BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang - Pengaruh Pendapatan Keluarga terhadap Partisipasi Politik Perempuan pada Pemilihan Kepala Daerah Sumatera Utara 2013 di Kelurahan Tanjung Selamat.

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Partisipasi politik adalah bagian penting dalam kehidupan politik suatu

  negara, terutama bagi negara yang menyebut dirinya sebagai negara demokrasi, partisipasi politik merupakan salah satu indikator utama. Artinya, suatu negara baru bisa disebut sebagai negara demokrasi jika pemerintah yang berkuasa memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada warga negara untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik. Sebaliknya, warga negara yang bersangkutan juga harus memperlihatkan tingkat partisipasi politik yang cukup

   tinggi. Jika tidak, maka kadar kedemokratisan negara tersebut masih diragukan.

  Sampai sekarang penggunaan istilah partisipasi politik seolah-olah suatu ungkapan yang hanya menunjukkan atau mewakili satu jenis perilaku saja padahal konsep partisipasi politik meliputi berbagai pola perilaku yang mencakup kegiatan pemilihan umum, termasuk memberi suara, juga sumbangan-sumbangan untuk kampanye yaitu berusaha meyakinkan orang lain untuk memberikan suaranya kepada seorang calon atau partai politik tertentu, bekerja dalam suatu pemilihan umum, mencari dukungan bagi seorang calon, atau setiap tindakan yang bertujuan mempengaruhi hasil proses pemilihan ikut dalam suatu pemilihan umum, mencari dukungan bagi seorang calon, atau setiap tindakan yang bertujuan mempengaruhi hasil proses pemilihan.

  Seperti yang dikatakan oleh Milbrath yang ditulis didalam buku Sudijono Sastroatmodjo yang berjudul Perilaku Politik memberikan empat alasan bervariasi dengan partisipasi politik seseorang yaitu:

  1. 1 Berkenaan dengan penerimaan perangsang politik.

  Komarudin Sahid. 2011. Memahami Sosiologi Politik. Bogor: Ghalia Indonesia. hal 175.

  Keterbukaan dan kepekaan seseorang terhadap perangsang politik melalui kontak-kontak pribadi, organisasi, dan melalui media massa akan memberikan pengaruh bagi keikutsertaan seseorang dalam kegiatan politik. Sikap dan nilai- nilai yang dimiliki individu juga memiliki pengaruh dalam partisipasi politik. Sikap sinis, acuh, dan terasing sangat mungkin memiliki dampak yang cukup besar terhadap partisipasi politiknya.

  2. Berkenaan dengan karakteristik sosial seseorang. Dapat disebutkan bahwa status sosial ekonomi, karakter suku, usia, jenis kelamin dan keyakinan/agama dapat mempengaruhi terhadap partisipasi politik seseorang. Karakter seseorang berdasarkan faktor itulah yang memiliki pengaruh yang relatif cukup besar terhadap partisipasinya.

  3. Menyangkut sifat dan sistem partai tempat seseorang individu itu hidup.

  Hal itu menyangkut sistem politik dan sistem kepartaian yang terdapat di lingkungan politiknya.

  4. Perbedaan regional Merupakan aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap perbedaan watak dan tingkah laku individu.

  Status ekonomi seseorang seperti pekerjaan dan pendapatan ternyata juga mempengaruhi partisipasinya dalam berpolitik karena sebagian ahli politik mengatakan bahwa partisipasi politik seseorang yang memiliki status sosial ekonomi yang tinggi akan mendorong partisipasi politiknya juga tinggi. Tetapi, apakah pada seorang perempuan juga berlaku hipotesis seperti itu, karena yang kita ketahui perempuan cenderung bersikap acuh dan tidak mau tahu dengan dunia politik.

  Pada penelitian ini partisipasi politik yang akan diteliti adalah partisipasi pemilihan umum kepala daerah. Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, pilkada dimasukkan dalam rezim pemilu, sehingga secara resmi bernama Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pemilukada, dimana masyarakat secara langsung memilih dan menentukan kepala daerahnya dengan mengikuti ataupun berpartisipasi dalam pemilihan tersebut.

  Frank Linderfeld menemukan bahwa faktor utama yang mendorong orang untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik adalah kepuasan finansial dalam

  

  pendapatan suatu keluarga dalam masyarakat. Dalam studinya ia juga mengemukakan bahwa status sosial ekonomi yang rendah dalam sebuah keluarga menyebabkan seseorang anggota masyarakat merasa teralienasi dari kehidupan politik, dan orang yang bersangkutan pun akan menjadi apatis. Hal ini tidak terjadi dengan orang yang memiliki kemapanan ekonomi. Di Negara berkembang dengan rata-rata pendapatan ekonomi yang rendah, seperti Indonesia, partispasi politiknya cenderung apatis, sikap apatis ini disebabkan karena faktor status sosial ekonomi yang rendah tersebut. Minat politik dan kesadaran politik mereka rendah karena mereka masih sibuk dalam usaha perbaikan taraf hidupnya. Sikap apatis dalam kehidupan politik saat ini kemudian juga menjalar ke berbagai gender, terutama dalam hal ini adalah kaum perempuan. Tetapi dalam hal ini, Linderfield hanya sebatas lebih mengutarakan hipotesis yang pada umumnya terjadi di seluruh negara tanpa adanya penelitian secara empiris yang sebenarnya secara faktual belum terbukti kebenarannya. Di negara yang sedang berkembang, seringkali terjadi dinamika dan perubahan sikap dan perilaku politik masyarakatnya seiring dengan perubahan kondisi sosial ekonomi dalam masyarakat tersebut. Setiap individu dalam masyarakat saat ini bisa saja akan memiliki perilaku yang aktif dalam aktivitas politik walaupun pada keadaan sosial ekonomi yang belum memadai.

  Kaum perempuan misalnya yang dominan bekerja sebagai ibu rumah tangga, guru atau pedagang yang tidak terlalu memiliki tingkat pendapatan yang tinggi bisa saja dalam melakukan aktivitas-aktivitas politik bersikap aktif, 2 misalnya pada saat kancah demokrasi seperti pemilihan kepala daerah. Sikap aktif Rafael Raga Maran, Pengantar Sosiologi Politik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hal. 156. perempuan dalam partisipasi sebagai pemilih dalam kancah politik pemilihan kepala daerah dalam hal ini dapat berwujud keikutsertaan perempuan dalam proses pemenangan salah satu calon gubernur, seperti perempuan yang terlibat dalam penyusunan strategi kampanye, keterlibatan perempuan dalam penggalangan dukungan massa, dan keikutsertaan perempuan dalam aktivitas organisasi atau partai politik sebagai konstituen dari salah satu calon gubernur. Sikap aktif perempuan sebagai pemilih dalam pemilukada ini, tentu saja bukan hanya dialami oleh kalangan perempuan dengan latarbelakang keluarga yang tinggi ekonominya, sikap aktif dalam politik bukan hanya didominasi oleh kalangan perempuan yang memiliki profesi dan pendapatan yang tinggi. Dalam perkembangan dinamika kondisi sosial ekonomi masyarakat saat ini, kaum perempuan yang lemah dalam segi pendapatan bisa saja turut serta sebagai pemilih dalam pemilukada yang turut berpartisipasi dalam proses pemilihan kepala daerah khusunya di Provinsi Sumatera Utara.

  Perempuan yang selalu menjadi kaum yang dinomorduakan membuat ruang gerak mereka dalam berkegiatan selalu dibatasi seperti misalnya ikut terjun ke dunia politik. Politik selama ini selalu identik dengan dunia laki-laki, dengan dunia yang kotor yang tidak pantas dimasuki perempuan. Politik menjadi identik dengan sesuatu yang aneh dari pandangan feminitas karena politik terkait dengan kekuasaan, kesewenangan, kekerasan, penggerahan massa dan kompetisi- kompetisi yang tidak melekat dalam diri perempuan yang mengutamakan

   perdamaian dan harmoni.

  Prof. Farida Nurland, Kepala Pusat Penelitian Jender dari Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, telah mengidentifikasikan berbagai masalah dan kendala dalam partispasi politik perempuan yaitu budaya Indonesia bersifat feodalistik dan patrialkal, masyarakat Indonesia memiliki pemahaman dan penafsiran yang konservatif tentang ajaran-ajaran agama, hegemoni negara masih sangat dominan, hal ini tercermin pada lembaga-lembaga negara yang

3 Harmona Daulay. 2007. Perempuan dalam Kemelut Gender. Medan: USU Press. hal 40.

  

  melestarikan budaya partriarkis di segala tingkatan. Bukan hanya karena perempuan yang pada dasarnya bersikap acuh terhadap perpolitikan tetapi juga dikarenakan pemahaman dari kebudayaan dan ajaran agama yang berada di masyarakat membuat ruang gerak perempuan lebih dibatasi jika dibandingkan dengan laki-laki. Sehingga tak jarang pengamat politik memandang bahwa suara perempuan dijadikan suara pendulang pada pemilihan umum, karena perempuan pada dasarnya mudah untuk dipengaruhi apalagi dalam hal perpolitikan khususnya pada pemilihan umum.

  Pendapatan keluarga yang tinggi membuat status ekonomi salah seorang anggota keluarganya akan tinggi dalam lingkungan masyarakat. Pendapatan keluarga mempengaruhi status ekonomi salah seorang masyarakat di lingkungannya. Pada penelitian ini saya mencoba untuk menggambarkan bagaimana pendapatan keluarga mempengaruhi partisipasi politik seorang perempuan, apakah dengan pendapatan keluarga yang tinggi membuat seorang perempuan dipercayakan untuk ikut serta dalam pelaksanaan panitia pilgubsu kemarin, dan perempuan yang pendapatan keluarganya rendah hanya dijadikan sebagai masa pada saat kampanye karena mereka dapat dengan mudah dipengaruhi dengan diiming-imingi souvenir dan sebagainya,dan sejauh mana partisipasi politik yang dilakukan seorang perempuan dengan melihat kemelut pemenuhan kebutuhan hidup yang semakin mahal.

  Peneliti sangat tertarik dalam melakukan penelitian ini dikarenakan ingin mengetahui secara lebih komperhensif pandangan-pandangan masyarakat yang pada umumnya mengatakan kaum perempuan yang lemah dalam segi ekonomi terutama pendapatan memiliki partisipasi yang rendah itu memang fakta dan benar adanya ataukah tidak benar. Maka dengan demikian penulis akan melihat partisipasi politik masyarakat pada Pemilukada Gubernur Sumatera Utara 2013. 4 Hal ini disebabkan bahwasanya untuk mengukur tingkat partisipasi politik

  Tofiq Saeifuddin. “Partisipasi Politik Perempuan atau Praktek Politik Perempuan (Analisis Kritis Fenomena Pencalonan Perempuan Dalam Pemilukada) akses pada 1 Juni 2013. masyarakat paling mudah adalah ketika Pemilihan Umum dilaksanakan dengan melihat pola perilaku politik masyarakat yang mencakup: kegiatan pemberian suara, kegiatan kampanye untuk mendukung calon atau partai politik hingga kegiatan mencari dukungan bagi calon yang diharapkan akan menang. Untuk itu peneliti ingin mengungkapkan secara faktual “Pengaruh pendapatan keluarga terhadap partisipasi politik perempuan pada pemilihan kepala daerah sumatera utara 2013”. Peneliti sangat tertarik melakukan penelitian lapangan dengan mengambil lokasi di salah satu kelurahan di Kota Medan yaitu kelurahan Tanjung Selamat kecamatan Medan Tuntungan karena pada kelurahan ini memiliki sampel yang heterogen ditandai dengan komposisi masyarakat yang beragam etnis, suku, pekerjaan, dan agama yang sehingga kelurahan ini dapat dijadikan lokasi penelitian.

I.2 Perumusan masalah

  Banyaknya realitas di masyarakat bahwa seorang perempuan yang setelah menikah menjadi seorang ibu rumah tangga membuat para perempuan ini tidak memiliki penghasilan, sehingga status ekonomi seorang perempuan khususnya seorang ibu rumah tangga menjadi tinggi adalah karena dipengaruhi oleh pendapatan keluarganya. Berpijak dari realitas ini saya mencoba menggambarkan sejauh mana pengaruh pendapatan keluarga terhadap partisipasi politik pada perempuan, dan melihat pola perilaku politik masyarakat khususnya perempuan yang mencakup pada kegiatan pemberian suara, mengikuti kampanye dan keikutsertaan pada partai politik.

  Dari latar belakang diatas, maka perumusan dalam hal penelitian ini adalah Sejauh mana pengaruh pendapatan keluarga terhadap partisipasi politik perempuan pada pemilukada Gubernur Sumatera Utara 2013 kemarin.

  I.3 Pertanyaan Penelitian

  Adapun yang menjadi pertanyaan penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Sejauh mana pendapatan keluarga mempengaruhi partisipasi politik perempuan pada pemilukada Gubernur Sumatera Utara 2013 di Kelurahan Tanjung Selamat?

  I.4 Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran sejauh mana pendapatan keluarga mempengaruhi partisipasi politik perempuan di Kelurahan Tanjung Selamat Kecamatan Medan Tuntungan.

  I.5 Manfaat Penelitian

  Beberapa manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bagi penulis, hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengalaman dalam memaparkan dan menggambarkan pengaruh pendapatan keluarga terhadap partisipasi politik perempuan.

  2. Manfaat akademis yaitu penelitian ini dapat menjadi referensi baru dalam pengembangan khasanah ilmu politik dan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh pendapatan keluarga mempengaruhi partisipasi politik perempuan.

3. Bagi masyarakat khususnya perempuan penelitian ini dapat berguna untuk memotivasi perempuan untuk meningkatkan kesadaran berpolitik.

I.6 Kerangka Teori

  Untuk menulis sebuah karya ilmiah ataupun penelitian sudah pasti harus memiliki sebuah landasan yang nantinya akan dijadikan sebagai acuan. Adanya teori-teori yang dijadikan sebagai landasan berfikir membuat sebuah tulisan akan lebih bersifat ilmiah karena salah satu syarat karya ilmiah haruslah berpedoman kepada satu atau lebih dari satu teori yang digunakan sebagai bahan acuan.

I.6.1 Partisipasi Politik

  Kata partisipasi politik salah satu tatanan yang sangat penting pada negara demokrasi, karena suatu negara yang demokrasinya tinggi ditandai dengan tingginya partisipasi rakyat dalam berpolitik. Secara umum partisipasi politik adalah kegiatan sekelompok manusia ataupun individu yang secara aktif ikut dalam dunia perpolitikan seperti misalnya ikut dalam pemilihan kepala negara secara langsung dan dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah.

  Sampai sekarang penggunaan istilah partisipasi politik seolah-olah suatu ungkapan yang hanya menunjukkan atau mewakili satu jenis perilaku saja padahal konsep partisipasi politik meliputi berbagai pola perilaku yang mencakup (1) kegiatan pemilihan umum, termasuk memberi suara, juga sumbangan-sumbangan untuk kampanye yaitu berusaha meyakinkan orang lain untuk memberikan suaranya kepada seorang calon atau partai politik tertentu, bekerja dalam suatu pemilihan umum, mencari dukungan bagi seorang calon, atau setiap tindakan yang bertujuan mempengaruhi hasil proses pemilihan ikut dalam suatu pemilihan umum, mencari dukungan bagi seorang calon, atau setiap tindakan yang bertujuan mempengaruhi hasil proses pemilihan. Ikut dalam pemungutan suara adalah jauh lebih meluas dibandingkan dengan bentuk-bentuk partisipasi lainnya dan oleh sebab itu faktor-faktor yang berkaitan dengan kejadian itu seringkali

  

  membedakannya dari jenis-jenis partisipasi lain, termasuk kegiatan kampanye, (2) berusaha mempengaruhi sikap dan perilaku para pejabat pemerintah mengenai masalah-masalah yang berpengaruh atas sejumlah rakyat, (3) kegiatan organisasi lainnya yang bukan usaha mempengaruhi para pejabar pemerintah dan yang dimaksudkan dengan mempengaruhi suasana umum tentang pembuat kebijakan berlangsung (seperti usaha pendapat umum tentang suatu masalah tertentu), (4) 5 mengadakan hubungan pribadi dengan pejabat pemerintah untuk mengemukakan

  Samuel P. Huntington dan Joan Nelson, 1990. Partisipasi Politik di Negara Berkembang. Jakarta: Rineka Cipta. Hal 16-17 keluhan-keluhan yang berhubungan dengan seorang individu tertentu, dan (5) kekerasan, yang berarti usaha mempengaruhi keputusan pemerintah dengan

   menimbulkan gangguan fisik kepada orang atau hak milik.

  Menurut Huntington dan Nelson mendefinisikan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan warga negara preman (private citizen) yang bertujuan

  

  mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah. Huntington dan Nelson pengertian partisipasi politik dibatasi dengan beberapa hal seperti:

  1. Huntington dan Nelson mengartikan partisipasi politik hanyalah mencakup kegiatan-kegiatan dan bukan sikap-sikap. Dalam hal ini mereka tidak memasukkan komponen-komponen subjektif seperti pengetahuan tentang politik, minat terhadap politik, perasaan-perasaan mengenai politik dan keefektifan politik. Tetapi yang lebih ditekankan adalah bagaimana berbagai sikap dan perasaan tersebut berkaitan dengan bentuk tindakan politik.

  2. Yang dimaksudkan dalam partisipasi politik itu adalah warga negara biasa bukan pejabat-pejabat pemerintah. Hal itu didasarkan pada pejabat-pejabat pemerintah yang mempunyai pekerjaan profesional di bidang itu, padahal justru kajian ini pada warga negara biasa.

  3. Kegiatan partisipasi politik itu hanyalah kegiatan yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah. Tindakan-tindakan yang berusaha mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah, terlepas apakah itu legal atau tidak. Dengan itu protes-protes, demonstrasi, bahkan bentuk kekerasan pemberontakan untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah dapat disebut sebagai partisipasi politik. Dalam hal itu partisipasi politik ialah keterlibatan warga negara biasa dalam menentukan segala keputusan yang menyangkut atau mempengaruhi hidupnya.

4. Partisipasi politik juga mencakupi semua kegiatan yang mempengaruhi

  6 pemerintah, terlepas tindakan itu efektif atau tidak, berhasil atau gagal. 7 Robert P. Clark, 1989. Menguak kekuasaan dan Politik di Dunia Ketiga. Jakarta: Erlangga, hal 101.

  Komarudin Sahid, Op.Cit,hal 177.

5. Partisipasi politik berupa kegiatan mempengaruhi pemerintah yang dilakukan langsung atau tidak langsung.

  Miriam Budiardjo berpendapat partisipasi politik sebagai kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut secara aktif dalam kehidupan politik, misalnya dalam pemilihan pemimpin negara, mempengaruhi kebijaksanaan negara dan berbagai

   kegiatan lainnya.

  Partisipasi memiliki banyak bentuk seperti partisipasi jika dilihat sebagai suatu kegiatan dibedakan menjadi partisipasi aktif dan partisipasi pasif, partisipasi aktif mencakupi kegiatan warga negara mengajukan usul mengenai suatu kebijakan umum, mengajukan kritik dan saran perbaikan untuk meluruskan kebijaksanaan, membayar pajak, dan ikut serta dalam kegiatan pemilihan pemimpin pemerintahan. Sedangkan partisipasi pasif berupa kegiatan mentaati peraturan/perintah, menerima, dan melaksanakan begitu saja setiap keputusan

   pemerintah.

  Partisipasi politik berdasarkan sifatnya dapat dibedakan menjadi partisipasi yang bersifat sukarela (otonom) dan atas desakan orang lain (dimobilisasi). Nelson membedakan dengan dua sifat yaitu “autonomous participation” (partisipasi otonom) dan “mobilized participation” (partisipasi yang dimobilisasikan).

  Partisipasi politik berbeda dengan kegiatan politik. Kegiatan politik yang dilakukan oleh warganegara dalam kedudukannya sebagai rakyat biasa disebut sebagai partisipasi politik. Tapi, kegiatan politik yang dijalankan oleh para penguasa politik (mereka juga warga negara dan anggota masyrakat) dalam kedudukan sebagai pengambil keputusan politik tidak dapat dinamakan partisipasi

   politik.

  8 9 Ibid, hal 178. 10 Sudijono Sastroatmodjo, Perilaku Politik, Semarang: IKIP Semarang Press, 1995, hal 74 Budi Susanto. 2003. Politik dan Postkolonialitas di Indonesia. Yogyakarta: Kanisius. Hal 198

  Adapun Almond membagi partisipasi politik pada bentuk partisipasi politik yang ada pada sistem politik terbagi menjadi level atau derajat pemberian partisipasi seperti pada tabel berikut:

   Tabel Bentuk dan Derajat Partisipasi Politik Almond

  Bentuk Ruang Lingkup Derajat

  Voting (pemberian suara) Luas, keputusan, pemerintah Sedang Informal group (kelompok Aktifitas kolektif, kebijakan Tinggi

  informal), social movement umum (pergerakan sosial)

  Direct contact (kontak Spesifik, urusan personal/ Rendah

  langsung) pribadi

  Protect activity (aktivitas Ekspresif, urusan spesifik Tinggi

  protes) Seperti yang sudah dikemukakan oleh beberapa para ahli mengenai partisipasi politik adalah aktivitas seseorang atau lebih untuk ikut serta dalam dunia perpolitikan yang dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung yang bertujuan untuk mempengaruhi keputusan pemerintah ataupun pimpinan. Dan partisipasi politik memiliki banyak bentuk dan jenis sehingga pada penelitian saya ini, bentuk atau jenis partisipasi politik yang akan saya teliti adalah partisipasi politik dalam hal pemberian suara pada pemilihan kepala daerah. Saya akan mencoba untuk meneliti keikutsertaan perempuan terhadap partisipasi politik pemberian suara pada pemilihan kepala daerah kemarin dan sejauh mana partisipasi politik lainnya pada perempuan.

11 Komarudin Sahid, Op.cit, hal 179

I.6.2 Budaya Politik

  Budaya politik merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat dengan ciri-ciri yang lebih khas. Istilah budaya politik meliputi masalah legitimasi, pengaturan kekuasaan, proses pembuatan kebijakan pemerintah, kegiatan partai- partai politik, perilaku aparat negara, serta gejolak masyarakat terhadap kekuasaan yang memerintah. Kegiatan politik juga memasuki dunia keagamaan, kegiatan ekonomi dan sosial, kehidupan pribadi dan sosial secara luas. Dengan demikian, budaya politik langsung mempengaruhi kehidupan politik dan menentukan keputusan nasional yang menyangkut pola pengalokasian sumber-sumber masyarakat. Budaya politik juga dapat di artikan sebagai suatu sistem nilai bersama suatu masyarakat yang memiliki kesadaran untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kolektif dan penentuan kebijakan publik untuk masyarakat seluruhnya.

  Budaya politik merupakan sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh masyarakat. Namun, setiap unsur masyarakat berbeda pula budaya politiknya, seperti antara masyarakat umum dengan para elitenya. Almond dan Powell berpendapat bahwa budaya politik merupakan dimensi psikologi dari sistem politik, yang bersumber pada penalaran-penalaran yang sadar. Konsep budaya politik terdiri atas sikap, keyakinan, nilai-nilai, dan keterampilan yang sedang berlaku pada seluruh anggota masyarakat termasuk pada kebiasaan yang hidup dalam masyarakat. Beberapa definisi budaya politik dapat dilihat sebagai

  

  berikut: a.

  Budaya politik adalah aspek politik dari nilai-nilai yang terdiri atas pengetahuan, adat istiadat, tahayul, dan mitos. Kesemuanya dikenal dan diakui oleh sebagian besar masyarakat. Budaya politik tersebut memberikan rasional untuk menolak atau menerima nilai-nilai dan norma lain.

  b.

  Budaya politik dapat dilihat dari aspek doktrin dan aspek generiknya. 12 Yang pertama menekankan pada isi atau materi, seperti sosialisme,

  Syahrial Syarbaini. 2002. Sosiologi dan Politik. Jakarta: Ghalia. Hal 66 demokrasi, atau nasionalisme. Yang kedua (aspek generik) menganalisis bentuk, peranan, dan ciri-ciri budaya politik, seperti militan, utopis, terbuka atau tertutup.

  c.

  Hakikat dan ciri budaya politik yang menyangkut masalah nilai-nilai adalah prinsip dasar yang melandasi suatu pandangan hidup yang berhubungan dengan masalah tujuan.

  d.

  Bentuk budaya politik menyangkut sikap dan norma, yaitu sikap terbuka dan tertutup, tingkat militansi seseorang terhadap orang lain dalam pergaulan masyarakat. Pola kepemimpinan (konformitas atau mendorong inisiatif kebebasan) sikap terhadap mobilitas (mempertahakan status quo atau mendorong mobilitas) prioritas kebijakan (menekankan ekonomi atau politik).

  

Adapun tipe-tipe budaya politik adalah a.

  Budaya politik parokial yaitu budaya politik yang tingkat partisipasi politiknya sangat rendah. Budaya politik suatu masyarakat dapat di katakan Parokial apabila frekuensi orientasi mereka terhadap empat dimensi penentu budaya politik mendekati nol atau tidak memiliki perhatian sama sekali terhadap keempat dimensi tersebut. Tipe budaya politik ini umumnya terdapat pada masyarakat suku Afrika atau masyarakat pedalaman di Indonesia. dalam masyarakat ini tidak ada peran politik yang bersifat khusus. Kepala suku, kepala kampung, kyai, atau dukun,yang biasanya merangkum semua peran yang ada, baik peran yang bersifat politis, ekonomis atau religius.

  b.

  Budaya politik kaula (subjek), yaitu budaya politik yang masyarakat yang bersangkutan sudah relatif maju baik sosial maupun ekonominya tetapi masih bersifat pasif. Budaya politik suatu masyarakat dapat dikatakan subyek jika terdapat frekuensi orientasi yang tinggi terhadap pengetahuan sistem politik secara umum dan objek output atau terdapat 13 pemahaman mengenai penguatan kebijakan yang di buat oleh

  Budaya Politik.diakses pada 24 Mei 2013 pemerintah. Namun frekuensi orientasi mengenai struktur dan peranan dalam pembuatan kebijakan yang dilakukan pemerintah tidak terlalu diperhatikan. Para subyek menyadari akan otoritas pemerintah dan secara efektif mereka di arahkan pada otoritas tersebut. Sikap masyarakat terhadap sistem politik yang ada ditunjukkan melalui rasa bangga atau malah rasa tidak suka. Intinya, dalam kebudayaan politik subyek, sudah ada pengetahuan yang memadai tentang sistem politik secara umum serta proses penguatan kebijakan yang di buat oleh pemerintah.

  c.

  Budaya politik partisipan,yaitu budaya politik yang ditandai dengan kesadaran politik yang sangat tinggi. Masyarakat mampu memberikan opininya dan aktif dalam kegiatan politik. Dan juga merupakan suatu bentuk budaya politik yang anggota masyarakatnya sudah memiliki pemahaman yang baik mengenai empat dimensi penentu budaya politik. Mereka memiliki pengetahuan yang memadai mengenai sistem politik secara umum, tentang peran pemerintah dalam membuat kebijakan beserta penguatan, dan berpartisipasi aktif dalam proses politik yang berlangsung. Masyarakat cenderung di arahkan pada peran pribadi yang aktif dalam semua dimensi di atas, meskipun perasaan dan evaluasi mereka terhadap peran tersebut bisa saja bersifat menerima atau menolak. Budaya patriarkhi yang dibudayakan masyarakat di Indonesia membuat budaya perpolitikan merekan pun bersifat patriarkhi, itu ditandai dengan perempuan yang masih mengikuti saran suami atau ayahnya untuk memilih kandidat calon yang mereka pilih. Mungkin hal ini terjadi dikarenakan sudah terbiasanya seorang wanita yang selalu melakukan apapun berdasarkan atas izin ayah atau suaminya bagi perempuan yang sudah menikah. Tidak jarang juga pendapat suami atau ayah dijadikan acuan dalam berbagai hal dan juga dalam bidang politik dikarenakan budaya di Indonesia yang mengambil garis keturunan ayah dan dalam agama lelaki menjadi imam atau pemimpin dalam sebuah keluarga mengakibatkan perempuan cenderung lebih patut dan merasa kodrat mereka selalu di bawah lelaki.

I.6.3 Perilaku Politik

  Perilaku politik atau (Politic Behaviour) adalah perilaku yang dilakukan oleh insan/individu atau kelompok guna memenuhi hak dan kewajibannya sebagai insan politik. Seorang individu/kelompok diwajibkan oleh negara untuk melakukan hak dan kewajibannya guna melakukan perilaku politik adapun yang dimaksud dengan perilaku politik contohnya adalah:

  • Melakukan pemilihan untuk memilih wakil rakyat / pemimpin
  • Mengikuti dan berhak menjadi insan politik yang mengikuti suatu partai politik atau parpol , mengikuti ormas atau organisasi masyarakat atau lsm lembaga swadaya masyarakat
  • Ikut serta dalam pesta politik
  • Ikut mengkritik atau menurunkan para pelaku politik yang berotoritas
  • Berhak untuk menjadi pimpinan politik
  • Berkewajiban untuk melakukan hak dan kewajibannya sebagai insan politik guna melakukan perilaku politik yang telah disusun secara baik oleh undang-undang dasar dan perundangan hukum yang berlaku.

   Perilaku politik dirumuskan sebagai kegiatan yang berkenaan dengan

  proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Yang melakukan kegiatan adalah pemerintah dan masyarakat. Kegiatan yang dilakukan pada dasarnya dibagi dua, yaitu fungsi-fungsi pemerintahan yang dipegang oleh pemerintah dan fungsi- fungsi politik yang dipegang oleh masyarakat.

   Seperti yang kita ketahui bahwa perempuan cenderung bersikap apatis

  terhadap perpolitikan, perilaku politik yang sering perempuan lakukan adalah mengikuti pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat. Itupun biasanya suara kaum perempuan menjadi suara pendulang karena banyak para pengamat politik 14 Politik.iakses pada 2 April 2013 15 Ramlan Surbakti. 2010. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Grasindo. Hal 167

  berpendapat bahwa suara perempuan sangat mudah dipengaruhi dalam pemilihan umum.

I.6.4 Pemilihan Umum Kepala Daerah

  Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah, atau seringkali disebut pilkada atau pemilukada, adalah pemilihan umum untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung di Indonesia oleh penduduk daerah setempat yang memenuhi syarat. Kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah: 1.

  Gubernur dan wakil gubernur untuk provinsi 2. Bupati dan wakil bupati untuk kabupaten 3. Walikota dan wakil walikota untuk kota

  Sebelumnya, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dasar hukum penyelenggaraan pilkada adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

  Dalam undang-undang ini, pilkada (pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah) belum dimasukkan dalam rezim pemilihan umum (pemilu). Pilkada pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005.

  Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, pilkada dimasukkan dalam rezim pemilu, sehingga secara resmi bernama Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pemilukada. Pemilihan kepala daerah pertama yang diselenggarakan berdasarkan undang-undang ini adalah Pilkada DKI Jakarta 2007.

  Pada tahun 2011, terbit undang-undang baru mengenai penyelenggara pemilihan umum yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011. Di dalam undang-undang ini, istilah yang digunakan adalah Pemilihan Gubernur, Bupati,

   dan Wali Kota.

  Dengan diadakannya pilkada secara langsung, merupakan salah satu wujud untuk mencapainya demokrasi karena masyarakat memiliki hak dan kebebasan untuk memilih calon-calon yang akan didukungnya dengan bebas tanpa harus ikut campurnya DPRD untuk memilih kepala daerah lagi, dengan adanya pemilukada ini menuntut masyarakat untuk meningkatkan partisipasi politik dalam pemilihan umum, untuk membuat masyarakat lebih melek kepada calon-calon peserta pemilukada.

I.6.5 Pengertian Pendapatan Keluarga

  Pekerjaan adalah simbol status seseorang dimasyarakat. Pekerjaan jembatan untuk memperoleh uang dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan untuk mendapatkan tempat pelayanan kesehatan yang diinginkan. Dengan adanya pekerjaan seseorang akan mendapatkan sumber pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pendapatan adalah hasil yang diperoleh dari kerja atau usaha yang telah dilakukan. Pendapatan akan mempengaruhi gaya hidup seseorang. Orang atau keluarga yang mempunyai status ekonomi atau pendapatan tinggi akan mempraktikkan gaya hidup yang mewah misalnya lebih komsumtif karena mereka mampu untuk membeli semua yang dibutuhkan bila dibandingkan

   dengan keluarga yang kelas ekonominya ke bawah.

  Upah dan gaji yang biasa disebut dalam istilah asing wages and salaries merupakan pendapatan yang diperoleh rumah tangga keluarga sebagai imbalan terhadap penggunaan jasa sumber tenaga kerja yang mereka gunakan dalam pembentukan produk nasional (Soediyono, 1984). Pendapatan adalah sama dengan pengeluaran. Pendapatan yang dicapai oleh jangka waktu tertentu 16 senantiasa sama dengan pengeluaran jangka waktu tersebut. Pendapatan

  Pemilihan Kepala Daerahdiakses 17 pada 3 April 2013 Suparyanto “Konsep Dasar Status Ekonomi” diakses pada 1 April 2013 senantiasa harus sama dengan pengeluaran karena kedua istilah ini menunjukan

   hal yang sama hanya dipandang dari sudut pandang lain (Winardi, 1975).

  Menurut Sukirno (2002: 49) pendapatan rumah tangga adalah penghasilan dari keseluruhan anggota rumah tangga yang disumbangkan untuk memenuhi keluarga ataupun perorangan anggota rumah tangga.

  Berdasarkan pendapatan, dapat dibagi tingkat ekonomi keluarga menjadi tiga golongan yaitu

  1. Tipe Kelas Atas Masyarakat yang berada pada lapisan ini biasanya memiliki rumah yang besar, memiliki mobil, dan tanah yang luas.

  Berdasarkan hasil penetapan upah minimum propinsi Sumut UMP

  

  2013 sebesar Rp 1.305.000 tiap bulannya sehingga besarnya pendapatan lapisan ekonomi kelas atas tiga kali diatas upah minimum propinsi yaitu lebih besar dari Rp 3.915.000 tiap bulannya dan memiliki barang-barang mewah dan rumah yang besar.

  2. Tipe Kelas Menengah Masyarakat pada lapisan ini biasanya mencukupi untuk memenuhi kebutuhannya dan pemilikan barang-barang berharga sebagai tabungan. Berdasarkan hasil penetapan upah minimum propinsi Sumut UMP 2013 sebesar Rp 1.305.000 tiap bulannya sehingga besarnya pendapatan lapisan ekonomi kelas menengah dua kali diatas upah minimum propinsi yaitu lebih besar dari Rp 2.610.000 tiap bulannya.

  3. 18 Tipe Kelas Bawah h0404055. “Pendapatan dan Konsumsi Rumah Tangga”.

  http://h0404055.wordpress.com/2010/04/02/pendapatan-dan-konsumsi-rumah-tangga/ diakses pada 1 April 19 2013 Upah Minimum Regionaldiakses pada 10 April 2013

  Masyarakat pada lapisan ini tingkat pendapatannya rendah dan tidak tetap karena pekerjaan mereka juga tidak tetap. Berdasarkan hasil penetapan upah minimum propinsi Sumut UMP 2013 sebesar Rp 1.305.000 tiap bulannya sehingga besarnya pendapatan lapisan ekonomi kelas bawah diantara upah minimum propinsi yaitu

  ≤ Rp 1.305.000 – Rp 1.305.000 tiap bulannya Dengan memiliki pekerjaan dan pendapatan yang tinggi membuat status ekonomi seseorang akan terlihat lebih tinggi juga. Tingkat status ekonomi yang tinggi memungkinkan perilaku politik yang lebih berkualitas daripada seseorang yang berada dalam status di bawahnya. Dengan status ekonomi yang tinggi diperkirakan seseorang akan memiliki tingkat pengetahuan politik, minat dan

   perhatian pada politik, serta sikap dan kepercayaan yang tinggi pada pemerintah.

  Status sosial dan status ekonomi memiliki kontribusi yang penting dalam mempengaruhi tinggi rendahnya partisipasi politik. Kedudukan sosial tertentu misalnya orang yang memiliki jabatan atau kedudukan yang tinggi dalam masyarakat, akan memiliki tingkat partisipasi politik yang cenderung lebih tinggi daripada orang yang hanya memiliki kedudukan sosial yang rendah. Dalam kaitannya dengan status ekonomi, seseorang yang memiliki status ekonomi yang tinggi dipandang lebih cenderung untuk berpartisipasi politik secara aktif,

  

  Perempuan yang setelah menikah banyak menjadi ibu rumah tangga dan tidak bekerja membuat para ibu-ibu ini tidak memiliki pendapatan pribadi, status ekonomi mereka dipengaruhi oleh pendapatan keluarganya. Pendapatan keluarga yang tinggi membuat status ekonominya juga tinggi cenderung untuk berpartisipasi politik juga lebih aktif dibanding dengan pendapatan yang lebih rendah.

  20 21 Sudijono Sastroatmodjo. Op.cit. hal 15.

  Ibid, hal 91-92.

I.6.6 Feminisme

  Feminisme sebagai filsafat dan gerakan berkaitan dengan Era Pencerahan di Eropa yang dipelopori oleh Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis de Condorcet. Setelah Revolusi Amerika 1776 dan Revolusi Prancis pada 1792 berkembang pemikiran bahwa posisi perempuan kurang beruntung daripada laki-

   laki dalam realitas sosialnya.

  Sebagai sebuah gerakan, feminisme sering dipetakan dalam tiga gelombang. Gelombang pertama berlangsung dari abad ke 19 sampai dengan awal abad ke 20, adalah gerakan yang dirintis kaum perempuan melawan penindasan patriarkal dalam bentuk subordinasi derajat perempuan dibawah laki-laki. Gelombang kedua, yang berlangsung dari tahun 1960-an sampai 1980-an, banyak bergerak dalam upaya melawan ketaksamaan derajat perlakuan terhadap kaum perempuan di bidang hukum dan budaya. Gelombang ketiga, dari awal tahun 1990-an sampai sekarang, merupakan kelanjutan dan tanggapan terhadap berbagai kegagalan dari perjuangan dalam gelombang kedua serta tanggapan terhadap reaksi balik yang muncul melawan berbagai inisiatif dan gerakan dalam

   gelombang kedua.

  Banyak pengertian yang menjelaskan apa itu feminisme, seperti misalnya Feminisme (tokohnya disebut Feminis) adalah sebuah gerakan perempuan yang

  

  menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak dengan pria. Teori feminis adalah sebuah generalisasi dari berbagai sistem gagasan mengenai kehidupan sosial dan pengalaman manusia yang dikembangkan dari perspektif yang terpusat

   pada wanita.

  Menurut Chris Barker, feminisme adalah bidang teori dan politik yang plural dengan berbagai perspektif dan rumusan aksi yang saling bersaing. Secara umum bisa dikatakan bahwa feminisme melihat seks/kelamin sebagai sebuah 22 sumbu organisasi sosial yang fundamental dan tak bisa direduksi yang sampai saat 23 Feminismakses pada 15 Maret 2013 24 Fransisco Budi Hardiman. 2010. Ruang Publik, Yogyakarta: Kanisius, hal 201 25 Feminismakses pada 16 Maret 2013 George Ritzer. 2003. Teori Sosiologi Modern, Jakarta: Kencana, hal 403 ini telah menempatkan perempuan di bawah lelaki. Dengan demikian, perhatian utama feminisme adalah pada jenis kelamin sebagai prinsip pengaturan kehidupan sosial yang sarat dengan relasi kekuasaan. Para feminis melihat bahwa patriarki bersifat struktural bersamaan dengan makna-makna turunannya tentang keluarga yang dipimpin lelaki, penguasaan, dan superioritasnya. Feminisme adalah suatu pergerakan yang berupaya membangun strategi politik untuk mencampuri

   kehidupan sosial demi kepentingan perempuan.

   Adapun aliran-aliran dari pemikiran feminisme adalah 1.

  Feminisme Liberal Terdapat pandangan untuk menempatkan perempuan yang memiliki kebebasan secara penuh dan individual. Aliran ini menyatakan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik.

  2. Feminisme Radikal Pemahaman penindasan laki-laki terhadap perempuan adalah satu fakta dalam sistem masyarakat yang sekarang ada. Dan gerakan ini adalah sesuai namanya yang "radikal". Aliran ini bertumpu pada pandangan bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi akibat sistem patriarki. Tubuh perempuan merupakan objek utama penindasan oleh kekuasaan laki-laki. Oleh karena itu, feminisme radikal mempermasalahkan antara lain tubuh serta hak-hak reproduksi, seksualitas (termasuk lesbianisme), seksisme, relasi kuasa perempuan dan laki-laki, dan dikotomi privat-publik.

  3. Feminisme pos-modern Ide Posmo ialah ide yang anti absolut dan anti otoritas, gagalnya modernitas dan pemilahan secara berbeda-beda tiap fenomena sosial karena 26 penentangannya pada penguniversalan pengetahuan ilmiah dan sejarah.

  Ketika Berbicara Feminism 27 diakses pada 16 Maret 2013 Feminismakses pada 16 Maret 2013

  Mereka berpendapat bahwa gender tidak bermakna identitas atau struktur sosial.

  4. Feminisme anarkis Feminisme Anarkisme lebih bersifat sebagai suatu paham politik yang mencita-citakan masyarakat sosialis dan menganggap negara dan sistem patriaki-dominasi lelaki adalah sumber permasalahan yang sesegera mungkin harus dihancurkan.

  5. Feminisme marxis Kaum Feminis Marxis, menganggap bahwa negara bersifat kapitalis yakni menganggap bahwa negara bukan hanya sekadar institusi tetapi juga perwujudan dari interaksi atau hubungan sosial. Kaum Marxis berpendapat bahwa negara memiliki kemampuan untuk memelihara kesejahteraan, namun disisi lain, negara bersifat kapitalisme yang menggunakan sistem perbudakan kaum wanita sebagai pekerja.

  6. Feminisme sosialis Feminisme sosialis muncul sebagai kritik terhadap feminisme Marxis. Aliran ini hendak mengatakan bahwa patriarki sudah muncul sebelum kapitalisme dan tetap tidak akan berubah jika kapitalisme runtuh. Kritik kapitalisme harus disertai dengan kritik dominasi atas perempuan. Feminisme sosialis menggunakan analisis kelas dan gender untuk memahami penindasan perempuan. Ia sepaham dengan feminisme marxis bahwa kapitalisme merupakan sumber penindasan perempuan. Akan tetapi, aliran feminis sosialis ini juga setuju dengan feminisme radikal yang menganggap patriarkilah sumber penindasan itu. Kapitalisme dan patriarki adalah dua kekuatan yang saling mendukung.

  7. Feminisme postkolonial Dasar pandangan ini berakar di penolakan universalitas pengalaman perempuan. Pengalaman perempuan yang hidup di negara dunia ketiga

  (koloni/bekas koloni) berbeda dengan prempuan berlatar belakang dunia pertama. Perempuan dunia ketiga menanggung beban penindasan lebih berat karena selain mengalami penindasan berbasis gender, mereka juga mengalami penindasan antar bangsa, suku, ras, dan agama. Dimensi kolonialisme menjadi fokus utama feminisme poskolonial yang pada intinya menggugat penjajahan, baik fisik, pengetahuan, nilai-nilai, cara pandang, maupun mentalitas masyarakat.

8. Feminisme nordic

  Kaum Feminis Nordic dalam menganalisis sebuah negara sangat berbeda dengan pandangan Feminis Marxis maupun Radikal. Nordic yang lebih menganalisis Feminisme bernegara atau politik dari praktik-praktik yeng bersifat mikro. Kaum ini menganggap bahwa kaum perempuan “harus berteman dengan negara” karena kekuatan atau hak politik dan sosial perempuan terjadi melalui negara yang didukung oleh kebijakan sosial negara.

  Dari beberapa aliran dari pemikiran feminisme diatas menunjukkan bahwa adanya perbedaan “perlakuan”, diskriminasi antara perempuan ataupun pria diberbagai bidang, seperti bidang sosial, ekonomi dan politik. Adanya perlakuan yang tidak adil antara perempuan dengan pria pada perpolitikan ditandai dengan seorang suami atau ayah selalu dengan mudah memberikan asumsi kepada anak atau istrinya untuk ikut memilih kandidat yang juga mereka pilih. Belum tentu seorang perempuan dapat mempengaruhi asumsi terhadap suami atau ayahnya untuk memilih kandidat yang sama denganya karena adanya perlakuan yang tidak adil karena pria berpandangan bahwa mereka lebih mengerti perpolitikan dibanding dengan perempuan.

I.7 Hipotesa

  Ternyata memang ada asumsi bahwa status sosial ekonomi (pendapatan) mempengaruhi partisipasi politik masyarakat, hal ini tercermin dalam tingkah laku (pola hidup) masyarakat yang cenderung kepada penentuan kebutuhan pribadi dibandingkan dengan partisipasi dalam berpolitik. Dengan bertitik tolak dari anggapan dasar tersebut maka dalam penelitian ini yang dijadikan sebagai hipotesis yaitu:

  “Besarnya pengaruh pendapatan keluarga terhadap partisipasi politik pada perempuan, dimana semakin rendah tingkat pendapatan keluarga maka akan semakin rendah pula partisipasinya dalam berpolitik”. Berdasarkan hipotesis tersebut dapat diambil kesimpulan. Hipotesis tersebut diatas dapat dirumuskan dengan paradigma sederhana sebagai berikut:

  X Y

  Menunjukan hubungan antara satu variabel (x = pendapatan keluarga) dengan (y = partisipasi politik pada pemilukada).

  Agar penarikan hipotesis dapat lebih mudah untuk peneliti tarik maka peneliti membuat hipotesis dalam bentuk statistik, yaitu: a.

  Hipotesis Nol (H0): menyatakan tidak adanya hubungan, atau tidak adanya pengaruh, atau tidak adanya perbedaan.

  Maka hipotesis H0 pada penelitian ini adalah pendapatan keluarga tidak mempengaruhi partisipasi politik perempuan di Kelurahan Tanjung Selamat.

  b.

  Hipotesis Alternatif (Ha): menyatakan adanya hubungan, atau adanya pengaruh, atau adanya perbedaan.

  Maka hipotesis Ha pada penelitian ini adalah sama dengan hipotesis penelitian saya adalah adanya pengaruh pendapatan keluarga terhadap partisipasi politik perempuan di Kelurahan Tanjung Selamat.

  I.8 Defenisi Konsep

  Konsep adalah unsur penelitian yang terpenting dan merupakan defenisi yang dipakai oleh para peneliti untuk menggambarkan secara abstrak suatu fenomena sosial ataupun fenomena alami. Agar tidak menimbulkan kekaburan dan kesalahan di dalam pengertian konsep yang dipergunakan, maka perlu ditegaskan batasan-batasan yang dipergunakan dalam tulisan ini. Adapun defenisi konsep yang dikemukakan disini adalah sebagai berikut:

  I.8.1 Pendapatan Keluarga

  Pendapatan keluarga yang tinggi membuat status ekonomi salah seorang anggota keluarganya akan tinggi dalam lingkungan masyarakat. Pendapatan keluarga dipengaruhi dengan pekerjaan dan pendapatan masing-masing anggota keluarganya. Dan di dalam penelitian ini pendapatan keluarga akan ditinjau dengan melihat pekerjaan suami, pendapatan suami dan pekerjaan responden.

  I.8.2 Partisipasi Politik

  Keikutsertaan ataupun keterlibatan individu dalam politik yang menyangkut keanggotaan dalam partai secara aktif, kampanye, dan pemberian suara kepada salah satu calon gubernur.

  I.9 Defenisi Operasional

  Definisi operasional ialah suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel tersebut yang dapat diamati. Proses pengubahan defenisi konseptual yang lebih menekankan kriteria hipotik menjadi defenisi operasional disebut dengan operasionalisasi variabel

  

  penelitian. Dengan demikian defenisi operasional didasarkan pada karakteristik yang dapat diobservasi dari apa yang sedang didefinisikan atau mengubah konsep- konsep yang berupa konstruk dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku 28 atau gejala yang dapat diamati dan yang dapat diuji dan ditentukan kebenarannya Saifuddin Azwar, 2004. Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal. 74. oleh orang lain. Adapun defenisi operasional yang diuraikan adalah sebagai berikut: 1. (X) Variabel Bebas atau variabel pengaruh (independent variable) adalah variabel penyebab yang diduga, terjadi lebih dahulu.

  Tingkat pendapatan keluarga yang diukur dari indikator: a.

  Pekerjaan Pekerjaan adalah simbol status seseorang dimasyarakat. Pekerjaan jembatan untuk memperoleh uang dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan untuk mendapatkan tempat pelayanan kesehatan yang diinginkan. Dengan adanya pekerjaan seseorang akan mendapatkan sumber pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

  b.

  Pendapatan Pendapatan adalah hasil yang diperoleh dari kerja atau usaha yang telah dilakukan. Pendapatan akan mempengaruhi gaya hidup seseorang. Pada penelitian ini yang menjadi untuk mengukur variabel bebas adalah pendapatan responden dan juga pendapatan suami karena biasanya perempuan yang sudah menikah cenderung menjadi ibu rumah tangga dan dengan pendapatan suami mereka yang tinggi atau rendah akan menempatkan mereka pada status sosial yang mana.

  1.

  (Y) Variabel Terikat atau variabel terpengaruh (dependent variable) adalah variabel akibat yang diperkirakan terjadi kemudian.

  Partisipasi politik yang mereka lakukan: a.

  Keikutsertaan dalam pemberian suara pada pemilihan kepala daerah 2013 Peneliti akan melihat keikutsertaan responden dalam pemberian suara pada pemilihan Gubernur Sumatera Utara, melihat alasan mereka untuk ikut memilih dan alasan mereka mengapa memilih calon kandidat tersebut.

  b.

  Keikutsertaan dalam kampanye

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pendapatan Keluarga terhadap Partisipasi Politik Perempuan pada Pemilihan Kepala Daerah Sumatera Utara 2013 di Kelurahan Tanjung Selamat.

0 65 108

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang - BAB I PENDAHULUAN

0 0 14

BAB IV PEMBAHASAN A. Muhammadiyah dan Politik - Pengaruh Kebijakan Muhammadiyah Sumatera Utara Terhadap Pemilihan Kepala Daerah (Analisis Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Periode 2013 – 2018) - Repository UIN Sumatera Utara

0 1 14

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Oeang Republik Indonesia Daerah (ORIDA) di Sumatera Utara 1947-1950

0 1 12

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Luas Wilayah terhadap Alokasi Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

0 0 7

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pengaruh Budaya Patriarki Terhadap Partisipasi Politik Perempuan Di Dprd Kabupaten Nias Pada Pemilihan Legislatif Tahun 2014

0 0 47

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah - Strategi Ekonomi Politik Cina Di Era Deng Xiaoping

0 0 22

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Politik Organisasi Pemuda Tingkat Lokal: Kasus Keterlibatan Organisasi Pemuda dalam Pemilihan Kepala Daerah Langsung 2005 di Kota Medan

0 1 42

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Iklan Luar Ruang Politik dan Perilaku Politik (Studi Korelasional Mengenai Pengaruh Iklan Luar Ruang Politik pada Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur Sumatera Utara 2013 terhadap Perilaku Politik Masyarakat Jal

0 0 6

BAB II KELURAHAN TANJUNG SELAMAT II.1 Sejarah Singkat - Pengaruh Pendapatan Keluarga terhadap Partisipasi Politik Perempuan pada Pemilihan Kepala Daerah Sumatera Utara 2013 di Kelurahan Tanjung Selamat.

0 0 30