ANALISIS BIAYA PENYULINGAN MINYAK GAHARU

ANALISIS BIAYA PENYULINGAN MINYAK GAHARU
DAN PRODUK SAMPINGANNYA PADA INDUSTRI
RUMAH TANGGA DI SAMARINDA
Humairo Aziza1, Abubakar M. Lahjie2 dan Djumali Mardji3
1

2

Program Pascasarjana Unmul, Samarinda. Laboratorium Politik, Ekonomi dan Sosial
3
Kehutanan Fahutan Unmul, Samarinda. Laboratorium Perlindungan Hutan Fahutan
Unmul, Samarinda

ABSTRACT. Cost Analysis of Agarwood Oil Refineries and Industrial
Byproducts in Household in Samarinda. This study aimed to determine the
stages in the process of agarwood oil refinery, cost and revenue over a period and
the maximum gain obtained. From this study may provide motivation to the
various parties to be able to utilize low quality agarwood through distillation
which will provide high-value results. Observation procedures by conducting
direct observation in the field to observe the distillation process. Economic value
was obtained by analyzing of break even point (BEP) and the maximum revenue.

The results described the stages in the process of agarwood oil refinery by
poaching that the particles of agarwood in direct contact with water. BEP of
values obtained in the distillation process that uses raw materials from a variety
of quality was 5,39 cc, with the acquisition profits Rp301,183,- on BEP
Rp214,249,- with Rp4,027,000,- maximum profit on 1,000 cc production.
Kata kunci: penyulingan, minyak gaharu, biaya produksi, Samarinda.

Indonesia sebagai negara berhutan hujan tropis yang didukung oleh letak geografis,
iklim, musim serta masa penyinaran matahari relatif panjang, secara biologis
menghasilkan peluang untuk terbentuknya keragaman potensi sumberdaya jenis
tumbuhan yang tinggi. Dalam kawasan hutan akan dijumpai antara 30.000–40.000
jenis tumbuhan penghasil kayu serta belum terhitung potensi tumbuhan hasil hutan
bukan kayu (HHBK) yang memiliki manfaat, baik sebagai sumber bahan makanan,
industri serta tumbuhan penghasil obat herbal. Salah satu kelompok jenis tumbuhan
HHBK yang telah diketahui dan menjadi salah satu sumber kehidupan masyarakat
yang potensial dan memiliki nilai komersial tinggi adalah gaharu (Sumarna, 2009).
Gaharu dihasilkan oleh pohon-pohon terinfeksi yang tumbuh di daerah tropis
dan antara lain termasuk marga Aquilaria, Gyrinopsis dan Gonystylus yang
keseluruhannya termasuk dalam famili Thymelaeaceae. Di Indonesia terdapat 26
spesies pohon penghasil gaharu. Marga Aquilaria terdiri dari 15 spesies, tersebar di

daerah tropis Asia mulai dari India, Pakistan, Myanmar, Thailand, Kamboja, China
Selatan, Malaysia, Philipina dan Indonesia. Enam di antaranya ditemukan di
Indonesia (A. malaccensis, A. microcarpa, A. hirta, A. beccariana, A. cumingiana
dan A. filaria). Keenam jenis tersebut terdapat hampir di seluruh kepulauan di
Indonesia, kecuali Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Marga Gonystylus memiliki 20
spesies, tersebar di Asia Tenggara mulai dari Malaysia, Serawak, Sabah, Indonesia,
Papua New Guinea, Philipina dan Kepulauan Solomon serta Kepulauan Nicobar.
Sembilan spesies di antaranya terdapat di Indonesia yaitu: di Sumatera, Kalimantan,
Bali, Maluku dan Irian Jaya. Marga Gyrinopsis memiliki tujuh spesies. Enam di
128

129

JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2010

antaranya tersebar di Indonesia bagian timur serta satu spesies terdapat di Srilanka
(Anonim, 2009a).
Produk yang diperdagangkan dalam berbagai bentuk seperti bongkahan, chip
dan serbuk, namun ada pula dalam bentuk minyak hasil sulingan yang sangat ideal
digunakan dari jenis produk kelas kemedangan yang diduga dalam masa 2–3 tahun

proses inokulasi sudah dapat dipanen (Sumarna, 2005). Kelas kemedangan berharga
murah dan bersifat ringan, sedangkan komponen kimia dari kemedangan berharga
tinggi. Oleh karena itu, diversifikasi produk kemedangan sangat berpotensi untuk
dikembangkan terutama di tempat penghasil kemedangan. Kegiatan diversifikasi
produk yang telah dilakukan masyarakat adalah penyulingan (Suwardi dan Edriana,
2005).
Minyak gaharu mengandung resin aromatik yang sangat dibutuhkan di dunia
kesehatan, kosmetik dan obat-obatan hingga puluhan tahun yang diperoleh dari
pembakaran gaharu yang mengeluarkan bau harum. Warna minyak gaharu kuning
hingga hitam dengan kekentalan yang sangat tinggi, beraroma balsam dan kayu.
Aroma manisnya mirip cendana. Sisa distilasi berupa serbuk kayu, dijemur agar
kering. Remahan itu berguna sebagai bahan baku dupa dengan penambahan bahanbahan adesif agar berubah bentuk menjadi pasta. Dupa digunakan pada ritual
sembahyang agama Budha, Konghucu dan Hindu di negara-negara Asia Timur dan
Asia Selatan (Anonim, 2009b). Sisa distilasi atau ampas sisa penyulingan ini laku
dijual dengan harga Rp3.0004.000/kg (Suwardi dan Edriana, 2005).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tahapan dalam proses penyulingan
yang menggunakan teknik pengukusan; mengetahui besarnya biaya dan pendapatan
dan keuntungan maksimum yang akan diperoleh selama satu periode produksi
minyak gaharu.
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi kepada

berbagai pihak untuk dapat memanfaatkan gaharu bermutu rendah melalui
diversifikasi produk yang salah satunya dengan cara penyulingan untuk
menghasilkan minyak gaharu yang bernilai tinggi.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di industri penyulingan minyak gaharu berskala
rumah tangga yang terletak di Jalan Gerilya Samarinda. Penelitian memakan waktu
selama 3 bulan dari bulan April sampai Juni 2010.
Objek penelitian adalah industri penyulingan minyak gaharu di Samarinda. Data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
Pengumpulan data primer yang diperoleh melalui wawancara dan observasi
langsung di lapangan mencakup antara lain: jenis dan harga bahan baku gaharu yang
digunakan, proses penyulingan minyak, biaya dan jumlah produksi selama satu
periode produksi serta harga jual minyak dan ampas sisa penyulingan.
Data sekunder diperoleh melalui pengumpulan data atau dokumen yang ada,
baik dari kepustakaan, maupun informasi yang diperoleh dari lembaga terkait dalam
keperluan penelitian.

Aziza dkk. (2010). Analisis Biaya Penyulingan Minyak Gaharu

1.

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

130

Prosedur pengumpulan data dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
Pembelian gaharu dari para pengumpul.
Seleksi gaharu berdasarkan kualitas.
Pencacahan gaharu menggunakan parang.
Penggilingan cacahan gaharu menjadi partikel yang lebih kecil dengan mesin
giling.
Pengeringan.
Penyiapan ketel, kompor dan penampung kondensat sesuai prosedur.
Penyulingan dan penampungan hasil sulingan.
Penjualan.


Komponen biaya penyulingan yang dikeluarkan selama satu periode produksi
meliputi biaya tetap dan biaya variabel yang ditabulasikan ke dalam kelompok biaya
(cost) dan selanjutnya dilakukan analisis break even point (BEP).
Biaya penyulingan minyak gaharu terdiri dari semua biaya yang dikeluarkan
untuk mengolah gaharu sampai menghasilkan minyak gaharu. Biaya tersebut
meliputi biaya tetap dan biaya tidak tetap (variabel).
Biaya tetap meliputi: biaya penyusutan peralatan, biaya penyusutan rumah
penyulingan dan listrik. Biaya variabel meliputi: bahan baku, bahan bakar, listrik,
upah karyawan, biaya pemeliharaan.
Rumus yang digunakan untuk mencari nilai BEP dalam unit dihitung dengan
menggunakan persamaan:
BEP = {TFC / P  (TVC/Q)}
BEP(q) = break even point. TFC = total biaya tetap. TVC = total biaya variabel.
P = harga jual per unit. Q = jumlah unit yang dihasilkan.
Soehardi (1990) juga mengemukakan rumus untuk menghitung BEP dalam
rupiah adalah:
BEP = {TFC / 1  (TVC/S)}
BEP(Rp) = break even point. TFC = total biaya tetap. TVC = total biaya variabel
S = total pendapatan.

Selain menggunakan analisis BEP, juga digunakan analisis terhadap keuntungan
maksimum. Menurut Sukirno (1994), keuntungan maksimum akan diperoleh pada
saat biaya marginal sama dengan keuntungan marginal atau dengan kata lain saat
harga produk sama dengan keuntungan marginal (P = MR), maka keuntungan
maksimum akan diperoleh dari tingkat produksi di mana biaya marginal sama
dengan hasil penjualan marginalnya (MC = MR). Dalam bentuk grafik ditunjukkan
dengan perpotongan kurva biaya marginal dengan garis harga.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Industri penyulingan minyak gaharu yang terletak di Jalan Gerilya Samarinda
merupakan satu-satunya industri penyulingan yang berada di kota tersebut. Pada
awalnya, tepatnya sekitar tahun 1980-an, pemilik usaha yakni Bapak H. Jailani yang

131

JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2010

juga berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil hanya melakukan usaha jual beli gaharu
dalam bentuk alami. Namun, memasuki awal tahun 2000, pemilik usaha yang berada
di kawasan pemukiman padat penduduk ini, tepatnya di kelurahan Sungai Pinang
Dalam, Kecamatan Samarinda Utara memulai usaha dalam pengolahan gaharu

menjadi minyak. Seiring berjalannya waktu, melalui pembelajaran dan pengalaman
yang ada, penerapan teknik penyulingan yang dilakukan mengalami beberapa
perubahan sehingga memberikan hasil yang lebih baik, yaitu baik dari segi kualitas
minyak maupun secara finansial.
Penyulingan yang dilakukan setiap bulan adalah sebanyak 15 kali dengan
produksi minyak sekitar 900 cc, jadi dalam satu tahun melakukan 60 kali
penyulingan minyak gaharu dengan jumlah produksi sekitar 3.600 cc.
Penjualan minyak gaharu berdasarkan adanya permintaan dari pasar dengan
harga jual Rp50.000,-/cc. Hingga saat ini, pengusaha belum mengalami kendala
dalam hal pemasaran dikarenakan permintaan akan minyak gaharu tidak pernah
surut. Para pembeli kebanyakan berasal dari orang-orang keturunan Arab.
Penyulingan Minyak Gaharu
Penyulingan minyak gaharu berskala industri rumah tangga yang terletak di
Jalan Gerilya Samarinda dilakukan dengan menggunakan teknik pengukusan.
Jumlah ketel yang digunakan saat ini adalah 4 buah dengan kapasitas masingmasing ketel sebanyak 5 kg bahan baku gaharu. Ketel yang digunakan terbuat dari
bahan baja tahan karat (stainless steel) yang berukuran diameter 48 cm dan tinggi 60
cm. Pelaksanaan penyulingan berlangsung selama 15 sampai 18 jam dengan bahan
bakar minyak tanah sebanyak 10 liter per ketel per hari.
Bahan baku gaharu diperoleh dari hutan di sekitar Kabupaten Berau. Selain itu
juga diperoleh dari Palangkaraya, Kabupaten Malinau, Bulungan dan daerah Long

Bagun. Jenis bahan baku yang digunakan terdiri dari 4 kelas, yaitu kelas sapuan
yang berbentuk seperti debu dengan harga beli Rp250.000,-/kg, kelas teri kulit
dengan harga Rp150.000200.000,-/kg, kelas serbuk yang bentuknya berupa rautan
dengan harga Rp75.000,-/kg dan kelas sarang semut dengan harga Rp40.000,-/kg.
Sebelum disuling, bahan dijemur terlebih dahulu kemudian digiling dengan mesin
giling yang menggunakan bahan bakar solar dengan kebutuhan sebanyak 10
liter/hari.
Penyulingan minyak gaharu yang dilakukan yaitu dengan cara pengukusan
(indirect distillation) dengan menggunakan ketel sebagai alat pengukus partikel
gaharu yang dihubungkan dengan alat pendingin. Klep pengatur pada tutup ketel
akan dibuka ketika tekanan udara sudah mencapai 40 atm. Pada saat itu uap air
akan mengalir melalui sela-sela partikel membawa minyak gaharu. Uap ini akan
mengumpul pada ruang tutup ketel yang berbentuk leher angsa (goose-neck) dan
terus dialirkan melalui sebuah pipa yang terhubung dengan drum yang diisi air yang
berfungsi sebagai pendingin, sehingga berubah menjadi cair. Di bawah drum
terhubung sebuah pipa kecil yang akan mengalirkan minyak hasil distilasi yang
ditampung ke dalam tabung kaca.
Proses distilasi selayaknya dilakukan pada bahan dengan kelas mutu mulai dari
sarang semut sampai dengan kelas sapuan karena bila menggunakan bahan dengan
kelas mutu yang lebih tinggi dari sapuan yang memiliki harga yang lebih tinggi,


Aziza dkk. (2010). Analisis Biaya Penyulingan Minyak Gaharu

132

maka tidak akan diperoleh nilai tambah. Sebaliknya bila menggunakan kelas mutu
yang terlalu rendah yakni di bawah kelas sarang semut, maka produktivitas akan
rendah, sehingga proses menjadi tidak ekonomis. Oleh sebab itu pada penyulingan
minyak gaharu yang dilakukan di lokasi penelitian, dalam satu ketel suling
menggunakan campuran bahan baku dari beberapa kualitas, yaitu yang terdiri
dari jenis gaharu mulai dari yang berharga Rp40.000,-/kg sampai dengan
Rp250.000,-/kg. Dari teknik ini, maka harga jual minyak gaharu yang dihasilkan
sebesar Rp50.000,-/cc. Ampas kayu sisa penyulingan yang telah dijemur selama 12
hari laku dijual dengan harga Rp4.000,-/kg.
Berdasarkan hasil penelitian, umur inokulasi juga mempengaruhi kualitas dan
kuantitas gaharu sebagai bahan baku minyak, sehingga berpengaruh pula terhadap
tingkat produksinya. Sebaiknya gaharu yang digunakan sebagai bahan baku dalam
proses penyulingan ini adalah yang umur inokulasinya antara 2 sampai 8 tahun. Bila
menggunakan gaharu hasil inokulasi kurang dari 2 tahun, praktis tidak akan
menghasilkan minyak. Namun jika lebih dari 8 tahun, sebaiknya dijual dalam bentuk

alami (bongkahan, serbuk, chip dan sebagainya). Pengukuran warna gaharu
(Gambar 1) yang digunakan sebagai bahan baku dari berbagai kelas mutu dengan
umur inokulasi yang berbeda dilakukan dengan menggunakan alat Colourmeter.
Pada alat tersebut menampilkan angka-angka yang kemudian dapat dilihat
perbandingan warnanya menggunakan Labdiagram. Jenis-jenis gaharu dari berbagai
kelas mutu yang digunakan sebagai bahan baku dapat dilihat pada Gambar 2.

1

2

3

4

Gambar 1. Warna Kayu Gaharu Berdasarkan Umur Inokulasi yang Diukur Menggunakan
Colourmeter. 1 = umur inokulasi 8 tahun. 2 = 6 tahun. 3 = 4 tahun. 4 = 2 tahun

133

JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2010

Gambar 2. Jenis-jenis Kayu Gaharu yang Digunakan Sebagai Bahan Baku Penyulingan

Tahap Penyulingan
Pelaksanaan penyulingan minyak gaharu dengan cara pengukusan meliputi tiga
tahap, yaitu: persiapan bahan baku, persiapan peralatan dan tahap penyulingan.
a. Persiapan bahan baku. Gaharu yang akan dijadikan sebagai bahan baku
pembuatan minyak diambil dari daerah Long Bagun, Malinau, Berau, Bulungan dan
Palangkaraya dengan umur inokulasi sekitar 2 sampai 8 tahun. Bahan baku yang
digunakan terdiri dari 4 mutu, yaitu sapuan, teri kulit, serbuk dan sarang semut.
Sebelum disuling, gaharu terlebih dahulu dijemur selama 12 hari di tempat terbuka,
dicacah dengan parang lalu digiling menjadi partikel yang lebih kecil.
b. Persiapan peralatan. Sebelum penyulingan, persiapan yang dilakukan agar
proses penyulingan berjalan sebagaimana mestinya adalah sebagai berikut:
menyetel alat penyulingan, mengisi ketel dengan air, mengisi drum pendingin
dengan air, mengisi minyak tanah dan memperhatikan sumbu pada kompor,
meletakkan penampung kondensat di bawah drum pendingin dan pelaksanaan
penyulingan.
Metode penyulingan yang dilakukan yaitu metode pengukusan dengan tahapan
sebagai berikut: partikel gaharu sebanyak 5 kg dimasukkan ke dalam ketel yang
sudah diisi air kurang lebih sebanyak 30 liter, ketel ditutup dengan rapat, kompor
diletakkan di bawah ketel dan dinyalakan, klep pengatur pada ketel dibuka perlahanlahan pada saat tekanan udara sudah mencapai 40 atm, proses pembakaran ketel
menghasilkan uap air panas dan minyak gaharu. Campuran uap ini kemudian
mengalir melalui pipa pendingin (coil condensor), sehingga terjadi pengembunan
dan uap yang terdiri dari campuran air dan minyak gaharu akan mencair kembali.

Aziza dkk. (2010). Analisis Biaya Penyulingan Minyak Gaharu

134

Biaya Produksi
a. Asumsi perhitungan. Beberapa asumsi yang digunakan dalam perhitungan usaha
ini adalah sebagai berikut: kapasitas ketel adalah 5 kg bahan baku, frekuensi
produksi adalah 15 kali sebulan, harga jual minyak gaharu adalah Rp50.000,-/cc,
harga jual ampas hasil sulingan Rp4.000,-/kg, bahan bakar terdiri dari 40 liter
minyak tanah dan 10 liter solar setiap kali produksi, proses penyulingan dilakukan
setiap bulan dalam setahun dengan 15 hari kerja dalam sebulan, umur ekonomis
mesin produksi 10 tahun dan umur ekonomis bangunan pabrik 10 tahun.
b. Investasi. Investasi yang dikeluarkan adalah: ketel penyulingan, drum pendingin,
tungku pembakaran sebesar Rp20.000.000,-, mesin giling Rp4.000.000,- dan rumah
penyulingan Rp5.000.000,-.
c. Komponen analisis biaya. Biaya penyulingan minyak gaharu terdiri dari semua
biaya yang dikeluarkan untuk mengolah gaharu sampai menghasilkan minyak
gaharu. Komponen biaya tersebut meliputi:
1. Biaya penyusutan mesin produksi dan peralatan. Biaya yang dikeluarkan karena
susutnya nilai suatu aset dalam hal ini adalah mesin giling, parang, drum dan satu
set alat suling yaitu berupa ketel penyulingan, pendingin, penampung kondensasi
dan kompor yang dihitung dengan menggunakan metode garis lurus (straight-line
depreciation), yang mana laju depresiasi tiap tahun adalah sama.
2. Biaya penyusutan rumah penyulingan. Biaya yang dikeluarkan terhadap
penyusutan rumah penyulingan dengan asumsi umur ekonomis adalah 10 tahun.
Metode perhitungan yang digunakan adalah metode garis lurus (straight-line
depreciation).
3. Biaya listrik. Biaya listrik digolongkan menjadi biaya tidak tetap dan biaya tetap.
Digolongkan menjadi biaya tidak tetap ketika listrik digunakan selama proses
produksi berlangsung. Namun akan menjadi biaya tetap jika proses produksi
sedang tidak berjalan.
4. Biaya bahan baku. Pembelian bahan baku gaharu dengan berbagai kualitas mulai
dari harga Rp40.000250.000,-/kg.
5. Biaya bahan bakar. Minyak tanah yang diperlukan dalam setiap kali proses
produksi adalah 40 liter dengan harga Rp8.000/liter. Pengusaha belum mengalami
kesulitan dalam memperoleh bahan bakar jenis ini walaupun saat ini terjadi
konversi dari minyak tanah ke gas. Bahan bakar untuk menggiling gaharu
menjadi partikel yang lebih kecil adalah menggunakan solar dengan kebutuhan
sebanyak 10 liter/hari dengan harga Rp4.500,-/liter.
6. Upah karyawan. Jumlah karyawan sebanyak 4 orang, masing-masing karyawan
diupah sebesar Rp50.000,-/hari kerja.
7. Biaya pemeliharaan. Biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan terhadap
peralatan yang digunakan dalam proses penyulingan.
Biaya-biaya di atas dikelompokkan ke dalam biaya tetap dan biaya tidak tetap
yang disajikan pada Tabel 1.

135

JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2010

Tabel 1. Biaya Penyulingan Minyak Gaharu dengan Menggunakan Bahan Baku dari Berbagai
Kualitas Gaharu Setiap Satu Periode Produksi
Komponen
Biaya (Rp)
Biaya bahan baku:
Sapuan 2 kg
500.000
1.050.000
Teri kulit 7 kg
600.000
Serbuk 8 kg
120.000
Sarang semut 3 kg
Jumlah
2.270.000
Biaya tetap (fixed costs):
Biaya penyusutan mesin/ peralatan
14.444
Biaya penyusutan rumah suling
2.778
Listrik
4.667
Jumlah
21.889
Biaya tidak tetap (variable costs):
Minyak tanah
320.000
Solar
45.000
Listrik
14.000
200.000
Upah karyawan
1.722
Biaya pemeliharaan
Jumlah
580.722
Jumlah biaya keseluruhan
2.872.611
Keterangan: Biaya pembelian mesin dan pembangunan rumah penyulingan diasumsikan
telah dilakukan pada awal produksi

Besarnya pendapatan yang diperoleh selama satu periode produksi dirinci pada
Tabel 2.
Tabel 2. Pendapatan pada Penyulingan Minyak Gaharu dengan Menggunakan Bahan Baku dari
Berbagai Kualitas Gaharu Setiap Satu Periode Produksi
Komponen
Minyak gaharu 62 cc
Limbah gaharu 18 kg
Jumlah biaya

Biaya (Rp)
3.100.000
72.000
3.172.000

Analisis BEP
Hasil perhitungan terhadap komponen produksi dapat diperoleh nilai-nilai biaya
tetap total (FC) yang meliputi penyusutan mesin produksi, penyusutan rumah
penyulingan, biaya pemeliharaan dan listrik; biaya variabel total (VC) diperoleh dari
jumlah biaya bahan baku, biaya bahan bakar, listrik dan upah karyawan, sedangkan
biaya total (TC) adalah jumlah dari FC dan VC (Tabel 3). Hasil analisis terhadap
biaya-biaya tersebut diperoleh nilai-nilai BEP dan keuntungan (Tabel 4). Nilai-nilai
pada Tabel 4 memberikan arti bahwa pada tingkat produksi minyak gaharu sebanyak
62 cc per satu periode produksi dengan harga jual Rp50.000,-/cc akan mencapai titik
impas jika minyak gaharu yang dihasilkan sebanyak 5,44 cc dan nilainya sebesar
Rp216.111,- atau Rp3.485,66,-/unit. Keuntungan usaha pada tingkat produksi 62 cc
minyak gaharu adalah sebesar Rp299.389,-.

Aziza dkk. (2010). Analisis Biaya Penyulingan Minyak Gaharu

136

Tabel 3. Biaya-biaya dan Penjualan Minyak Gaharu dengan Bahan Baku dari Berbagai Kualitas
Selama Satu Periode Produksi
Jenis biaya
Biaya tetap (FC)
Biaya variabel (VC)
Biaya total (TC)
Volume produksi (Q) 62 cc
Harga jual (P)
jumlah penjualan (S)

Biaya (Rp)
21.889
2.850.722
2.872.611
50.000
3.172.000

Tabel 4. Nilai BEP (q), BEP (Rp), BEP (Unit) dan Keuntungan pada Penyulingan Minyak
Gaharu dengan Bahan Baku dari Berbagai Kualitas
Unit

Nilai
5,44
216.111,00
3.485,66
299.389,00

BEP(q) (cc)
BEP (Rp)
BEP setiap unit (Rp)
Keuntungan (Rp)

Analisis biaya juga dilakukan pada penyulingan minyak yang menggunakan
bahan baku gaharu kelas lainnya. Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa
kelas sapuan menempati urutan tertinggi dalam perolehan keuntungan (Rp969.389,-)
pada BEP Rp145.120,- yang diikuti kelas teri kulit (Rp429.389,-) pada BEP
Rp195.569,-; kelas campuran (Rp299.389,-) pada BEP Rp216.111,-; kelas serbuk
mengalami kerugian (Rp830.611,-) pada BEP Rp34.428,- serta kelas sarang semut
yang juga mengalami kerugian (Rp1.030.611,-) pada BEP Rp8.072,-.
Penggunaan bahan baku secara tunggal dari kelas sapuan dan teri kulit
memberikan keuntungan yang cukup tinggi, namun ketersediaan bahan baku
menjadi salah satu kendala mengapa pengusaha tidak melakukannya.
Hasil analisis terhadap rataan biaya (AC) dan margin biaya (MC) pada tingkat
di mana harga sama dengan margin keuntungan (P = MR = Rp50.000,-) didapat
hasil keuntungan maksimum yang dicapai pada produksi 1.000 cc minyak dengan
nilai Rp4.027.000,- (Tabel 5, Gambar 3). Pada tingkat produksi sebanyak 1.200 cc,
keuntungan sudah mengalami penurunan yaitu sebesar Rp2.027.000,- yang
diperoleh dari selisih antara pendapatan sebesar Rp60.000.000,- dan biaya total yang
dikeluarkan sebesar Rp57.973.000,-.
Tabel 5. Analisis Keuntungan Maksimum pada Penyulingan Minyak Gaharu dengan Bahan
Baku dari Berbagai Kualitas

Produksi
500
600
800
1000
1200
1300

P = MR
50000
50000
50000
50000
50000
50000

AC
48946
46622
44966
45973
48311
49595

MC
48946
35000
40000
50000
60000
65000

TC
24473000
27973000
35973000
45973000
57973000
64473000

π
527000
2027000
4027000
4027000
2027000
527000

P = harga penjualan. AC = rataan biaya. MC = margin biaya. TC = total biaya. π = keuntungan

137

JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2010
70000
60000

B iaya (R p )

50000
40000
P =MR
30000

AC
MC

20000
10000
0
0

200

400

600

800

1000

1200

1400

P roduksi (cc)

Gambar 3. Pola Keuntungan Maksimum Penyulingan Minyak Gaharu dengan Bahan Baku dari
Berbagai Kualitas

Berdasarkan hasil penelitian jumlah produksi per hektar hasil penjarangan yang
dilakukan oleh Denok (2010), jika jumlah gaharu sebanyak 20 kg (2 kg sapuan, 7 kg
teri kulit, 8 kg serbuk, 3 kg sarang semut) yang menghasilkan 62 cc minyak dalam
satu periode produksi, maka jumlah pohon yang harus disediakan adalah sebanyak
27 pohon hasil penjarangan atau lahan seluas 1 ha.
Jika pada keuntungan maksimum sebesar Rp4.027.000,- dengan tingkat
produksi 1.000 cc minyak dengan kebutuhan bahan baku sekitar 322,5 kg (32,5 kg
sapuan, 112,5 kg teri kulit, 129 kg serbuk, 48,5 kg sarang semut), maka pohon yang
harus tersedia adalah 432 pohon atau lahan seluas 64 ha dengan masing-masing
umur seluas 16 ha.
Berikut ini disajikan analisis produksi dan BEP Usaha Minyak Gaharu (Tabel 6)
dan nilai BEP pada usaha penyulingan minyak gaharu pada berbagai kelas kualitas
bahan baku yang digunakan (Tabel 7).
Tabel 6. Analisis Produksi dan BEP Usaha Minyak Gaharu
Jenis
Sapuan
Teri kulit
Campuran
Serbuk
Sarang semut

Harga per kg Produksi minyak Harga jual minyak
(Rp)
(cc/kg)
per cc (Rp)
250.000
5
65.000
150.000
3,6
55.000
113.500
3,1
50.000
75.000
2
30.000
40.000
1,5
10.000

BEP per unit
(Rp)
1.451,20
2.716,24
3.485,63
-861,00
-269,00

Keuntungan
per kg (Rp)
48.469,45
21.469,45
14.969,45
-41.530,55
-51.530,55

Tabel 7. Nilai BEP (q), BEP (Rp), BEP (Unit) dan Keuntungan pada Usaha Penyulingan Minyak
Gaharu
Jenis
Sapuan
Teri kulit

BEP(q) (cc)
2,38
4,16

BEP (Rp)
145.120,00
195.569,00

BEP setiap unit (Rp)
1.451,20
2.716,24

Keuntungan (Rp)
969.389,00
429.389,00

Aziza dkk. (2010). Analisis Biaya Penyulingan Minyak Gaharu

138

Tabel 7 (lanjutan)
Jenis
Campuran
Serbuk
Sarang semut

BEP(q) (cc)
5,44
-0,99
-0,61

BEP (Rp)
216.111,00
-34.428,00
-8.072,00

BEP setiap unit (Rp)
3.485,66
-861,00
-269,00

Keuntungan (Rp)
299.389,00
-830.611,00
-1.030.611,00

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Tahapan dalam proses penyulingan dengan metode pengukusan meliputi tiga
tahap yaitu persiapan bahan baku, persiapan alat dan pelaksanaan penyulingan. Pada
proses penyulingan minyak yang menggunakan bahan baku dari kualitas secara
tunggal maupun campuran, metode yang digunakan adalah sama yaitu dengan
pengukusan. Selain menghasilkan minyak gaharu, proses penyulingan juga
menghasilkan produk sampingan berupa ampas sisa hasil sulingan yang dapat
digunakan sebagai bahan baku pembuatan dupa atau hio.
Jumlah biaya yang dikeluarkan pada penyulingan minyak dengan bahan baku
campuran adalah sebesar Rp2.872.611,- per satu periode produksi (lama waktu
penyulingan 15 sampai 18 jam) dengan nilai pendapatan dari produksi minyak
sebanyak 62 cc adalah Rp3.172.000,-. Dengan produksi sebanyak itu, BEP dicapai
pada harga Rp216.111,- atau Rp3.485,66 per cc.
Keuntungan maksimum usaha penyulingan minyak gaharu dicapai pada
produksi 1.000 cc dengan nilai Rp4.027.000,-.
Saran
Bahan baku gaharu yang digunakan dalam proses penyulingan sebaiknya
dengan pencampuran dari beberapa kelas (mutu) dengan umur inokulasi berkisar
antara 2 sampai 8 tahun.
Diperbolehkan menggunakan bahan baku dari satu kelas saja seperti kelas
sapuan dan teri kulit karena keuntungan yang diperoleh cukup tinggi yaitu
Rp969.389,- dan Rp429.389,-. Namun ketersediaan bahan baku menjadi salah satu
kendala.
Sebaiknya tidak menggunakan kelas serbuk atau kelas sarang semut secara
tunggal, karena tidak akan memberikan keuntungan secara ekonomi. Biaya yang
dikeluarkan selama satu periode produksi untuk kelas serbuk Rp1.402.611,- dan
Rp2.102.611,- untuk kelas sarang semut yang melebihi pendapatan yang diperoleh
yaitu sebesar Rp1.272.000,- untuk kelas serbuk dan Rp372.000,- untuk kelas sarang
semut.
DAFTAR PUSTAKA
a

Anonim. 2009 . Gaharu: HHBK yang Menjadi Primadona. http://www.dephut.go.id/
halaman/standardisasi_&_lingkungan_kehutanan/info_vo2/vi_vo2.htm. 6 h.
b
Anonim. 2009 . Trubus Info Kit: Minyak Atsiri, Volume 7, Juni 2009. PT Trubus Swadaya,
Jakarta.

139

JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2010

Denok, M. 2010. Analisis Finansial Kelayakan Usaha Tani Gaharu. Skripsi Sarjana Fakultas
Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda.
Soehardi, S. 1990. Analisis Break Even. Analisis Secara Ringkas dan Praktis. BPFE,
Yogyakarta.
Sukirno, S. 1994. Pengantar Teori Mikroekonomi. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Sumarna, Y. 2005. Strategi Budidaya dan Pengembangan Produksi Gaharu. Makalah
Disampaikan pada Seminar Nasional Gaharu, Bogor 12 Desember 2005. Badan
Litbang Kehutanan, Bogor.
Sumarna, Y. 2009. Gaharu, Budidaya dan Rekayasa Produksi. Penebar Swadaya, Jakarta.
76 h.
Suwardi, E. dan E. Edriana. 2005. Gaharu dan Prospek Peningkatan Nilai Tambah Melalui
Penyulingan Tepat Guna. Makalah Disampaikan pada Seminar Nasional Gaharu, Bogor
12 Desember 2005. Badan Litbang Kehutanan, Bogor.