Analisis Hukum Kasus Pertambangan Emas T

Analisis Hukum Kasus Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI)
di Sungai Batanghari Provinsi Jambi.
Oleh:
Orisman Willem Totonafo Daeli
3010210055
Kelas: A

Saturday, 24 August 2013 07:13

261 TAMBANG GALIAN C ILEGAL.1

Aktivitas galian C. Di Batanghari, ratusan tambang galian C tak berizin. Terbanyak adalah penambangan emas.Jambi
Independent

MUARABULIAN – Dinas ESDM melansir sedikitnya terdapat 386 tambang galian C yang beroperasi di
bantaran Sungai Batanghari. Dari total jumlah itu, baru 125 yang memiliki izin resmi dari Pemkab
Batanghari. Sedangkan 261 tambang galian C tidak memiliki izin atau illegal.
“Tambang ilegal itu telah beroperasi sejak 2010 lalu,” ujar Fahmi, Kabid Pertambangan Umum, Dinas ESDM
Batanghari, kemarin (23/8).
Fahmi menyebut, tambang galian C illegal terbanyak terdapat di Kecamatan Maro Sebo Ulu, Maro Sebo Ilir dan
Muara Bulian. Tambang galian C itu sendiri banyak dimanfaatkan pelaku untuk melakukan aktivitas

penambangan emas tanpa izin (PETI).
“Kebanyakan tambang galian C ilegal itu beraktivitas menambang emas tanpa izin,” ungkap Fahmi.

1

Sumber: http://jambi-independent.co.id/jip/jambi/jambi-timur/item/397-261-tambanggalian-c-ilegal

Dikatakan Fahmi, keberadaan tambang galian C illegal jelas merugikan Pemerintah. Karena, setiap pengurusan
izin galian C dikenakan biaya resmi sebesar Rp 2.385.000. Izin ini berlaku selama enam bulan dan harus
diperpanjang dengan nilai yang sama untuk enam bulan berikutnya.
“Bisa Anda hitung sendiri berapa angka kerugian yang kita alami sejak 2010 lalu. Angkanya milliaran,” sebutnya.
Fahmi menyebut bahwa izin galian B sebenarnya pernah diberikan oleh Pemda Batanghari. Namun, Perda
terkait izin itu sudah dicabut. Dengan pencabutan itu, maka penambangan emas yang terjadi di Batanghari
dianggap ilegal.
“Di Batanghari tidak ada izin Galian B. Biasanya, izin galian C yang dimanfaatkan untuk melakukan
penambangan emas tanpa izin,” teranganya.
Sementara itu, Sekretaris tim terpadu, Farizal SH juga membenarkan jika saat ini di Batanghari terdapat 386
Galian C yang beroperasi. Dari data itu, hanya 125 Galian C yang memiliki izin dan selebihnya tidak mempunyai
izin. “ Itu memang benar. Ada 261 galian C yang tidak mempunyai izin,” jelas Farizal.
Dikatakan, terhadap pelaku PETI tim terpadu sudah mengeluarkan maklumat. Dua minggu kedepan, para pelaku

PETI sudah harus berhenti beraktivitas kalau tidak ingin diseret ke jalur hukum. “Saat ini maklumat sedang
disosialisasikan. Setelah itu kita tidak akan memberi ampun, para pelaku akan kita seret ke jalur hukum,”
tandasnya.

KASUS POSISI
Kasus Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang banyak terjadi di Provinsi Jambi, salah
satunya di sepanjang sungai Batanghari. Selain aktivitas pertambangan yang tidak dilengkapi
dengan izin, juga aktivitas penambangan emas tersebut merusak alam dan ekosistem serta
menyengsarakan kehidupan warga yang tinggal di sepanjang aliran sungai, seperti di saat
kemarau, sumur warga kering dan air sungai yang seharusnya dapat dimanfaatkan, sudah
tercemar akibat limbah PETI (Pertambangan Emas Tanpa Izin).

FAKTA HUKUM
1.

Maraknya Pertambangan emas tanpa izin di Provinsi Jambi.

2. Pertambangan emas tanpa izin di sepanjang aliran sungai Batanghari yang mencemari
air sungai akibat Limbah yang dihasilkan dari Pertambangan Emas Tanpa Izin tersebut.


SUMBER HUKUM
1.

Undang-Undang No. 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan.

2. Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
3. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.
4. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup.

ISU HUKUM
1.

Apakah penambangan emas tanpa izin yang resmi dari Pemerintah dapat melangsungkan
aktifitas pertambangan ?

2. Bagaimanakah tindakan Pemerintah untuk menyelesaikan masalah yang dirasakan
masyarakat setempat akibat limbah tambang emas dan penegakkan hukumnya terhadap
kasus tersebut ?
3. Siapakah yang bertanggung jawab atas perbuatan penambangan emas tanpa izin yang

terjadi pada kasus tersebut ?

ANALISIS
1. Pentingnya Izin dari Pemerintah Terkait Izin Usaha Pertambangan
Berdasarkan Pasal 1 UU No. 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertambangan menyatakan, bahwa “ Semua bahan galian yang terdapat dalam
wilayah hukum pertambangan Indonesia yang merupakan endapan-endapan alam
sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, adalah kekayaan nasional bangsa Indonesia

dan oleh karenanya dikuasai dan dipergunakan oleh Negara untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat “.
Pasal tersebut membuktikan bahwa setiap warga Negara Indonesia dapat
memanfaatkan sumber daya alam yang ada, namun tetap mematuhi peraturan-peraturan
daerah yang ada, bahwasanya setiap pendirian bangunan ataupun usaha harus ada
izinnya.
Penambangan emas tanpa izin yang resmi dari Pemerintah, tentu dan sudah pasti
dilarang dan merupakan suatu aktifitas yang illegal. Diwajibkannya setiap usaha untuk
mengantongi izin usaha ialah merupakan upaya pemerintah dalam pengelolaan dan
pemantauan terhadap lingkungan, seperti yang tercantum dalam Pasal 15 ayat (1) UU No.
11 Tahun 1967, bahwa “ Usaha pertambangan yang ada hanya dapat dilakukan oleh

perusahaan atau perseorangan yang tersebut dalam pasal 6,7,8 dan 9, apabila
kepadanya telah diberi kuasa pertambangan “. Isi pasal tersebut menunjukkan bahwa
yang dapat dan dibolehkan untuk menjalankan usaha pertambangan ialah mereka yang
telah mengantongi izin dan syarat-syarat lain yang menyertai dikeluarkannya izin
tersebut.
Banyaknya perusahaan pertambangan yang belum mengantongi izin dari instansi
terkait merupakan bukti bahwa masih lemahnya pengawasan pemerintah Jambi
terhadap jalannya aktifitas pertambangan di Provinsi Jambi. Salah satu contohnya
adalah usaha pertambangan emas di sepanjang sungai Batanghari Jambi pada kasus di
atas.
2. Upaya Penegakkan Hukum oleh Pemerintah dalam Penyelesaian Masalah
Usaha Pertambangan Tanpa Izin
Di dalam penegakkan hukum ada dua sarana penegakkan hukum yang dapat
dilakukan oleh pemerintah, yaitu langkah preventif ( pengawasan ) dan langkah represif (
penerapan sanksi ).
Pada kasus di atas, sarana penegakkan hukum preventif atau pengawasan tidak
dapat dilakukan lagi, karena disini posisi perusahaan penambang emas tersebut ialah
belum ada atau tidak ada izin pengoperasian, dan pada kasus tersebut terlihat bahwa
penambangan tanpa izin tersebut sudah lama beroperasi sebelum diketahuinya bahwa
usaha-usaha tersebut tidak mengantongi izin. Maka oleh karena itu tindakan yang

dilakukan pemerintah ialah melakukan penegakkan hukum dalam bentuk penerapan
sanksi (represif).
Selain banyaknya perusahaan yang tidak memiliki izin usaha pertambangan, juga
aktifitas dari pertambangan tersebut telah merusak lingkungan dan merugikan
masyarakat sekitarnya, karena terjadi pencemaran lingkungan, yaitu disebabkan oleh
limbah tambang tersebut, mengakibatkan tercemarnya aliran sungai.
Berdasarkan Pasal 1 angka 12 UU No. 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan
lingkungan hidup, bahwa “ Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam
lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai tingkat

tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan
peruntukkannya “.
Maka pada kasus tersebut pemerintah dapat menerapkan sanksi administrasi
yang ada yaitu Bestuurdwang ( paksaan pemerintah ) dan Dwangsom ( Uang paksa ).
Penerapan paksaan pemerintah merupakan bentuk sanksi administrasi berupa
karakter yuridis, ialah dilakukan dalm bentuk tindakan nyata untuk mengakhiri suatu
keadaan yang dilarang oleh suatu kaidah hukum administrasi. Dalam penerapan paksaan
pemerintah tidak melalui proses peradilan, karena penerapan sanksi ini merupakan
wewenang eksekutif sebagai organ pemerintah, tepatnya dilaksanakan oleh Kepala

daerah yang dibantu oleh Satuan Polisi Pamong Praja. Seperti yang disebutkan pada
Pasal 148 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 Tentang pemerintah daerah, bahwa Satpol PP
bertugas menegakkan peraturan daerah.
Gubernur atau Kepala daerah Tingkat I berwenang melakukan paksaan
pemerintah untuk mengakhiri terjadinya pelanggaran serta menanggulangi akibat yang
ditimbulkan oleh pelanggaran berupa aktifitas pertambangan emas tanpa izin. Disini
Satuan Polisi Pamong Praja membantu melakukan penghentian paksa aktifitas
pertambangan di lapangan, menyegel tempat pertambangan serta menyita barangbarang terkait aktifitas pertambangan. Kemudian, berdasarkan kerugian yang dirasakan
masyarakat, yaitu pencemaran air sungai akibat limbah pertambangan. Bagi perorangan
maupun perusahaan tambang tersebut juga dapat dikenakan sanksi uang paksa, sesuai
dengan Pasal 87 UU No. 32 Tahun 2009 Tentang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup menyebutkan bahwasanya Si pelanggar harus melakukan ganti rugi.
Hal ini adalah realisasi dari azas yang ada dalam lingkungan hidup, yang disebut Azas
Pencemar membayar, selain diharuskan membayar ganti kerugian, pencemar dan/atau
perusak lingkungan hidup dapat pula dibebani oleh hakim untuk melakukan tindakan
hukum tertentu, misalnya memulihkan kembali fungsi lingkungan hidup yang telah
tercemari.
3. Pertanggungjawaban Tindakan Pertambangan Emas Tanpa Izin
Mengenai siapa yang tepatnya bertanggung jawab pada kasus di atas ialah
perorangan dan perusahaan yang melakukan aktifitas pertambangan illegal tersebut.

Bagi perusahaan yang melakukan usaha pertambangan emas tanpa izin tersebut
dapat dikenakan sanksi uang paksa berupa uang sebagai ganti kerugian atas apa yang
menimpa masyarakat yang merasakan dampak limbah dari usaha pertambangan tersebut.
Bagi mereka atau orang yang berperan vital dalam pertambangan emas tanpa izin
tersebut, maka dapat dikenakan Pasal 31 ayat (1) UU No. 11 Tahun 1967 Tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan, yaitu “ Dihukum dengan hukuman penjara
selama-lamanya enam tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Lima ratus ribu
rupiah, barangsiapa yang tidak mempunyai kuasa pertambangan melakukan usaha
pertambangan “.

KESIMPULAN ANALISIS
Dari analisis kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa penambangan emas di
sepanjang sungai Batanghari Provinsi Jambi tersebut adalah illegal, karena tidak
mengantongi izin dari instansi terkait. Kemudian akibat aktifitas pertambangan emas
tersebut menimbulkan pencemaran, kerusakan lingkungan hidup akibat limbah yang
dihasilkan dari aktifitas pertambangan tersebut, sehingga menyebabkan kerugian bagi
masyarakat setempat.
Pada kasus ini upaya penegakkan hukum yang dapat dilakukan pemerintah ialah
penerapan sanksi administrasi berupa paksaan pemerintah (Bestuurdwang) dan Uang
paksa (Dwangsom).


Dokumen yang terkait

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN DAN PENDAPATAN USAHATANI ANGGUR (Studi Kasus di Kecamatan Wonoasih Kotamadya Probolinggo)

52 472 17

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63