Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Yang Berhak Atas Tanah Dalam Hal Ganti Rugi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

(1)

(2)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK YANG BERHAK

ATAS TANAH DALAM HAL GANTI RUGI BERDASARKAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK

KEPENTINGAN UMUM

T E S I S

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan

Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

MEILYA NORMAWATY SIMANJUNTAK

127011101/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 27 Januari 2015

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

Anggota

: 1. Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, M.Hum

2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum

3. Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, M.Kn

4. Dr. Dedi Harianto, SH, M.Hum


(5)

(6)

ABSTRAK

Pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum menimbulkan gejolak dalam prakteknya, dimana sengketa mengenai pengadaan tanah yang dilaksanakan oleh pemerintah terus bermunculan. Adanya pemaksaan dari para pihak, baik pemerintah yang menetapkan harga ganti rugi secara sepihak maupun pihak yang berhak atas tanah yang menuntut harga yang dianggap tidak wajar, serta adanya keberadaan lembaga konsinyasi atau penitipan uang ganti rugi di pengadilan negeri apabila pihak yang berhak atas tanah tetap tidak sepakat akan besaran ganti rugi, menyebabkan hak dan kepentingan pihak yang berhak atas tanah tidak mendapat perlindungan hukum. Hal inilah yang menjadi dasar pemikiran untuk melakukan penelitian untuk menjawab permasalahan, bagaimanakan menghindari terjadinya konflik dalam pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum? bagaimanakah keberadaan lembaga konsinyasi dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum? dan bagaimanakah perlindungan hukum terhadap pihak yang berhak atas tanah berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh melalui bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan dan wawancara yang kemudian data tersebut dianalisis secara kualitatif, sehingga, nantinya hasil penelitian ini akan dapat ditarik suatu kesimpulan secara deduktif.

Hasil penelitian memberikan kesimpulan bahwa guna menghindari terjadinya konflik dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum yaitu dengan mengedepankan asas-asas dan ketentuan materil pengadaan tanah, adanya transparansi dalam prosedur pengadaan tanah dan pemberian ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak atas tanah. Selanjutnya konsinyasi yang disebabkan tidak sepakatnya akan besaran ganti rugi, tidak dapat dibenarkan karena merupakan tindakan sewenang-wenang pemerintah terhadap rakyatnya. Serta, perlindungan hukum terhadap pihak yang berhak atas tanah khususnya dalam hal ganti rugi tanah harus berdasarkan kepada asas keadilan dan kelayakan dengan memperhitungkan jaminan penggantian kerugian yang bersifat secara fisik dan non-fisik, sehingga apabila hal ini dipenuhi maka secara otomatis konsinyasi yang disebabkan karena tidak sepakatnya harga ganti rugi menjadi tidak diperlukan lagi keberadaannya.


(7)

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan anugerah-Nya Penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul: “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK YANG BERHAK ATAS TANAH DALAM HAL GANTI RUGI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM”.

Penulisan tesis ini merupakan syarat yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan studi di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Terima kasih yang mendalam saya ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan Bapak Dr. Faisal Akbar, SH, M.Hum serta Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, masing-masing selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan masukan dan bimbingan kepada penulis selama penulisan tesis ini, dan tidak lupa penulis sampaikan terima kasih yang mendalam kepada Bapak Notaris Dr.Syahril Sofyan,SH, MKn dan Bapak Dr. Dedi Harianto, SH, M.Hum, keduanya selaku Dosen Penguji yang telah banyak memberikan saran, kritikan pengarahan, serta masukan kepada penulis dalam penulisan tesis ini.

Selanjutnya ucapan terima kasih tak terhingga penulis sampaikan kepada :

A. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM),Sp.A.(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

B. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH,M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

C. Bapak Prof. Dr.Muhammad Yamin,SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara

D. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH,CN,M.Hum selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(9)

E. Para Dosen Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mengajar dan memberikan banyak pengetahuan dan ilmu kepada penulis.

F. Para pegawai/karyawan Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu Penulis selama ini. G. Seluruh sahabat dan teman-teman Penulis angkatan Tahun 2012 yang tidak dapat

disebut satu persatu.

Secara khusus penulis menghaturkan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada suami tercinta, Dhany Barus dan anak-anak tersayang, Benjamin & Carolyn Barus, serta kepada orang tua Penulis, Bapak R.Simanjuntak dan Ibu M.Sibuea, serta kepada mertua Penulis Prof.Dr. Tonel Barus dan Dr. Tini Sembiring, MS, serta kepada adik-adik penulis, atas segala dukungan doa dan moril sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis berharap tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak terutama kepada mahasiswa dan kalangan praktisi hukum yang mengembangkan ilmu hukum khususnya dalam bidang kenotariatan. Dengan kerendahan hati, Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, untuk itu Penulis mengharapkan saran, kritikan dan masukan dari para pembaca guna perbaikan dikemudian hari.

Medan , Januari 2015 Hormat Penulis,

Meilya Normawaty Simanjuntak


(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

1 Nama : Meilya Normawaty Simanjuntak

2. Tempat/Tanggal Lahir : Sungai Penuh, 9 Mei 1981 3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Status : Menikah

5. Agama : Kristen Protestan

6. Alamat : Jl.Tridharma No.26 Padang Bulang

7. Telepon : 081214182942

II. DATA KELUARGA

1 Nama Suami : Dhany Barus

2. Nama Anak : 1. Benjamin Barus

2. Carolyn Barus

III. PENDIDIKAN

1 SD : SDN Mekarjaya XIII Depok

2. SMP : SMPN 3 Depok

3. SMA : SMUN 3 Depok

4. Strata I : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung (2000-2004) 5. Strata II : Magister Kenotariatan Universitas

Sumatera Utara (2012-2015) IV. PEKERJAAN

1. PT MNC Sky Vision Tbk - Jakarta 2. DNC law firm - Jakarta

3. PT ATPK Resources Tbk & PT Modal Investasi Mineral - Jakarta 4. PT Elang Mahkota Teknologi Tbk - Jakarta


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK--- i

ABSTRACT--- ii

KATA PENGANTAR--- iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP--- v

DAFTAR ISI --- vi

DAFTAR ISTILAH --- x

DAFTAR SINGKATAN--- xi

BAB I PENDAHULUAN--- 1

A. Latar Belakang --- 1

B. Perumusan Masalah --- 7

C. Tujuan Penelitian --- 8

D. Manfaat Penelitian --- 8

E. Keaslian Penelitian --- 9

F. Kerangka Teori dan Konsepsi --- 13

1. Kerangka Teori --- 13

2. Konsepsi --- 17

G. Metode Penelitian --- 20

1. Jenis Penelitian --- 20

2. Sifat Penelitian --- 21

3. Sumber Data --- 21

4. Teknik Pengumpulan Data --- 22


(12)

BAB II MENGHINDARI TERJADINYA KONFLIK ANTARA PIHAK YANG BERHAK ATAS TANAH DENGAN PIHAK YANG MEMERLUKAN TANAH DALAM PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH UNTUK

KEPENTINGAN UMUM--- 24

A. Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Di Indonesia --- 24

1. Pengertian Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum --- 24

2. Tinjauan Aspek Kepentingan Umum--- 27

3. Regulasi Pengadaan Tanah di Indonesia --- 30

4. Asas-asas Pengadaan Tanah --- 33

5. Keberadaan UU 2/2012 Dengan Peraturan Perundang-Undangan Sebelumnya--- 38

B. Konflik Dalam Pelaksanaaan Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum --- 39

1. Definisi Konflik --- 39

2. Konflik Kepentingan Antara Pemerintah Dan Pemilik Tanah --- 40

3. Fungsi Sosial Hak Atas Tanah --- 42

4. Penyebab Timbulnya Konflik Dalam Pengadaan Tanah ---- 43

C. Cara Menghindari Terjadinya Konflik Dalam Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum --- 50

1. Mekanisme Pengadaan Tanah Berdasarkan UU 2/2012 dan Peraturan Pelaksananya --- 51

2. Beberapa Proyek Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Yang Dilaksanakan Di Sumatera Utara --- 64

3. Cara Menghindari Terjadinya Konflik Dalam Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum --- 69


(13)

BAB III KEBERADAAN LEMBAGA KONSINYASI DALAM

PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM 72

A. Konsinyasi Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 72

1. Pengertian dan Dasar Hukum --- 72

2. Syarat-Syarat Sah Konsinyasi --- 74

3. Akibat Hukum Konsinyasi --- 77

B. Riwayat Konsinyasi Dalam Pengadaan Tanah --- 79

C. Keberadaan Lembaga Konsinyasi Dalam Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum --- 81

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM DALAM HAL GANTI RUGI PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM BERDASARKAN UU 2/2012 --- 91

A. Penghormatan Terhadap Hak Atas Tanah Dalam Pengadaan Tanah --- 91

B. Perlindungan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum --- 93

C. Perlindungan Hukum Dalam Hal Ganti Rugi Pengadaan Tanah 98 1. Istilah Ganti Rugi dan Kompensasi --- 99

2. Perlindungan Dalam Hal Ganti Rugi --- 100

3. Penilaian Ganti Kerugian --- 103

4. Bentuk Ganti Rugi Dalam Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum --- 105


(14)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN--- 107

A. Kesimpulan --- 107

B. Saran --- 108


(15)

DAFTAR ISTILAH

Istilah Asing Arti

Flyover : jembatan layang.

Medan Outer Ring Road : Jalan lingkar luar kota Medan.

Law as a tool of social engineering

: hukum merupakan alat rekayasa sosial.

Library research : penelitian kepustakaan/ studi kepustakaan.

Vage begriff : pengertian yang kabur.

Vage normen : norma yang kabur/tidak jelas

Rechtssichereit : Kepastian hukum.

Zweekmassigkeit : Kemanfaatan

Gerechtigkeit : Keadilan

Alternative Dispute Resolution (ADR)

: penyelesaian sengketa secara musyawarah, negosiasi, dan mediasi (diluar pengadilan)

Conflict of Interest : benturan kepentingan

Briefing : Pengarahan


(16)

DAFTAR SINGKATAN

UU 2/2012 : Undang-undang No. 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum UUD 1945 : Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945

UUPA No.5/1960 : Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

UU 20/1961 : Undang-undang Nomor 20 tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak atas Tanah dan Benda-benda yang ada diatasnya. PMDN No.15/1975 : Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1975

tentang Ketentuan-ketentuan mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah.

Keppres 55/1993 : Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

Perpres 36/2005 : Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum

Perpres 65/ 2006 : Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum

Perkaban 5/2012 : Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah

NJOP : Nilai Jual Objek Pajak

BPN-RI : Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

BUMN : Badan Usaha Milik Negara

APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara


(17)

KJPP : Konsultan Jasa Penilai Publik / Appraisal

LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat


(18)

ABSTRAK

Pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum menimbulkan gejolak dalam prakteknya, dimana sengketa mengenai pengadaan tanah yang dilaksanakan oleh pemerintah terus bermunculan. Adanya pemaksaan dari para pihak, baik pemerintah yang menetapkan harga ganti rugi secara sepihak maupun pihak yang berhak atas tanah yang menuntut harga yang dianggap tidak wajar, serta adanya keberadaan lembaga konsinyasi atau penitipan uang ganti rugi di pengadilan negeri apabila pihak yang berhak atas tanah tetap tidak sepakat akan besaran ganti rugi, menyebabkan hak dan kepentingan pihak yang berhak atas tanah tidak mendapat perlindungan hukum. Hal inilah yang menjadi dasar pemikiran untuk melakukan penelitian untuk menjawab permasalahan, bagaimanakan menghindari terjadinya konflik dalam pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum? bagaimanakah keberadaan lembaga konsinyasi dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum? dan bagaimanakah perlindungan hukum terhadap pihak yang berhak atas tanah berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh melalui bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan dan wawancara yang kemudian data tersebut dianalisis secara kualitatif, sehingga, nantinya hasil penelitian ini akan dapat ditarik suatu kesimpulan secara deduktif.

Hasil penelitian memberikan kesimpulan bahwa guna menghindari terjadinya konflik dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum yaitu dengan mengedepankan asas-asas dan ketentuan materil pengadaan tanah, adanya transparansi dalam prosedur pengadaan tanah dan pemberian ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak atas tanah. Selanjutnya konsinyasi yang disebabkan tidak sepakatnya akan besaran ganti rugi, tidak dapat dibenarkan karena merupakan tindakan sewenang-wenang pemerintah terhadap rakyatnya. Serta, perlindungan hukum terhadap pihak yang berhak atas tanah khususnya dalam hal ganti rugi tanah harus berdasarkan kepada asas keadilan dan kelayakan dengan memperhitungkan jaminan penggantian kerugian yang bersifat secara fisik dan non-fisik, sehingga apabila hal ini dipenuhi maka secara otomatis konsinyasi yang disebabkan karena tidak sepakatnya harga ganti rugi menjadi tidak diperlukan lagi keberadaannya.


(19)

(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setelah melewati perjalanan waktu yang cukup panjang, akhirnya pada tanggal 14 Januari 2012, Indonesia memiliki undang-undang yang mengatur secara khusus tentang pengadaan tanah, yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (untuk selanjutnya disebut “UU 2/2012”). UU 2/2012 diharapkan menjadi payung hukum yang kuat guna memperlancar pelaksanaan pembangunan infrastruktur untuk kepentingan umum. Namun seiring berjalannya waktu, sengketa mengenai pengadaan tanah yang dilaksanakan oleh pemerintah terus bermunculan di antara kelompok-kelompok yang ada di tengah masyarakat yang mengharapkan suatu keadilan.1Pembangunan yang dilakukan pemerintah acap kali berbenturan dengan masalah pengadaan tanah.

Lebih lanjut, pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum menimbulkan gejolak dalam prakteknya, dimana adanya pemaksaan dari para pihak baik pemerintah yang menetapkan harga ganti rugi secara sepihak maupun pemilik tanah menuntut harga yang dianggap tidak wajar, sementara itu perangkat hukum yang ada belum mampu mengakomodir dua kepentingan yang berbeda tersebut, akhirnya terjadi pemaksaan dan intimidasi terhadap masyarakat dalam hal pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Sehingga pada

1

Ediwarman, Perlindungan Hukum Bagi Korban Kasus-Kasus Pertanahan Legal Protection for The Victim Of Land Cases, (Medan: Pustaka Bangsa Press, Cetakan 1, 2003), hal.


(21)

satu pihak timbul kesan seakan-akan hak dan kepentingan rakyat pemilik tanah, tidak mendapat perlindungan hukum.2

Beberapa contoh proyek pemerintah di Kota Medan yang pernah terkendala pengadaan tanah antara lain jalan Lingkar Luar Kota Medan (Medan Outer Ring Road), pembebasan tanah untuk pembangunan Bandara Kuala Namu sebagai pengganti Bandara Polonia Medan, pembangunan jembatan layang (flyover)

Amplas-Medan dan yang saat ini pembangunannya masih dalam tahap penyelesaian, yaitu pembangunan flyover Jamin Ginting Padang Bulan. Permasalahan pokok yang menjadi kendala pengadaan tanah untuk pembangunan proyek tersebut di atas, adalah mengenai ketidaksepakatan harga ganti rugi tanah masyarakat yang terkena proyek pengadaan tanah, yang mana kemudian pemerintah mengambil inisiatif untuk tetap melaksanakan proyek pembangunan untuk kepentingan umum dan mengambil jalan keluar menitipkan uang ganti rugi di Pengadilan Negeri apabila ada pemilik tanah yang tetap tidak menyepakati harga ganti rugi yang ditawarkan pemerintah.

Pasal 1 angka 2 UU 2/2012 mendefinisikanbahwa “Pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada Pihak yang Berhak”. Kemudian Pasal 42 UU 2/2012 menentukan bahwa “apabila tidak terjadi suatu kesepakatan didalam musyawarah dalam menentukan bentuk dan besarnya ganti rugi maka Panitia Pengadaan Tanah akan menitipkan ganti rugi kepada ketua Pengadilan Negeri di wilayah lokasi pembangunan untuk kepentingan umum”. Ditinjau dari makna ketentuan tersebut

2

Syafruddin Kalo, Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, (Jakarta: Pustaka Bangsa Press, 2004), hal. 4.


(22)

dapat dikatakan terdapat unsur pemaksaan dari pemerintah untuk mendapatkan tanah tersebut, sedangkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (untuk selanjutnya disebut “UUD 1945”), Amandemen IV, melarang tindak kesewenang-wenangan, seperti yang tertuang dalam ketentuan Pasal 28 huruf h ayat (4) yang menentukan bahwa “Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun”.

Tanah adalah tempat bermukim bagi umat manusia disamping sebagai sumber kehidupan bagi mereka yang mencari nafkah melalui usaha.3 Tanah dan pembangunan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Tanpa tanah, pembangunan hanya akan menjadi rencana.4 Disisi lain, tanah yang digunakan oleh negara untuk menunjang proses pembangunan semakin sedikit dan jarang dijumpai, ketersediaan tanah sebagai sarana dalam menyelenggarakan seluruh segi kehidupan manusia semakin terbatas karena tanah tidak akan bisa bertambah luas,5 serta melonjaknya harga tanah secara tidak terkendali di daerah-daerah strategis membuat pemerintah semakin sulit melakukan pembangunan untuk penyediaan prasarana dan kepentingan umum.

Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya stagnasi dalam pembangunan, pemerintah melalui hak menguasai oleh negara memiliki kewenangan untuk

3

Abdurrahman,Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Edisi Revisi,(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1994), hal. 25.

4

I wayan Suandra,Hukum Pertanahan Indonesia, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, Cetakan Kedua, 1994), hal. 9.

5


(23)

melakukan pengadaan tanah yang diperlukan untuk pembangunan,6 antara lain dari tanah negara yang tidak dikuasai oleh rakyat ataupun dengan menyediakan tanah bagi kepentingan pembangunan.

Namun, fakta menunjukan, pemerintah tidak mampu memenuhi penyediaan tanah untuk memenuhi semua kebutuhan pembangunan, sehingga banyak proyek pembangunan yang dilakukan harus “mengambil” tanah rakyat.7 Kegiatan “mengambil” tanah dalam rangka pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum inilah yang kemudian disebut dengan pengadaan tanah. Kegiatan “mengambil” tanah ini adalah satu-satunya jalan yang dapat ditempuh oleh pemerintah yaitu dengan membebaskan tanah milik rakyat, baik yang dikuasai oleh hukum adat, maupun hak-hak lainnya yang melekat diatasnya”.8 Kegiatan mengambil tanah oleh pemerintah, dalam masyarakat sering disebut dengan istilah penggusuran, namun istilah ini cenderung memiliki makna konotasi negatif, sehingga kemudian istilah pembebasan tanah atau pengadaan tanah yang lebih tepat untuk digunakan.

Dalam praktek pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum sering menimbulkan permasalahan dan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Banyak permasalahan yang timbul tidak saja disebabkan kurang berjalannya musyawarah yang dilakukan, tetapi ada kecenderungan setiap pembebasan tanah yang dilakukan pemerintah dengan dalil kepentingan umum, tetapi pada

6

Suparjo Sujadi, Pergulatan Pemikiran Dan Aneka Gagasan Seputar Hukum Tanah Nasional, (Depok: Badan Penerbit FHUI, 2011), hal. 159.

7

Bernhard Limbong, Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Regulasi Kompensasi Penegakan Hukum, (Jakarta: Pustaka Margareta, 2011), hal. 4.

8

Soedharyo Soimin,Status Hak dan Pembebasan Tanah,(Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hal. 75.


(24)

kenyataannya hal itu menjadi proyek untuk tujuan komersil. Bahkan dalam pelaksanaannya pemerintah banyak mengabaikan segi-segi yuridisnya. Kecenderungan pemerintah mengabaikan faktor-faktor yuridis dalam pembebasan atau pelepasan hak-hak atas tanah masyarakat, disebabkan instansi pemerintah tersebut lebih mementingkan jadwal usulan proyek sesuai dengan tahap-tahapnya.9

Secara formal, kewenangan pemerintah untuk mengatur bidang pertanahan tumbuh dan mengakar dari Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang menegaskan bahwa “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara untuk dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Kemudian ditunaskan secara kokoh dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria (selanjutnya disebut “UUPA No.5/1960”), selanjutnya merambah ke berbagai peraturan organik dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, dan peraturan yang diterbitkan oleh pimpinan instansi teknis di bidang pertanahan.10 UUPA No. 5/1960 lahir sebagai jawaban atas tuntutan dan kebutuhan bangsa akan perangkat hukum nasional yang mampu mengatur dan memberikan jaminan hukum serta kepastian hak atas tanah yang merupakan salah satu sarana dalam usaha mencapai tujuan dan cita-cita kemerdekaan.11

Selanjutnya, Pasal 4 ayat 1 UUPA menyatakan bahwa atas dasar hak menguasai dari negara yang dimaksud dalam Pasal 2, ditentukan adanya

macam-9

Syafruddin Kalo,Op.Cit., hal. 124.

10

Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, (Bandung: Mandar Maju, 2010), hal. 1.

11


(25)

macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang diberikan kepada dan dipunyai oleh orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum. Negara sebagai organisasi kekuasaan dalam tingkatan-tingkatan tertinggi diberi kekuasaan sebagai badan penguasa untuk menguasai bumi, air dan ruang angkasa, dalam arti bukan memiliki.12

Melalui hak menguasai dari negara inilah, maka negara selaku badan penguasa akan dapat senantiasa mengendalikan atau mengarahkan pengelolaan fungsi bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sesuai dengan peraturan dan kebijakan yang ada, yaitu dalam lingkup penguasaan secara yuridis yang beraspek publik.13

Pengaturan hukum tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum dan segala peraturan terkait dengannya di Indonesia mengalami proses perkembangan. Sampai saat ini dapat ditemukan beberapa peraturan yang mengatur mengenai pengadaan tanah untuk kepentingan umum yaitu antara lain UUPA No.5/1960, Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak - Hak Atas Tanah Dan Benda-Benda Yang Ada Diatasnya (untuk selanjutnya disebut “UU 20/1961”), yang kemudian dilanjutkan dengan kebijakan pemerintah melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri (PMDN) Nomor 15 Tahun 1975, kemudian dicabut dan diganti dengan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (untuk selanjutnya disebut “Keppres 55/1993”).

12

Muhammad Yamin, Jawaban Singkat Pertanyaan-Pertanyaan Dalam Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Edisi Revisi, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2003), hal. 5.

13

Muhammad Bakrie, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara Paradigma Baru Untuk Reformasi Agraria, (Yogyakarta: Citra Media, 2007), hal. 5.


(26)

Keppres 55/1993 kemudian sudah tidak sesuai dengan landasan hukum dalam melaksanakan pembangunan untuk kepentingan umum dan dikaitkan dengan telah berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang memberikan kewenangan kepada daerah untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah. Pengadaan tanah kemudian diatur dengan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 (untuk selanjutnya disebut “Perpres 36/2005”) yang kemudian dirubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 (untuk selanjutnya disebut “Perpres 65/2006”). Kemudian akhirnya pada tahun 2012, Indonesia memiliki undang-undang yang mengatur secara khusus tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum, yaitu UU 2/2012.

Disahkannya UU 2/2012 diharapkan menjadi payung hukum guna memperlancar pelaksanaan pembangunan infrastruktur untuk kepentingan umum, namun apakah undang-undang ini memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap Pihak yang Berhak atas tanah yang digunakan bagi pembangunan untuk kepentingan umum.

Berdasarkan dari latar belakang diatas, maka dilakukan penelitian berjudul: “Perlindungan Hukum TerhadapPihak Yang Berhak Atas Tanah Dalam Hal Ganti Rugi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum”.

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan salah satu bagian yang penting dalam suatu penelitian hukum. Rumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:


(27)

1. Bagaimanakah cara menghindari terjadinya konflik antara pihak yang berhak atas tanah dengan pihak yang memerlukan tanah dalam pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum?

2. Bagaimanakah keberadaan lembaga konsinyasi (penitipan uang ganti rugi ke pengadilan) dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum?

3. Bagaimanakah perlindungan hukum dalam hal ganti rugi pengadaan tanah untuk kepentingan umum berdasarkan UU 2/2012?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka dapat dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui cara menghindari terjadinya konflik antara pihak yang

berhak atas tanah dengan pihak yang memerlukan tanah dalam pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum.Untuk mengetahui keberadaan lembaga konsinyasi (penitipan uang ganti rugi ke pengadilan) dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum.

2. Untuk mengetahui perlindungan hukum dalam hal ganti rugi pengadaan tanah untuk kepentingan umum berdasarkan UU 2/2012.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis, yaitu:


(28)

1. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu sumbangan pemikiran bagi peningkatan dan perkembangan hukum agraria tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. 2. Secara praktis hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan

kontribusi pemikiran kepada pemerintah dan masyarakat yang memerlukan informasi yang berkaitan dengan jaminan perlindungan hukum terhadap pihak yang berhak yang tanahnya menjadi objek pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan, khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara, peneliti meyakini bahwa penelitian mengenai “Perlindungan Hukum Terhadap Pihak yang Berhak Atas Tanah Dalam Hal Ganti Rugi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum”, belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.

Dengan demikian peneliti meyakini penelitian ini adalah asli adanya dan secara akademis dapat dipertanggung jawabkan. Meskipun ada peneliti-peneliti pendahulu yang pernah melakukan penelitian mengenai masalah pengadaan tanah untuk kepentingan umum, namun secara judul dan substansi pokok yang dibahas serta peraturan yang berlaku, sangat jauh berbeda dengan penelitian ini.


(29)

Adapun penelitian tesis yang berkaitan dengan pengadaan tanah untuk kepentingan umum tersebut yang pernah dilakukan, khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara adalah:

1. Penelitian Tesis oleh Syafruddin Kalo, pada tahun 1997, dengan judul “Pelaksanaan Ganti Rugi Dalam Pelepasan Hak-Hak Atas Tanah Untuk Kepentingan Umum (Studi Kasus Proyek Jalan Lingkar Selatan Di Kotamadya Medan)”. Adapun permasalahan yang dibahas adalah:

a. Bagaimana implementasi dari Keppres Nomor 55 Tahun 1993 dalam pelaksanaan ganti rugi pada Proyek Jalan Lingkar Selatan di Medan? b. Hal-hal apa yang menjadi kendala dalam proses pelaksanaan ganti rugi

terhadap pelepasan hak atas tanah pada Proyek Jalan Lingkar Selatan di Medan?

c. Solusi apa yang ditempuh jika sebagian masyarakat tidak berkeinginan untuk menerima ganti rugi yang telah ditetapkan dalam pelebaran Jalan Lingkar Selatan di Medan?

2. Penelitian Tesis oleh Elfriza Meutia, tahun 2004, dengan judul “Pelaksanaan Pelepasan Hak Atas Tanah Pada Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Kepentingan Umum”. Adapun permasalahan yang dibahas adalah:

a. Apakah pelaksanaan pelepasan hak atas tanah untuk pembangunan pelabuhan Ulee Lheu sudah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku?

b. Adakah hambatan yang ditemui pada pelaksanaan pelepasan hak atas tanah untuk pembangunan pelabuhan Ulee Lheue?


(30)

c. Bagaimanakah upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan yang ditemui dilapangan?

3. Penelitian Tesis oleh Abinur Hamzah, tahun 2006, dengan judul “Aspek Yuridis Pelaksanaan Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Setelah Keluarnya Perpres Nomor 36 tahun 2005 (Studi Kasus Kwala Namu di Kecamatan Pantai Labu dan Proyek Pelebaran Tanjung Morawa di Desa Buntu Bedimbar Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang)”. Adapun permasalahan yang dibahas adalah:

a. Bagaimanakah pengaturan pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum sebelum dan sesudah keluarnya Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005?

b. Bagaimanakah penentuan besarnya ganti rugi dalam pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum sebelum dan setelah keluarnya Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005?

c. Kendala-kendala apa yang dihadapi dalam proses pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum?

4. Penelitian Tesis oleh Bukhari, tahun 2008, dengan judul “Problematika Pelaksanaan Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Kepentingan Umum : Studi Kasus Pada Pembangunan Kampus Unimal di Desa Reuleut Timur, Kecamatan Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara”. Adapun permasalahan yang dibahas adalah:

a. Apakah pelaksanaan pelepasan hak atas tanah untuk pembangunan kampus Universitas Malikussaleh sudah sesuai dengan prosedur?


(31)

b. Hambatan apa yang ditemui pada pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan kampus Universitas Malikussaleh?

c. Upaya apa sajakah yang dilakukan untuk mengatasi hambatan yang ditemui antara pemilik tanah dan Universitas Malikussaleh di lapangan? 5. Penelitian Tesis oleh Rahma Yanti, tahun 2011, dengan judul “Aspek

Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (Studi Pelebaran Jalan di Kabupaten Padang Lawas”). Adapun permasalahan yang dibahas adalah: a. Bagaimanakah aspek kepentingan umum dalam pengadaan tanah untuk

pelebaran jalan di Kabupaten Padang Lawas?

b. Bagaimanakah penetapan ganti rugi dalam proses pengadaan tanah bagi pelaksanaan pelebaran jalan di Kabupaten Padang Lawas?

c. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap hak-hak pemilik tanah dalam hal ganti rugi untuk kepentingan umum?

Berdasarkan hasil penelusuran di atas, objek kajian dalam penelitian ini merupakan suatu permasalahan yang belum tersentuh secara komprehensif dalam suatu penelitian ilmiah. Oleh karenanya, penelitian ini merupakan suatu yang baru dan asli sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional, objektif dan terbuka. Semua ini tidak lain adalah merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah sehingga hasil penelitian ini diharapkan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.


(32)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Dalam dunia ilmu, teori berfungsi untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, sedangkan kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis.14Teori merupakan serangkaian, asumsi, konsep, definisi dan proposal untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep.15 Teori memberikan penjelasan melalui cara mengorganisasikan dan mensistematisasikan masalah yang dibicarakannya.16 Untuk melakukan analisis suatu penelitian diperlukan pisau analisis berupa kerangka teori. Adapun kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori perlindungan hukum dan teori efektifitas hukum. Teori perlindungan hukum merupakan teori yang mengkaji dan menganalisis tentang wujud atau bentuk atau tujuan perlindungan, subjek hukum yang dilindungi serta objek perlindungan yang diberikan oleh hukum kepada subjeknya. Unsur-unsur yang tercantum dalam definisi teori ini meliputi adanya wujud atau bentuk perlindungan atau tujuan perlindungan, subjek hukum dan objek perlindungan hukum. Dalam setiap perundang-undangan, yang menjadi wujud atau bentuk

14

J.J.J.M. Wuisman,Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta: UI press, 1996), hal. 203.

15


(33)

atau tujuan perlindungan yang diberikan kepada subjek dan objek perlindungannya berbeda antara satu dengan yang lainnya.17

Teori perlindungan hukum berfokus kepada perlindungan hukum yang diberikan kepada masyarakat. Masyarakat yang disasarkan pada teori ini, yaitu masyarakat yang berada pada posisi yang lemah, baik secara ekonomis maupun lemah dari aspek yuridis.18

Sudikno Mertokusumo berpendapat bahwa:

“Dalam fungsinya sebagai perlindungan kepentingan manusia, hukum mempunyai tujuan. Hukum mempunyai sasaran yang hendak dicapai. Adapun tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Dengan tercapainya ketertiban di dalam masyarakat diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi. Dalam mencapai tujuannya itu hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antar perorangan di dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum.”19

Pada dasarnya teori perlindungan hukum merupakan teori yang berkaitan dengan pemberian pelayanan kepada masyarakat. Roscou Pound mengemukakan hukum merupakan alat rekayasa sosial (law as a tool of social engineering). Kepentingan manusia adalah suatu tuntutan yang dilindungi dan dipenuhi manusia dalam bidang hukum. Roscou Pound membagi kepentingan manusia yang dilindungi hukum menjadi tiga macam, yaitu kepentingan umum, kepentingan masyarakat dan kepentingan individual.20 Bila dikaitkan

17

Salim HS dan Erlies Septiana Nurbaini,Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis Dan Disertasi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), hal. 263.

18

Ibid., hal. 259.

19

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 2007), hal. 71.

20


(34)

dengan Pengadaan tanah untuk kepentingan umum, maka tiga macam kepentingan tersebut saling bersinggungan satu sama lain.

Teori efektivitas hukum adalah teori yang mengkaji dan menganalisis tentang keberhasilan, kegagalan dan faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pelaksanaan dan penerapan hukum. Ada tiga fokus kajian teori efektivitas hukum yang meliputi keberhasilan dalam pelaksanaan hukum, kegagalan dalam pelaksanaannya dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Keberhasilan di dalam pelaksanaan hukum adalah bahwa hukum yang dibuat itu telah tercapai maksudnya. Maksud dari norma hukum adalah mengatur kepentingan manusia. Apabila norma hukum itu ditaati dan dilaksanakan oleh masyarakat maupun penegak hukum, maka pelaksanaan hukum itu dikatakan efektif atau berhasil dalam implementasinya. Kegagalan didalam pelaksanaan hukum adalah bahwa ketentuan-ketentuan hukum yang telah ditetapkan tidak mencapai maksudnya dan tidak berhasil dalam implementasinya.21

Teori efektivitas hukum ini dikemukakan antara lain oleh Lawrance M. Friedman dan Soerjono Soekanto. Lawrance M F. Friedman mengemukakan tiga unsur yang harus diperhatikan dalam penegakan hukum. Ketiga unsur itu meliputi struktur, substansi dan budaya hukum. Sedangkan Soerjono Soekanto mengemukakan lima faktor yang harus diperhatikan dalam penegakan hukum, meliputi:22

a. Faktor hukum atau undang-undang; b. Faktor penegak hukum;

c. Faktor sarana atau fasilitas; d. Faktor masyarakat; dan e. Faktor kebudayaan.

21


(35)

Hukum atau undang-undang dalam arti materil merupakan peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat oleh penguasa pusat maupun daerah yang sah. Peraturan dibuat dua macam yaitu peraturan pusat dan setempat. Peraturan pusat berlaku untuk semua warga negara di wilayah suatu negara, sedangkan peraturan setempat hanya berlaku di suatu tempat atau daerah saja.

Penegak hukum adalah kalangan yang secara langsung berkecimpung dalam pengakan hukum, antara lain kepolisian, kejaksaan, kehakiman, advokat. Sarana atau fasilitas merupakan segala hal yang dapat digunakan untuk mendukung dalam proses penegakan hukum. Masyarakat dalam konteks penegakan hukum erat kaitannya dengan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan. Kebudayaan diartikan sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Kelima faktor tersebut di atas harus diperhatikan secara seksama dalam proses penegakan hukum, karena apabila hal itu kurang mendapat perhatian, maka penegakan dan efektivitas hukum tidak akan tercapai.23

Dalam pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum, harus dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat luas yang terkena dampak pengadaan tanah, dengan berpegang pada asas bahwa dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum, orang atau badan hukum yang melepas tanahnya untuk kepentingan pembangunan, harus dapat memberikan kehidupan yang secara ekonomis lebih baik dari pada sebelumnya. Dalam praktek pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum tahapan yang paling

23


(36)

krusial adalah proses musyawarah untuk menyepakati besaran ganti rugi hak atas tanah.

Pengadaan tanah pada prinsipnya ditujukan untuk kepentingan umum, dilakukan dengan prinsip keadilan dengan penghormatan terhadap hak-hak atas tanah yang diusahakan dengan cara seimbang dan dilakukan dengan cara musyawarah. Dalam hal ini maka pemerintah ataupun instansi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang melaksanakan pengadaan tanah harus bertindak dengan prinsip kehati-hatian yaitu selain untuk tercapainya efektivitas hukum juga sebaiknya dapat memenuhi rasa keadilan sebagai bentuk perlindungan hukum masyarakat.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas.24Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan definisi operasional.25

Kerangka konsepsi yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Kata perlindungan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia berarti tempat berlindung atau merupakan perbuatan (hal) melindungi, misalnya

24

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei, (Jakarta: LP3ES, 1989), hal. 34.


(37)

memberi perlindungan kepada orang yang lemah.26 Menurut Sudikno Mertokusumo, yang dimaksud dengan hukum adalah:

“Kumpulan peraturan atau kaedah yang mempunyai isi yang bersifat umum dan normatif, umum karena berlaku bagi setiap orang dan normatif karena menentukan apa yang seyogyanya dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan atau harus dilakukan serta menentukan bagaimana caranya melaksanakan kepatuhan pada kaedah-kaedah.27

Jadi jaminan perlindungan hukum adalah suatu perbuatan hal melindungi subjek-subjek hukum yang dijamin dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan pelaksanaannya dipaksakan dengan suatu sanksi.

b. Pengadaan Tanah menurut Pasal 1 angka 2 UU 2/2012 adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. Ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 10 adalah penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah. Dengan demikian pengadaan tanah merupakan setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberi ganti rugi kepada yang melepaskan hak atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah atau dengan pencabutan hak atas tanah.

c. Pihak yang Berhak menurut Pasal 1 angka 3 UU 2/2012 adalah pihak yang menguasai atau memiliki objek pengadaan tanah, atau dalam penelitian ini disebut juga “Pemegang Hak atas Tanah”.

26

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, Jakarta, 1986), hal. 600.

27


(38)

d. Objek pengadaan tanah menurut Pasal 1 angka 4 UU 2/2012 adalah tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah atau lainnya yang dapat dinilai.

e. Hak atas Tanah adalah hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UUPA dan hak lain yang akan ditetapkan dengan undang-undang.

f. Kepentingan Umum menurut Pasal 1 angka 6 UU 2/2012 adalah kepentingan bangsa, negara dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Pengertian kepentingan umum ini mengalami beberapa perubahan mulai dari ketentuan dalam Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993, Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005, Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006. Kata kepentingan umum juga tercantum dalam Pasal 18 UUPA yang berbunyi bahwa untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Undang-Undang.

g. Ganti Kerugian menurut Pasal 1 angka 10 UU 2/2012 adalah penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah.

h. Instansi menurut Pasal 1 angka 1 UU 2/2012 adalah lembaga negara, kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan Badan Hukum Milik Negara/BUMN yang mendapat penugasan khusus Pemerintah.


(39)

G. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan suatu unsur mutlak yang harus ada dalam suatu penelitian yang berfungsi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Metodologi artinya cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan. Penelitian adalah suatu keinginan untuk mencari, mencatat, merumuskan dan menganalisis sampai menyusun laporannya.28

Metodologi dalam suatu penelitian berfungsi sebagai suatu pedoman bagi ilmuwan dalam mempelajari, menganalisa dan memahami suatu permasalahan yang sedang dihadapi.29 Penelitian sebagai suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten karena melalui proses penelitian tersebut dilakukan analisis dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah.30

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yakni suatu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder seperti peraturan perundang-undangan, teori hukum dan pendapat para sarjana hukum terkemuka.31Penelitian ini dilakukan dengan menarik asas-asas hukum mengenai Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012

28

Cholid Narbuko dan H. Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2002), hal.1.

29

Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1989), hal. 7.

30

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hal 1.

31


(40)

dan peraturan pelaksanaannya sehingga dapat dilakukan penafsiran mengenai perlindungan hukum bagi masyarakat.

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian penulisan ini yaitu deskriptif analitis. Bersifat deskriptif maksudnya bahwa dari penelitian ini diharapkan dapat diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang diteliti. Analitis dimaksudkan bahwa berdasarkan gambaran-gambaran fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat bagaimana menjawab permasalahan tersebut.32

3. Sumber Data

Data yang digunakan sebagai bahan analisis penelitian tesis ini adalah data sekunder. Data sekunder dalam hal ini dibagi menjadi 3 bagian yaitu Bahan hukum primer, sekunder dan tertier, yang dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Bahan Hukum Primer adalah sumber hukum yang mempunyai kekuatan mengikat dari sudut norma dasar, peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan.33 Untuk penelitian ini jenis bahan hukum primer yang digunakan adalah peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tanah, pengadaan tanah untuk kepentingan umum.

32

Sunaryati Hartono,Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke 20, (Bandung: Alumni, 1994), hal. 101.


(41)

b. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer.34 Untuk penelitian ini bahan hukum sekunder tersebut diperoleh melalui buku-buku, artikel ilmiah, makalah dan tesis yang berhubungan dengan topik tesis.

c. Bahan Hukum Tertier adalah bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah kamus, ensiklopedia dan lain-lain.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian tesis ini adalah dengan cara penelitian kepustakaan (library research) atau yang biasa disebut studi kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan literatur dengan sumber data berupa bahan hukum primer dan ataupun bahan hukum sekunder35 yang ada hubungannya dengan permasalahan yang dibahas dalam penulisan tesis ini.

Walaupun demikian, pengumpulan data dalam penelitian ini tidak lepas pula dari sumber lain selain kepustakaan, yakni wawancara dengan informan yang terlibat langsung dengan pengadaan tanah untuk pembangunan (antara lain: panitia pengadaan tanah di Kota Medan, orang yang terkena pengadaan tanah dan/atau orang yang dikonsinyasi), serta

34

Ibid, hal. 55

35

Bambang Waluyo,Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hal.14


(42)

penelitian terhadap bahan artikel dan karya tulis di berbagai media massa ataupun internet.

5. Analisis Data

Dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif yang meneliti dan mengkaji perlindungan hukum terhadap pihak yang berhak atas tanah yang tanahnya menjadi objek pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, dengan cara melihat peraturan perundang-undangan yang terkait dan pendapat-pendapat para ahli, dan menganalisa lebih mendalam dengan melihat praktek-praktek yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Sehingga, nantinya hasil penelitian ini akan dapat ditarik suatu kesimpulan secara deduktif sehingga dapat memberikan jawaban atas permasalahan yang ditetapkan.36

36


(43)

PIHAK YANG MEMERLUKAN TANAH DALAM PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

A. Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Di Indonesia 1. Pengertian Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum

Secara garis besar dikenal ada 2 (dua) jenis pengadaan tanah, pertama pengadaan tanah untuk kepentingan umum dan untuk kepentingan swasta. Pengadaan tanah untuk kepentingan swasta sangat berbeda dengan pengadaan tanah untuk kepentingan umum, baik secara peruntukannya maupun dari segi kemanfaatannya, serta tata cara perolehan atas tanahnya. Hal tersebut dikarenakan kepentingan swasta bertujuan untuk memperoleh keuntungan (komersil), peruntukan dan kemanfaatannya hanya dinikmati oleh pihak-pihak tertentu bukan masyarakat luas, tetapi sebaliknya pengadaan tanah baik peruntukan dan kemanfaatannya ditujukan untuk kepentingan umum.

Menurut Pasal 1 angka (1) Keppres 55/1993 mendefinisikan pengadaan tanah sebagai kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada pihak yang berhak atas tanah tersebut. Artinya, pengadaan tanah dilakukan dengan cara memberikan ganti kerugian kepada pihak yang berhak atas tanah tersebut, tidak dengan cara lain selain pemberian ganti kerugian. Definisi tersebut juga sangat umum bahwa siapa saja yang hendak


(44)

mendapatkan tanah dapat dikategorikan dalam pengadaan tanah.37

Menurut Pasal 1 angka (3) Perpres 36/2005 mengartikan pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah atau dengan pencabutan hak atas tanah. Artinya pengadaan tanah dapat dilakukan selain dengan memberikan ganti kerugian, juga dimungkinkan dilakukan dengan cara pelepasan hak dan pencabutan hak atas tanah. Kemudian setelah Perpres 36/2005 diubah oleh Perpres 65/2006, cara pengadaan tanah lewat pencabutan hak atas tanah sudah tidak dicantumkan lagi dalam Perpres 65/2006 tersebut. Menurut Pasal 1 angka (3) Perpres 65/2006 Pengadaan Tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah.

Berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU 2/2012, pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka dapat disimpulkan dengan berlakunya ketentuan terbaru tersebut dalam pengadaan tanah tidak ada lagi istilah “pencabutan hak atas tanah”. Hal ini berarti tidak ada lagi unsur-unsur pemaksaan kehendak untuk dilakukannya pencabutan hak atas tanah terhadap tanah yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum.

37


(45)

Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum merupakan salah satu manifestasi dari fungsi sosial hak atas tanah, pengadaan tanah dipandang sebagai langkah awal dari pelaksanaan pembangunan yang merata untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat atau masyarakat itu sendiri. Pengadaan tanah bagi kepentingan umum hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan dari pemegang hak atas tanah mengenai dasar dan bentuk ganti rugi yang diberikan kepada pemegang hak atas tanah itu sendiri. Karena merupakan perbuatan pemerintah untuk memperoleh tanah pada prinsipnya pengadaan tanah dilakukan dengan cara musyawarah antara pihak yang memerlukan tanah dan pemegang hak atas tanah yang tanahnya diperlukan untuk kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum.38

Sehingga secara sederhana dapat dipahami bahwa pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum itu diartikan sebagai kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang melepaskan maupun yang menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah, untuk digunakan bagi kepentingan umum.

Tujuan pengadaan tanah menurut Pasal 3 UU 2/2012, yaitu untuk menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum pihak yang berhak.

38

Lieke Lianadevi Tukgali, Fungsi Sosial Hak Atas Tanah Dalam Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Cetakan Pertama, (Jakarta: Kertas Putih Communication, 2010), hal 2.


(46)

2. Tinjauan Aspek Kepentingan Umum

Istilah kepentingan umum merupakan suatu konsep yang sifatnya begitu umum dan belum ada penjelasan secara lebih spesifik dan terinci untuk operasionalnya sesuai dengan makna yang terkandung di dalam istilah tersebut.39 Secara etimologis, kepentingan umum terdiri dari dua kata yaitu kepentingan dan umum. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia40, kata kepentingan berasal dari kata dasar “penting” yang berarti amat perlu, amat utama, sangat berharga, dan kata “kepentingan” mengandung arti keperluan, sesuatu yang penting. Sedangkan kata “umum” mempunyai arti keseluruhan, sekaliannya, untuk siapa saja, khalayak manusia, masyarakat luas. Walaupun secara etimologis pengertian tersebut diatas tersebut dapat dipahami menurut ilmu bahasa tersebut tetapi belum dapat dijadikan sebagai pengertian yuridis dari “kepentingan umum”.

Menurut Mertokusumo kepentingan umum menyangkut kepentingan bangsa dan negara, pelayanan umum dalam masyarakat luas, rakyat banyak dan atau pembangunan.41 Tidak jauh berbeda dengan pendapat Mertokusumo, John Salindeho mendefenisikan kepentingan umum sebagai kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat atas dasar asas-asas pembangunan nasional dengan mengindahkan ketahanan nasional serta wawasan nusantara.42

Jan Gijssel sebagaimana dikutip Gunanegara berpendapat bahwa “kepentingan umum tidak mudah dirumuskan, karena kepentingan umum itu

39

A.A.O.K. Mahendra,Menguak Masalah Hukum Demokrasi dan Pertanahan, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), hal 279.

40

Poerwadarminta, W.J.S.,Op.Cit., hal. 600.

41

Sudikno Mertokusumo,Op.Cit., hal 45.

42


(47)

merupakan pengertian yang kabur (vage begriff) sehingga tidak mungkin diinstitusionalisasikan ke dalam suatu norma hukum, yang apabila dipaksakan akibatnya akan menjadi norma kabur (vage normen).43

Pasal 18 UUPA menyatakan bahwa:

“Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Undang-undang”.

Dalam penjelasan Pasal 18 UUPA menjelaskan kepentingan umum termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak menurut cara yang diatur undang-undang. Dimana kemudian Pasal 18 UUPA tersebut yang melatarbelakangi lahirnya UU 20/1961.

Setelah berlakunya UU 2/2012, pengertian kepentingan umum tersebut lebih tegas sebagaimana ditegaskan lebih lanjut pada Pasal 1 angka (6) UU No.2/2012 jo. Perpres No.71/2012, yaitu kepentingan umum adalah kepentingan bangsa, negara dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Lingkup kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum menurut undang-undang ini meliputi:44

pertahanan dan keamanan nasional;

jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api;

waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran pembuangan air dan sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya;

pelabuhan, bandar udara, dan terminal;

43

Gunanegara, Rakyat Dan Negara Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, (Jakarta: Tata Nusa, 2008), hal 11.

44


(48)

infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi;

pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga listrik; jaringan telekomunikasi dan informatika Pemerintah;

tempat pembuangan dan pengolahan sampah; rumah sakit Pemerintah/Pemerintah Daerah; fasilitas keselamatan umum;

tempat pemakaman umum Pemerintah/Pemerintah Daerah; fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau publik; cagar alam dan cagar budaya;

kantor Pemerintah/Pemerintah Daerah/desa;

penataan permukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi tanah, serta perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan status sewa; prasarana pendidikan atau sekolah Pemerintah/Pemerintah Daerah; prasarana olahraga Pemerintah/Pemerintah Daerah; dan

pasar umum dan lapangan parkir umum.

Lingkup kegiatan kepentingan umum yang terdapat dalam UU 2/2012 tersebut di atas cakupannya sangat luas dikarenakan semakin banyaknya kebutuhan pembangunan yang akan dilaksanakan pemerintah kedepannya, sebagai konsekuensinya adalah makin banyak juga tanah yang dibutuhkan untuk melaksanakan pembangunan tersebut.

Sehingga sebagai pemilik tanah yang tanahnya menjadi objek lokasi pembangunan terkadang diperhadapkan kepada dilema yaitu apakah harus mengutamakan kepentingan individu disatu sisi sebagai pemilik tanah yang sah yang dilindungi hukum dan di sisi lain harus berkorban demi kepentingan umum. Alasan untuk digunakan bagi kepentingan umum itu acapkali adalah alasan pembenar yang dirasakan warga masyarakat sehingga menyerahkan tanahnya untuk digunakan bagi pembangunan untuk kepentingan umum.


(49)

Oleh karena itu, kepentingan umum dapat dikatakan sebagai kepentingan umum bila peruntukan dan manfaatnya dirasakan benar-benar oleh masyarakat secara keseluruhan atau secara langsung, termasuk oleh pemilik tanah sebelumnya, dimana kemudian kegiatan pembangunannya dilakukan dan dimiliki oleh pemerintah dan tidak digunakan untuk tujuan mencari keuntungan semata atau tidak bersifat komersil. Contoh kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum antara lain pembangunan jalan umum, jembatan layang, rumah sakit umum, saluran pembuangan air, tempat pemakaman umum dan lain-lain.

3. Regulasi Pengadaan Tanah di Indonesia

Kebijakan pengaturan mengenai pengadaan tanah di Indonesia telah mengalami proses perkembangan sejak unifikasi UUPA No. 5/1960. Diawali dengan diundangkannya UU 20/1961 yang mengatur tentang pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya. UU 20/1961 ini merupakan instruksi Pasal 18 UUPA No. 5/1960 untuk segera menerbitkan undang-undang tentang pencabutan hak atas tanah. Penggunaan UU 20/1961 dilakukan jika tanah yang bersangkutan diperlukan untuk menyelenggarakan kepentingan umum, dan tidak dimungkinkan menggunakan tanah yang lain, sedangkan musyawarah yang dilakukan tidak berhasil mencapai kesepakatan, dapat dilaksanakan pengambilan secara paksa, dalam arti tidak memerlukan persetujuan pemegang haknya.

Dalam praktek, penggunaan UU 20/1961 jarang sekali dilaksanakan disebabkan lamanya proses untuk mendapatkan tanah tersebut dan untuk


(50)

menghindari tindakan-tindakan yang bersifat memaksa45. Dalam sejarahnya, pencabutan hak dengan menggunakan UU 20/1961 tersebut hanya sekali dilakukan, yaitu melalui Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 1970 tanggal 6 Januari 1970 atas daerah di Kecamatan Taman Sari atau disebut juga komplek Yen Pin.46

Selanjutnya, pada tahun 1975 diterbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (PMDN) No. 15 Tahun 1975 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah (untuk selanjutnya disebut “PMDN 15/1975”). Keberadaan PMDN 15/1975 ini sejak semula sudah diperdebatkan keabsahannya karena secara yuridis tidak mempunyai kekuatan hukum eksekutorial untuk dipaksakan kepada warga masyarakat, akibatnya pembebasan tanah yang dilakukan dengan cara penggusuran-penggusuran adalah batal demi hukum dan pihak warga masyarakat yang terkena pembebasan dapat menuntut ganti kerugian melalui Pengadilan perdata.47

Sehingga, akhirnya pada tanggal 17 Juni 1993 ditetapkan berlakunya Keppres 55/1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Dengan pertumbuhan pembangunan yang semakin meningkat, Keppres 55/1993 ternyata sudah tidak dapat lagi dipakai sebagai aturan hukum yang memadai untuk mengakomodir dengan baik pengadaan tanah untuk kepentingan umum pada saat itu, akhirnya Presiden menerbitkan Perpres

45

Adrian Sutedi, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Cet. Kedua. (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal 60.

46

A.P. Parlindungan, Pencabutan Dan Pembebasan Hak Atas Tanah Suatu Studi Perbandingan, (Bandung: Mandar Maju, 1993), hal 32.


(51)

36/2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.48

Diterbitkannya Perpres 36/2005 ini kemudian ternyata memunculkan beragam kontroversi dan reaksi dari berbagai kalangan, disebabkan bermacam kelemahan yang ada di dalamnya, diantaranya makna kepentingan umum yang diartikan terlalu umum sehingga dapat melahirkan multi tafsir, bidang kegiatan yang bersifat kepentingan umum juga terlalu luas, dan lain sebagainya. Menanggapi kontroversi dan berbagai kritikan, akhirnya beberapa pasal dari Perpres 36/2005 tersebut direvisi dengan diterbitkannya Perpres 65/2006 yang mulai berlaku pada tanggal 05 Juni 2006.

Dalam prakteknya, pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum banyak menimbulkan gejolak, dimana adanya pemaksaan dari para pihak baik pemerintah yang menetapkan harga sepihak maupun pemilik tanah yang menuntut harga tidak wajar, sementara perangkat hukum yang ada belum mampu mengakomodir dua kepentingan yang berbeda tersebut, sehingga dibutuhkan adanya perangkat hukum yang setingkat undang-undang guna menjadi payung hukum yang kuat, oleh sebab itu setelah melewati perjalanan waktu yang cukup panjang, lahirlah UU 2/2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang disahkan pada tanggal 14 Januari 2012.

Aturan pelaksana dari UU 2/2012 ini tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (untuk selanjutnya disebut

48


(52)

“Perpres 71/2012”), serta untuk melaksanakan pengadaan tanah tersebut Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia menetapkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah (untuk selanjutnya disebut “Perkaban 5/2012”).

4. Asas-asas Pengadaan Tanah

Implementasi dari pengadaan tanah haruslah memperhatikan asas-asas (prinsip-prinsip) sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang terkait. Dalam Hukum Tanah Nasional dikemukakan mengenai asas-asas yang berlaku dalam penguasaan tanah dan perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah, yaitu:49

1. Bahwa penguasaan dan penggunaan tanah tanpa ada landasan haknya (illegal) tidak dibenarkan dan diancam dengan sanksi pidana.

2. Bahwa penguasaan dan penggunaan tanah yang berlandaskan hak yang disediakan oleh hukum tanah nasional, dilindungi oleh hukum terhadap gangguan dari pihak manapun, baik oleh sesama anggota masyarakat maupun pihak penguasa sekalipun. Jika gangguan tersebut tidak ada landasan hukumnya.

3. Bahwa oleh hukum disediakan berbagai sarana hukum untuk menanggulangi gangguan yang ada, yaitu:

a. Gangguan oleh sesama anggota masyarakat; gugatan perdata melalui Pengadilan Negeri atau meminta perlindungan kepada Bupati/Walikotamadya menurut Undang-undang Nomor 51 Prp Tahun 1960.

b. Gangguan oleh Penguasa: gugatan melalui Pengadilan tata Usaha Negara. 4. Bahwa dalam keadaan biasa, diperlukan oleh siapapun dan untuk keperluan

apapun (juga untuk proyek kepentingan umum) perolehan tanah yang dihaki seseorang harus melalui musyawarah untuk mencapai kesepakatan, baik mengenai penyerahan tanahnya kepada pihak yang memerlukan maupun mengenai imbalannya yang merupakan hak pemegang hak atas tanah yang bersangkutan untuk menerimanya.


(53)

5. Bahwa hubungan dengan apa yang tersebut diatas, dalam keadaan biasa, untuk memperoleh tanah yang diperlukan tidak dibenarkan adanya paksaan dalam bentuk apapun dan oleh siapapun kepada pemegang haknya, untuk menyerahkan tanah kepunyaannya dan atau menerima imbalan yang tidak disetujuinya, termasuk juga penggunaan lembaga “penawaran pembayaran diikuti dengan konsinyasi pada Pengadilan Negeri” seperti yang diatur dalam Pasal 1404 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

6. Bahwa dalam keadaan yang memaksa, jika tanah yang bersangkutan diperlukan untuk kepentingan umum, dan tidak mungkin digunakan tanah lain, sedang musyawarah yang diadakan tidak berhasil memperoleh kesepakatan, dapat dilakukan pengambilan secara paksa, dalam arti tidak memerlukan persetujuan pemegang haknya, dengan menggunakan acara “pencabutan hak” yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda Yang Ada Diatasnya.

7. Bahwa dalam perolehan atau pengambilan tanah, baik atas dasar kesepakatan bersama maupun melalui pencabutan hak, pemegang haknya berhak memperoleh imbalan atau ganti kerugian, yang bukan hanya meliputi tanahnya, bangunan dan tanaman pemegang hak, melainkan juga kerugian-kerugian lain yang diderita sebagai akibat penyerahan tanah yang bersangkutan.

8. Bahwa bentuk dan jumlah imbalan atau ganti rugi tersebut, juga jika tanahnya diperlukan untuk kepentingan umum dan dilakukan pencabutan hak, haruslah sedemikian rupa, hingga bekas pemegang haknya tidak mengalami kemunduran, baik dalam bidang sosial maupun tingkat ekonominya.

Pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum mengandung beberapa prinsip lain yang harus diperhatikan dan ditaati agar pelaksanaannya mencapai tujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, antara lain:50

1. Prinsip musyawarah

Walaupun pengadaan tanah diselenggarakan untuk kepentingan umum, namun pelaksanaanya harus berdasarkan musyawarah antara instansi pemerintah yang akan membangun dengan pemilik atau penguasa tanah. Pengadaan tanah berbeda dengan pencabutan atas tanah yang dipaksakan walaupun tanpa musyawarah, apalagi untuk kebutuhan mendesak (Pasal 18 UUPA). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tiada pengadaan tanah tanpa musyawarah. Karena itu, pengadaan tanah berbasis pada kesepakatan, tanpa kesepakatan pada prinsipnya tidak ada pengadaan tanah. Kesepakatan dimaksud adalah kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian. Adanya kata sepakat atau musyawarah dalam pengadaan tanah dimaksudkan untuk dapat

50

Yul Ernis, Pelaksanaan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, http://www.bphn.go.id/data/documents/lap._akihir_mbak_yul.pdf, diakses pada tanggal 20 Agustus 2014.


(54)

memberikan rasa kesejahteraan bagi pemegang hak atas tanah dan yang memerlukan tanah.51

2. Prinsip Kepentingan Umum

Pengadaan tanah hanya dilakukan untuk kepentingan umum, jika kegiatan pembangunan tersebut bukan untuk kepentingan umum, maka yang bersangkutan harus mengurus kepentingannya sendiri dengan menghubungi pemilik tanah secara langsung. Oleh karena itu pengertian kepentingan umum menjadi hal yang sangat penting ditegaskan dalam undang-undang.

3. Prinsip Pelepasan atau Penyerahan Hak Atas Tanah

Karena pengadaan tanah tidak boleh dipaksakan, maka pelaksanaannya harus berdasarkan pelepasan hak atas tanah dari pemegang hak. Pengadaan tanah hanya bisa dilakukan jika pemegang hak bersedia melepaskan haknya dalam arti memutuskan hubungan hukum antara dia dengan tanahnya, untuk selanjutnya diserahkan ke negara untuk dibangun. Kesediaan ini biasanya dinyatakan setelah yang bersangkutan menerima ganti kerugian yang layak sesuai kesepakatan. Jika ada pemegang hak yang dengan sukarela memberikan tanah untuk pembangunan tanpa ganti kerugian, maka pengadaan tanah seperti itu dilakukan melalui penyerahan hak. Jadi dapat dikatakan tiada pengadaan tanah tanpa pelepasan hak, atau tidak boleh pengadaan tanah dengan pencabutan hak.

4. Prinsip Penghormatan Terhadap Hak Atas Tanah

Setiap pengadaan tanah harus menghormati keberadaan hak atas tanah yang akan dijadikan tempat pembangunan. Oleh karena itu, setiap hak atas tanah baik yang sudah bersertifikat maupun belum atau tanah adat, wajib dihormati. Sekecil apapun hak orang atas tanah tersebut harus dihargai. Penghormatan itu tidak saja berlaku terhadap tanah yang dilepaskan haknya langsung untuk pembangunan, termasuk juga hak atas tanah yang terpengaruh oleh kegiatan pembangunan.

5. Prinsip Ganti Kerugian

Pengadaan tanah dilakukan wajib atas dasar pemberian ganti kerugian yang layak kepada pemegang hak berdasarkan kesepakatan dalam prinsip musyawarah. Tiada pengadaan tanah tanpa ganti kerugian. Oleh karena itu penentuan bentuk dan besar ganti kerugian juga merupakan aspek penting dalam pengadaan tanah. Oleh karenanya pemberian ganti rugi harus mampu meningkatkan kesejahteraan pelepas hak secara ekonomi.

51


(55)

6. Prinsip Rencana Tata Ruang

Karena pembangunan untuk kepentingan umum ditujukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat maka pelaksanaannya harus taat terhadap rencana tata ruang wilayah setempat.

Sebagaimana termaktub dalam UU 2/2012 Pasal 3, tujuan pengadaan tanah untuk kepentingan umum yaitu untuk menyediakan tanah bagi pelaksananaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum pihak pemilik tanah sebelumnya. Untuk mencapai tujuan tersebut maka dalam regulasi pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang diatur dalam UU 2/2012 mensyaratkan bahwa pengadaan tanah untuk kepentingan umum harus dilaksanakan dengan berlandaskan kepada asas-asas:

a. Kemanusiaan

Pengadaan tanah harus memberikan perlindungan serta penghormatan terhadap hak asasi manusia, harkat, dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.

b. Keadilan

Memberikan jaminan penggantian yang layak kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah sehingga mendapatkan kesempatan untuk dapat melangsungkan kehidupan yang baik.

c. Kemanfaatan

Hasil pengadaan tanah mampu memberikan manfaat secara luas bagi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.

d. Kepastian

Memberikan kepastian hukum tersedianya tanah dalam proses pengadaan tanah untuk pembangunan dan memberikan jaminan kepada pihak yang berhak untuk mendapatkan ganti kerugian yang layak.

e. Keterbukaan

Pengadaan tanah untuk pembangunan dilaksanakan dengan memberikan akses kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan pengadaan tanah.


(56)

f. Kesepakatan

Proses pengadaan tanah dilakukan dengan musyawarah para pihak tanpa unsur paksaan untuk mendapatkan kesepakatan bersama.

g. Keikutsertaan

Dukungan dalam penyelenggaraan pengadaan tanah melalui partisipasi masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung, sejak perencanaan sampai dengan kegiatan pembangunan.

h. Kesejahteraan

Pengadaan tanah untuk pembangunan dapat memberikan nilai tambah bagi kelangsungan kehidupan Pihak yang berhak dan masyarakat secara luas. i. Keberlanjutan

Kegiatan pembangunan dapat berlangsung secara terus menerus, berkesinambungan, untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

j. Keselarasan

Pengadaan tanah untuk pembangunan dapat seimbang dan sejalan dengan kepentingan masyarakat dan Negara.

UU 2/2012 memiliki nilai lebih dibandingkan regulasi-regulasi sebelumnya, dikarenakan mulai dari Kepres 55/1993 hingga Perpres 65/2006 yang mengatur mengenai pengadaan tanah bagi pelaksaan pembangunan untuk kepentingan umum, tidak ada satupun pencantuman pasal-pasal yang mengatur masalah prinsip-prinsip atau asas yang melandasi pelaksanaan pengadaan tanah tersebut. Artinya semua regulasi terdahulu yang berkaitan dengan masalah pengadaan tanah minim asas.

Asas-asas dalam pengadaan tanah ini menjadi acuan dan pengingat bagi pemerintah dalam melaksanakan kegiatan pengadaan tanah bagi kepentingan umum, sehingga pengadaan tanah tidak dilakukan sewenang-wenang tanpa melindungi hak dan kepentingan dari pemilik tanah yang menjadi korban atas pengadaan tanah walaupun kelak akan digunakan untuk kepentingan umum.


(57)

5. Keberadaan UU 2/2012 Dengan Peraturan Perundang-Undangan Sebelumnya

Seperti yang telah dirinci pada sub-bab di atas, bahwa pengaturan mengenai pengadaan tanah untuk kepentingan umum telah mengalami beberapa kali perubahan. Bahkan penyebutan istilah “pengadaan tanah” pun adalah istilah yang sudah diperhalus maknanya daripada istilah pencabutan tanah atau pembebasan tanah yang disebutkan dari peraturan-peraturan yang terdahulu. Walaupun “pencabutan” hak atas tanah itu sendiri masih tetap berlaku karena UU 20/1961 masih tetap berlaku, termasuk Perpres 36/2005 Jo. Perpres 65/2006.

Dengan diterbitkannya UU 2/2012 tidak serta merta menghapuskan peraturan yang sebelumnya sebagaimana ditentukan dalam Ketentuan Peralihan Pasal 58 yang menyatakan:

“Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku:

1) Proses pengadaan tanah yang sedang dilaksanakan sebelum berlakunya Undang-undang ini diselesaikan berdasarkan ketentuan sebelum berlakunya Undang-undang ini;

2) Sisa tanah yang belum selesai pengadaannya dalam proses pengadaan tanah sebagaimana dimaksud dalam huruf a, pengadaannya diselesaikan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini; dan

3) Peraturan perundang-undangan mengenai tata cara pengadaan tanah dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan ketentuan Undang-undang ini.”

Dari rumusan pasal diatas diketahui bahwa dalam masa transisi, aturan yang lama masih dapat dipergunakan dalam proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum dan tata cara pengadaan tanah sebelumnya dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru. Dalam masa transisi tersebut, proses pengadaan tanah untuk pembangunan bagi


(58)

kepentingan umum yang sudah berjalan terdapat dua pilihan, tetap memakai aturan yang lama atau kalau dirasa lebih baik menggunakan UU 2/2012, maka dapat menggunakan UU 2/2012, namun mesti mulai proses dari awal jadi tergantung dari keinginan instansi pemerintah yang menggunakan. Berdasarkan Pasal 123 ayat (3) Perpres 71/2012 menyebutkan bahwa batas akhir penyelesaian proses pengadaan tanah yang menggunakan aturan lama adalah tanggal 31 Desember 2014, dan sesudah tanggal ini, maka setiap sisa tanah yang masih belum diselesaikan pengadaan tanahnya maka harus sudah menggunakan aturan tahapan pengadaan tanah yang terdapat dalam UU 2/2012 jo. Perpres 71/2012.

B. Konflik Dalam Pelaksanaaan Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

1) Definisi Konflik

Pengertian konflik adalah perbedaan pendapat, perselisihan paham, sengketa antara dua pihak tentang hak dan kewajiban pada saat dan keadaan yang sama.52 Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, konflik diartikan sebagai pertentangan atau percekcokan.53 Merujuk pada pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa kata “konflik” mempunyai pengertian yang lebih luas, oleh karena istilah konflik tidak hanya digunakan dalam kasus pertanahan yang terkait dengan proses pidana juga terkait dalam proses perkara perdata dan proses perkara tata usaha negara.

52


(1)

Djambatan, Jakarta, 1984.

Hartono, Sunaryati, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke 20, Bandung: Alumni, 1994

Hutagalung, Arie. S,Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, Jakarta, LPHI, 2005

---, Pergulatan Pemikiran dan Aneka Gagasan Seputar Hukum Tanah Nasional, Depok, Badan Penerbit FHUI, 2011.

Husein, Ali Sofwan, Konflik Pertanahan, Cet. 1, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1997.

HS, Salim dan Erlies Septiana Nurbaini,Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis Dan Disertasi, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2013.

Kalo, Syafruddin, Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Jakarta, Pustaka Bangsa Press, 2004.

---, Reformasi Peraturan Dan Kebijakan Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Jakarta, Pustaka Bangsa Press, 2004.

Kusumaatmadja, Mochtar,Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, Bandung, Binacipta, 1976.

Limbong, Bernhard, Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Regulasi Kompensasi Penegakan Hukum, cet. 1, Jakarta, Pustaka Margareta, 2011. Lubis, Mhd. Yamin dan Abd. Rahim Lubis, Pencabutan Hak, Pembebasan dan

Pengadaan Tanah, Bandung, Mandar Maju, 2011.

Mahendra, A.A.O.K, Menguak Masalah Hukum Demokrasi dan Pertanahan, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1996.

Mertokusumo, Sudikno,Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta, Liberty, 2007.

Moleong, Lexy. J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung. Remaja Rosda Karya, 1993.

Narbuko, Cholid, dan H. Abu Achmadi,Metodologi Penelitian, Jakarta, PT. Bumi Aksara, 2002

Widjadja, Gunawan dan Muljadi Kartini, Hapusnya Perikatan, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2003.


(2)

---,Hak-Hak Atas Tanah, Jakarta, Prenada Media, 2004. Parlindungan, AP., Pencabutan dan Pembebasan Hak Atas Tanah Suatu Studi

Perbandingan, Bandung, Mandar Maju, 1993.

---, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Bandung, CV. Mandar Maju, 1998.

Poerwadarminta, W.J.S.,Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, Jakarta, 1986.

Rahardjo, Satjipto,Ilmu Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2006.

Rajagukguk, Erman, Hukum Agraria, Pola Penguasaan Tanah dan Kebutuhan Hidup, Jakarta: Chandra Pratama, 1995

Rubaie, Achmad, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Malang, Bayumedia Publishing, 2007.

Salindeho, Jhon,Manusia Tanah, Hak dan Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 1994. ---, Masalah Tanah dalam Pembangunan, Jakarta, Sinar Grafika,

1998.

Salle, Aminuddin, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Hukum, Yogyakarta, Kreasi Total Media, 2007.

Salman, Otje,Sosiologi Hukum Suatu Pengantar,Jakarta, Armico, 1984.

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei, Jakarta, LP3ES, 1989.

Siregar, Tampil Anshari,Mempertahankan Hak Atas Tanah, Medan, Multigrafik, 2007.

Sitorus, Oloan dan Dayat Limbong, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Yogyakarta: Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, 2004.

Soekanto. Soerjono,Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, 1989.

--- dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1994.

---,Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.


(3)

Soemantri, Srie, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Bandung, Alumni, 1992.

Soimin, Soedharyo, Status Hak dan Pembebasan Tanah, Edisi Kedua, Jakarta, Sinar Grafika, 2004.

Suandra, I Wayan, Hukum Pertanahan Indonesia, Cetakan Kedua, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1994.

Subekti,Pokok-Pokok Hukum Perdata,Jakarta, Intermasa, 2001.

Sujadi, Suparjo, Pergulatan Pemikiran Dan Aneka Gagasan Seputar Hukum Tanah Nasional, Depok, Badan Penerbit FHUI, 2011.

Suryabrata, Sumadi,Metode Penelitian, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1998. Sumardjono, Maria S.W, Hukum Pertanahan Dalam Berbagai Aspek, Medan,

Bina Media, 2000.

---, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi Dan Implementasi, Jakarta, Kompas, 2001.

---, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya, Jakarta: Kompas, 2008.

Sutedi, Adrian, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Jakarta, Sinar Grafika, 2008.

Syah, Mudakir Iskandar, Dasar-dasar Pembebasan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Jakarta, Jala Permata, 2007.

Tukgali, Lieke Lianadevi, Fungsi Sosial Hak Atas Tanah Dalam Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Cetakan Pertama, Jakarta, Kertas Putih Communication, 2010.

Waluyo, Bambang, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika, 1996.

Wuisman, J.J.J. M.,Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta, UI press, 1996.

Yamin, Muhammad, Jawaban Singkat Pertanyaan-Pertanyaan Dalam Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Edisi Revisi, Medan, Pustaka Bangsa Press, 2003.


(4)

Agraria, Medan, Pustaka Bangsa Press, 2004.

---, Hukum Pendaftaran Tanah, Bandung, Mandar Maju, 2010.

---,Pencabutan Hak, Pembebasan dan Pengadaan Tanah, Bandung: Mandar Maju, cetakan 1, 2011.

Zein, Ramli,Hak Pengelolaan Dalam Sistem UUPA, Jakarta: Rineka Cipta, 1995.

B. MAKALAH/JURNAL PENELITIAN/MAJALAH/TESIS/DISERTASI

Hamzah, Abinur, Aspek Yuridis Pelaksanaan Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Setelah Keluarnya Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 (Studi Kasus Proyek Kwala Namu Kecamatan Pantai Labu dan Proyek Pelebaran Jalan Tanjung Morawa Di Desa Buntu Bedimbar Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang), Tesis, Pascasarjana Program Studi Kenotariatan, Universitas Sumatra Utara, 2006.

Leonardi, Lindawati, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum (Studi Mengenai Ganti Rugi Pengadaan Tanah Proyek Kanal (Flood Way) Sei Deli Sei Percut Medan), Tesis, Sekolah Pascasarjana Program Studi Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, 2005.

Parlindungan, A.P., makalah Pembebasan Tanah Untuk Pemerintah dan Swasta, diajukan pada Dialog Agraria dalam Ulang Tahun UUPA tanggal 24 September 1993 di Fakultas Hukum USU.

Tarmizi,Segi-Segi Hukum Penggunaan Konsinyasi Dalam Pembebasan Tanah Di kota Medan, Tesis Ilmu Hukum, USU, Medan, 1995.

Yanti, Rahma, Aspek Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (Studi Pelebaran Jalan di Kabupaten Padang Lawas), tesis, Sekolah Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, Medan, 2012.

Yusri, Melia, Analisis Yuridis, Ekonomi dan Politik Dalam Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Jurnal “IPTEK Pertanahan”,Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Vol 2, No.1, Mei 2012


(5)

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Surat Keputusan Walikota Medan No.593.83/1628.K/2010 tanggal 9 November 2010 tentang Penetapan Besarnya Ganti Rugi Tanah, Bangunan dan Tanaman Untuk Kepentingan Pembangunan Fly Over Jamin Ginting Kelurahan Kwala Bekala-Kecamatan Medan Johor

D. MEDIA INTERNET

Henny Handayani Sirait, Dimensi Keadilan Dalam Mekanisme Konsinyasi Tanah,http://www.academia.edu/4965560/Dimensi_Keadilan_Dalam_Me kanisme_Konsinyasi_Pengadaan_Tanah, diakses tanggal 10 Oktober 2014.

Sinauterus, Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

“Antara Regulasi dan Implementasi”,

http://sinaugeomatika.wordpress.com/2011/12/30/pengadaan-tanah-bagi-

pembangunan-untuk-kepentingan-umum-antara-regulasi-dan-implementasi/, diakses pada tanggal 25 September 2014.

Yul Ernis, Pelaksanaan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk


(6)

pada tanggal 20 Agustus 2014.

E. WAWANCARA

Wawancara dengan Yayuk Supriaty, SH, Kepala Sub Seksi Pengaturan Tanah Pemerintah, Kantor Pertanahan Kota Medan, pada tanggal 4 November 2014, pukul 15.00 WIB.

Wawancara dengan Thomas Sinuhaji, Ketua Tim Pembebasan Lahan Fly Over Jamin Ginting (Ketua Satgas Pengadaan Tanah), Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Pemerintah Kota Medan, pada tanggal 1 Desember 2014 pukul 16.10 WIB dan pada tanggal 5 Desember 2014 pukul 16.30 WIB.

Hasil wawancara dengan Ny.Pestaria Br.Ginting, salah satu warga yang rumahnya berbatasan langsung dengan fly over Jamin Ginting, beralamat di Jalan A.H.Nasution Pintu Air I No.50, pada tanggal 30 November 2014, pukul 16.00 WIB.


Dokumen yang terkait

TINJAUAN YURIDIS TENTANG BENTUK GANTI KERUGIAN DALAM PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2012 GUNA MEWUJUDKAN PERLINDUNGAN HUKUM.

0 3 15

SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TENTANG BENTUK GANTI KERUGIAN DALAM PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2012 GUNA MEWUJUDKAN PERLINDUNGAN HUKUM.

0 5 11

PENDAHULUAN TINJAUAN YURIDIS TENTANG BENTUK GANTI KERUGIAN DALAM PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2012 GUNA MEWUJUDKAN PERLINDUNGAN HUKUM.

0 4 21

PENUTUP TINJAUAN YURIDIS TENTANG BENTUK GANTI KERUGIAN DALAM PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2012 GUNA MEWUJUDKAN PERLINDUNGAN HUKUM.

0 3 6

PROSES GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN JALAN TOL SERPONG-CINERE DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM.

0 1 1

TATA CARA PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM YANG MENJAMIN KEDUDUKAN HUKUM PEMEGANG HAK ATAS TANAH (BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMER 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM).

0 1 11

undang undang nomor 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum

0 0 26

Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Yang Berhak Atas Tanah Dalam Hal Ganti Rugi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

0 0 7

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Yang Berhak Atas Tanah Dalam Hal Ganti Rugi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

0 0 23

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG GANTI RUGI HAK RAKYAT DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM (Studi Analisis Tentang Undang-Undang Nomor 2 TAhun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum) - Raden Intan Repository

0 0 121