Resolution Of Bangladesh-India Maritime Boundary Dalam Model Penyelesaian Sengketa Terhadap Laut Cina Selatan

RESOLUTION OF BANGLADESH-INDIA MARITIME BOUNDARY

  

DALAM MODEL PENYELESAIAN SENGKETA TERHADAP LAUT

CINA SELATAN

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

  

OLEH:

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

DIAN EKAWATI

  

NIM: 110200261

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

RESOLUTION OF BANGLADESH-INDIA MARITIME BOUNDARY

  

DALAM MODEL PENYELESAIAN SENGKETA TERHADAP LAUT

CINA SELATAN

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

  

OLEH:

DIAN EKAWATI

NIM: 110200261

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

  

Disetujui Oleh:

Ketua Departemen Hukum Internasional

Dr. Chairul Bariah S.H.,M.Hum.

  

NIP. 195612101986012001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Prof. Suhaidi.S.H.,M.Hum. Dr.Arif,S.H.,M.Hum. NIP. 196207131988031003 NIP. 196403301993031002

  

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

  

ABSTRACT

RESOLUTION OF BANGLADESH-INDIA MARITIME BOUNDARY

  

DALAM MODEL PENYELESAIAN SENGKETA TERHADAP KONFLIK

LAUT CINA SELATAN

Dian Ekawati*

Prof.Dr.Suhaidi,S.H.,M.Hum**

  

Dr.Arif,S.H.,M.Hum***

  The fundamental issue in the South China Sea is over who has sovereignty over the islands and their adjacent waters as well as sovereign rights and jurisdiction in the exclusive economic zone and continental shelf measured from the islands. The 1982 Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) has no provisions on how to determine sovereignty over offshore islands. However, the provisions of UNCLOS on baselines, the regime of islands, low-tide elevations, the exclusive economic zone, the continental shelf, maritime boundary delimitation and dispute settlement are all applicable to the South China Sea.

  Since 2009 the ASEAN claimants have taken measures to clarify their claims and bring them into conformity with UNCLOS. They maintain that under UNCLOS claims to the natural resources in and under the waters in the South China Sea can only be derived from claims to land features. China has clarified its claim to some extent, but it is still not clear to the ASEAN claimants whether China is making claims to the resources in the South China Sea based on its claim to sovereignty over the land features or whether it is claiming rights in all of the maritime areas inside the nine-dashed lines. If China fully clarifies its position on the nine-dashed line map it will be clearer which maritime areas are in dispute, and the claimants will be able to begin serious discussions about setting aside the sovereignty disputes and pursuing joint development of the natural resources. If China does not clarify its position and asserts rights in maritime areas which the ASEAN claimants believe are not in dispute, one or more of the ASEAN claimants may believe they have no choice but to refer legal issues to an international court or tribunal.

  Although China has exercised its right to opt out of the system of compulsory binding dispute settlement for disputes relating to maritime boundary delimitation and historic waters, some legal disputes relating to the interpretation or application of the provisions of UNCLOS are subject to the compulsory binding dispute settlement under Part XV. In addition, it may also be possible for the ASEAN claimants to seek an advisory opinion from the International Tribunal for the Law of the Sea on one or more legal questions relating to the South China Sea disputes. ASEAN or the countries which involved in the South China Seas dispute could make a similar decision as Bangladesh-India Maritime Boundary about the dispute settlement through PCA (Permanent Court of Arbitration).

  

ABSTRAK

RESOLUTION OF BANGLADESH-INDIA MARITIME BOUNDARY

  

DALAM MODEL PENYELESAIAN SENGKETA TERHADAP KONFLIK

LAUT CINA SELATAN

Dian Ekawati*

Prof.Dr.Suhaidi,S.H.,M.Hum**

  

Dr.Arif,S.H.,M.Hum***

  Isu mendasar mengenai Laut Cina Selatan adalah siapa yang mempunyai kedaulatan atas pulau-pulau dan wilayah perairan berkaitan dengan hak kedaulatan dan yurisdiksi pada zona ekonomi eksklusif dan landasan kontinen dihitung dari pulau-pulau. UNCLOS 1982 tidak mempunyai ketentuan tentang bagaimana menentukan kedaulatan terhadap pulau-pulau di lepas pantai. Bagaimanapun, ketentuan UNCLOS mengenai garis pangkal, rezim kepulauan, elevasi surut, zona ekonomi eksklusif, landasan kontinen, delimitasi batas maritim dan penyelesaian sengketa yang relevan dan dapat diaplikasikan pada Laut Cina Selatan.

  Sejak tahun 2009, ASEAN sebagai penggugat telah mengambil langkah untuk memperjelas klaim mereka yang dapat membawa mereka pada kenyamanan melalui UNCLOS. Mereka mempertahankan klaim berdasarkan UNCLOS untuk sumber daya alam pada dan dibawah Laut Cina Selatan yang berdasarkan klaim dan gestur tanah. Tiongkok telah mengklarifikasi klaimnya terhadap isu perpanjangan tetapi hal ini tidak dapat menjawab gugatan ASEAN yang mana Tiongkok membuat klaim atas sumber daya di Laut Cina Selatan berdasarkan alasan kedaulatan atas wilayah tersebut atau yang mana hak untuk mengklaim seluruh area maritime di dalam nine-dashed lines. Jika Tiongkok mengklarifikasi posisinya secara menyeluruh dalam peta nine-dashed lines maka ini akan menjadi lebih jelas di wilayah maritim mana sengketa tersebut berada dan gugatan akan dapat dimulai dengan diskusi mendalam mengenai penyelesaian sengketa kedaulatan dan pengembangan kerja sama terhadap sumber daya alam. Jika Tiongkok tidak mengklarifikasi posisinya dan menegaskan haknya dalam wilayah maritim yang mana ASEAN sebagai penggugat percaya wilayah tersebut bukanlah wilayah sengketa, satu atau lebih penggugat ASEAN percaya mereka tidak mempunyai pilihan untuk memilih pilihan hukum pada mahkamah internasional.

  Meskipun Tiongkok telah menyatakan haknya untuk memilih sistem penyelesaian yang mengikat terhadap sengketa yang berkenaan dengan delimitasi batas maritim dan sejarah laut tersebut, beberapa sengketa hukum berkenaan dengan interpretasi atau aplikasi dari pengaturan UNCLOS yang mengikat dalam bab XV. Sebagai tambahan, itu juga mungkin bagi ASEAN untuk memberikan pandangan dari mahkamah laut internasional dari satu atau lebih pertanyaan yang Negara-negara ASEAN ataupun Negara-negara yang bersengketa dengan Tiongkok mengenai Laut Cina Selatan dapat mengikuti pilihan penyelesaian sengketa yang diambil oleh Bangladesh dan India dalam menyelesaikan sengketa Teluk Benggala yakni melalui PCA (Permanent Court of Arbitration) agar lebih mendapat kepastian dalam penyelesaian sengketa itu.

  Kata Kunci : Sengketa Laut Cina Selatan, Sengketa Teluk Benggala, PCA (Permanent Court of Arbitration)

  • Mahasiswa ** Dosen Pembimbing I *** Dosen Pembimbing II

  

KATA PENGANTAR

  Puji Syukur atas berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi dengan tepat pada waktunya. Skripsi ini dilakukan bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. Skripsi ini diberi judul “RESOLUTION OF BANGLADESH-INDIA MARITIME BOUNDARY DALAM MODEL PENYELESAIAN SENGKETA TERHADAP KONFLIK LAUT CINA SELATAN”. Dengan adanya penulisan skripsi ini penulis berharap agar para pembaca dapat memaklumi kekurangan dari penulis karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan. Semoga dari skripsi ini, pembaca dapat mengerti, memahami serta memberikan manfaat kepada pembaca.

  Demi kelancaran penyelesaian skripsi ini penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak baik dukungan moral dan materil. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.

  Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu,S.H.,M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan; 2. Bapak Prof.Dr.Budiman Ginting , S.H.,M.Hum selaku Pembantu Dekan I,

  Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H.,M.Hum selaku Pembantu Dekan II, dan Bapak Dr.OK.Saidin,S.H.,M.H selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan; 3. Ibu Dr. Chairul Bariah,S.H.,M.Hum selaku Ketua Bagian Departemen

  Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan;

  4. Bapak Dr. Jelly Leviza,S.H.,M.Hum selaku Sekretaris bagian Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan; 5. Bapak Prof.Dr.Suhaidi,S.H.M.H. selaku Dosen Pembimbing I yang telah sangat peduli dan memberikan pedoman terhadap penulisan skripsi ini;

  6. Bapak Dr. Arif,S.H.,M.Hum. selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah peduli serta memberikan pedoman terhadap penulisan skripsi ini;

  7. Teristimewa kepada kedua orangtuaku, Tjaw Kim dan Mei Yen, kedua adikku Gita Dwi Dayana dan Yasa Wikrama serta pakde (+) Hj.Dra. Sutardjo yang telah memberikan banyak semangat, kekuatan, motivasi serta doa kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan tapat pada waktunya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara; 8. Bapak Edy Murya, S.H. selaku Dosen Penasehat Akademik Fakultas Hukum

  Universitas Sumatera Utara; 9. Ibu Rosmalinda,S.H.,LLM. selaku Dosen Pembimbing pada kompetisi

  

International Humanitarian Law Competition,MITSO UNIVERSITY,Belarus;

10.

  Bapak Nazaruddin,S.H.,M.A selaku Dosen Pembimbing pada kompetisi debat hukum nasional Piala Soediman Kartohadiprodjo 2013;

  11. Seluruh Bapak/Ibu Staf Pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik selama proses perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara; 12. Kakak kelompok kecil kak Joice Simatupang,S.H., serta teman kelompok kecil Hary Tama Simanjuntak, Kristy Emelia Pasaribu, dan Citra Kesuma

  Tarigan;

  13. Seluruh sahabat di Perkumpulan Gemar Belajar, yang telah memberikan banyak pengalaman maupun ilmu serta memori yang indah selama perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara; 14. Seluruh sahabat di Meriam Debating Club, yang telah memberikan banyak pengalaman, ilmu serta kenangan yang manis selama perkuliahan di Fakultas

  Hukum Universitas Sumatera Utara; 15. Sahabat-sahabat baik saya selama perkuliahan di Fakultas Hukum Univeristas

  Sumatera Utara, Dwi Wira Purnamasari, Gabeta Solin,Susi Sofia,Nanda Adithya Kalo, Arnita Alfriana, Kevin, Stella Guntur, Freddy Cahyadi, William A.B. , Albert Fernando dan Erick M.P.Kaban.

16. Teman-teman selama perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera

  Utara, Grup F dan Kawan-kawan Departemen Hukum Ekonomi yang tergabung dalam International Law Student Association(ILSA); Demikianlah penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang mendukung penulisan skripsi ini.

  Medan, 13 April 2015 Penulis

  Dian Ekawati NIM: 110200261

DAFTAR ISI ABSTRAK

  i KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI ii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang

INTERNASIONAL TERHADAP KONFLIK WILAYAH PERAIRAN MENURUT HUKUM INTERNASIONAL A.

  Laut Internasional berdasarkan UNCLOS 1982

  104

  92 C. Hasil Penyelesaian Sengketa Bangladesh-India Maritime Boundary

  Boundary

  78 B. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Bangladesh-India Maritime

  Boundary

  Penyebab Timbulnya Sengketa Bangladesh-India Maritime

  67 BAB III PENYELESAIAN SENGKETA RESOLUTION OF

  44 E. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Internasional terhadap Konflik

  1 B. Perumusan Masalah

  Internasional

  39 D. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Internasional Menurut Hukum

  25 C. Klasifikasi Perbatasan Negara

  Negara

  21 B. Prinsip dan Konsepsi Hukum Internasional dalam Penetapan Batas

  Dasar Penetapan Perbatasan Negara

  8 BAB II : MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA

  8 E. Manfaat Penelitian

  8 D. Tujuan Penelitian

  8 C. Pembatasan Masalah

BANGLADESH-INDIA MARITIME BOUNDARY A.

BAB IV : RESOLUTION OF BANGLADESH-INDIA MARITIME BOUNDARY DALAM MODEL PENYELESAIAN

  v

SENGKETA TERHADAP LAUT CINA SELATAN A.

  Sengketa Laut Cina Upaya Penyelesaian

  Selatan 110 B.

  Perbandingan Sengketa Bangladesh-India Maritime Boundary dengan Sengketa Laut Cina Selatan 118 C.

  125 Mekanisme Penyelesaian Sengketa Laut Cina Selatan

BAB V : PENUTUP A.

  128 Kesimpulan B.

  129 Saran

DAFTAR PUSTAKA

  131

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh Kepemilikan Intitusional, Komite Audit Terhadap Manajemen Laba Dengan Kualitas Audit sebagai Variabel Moderating (Pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persalinan - Pengaruh Metode Akupresur Terhadap Nyeri Persalinan pada Ibu Inpartu Kala I Fase Aktif di Klinik Bersalin Rita Fadillah Medan

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Perputaran Kas, Net Profit Margin, dan Perputaran Piutang Terhadap Likuiditas Pada Perusahaan Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 28

BAB I PENDAHULUAN - Pengaruh Perputaran Kas, Net Profit Margin, dan Perputaran Piutang Terhadap Likuiditas Pada Perusahaan Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

1 0 7

BAB II PROFIL INSTANSI - Strategi Optimalisasi Pendapatan Dinas Pasar Dan Pengaruhnya Terhadap Keuangan Daerah

0 0 10

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Aparat Kepolisian Yang Menyebabkan Kematian(Studi Putusan Nomor : 370/Pid.B/2013/Pn.Sim)

0 0 29

BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENGAWASAN PENJUALAN OBAT - Tanggung Jawab Hukum Pelaku Usaha Apotek Terhadap Obat Yang Mengandung Cacat Tersembunyi Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsu

0 0 29

1 BAB I PENDAHULUAN - Tanggung Jawab Hukum Pelaku Usaha Apotek Terhadap Obat Yang Mengandung Cacat Tersembunyi Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi Pada Apotek Yakin Sehat)

0 0 17

BAB II MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL TERHADAP KONFLIK WILAYAH PERAIRAN MENURUT HUKUM INTERNASIONAL A. Dasar Penetapan Perbatasan Negara - Resolution Of Bangladesh-India Maritime Boundary Dalam Model Penyelesaian Sengketa Terhadap Laut Cina

0 1 57

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. - Resolution Of Bangladesh-India Maritime Boundary Dalam Model Penyelesaian Sengketa Terhadap Laut Cina Selatan

0 0 20