BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Yang Berhak Atas Tanah Dalam Hal Ganti Rugi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setelah melewati perjalanan waktu yang cukup panjang, akhirnya pada

  tanggal 14 Januari 2012, Indonesia memiliki undang-undang yang mengatur secara khusus tentang pengadaan tanah, yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (untuk selanjutnya disebut “UU 2/2012”). UU 2/2012 diharapkan menjadi payung hukum yang kuat guna memperlancar pelaksanaan pembangunan infrastruktur untuk kepentingan umum. Namun seiring berjalannya waktu, sengketa mengenai pengadaan tanah yang dilaksanakan oleh pemerintah terus bermunculan di antara kelompok-kelompok yang ada di tengah masyarakat yang mengharapkan suatu

  1

  keadilan. Pembangunan yang dilakukan pemerintah acap kali berbenturan dengan masalah pengadaan tanah.

  Lebih lanjut, pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum menimbulkan gejolak dalam prakteknya, dimana adanya pemaksaan dari para pihak baik pemerintah yang menetapkan harga ganti rugi secara sepihak maupun pemilik tanah menuntut harga yang dianggap tidak wajar, sementara itu perangkat hukum yang ada belum mampu mengakomodir dua kepentingan yang berbeda tersebut, akhirnya terjadi pemaksaan dan intimidasi terhadap masyarakat dalam hal pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Sehingga pada 1 Ediwarman, Perlindungan Hukum Bagi Korban Kasus-Kasus Pertanahan Legal Protection for The Victim Of Land Cases , (Medan: Pustaka Bangsa Press, Cetakan 1, 2003), hal.

  48.

  1 satu pihak timbul kesan seakan-akan hak dan kepentingan rakyat pemilik tanah,

  2 tidak mendapat perlindungan hukum.

  Beberapa contoh proyek pemerintah di Kota Medan yang pernah terkendala pengadaan tanah antara lain jalan Lingkar Luar Kota Medan (Medan Outer Ring

  Road ), pembebasan tanah untuk pembangunan Bandara Kuala Namu sebagai

  pengganti Bandara Polonia Medan, pembangunan jembatan layang (flyover) Amplas-Medan dan yang saat ini pembangunannya masih dalam tahap penyelesaian, yaitu pembangunan flyover Jamin Ginting Padang Bulan.

  Permasalahan pokok yang menjadi kendala pengadaan tanah untuk pembangunan proyek tersebut di atas, adalah mengenai ketidaksepakatan harga ganti rugi tanah masyarakat yang terkena proyek pengadaan tanah, yang mana kemudian pemerintah mengambil inisiatif untuk tetap melaksanakan proyek pembangunan untuk kepentingan umum dan mengambil jalan keluar menitipkan uang ganti rugi di Pengadilan Negeri apabila ada pemilik tanah yang tetap tidak menyepakati harga ganti rugi yang ditawarkan pemerintah.

  Pasal 1 angka 2 UU 2/2012 mendefinisikan bahwa “Pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada Pihak yang Berhak”. Kemudian Pasal 42 UU 2/2012 menentukan bahwa “apabila tidak terjadi suatu kesepakatan didalam musyawarah dalam menentukan bentuk dan besarnya ganti rugi maka Panitia Pengadaan Tanah akan menitipkan ganti rugi kepada ketua Pengadilan Negeri di wilayah lokasi pembangunan untuk kepentingan umum”. Ditinjau dari makna ketentuan tersebut 2 Syafruddin Kalo, Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, (Jakarta: Pustaka Bangsa Press, 2004), hal. 4. dapat dikatakan terdapat unsur pemaksaan dari pemerintah untuk mendapatkan tanah tersebut, sedangkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (untuk selanjutnya disebut “UUD 1945”), Amandemen IV, melarang tindak kesewenang-wenangan, seperti yang tertuang dalam ketentuan Pasal 28 huruf h ayat (4) yang menentukan bahwa “Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun”.

  Tanah adalah tempat bermukim bagi umat manusia disamping sebagai

  3

  sumber kehidupan bagi mereka yang mencari nafkah melalui usaha. Tanah dan pembangunan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Tanpa tanah,

  

4

  pembangunan hanya akan menjadi rencana. Disisi lain, tanah yang digunakan oleh negara untuk menunjang proses pembangunan semakin sedikit dan jarang dijumpai, ketersediaan tanah sebagai sarana dalam menyelenggarakan seluruh segi kehidupan manusia semakin terbatas karena tanah tidak akan bisa bertambah

  5

  luas, serta melonjaknya harga tanah secara tidak terkendali di daerah-daerah strategis membuat pemerintah semakin sulit melakukan pembangunan untuk penyediaan prasarana dan kepentingan umum.

  Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya stagnasi dalam pembangunan, pemerintah melalui hak menguasai oleh negara memiliki kewenangan untuk

  3 Abdurrahman, Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum , Edisi Revisi,(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1994), hal. 25. 4 I wayan Suandra, Hukum Pertanahan Indonesia, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, Cetakan Kedua, 1994), hal. 9. 5 Maria S. W. Sumardjono, Hukum Pertanahan Dalam Berbagai Aspek, (Medan: Bina Media, 2000), hal. 56.

  6

  melakukan pengadaan tanah yang diperlukan untuk pembangunan, antara lain dari tanah negara yang tidak dikuasai oleh rakyat ataupun dengan menyediakan tanah bagi kepentingan pembangunan.

  Namun, fakta menunjukan, pemerintah tidak mampu memenuhi penyediaan tanah untuk memenuhi semua kebutuhan pembangunan, sehingga banyak proyek

  7

  pembangunan yang dilakukan harus “mengambil” tanah rakyat. Kegiatan “mengambil” tanah dalam rangka pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum inilah yang kemudian disebut dengan pengadaan tanah. Kegiatan “mengambil” tanah ini adalah satu-satunya jalan yang dapat ditempuh oleh pemerintah yaitu dengan membebaskan tanah milik rakyat, baik yang dikuasai

  8

  oleh hukum adat, maupun hak-hak lainnya yang melekat diatasnya”. Kegiatan mengambil tanah oleh pemerintah, dalam masyarakat sering disebut dengan istilah penggusuran, namun istilah ini cenderung memiliki makna konotasi negatif, sehingga kemudian istilah pembebasan tanah atau pengadaan tanah yang lebih tepat untuk digunakan.

  Dalam praktek pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum sering menimbulkan permasalahan dan tidak berjalan sebagaimana mestinya.

  Banyak permasalahan yang timbul tidak saja disebabkan kurang berjalannya musyawarah yang dilakukan, tetapi ada kecenderungan setiap pembebasan tanah yang dilakukan pemerintah dengan dalil kepentingan umum, tetapi pada 6 Suparjo Sujadi, Pergulatan Pemikiran Dan Aneka Gagasan Seputar Hukum Tanah Nasional , (Depok: Badan Penerbit FHUI, 2011), hal. 159. 7 Bernhard Limbong, Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Regulasi Kompensasi Penegakan Hukum , (Jakarta: Pustaka Margareta, 2011), hal. 4. 8 Soedharyo Soimin, Status Hak dan Pembebasan Tanah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hal. 75. kenyataannya hal itu menjadi proyek untuk tujuan komersil. Bahkan dalam pelaksanaannya pemerintah banyak mengabaikan segi-segi yuridisnya.

  Kecenderungan pemerintah mengabaikan faktor-faktor yuridis dalam pembebasan atau pelepasan hak-hak atas tanah masyarakat, disebabkan instansi pemerintah tersebut lebih mementingkan jadwal usulan proyek sesuai dengan tahap-

  9 tahapnya.

  Secara formal, kewenangan pemerintah untuk mengatur bidang pertanahan tumbuh dan mengakar dari Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang menegaskan bahwa “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara untuk dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Kemudian ditunaskan secara kokoh dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

  • – Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria (selanjutnya disebut “UUPA No.5/1960”), selanjutnya merambah ke berbagai peraturan organik dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, dan peraturan yang diterbitkan oleh

  10

  pimpinan instansi teknis di bidang pertanahan. UUPA No. 5/1960 lahir sebagai jawaban atas tuntutan dan kebutuhan bangsa akan perangkat hukum nasional yang mampu mengatur dan memberikan jaminan hukum serta kepastian hak atas tanah yang merupakan salah satu sarana dalam usaha mencapai tujuan dan cita-cita

  11 kemerdekaan.

  Selanjutnya, Pasal 4 ayat 1 UUPA menyatakan bahwa atas dasar hak menguasai dari negara yang dimaksud dalam Pasal 2, ditentukan adanya macam- 9 10 Syafruddin Kalo, Op.Cit., hal. 124.

  Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, (Bandung: Mandar Maju, 2010), hal. 1. 11 Arie S. Hutagalung, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, (Jakarta: LPHI, 2005), hal. 151. macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang- orang lain serta badan-badan hukum. Negara sebagai organisasi kekuasaan dalam tingkatan-tingkatan tertinggi diberi kekuasaan sebagai badan penguasa untuk

  12 menguasai bumi, air dan ruang angkasa, dalam arti bukan memiliki.

  Melalui hak menguasai dari negara inilah, maka negara selaku badan penguasa akan dapat senantiasa mengendalikan atau mengarahkan pengelolaan fungsi bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sesuai dengan peraturan dan kebijakan yang ada, yaitu dalam lingkup

  13 penguasaan secara yuridis yang beraspek publik.

  Pengaturan hukum tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum dan segala peraturan terkait dengannya di Indonesia mengalami proses perkembangan.

  Sampai saat ini dapat ditemukan beberapa peraturan yang mengatur mengenai pengadaan tanah untuk kepentingan umum yaitu antara lain UUPA No.5/1960, Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak - Hak Atas Tanah Dan Benda-Benda Yang Ada Diatasnya (untuk selanjutnya disebut “UU 20/1961”), yang kemudian dilanjutkan dengan kebijakan pemerintah melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri (PMDN) Nomor 15 Tahun 1975, kemudian dicabut dan diganti dengan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (untuk selanjutnya disebut “Keppres 55/1993”). 12 Muhammad Yamin, Jawaban Singkat Pertanyaan-Pertanyaan Dalam Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria , Edisi Revisi, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2003), hal. 5. 13 Muhammad Bakrie, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara Paradigma Baru Untuk Reformasi Agraria , (Yogyakarta: Citra Media, 2007), hal. 5.

  Keppres 55/1993 kemudian sudah tidak sesuai dengan landasan hukum dalam melaksanakan pembangunan untuk kepentingan umum dan dikaitkan dengan telah berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang memberikan kewenangan kepada daerah untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah. Pengadaan tanah kemudian diatur dengan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 (untuk selanjutnya disebut “Perpres 36/2005”) yang kemudian dirubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 (untuk selanjutnya disebut “Perpres 65/2006”). Kemudian akhirnya pada tahun 2012, Indonesia memiliki undang-undang yang mengatur secara khusus tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum, yaitu UU 2/2012.

  Disahkannya UU 2/2012 diharapkan menjadi payung hukum guna memperlancar pelaksanaan pembangunan infrastruktur untuk kepentingan umum, namun apakah undang-undang ini memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap Pihak yang Berhak atas tanah yang digunakan bagi pembangunan untuk kepentingan umum.

  Berdasarkan dari latar belakang diatas, maka dilakukan penelitian berjudul: “Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Yang Berhak Atas Tanah Dalam Hal Ganti Rugi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum”.

B. Perumusan Masalah

  Perumusan masalah merupakan salah satu bagian yang penting dalam suatu penelitian hukum. Rumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

  1. Bagaimanakah cara menghindari terjadinya konflik antara pihak yang berhak atas tanah dengan pihak yang memerlukan tanah dalam pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum?

  2. Bagaimanakah keberadaan lembaga konsinyasi (penitipan uang ganti rugi ke pengadilan) dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum?

  3. Bagaimanakah perlindungan hukum dalam hal ganti rugi pengadaan tanah untuk kepentingan umum berdasarkan UU 2/2012?

  C. Tujuan Penelitian

  Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka dapat dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

  1. Untuk mengetahui cara menghindari terjadinya konflik antara pihak yang berhak atas tanah dengan pihak yang memerlukan tanah dalam pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum.Untuk mengetahui keberadaan lembaga konsinyasi (penitipan uang ganti rugi ke pengadilan) dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum.

  2. Untuk mengetahui perlindungan hukum dalam hal ganti rugi pengadaan tanah untuk kepentingan umum berdasarkan UU 2/2012.

  D. Manfaat Penelitian

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis, yaitu:

  1. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu sumbangan pemikiran bagi peningkatan dan perkembangan hukum agraria tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.

  2. Secara praktis hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran kepada pemerintah dan masyarakat yang memerlukan informasi yang berkaitan dengan jaminan perlindungan hukum terhadap pihak yang berhak yang tanahnya menjadi objek pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.

E. Keaslian Penelitian

  Berdasarkan penelusuran kepustakaan, khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara, peneliti meyakini bahwa penelitian mengenai “Perlindungan Hukum Terhadap Pihak yang Berhak Atas Tanah Dalam Hal Ganti Rugi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum”, belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.

  Dengan demikian peneliti meyakini penelitian ini adalah asli adanya dan secara akademis dapat dipertanggung jawabkan. Meskipun ada peneliti-peneliti pendahulu yang pernah melakukan penelitian mengenai masalah pengadaan tanah untuk kepentingan umum, namun secara judul dan substansi pokok yang dibahas serta peraturan yang berlaku, sangat jauh berbeda dengan penelitian ini.

  Adapun penelitian tesis yang berkaitan dengan pengadaan tanah untuk kepentingan umum tersebut yang pernah dilakukan, khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara adalah:

  1. Penelitian Tesis oleh Syafruddin Kalo, pada tahun 1997, dengan judul “Pelaksanaan Ganti Rugi Dalam Pelepasan Hak-Hak Atas Tanah Untuk Kepentingan Umum (Studi Kasus Proyek Jalan Lingkar Selatan Di Kotamadya Medan)”. Adapun permasalahan yang dibahas adalah:

  a. Bagaimana implementasi dari Keppres Nomor 55 Tahun 1993 dalam pelaksanaan ganti rugi pada Proyek Jalan Lingkar Selatan di Medan? b. Hal-hal apa yang menjadi kendala dalam proses pelaksanaan ganti rugi terhadap pelepasan hak atas tanah pada Proyek Jalan Lingkar Selatan di

  Medan?

  c. Solusi apa yang ditempuh jika sebagian masyarakat tidak berkeinginan untuk menerima ganti rugi yang telah ditetapkan dalam pelebaran Jalan Lingkar Selatan di Medan?

  2. Penelitian Tesis oleh Elfriza Meutia, tahun 2004, dengan judul “Pelaksanaan Pelepasan Hak Atas Tanah Pada Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Kepentingan Umum”. Adapun permasalahan yang dibahas adalah:

  a. Apakah pelaksanaan pelepasan hak atas tanah untuk pembangunan pelabuhan Ulee Lheu sudah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku?

  b. Adakah hambatan yang ditemui pada pelaksanaan pelepasan hak atas tanah untuk pembangunan pelabuhan Ulee Lheue? c. Bagaimanakah upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan yang ditemui dilapangan?

  3. Penelitian Tesis oleh Abinur Hamzah, tahun 2006, dengan judul “Aspek Yuridis Pelaksanaan Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Setelah Keluarnya Perpres Nomor 36 tahun 2005 (Studi Kasus Kwala Namu di Kecamatan Pantai Labu dan Proyek Pelebaran Tanjung Morawa di Desa Buntu Bedimbar Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang)”.

  Adapun permasalahan yang dibahas adalah:

  a. Bagaimanakah pengaturan pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum sebelum dan sesudah keluarnya Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005?

  b. Bagaimanakah penentuan besarnya ganti rugi dalam pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum sebelum dan setelah keluarnya Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005?

  c. Kendala-kendala apa yang dihadapi dalam proses pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum?

  4. Penelitian Tesis oleh Bukhari, tahun 2008, dengan judul “Problematika Pelaksanaan Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Kepentingan Umum : Studi Kasus Pada Pembangunan Kampus Unimal di Desa Reuleut Timur, Kecamatan Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara”. Adapun permasalahan yang dibahas adalah: a. Apakah pelaksanaan pelepasan hak atas tanah untuk pembangunan kampus Universitas Malikussaleh sudah sesuai dengan prosedur? b. Hambatan apa yang ditemui pada pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan kampus Universitas Malikussaleh? c. Upaya apa sajakah yang dilakukan untuk mengatasi hambatan yang ditemui antara pemilik tanah dan Universitas Malikussaleh di lapangan?

  5. Penelitian Tesis oleh Rahma Yanti, tahun 2011, dengan judul “Aspek Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (Studi Pelebaran Jalan di Kabupaten Padang Lawas”). Adapun permasalahan yang dibahas adalah:

  a. Bagaimanakah aspek kepentingan umum dalam pengadaan tanah untuk pelebaran jalan di Kabupaten Padang Lawas? b. Bagaimanakah penetapan ganti rugi dalam proses pengadaan tanah bagi pelaksanaan pelebaran jalan di Kabupaten Padang Lawas? c. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap hak-hak pemilik tanah dalam hal ganti rugi untuk kepentingan umum? Berdasarkan hasil penelusuran di atas, objek kajian dalam penelitian ini merupakan suatu permasalahan yang belum tersentuh secara komprehensif dalam suatu penelitian ilmiah. Oleh karenanya, penelitian ini merupakan suatu yang baru dan asli sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional, objektif dan terbuka. Semua ini tidak lain adalah merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah sehingga hasil penelitian ini diharapkan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

  1. Kerangka Teori Dalam dunia ilmu, teori berfungsi untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, sedangkan kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau

  14

  memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. Teori merupakan serangkaian, asumsi, konsep, definisi dan proposal untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar

  15

  konsep. Teori memberikan penjelasan melalui cara mengorganisasikan dan

  16

  mensistematisasikan masalah yang dibicarakannya. Untuk melakukan analisis suatu penelitian diperlukan pisau analisis berupa kerangka teori.

  Adapun kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori perlindungan hukum dan teori efektifitas hukum. Teori perlindungan hukum merupakan teori yang mengkaji dan menganalisis tentang wujud atau bentuk atau tujuan perlindungan, subjek hukum yang dilindungi serta objek perlindungan yang diberikan oleh hukum kepada subjeknya. Unsur-unsur yang tercantum dalam definisi teori ini meliputi adanya wujud atau bentuk perlindungan atau tujuan perlindungan, subjek hukum dan objek perlindungan hukum. Dalam setiap perundang-undangan, yang menjadi wujud atau bentuk

  14 15 J.J.J.M. Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta: UI press, 1996), hal. 203. 16 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hal. 19.

  Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 253. atau tujuan perlindungan yang diberikan kepada subjek dan objek

  17 perlindungannya berbeda antara satu dengan yang lainnya.

  Teori perlindungan hukum berfokus kepada perlindungan hukum yang diberikan kepada masyarakat. Masyarakat yang disasarkan pada teori ini, yaitu masyarakat yang berada pada posisi yang lemah, baik secara ekonomis

  18 maupun lemah dari aspek yuridis.

  Sudikno Mertokusumo berpendapat bahwa: “Dalam fungsinya sebagai perlindungan kepentingan manusia, hukum mempunyai tujuan. Hukum mempunyai sasaran yang hendak dicapai. Adapun tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Dengan tercapainya ketertiban di dalam masyarakat diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi. Dalam mencapai tujuannya itu hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antar perorangan di dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan

  19

  masalah hukum serta memelihara kepastian hukum.” Pada dasarnya teori perlindungan hukum merupakan teori yang berkaitan dengan pemberian pelayanan kepada masyarakat. Roscou Pound mengemukakan hukum merupakan alat rekayasa sosial (law as a tool of social

  ). Kepentingan manusia adalah suatu tuntutan yang dilindungi dan

  engineering

  dipenuhi manusia dalam bidang hukum. Roscou Pound membagi kepentingan manusia yang dilindungi hukum menjadi tiga macam, yaitu kepentingan

  20

  umum, kepentingan masyarakat dan kepentingan individual. Bila dikaitkan

  17 Salim HS dan Erlies Septiana Nurbaini, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis Dan Disertasi , (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), hal. 263. 18 19 Ibid ., hal. 259.

  

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 2007), hal. 71. 20 Salim HS dan Erlies Septiana Nurbaini, Op.Cit., hal. 266. dengan Pengadaan tanah untuk kepentingan umum, maka tiga macam kepentingan tersebut saling bersinggungan satu sama lain.

  Teori efektivitas hukum adalah teori yang mengkaji dan menganalisis tentang keberhasilan, kegagalan dan faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pelaksanaan dan penerapan hukum. Ada tiga fokus kajian teori efektivitas hukum yang meliputi keberhasilan dalam pelaksanaan hukum, kegagalan dalam pelaksanaannya dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Keberhasilan di dalam pelaksanaan hukum adalah bahwa hukum yang dibuat itu telah tercapai maksudnya. Maksud dari norma hukum adalah mengatur kepentingan manusia. Apabila norma hukum itu ditaati dan dilaksanakan oleh masyarakat maupun penegak hukum, maka pelaksanaan hukum itu dikatakan efektif atau berhasil dalam implementasinya. Kegagalan didalam pelaksanaan hukum adalah bahwa ketentuan-ketentuan hukum yang telah ditetapkan tidak

  21 mencapai maksudnya dan tidak berhasil dalam implementasinya.

  Teori efektivitas hukum ini dikemukakan antara lain oleh Lawrance M. Friedman dan Soerjono Soekanto. Lawrance M F. Friedman mengemukakan tiga unsur yang harus diperhatikan dalam penegakan hukum. Ketiga unsur itu meliputi struktur, substansi dan budaya hukum. Sedangkan Soerjono Soekanto mengemukakan lima faktor yang harus diperhatikan dalam penegakan hukum,

  22

  meliputi:

  a. Faktor hukum atau undang-undang;

  b. Faktor penegak hukum;

  c. Faktor sarana atau fasilitas;

  d. Faktor masyarakat; dan e. Faktor kebudayaan. 21 22 Ibid , hal. 303.

  Ibid , hal. 307. Hukum atau undang-undang dalam arti materil merupakan peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat oleh penguasa pusat maupun daerah yang sah. Peraturan dibuat dua macam yaitu peraturan pusat dan setempat. Peraturan pusat berlaku untuk semua warga negara di wilayah suatu negara, sedangkan peraturan setempat hanya berlaku di suatu tempat atau daerah saja.

  Penegak hukum adalah kalangan yang secara langsung berkecimpung dalam pengakan hukum, antara lain kepolisian, kejaksaan, kehakiman, advokat. Sarana atau fasilitas merupakan segala hal yang dapat digunakan untuk mendukung dalam proses penegakan hukum. Masyarakat dalam konteks penegakan hukum erat kaitannya dengan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan. Kebudayaan diartikan sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Kelima faktor tersebut di atas harus diperhatikan secara seksama dalam proses penegakan hukum, karena apabila hal itu kurang mendapat perhatian, maka penegakan

  

23

dan efektivitas hukum tidak akan tercapai.

  Dalam pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum, harus dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat luas yang terkena dampak pengadaan tanah, dengan berpegang pada asas bahwa dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum, orang atau badan hukum yang melepas tanahnya untuk kepentingan pembangunan, harus dapat memberikan kehidupan yang secara ekonomis lebih baik dari pada sebelumnya. Dalam praktek pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum tahapan yang paling 23 Ibid , hal. 307-308. krusial adalah proses musyawarah untuk menyepakati besaran ganti rugi hak atas tanah.

  Pengadaan tanah pada prinsipnya ditujukan untuk kepentingan umum, dilakukan dengan prinsip keadilan dengan penghormatan terhadap hak-hak atas tanah yang diusahakan dengan cara seimbang dan dilakukan dengan cara musyawarah. Dalam hal ini maka pemerintah ataupun instansi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang melaksanakan pengadaan tanah harus bertindak dengan prinsip kehati-hatian yaitu selain untuk tercapainya efektivitas hukum juga sebaiknya dapat memenuhi rasa keadilan sebagai bentuk perlindungan hukum masyarakat.

2. Konsepsi

  Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi,

  24

  antara abstraksi dan realitas. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut

  25 dengan definisi operasional.

  Kerangka konsepsi yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Kata perlindungan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia berarti tempat berlindung atau merupakan perbuatan (hal) melindungi, misalnya

  24 Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei, (Jakarta: LP3ES, 1989), hal. 34. 25 Sumadi Suryabrata, Metode Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hal 3.

  26

  memberi perlindungan kepada orang yang lemah. Menurut Sudikno Mertokusumo, yang dimaksud dengan hukum adalah:

  “Kumpulan peraturan atau kaedah yang mempunyai isi yang bersifat umum dan normatif, umum karena berlaku bagi setiap orang dan normatif karena menentukan apa yang seyogyanya dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan atau harus dilakukan serta menentukan

  27 bagaimana caranya melaksanakan kepatuhan pada kaedah-kaedah.

  Jadi jaminan perlindungan hukum adalah suatu perbuatan hal melindungi subjek-subjek hukum yang dijamin dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan pelaksanaannya dipaksakan dengan suatu sanksi.

  b. Pengadaan Tanah menurut Pasal 1 angka 2 UU 2/2012 adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. Ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 10 adalah penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah. Dengan demikian pengadaan tanah merupakan setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberi ganti rugi kepada yang melepaskan hak atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah atau dengan pencabutan hak atas tanah.

  c. Pihak yang Berhak menurut Pasal 1 angka 3 UU 2/2012 adalah pihak yang menguasai atau memiliki objek pengadaan tanah, atau dalam penelitian ini disebut juga “Pemegang Hak atas Tanah”.

  26 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, Jakarta, 1986), hal. 600. 27 Sudikno Mertokusumo, Op.Cit., hal. 45. d. Objek pengadaan tanah menurut Pasal 1 angka 4 UU 2/2012 adalah tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah atau lainnya yang dapat dinilai.

  e. Hak atas Tanah adalah hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UUPA dan hak lain yang akan ditetapkan dengan undang-undang.

  f. Kepentingan Umum menurut Pasal 1 angka 6 UU 2/2012 adalah kepentingan bangsa, negara dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Pengertian kepentingan umum ini mengalami beberapa perubahan mulai dari ketentuan dalam Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993, Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005, Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006. Kata kepentingan umum juga tercantum dalam Pasal 18 UUPA yang berbunyi bahwa untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Undang-Undang.

  g. Ganti Kerugian menurut Pasal 1 angka 10 UU 2/2012 adalah penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah.

  h. Instansi menurut Pasal 1 angka 1 UU 2/2012 adalah lembaga negara, kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan Badan Hukum Milik Negara/BUMN yang mendapat penugasan khusus Pemerintah.

G. Metode Penelitian

  Metode penelitian merupakan suatu unsur mutlak yang harus ada dalam suatu penelitian yang berfungsi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.

  Metodologi artinya cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan. Penelitian adalah suatu keinginan untuk mencari, mencatat, merumuskan dan menganalisis sampai

  28 menyusun laporannya.

  Metodologi dalam suatu penelitian berfungsi sebagai suatu pedoman bagi ilmuwan dalam mempelajari, menganalisa dan memahami suatu

  29

  permasalahan yang sedang dihadapi. Penelitian sebagai suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten karena melalui proses penelitian tersebut dilakukan analisis dan konstruksi

  30 terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah.

1. Jenis Penelitian

  Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yakni suatu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder seperti peraturan perundang-undangan, teori hukum dan

  31

  pendapat para sarjana hukum terkemuka. Penelitian ini dilakukan dengan 28 menarik asas-asas hukum mengenai Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012

  

Cholid Narbuko dan H. Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Bumi

Aksara, 2002), hal.1. 29 30 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1989), hal. 7.

  

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat , (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hal 1. 31 Ibid , hal 7. dan peraturan pelaksanaannya sehingga dapat dilakukan penafsiran mengenai perlindungan hukum bagi masyarakat.

  2. Sifat Penelitian

  Sifat penelitian penulisan ini yaitu deskriptif analitis. Bersifat deskriptif maksudnya bahwa dari penelitian ini diharapkan dapat diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang diteliti. Analitis dimaksudkan bahwa berdasarkan gambaran-gambaran fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat bagaimana menjawab

  32 permasalahan tersebut.

  3. Sumber Data

  Data yang digunakan sebagai bahan analisis penelitian tesis ini adalah data sekunder. Data sekunder dalam hal ini dibagi menjadi 3 bagian yaitu Bahan hukum primer, sekunder dan tertier, yang dapat diuraikan sebagai berikut: a. Bahan Hukum Primer adalah sumber hukum yang mempunyai kekuatan mengikat dari sudut norma dasar, peraturan dasar dan

  33

  peraturan perundang-undangan. Untuk penelitian ini jenis bahan hukum primer yang digunakan adalah peraturan perundang- undangan yang berkaitan dengan tanah, pengadaan tanah untuk kepentingan umum.

  32 Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke 20, (Bandung: Alumni, 1994), hal. 101. 33 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op.Cit., hal. 54. b. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer.

  34 Untuk penelitian ini

  bahan hukum sekunder tersebut diperoleh melalui buku-buku, artikel ilmiah, makalah dan tesis yang berhubungan dengan topik tesis.

  c. Bahan Hukum Tertier adalah bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah kamus, ensiklopedia dan lain-lain.

4. Teknik Pengumpulan Data

  Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian tesis ini adalah dengan cara penelitian kepustakaan (library research) atau yang biasa disebut studi kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan literatur dengan sumber data berupa bahan hukum primer dan ataupun bahan hukum sekunder

  35

  yang ada hubungannya dengan permasalahan yang dibahas dalam penulisan tesis ini.

  Walaupun demikian, pengumpulan data dalam penelitian ini tidak lepas pula dari sumber lain selain kepustakaan, yakni wawancara dengan informan yang terlibat langsung dengan pengadaan tanah untuk pembangunan (antara lain: panitia pengadaan tanah di Kota Medan, orang yang terkena pengadaan tanah dan/atau orang yang dikonsinyasi), serta 34 Ibid , hal. 55 35 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996),

  hal.14 penelitian terhadap bahan artikel dan karya tulis di berbagai media massa ataupun internet.

5. Analisis Data

  Dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif yang meneliti dan mengkaji perlindungan hukum terhadap pihak yang berhak atas tanah yang tanahnya menjadi objek pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, dengan cara melihat peraturan perundang-undangan yang terkait dan pendapat-pendapat para ahli, dan menganalisa lebih mendalam dengan melihat praktek-praktek yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Sehingga, nantinya hasil penelitian ini akan dapat ditarik suatu kesimpulan secara deduktif sehingga dapat memberikan jawaban atas permasalahan yang

  36 ditetapkan.

36 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya,

  1993), hal.103

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Yang Berhak Atas Tanah Dalam Hal Ganti Rugi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

16 243 135

Perlindungan Hukum Terhadap Masyarakat Atas Pengadaan Tanah Yang Dilakukan Demi Kepentingan Umum

3 71 107

Tinjauan Yuridis Penerapan Hukum (Undang-Undang no.2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum) di Kota Medan

3 71 88

Tinjauan Yuridis Terhadap Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Berdasarkan Undang-Undang No. 2 TAHUN 2012

5 63 86

Aspek Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (Studi Pelebaran Jalan Di Kabupaten Padang Lawas)

1 62 154

Pelaksanaan Ganti Rugi Hak Atas Tanah Untuk Kepentingan Umum Pengembangan Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda Provinsi Aceh

0 34 140

Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum (Studi Mengenai Ganti Rugi Pengadaan Tanah Proyek Kanal...

1 26 5

Implementasi Pasal 41 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Terkait Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Yang Berasal Dari Tanah Wakaf Ditinjau Dari Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif (Studi Kasus Proyek Pengadaan Tanah

1 16 32

Permasalahan Yuridis Pasal 41 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum

0 3 10

Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Yang Berhak Atas Tanah Dalam Hal Ganti Rugi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

0 0 7