.

  Kunci: b

  F. Langkah-langkah Penyusunan Butir Soal

  Agar soal yang disiapkan oleh setiap guru menghasilkan bahan ulangan/ujian yang sahih dan handal, maka harus dilakukan langkah-langkah berikut, yaitu: (1) menentukan tujuan tes, (2) menentukan kompetensi yang akan diujikan, (3) menentukan materi yang diujikan, (4) menetapkan penyebaran butir soal berdasarkan kompetensi, materi, dan bentuk penilaiannya (tes tertulis: bentuk pilihan ganda, uraian; dan tes praktik), (5) menyusun kisi-kisinya, (6) menulis butir soal, (7) memvalidasi butir soal atau menelaah secara kualitatif, (8) merakit soal menjadi perangkat tes, (9) menyusun pedoman penskorannya (10) uji coba butir soal, (11) analisis butir soal secara kuantitatif dari data empirik hasil uji coba, dan (12) perbaikan soal berdasarkan hasil analisis.

  G. Penyusunan Butir Soal Tes Tertulis

  Penulisan butir soal tes tertulis merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dalam penyiapan bahan ulangan/ujian. Setiap butir soal yang ditulis harus berdasarkan rumusan indikator soal yang sudah disusun dalam kisi-kisi dan berdasarkan kaidah penulisan soal bentuk obyektif dan kaidah penulisan soal uraian. Penggunaan bentuk soal yang tepat dalam tes tertulis, sangat tergantung pada perilaku/kompetensi yang akan diukur. Ada kompetensi yang lebih tepat diukur/ditanyakan dengan menggunakan tes tertulis dengan bentuk soal uraian, ada pula kompetensi yang lebih tepat diukur dengan menggunakan tes tertulis dengan bentuk soal objektif. Bentuk tes tertulis pilihan ganda maupun uraian memiliki kelebihan dan kelemahan satu sama lain. Keunggulan soal bentuk pilihan ganda di antaranya adalah dapat mengukur kemampuan/perilaku secara objektif, sedangkan untuk soal uraian di antaranya adalah dapat mengukur kemampuan mengorganisasikan gagasan dan menyatakan jawabannya menurut kata-kata atau kalimat sendiri.

  Kelemahan soal bentuk pilihan ganda di antaranya adalah sulit menyusun pengecohnya, sedangkan untuk soal uraian di antaranya adalah sulit menyusun pedoman penskorannya.

  H. Penulisan Soal Bentuk Uraian Menulis soal bentuk uraian diperlukan ketepatan dan kelengkapan dalam merumuskannya. Ketepatan yang dimaksud adalah bahwa materi yang ditanyakan tepat diujikan dengan bentuk uraian, yaitu menuntut peserta didik untuk mengorganisasikan gagasan dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan gagasan secara tertulis dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Adapun kelengkapan yang dimaksud adalah kelengkapan perilaku yang diukur yang digunakan untuk menetapkan aspek yang dinilai dalam pedoman penskorannya. Hal yang paling sulit dalam penulisan soal bentuk uraian adalah menyusun pedoman penskorannya. Penulis soal harus dapat merumuskan setepat-tepatnya pedoman penskorannya karena kelemahan bentuk soal uraian terletak pada tingkat subyektivitas penskorannya. Berdasarkan metode penskorannya, bentuk uraian diklasifikasikan menjadi 2, yaitu uraian objektif dan uraian non-objektif. Bentuk uraian objektif adalah suatu soal atau pertanyaan yang menuntut sehimpunan jawaban dengan pengertian/konsep tertentu, sehingga penskorannya dapat dilakukan secara objektif. Artinya perilaku yang diukur dapat diskor secara dikotomus (benar - salah atau 1 - 0). Bentuk uraian non-objektif adalah suatu soal yang menuntut sehimpunan jawaban dengan pengertian/konsep menurut pendapat masing-masing peserta didik, sehingga penskorannya sukar untuk dilakukan secara objektif. Untuk mengurangi tingkat kesubjektifan dalam pemberian skor ini, maka dalam menentukan perilaku yang diukur dibuatkan skala. Contoh misalnya perilaku yang diukur adalah "kesesuaian isi dengan tuntutan pertanyaan", maka skala yang disusun disesuaikan dengan tingkatan kemampuan peserta didik yang akan diuji.

  Untuk tingkat SMA, misalnya dapat disusun skala seperti berikut.

  3

  • Sesuai
  • Tidak sesuai
  • Kosong Atau skala seperti berikut: Kesesuaian isi dengan tuntutan pertanyaan 0 - 5 Skor Skor - Sangat Sesuai

  2

  3

  4

  5

  1 SESUAI CUKUP/SEDANG TIDAK SESUAI

  2

  • Cukup/sedang

  • Sesuai
  • Cukup/sedang
  • Tidak sesuai
  • Sangat tidak sesuai 1
  • Kosong Agar soal yang disusun bermutu baik, maka penulis soal harus memperhatikan kaidah penulisannya. Untuk memudahkan pengelolaan, perbaikan, dan pengembangan soal, maka soal ditulis di dalam format kartu soal Setiap satu soal dan pedoman penskorannya ditulis di dalam satu format. Contoh format soal bentuk uraian dan format penskorannya adalah seperti berikut ini.

  3

  2

  4

  5

  1

  2

  3

  Kesesuaiann isi dengan tuntutan pertanyaan0 - 3 Skor

  1 SS S C TS STS

  

KARTU SOAL

Jenis Sekolah : ……………………............ Penyusun : 1. ……………………

Mata Pelajaran : ……………………........... 2. ……………………

Bahan Kls/Smt : ……………………............ 3. ……………………

Bentuk Soal : ……………………............ Tahun Ajaran : ……………………….

Aspek yang diukur : ……………………............

  KOMPETENSI DASAR BUKU SUMBER: RUMUSAN BUTIR SOAL MATERI NO SOAL:

  INDIKATOR SOAL KETERANGAN SOAL NO DIGUNAKAN UNTUK TANGGAL JUMLAH SISWA TK DP PROPORSI PEMILIH ASPEK KET. A B C D E OMT

  FORMAT PEDOMAN PENSKORAN NO SOAL KUNCI/KRITERIA JAWABAN SKOR

  Bentuk soalnya terdiri dari: (1) dasar pertanyaan/stimulus bila ada/diperlukan, (2) pertanyaan, dan (3) pedoman penskoran. Kaidah penulisan soal uraian seperti berikut.

  1. Materi a. Soal harus sesuai dengan indikator.

  b. Setiap pertanyaan harus diberikan batasan jawaban yang diharapkan.

  c. Materi yang ditanyakan harus sesuai dengan tujuan peugukuran.

  d. Materi yang ditanyakan harus sesuai dengan jenjang jenis sekolah atau tingkat kelas.

  2. Konstruksi a. Menggunakan kata tanya/perintah yang menuntut jawaban terurai.

  b. Ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal.

  c. Setiap soal harus ada pedoman penskorannya.

  d. Tabel, gambar, grafik, peta, atau yang sejenisnya disajikan dengan jelas, terbaca, dan berfungsi.

  3. Bahasa a. Rumusan kalimat soal harus komunikatif.

  b. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar (baku).

  c. Tidak menimbulkan penafsiran ganda.

  d. Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu.

  e. Tidak mengandung kata/ungkapan yang menyinggung perasaan peserta didik.

H. Penulisan Soal Bentuk Pilihan Ganda

  Menulis soal bentuk pilihan ganda sangat diperlukan keterampilan dan ketelitian. Hal yang paling sulit dilakukan dalam menulis soal bentuk pilihan ganda adalah menuliskan pengecohnya. Pengecoh yang baik adalah pengecoh yang tingkat kerumitan atau tingkat kesederhanaan, serta panjang- pendeknya relatif sama dengan kunci jawaban. Oleh karena itu, untuk memudahkan dalam penulisan soal bentuk pilihan ganda, maka dalam penulisannya perlu mengikuti langkah-langkah berikut, langkah pertama adalah menuliskan pokok soalnya, langkah kedua menuliskan kunci jawabannya, langkah ketiga menuliskan pengecohnya. Untuk memudahkan pengelolaan, perbaikan, dan perkembangan soal, maka soal ditulis di dalam format kartu soal. Setiap satu soal ditulis di dalam satu format. Adapun formatnya seperti berikut ini.

  

KARTU SOAL

Jenis Sekolah : ………………………………. Penyusun : 1.

  Mata Pelajaran : ……………………………….

  2. Bahan Kls/Smt : ……………………………….

  3. Bentuk Soal : ………………………………. Tahun Ajaran : ………………………………. Aspek yang diukur : ……………………………….

  KOMPETENSI DASAR BUKU SUMBER RUMUSAN BUTIR SOAL MATERI NO SOAL: KUNCI :

  INDIKATOR SOAL KETERANGAN SOAL NO DIGUNAKAN UNTUK TANGGAL JUMLAH SISWA TK DP PROPORSI PEMILIH KET. A B C D E OMT Soal bentuk pilihan ganda merupakan soal yang telah disediakan pilihan jawabannya. Peserta didik yang mengerjakan soal hanya memilih satu jawaban yang benar dari pilihan jawaban yang disediakan. Soalnya mencakup: (1) dasar pertanyaan/stimulus (bila ada), (2) pokok soal (stem), (3) pilihan jawaban yang terdiri atas: kunci jawaban dan pengecoh. Perhatikan contoh berikut!

  Perhatikan iklan berikut Dasar pertanyaan Dijual sebidang tanah di Bekasi. Luas 4 ha. stimulus Baik untuk industri. Hubungi telp. 777777 Pokok soal (tem) Iklan ini termasuk jenis iklan ……

  (.) tanda akhir kalimat

  a. permintaan Pengecoh b. propaganda Pilihan jawaban

  (distractor)

  c. pengumuman (...) tanda (Option)

  d. penawaran * ellipsis Kunci jawaban (pernyataan yang sengaja dihilangkan) Kaidah penulisan soal pilihan ganda adalah seperti berikut ini.

  1. Materi

  a. Soal harus sesuai dengan indikator. Artinya soal harus menanyakan perilaku dan materi yang hendak diukur sesuai dengan rumusan indikator dalam kisi-kisi.

  b. Pengecoh harus bertungsi

  c. Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar. Artinya, satu soal hanya mempunyai satu kunci jawaban.

  2. Konstruksi

  a. Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas. Artinya, kemampuan/ materi yang hendak diukur/ditanyakan harus jelas, tidak menimbulkan pengertian atau penafsiran yang berbeda dari yang dimaksudkan penulis. Setiap butir soal hanya mengandung satu persoalan/gagasan

  b. Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan pernyataan yang diperlukan saja. Artinya apabila terdapat rumusan atau pernyataan yang sebetulnya tidak diperlukan, maka rumusan atau pernyataan itu dihilangkan saja.

  c. Pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah jawaban yang benar.

  Artinya, pada pokok soal jangan sampai terdapat kata, kelompok kata, atau ungkapan yang dapat memberikan petunjuk ke arah jawaban yang benar.

  d. Pokok soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat negatif ganda. Artinya, pada pokok soal jangan sampai terdapat dua kata atau lebih yang mengandung arti negatif. Hal ini untuk mencegah terjadinya kesalahan penafsiran peserta didik terhadap arti pernyataan yang dimaksud. Untuk keterampilan bahasa, penggunaan negatif ganda diperbolehkan bila aspek yang akan diukur justru pengertian tentang negatif ganda itu sendiri.

  e. Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi.

  Artinya, semua pilihan jawaban harus berasal dari materi yang sama seperti yang ditanyakan oleh pokok soal, penulisannya harus setara, dan semua pilihan jawaban harus berfungsi.

  f. Panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama. Kaidah ini diperlukan karena adanya kecenderungan peserta didik memilih jawaban yang paling panjang karena seringkali jawaban yang lebih panjang itu lebih lengkap dan merupakan kunci jawaban.

  g. Pilihan jawaban jangan mengandung pernyataan “Semua pilihan jawaban di atas salah" atau "Semua pilihan jawaban di atas benar".