BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisa Yuridis Terhadap Penggunaan Laba Perseroan Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian yang diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan

  prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, perlu didukung oleh kelembagaan perekonomian yang kokoh dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, untuk lebih meningkatkan pembangunan perekonomian nasional dan sekaligus memberikan landasan yang kokoh bagi dunia usaha dalam menghadapi perkembangan perekonomian dunia dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi sekarang dan akan terus berlanjut pada masa mendatang, juga perlu dukungan lembaga perseroan terbatas yang dapat menjamin terselenggaranya iklim dunia usaha yang kondusif yang tentunya digerakan dalam kerangka yang kokoh dari Undang-Undang yang mengatur tentang perseroan

1 Perseroan terbatas (selanjutnya disebut Perseroan) sebagai salah satu pilar

  pembangunan perekonomian nasional perlu diberikan landasan hukum yang kuat untuk lebih memacu pembangunan nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan, dengan tetap memunculkan prinsip-prinsip keadilan dalam berusaha. Perseroan merupakan badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian untuk melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, serta memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang dan Peraturan 1 Frans Satrio Wicaksono, Tanggung Jawab Pemegang Saham, Direksi, &Komisaris Perseroan Terbatas (PT), (Jakarta: Visimedia, 2009), hal.1-2.

  Pelaksanaannya. Kegiatan usaha dari Perseroan harus sesuai dengan maksud dan tujuan didirikannya Perseroan, serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,

   ketertiban umum, dan atau kesusilaan.

  Istilah dari “Perseroan” menurut UU No.40 Tahun 2007 merupakan penyebutan untuk Perseroan Terbatas. Namun istilah Perseroan tersebut masih belum dipahami oleh masyarakat pada umumnya. Kurangnya pengetahuan yang dimiliki tentang badan usaha yang ada menjadi salah satu faktor yang menyebabkan penyalahgunaan istilah Perseroan yang ada. Ada yang menyamakan pengunaan istilah perseroan untuk semua jenis usaha yang ada seperti menyamakan Perseroan dengan Firma maupun Commanditaire Venootschap. Disamping itu terdapat juga masyarakat yang mengunakan istilah perseroan sebagai penyebutan perusahaan pada umumnya.

  Dari pengertian Perseroan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pendirian perseroan mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum dan/atau kesusilaan sebagaimana diamanatkan dalam UU No.40 Tahun 2007 tersebut. Perseroan melakukan Maksud dan tujuan utama dari pendirian Perseroan adalah memperoleh keuntungan (laba)

  Perseroan bukan satu-satunya asosiasi yang berbadan hukum. Yang dimaksud dengan asosiasi adalah suatu wadah kerja sama untuk jangka waktu relatif lama dan berkesinambungan antara dua orang atau lebih dengan maksud agar lebih mudah tercapainya suatu tujuan yang dikehendaki, dengan jalan mendirikan satu badan hukum

2 Ibid., hal 2.

  yang berbadan hukum (Perseroan) atau tanpa berbadan hukum (maatschap, atau firma

   atau CV,antara lain).

  Di antara asosiasi yang ada, pada pokoknya, dapat dibedakan atas dua macam asosiasi. Ada asosiasi yang diadakan dengan tujuan komersial, dan ada yang diadakan tidak dengan tujuan komersial. Dan pada itu ada yang oleh undang-undang diakui

   sebagai badan hukum dan ada yang tidak diakui sebagai badan hukum.

  Asosiasi yang bukan badan hukum berupa : perusahaan dagang, persekutuan perdata, persekutuan firma, persekutuan komanditer. Dan asosiasi yang berupa badan hukum berupa: Perseroan, Koperasi, BUMN, Yayasan.

  Seperti diuraikan sebelumnya bahwa Perseroan berupa persekutuan modal dimana modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham. Menurut UU No.40 Tahun 2007, modal dasar Perseroan paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar sebagaimana dimaksud harus ditempatkan dan disetor penuh. Undang-undang mengatur kegiatan usaha tertentu dapat menentukan jumlah minimum modal Perseroan lebih besar daripada ketentuan

  

  usaha perbankan, asuransi, atau freight forwarding. Perubahan besarnya modal dasar

   tersebut ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

  Pada usaha perbankan misalnya, modal disetor untuk mendirikan Bank

   ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar Rp3.000.000.000.000,00 (tiga triliun rupiah).

  Untuk usaha asuransi, ditetapkan modal disetor minimum bagi Perusahaan Asuransi

  3 4 Rudhi Prasetya, Perseroan Terbatas, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2011),hal.6. 5 Ibid. 6 Penjelasan Pasal 32 ayat (2) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 7 Pasal 32 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Pasal 4 Peraturan Bank Indonesia No. :2/27/PBI/2000 tentang Bank Umum.

  

  adalah Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). Sedangkan modal disetor untuk usaha Freight Forwarding adalah sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

  Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No.10 Tahun 1988, disebutkan bahwa

  

Freight Forwarding (Jasa Pengurusan Transportasi) adalah usaha yang ditujukan untuk

  mewakili kepentingan pemilik barang untuk mengurus semua kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya pengiriman dan penerimaan barang melalui transportasi darat, laut, udara yang dapat mencakup kegiatan penerimaan, penyimpanan, sortasi, pengepakan, penandaan, pengukuran, penimbangan, pengurusan penyelesaian dokumen, penerbitan dokumen angkutan, perhitungan biaya angkutan, klaim, asuransi atas pengiriman barang serta penyelesaian tagihan dan biaya-biaya lainnya berkenaan dengan pengiriman barang-barang tersebut sampai dengan diterimanya barang oleh yang berhak

   menerimanya.

  Dikarenakan modal dasar Perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa Perseroan identik dengan adanya pemegang saham. Tanggung jawab dari pemegang saham adalah terbatas. Ia hanya bertanggung (tidak tanggung renteng hingga harta kekayaan pribadi dari pemegang saham). Hal tersebut dapat dilihat di pasal 3 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 yaitu : “Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham

  

  yang dimiliki.”

  8 Pasal 6 ayat (1) PP No.39 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas PP No.73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian. 9 http://nuswantarajayaabadi.blogspot.com/2012/12/syarat-pendirian-usaha-jasa- freight.html?m=1 , diakses tanggal 9 Juli 2013. 10 Pasal 3 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

  Saham disertakan oleh pemegang saham tidak dengan cuma-cuma tanpa mengharapkan suatu balas jasa (imbalan). Perseroan mempunyai tujuan komersial yaitu mencari keuntungan, maka pemegang saham juga menyertakan modal untuk mengejar keuntungan yang ada. Modal yang ada digunakan untuk menjalankan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang telah dimuat di dalam anggaran dasar Perseroan. Dividen akan diberikan kepada pemegang saham sebagai balasan dari andil yang mereka punya di Perseroan. Tidak semua keuntungan yang diperoleh oleh Perseroan akan dibagikan kepada pemegang saham. Tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen telah dimuat dianggaran dasar sewaktu pendirian Perseroan.

  Di dalam UU No.40 Tahun 2007 dimuat juga ketentuan mengenai penggunaan laba perseroan yang dapat ditemukan di dalam Pasal 70 hingga Pasal 73 UU tersebut.

  Perseroan merupakan subjek hukum. Subjek hukum atau subject van een recht, yaitu orang yang mempunyai hak, manusia atau badan hukum yang berhak,

  

  berkehendak atau melakukan perbuatan hukum. Perseroan adalah bentuk subjek termasuk subjek hukum yang berupa badan hukum . Perseroan mempunyai status

  

persona standi in judico. Artinya sekalipun ia hanya berwujud suatu badan dan bukan

  manusia alamiah, namun di mata hukum ia dipandang sama seperti manusia alamiah

  

  yang dapat mempunyai hak dan kewajiban menurut hukum. Perseroan dapat memiliki kekayaan, mengadakan perikatan dan lain sebagainya meskipun melalui perantaraan pengurus-pengurusnya. 11 Hasim Purba, Suatu Pedoman Memahami Ilmu Hukum, (Medan, CV.Cahaya Ilmu,2006) hal.113. 12 Rudhi Prasetya, Op.cit., hal 18.

  Di dalam Perseroan yang bertindak sebagai pengurus perseroan yang bertugas menjalankan Perseroan lebih dikenal dengan istilah organ perseroan. Organ yang terdapat di Perseroan yaitu : Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan Komisaris. Organ tersebut memiliki wewenang dan tanggung jawab sesuai peran masing-masing.

  Perseroan bukan baru ditemukan atau dibuat pada tahun 2007. UU No.40 Tahun 2007 ini merupakan revisi dari UU No. 1 Tahun 1995 (diumumkan dalam

   Lembaran Negara Nomor 3587) tentang Perseroan Terbatas. Karena dipandang UU

  No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat maka dibuatlah Undang-undang yang baru yaitu UU No.40 Tahun 2007. Sejak UU No.40 Tahun 2007 ini diberlakukan yaitu sejak diundangkan pada tanggal 21 September 2007 maka UU No.1 Tahun 1995 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan penutup yang terdapat pada pasal 160 UU No.40 Tahun 2007 yang berbunyi : “Pada saat Undang- Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587), dicabut dan dinyatakan tidak

   berlaku”.

  Sebenarnya apa yang diatur didalam UU No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan bukanlah merupakan UU yang menjadi mendasari hukum tentang Perseroan. UU No.1 Tahun 1995 tersebut sebenarnya merupakan pengaturan kembali apa yang sebelumnya telah diatur dalam Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 Wetboek van Koophandel voor

  

Nerderlansche Indie yang disingkat WvK (yang setelah kita merdeka kita kenal dan kita

13 14 Ibid., hal.1.

Pasal 160 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

  sebut dengan sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Dagang/KUHD), yang di sana sini dilakukan penyesuaian dengan apa yang diperlukan setelah kita merdeka. Naamloze

  

Vennootschap (yang disingkat dengan NV) demikian sebutan yang dipergunakan oleh

  WvK untuk institusi yang sekarang kita sebut sebagai “Perseroan Terbatas” yang

   disingkat sebagai PT).

  Pada UU No.1 Tahun 1995 juga dapat dijumpai ketentuan yang mengatur mengenai penggunaan laba perseroan. Ketentuan tersebut dituangkan dalam Pasal 61 – Pasal 62 UU No 1 Tahun 1995. Namun dikarenakan UU tersebut dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru maka penyempurnaan dilakukan dengan mengeluarkan UU No. 40 Tahun 2007.

  Berdasarkan hal-hal tersebut diatas penulis tertarik untuk membahas mengenai analisa yuridis terhadap penggunaan laba perseroan menurut UU No 40 Tahun 2007.

B. Perumusan Permasalahan

  Sejalan dengan hal-hal tersebut di atas, maka rumusan permasalahan yang akan saya bahas di dalam skripsi ini adalah , sebagai berikut :

1. Bagaimana peran organ perseroan dalam penggunaan laba perseroan ? 2.

  Bagaimana mekanisme penggunaan laba perseroan dan peruntukan laba perseroan ? 3. Dimana letak perbedaan penggunaan laba menurut UU No.40 Tahun 2007 dengan 15 Rudhi Prasetya, Op.cit., hal.2.

  UU No. 1 Tahun 1995 ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

  Adapun yang menjadi tujuan dalam pembahasan skripsi penulis yang berjudul “Analisa Yuridis Terhadap Penggunaan Laba Perseroan Menurut UU No.40 Tahun 2007”, yaitu : 1.

  Untuk mengetahui peran organ perseroan dalam penggunaan laba perseroan.

  2. Untuk mengetahui mekanisme penggunaan laba perseroan dan peruntukan laba perseroan.

  3. Untuk mengetahui perbedaan penggunaan laba menurut UU No.40 tahun 2007 dengan UU No.1 Tahun 1995.

  Selanjutnya penulisan skripsi ini juga diharapkan bermanfaat untuk : 1. Manfaat secara teoritis

  Adapun manfaat akademis dari penelitian ini adalah memperkaya serta menambah wawasan ilmiah dalam khasanah ilmu hukum khususnya mengenai ini diharapkan dapat memberikan kajian baru dalam bidang hukum ekonomi sehingga hukum ekonomi semakin berkembang dari masa ke masa.

  2. Manfaat secara praktis Berangkat dari permasalahan-permasalahan di atas, penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut : a.

  Hasil Penulisan ini dapat bermanfaat terhadap para organ perseroan untuk mengetahui peran masing-masing berdasarkan UU No.40 Tahun 2007.

  b.

  Hasil Penulisan ini dapat bermanfaat terhadap para praktisi hukum untuk mengetahui mekanisme penggunaan laba perseroan.

D. Keaslian Penulisan

  Pembahasan skripsi ini dengan judul : “Analisa Yuridis Terhadap Penggunaan Laba Perseroan Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007”, merupakan karya ilmiah yang belum pernah diangkat menjadi judul skripsi di lingkungan Strata 1 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Analisa Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 sebagai pembahasan dalam skripsi memang telah sering diangkat. Misalnya di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sendiri telah beberapa kali diangkat UU No.40 Tahun 2007 sebagai permasalahan yang dibahas dalam skripsi. Beberapa diantaranya yaitu : Tanggung Jawab Direksi dan Dewan Komisaris dalam pembagian Dividen Interim berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Asidoro S.Parsaulian, 020200074); Tinjauan Yuridis Business Judgment Rule Pada Dewan Komisaris menurut UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan terbatas (Tri Yuwandani H, 060200017); Tinjauan Yuridis Tahun 2007 (Rebecka Endang Aritonang); Due Inteligence dalam Akusisi Perseroan Terbatas berdasarkan UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseoran Terbatas (Christanti Silaban, 07020089). Kesamaan skripsi-skripsi tersebut adalah mengangkat permasalahan dari UU No.40 Tahun 2007 namun substansi yang dibahas tidaklah sama.

  Di dalam skripsi ini memang akan dibahas juga mengenai dividen interim, namun pembahasan tersebut hanya merupakan sub bab dari permasalahan utama tepatnya akan dibahas dalam peruntukan laba yang diperoleh oleh Perseroan. Selain itu masing-masing skripsi di atas juga membahas mengenai organ Perseroan. Namun yang membuat perbedaan adalah masing-masing membahas organ Perseroan namun dengan permasalahan pokok yang sangat berbeda.

  Oleh karena alasan tersebut diatas maka pembahasan yang dibahas di dalam skripsi ini dikatakan murni hasil pemikiran penulis yang dikaitkan dengan teori-teori hukum yang berlaku maupun doktrin-doktrin yang yang ada, dalam rangka melengkapi tugas dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara , dan apabila ternyata dikemudian hari terdapat judul yang sama dan permasalahan yang sama maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap skripsi ini.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Perseroan Terbatas (PT)

  Sebuah badan usaha atau bentuk perusahaan yang paling banyak digunakan dalam bisnis dewasa ini dan di masa yang akan datang adalah Perseroan Terbatas (PT).

  Selain memiliki landasan hukum yang jelas seperti yang diatur dalam Undang-undang Perseroan Terbatas, bentuk PT ini juga dirasakan lebih menjaga keamanan para

  

  pemegang saham / pemilik modal dalam berusaha. Keamanan tersebut didasarkan adanya tanggung jawab terbatas para pemegang saham yang terdapat dalam pasal 3 UU No.40 Tahun 2007 yang berbunyi : “Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak

   bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki”.

  16 17 http://fe.unsada.ac.id/?page_id=47, diakses tanggal 5 Juni 2013.

Pasal 3 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

  PT Istilah atau bentuk PT ini berasal dari Hukum Dagang Belanda (WvK) yang dikenal dengan istilah Naamloze Vennootschap (NV), istilah ini lama digunakan di Indonesia, dan kemudian diganti nama dengan Society Anonim (SA) yang secara harfiah berarti “Perseroan Tanpa Nama”. Maksudnya adalah bahwa PT itu tidak mengunakan nama salah seorang atau lebih diantara para pemegang sahamnya, melainkan memperoleh namanya dari tujuan perusahaan saja (Pasal 36 KUHD).

  Pengertian tentang Perseroan Terbatas secara tegas dapat ditemukan dalam ketentuan umum di dalam UU No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang terdapat dalam pasal 1 butir 1 yang menyebutkan bahwa : “Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut sebagai perseroan adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini

  

  serta peraturan pelaksanaannya.” Setelah UU No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi maka diundangkan UU yang baru yaitu UU No.40 Tahun dari Perseroan Terbatas yang terdapat dalam ketentuan umum pasal 1 butir 1 yang menyebutkan bahwa : “Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan

  

  pelaksanaannya.”

  18 19 Pasal 1 butir 1 UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.

Pasal 1 butir 1 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

  Dari pengertian Perseroan Terbatas yang terdapat di atas, dapat dilihat 3 unsur utama dari Perseroan itu, yaitu :

  1. Badan hukum : Perseroan merupakan suatu badan hukum. R.Subekti mengatakan badan hukum pada pokoknya adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti seorang manusia, serta

   memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat di depan hakim.

  2. Persekutuan modal : Menurut R.Subekti yang dinamakan Persekutuan adalah satu perjanjian antara dua orang atau lebih untuk berusaha bersama-sama mencari keuntungan yang akan dicapai dengan jalan masing-masing memasukan suatu

  

  dalam suatu kekayaan bersama. Maka persekutuan modal adalah persatuan orang- orang yang sama kepentingannya (terhadap suatu perusahaan tertentu) dengan jalan memasukan modal. Modal adalah nilai kekayaan yang dipergunakan oleh

   perusahaan untuk kegiatan usahanya.

  3. Didirikan berdasarkan perjanjian : Menurut Prof. Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang yang lain atau antara 2 (dua)

  

  atau ada semata-mata karena perjanjian oleh dua orang atau lebih dengan akta resmi atau akta notaris. Dengan demikian ditentukan dalam Pasal 7 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007, yang menyatakan bahwa “Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia.” Ketentuan pasal 7 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 ini menegaskan bahwa akta notaris merupakan 20 21 Mulhadi, Hukum Perusahaan, (Bogor, Ghalia Indonesia, 2010), hal.73. 22 Chidir Ali, Badan Hukum, (Bandung: Alumni, 1991), hal. 136.

  Moenaf H.Regar, Pembahasan Kritis Aspek Manajemen dan Akuntansi Undang-Undang Perseroan Terbatas 1995 , (Jakarta: Pustaka Quantum, 2001), hal. 47. 23 I.G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan (Khusus Pemahaman Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Perseroan Terbatas) , (Jakarta: Kesaint Blanc, 2000), hal. 10. syarat mutlak untuk adanya suatu Perseroan. Tanpa adanya akta otentik ini akan meniadakan eksistensi Perseroan, sebab akta pendirian inilah nantinya yang harus

   disahkan oleh Menteri Kehakiman.

  4. Melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham : Modal dasar Perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham. Namun tidak menutup kemungkinan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal mengatur modal Perseroan yang terdiri atas saham tanpa nilai nominal. Pendirian Perseroan tidak dapat dilakukan tanpa pemenuhan syarat modal minimum. Pemenuhan syarat modal minimum bertujuan agar pada waktu Perseroan didirikan setidak-tidaknya sudah mempunyai modal, yaitu sebesar modal dasar (maatschappelijk; statutaire kapitaal; authorized capital), modal ditempatkan (geplaats kapitaal; issued capital) dan modal disetor (gestort kapitaal; paid

   capital ) yang akan menjadi jaminan bagi pihak ketiga terhadap Perseroan. Modal

  dasar adalah seluruh nilai saham yang dapat dikeluarkan. Modal ditempatkan dan

   disetor adalah jumlah nilai nominal yang telah dibayar oleh pemegang saham.

  Di dalam hukum perkataan “orang” atau “persoon” berarti pembawa hak, yaitu segala sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban dan disebut sebagai subjek hukum yang terdiri dari : 1.

  Manusia (naturlijke person).

   2.

  Badan hukum (rechtpersoon).

  24 25 Agus Budiarto, Op.cit., hal. 33. 26 Mulhadi, Op.cit., hal. 96. 27 Moenaf H.Regar, Op.cit., hal. 56.

  C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1986), hal.200.

  Berlakunya seorang manusia sebagai pembawa hak (subjek hukum) ialah

  

  mulai saat ia dilahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal dunia. Disamping manusia sebagai pembawa hak, di dalam hukum juga badan-badan atau perkumpulan- perkumpulan dipandang sebagai subjek hukum yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti manusia. Badan-badan dan perkumpulan-perkumpulan itu dapat memiliki kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalu lintas hukum dengan perantara pengurusnya, dapat digugat dan menggugat di muka

   Hakim, singkatnya diperlakukan sepenuhnya sebagai seorang manusia.

  Badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan tersebut dinamakan badan hukum (Rechtperson), yang berarti orang (persoon) yang diciptakan oleh hukum. Yang dimaksud dengan badan hukum itu adalah misalnya: Negara, Propinsi, Kabupaten,

   Perseroan Terbatas, Koperasi, Yayasan (Stichting), Wakaf, Gereja, dan lain-lain.

  Menurut Meijers, badan hukum meliputi sesuatu yang menjadi pendukung hak dan kewajiban. Ia menambahkan bahwa badan hukum itu merupakan suatu realitas konkret, riil, walaupun tidak dapat diraba, bukan khayal, atau merupaka suatu juridische personifikasi atau perwujudan (bestendigheid) hak dan kewajiban. Sementara itu, E.Utrecht, menyatakan badan hukum adalah badan yang menurut hukum berkuasa (berwenang) menjadi pendukung hak. Selanjutnya ia menjelaskan bahwa badan hukum itu adalah setiap pendukung hak yang tidak berjiwa, atau lebih tepat yang bukan manusia. Sedangkan R.Subekti mengatakan badan hukum pada pokoknya adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti seorang manusia, serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat di 28 29 Ibid. 30 Ibid., hal.201.

  Ibid. depan hakim. Pendapat hampir senada juga dikemukakan oleh R.Rochmat Soemitro, yang mengatakan bahwa badan hukum (rechtpersoon) merupakan suatu badan yang dapat mempunyai harta, hak serta kewajiban seperti orang pribadi. Sri Soedewi Machsun Sofwan menjelaskan bahwa manusia adalah badan pribadi (manusia tunggal).

  Selain dari manusia tunggal, dapat juga oleh hukum diberikan kedudukan sebagai badan pribadi kepada wujud yang disebut badan hukum, yaitu kumpulan dari orang-orang yang secara bersama-sama mendirikan suatu badan (baik perhimpungan orang maupun perkumpulan harta kekayaan) untuk tujuan tertentu, seperti yayasan. Disamping itu, Wirjono Prodjodikoro juga mengemukakan pengertian suatu badan hukum yaitu badan, disamping manusia perseorangan yang dianggap dapat bertindak dalam hukum dan yang mempunyai hak-hak, juga kewajiban-kewajiban dan hubungan hukum terhadap

   orang lain atau badan lain.

  Dari pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan secara garis besar pengertian badan hukum sebagai subjek hukum, yang mencangkup unsur-unsur atau kriteria (materil) sebagai berikut: Perkumpulan orang atau perkumpulan modal (organisasi).

  b.

  Dapat melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling) dalam hubungan-hubungan hukum (rechtsbetrekking).

  c.

  Mempunyai harta kekayaan sendiri d.

  Mempunyai pengurus e. Mempunyai hak dan kewajiban

   f.

  Dapat digugat dan menggugat di depan pengadilan.

3. Organ Perseroan

  31 32 Mulhadi, Op.cit., hal.73-74.

  Ibid., hal.74.

  Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan

33 Komisaris.

  a.

  Rapat Umum Pemegang Saham Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini dan/atau anggaran

   dasar.

  b.

  Direksi Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai

   dengan ketentuan anggaran dasar.

  c.

  Dewan Komisaris Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta member nasihat kepada

  

4. Laba

  Laba atau keuntungan dapat didefinisikan dengan dua cara. Yang pertama laba dalam ilmu ekonomi murni didefinisikan sebagai peningkatan kekayaan seorang investor sebagai hasil penanam modalnya, setelah dikurangi biaya-biaya yang berhubungan dengan penanaman modal tersebut (termasuk di dalamnya, biaya kesempatan). Sementara itu, laba dalam akuntansi didefinisikan sebagai selisih antara 33 34 Pasal 1 butir 2 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 35 Pasal 1 butir 4 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 36 Pasal 1 butir 5 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Pasal 1 butir 6 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

  harga penjualan dengan biaya produksi. Perbedaan di antara keduanya adalah dalam hal

   pendefinisian biaya.

  Ada juga yang berpendapat bahwa : “Laba adalah selisih lebih antara

  

  pendapatan dengan beban.” Menurut ilmu akuntansi, terdapat dua konsep cakupan laba, yaitu : a. Current Operating Concept of Income;

   b.

  All Inclusive Concept.

  Menurut konsep Current Operating Concept of Income, income hanya meliputi item-item yang sifatnya regular dan dari elemen-elemen pendapatan dan beban yang sifatnya berulang (recurring) dan berasal dari operasi saat ini (current operating).

  

Item-item yang sifatnya irregular tidak dimasukan sebagai komponen laba, sehingga

  tidak mencerminkan earning power di masa yang akan datang dari satu kesatuan

   usaha.

  Menurut konsep All Inclusive Concept, cakupan laba meliputi semua perubahan dan kenaikan net asset selama periode tertentu, kecuali yang diakibatkan dari ini, item-item yang sifatnya dan berasal dari aktivitas baik reguler dan nonreguler,

   recurring maupun nonrecurring, termasuk dalam cangkupan laba.

  Terdapat lima kategori irregular items dalam konsep all inclusive tersebut, yaitu sebagai berikut: a. item-item yang berasal dari operasi yang dihentikan (discontinue operation), 37 38 http://id.wikipedia.org/wiki/Laba, Laba, diakses tanggal 24 April 2013. 39 Suradi, Akuntansi Pengantar 1, (Yogyakarta: Gaya Media, 2009), hal.38.

  Winwin Yadiati, Teori Akuntansi (Suatu Pengantar), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), hal.99. 40 41 Ibid.

  Ibid., hal.100. b. extraordinary item, c. unusual gains dan losses, d. perubahan dalam prinsip akuntansi, dan

   e.

  perubahan dalam estimasi.

5. Saham

  Pada masa penjajahan Belanda dahulu, agar para pemodal mau menanamkan modalnya ke dalam VOC, maka kepada setiap pemodal yang memasukan uangnya, diberikan suatu tanda yang dinamakan “penning”. Pemegang penning boleh memindahtangankan penning tersebut kepada orang lain yang mau mengambilalihkannya, jika kemudian ternyata pemegang penning tidak berkeinginan lebih lanjut menanamkan uangnya. Penning inilah yang merupakan cikal bakal dari

   saham.

  Menurut kamus besar bahasa Indonesia, saham berarti: a. Bagian; andil; sero (tentang permodalan) b.

  Surat bukti pemilikan bagian modal perseroan terbatas yang memberi hak atas c.

  Hak yang dimiliki orang (pemegang saham) terhadap perusahaan berkat penyerahan bagian modal sehingga dianggap berbagi dalam pemilikan dan

   pengawasan.

  Saham perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya. Persyaratan kepemilikan saham dapat ditetapkan dalam anggaran dasar dengan memperhatikan persyaratan yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- 42 43 Ibid. 44 Rudhi Prasetya, Op.cit., hal.17.

  Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hal.977. undangan. Jika persyaratan kepemilikan saham telah ditetapkan, tetapi tidak dipenuhi, pihak yang memperoleh kepemilikan saham tersebut tidak dapat menjalankan hak selaku pemegang saham dan harus dicapai. Nilai saham harus tercantum dalam mata uang rupiah. Saham tanpa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan oleh perseroan.

  Ketentuan ini tidak menutup kemungkinan diaturnya pengeluaran saham tanpa nilai

   nominal dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

  Pemegang saham diberikan bukti kepemilikan saham, yang saham tersebut memberikan hak kepada pemiliknya untuk menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS, menerima pembayaran dividen, dan sisa kekayaan hasil likuidasi. Ketentuan ini berlaku setelah saham dicatat dalam daftar pemegang saham atas nama pemiliknya.

  Setiap saham memberikan kepada pemiliknya hak yang tidak dapat dibagi. Jika satu saham dimiliki oleh lebih dari satu orang, hak yang timbul dari saham tersebut

   digunakan dengan cara menunjuk satu orang sebagai wakil bersama.

  Anggaran dasar menetapkan satu klasifikasi saham atau lebih, yang setiap saham dalam klasifikasi yang sama memberikan kepada pemegangnya hak yang juga satu diantaranya sebagai saham biasa. Yang dimaksud dengan“saham biasa“ adalah saham yang mempunyai hak suara untuk mengambil keputusan dalam RUPS mengenai segala hal yang berkaitan dengan pengurusan Perseroan, mempunyai hak untuk menerima dividen yang dibagikan, dan menerima sisa kekayaan hasil likuidasi. Hak suara yang dimiliki oleh pemegang saham biasa dapat dimiliki juga oleh pemegang

   saham klasifikasi lain. 45 46 Frans Satrio, Op.cit.,hal.59. 47 Ibid., hal.60 Penjelasan Pasal 53 ayat (3) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

  Yang dimaksud dengan “klasifikasi saham” adalah pengelompokan saham

  

  berdasarkan karakteristik yang sama. Klasifikasi saham sebagaimana dimaksud , antara lain: a. saham dengan hak suara atau tanpa hak suara; b. saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota Direksi dan/atau anggota

  Dewan Komisaris; c. saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik kembali atau ditukar dengan klasifikasi saham lain; d. saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima dividen lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian dividen secara kumulatif atau nonkumulatif; e. saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian sisa kekayaan Perseroan

   dalam likuidasi.

  Bermacam-macam klasifikasi saham tidak selalu menunjukkan bahwa klasifikasi

  

gabungan dari 2 (dua) klasifikasi atau lebih.

6. Dividen

  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, dividen berarti: a. Bagian laba atau pendapatan perusahaan yang besarnya ditetapkan oleh direksi serta disahkan oleh rapat umum pemegang saham untuk dibagikan kepada para pemegang saham; b. Sejumlah uang yang berasal dari hasil keuntungan yang dibayarkan kepada 48 49 Penjelasan Pasal 53 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 50 Pasal 53 ayat (4) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

  Penjelasan Pasal 53 ayat (4) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

   pemegang saham sebuah perseroan.

F. Metode Penelitian 1.

  Sifat / Bentuk Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Langkah pertama yang dilakukan penelitian hukum normatif yang didasarkan pada bahan hukum sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan analisa hukum perdata khususnya terhadap pengaturan penggunaan laba perseroan. Selain itu juga dipergunakan bahan-bahan tulisan yang berkaitan dengan persoalan ini.

  Penelitian bertujuan menemukan landasan hukum yang jelas dalam meletakan persoalan ini dalam perspektif hukum ekonomi khususnya yang terkait dengan analisa yuridis terhadap penggunaan laba perseroan menurut UU No.40 Tahun 2007.

2. Bahan Hukum

   a.

  Dalam penelitian Bahan Hukum Primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat. ini antara lain : Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang; b. Bahan Hukum Sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum 51 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hal.271. 52 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2005), hal.52.

  

  primer, seperti : hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, artikel, majalah dan jurnal ilmiah, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian ini; c. Bahan Hukum Tertier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan

  

  terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum serta bahan-bahan primer, sekunder dan tertier di luar bidang hukum yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian ini. Selanjutnya Situs Web juga menjadi bahan bagi penulisan skripsi ini sepanjang memuat informasi yang relevan dengan penelitian ini.

  3. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan (Library

  Research ), yaitu mempelajari dan menganalisa secara sistematis buku-buku, majalah-

  majalah , surat kabar, peraturan perundang-undangan, makalah ilmiah, internet dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam penulisan

  4. Analisis Data Seluruh data yang sudah diperoleh dan dikumpulkan selanjutnya akan ditelaah dan dianalisis. Analisis untuk data kualitatif dilakukan dengan pemilihan pasal-pasal yang berisis kaidah-kaidah hukum yang mengatur tentang penggunaan laba perseroan menurut UU No.40 Tahun 2007, kemudian membuat sistematika dari pasal-pasal tersebut sehingga akan menghasilkan klarifikasi tertentu sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. 53 54 Ibid.

  Ibid.

  Pada bagian akhir, data yang berupa peraturan perundang-undangan ini diteliti dan dianalisis secara induktif kualitatif yang diselaraskan dengan hasil dari data pendukung sehingga sampai pada suatu kesimpulan yang akan menjawab seluruh pokok permasalahan dalam penelitian ini.

G. Sistematika Penulisan

  Sistematika penulisan dalam penulisan skripsi ini mempunyai kaitan dan hubungan satu sama lainnya. Pada dasarnya isi dari penulisan ini merupakan suatu kesatuan. Gambaran isi skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab dan beberapa sub bab sebagai berikut:

  BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini menguraikan mengenai hal-hal yang berkaitan

  dengan latar belakang, Perumusan Masalah, Keaslian Penulisan, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Tinjauan Kepustakaan dan diakhiri dengan Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan .

  

BAB II PERAN ORGAN PERSEROAN DALAM PENGGUNAAN LABA

PERSEROAN Pada bab ini dibahas hal-hal yang berkaitan dengan pengertian dan dasar

  hukum penggunaan laba perseroan , organ perseroan yang berperan dalam penggunaan laba perseroan seperti peran direksi dalam penggunaan laba perseroan, peran komisaris dalam penggunaan laba perseroan dan peran rapat umum pemegang saham (RUPS) dalam penggunaan laba perseroan

  

BAB III MEKANISME PENGGUNAAN LABA PERSEROAN DAN

PERUNTUKAN LABA PERSEROAN Pada bab ini dibahas hal-hal yang berkaitan dengan mekanisme penggunaan

  laba perseroan seperti laporan keuangan perseroan dan mengenai penyelenggaraan RUPS perihal penggunaan laba perseroan. Juga akan dibahas mengenai peruntukan dari laba yang diperoleh oleh Perseroan.

  BAB IV PERBEDAAN ANTARA PENGGUNAAN LABA MENURUT UU NO.

40 TAHUN 2007 DENGAN UU NO. 1 TAHUN 1995

  Pada bab ini dibahas mengenai perbedaan ketentuan penggunaan laba menurut UU No. 40 Tahun 2007 dengan UU No.1 Tahun 1995 seperti ketentuan saldo laba yang positif dan mengenai dividen interim yang baru ditemukan pengaturannya pada UU No.40 Tahun 2007.

Dokumen yang terkait

II. TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Motivasi Kerja Penyuluh Pertanian di Kabupaten Karo

0 0 22

1.1.Latar Belakang - Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Motivasi Kerja Penyuluh Pertanian di Kabupaten Karo

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemecahan Saham (Stock Split) - Analisis Dampakstock Split Terhadap Harga Saham Dan Volume Perdagangan Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bei (Sektor manufaktur, pertambangan, finansial dan agrikulturdari tahun 2010-2013)

0 2 17

BAB 2 LANDASAN TEORI - Pembuatan Game Tetris Dengan Kendali Pengenalan Perintah Suara Pada Smartphone Android

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepatuhan 2.1.1 Pengertian Kepatuhan - Gambaran Kepatuhan Pola Makan Penderita Hipertensi yang Berobat di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan Tahun 2015

0 0 24

2.1.1 Pengertian Kosmetik - Pemeriksaan Cemaran Timbal (Pb) pada Sediaan Lipstik yang beredar di Pasar Ramai Medan secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 15

BAB II METODE PENELITIAN - Analisis Rasio Keuangan Pada Hotel Mona Plaza Pekanbaru

0 2 43

BAB II KREDIT PEMBIAYAAN DALAM PERBANKAN A. Tinjauan Umum Tentang Kredit - Aspek Yuridis Pemberian Pembiayaan Modal Kerja pada Perbankan Syariah dengan Menggunakan Akad Mudharabah (Studi pada Bank Syariah Mandiri Cabang Medan Utama)

0 0 21

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Aspek Yuridis Pemberian Pembiayaan Modal Kerja pada Perbankan Syariah dengan Menggunakan Akad Mudharabah (Studi pada Bank Syariah Mandiri Cabang Medan Utama)

0 0 14

BAB II PERAN ORGAN PERSEROAN DALAM PENGGUNAAN LABA PERSEROAN A. Pengertian dan Dasar Hukum Penggunaan Laba Perseroan - Analisa Yuridis Terhadap Penggunaan Laba Perseroan Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

0 0 29