PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DEBAT UNTUK

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DEBAT UNTUK
MENINGKATKAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA PADA MATA
PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI KELAS V
MADRASAH IBTIDAIYAH MUHAJIRIN TELANAIPURA KOTA JAMBI

Irma Yulis
TPG141114

Abstrak
Skripsi ini membahas tentang meningkatkan kecerdasan emosional siswa pada mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan melalui penerapan model pembelajaran Debat pada
siswa klas V Madrasah Ibtidaiyah Muhajirin Telanai Kota Jambi. Tujuan penelitian ini adalah
mengetahui penggunaan model pembelajaran Debat dapat meningkatkan kecerdasan emosional
siswa kelas V. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (action research). Subjek
penelitian ini adalah siswa kelas V Madrasah Ibtidaiyah Muhajirin Telanaipura Kota Jambi,
sedangkan objek penelitian adalah model pembelajaran Debat, peningkatan Kecerdasan
Emosional siswa pada materi politik luar negeri indonesia. Data yang diperoleh melalui
pengumpulan data berupa observasi, angket, dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan
menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan
model pembelajaran debat dengan dapat meningkatkan kecerdasan emosional siswa diukur dari
evaluasi siklus I dan siklus II dengan persentase pada siklus I 68.40% dan siklus II 89.09%.

Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran debat dapat
meningkatkan kecerdasan emosional siswa kelas V Madrasah Ibtidaiyah Muhajirin Telanaipura
Kota Jambi.

Kata Kunci: Kecerdasan Emosional, Model Pembelajaran Debat.

PENDAHULUAN
Pendidikan
adalah
sebuah
pembelajaran yang dilakukan baik itu
secara individu atau kelompok orang
yang sedang belajar. Namun bisa
dilakukan melalui bimbingan dari guru,
orang tua, lingkungan atau bahkan belajar
dengan sendirinya. Pendidikan sangat
penting bagi kehidupan setiap manusia
tanpa
terkecuali,
dengan

adanya
pendidikan maka akan merubah pola
pikir, tingkah laku manusia, menjadi lebih
maju dan semakin berkembang. Adanya
pendidikan akan memberikan pengaruh
fositif kepada setiap anak didik yang
tentunya akan menjadi generasi penerus
bangsa.
Adapun
defenisi
tentang
pendidikan yang dijabarkann menurut
ahli yaitu, pendidikan berkenaan dengan
fungsi yang luas dari pemeliharaan dan
perbaikan kehidupan suatau masyarakat
terutama membawa masyarakat yang baru
(generasi
muda)
bagi
penunaian

kewajiban tanggung jawab di dalam
masyarakat. Jadi pendidikan adalah suatu
proses yang lebih luas dari pada proses
yang berlangsung didalam sekolah saja.
Pendidikan adalah suatu aktivitas sosial
yang esensial yang memungkinkan
masyarakat yang kompleks, dan modern.
Fungsi pendidikan mengalami proses
spesialisasi dan melembaga dengan
pendidikan
formal,
yang
tetap
berhubungan dengan proses pendidikan
in-formal di luar sekolah (Richey, 2012,
hal. 489).

Selanjutnya
dari
defenisi

pendidikan diatas terdapat tujuan
pendidikan yaitu, pasal 4 Undang-Undang
No. 2/1989 menyebutkan bahwa tujuan
pendidikan nasional adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia
Indonesiaseutuhnya,
yaitu
manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan
rohani, kepribadian yang matap dan
mandiri, serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.
Berdasarkan tujuan pendidikan
tersebut maka dikongkritkan tujuh
sasaran pendidikan, yaitu sasaran yang
bersifat (1) pengembangan pribadi, (2)
hubungan sosial, (3) penguasaan ilmu,

teknologi, dan seni, (4) kesadaran dan
penguasaan lingkungan, (5) efesiensi
ekonomi,
(6)
tanggung
jawab
kewarganegaraan, dan (7) komitmen
keberagaman (Prayitno, 1999).
Kemudian sasaran pendidikan
yang bersifat pengembangan pribadi yaitu
tujuan-tujuan pendidikan yang berupa
pengembangan pribadi setiap peserta
didik.
Berkembangnya
kecerdasan,
keterampilan, rasa percaya diri yang kuat,
mau bekerja keras, tangguh, sehat,
bertanggung jawab dan mandiri. Pada
setiap peserta didik merupakan contoh
rincian sasaran pendidikan yang bersifat

pengembangan
pribadi.
Sedangkan
sasaran
pendidikan
yang
bersifat
hubungan sosial meliputi tujuan-tujuan
pendidikan yang memungkinkan peserta

didik berinteraksi dan bekerja sama
dengan orang lain secara efektif.
Termasuk kedalam sasaran ini adalah
berbagai
pengetahuan,
sikap
dan
keterampilan yang berkaitan dengan
kaidah dasar hubungan dengan sesama
manusia yang ditunjukkan dengan

prilaku-prilaku yang saling menghormati,
kepandaian bergaul, berpikir win-win
sulution dalam menghadapi persoalan
bersama, empatik dan bersifat toleran
dalam kehidupan bersama. Hal tersebut
sesuai dengan salah satu pilar belajar
yang diajukan oleh UNESCO yaitu
learning to live together yang bermakna
belajar
untuk
mengembangkan
kemampuan hidup bersama orang lain:
dalam
keluarga,
kelompok,
dan
masyarakat yang lebih luas (Soedijarto,
2014, hal.10-18).
Namun Pendidikan yang berjalan
selama ini telah menjadikan aspek

kognitif
sebagai
panglima
dalam
pelaksanaannya, kejadian itu berlangsung
dalam waktu yang relative lama.
Akibatnya secara pelan-pelan semua
nilai-nilai pembelajaran lepas dari selasela jemari guru, kecuali nilai-nilai
pembelajaran kognitif.Aspek apektif
sebagai aspek yang tersisihkan dalam
persepsi siswa menjadi semakin kendur
dalam pelaksanaanya. Maka berbagai
tindakan amoral dan asusila menjadi hal
yang bisa terjadi dalam dunia pendidikan.
Kemudian dalam dunia praktek
pendidikan
terdapat
kecendrungan
keselahan dalam pencapaian tujuan
maupun sasaran yang dituju. Sehingga

menyebabkan berbagai pristiwa yang

tidak diinginkan seperti penggunaan
narkoba, krisisnya moral dikalanagan
pelajar, tauran antara sekolah, pemerasan
antar teman sehingga pelajar sering
menjadi buah bibir masyarakat. Dari
kenyataan tersebut maka terlihat ada
sesuatu yang tidak linier denga normanorma yang telah disebutkan diatas. Dari
berbagai
fenomena
diatas
maka
dipandang perlu adanya pembenahan
pendidikan mulai dari tingkat yang paling
rendah sampai dengan perguruan
tinggi.Kebermutuan SDM tidak hanya
terletak pada kecerdasan intelektual,
tetapi juga kecerdasan sosial dan
emosional. Keberhasilan atau prestasi

yang dicapai manusia masyarakat global
tidak semata-semata ditentukan oleh
keceradsan
intelektual
tapi
juga
ketentuan,
komitmen,
motivasi,
kesungguhan, disiplin dan etso kerja,
kemampuan berempati, berinteraksi dan
berintegrasi (Goleman, 1995).
Untuk memperbaiki dampak dari
kesalahan pencapaian tujuan diatas, maka
peneliti menggunakan mata pelajaran
PKn dalam pelaksanaanya. Karena dilihat
dari tujuan dan karakteristik mata
pelajaran ini memiliki kesesuain bila
digunakan dalam pembenahan tujuan
pembelajaran. Tujuan mata pelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan
yaitu,
dalam standar kopetensi kurikulum PKn
tahun 2004, ditegaskan bahwa mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
mempunyai
tujuan
untuk
mengembangkan
kemampuankemampuan sebagai berikut. Berpikir
secara kritis, rasional dan kreatif dalam

menanggapi
isu
kewarganegaraan.
Berpartisipasi
secara
cerdas
dan
bertanggung jawab, serta bertindak secara
sadar dalam kegiatan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara (Depdiknas,
2006, hal. 46).
Kemudian karakteristik mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
yaitu: (1) PKn termasuk dalam proses
ilmu sosial (IPS), (2) PKn diajarkan
sebagai mata pelajaran wajib dari seluruh
program sekolah dasar sampai perguruan
tinggi, (3) PKn menanamkan banyak
nilai, diantaranya nilai kesadaran, bela
negara, penghargaan terhadap hak asasi
manusia,
kemajemukan
bangsa,
tanggung jawab sosial, ketaatan pada
hukum, (4) PKn memiliki ruang lingkup
merupakan aspek persatuan dan kesatuan
bangsa, norma, hukum dan peraturan, hak
asasi manusia, kebutuhan warganegara,
pancasila dan globalisasi, (5) PKn
memiliki sasaran akhir atau tujuan untuk
terwujudnya suatu mata pelajaran yang
berfungsi seabagai sasaran pembinaan
watak bangsa (national and caracter
bulding) dan pemberdayaan warga
negara, (6) PKn merupakan suatu bidang
kajian ilmiah dan program pendidikan di
sekolah dan diterima sebagai wahana
utama serta esensi pendidikan demokrasi
di indonesia, (7) PKn mempunyai 3 pusat
perhatian yaitu
civic intelegence
(kecerdasan dan daya nalar warga negara
baik dalam dimensi spritual, rasional,
emosional
maupun
sosial),
civic
participation (kemampuan berpartisipasi
warga negara atas dasar tanggung
jawabnya baik secara individual, sosial

maupun seabagai pemimpin hari depan
(Sumantri, 2001, hal.281).
Namun terdapat problematika
yang dihadapi guru dalam mata pelajaran
PKn bahwa banyaknya materi pelajaran
yang membutuhkan hafalan, dan cara
guru menyampaikan pelajaran sulit
diterima, kurangnya keterlibatan mental
peserta didik dalam pembelajaran karena
guru mengajar hanya menggunakan
metode ceramah dan penugasan. Apalagi
sering didapati di lapangan bahwa
pelajaran PKn sering dialokasikan pada
jam-jam terakhir atau jam setelah olah
raga sehingga ketika para peserta didik
mengikuti mata pelajaran PKn mereka
selalu lelah, malas berfikir, mengantuk,
bercanda dengan teman sebangku,
berkelahi, bahkan sampai ada yang
membuat gaduh seisi kelas dengan ulahulah mereka.
Fenomena diatas terjadi karena
rendahnya kecerdasan emosional peserta
didik pada kelas tersebut.Terdapat
beberapa indikator kecerdasan emosional
yang sama dengan fenomena diatas
seperti fenomena siswa malas berfikir,
mengantuk, hal tersebut sesuai dengan
indikator kecerdasan emosional yaitu
penguatan diri, siswa tidak dapat
menangani emosi sehingga berdampak
negatif terhadap pelaksanaan tugas, tidak
peka terhadap kata hati dan tidak sanggup
menunda
kenikmatan
sebelum
tercapainya suatu sasaran dan tidak
mampu pulih kembali dari tekanan emosi,
serta tidak memiliki kesadaran diri, yaitu
mengetahui apa yang kita rasakan pada
suatu saat dan menggunakan untuk

memandu pengambilan keputusan diri
sendiri, memiliki tolak ukur yang realistis
atas kemampuan diri dan kepeercayaan
diri yang kuat.Dan juga kurangnya
motivasi yaitu, menggunakan hasrat yang
paling dalam untuk menggerakkan dan
menuntun kita menuju sasaran, membantu
kita mengambil inisiatif, bertindak efektif
dan bertahan menghadapi kegagalan dan
frustasi.
Setelah melihat fenomena diatas
maka dapat di tarik sebuah kesimpulan
bahwa kecerdasan emosional siswa kelas
V di MI Muhajirin ini masih rendah dan
perlu adanya peningkatan kecerdasan
emosional agar menjadi lebih baik lagi
untuk natinya kelak.Tiada kata terlambat
untuk suatu niat yang baik untuk
memperbaiki, untuk memunculkan suatu
konsep yang diharapkan akan dapat
menawarkan keadaan yang telah kering
dari nilai-nilai humanis. Kecerdasan
emosional telah dipercaya sebagai salah
satu faktor penentu keberhasilan dalam
kehidupan seseorang. Maka usaha
penanaman
kembali
dan
pengembanganya menjadi sangat urgen
ntuk dilakukan segera. Sekali lagi guru
menjadi
ujung
tombak
untuk
mengembangan, karena diyakini pada
dasrnya telah ada dalam diri manusia, dan
peningkatan untuk penyempurnaanya.
Maka dalam peningkatan ini guru
harus
bisa
menggunakan
model
pembelajaran
yang
sesuai
dalam
peningkatan kecerdasan emosional ini,
adapun model pembelajaran yang
sesuaiyang ditawarkan oleh peneliti
kepada guru kelas adalah model

pembelajaran
debat.
Alasan
menggunakan model pembelajaran debat
ini dikarenakan karenakan setelah
dianlisis bahwa model pembelajaran
debat ini terdapat keterkaitan dan
kesesuain untuk peningkatan kecerdasan
emosional siswa.
Selanjutnya
akan
dijelaskan
keterkaitan model pembelajran debat
yang digunakan dengan kecerdasan
emosional.
Emotional
Intelegence
(kecerdasan
emosional)
bukanlah
merupakan suatu yang diwariskan tetapi
hal ini biasa dipupuk dan dikembangkan
melalui pendidikan. Sekolah perlu
mengembangkan kecerdasan emosioanl
siswa. Kondisi emosioanal yang sehat
merupakan salah satu faktor penting bagi
keberhasilan belajar. Besarnya peran
kecerdasan emosional dalam menentukan
kesuksesan seseorang dalam hidup tidak
hanya diakui oleh para pakar psikologi
saja, tetapi juga oleh pakar di bidang lain
(Shapiro, 1977).
Selanjutnya terdapat faktor yang
mempengaruhi kecerdasan emosional.
Perekembangan
manusia
sangat
dipegaruhi oleh dua faktor, yaitu internal
dan eksternal. Adapun beberapa faktor
yang
mempengaruhi
kecerdasan
emosional, yaitu: (1) faktor otak, (2)
faktor keluarga, dan (3) lingkungan
sekolah (Goleman, 2004, hal. 21).
Jadi setelah melihat faktor yang
mempengaruhi kecerdasan emosional
maka salah satu faktor yang berpengaruh
adalah sekolah, jadi peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian di lingkungan
sekolah. Maka peneliti menggunakan

model pembelajaran debat dalam
pelaksanaanya. Selanjutnya defenisi
model debat, debat pada hakikatnya
merupakan saling adau argumentasi
antara pribadi atau antara kelompok,
dengan tujuan mencapai kemenangan
untuk suatu pihak, dan bisa saja
menjatuhkan teman demi tercapainya
tujuan yang akan dicapai. Model
pembelajaran debatadalah salah satu
pembelajaran tipe kooperative dimana
fungsinya
untuk
meningkatkan
kemampuan siswa baik dari segi
akademik maupun non akademik
(Hendrikus, 2009, hal. 130).
Kemudian model pembelajaran
debat memiliki karakteristik, adapun
karakteristik model pembelajaran debat
yaitu: (1) Perdebatan dapat menjadi
sebuah
metode
berharga
untuk
mengembangkan pemikiran dan refleksi,
khusunya jika para pelajar diharapkan
dapat
mengambil
posisi
yang
bertentangan dengan pendapatnya, (2)
Perdebatan yang aktif adalah sebuah
metode juga merupakan susatu langkah
untuk mengaktifkan serta melibatkan
semua pelajar didalam kelas, (3) Model
pembelajaran debat juga merupakan
model pembelajaran berbicara yang tidak
hannya monoton satu arah, (4) Model
pembelajaran debat mengarahkan sisiwa
untuk
berbicara
dengan
beradu
pandangan dari dua kelompok yang telah
diatur untuk berbeda pendapat, kelompok
pertama diminta untuk sealalu setuju
(kelompok pro) terhadap masalah yang
diberikan, sedangkan kelompok kedua
diminta untuk selalu tidak setuju

(kelompok kontra) terhadap masalah yang
diberikan (Akhyar, 2008).
Dirancangnya
model
pembelajaran debat ini memeiliki tujuan
adapun tujuan model pembelajaran debat
yaitu: (1) memantapkan pemahaman
konsep seseorang terhadap materi atau
pelajaran yang telah diberikan, (2)
melatih seseorang untuk bersikap kritis
terhadap semua teori yang sudah
diberikan, (3) melatih seseorang untuk
berani mengemukakan pendapat, (4)
melatih seseorang uuntuk mematahkan
pendapat lawanyya, (5) meningkatkan
kemammpuan merespon terhadap suatu
masalah (rebuttal) dikarenakan disini
terjadi adanya sebuah proses saling
mempertahankan pendapat diantara kedua
belah pihak (Tarigan, 2008).
Berdasarkan defenisi kecerdasan
emosional dan model pembelajaran debat
yang telah dipaparkan diatas, diduga
model pembelajaran debat mampu
meningkatkan kecerdasan emosional
siswa dapat dilihat dari keterkaitan
kedunya. Dengan diterapkannya model
pembelajaran debat dalam rangka utntuk
meningkat kecerdasan emosional yaitu,
(1) dengan model debat siswa menjadi
berkonsentrasi
dan
fookus dalam
mengikuti pembelajaran, sehingga dia
tidak sibuk sendiri dan tidak menggangu
teman yang lain, dan tidak menimbulkan
kerusuhan dikelas pada saat proses
pembelajaran berlangsung, (2) dengan
diterapkannya model pembelajaran debat
siswa
menjadi
terbiasa
untuk
mengemukakan
pendapat,
terbiasa
berbicara, berani tampil, dan percaya diri,

(3) dengan diterapkannya model debat
maka akan mampu membina hubungan
dengan sesama seperti mampu bekerja
sama dalam menyelesaikan tugas yang
diberikan guru, sehingga kan melatih
anak ketika kelak mampu membina
hubungan dengan masyarakat, (4) dengan
diterapkannya model debat siswa menjadi
mampu memahami orang lain, memiliki
empati terhadap orang lain.
Dengan
demikian
maka
Kecerdasan emosional adalah bekal
terpenting dalam mempersiapkan anak
menyongsong masa depan, karena
dengannya seseorang akan dapat berhasil
dalam menghadapi segala macam
tantangan, termasuk tantangan akan
berhasi secara akademis.
Berdasarkan uraian latar belakang
yang telah dikemukakan diatas rumusan
masalah dalam penelitian tindakan kelas
(PTK) ini adalah apakah penggunaan
model
pembelajaran
debat
dapat
meningkatkan kecerdasan emosional
siswa pada pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan
pokok
bahasan
kebebasan berorganisasi di kelas V MI
Muhajirin Telanaipura Kota Jambi?.
Berdasarkan identifikasi masalah
dan rumusan masalah yang dikemukakan
diatas, penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan pengaruh penerapan
model pembelajaran debat terhadap
peningkatan kecerdasan emosional siswa
pada
mata
pelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan materi kebebasan
berorganisasi di kelas V MI Muhajirin
Telanaipura Kota Jambi?.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah
penelitian tindakan kelas atau class room
action research. Penelitian tindakan kelas
adalah penelitian tindakan yang dilakukan
di kelas dengan tujuan memperbaiki atau
meningkatkan
mutu
praktik
pembelajaran. PTK berfokus pada kelas
atau pada proses belajar mengajar yang
terjadi dikelas (Suharsimi, Suhardjono,
Supardi, 2012, hal.58).
Penelitian ini dilaksanakan di MI
Muhajirin Telanaipura Kota Jambi, alasan
pemilihan lokasi tersebut juga didasarkan
beberapa pertimbangan, yaitu: 1)
Keterjangkauan lokasi penelitian oleh
peneliti, baik dari segi tenaga maupun
keefesiennan waktu. 2) Situasi sosial,
sebelum mendapatkan izin formal untuk
memasuki lokasi tersebut peneliti telah
mengadakan komunikasi informal dengan
pihak sekolah sehingga mendapatkan izin
secara informal.
Subjek penelitian adalah siswa
kelas V MI Muhajirin pada mata
pelajaran PKn. Subjek penelitian yang
lain adalah guru dan peneliti itu sendiri.
Adapun siswa yang akan menjadi subjek
penelitian berjumlah 14 orang yang terdiri
dari 9 orang siswa laki-laki, dan 2 orang
siswa perempuan.
Pada pengumpulan data yang
dilakukan oleh peneliti dengan bantuan
guru kelas sebagai kolaborasi dijadikan
landasan untuk mengetahuipeningkatan
kecerdasan emosional siswa dengan

menggunakan model pembelajaran debat
yang terkait dengan materi ajar pada mata
pelajaran PKn kelas Vdi MI Muhajirin
Telanaipura Kota Jambi. Adapun teknik
pengumpulan data yang digunakan oleh
peneliti sebagai berikut: Observasi,
angket, dan dokumentasi.
Instrumen yang di gunakan dalam
penelitian tindakan kelas ini adalah
sebagai berikut: 1) Perangkat Penelitian,
2) Lembar Observasi, 3) Tes Quisioner.
Tahapan sesudah pengumpulan
data adalah analisis data. Dalam peneltian
ini, analisis dilakukan peneliti dari awal
pada setiap aspek kegiatan penelitian.
Metode pembelajaran yang digunakan
dalam proses belajar mengajar juga
membutuhkan data yakni hasil adakah
peningkatan hasil belajar dari masingmasing siswa, oleh peneliti pada data
kualitatif menggunakan analisis interaktif
yang dikembangkan oleh Miles dan
Huberman.
Kriteria
keberhasilan
dalam
penelitian tindakan kelas ini dikatakan
berhasil apabila terdapat sedikitnya 60%
siswa yang aktif dalam mengikuti
pembelajaran. Keberhasilan peningkatan
kecerdasan emosional dilihat berdasarkan
hasil tes kuesioner (angket) peningkatan
kecerdasan emosional yang diperoleh
siswa. Siswa yang memiliki keceradasan
emosional tinggin apabila memperoleh
nilai 70 dan suatu kelas dikatakan telah
berhasil apabila terdapat 75% siswa
berhasil dari keseluruhan siswa selama

mengikuti proses pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran debat.

TEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Temuan
1. Pra-siklus
Setelah dilakukannya pengisian
lemba angket sebelum dilakukannya
tindakan, maka didapat skor rata-rata
kecerdasan emosional siswa yaitu
36% dan tergolong rendah dalam
memiliki kecerdasan emosional.
Dengan
kata
lain
proses
pembelajaran yang berlangsung
hanyya menekankan dari segi
kognitif dan kurang menekankan dari
segi afektif dan psikomotor.
2. Siklus I
Hasil yang diperoleh sebagian
besar siswa mennujjukan kecerdasan
emosional
yang
cukup
baik
dibandingkan sebelum dilakukannya
tindakan.Hal ini menunjukkan bahwa
kecerdasan emosional siswa pada
pembelajaran
PKn
kelas
VI
mengalami peeningkatan akan tetapi
belum maksimal seperti yang
diharapkan.
Setelah
direfleksi
kembali melihat dari perencanaan
yang telah dibuat sebagus mungkin,
maka peneliti dan guru berdiskusi
kembali untuk mengetahui letak
kekurangan pada perencanaan yang
dibuat. Setelah direfleksi kembali
dan kemudian peneliti dan guru
menemukan letak kekurangan pada

tahap perencanaan yang tidak sesuai
dengan pelaksanaan yaitu: 1) Pada
tahap
perencanaan
guru
membangkitkan motivasi belajar
siswa, dengan pengaplikasian model
pembelajaran semenarik mungkin,
sedangkan pada tahap pelaksanaan
cara guru membangkitkan motivasi
belajar siswa tidak terlalu maksimal
dan tidak membangkitkan motivasi
belajar siswa. 2) Pada tahap
perencanaan penempatan kelompok
siswa di tempatkan disesuikan
dengan
karakteristik
siswa,
sedangkan pada tahap pelaksanaan
letak penempatan tempat duduk
siswa yaitu: siswa yang memiliki
kriteria aktif, fokus, dan bersungguhsungguh dalam belajar mereka
ditempatkan pada kelompok yang
sama. 3) Ketika pemberian materi
pada tahap pelaksanaan ternyata
materi yang diberikan terlalu banyak,
sehingga siswa sulit menguasi materi
pembelajaran yang diberikan.
Letak kekurangan-keurangan
diatas ditemukan guru dan peneliti
pada saat observasi selama proses
pembelajaran berlangsung. Dan
berdasarkan data dan hasil yang
diperoleh
selama
tiga
kali
pelaksanaan tindakan siklus I.
Setelah peneliti dan guru berdiskusi
dengan menggunakan data-data yang
diperoleh dari kegiatan pelaksanaan
tindakan dan observasi, diketahui
hasil dari peningkatan kecerdasan
emosional siswa akhir siklus I
dikategorikan siswa dalam kategori

cukup meningkat. Kemudian karena
setelah dilihat kembali bahwa
peningkatan kecerdasan emosional
siswa rata-rata hanya dari dua aspek
indikator kecerdasan emosional,
maka guru dan observer merancang
kembali
kegiatan
pembelajaran
dengan
menggunakkan
model
pembelajaran
debat,
dengan
memperhatikan atau menekankan
berbagai hal yang telah direfleksikan.
Karena dilihat pada siklus I
hanya beberapa orang siswa yang
mengalami peningkatan kecerdasan
emosional pada saat penerapan
model pembelajaran pembelajaran
debat, kemudian juga peningkatan
tersebut hanyya dari beberapa
indikator kecerdasan emosional yaitu
dari segi mengenali emosi orang lain
dan pengendalian emosi diri.
Sedangkan dari aspek
empati,
motivasi diri, serta seni membina
hubungan
belum
terdapat
peninngkatanpada saat diterapkan
model pembelajaran debat. Untuk
mengatasi masalah tersebut akan
direncanakan siklus II yaitu dengan
merevisi RPP, serta penyesuaikan
antara
perencanaan
dengan
pelaksanaan, memperjelas lembar
kegiatan dan merubah susunan
kelompok tidak secara acak,
diharapkan
siswa
akan
lebih
bersemangat lagi dalam mengikuti
proses pembelajaran dan akan lebih
besar lagi peningkatan kecerdasan
emosional siswa.

3. Siklus II
Tahapan refleksi dilakukan
setelah melewati tahap pelaksanaan
tindakan dan tahap observasi.
Kegiatan refleksi dimaksudkan untuk
mengetahui apakah tindakan yang
dilakukan pada siklus II sudah
mengalami peningkatan dari siklus I.
Hal ini terlihat pada proses belajar
siswa telah memenuhi indikator yang
telah ditetapkan, setelah peneliti dan
guru berkolaborasi berdiskusi dengan
menggunakan
data-data
yang
diperoleh dari kegiatan pelaksanaan
tindakan dan observasi, diketahui
hasil siklus II dalam kategori sangat
tinggi, yaitu mencapai 100%.
Berdasarkan hasil refleksi
tersebut penelitian pada siklus
IIdikatakan sudah berhasil karena
sudah
memenuhi
indikator
keberhasilan tindakan yang telah
ditetapkan,
yaitu
adanya
peningakatan kecerdasan emosional
siswa dan adanya peningkatan
belajar siswa kedalam kategori
sangat tinggi yaitu 100%, maka
pemberian tindakan pada penelitian
diakhiri pada siklus II.
4. Analisis Data
Tahap analisis data dilakukan
setelah semua data terkumpul, data
tersebut berupa hasil observasi
peningkatan kecerdasan emosional
siswa. Hasil data yang diperoleh
adalah Hasil pengisisan lembar
angket
peningkatan
kecerdasan
emosional siswa pada pra siklus I

diperoleh rata-rata persentase sebesar
36%, dan pada siklus I setelah
diberikannya tindakan presentase
yang
diperoleh
adalah
79%,
kemudian pada siklus II diperoleh
rata-rata persentase sebesar 100%.
Hal
ini
menunjukan
adanya
peningkatan kecerdasan emosional
siswa dalam proses pembelajaran
PKn dengan menggunakan model
pembelajaran debat.
5. Interprestasi Analisis Data
Dari hasil analisis data yang
dilakukan
maka
diperoleh
informasi
bahwa
pada
pelaksanaan siklus I dari hasil
observasi yang dilakukan selama
proses pembelajaran menunjukan
kecerdasan
emosional
siswa
belum optimal. Namun terjadi
peningakatan
kecerdasan
emosional siswa setelah dilakukan
perbaikan-perbaikan pada siklus
II.
Lembar observasi digunakan
sebagai pedoman bagi observer
dalam melakukan pengamatan
terhadap peningkatan kecerdasan
emosional siswa selama proses
pembelajaran berlangsung. Hasil
yang diperoleh dari lembar
observasi digunakan
peneliti
sebagai bahan untuk melakukan
refleksi terhadap pelaksanaan
tindakan yang telah dilakukan dan
sebagai acuan untuk melakukan
perbaikan pada siklus selanjutnya.

Peningkatan aktifitas belajar
siswa dari siklus I ke siklus II. Hal
ini
menunjukan
bahwa
pembelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan
dengan
menggunakan
model
pembelajaran
debat
dapat
meningkatkan aktivitas belajar
siswa
kelas
V
Madrasah
Ibtidaiyah Muhajirin Telanaipura
Kota Jambi selama proses
pembelajaran.
Peningkatan aktivitas guru
dengan menggunakan model
pembelajaran debat pada setiap
siklusnya. Hal ini menunjukan
bahwa pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan
dengan
menggunakan
model
pembelajaran
debat
dapat
meningkatkan aktivitas guru kelas
V Madrasah Ibtidaiyah Muhajirin
Telanaipura Kota Jambi selama
proses pembelajaran.
B. Pembahasan
Penelitian ini merupakan
penelitian tindakan kelas untuk
meningkatkan
kecerdasan
emosional
siswa
dengan
menggunakan
model
pembelajaran debat kelas V
Madrasah Ibtidaiyah Muhajirin
Telanaipura Kota Jambi. Proses
kegiatan pembelajaran dengan
menggunakan
model
pembelajaran
debat
telah
menunjukkan hasil yang cukup
efektif dalam pelaksanaan proses

pembelajaran PKn di kelas V
Madrasah Ibtidaiyah Muhajirin
Telanaipura Kota Jambi. Hal ini
terlihat dari adanya peningkatan
peningkatan
kecerdasan
emosional siswa serta peningkatan
aktivitas belajar siswa dan guru
dengan mengggunakan model
pembelajaran debat. Karena dalam
proses
pembelajaran
dengan
menggunakan
model
pembelajaran
debat
siswa
sedemikian rupa terlibat aktif
dalam pembelajaran. Serta melatih
siswa untuk terbiasa bekerja sama,
menhargai
teman,
mampu
mengelola emosi diri, serta
memiliki empati terhadap teman.
Hal ini terbukti berdasarkan hasil
observasi aktivitas belajar siswa
yang dilakukan pada siklus I
mencapai 79% dan mengalami
peningkatan pada siklus II
menjadi
100%.
Berdasarkan
analisis hasil siklus I dan siklus
II, kecerdasan emosional siswa
kelas V Madrasah Ibtidaiyah
Muhajirin Telanaipura Kota Jambi
mengalami peningkatan pada
setiap indikatornya. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran
debat
dapat
meningkatkan
kecerdasan
emosional
siswa
kelas
V
Madrasah Ibtidaiyah Muhajirin
Telanaipura Kota Jambi.

PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil
penelitian
tindakan kelas yang dilakukan pada MI
Muhajirin Telanaipura Kota Jambi, yaitu
pada siklus I dan II, kecerdasan
emosional siswa mengalami peningkatan
pada setiap siklusnya. Maka dapat
dikatakan bahwa penerapan model
pambelajaran
debat
dapat
meningkatkankecerdasan
emosional
siswa kelas VI MI Muhajirin Telanaipura
Kota Jambi dengan presentase sebagai
berikut:
Sebelum
diterapkan
model
pembelajaran
debat
presentase
peningkatan kecerdasan emosonal siswa
pra siklus didapat presentase 36%,
kemudi pada siklus I didapat presentase
79%, dilanjutkanpada siklus II di dapat
presentase 100%.
Proses
pembelajaran
dengan
menerapkan model pembelajaran debat
pada
mata
pelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan dapat meningkatkan
kecerdasan emosional siswa pada kelas V
Madrasah
Ibtidaiyah
Muhajirin
Telanaipura Kota Jambi. Hal ini terlihat
dari peningkatan kecerdasan emosional
siswa, berdasarkan hasil yang diperoleh
dari pengisian lembar angket dan aktivitas
belajara siswa setiap siklusnya. Pada pra
siklus tingkat kecerdasan emosional ratarata siswa hanya 36% dengan jumlah
siswa yang 11 siswa dari keseluruhan
dengan persentase 100%. Dan setelah
dilakukan tindakan siklus I tingkat
kecerdasan emosional siswa naik menjadi
79%. Dan meningkat sangat signifikan

pada siklus II dengan nilai rata-rata 100%
dengan jumlah siswa berhasil 11 dari 11
siswa dengan persentase 100%.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini,
peneliti merekomondasikan saran kepada
guru sebagai berikut :
1. Model pembelajaran debat yang telah
diterapkan pada siswa kelas VI
Madrasah
Ibtidaiyah
Muhajirin
Telanaipura Kota Jambi dapat m
eningkatkan kecerdasan emosional
siswa sehingga dapat dijadikan
alternatif
dalam
pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan.
2. Disarankan kepada guru kelas
sebelum mengajar terlebih dahulu
menyiapkan rencana pembelajaran,
media pembelajaran dan metode
pembelajaran yang sesuai dengan
materi pembelajaran.
Penutup
Dengan mengucapkan rasa syukur
yang sebesar-besarnya kepada Allah
SWT, bahwa penulis telah dapat
menyelesaikan Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) ini, namun dalam penulisan karya
ilmiah ini tentunya masih terdapat
kekurangan-kekurangan, baik dalam
sistematika penulisan maupun bentuk
kata-kata.
Untuk itu kritik dan saran sangat
diharapkan penulis demi perbaikan
penulisan Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) ini.Kemudian penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah bersedia memberikan

bantuan kepada penulis dalam penulisan
karya ilmiah ini.Semoga karya ilmiah ini
dapat bermanfaat bagi para guru di
Madrasah
Ibtidaiyah
Muhajirin
Telanaipura Kota Jambi.
DAFTAR PUSTAKA