Analisis Kasus Pelanggaran Kode Etik Jak

Analisis Kasus Pelanggaran Kode Etik Jaksa
A. Latar Belakang Masalah
Dalam penjelasan umum Undang-Undang No 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan
dinyatakan bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
menentukan secara tegas bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. Sejalan
dengan ketentuan tersebut maka salah satu prinsip penting Negara hukum adalah adanya
jaminan kesederajatan bagi setiap orang dihadapan hukum (equality before the law). Oleh
karena itu setiap orang berhak atas perlakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian
hukum yang adil, serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Kejaksaan sebagai salah
satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan
supremasi hukum, perlindungan kepentingan hukum, penegakan HAM, serta
pemberantasan KKN.
Dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya, kejaksaan RI sebagai
lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan Negara di bidang penuntutan
harus mampu mewujudkan kepastian hukum, ketertiban hukum, keadilan, dan kebenaran
berdasarkan hukum dan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan, dan
kesusilaan, serta wajib menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum, dan keadilan yang hidup
dalam masyarakat. Kejaksaan juga harus mampu terlibat sepenuhnya dalam proses
pembangunan antara lain: turut menciptakan kondisi yang mendukung dan mengamankan
pelaksanaan pembangunan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila serta berkewajiban untuk turut menjaga dan menegakkan kewibawaan

pemerintah dan Negara serta melindungi kepentingan masyarakat.
Kejaksaan dalam mengimplementasikan tugas dan wewenangnya secara
kelembagaan tersebut, diwakili oleh petugas atau pegawai kejaksaan yang disebut
“Jaksa”. Seorang jaksa sebelum memangku jabatannya tersebut harus mengikrarkan
dirinya bersumpah atau berjanji sebagai pertanggungjawaban dirinya kepada Negara,
bangsa, dan lembaganya.

Kode Etik Jaksa adalah Tata Krama Adhyaksa dimana dalam melaksanakan tugas
Jaksa sebagai pengemban tugas dan wewenang Kejaksaan adalah insani yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang berasaskan satu dan tidak terpisahpisahkan, bertindak berdasarkan hukum dan sumpah jabatan dengan mengidahkan
norma keagamaan, kesopanan, kesusilaan dan keadilan yang hidup dalam masyarakat
berpedoman kepada Doktrin Tata Krama Adhyaksa.
Dengan adanya Kode Etik maka akan memperkuat sistem pengawasan terhadap Jaksa,
karena disamping ada peraturan perundang-undangan yang dilanggar juga ada kode etik
yang dilanggar.Maka dari itu kami akan menganalisis kasus terkait dengan pelanggaran
kode etik oleh jaksa.
B. Kronologi Permasalahan
Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejaksaan Agung, Hamzah Tadza, menyatakan
bahwa


jaksa yang menangani kasus Gayus Tambunan telah melakukan pelanggaran

berat. Hamzah menegaskan, karena ditemukan indikasi kesengajaan, tidak menutup
kemungkinan akan berujung pada pemberhentian tidak hormat. Pemberhentian tidak
hormat akan menunggu seluruh hasil pemeriksaan selesai dilakukan dengan juga
melakukan konfrontir dengan Gayus Tambunan, penyidik kepolisian, serta pengacara
Gayus.
Pelanggaran berat yang dilakukan oleh jaksa yang menangani perkara Gayus
bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 30/1980. PP itu menyebutkan
bahwa setiap pegawai negeri harus “disiplin”, yakni disiplin dalam ucapan, tulisan, dan
perbuatan baik di dalam maupun di luar jam kerja. Hamzah menegaskan, jika kemudian
ditemukan ada indikasi pidana, yakni menerima uang alias gratifikasi dalam menangani
perkara, maka mengacu pada PP No. 20/2008, Jaksa Agung berhak memberhentikan
sementara statusnya sebagai jaksa berdasarkan rekomendasi Jaksa Agung Muda
Pengawasan. “Apabila nanti ada salah seorang jaksa terbukti pidana Jaksa Agung berhak
memberhentikan,”tandasnya.
Kejaksaan Agung sendiri telah telah menetapkan lima orang aparaturnya sebagai
terlapor dugaan pelanggaran etika profesi dalam kasus pajak Gayus Halomoan
Tambunan. Para terlapor itu adalah jaksa P16 selaku peneliti Cirus Sinaga, Fadil Regan,
Eka Kurnia Sukmasari, dan Ika Savitrie Salim dan jaksa P16A Nazran Aziz dari Kejari


Tangerang, sebagai jaksa sidang.
Para pejabat struktural yang turut diperiksa adalah Kasubbag Tata Usaha pada
Direktorat Prapenuntutan Rohayati, karena mengetahui alur administrasinya, Kasubdit
Kamtibum dan TPUL pada Direktorat Prapenuntutan Jampidum Mangiring, yaitu tempat
berkas masuk. Tak lupa, Direktur Prapenuntutan Poltak Manullang, Direktur Penuntutan
Pohan Lasphy, juga ikut diperiksa. Hamzah menegaskan, dalam pemeriksaan yang
dilakukan tersebut yang paling bertanggungjawab adalah Ketua Jaksa Peneliti Berkas
Cirus Sinaga yang sekarang menjadi Asisten Pidana Khusus di Kejaksaan Tinggi Jawa
Tengah serta Direktur Prapenuntutan Poltak Manulang yang menjadi Kepala Kejaksaan
Tinggi Maluku. “Dalam kasus ini keduanya yang paling bertanggung jawab,”tegasnya.
Hamzah bilang, jabatan struktural keduanya kini sudah resmi dicopot
Pertanyaan
1. Siapakah jaksa yang melakukan dan terlibat dalam masalah/issue tersebut?
 jaksa P16 selaku peneliti Cirus Sinaga, Fadil Regan, Eka Kurnia Sukmasari, dan
Ika Savitrie Salim dan jaksa P16 A Nazran Aziz dari Kejari Tangerang, sebagai
jaksa sidang.

2. Bagaimanakah proses terjadinya masalah tersebut,dan pihak mana yang dirugikan
akibat perilaku tersebut dan apa saja yang sudah dilakukan lembaga pengawas/penegak

hukum di sector tersebut?
 Pelanggaran berat yang dilakukan oleh jaksa yang menangani perkara Gayus
bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 30/1980. PP itu menyebutkan
bahwa setiap pegawai negeri harus “disiplin”, yakni disiplin dalam ucapan, tulisan,
dan perbuatan baik di dalam maupun di luar jam kerja. Hamzah menegaskan, jika
kemudian ditemukan ada indikasi pidana, yakni menerima uang alias gratifikasi
dalam menangani perkara, maka mengacu pada PP No. 20/2008, Jaksa Agung
berhak memberhentikan sementara statusnya sebagai jaksa berdasarkan
rekomendasi Jaksa Agung Muda Pengawasan

C. ANALISIS KASUS
Dari wacana diatas dapat dilihat adanya kode etik profesi yang menyalahi aturan,
yaitu penyalahgunaan tanggung jawab yang dilakukan oleh rekan dan atasan jaksa
non aktif Cirus Sinaga dalam proses pengurusan berkas perkara Gayus Tambunan
saat bersidang di Pengadilan Negeri Tanggerang. Cirus dinyatakan bersalah
karena telah melanggar Pasal 21 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
tentang menghalang – halangi Penyidikan. Dalam putusan majelis hakim yang
menangani Cirus, Albertina Ho, menyatakan bahwa rekan dan atasan Cirus
semestinya ikut dimintai pertanggungjawaban.
Untuk kode etik profesi jaksa di Indonesia telah diatur dalam peraturan Jaksa

Agung Republik Indonesia nomor : PER-067/A/JA/07/2007 tentang kode etik jaksa.
Dimana dalam Pasal 4 , Dalam melaksanakan tugas profesi, Jaksa dilarang:
1. menggunakan jabatan dan/atau kekuasaannya untuk kepentingan pribadi
dan/atau pihak lain;
2. merekayasa fakta-fakta hukum dalam penanganan perkara;
3. menggunakan kapasitas dan otoritasnya untuk melakukan penekanan secara
fisik dan/atau psikis;
4. meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan serta melarang
keluarganya meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan
sehubungan dengan jabatannya;
5. menangani perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau keluarga,
mempunyai hubungan pekerjaan, partai atau finansial atau mempunyai nilai
ekonomis secara langsung atau tidak langsung;
6. bertindak diskriminatif dalam bentuk apapun;
7. membentuk opini publik yang dapat merugikan kepentingan penegakan hukum;
8. memberikan keterangan kepada publik kecuali terbatas pada hal-hal teknis
perkara yang ditangani.
Dalam kasus Jaksa Sirus juga melanggar kode etik jaksa dalam pasal 1 dan 4,
dimana Jaksa Sirus menerima uang dari tersangka korupsi dalam kasus yang
ditanganinya

Seharusnya sebagai seorang jaksa Cirus tidak boleh melakukan tindakan
pidana tersebut yang sekaligus membuktikan pelanggaran kode etik yang

dilakukannya, Cirus telah melanggar prinsip etika profesi, dengan menjadi seorang
jaksa yang tidak bisa menjaga disiplin diri yang telah disyaratkan oleh hukum dan
peraturan. Seharusnya Cirus Sinaga memberikan suatu sikap atau contoh yang
baik terhadap masyarakat luas karena masyarakat telah mengenal bahwasannya
seorang jaksa itu adalah bagian dari penegak hukum yang seharusnya dapat
membuktikan kasus korupsi yang telah dilakukan oleh Gayus Tambunan bukan
untuk menghalang – halangi penyidikan yang akan dilakukan. Dengan adanya
kasus seperti itu dapat dikatakan bahwa hukum di Indionesia sudah dapat di beli
dengan apa saja agar tersangka yang akan di adili mendapat keringan dari
hukuman yang seharusnya pantas di terimanya bukan sebaliknya. Masyarakat
mungkin akan kehilangan kepercayaan dengan lembaga pengadilan yang ada di
Indonesia, dikarenakan pihak – pihak yang bersangkutan tidak dapat menjalakan
etika profesi tersebut dengan baik dan benar.
Selanjutnya Harkristuti Harkrisnowo mengatakan bahwa : untuk dapat menja
min kinerja yang baik, dalam penyelenggaraan proses peradilan pidana oleh
Kejaksaan mekanisme kontrol dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Mekanisme kontrol internal, yang dapat dirumuskan dalam perundangundangan internal lembaga, yang mendorong agar :

a. Sesama aparat menjaga kinerja kolega mereka; dan
b. Agar atasan meningkatkan kualitas produk aparat yang dipimpinnya, dengan
memberikan penghargaan pada personel yang berprestasi, dan menjatuhkan
sanksi dalam berbagai tingkatan, bagi mereka yang buruk performancenya
2. Mekanisme kontrol eksternal, yang dapat dilakukan oleh lembaga penegak
hukum antara lain maupun oleh publik :
a. Kontrol oleh lembaga lain dalam Sistem Peradilan Pidana. Kontrol ini harus
secara tegas dirumuskan dalam perundang-undangannya sekaligus dengan sanksi
yang diancamkan apabila personel atau lembaga tidak melaksanakan
kewajibannya sesuai dengan due process of Law;
b. Kontrol oleh publik. Untuk menegaskan bahwa partisipasi publik merupakan
faktor pendorong profesionalisme Kejaksaan, maka perlu dirancang adanya
mekanisme kontrol yang memberikan akses pada publik manakala kinerja lembaga
ini mengabaikan ketentuan yang ada. Selain melalui pra peradilan, adanya

lembaga yang melakukan pemantauan terhadap setiap lembaga akan sangat
membantu. Melihat pentingnya lembaga semacam ini, maka perumusannya perlu
dimasukkan dalam peraturan perundang-undangan organik, untuk menjamin
bahwa keberadaannya diperhatikan oleh Kejaksaan.
Kita menyambut gembira pembentukan Komisi Kejaksaan. Sebab

kedudukan dan peran Komisi Kejaksaan sebagai lembaga pengawas Eksternal
terhadap Kejaksaan sangat penting mengingat posisi Kejaksaan sebagai salah satu
pilar penegakan hukum bersama Kepolisian Negara Republik Indonesia dan
Mahkamah Agung sangat menentukan hitam putihnya hukum di negeri ini.
Pengawasan, pembinaan dan penindakan secara tegas dan adil terhadap Jaksa
yang melakukan penyalahgunaan jabatan dan atau wewenang, atau bisa disebut
dengan “Jaksa bermasalah atau Jaksa nakal” adalah sangat penting. Sebab ada
pepatah yang mengatakan bahwa “Untuk membersihkan lantai (memberantas
korupsi)diperlukan sapu ( aparat penegak hukum) yang bersih pula.
D .KESIMPULAN
1. Kode Etik Jaksa mempunyai implementasi yang sangat strategis dengan
pelaksanaan tugas jaksa sebagai Penuntut Umum antar alain yaitu :
a) Kode Etik Jaksa terkandung nilai-nilai luhur yang dapat membangun pribadi para
penegak hukum yang lebih bermartabat dalam menjalankan fungsinya.
b) Sanksi yang diberikan kepada oknum jaksa yang melanggar Kode Etik Jaksa
dapat berupa sanksi administrasi terhadap pelanggaran yang ringan dan sanksi
diberhentikan dengan tidak hormat apabila oknum jaksa memenuhi alasan
pemberhentian dalam Pasal 13 Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia
2. Kendala yang sering muncul dalam penerapan Kode Etik Jaksa terhadap tugas

jaksa sebagai penuntut umum adalah :
a) Pengawasan terhadap tugas jaksa sebagai penuntut umum yang di lakukan oleh
setiap kepala masing-masing divisi dalampelaksanaanya kurang efektik karena
masih terdapat oknum jaksa yang melanggar Kode Etik Jaksa
b) Sanksi terhadap oknum jaksa yang melanggar Kode Etik Jaksa kurang

memberikan efek jera sehingga perlu disempurnakan karena masih terdapat oknum
jaksa yang melanggar Kode Etik Jaksa
E. SARAN:
1. Peraturan Kode Etik perilaku Jaksa harus lebih di sempurnakan, karena belum
bisa memberikan efek jera bagi oknum yang melakukan pelanggaran
2. Harus ada ketentuan peraturan yang jelas tentang berapa kali Jaksa boleh
mengembalikan berkas perkara kepada Penyidik, karena hal ini berkaitan dengan
asas peradilan cepat dengan biaya ringan.
3. Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan tugas harus benar-benar berpedoman
pada Kode E tik perilaku dan peraturan lain yang mengatur tentang hal itu.
4. Perlu di adakannya pembinaan yang berkelanjutan guna membangun pribadi
Jaksa agar dapat menciptakan Jaksa-jaksa yang bernilai positif,baik dari awal
penerimaan Jaksa-jaksa yang baru sampai pada tingkat atas.
5. Perlu diadakannya studi khusus kepada oknum-oknum Jaksa, untukmengetahui

faktor apa yang paling dominan mempengaruhi oknum Jaksa sehingga melakukan
pelanggaran

DAFTAR PUSTAKA

Arkristuti Harkrisnowo, Membangun Strategi kinerja Kejaksaan bagi peningkatan
Produktivitas, Profesionalisme, dan Akuntabilitas Publik: Suatu usulan pemikiran, makalah
disampaikan dalam rangka seminar mewujudkan supremasi hokum, Puslitbang Kejagung,
Jakarta, 22 Agustus 2001
Kelik Pramudya, Pedoman Etika Profesi Aparat Hukum, 2010, Jakarta: PT.Suka Buku
Koran Antara, 8 April 2010
Koran Kompas Edisi 02 November 2011
Rakatama, Aditya, Peran Komisi Kejaksaan Sebagai Perwujudan Pastisipasi Publik dalam
Rangka Pengawasan Lembaga Kejaksaan, Tesis, Universitas Diponegoro, 2008
Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, 2006, Jakarta: Sinar
Grafika

Dokumen yang terkait

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN DAN PENDAPATAN USAHATANI ANGGUR (Studi Kasus di Kecamatan Wonoasih Kotamadya Probolinggo)

52 472 17

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63