Makalah Sejarah Pemikiran Pendidikan Isl

Makalah
“Sejarah Pemikiran Pendidikan Rakyat Indonesia pada Masa
Reformasi”

DosenPembimbing:
Dr. Muhammad Idris Tunru. S.Ag,M.A.g
Penyusun :
Yustika Mokoginta
Nim : 15.2.3.003

Podi : PAI

FAKULTAS TARBIYAH & ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MANADO
1439 H/ 2017 M

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah Swt, yang telah melimpahkan
rahmat dan karunianya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah sejarah
pemikiran pendidikan Islam dengan baik,

Setelah mempelajari makalah ini, maka anda akan mengetahui bagaimana
sejara pemkiran pendiidkan rakyat Indonesia pada masa Reformas. Akhir kata
kami mengucapkan terimakasih kepada para pembaca yang senantiasa
mendukung dan memberikan kritik dan sarannya yang bisa memperbaiki
makalah ini menjadi lebih baik.

Manado, 2 Januari 2018

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………….. ……..
Daftar Isi………………………………………………………... ……..
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang…..……………………………………………..
2. Rumusan Masalah……………………………………………...
BAB II PEMBAHASAN
1.

Faktor munculnya Reformasi…………………………………..


2.

Proses Pendidikan Pada Masa Reformasi………………………

3.

Perkembangan Pendidikan Pada Masa Reformasi….. …………

BAB III PENUTUP
Kesimpulan………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Reformasi merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya perubahan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ke arah yang lebih baik secara
konstitusional. Artinya, adanya perubahan kehidupan dalam bidang politik,
ekonomi, hukum,sosial dan budaya yang lebih baik, demokratis berdasarkan

prinsip kebebasan, persamaan dan persaudaraan. Gerakan Reformasi lahir sebagai
jawaban atas krisis yang melanda berbagai segi kehidupan.Krisis politik,
ekonomi, hukum dan krisis sosial merupakan faktor-faktor yang mendorong
lahirnya gerakan reformasi.Bahkan krisis kepercayaan telah menjadi salah satu
indikator yang menentukan. Reformasi dipandang sebagai gerakan yang tidak
boleh ditawar-tawar lagi dan karena itu, hampir seluruh rakyat indonesia
mendukung sepenuhnya gerakan reformasi tersebut.
Pendidikan era reformasi telah melahirkan sejumlah kebijakan strategis
dalam bidang pendidikan yang pengaruhnya langsung dapat dirasakan oleh
masyarakat secara luas dan menyeluruh, bukan hanya bagi sekolah umum yang
bernaung dibawah Kementerian Pendidikan Nasional saja, melainkan juga berlaku
bagi madrasah dan Perguruan Tinggi yang bernaung di bawah Kementerian
Agama.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan Faktor Penyebab Munculnya Reformasi
2. Bagaimana Proses Pendidikan Indonesia Pada Masa Reformasi?
3. Bagaimana Perkembangan Pendidikan Pada Masa Reformasi?

BAB
PEMBAHASAN

A. Faktor Penyebabnya Munculnya Reformasi

Setelah Orde Baru memegang kekuasaan dan mengendalikan
pemerintah, muncul satu keinginan untuk terus menerus mempertahankan
kekuasaanya atau “status quo”. Hal ini menimbulkan ekses-ekses negative,
yaitu semakin jauh dari tekad awal Orde Baru tersebut. Akhirnya berbagai
macam penyelewengan dan penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila dan
ketentuan-ketentuan yang terdapat pada UUD 1945, banyak dilakukan oleh
pemerintah Orde Baru.Penyelewengan dan penyimpangan yang dilakukannya
itu direkayasa untuk melindungi kepentingan penguasa, sehingga hal tersebut
selalu dianggap sah dan benar, walaupun merugikan rakyat.1 Adapun faktorfaktor yang mendorong munculnya reormasi, yaitu :
a. Krisi Politik
Di bidang politik pemerintah Orde Baru memiliki cara tersendiri untuk
menciptakan stabilitas yang diinginkan, salah satunya dengan menjadikan
Golkar sebagai mesin politik. Di dalam tubuh Golkar terdapat tiga jalur yang
menjadi tumpuan kekuatanya, yaitu ABRI, birokrat dan glkar (jalur
ABG).Tidak mengherankan jika Golkar selalu menjadi pemenang dalam
pemilu-pemilu selama Orde Baru.Keberadaan Golkar yang sebenarnya
diperlukan sebagai sarana dan arena penyalur aspirasi rakyat, ternyata
dijadikan sebagai alat kekuasaan atau alat penguasa untuk melanggengkan

kekuasaanya.2

1

Brata Trisnu Nugroho.2006.Prahara Reformasi Mei 1998.semarang:UPT UNNES

Press,2006.
2

Nur Siwi Ismawati dan Sri Widiastuti.1012. Sejarah SMA/MA Kelas XII Semester

Gasal. Klaten:Viva Pakarindo

Sistem perwakilan pun bersifat semu, bahkan hanya dijadikan sarana
untuk melanggengkan sebuah kekuasan secara sepihak.Dalam setiap pemilihan
Presiden melalui lembaga MPR, Soeharto selalu terpilih.Otoriterianisme
merambah segenap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
termasuk kehidupan politik.Banyak wakil rakyat yang duduk di MPR/DPR
tidak mengenal rakyat dan daerah yang diwakilinya.Hal ini terjadi karena
demokratisasi dibangun melaui KKN.

Sebagian menganggap bahwa reformasi sudah tercapai manakala
penyelenggara negara yang sudah 32 tahun berhenti, sehingga bagi mereka
mundurnya Presiden Soeharto pada hari kamis, 21 mei 1998 merupakan
puncak kemenangan. Ada yang memandang reformasi sebagai upaya
pembersihan penyakit KKN dan kawan-kawan, sehingga identik dengan
penciptaan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.Reformasi juga diartikan
perubahan terhadap semua sistem kepemerintahan secara Totolitas.3
Ketidakberesan juga dapat dilihat dari konsep Dwifungsi ABRI yang
telah berkembang menjadi kekaryaan.Peran kekaryaan ABRI semakin masuk
dalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.Bidang-bidang yang
seharusnya masyarakat berperan lebih besar ternyata ditempati oleh personil
TNI/Polri seperti jabatan lurah, bupati, walikota dan gubernur pada masa Orde
Baru banyak diduduki oleh militer.Dunia bisnispunbahkan tak luput dari
intervensi TNI/Polri.
Keadaan seperti ini mengakibatkan munculnya rasa tidak percaya
kepada institusi pemerintah, DPR dan MPR.Ketidakpercayaan itulah yang
mendorong munculnya gerakan reformasi.Kaum reformis yang dipelopori oleh
kalangan mahasiswa yang didukung para dosen dan rektornya mengajukan
tuntutan untuk mengganti presiden, reshuffle kabinet dan menggelar Sidang
Istimewa MPR serta melaksanakan Pemilu secepatnya. Gerakan reformasi


3

Prof. Dr. KH. Said Adiel Siradj, MA, Islam kebangsaan (Jakarta: Pustaka Ciganjur,
1999). Hal: 126

menuntut untuk dilakukan reformasi total disegala bidang, termasuk
keanggotaan DPR dan MPR yang dipandang sarat dengan nuansa KKN.
Setahun sebelum pemilihan umum tahun 1997 diselenggarakan pada
bulan mei, situasi politik di Indonesia mulai memanas. Pemerintahan Orde
Baru yang didukung oleh Golkar berusaha untuk memenangkan Pemilu secara
mutlak seperti pemlu-pemilu sebelumnya. Sementara itu tekanan-tekanan
terhadap pemerintahan Orde Baru di masyarakat semakin berkembang biak
dari kalangan politisi, cendekiawan dan mahasiswa. Tuntutan masyarakat
terhadap perubahan kebijakan pemerintah tentang masalah politik, ekonomi
dan hukum terus bergulir seperti bola salju.Keberadaan partai-partai yang ada
di legislative seperti PPP, GOLKAR dan PDI dianggap tidak mampu
menampung dan memperjuangkan aspirasi rakyat.
Sepanjang tahun 1996 terjadi pertikaian sosial dan politik di
dalam kehidupan masyarakat, seperti pada bulan Oktober 1996 terjadi

kerusuhan di Situbondo (Jawa Timur), bulan Desember 1996 terjadi kerusuhan
di Tasikmalaya (Jawa Barat) dan di Sanggau Ledo (Kalimantan Barat) yang
meluas ke Singkawang dan Pontianak. Terjadinya ketegangan politik
menjelang pemilihan umumtahun 1997 telah menjadi pemicu terjadinya
kerusuhan baru yaitu konflik antar agama dan konflik antar etnis yang
berbeda.Pada bulan Maret 1997 terjadi kerusuhan di Pekalongan dan meluas ke
berbagai wilayah di Indonesia.Menjelang akhir kampanye pemilihan umum
1997 meletus kerusuhan di Banjarmasin yang memakan banyak korban jiwa.
Pemilu tahun 1997 dimenangkan secara mutlak oleh Golkar, PPP
berhasil

menambah

kursi,

sementara

suara

PDI


menurun

secara

drastis.Kemenangan Golkar tentu saja kembali menghantarkan Soeharto mejadi
Presiden RI untuk priode 1998 – 2003.Namun dikalangan masyarakat yang
dimotori oleh para mahasiswa berkembang satu arus yang sangat kuat menolak
pencalonan kembali Soeharto menjadi presiden.Akibatnya timbul tekanan
terhadap kepemimpinan Soeharto yang datang dari para mahasiswa dan

kalangan intelektual.Di samping itu, larangan beroposisi terhadap pemerintah
telah menimbulkan penculikan-penculikan terhadap para aktivis mahasiswa
dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
b. Krisis Hukum
Pelaksanaan hukum di Indonesia pada masa pemerintahan Orde Baru
terdapat banyak ketidakadilan.Misalnya, kekuasaan kehakiman yang dalam
pasal 24 UUD 1945 dinyatakan sebagai badan yang memiliki kekuasaan yang
bebas dan terlepas dari kekusaan pemerintah (independen).Akan tetapi dalam
kenyataanya kekuasaan kehakiman berada dibawah kekuasaan pemerintah,

sehingga pengadilan menjadi lembaga yang sulit untuk memberi keadilan bagi
rakyat. Jadi dapat dikatakan selama pemerintahan Orde Baru hakim-hakim
menjadi pelayan para penguasa, bahkan hukum sering dijadikan alat untuk
membenarkan tindakan dan kebijakan pemerintah atau sering terjadi rekayasa
dalam proses peradilan apabila proses tersebut menyangkut diri penguasa,
keluarga dan kerabat atau pejabat negara. Hal ini dapat dilihat pasca jatuhnya
Presidan Soeharto, hukum tidak bisa menjerat para konglomerat dan politisi
nakal yang telah menggunakan uang rakyat.Hal ini jelas menunjukan bahwa
hukum telah diciptakan untuk keuntungan pemerintah yang berkuasa.
c. Krisis Ekonomi
Krisis moneter yang melanda negar-negara di kawasan Asia Tenggara
sejak Juli 1996, juga mempengaruhi perkembangan perekonomian di
Indonesia.Perekonomian yang dibangun pemerintah Orde Baru ternyata rapuh
dan tak mampu menahan badai krisis moneter tersebut.Di pasaran mata uang
dunia nilai rupiah terus merosot terhadap dolar Amerika.Sebagai gambaran,
pada tahun 1996 nilai rupiah terhadap dollar adalah Rp. 6.000 per $ US dan
pada bulan Desember 1997 rupiah terpuruk hingga posisi Rp. 6.400 per $
US.Memasuki tahun 1998 kemerosotan nilai rupiah semakin drastis.Pada
tanggal 13 April nilai rupiah mencapai Rp. 8.000 per $ US, pada tanggal 17


Mei rupiah mencapai Rp. 12.800 per $ US, bahkan dalam perdagangan valuta
asing nilai rupiah terperosok dalam Rp. 16.000 per $ US.
Krisis moneter memicu terjadinya kemerosotan ekonomi secara
meluas.Perbankan nasional terpuruk dan banyak bank beku operasi
(BBO).Dunia usaha, khususnya usaha kecil dan menengah (UKM), tidak
berkutik dan banyak gulung tikar.Pemutusan hubungan kerja (PHK) tampak
terjadi di banyak tempat.Harga sembilan bahan kebutuhan pokok (Sembako)
yang menjadi kebutuhan masyarakat sehari-hari melambung tinggi, bahkan
sempat menjadi kelangkaan.
Kelaparan dan kekurangan makanan mulai melanda masyarakat, seperti
terjadi di wilayah Irian Barat (Papua).Nsa Tenggara Timur dan termasuk di
beberapa daerah di Pulau Jawa.Sementara itu, untuk mengatasi kesulitan
moneter, pemerintah meminta bantuan IMF. Namun, kucuran dana dari IMF
yang sangat diharapkan oleh pemerintah Indonesia belum terealisasi, walupun
pada tanggal 15 Januari 1998 Indonesia telah menandatangani 50 butir
kesepakatan (Letter of intent atau LOI) dengan IMF.
Sebenarnya, pada saat yang bersamaan krisis moneter terjadi pula di
beberapa negara.Krisis ini merupakan imbas dari ekonomi global yang diduga
di sebabkan oleh perilaku spekulan. Krisis moneter terjadi di Korea Selatan,
Filipina, Thailand, malaysia dan Indonesia. Jika dibandingkan dengan negaranegara Asia tersebut, Indonesia sangat merasakan dampak paling buruk.Hal ini
disebabkan

oleh

rapuhnya

fondasi

perekonomian

Indonesia.Crony

capitalism, demikian istilah untuk meyebut pembangunan ekonomi Indonesia
selama perjalanan Orde Baru, telah membuat struktur ekonomi menjadi rapuh
terhadap gejolak-gejolak eksternal.
Krisis moneter dan ekonomi merebak semakin meluas dan menjadi
krisis multidimensional. Di tengah situasi semakin melemahnya nilai rupiah,
aksi massa, aksi buruh, dan aksi mahasiswa juga terjadi di mana-mana. Merak

menuntut agar pemerintahan segera mengadakan pemulihan ekonomi, sehingga
harga-harga sembako turun, tidak lagi ada PHK dan lain sebagainya.
B. Proses Pendidikan Pada Masa Reformasi

Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya, bagaikan orang yang
terkurung dalam penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok
penjara runtuh.Mereka semua keluar mendapati pemandangan yang sangat
berbeda, kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak terbatas.Suasana
psikologis eforia itu membuat masyarakat tidak bisa berfikir jernih, menuntut
hak tapi lupa kewajiban, mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan solusi.4
Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem
pendidikan nasional kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga
kita hanya mampu mengekspor tenaga kerja PRT, sebaliknya tenaga skill pun
di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari luar.Problemnya,
output pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun
kemudian. SDM kita yag tidak kompetetif hari ini adalah juga produkdari
sistem pendidikan sejak 20-30 tahun yang lalu. Untuk mengubah sistem
pendidikan secara radikal juga punya problem, yaitu tenaga guru yang kita
miliki adalah produk dari sistem pendidikan yang tidak tidak tepat.Dalam
konsep IKIP guru adalah instrument pendidikan, bukan tokoh yang bisa
mentransfer kebudayaan kepada anak didiknya.Lingkaran setan inilah yang
sulit diputus.5
Reformasi pendidikan merupakan hukum alam yang akan mencari
jejaknya sendiri, khususnya memasuki masa milenium ketiga yang mengglobal
dan sangat ketat dengan persaingan. Agar kita tidak mengalami keterkejutan
budaya dan merasa asing dengan dunia kita sendiri, refleksi pendidikan ini

4 Anderson, Don., S. and Biddle, Bruce, J., Knowledge for Policy: Improving Education
Trough Research, The Falmer Press, New York, 1991.
5

Boediono, Dampak Krisis Ekonomi dan Moneter Terhadap Pendidikan, Pusat Penelitian
Sains dan Teknologi, Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, Jakarta, 1998.

setidaknya merupakan sebuah potret diri agar dikemudian hari kita tidak lupa
dengan wajah diri kita sendiri (Suyanto & Hisyam, 2000: 2).Perubahan yang
sangat menonjol pada era reformasi adalah dilaksanakannya otonomi daerah
sebagai implementasi dari UU No. 22/1999 tentang pemerintahan daerah.
Lebih lanjut, tantangan yang berkaitan dengan regulasi adalah kondisi UU No.
2/1989 tentang sistem pendidikan nasional (UU SPN) yang menganut
manajemen pendidikan sentralistis/k dan masih lebih menitikberatkan
penyelenggaraan pendidikan pada pemerintah, yang tidak lagi sesuai dengan
prinsip otonomi daerah.
Dari segi kualifikasi tenaga guru di Indonesia masih jauh dari harapan.
Hal ini ditunjukkan oleh statistik sebagai berikut: dari jumlah guru SD
sebanyak 1.141.161 orang, 53% diantaranya berkualifikasi D-II atau statusnya
lebih rendah. Dari jumlah guru SLTP sebanyak 441.174 orang, 36%
berkualifikasi D-II atau lebih rendah, 24,9% berijasah D-III kemudian dari
346.783 orang guru sekolah menengah, sebanyak 32% masih berkualifikasi DIII atau lebih rendah statusnya. Sementara itu pengangkatan tenaga pendidik
yang baru setiap tahun hanya dipenuhi 25% dari usulan kebutuhan akan tenaga
pendidik (Soearni, 2003: 396 – 397).
Implikasi dari situasi bangsa Indonesia seperti itu adalah dalam waktu
kurang dari satu dasawarsa ini sering terjadi pergantian kabinet sesuai dengan
presiden yang berkuasa.Hal ini tentu saja membawa dampak secara tidak
langsung terhadap sistem pendidikan di Indonesia.Pergantian kabinet, termasuk
menteri pendidikan nasional dapat berdampak seringnya terjadi pergantian
kurikulum pendidikan yang diterapkan di seluruh Indonesia.6
Pendidikan di Indonesia pada masa Reformasi terbagi menjadi 3, yaitu:
a. Politik Pendidikan pada masa Reformasi

6

Suyanto & Hisyam. 2000. Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia Memasuki

Millenium III. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa

Masa reformasi terjadi pada tahun 1998, dimana mahasiswa Indonesia
melakukan Power People (demo besar- besaran) untuk menjatuhkan orde baru
atau pemerintahan Soeharto yang sudah berlangsung selama 32 tahun. Demo
besar- besaran ini kemudin membuahkan hasil, presiden Soeharto yang
militeristik dan diktator kemudian mengundurkan diri dari jabatannya pada
tanggal 21 Mei 1998.Tanggal ini kemudian di tetapkan sebagai puncak
terjadinya

reformasi. Masa

reformasi

menghendaki

adanya

perubahan

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih baik
secara konstitusional.Artinya, adanya perubahan kehidupan dalam bidang
politik, ekonomi, pendidikan, hukum, sosial, dan budaya yang lebih baik,
demokratis berdasarkan prinsip kebebasan, persamaan, dan persaudaraan.7
Perubahan yang sangat menonjol pada era reformasi adalah
dilaksanakannya otonomi daerah sebagai implementasi dari UU No. 22/1999
tentang pemerintahan daerah.Kebijkan tersebut juga berdampak pada berbagai
sektor kehidupan, termasuk pada aspek pendidikan.
Dari segi kualifikasi tenaga guru di Indonesia masih jauh dari harapan.
Hal ini ditunjukkan oleh statistik sebagai berikut: dari jumlah guru SD
sebanyak 1.141.161 orang, 53% diantaranya berkualifikasi D-II atau statusnya
lebih rendah. Dari jumlah guru SLTP sebanyak 441.174 orang, 36%
berkualifikasi D-II atau lebih rendah, 24,9% berijasah D-III kemudian dari
346.783 orang guru sekolah menengah, sebanyak 32% masih berkualifikasi DIII atau lebih rendah statusnya. Sementara itu pengangkatan tenaga pendidik
yang baru setiap tahun hanya dipenuhi 25% dari usulan kebutuhan akan tenaga
pendidik (Soearni, 2003: 396 – 397).
Dari aspek pendidikan pada era reformasi, Kuantitas dan kualitas guru
lebih meningkat daripada masa orde baru dan orde lama, karena pemerintah
pusat melakukan pemerataan jumlah guru dan mengadakan perubahan

7

Riant Nugroho, Pendidikan Indonesia: harapan, visi, dan strategi,(Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2008), h.15

kurikulum dengan berbasis pada kompetensi (KBK), selain itu pihak
pemerintah juga meningkatkan anggaran pendidikan menjadi 20% dari APBN.8
b. Kurikulum Islam Pendidikan pada Masa Reformasi
Sering terjadi jika suatu negara mengalami perubahan pemerintahan,
politik pemerintahan itu mempengaruhi pula bidang pendidikan yang sering
mengakibatkan terjadinya perubahan kurikulum yang berlaku. Sebagai contoh
setelah Indonesia merdeka pra Orde Baru terjadi dua kali perubahan
kurikulum, yang pertama dilakukan dengan dikeluarkannya rencana pelajaran
tahun 1947 yang menggantikan seluruh sistem pendidikan kolonial, kemudian
pada tahun 1952 kurikulum ini mengalami penyempurnaan dan dan diberi
nama Rencana Pelajaran Terurai 1952. Perubahan kedua terjadi dengan
dikeluarkannya rentjana pendidikan tahun 1964, perubahan tersebut terjadi
karena merasa perlunya peningkatan dan pengejaran segala ketertinggalan
dalam ilmu pengetahuan khususnya ilmu-ilmu alam dan matematika.
Seiring dengan terjadinya perubahan politik dan bergantinya rezim
Orde Baru dan terjadinya amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945
menyebabkan eksistensi Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (UUSPN) dirasakan tidak lagi memadai dan tidak lagi
sesuai dengan amanat perubahan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut
dipandang perlu menyempurnakan UUSPN tersebut, dan pada tahun 2003
dengan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
dan Presiden Republik Indonesia menetapkan Undang-Undang Nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang kemudian lebih dikenal
dengan UU SISDIKNAS.
Sesuai dengan tuntutan UU SISDIKNAS pemerintah mengeluarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan yang menyebabkan kurikulum yang berlaku di sekolah adalah
8

Dede Rosyada 2013. Paradigma Pendidikan Demokratis: (Jakarta: Prenadamedia
Group, 2008) , h 190

kurikulum yang sesuai dengan standar nasional pendidikan. Agar kurikulum
yang digunakan di sekolah sesuai dengan standar Nasional pendidikan maka
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan
Menteri pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi yang di
dalamnya memuat tentang kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban
belajar, kalender pendidikan, standar kompetensi dan kompetensi dasar.9 Untuk
sekolah-sekolah yang berada di bawah naungan Departemen Agama tidak
ketinggalan Menteri Agamapun mengeluarkan Peraturan Menteri Agama No. 2
Tahun 2008 tentang standar kompetensi lulusan dan standar isi Pendidikan
Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah.
Perubahan dan perbaikan kurikulum itu wajar terjadi dan memang
harus terjadi, karena kurikulum yang disajikan harus senantiasa sesuai dengan
segala perubahan dan perkembangan yang terjadi. Hal ini sebagaimana
dikemukakan oleh Subandijah (1993:3), bahwa : Apabila kurikulum itu
dipandang sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, maka kurikulum
dalam kedudukannya harus memiliki sipat anticipatori, bukan hanya sebagai
reportorial. Hal ini berarti bahwa kurikulum harus dapat meramalkan kejadian
di masa yang akan datang, tidak hanya melaporkan keberhasilan peserta didik.
Dalam undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 1
ayat 19 dijelaskan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, kurikulum harus
mencerminkan kepada falsafah sebagai pandangan hidup suatu bangsa, karena
ke arah mana dan bagaimana bentuk kehidupan bangsa itu kelak, banyak
ditentukan dan tergambarkan dalam kurikulum pendidikan bangsa tersebut.

9

Suyanto dkk, Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia Memasuki Millenium
III. (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa,2008), h. 34-37

Sehingga kemudian masuknya model pendidikan sekolah membawa
dampak yang kurang menguntungkan bagi umat Islam saat itu, yang mengarah
pada lahirnya dikotomi ilmu agama (Islam) dan ilmu sekuler (ilmu umum dan
ilmu sekuler Kristen).Dualisme model pendidikan yang konfrontatif tersebut
telah mengilhami munculnya gerakan reformasi dalam pendidikan pada awal
abad dua puluh.Gerakan reformasi tersebut bertujuan mengakomodasi sistem
pendidikan sekolah ke dalam lingkungan pesantren.
Dualisme pendidikan Islam juga muncul dalam bidang manajerialnya,
khususnya di lembaga swasta.Lembaga swasta umumnya memiliki dua top
manager yaitu kepala madrasah dan ketua yayasan (atau pengurus). Meskipun
telah ada garis kewenangan yang memisahkan kedua top manager tersebut,
yakni kepala madrasah memegang kendali akademik sedangkan ketua yayasan
(pengurus) membidangi penyediaan sarana dan prasarana, sering di dalam
praktik terjadi overlapping. Masalah ini biasanya lebih buruk jika di antara
pengurus yayasan tersebut ada yang menjadi staf pengajar.Di samping ada
kesan mematai-matai kepemimpinan kepala madrasah, juga ketika staf
pengajar tersebut melakukan tindakan indisipliner (sering datang terlambat),
kepala madrasah merasa tidak berdaya menegumya.
Dengan didasarkan oleh UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan
daerah, yang diperkuat dengan UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan
keuangan pusat dan daerah, maka pendidikan digiring pada pengembangan
lokalitas, di mana keberagaman sangat diperhatikan. Masyarakat dapat
berperan aktif dalam pelaksanaan satuan pendidikan.
Pendidikan di era reformasi 1999 mengubah wajah sistem pendidikan
Indonesia melalui UU No 22 tahun 1999, dengan ini pendidikan menjadi sektor
pembangunan yang didesentralisasikan. Pemerintah memperkenalkan model
“Manajemen Berbasis Sekolah”. Sementara untuk mengimbangi kebutuhan
akan sumber daya manusia yang berkualitas, maka dibuat sistem “Kurikulum
Berbasis Kompetensi”.

Memasuki tahun 2003 pemerintah membuat UU No.20 tahun 2003
tentang sistem pendidikan nasional menggantikan UU No 2 tahun 1989., dan
sejak saat itu pendidikan dipahami sebagai:
“usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
pendidikan di masa reformasi juga belum sepenuhnya dikatakan
berhasil. Karena, pemerintah belum memberikan kebebasan sepenuhnya untuk
mendesain pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan lokal,
misalnya penentuan kelulusan siswa masih diatur dan ditentukan oleh
pemerintah. Walaupun telah ada aturan yang mengatur posisi siswa sebagai
subjek yang setara dengan guru, namun dalam pengaplikasiannya, guru masih
menjadi pihak yang dominan dan mendominasi siswanya, sehingga dapat
dikatakan bahwa pelaksanaan proses pendidikan Indonesia masih jauh dari
dikatakan untuk memperjuangkan hak-hak siswa.
Ada beberapa kesalahan dalam pengelolaan pendidikan pada masa ini,
telah melahirkan hasilnya yang pahit yakni:
1. Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja
pasar global.
2. Birokrasi yang lamban, korup dan tidak kreatif.
3. Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis.
4. Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah.
5. Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan.
6. Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya.
Berkenaan dengan kurikulum pendidikan agama Islam, Shaleh (2006:
90) mengemukakan ada beberapa ketentuan yang menjadi landasan
pembentukan kurikulum pendidikan agama secara luas, yaitu

1. Asas
Muhammd al-Thoumy al-Syaibany, mengemukakan bahwa Asas-asas
umum yang menjadi landasan pembentukan kurikulum pendidikan agama itu
adalah sebagai berikut:
1) Asas agama
Seluruh sistem yang ada dalam masyarakat Islam, termasuk sistem
pendidikannya harus meletakkan dasar falsafah, tujuan, dan kurikulumnya
pada ajaran Islam yang meliputi akidah, ibadah, muamalah dan hubunganhubungan yang berlaku di dalam masyarakat.
2) Asas falsafah
Dasar filosofis memberikan arah dan kompas tujuan pendidikan Islam,
sehingga susunan kurikulum pendidikan Islam mengandung kebenaran,
terutama dari sisi nilai-nilai sebagai pendangan hidup.
3) Asas psikologi
Kurikulum pendidikan Islam disusun dengan mempertimbangkan tahapantahapan pertumbuhan dan perkembangan yang dilalui peserta didik.
4) Asas social
Pembentukan kurikulum pendidikan Islam harus mengacu ke arah realisasi
individu dalam masyarakatnya.
2. Asas tujuan
Pada tujuan pendidikan agama Islam baik SD, SMP, maupun SMA,
secara redaksional sama. Yaitu subtansinya adalah bertujuan untuk
meningkatkan keimanan, ketakwaan dan ahlak mulia dengan melalui
pemberian pengetahuan dan pengalaman, sehingga setelah proses pendidikan
berakhir, peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa serta
berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, berbangsa dan bernegara (Shaleh,
2006).
Lahirnya UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 boleh dikatakan sebagai awal
lahirnya arah baru pendidikan Indonesia dimana kurikulum yang dibuat

mengarah kepada pencapaian kompetensi siswa baik kompetensi Kognitif,
Afektif, maupun Psikomotor.
Penyusunan kurikulum sebagaimana disebutkan dalam pasal 36 ayat 3
bahwa Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
1. Peningkatan Iman Dan Takwa;
2. Peningkatan Akhlak Mulia;
3. Peningkatan Potensi, Kecerdasan, Dan Minat Peserta Didik;
Selanjutnya, pada pasal 37 secara berturut-turut dinyatakan bahwa
kurikulum pendidikan dasar, menengah, dan tinggi wajib memuat pendidikan
agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, dan untuk pendidikan dasar dan
menengah masih diwajibkan materi lainnya (Soebahar, 2009).
Pada masa reformasi ini telah dikembangkan dua model kurikulum, yaitu
kurikulum KBK pada tahun 2004 dan KTSP pada tahun 2006, Dalam KBK
tahun 2004 untuk mata pelajaran PAI (kita ambil contoh di jenjang SMP),
Standar Kompetensi yang disajikan sangat sederhana tapi cukup mendalam dan
mencerminkan standar kompetensi pendidikan Islam yang menyeluruh
sebagaimana berikut:
1.

Mengamalkan ajaran AL Qur’an /Hadits dalam kehidupan sehari-hari.

2.

Menerapkan aqidah Islam dalam kehidupan sehari-hari.

3.

Menerapkan akhlakul karimah (akhlaq mulia) dan menghindari akhlaq
terceladalam kehidupan sehari.

4.

Menerapkan syariah (hukum Islam) dalam kehidupan sehari-hari).

5.

Mengambil Manfaat dari Sejarah Perkembangan (peradaban) Islam
dalam kehidupan sehari-hari.
Kelima Standar Kompetensi di atas berlaku untuk semua tingkat dari

kelas VII s.d Kelas IX dan masing-masing dari kelima standar kompetensi
tersebut diuraikan lagi menjadi beberapa kompetensi dasar yang memiliki

cakupan materi yang cukup dalam dan luas. Sebagai contoh untuk standar
kompetensi dasar yang pertama di kelas VII diurai ke dalam lima kompetensi
Dasar yaitu:
1. Siswa mampu membaca, mengartikan dan menyalin surat
adduha
2. Siswa mampu membaca, mengartikan dan menyalin surat Al
Adiyat
3. Siswa mampu menerapkan hukum bacaan Alif lam syamsiyah
dan Alif lam qamariyah
4. Siswa mampu mempraktikan hukum bacaan Nun mati dan
Tanwin dan mim mati.
5. Siswa mampu membaca, mengartikan, dan menyalin hadits
tentang Rukun Islam.
Sementara dalam KBK tahun 2006 (KTSP), setandar kompetensi yang
disajikan untuk mata pelajaran pendidikan Agama Islam adalah: sangat banyak
tapi bobotnya amat dangkal, untuk kelas VII terdapat 14 SK, untuk kelas VIII
terdapat 15 SK, dan untuk kelas IX terdapat 13 SK. Sebagai perbandingan
berikut kami kemukakan kompetensi PAI kelas VII semester I.
Menerapkan tata cara membaca Al-qur’an menurut tajwid, mulai dari
cara membaca “Al”- Syamsiyah dan “Al”- Qomariyah sampai kepada
menerapkan hukum bacaan mad dan waqaf.
Meningkatkan pengenalan dan keyakinan terhadap aspek-aspek rukun
iman mulai dari iman kepada Allah sampai kepada iman pada Qadha dan
Qadar serta Asmaul Husna.
Menjelaskan dan membiasakan perilaku terpuji seperti qanaah dan
tasawuh dan menjauhkan diri dari perilaku tercela seperti ananiah, hasad,
ghadab dan namimah.

Menjelaskan tata cara mandi wajib dan shalat-shalat munfarid dan
jamaah baik shalat wajib maupun shalat sunat.Memahami dan meneladani
sejarah Nabi Muhammad dan para shahabat serta menceritakan sejarah masuk
dan berkembangnya Islam di nusantara.
Adapun kurikulum-kurikulum yang dipakai pada masa reformasi yaitu
sebagai berikut:
1. Kurikulum Berbasis Kompetensi
Pada pelaksanaan kurikulum ini, posisi siswa kembali ditempatkan
sebagai subjek dalam proses pendidikan dengan terbukanya ruang diskusi
untuk memperoleh suatu pengetahuan. Siswa justru dituntut untuk aktif dalam
memperoleh informasi.Kembali peran guru diposisikan sebagai fasilitator
dalam perolehan suatu informasi.
Kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang
bervariasi, sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya
yang memenuhi unsur edukatif.Hal ini mutlak diperlukan mengingat KBK juga
memiliki visi untuk memperhatikan aspek afektif dan psikomotorik siswa
sebagai subjek pendidikan. Berikut karakteristik utama KBK, yaitu:
a. Menekankan pencapaian kompetensi siswa, bukan tuntasnya materi.
b. Kurikulum dapat diperluas, diperdalam, dan disesuaikan dengan
potensi siswa (normal, sedang, dan tinggi).
c. Berpusat pada siswa.
d. Orientasi pada proses dan hasil.
e. Pendekatan dan metode yang digunakan beragam dan bersifat
kontekstual.
f. Guru bukan satu-satunya sumber ilmu pengetahuan.
g. Buku pelajaran bukan satu-satunya sumber belajar.
h. Belajar sepanjang hayat;
i. Belajar mengetahui (learning how to know),
j. Belajar melakukan (learning how to do)

k. Belajar menjadi diri sendiri (learning how to be),
l. Belajar hidup dalam keberagaman (learning how to live together).
2. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006
Secara umum KTSP tidak jauh berbeda dengan KBK namun perbedaan
yang menonjol terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu
mengacu pada desentralisasi sistem pendidikan. Pemerintah pusat menetapkan
standar kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan sekolah dalam hal ini
guru dituntut untuk mampu mengembangkan dalam bentuk silabus
dan penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan daerahnya.
Jadi pada kurikulum ini sekolah sebagai satuan pendidikan berhak
untuk menyusun dan membuat silabus pendidikan sesuai dengan kepentingan
siswa dan kepentingan lingkungan.KTSP lebih mendorong pada lokalitas
pendidikan.Karena KTSP berdasar pada pelaksanaan KBK, maka siswa juga
diberikan kesempatan untuk memperoleh pengetahuan secara terbuka
berdasarkan sistem ataupun silabus yang telah ditetapkan oleh masing-masing
sekolah.10
Dalam kurikulum ini, unsur pendidikan dikembalikan kepada
tempatnya semula yaitu unsur teoritis dan praksis.Namun, dalam kurikulum ini
unsur praksis lebih ditekankan dari pada unsur teoritis.Setiap kebijakan yang
dibuat oleh satuan terkecil pendidikan dalam menentukan metode pembelajaran
dan jenis mata ajar disesuaikan dengan kebutuhan siswa dan lingkungan
sekitar.
c. Instituai Pendidikan Islam Pada Masa Reformasi
Kegiatan

pendidikan

selalu

berlangsung

di

dalam

suatu

lingkungan.Dalam konteks pendidikan, lingkungan dapat diartikan sebagai
segala sesuatu yang berada di luar diri anak. Lingkungan dapat berupa hal-hal
10

Rianti Nugroho, Pendidikan Indonesia: Harapan, Visi,dan Strategi, (Jogjakarta: Pustaka

Pelajar, 2008), h.15-16.

yang nyata, seperti tumbuhan, orang, keadaan, politik, kepercayaan dan upaya
lain yang dilakukan manusia, termasuk di dalamnya adalah pendidikan.
Di dalam konteks pembangunan manusia seutuhnya, keluarga, sekolah
dan masyarakat akan menjadi pusat-pusat kegiatan pendidikan yang akan
menumbuhkan dan mengembangkan anak sebagai makhluk individu, sosial,
susila dan religius. Dengan memperhatikan bahwa anak adalah individu yang
berkembang, ia membutuhkan pertolongan dari orang yang telah dewasa, anak
harus dapat berkembang secara bebas, tetapi terarah. Pendidikan harus dapat
memberikan motivasi dalam mengaktifkan anak.
Menurut

Daulay

dalam

bukunya

“Sejarah

Pertumbuhan

Dan

Pembaharuan Penddikan Islam Di Indonesia”, perjalanan sejarah pendidikan
Islam di Indonesia hingga saat sekarang ini telah melalui tiga periodesasi.
Pertama, periode awal sejak kedatangan Islam ke idonesia sampai masuknya
ide-ide pembaharuan pemikiran Islam awal abad ke dua puluh.11 Periode ini
ditandai dengan pendidikan Islam yang terkonsentrasi di pesanren, dayah,
surau atau masjid dengan titik fokus adalah ilmu-ilmu agama yang bersumber
dari kitab-kitab klasik.Periode kedua, periode ini telah dimasuki oleh ide-ide
pembaharuan pemikiran Islam pada awal abad ke dua puluh.Periode ini
ditandai dengan lahirnya madrasah.Sebagian lembaga-lembaga pendidikan
Islam yang telah memasukkan mata pelajaran umum kedalam program
kurikulum pendidikan mereka, dan juga telah mengadopsi sistem pendidikan
modern seperti metode, manajerial, klasikal dan lainsebagainya. Ketiga,
pendidikan Islam telah terintegrasi kedalam sistem pendidikan Nasional sejak
lahirnya undang-undang nomor 2 tahun 1989 dilanjutkan pula dengan undangundang No. 20 tahun 2003.
Sejak Indonesia merdeka, perkembangan pendidikan Islam di Indonesia
semakin

memperlihatkan

perkembangan

yang

signifikan.Pesantren,

berkembang dari bentuk tradisional (salafi) berkembang kepada pesantren
11

DR. Armai Arif, M. A. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta :
Ciputat Pers, 2002), h. 16

modern (khalafy).Pesantren bentuk kedua ini sekarang berkembang hampir
diseluruh Indonesia.Kemodernan dapat dilihat dari tiga segi.Pertama, mata
pelajaran telah seimbang antara materi ilmu-ilmu agama dengan materi ilmuilmu umum.Kedua, metode pengajaran telah bervariasi, tidak lagi semata-mata
hanya memakai metode sorogan, wetonan dan hafalan.Ketiga, pendidikan
agama Islam dikelola berdasarkan prinsip-prinsip manajemen pendidikan.
Di dalam lembaga sekolah, Pada tahun 2003 pendidikan agama Islam
dipertegas melalui undang-undang No. 20 tahun 2003 pasal 12, yang mana
pada periode sebelumnya pendidikan agama Islam kurang diperdulikan.
Pendidikan Islam sebagai lembaga adalah diakuinya keberadaan
pendidikan Islam sebagai lembaga formal, nonformal, dan informal. Sebagai
lembaga pendidikan formal diakui keberadaan madrasah yang setara dan sama
dengan sekolah. Pendidikan Islam dalam pengertian institusi adalah institusiinstitusi pendidikan Islam seperti: pondok pesantren, madrasah, sekolah umum
berciri KeIslaman, dan sebagainya.12
Dalam undang-undang No. 20 tahun 2003 dijelaskan mengenai
ketentuan yang berkaitan dengan institusi pendidikan Islam. Sebagaimana
termaktub pada pasal 15 dan pasal 30 ayat (3-4), dinyatakan bahwa:
1) Pendidikan

keagamaan

dapat

diselenggarakan

pada

jalur

pendidikan formal, nonformal, dan informal (pasal 3).
2) Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren,
pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis (pasal
4).
Lembaga pendidikan formal dijelaskan secara berurut dalam pasal
17, 18, 19 dan 20 mencakup pendidikan dasar, pendidikan menengah dan
pendidikan tinggi sebagaimana berikut:

12

Prof. H. Muhamad Daud Ali S.H. dan Hj. Habiba Daud S.H. Lembaga-lembaga Islam
di Indonesia (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1995), h. 137

1.

Pasal 17
1) Pendidikan dasar

merupakan jenjang pendidikan

melandasi jenjang pendidikan

yang

menengah.

2) Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah
Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah
menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs),
atau bentuk lain yang sederajat.
2.

Pasal 18
1) Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar.
2) Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum
dan pendidikan menengah kejuruan.
3) Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah atas
(SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan
(SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk
lain yang sederajat.

3.

Pasal 19
1) Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah
pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan
diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang
diselenggarakan oleh pendidikan tinggi.
2) Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan sistem terbuka.

4.

Pasal 20
1) Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah
tinggi, Institut, atau universitas.
2) Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
3) Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik,
profesi, dan/atau vokasi. Lembaga pendidikan Nonformal
dijelaskan dalam pasal 26 ayat 4: satuan pendidikan nonformal
terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok

belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim,
serta satuan pendidikan yang sejenis.
Lembaga pendidikan informal dalam pasal 28 ayat 3: kegiatan
pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
Pendidikan anak usia dini diterangkan dalam pasal 28 ayat 3:
pendidikan anak usia dini pada jalur pendidika formal berbentuk taman
kanak-kanak (TK), raudhatul athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.
Ketentuan-ketentuan mengenai lembaga pendidikan Islam yang termaktub
dalam UU No. 20 Tahun 2003 tersebut selanjutnya dijelaskan dalam peraturan
pemerintah republik Indonesia Nomor 55 tahun 2007 Tentang Pendidikan agama
dan pendidikan keagamaan.
C. Perkembangan Pendidikan Pada Masa Reformasi

Pada era pemerintahan Habibie masih menggunakan kurikulum 1994
yang disempurnakan sampai pada masa pemerintahan Gus Dur. Pada masa
pemerintahan Megawati terjadi beberapa perubahan tatanan di bidang
pendidikan, antara lain :
a.

Dirubahnya kurikulum 1994 menjadi kurikulum 2000 dan akhirnya

disempurnakan menjadi kurikulum 2002 (KBK). KBK atau Kurikulum
Berbasis Kompetensi merupakan kurikulum yang pada dasarnya berorientasi
pada pengembangan tiga aspek utama, antara lain aspek afektif (sikap),
kognitif

(pengetahuan)

dan

psikomotorik

(ketrampilan).

b. Pada tanggal 8 juli 2003 disahkannya Undang – undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang memberikan dasar hukum
untuk membangun pendidikan nasional dengan menerapkan prinsip demokrasi,
desentralisasi, otonomi, keadilan dan menjunjung Hak Asasi Manusia.
Menurut Lembaran Negara Nomor 4301 Pendidikan dalam UU
Republik Indonesia No. 20/2003, pembaharuan sistem pendidikan nasional

dilakukan untuk memperbaharui visi, misi dan strategi pembangunan
pendidikan nasional. Visi dari pendidikan nasional adalah terwujudnya sistem
pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk
memberdayakan semua warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia
yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman
yang selalu berubah. Adapun misi dari pendidikan nasional adalah sebagai
berikut :
a) Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperleh
pendidikan dan bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia.
b) Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa
secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka
mewujudkan masyarakat belajar.
c) Meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk
mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral.
d) Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan
sebagai

pusat

pembudayaan

ilmu

pengetahuan,

ketrampilan,

pengalaman, sikap dan nilai berdasarkan standar nasional dan global.
e) Memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Kemudian setelah Megawati turun dari jabatannya dan digantikan oleh
Susilo Bambang Yudhoyono, UU No. 20/2003 masih tetap berlaku, namun
pada masa SBY juga ditetapkan UU RI No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen.
Penetapan Undang – undang tersebut disusul dengan pergantian kurikulum
KBK menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).Kurikulum ini
berasaskan pada PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.KTSP merupakan kurikum operasional yang disusun dan
dilaksanakan oleh masing – masing satuan pendidikan.KTSP terdiri dari tujuan
pendidikan, tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat

satuan pendidikan, kalender pendidikan serta silabus (BSNP, 2006: 2). KTSP
dikembangkan berdasarkan prinsip sebagai berikut :
a) Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan
pesrta didik serta lingkungan.
b) Beragam dan terpadu.
c) Tanggapan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan
seni.
d) Relevan dengan kebutuhan kehidupan.
e) Menyeluruh dan berkesinambungan.
f) Belajar sepanjang hayat.
g) Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Tujuan pendidikan KTSP :
a. Untuk pendidikan dasar, diantaranya meletakkan dasar kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta ketrampilan untuk hidup
mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
b. Untuk pendidikan menengah, meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan
mengikuti pendidikan lebih lanjut.
c. Untuk pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta ketrampilan
untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai
dengan kejuruannya.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah Orde Baru memegang kekuasaan dan mengendalikan
pemerintah, muncul satu keinginan untuk terus menerus mempertahankan
kekuasaanya atau “status quo”. Hal ini menimbulkan ekses-ekses negative,
yaitu semakin jauh dari tekad awal Orde Baru tersebut. Akhirnya berbagai
macam penyelewengan dan penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila dan
ketentuan-ketentuan yang terdapat pada UUD 1945, banyak dilakukan oleh
pemerintah Orde Baru. Adapun faktor-faktor yang mendorong munculnya
reormasi, yaitu :Di bidang politik pemerintah Orde Baru memiliki cara
tersendiri untuk menciptakan stabilitas yang diinginkan, salah satunya dengan
menjadikan Golkar sebagai mesin politik, kemudian Pelaksanaan hukum di
Indonesia pada masa pemerintahan Orde Baru terdapat banyak ketidakadilan.
Misalnya, kekuasaan kehakiman yang dalam pasal 24 UUD 1945 dinyatakan
sebagai badan yang memiliki kekuasaan yang bebas dan terlepas dari
kekusaan pemerintah (independen).Selanjutnya Krisis moneter yang melanda
negar-negara di kawasan Asia Tenggara sejak Juli 1996, juga mempengaruhi
perkembangan perekonomian di Indonesia.Perekonomian yang dibangun
pemerintah Orde Baru ternyata rapuh dan tak mampu menahan badai krisis
moneter tersebut.Di pasaran mata uang dunia nilai rupiah terus merosot
terhadap dolar Amerika.
Kemudian proses pendidikan pada era reformasi bagaikan orang yang
terkurung dalam penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok
penjara runttuh. Mereka semua keluar mendapati pemandangan yang sangat
berbeda, kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak terbatas.Pendidikan di
Indonesia pada masa Reformasi terdiri dari Politik Pendidikan Pada Masa
Reformasi dan Kurikulum Pendidikan Pada Masa Reformasi.

DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Don., and Biddle, Bruce, J., Knowledge for Policy: Improving
Education Trough Research, The Falmer Press, New York, 1991.
Arif,Armai. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta :
Ciputat Pers, 2002)
Boediono, Dampak Krisis Ekonomi dan Moneter Terhadap Pendidikan, Pusat
Penelitian Sains dan Teknologi, Lembaga Penelitian Universitas
Indonesia, Jakarta, 1998.
Brata, Trisnu Nugroho.2006. Prahara Reformasi Mei 1998.semarang:UPT
UNNES Press,2006.
Daud, Muhammad Ali, dan Saud, Habib. Lembaga-lembaga Islam di
Indonesia (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1995)
Dede Rosyada 2013. Paradigma Pendidikan Demokratis: (Jakarta: Prenadamedia
Group, 2008)

Ismawati, Nur siwi dan Sri Widiastuti.1012.Sejarah SMA/MA Kelas XII
Semester Gasal. Klaten:Viva Pakarindo
Nugroho,Rianti, Pendidikan Indonesia: Harapan, Visi,dan Strategi, (Jogjakarta:
Pustaka Pelajar, 2008)
Said Adiel Siradj, Islam kebangsaan (Jakarta: Pustaka Ciganjur, 1999).
Suyanto & Hisyam. 2000. Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia
Memasuki Millenium III. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa
Suyanto dkk, Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia Memasuki Millenium
III. (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa,2008)

Yamin, Moh. 2009. Menggugat Pendidikan Indonesia. Jogjakarta: Ar Ruz.